PERTAMEDIKA
2021
SOP MENYIAPKAN IBU YANG AKAN DI LAKUKAN SC
A. Pengertian
Mobilisasi dini post sectio caesarea adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya
kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan
sectio caesarea.
A. Tujuan
B. Indikasi
C. Persiapan Alat
Tidak ada
D. Persiapan Pasien
e. Mencuci tangan
2. Tahap orientasi
3. Tahap kerja
tenang
menit
d. Latihan gerak tangan, lakukan gerakan abduksi dan adduksi pada jari
selama 1 menit dan lakukan hal yang sama ke sisi yang lain
a. Posisikan semi fowler 30-400 secara perlahan selama 1-2 jam sambil
secara perlahan
b. Bila tidak ada keluhan selama waktu yang ditentukan ubah posisi
a. Lakukan latihan duduk secara mandiri jika tidak pusing, perlahan kaki
pengawasan keluarga
4. Mencuci tangan
G. Dokumentasi
1. Dokumentasikan : nama klien, tanggal dan jam perekaman, dan respon
pasien
Sumber : Rismawati, 2015, Asuhan Keperawatan Dengan Penerapan Mobilisasi Dini Untuk
Meningkatkan Kemandirian Pasien Post Sc Di Ruang Bougenvile Rsud Kebumen,
Diakses pada tanggal 12 JUNI 2021 dari :
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/486/1/DWI%20TINA%20RISMAWATI%20NIM.
%20A 01401881.pdf
Gerakan 6 jam pertama post sectio caesarea
Menganjurkan ibu
untuk duduk semi
fowler dan menyusui
bayi dengan posisi semi
fowler
PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar
serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka,
yaitu suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan
terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
KONSEP DASAR
Buku ini berfokus pada peran perawat dalam pengkajian dan penatalaksanaan terhadap
luka bedah umum. Adanya infeksi pada luka setelah pembedahan merupakan masalah
yang serius bagi pasien. Masala serius ini terutama adanya komplikasi pada luka tersebut
baik komplikasi local maupun sistemik. Komplikasi loal diantaranya meliputi kerusakan
jaringan, septic trobopebitis, nyeri yang tidak sembuh-sembuh dan skar. Komplikasi
sistemik meliputi bakteremia, infeksi metastatic, syok, dan bahkan kematian. Berat
ringannya dari luka yang terinfeksi, tergantung dari lokasi dan kondisi infeksi yang
dialami. Apabia pencegahan infeksi ini tidak diperhatikan, tentu akan berdampak kerugian
yang akan dialami pasien.
PERAWATAN LUKA
Merupakan penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka, menutup, dan
membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.
Perawatan luka terdiri atas :
Mengganti balutan kering
Mengganti balutan basah dengan balutan kering
Irigasi luka
Perawatan dekubitus
Tujuan perawatan luka :
Menjaga luka dari trauma
Imobilisasi luka
Mencegah perdarahan
Mencegah kontaminasi oleh kuman
Mengabsorbsi drainase
Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologi
Indikasi perawatan luka :
Balutan kotor dan basah akibat factor eksternal
Ada rembesan eksudat
Mengkaji keadaan luka
Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat debridement jaringan nekrotik
Tujuan pembersihan luka adalah untuk mengeluarkan debris organic maupun anorganik
sebelum menggunakan balutan untuk mempertahankan lingkungan yang optimum pada
tempat luka untuk proses penyembuhan
Pendekatan yang berbeda diperlukan saat membersihkan luka bedah tertutup, yang pada
mulanya masih dalam keadaan “bersih”. Dalam hal ini, tindakan asepsis yang ketat
diperlukan sejak awal untuk mencegah infeksi luka secara endogenus maupun eksogenus.
Meskipun demikian, kalau ada infeksi luka, maka penyebabnya hamper selalu dapat
ditelusuri kembali pada sat pembedahan dilakukan.
Perawat membersihkan luka operasi atau traumatic dengan menggunakan cairan sitotoksik
yang diberikan melaului kassa steril atau melalui irigasi.
Prinsip penting yang harus diperhatikan perawat saat membersihkan luka insisi atau area
disekitar drain :
1. Bersihkan dari arah area yang sedikit terkontaminasi, seperti dari luka atau
insisi ke kulit disekitarnya atau dari tempat drain ke kulit di sekitarnya
2. Gunakan friksi lembut saat menuangkan larutan ke kulit
3. Saat melakukan irigasi, biarkan larutan mengalir dari area yang kurang
terkontaminasi ke area yang paling terkontaminasi
4. Perawat tidak boleh menggunakan kassa yang sama, saat membersihkan insisi
atau luka untuk yang kedua kalinya
5. Untuk membersihkan area drain, perawat mengusap sekeliling drain dengan
gerakan memutar dari tempat yang terdekat dengan drain kearah luar
2. BALUTAN
Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang penyembuhan luka.
Apabila balutan tidak sesuai dengan karakteristik luka, maka balutan tersebut dapat
mengganggu penyembuhan luka. Pilihan jenis balutan dan metode pembalutan luka akan
mempengaruhi kemajuan penyembuhan luka.
SOP
PROSEDUR
A. MENGGANTI BALUTAN KERING
1. Tahap pre interaksi
Membaca catatan perawat untuk rencana perawatan luka
Mencuci tangan
Menyiapkan alat :
1. Seperangkat set perawatan luka steril
2. Sarung tangan steril
3. Pinset 3 ( 2 anatomis, 1 sirurgis )
4. Gunting ( menyesuaikan kondisi luka )
5. Balutan kassa dan kassa steril
6. Kom untuk larutan antiseptic/larutan pembersih
7. Salp antiseptic ( bila diperlukan )
8. Depress
9. Lidi kapas
10. Larutan pembersih yang diresepkan ( garam fisiologis, betadin, …)
11. Gunting perban / plester
12. Sarung tangan sekali pakai
13. Plester, pengikat, atau balutan sesuai kebutuhan
14. Bengkok
15. Perlak pengalas
16. Kantong untuk sampah
17. Korentang steril
18. Alcohol 70%
19. Troli / meja dorong
5. Dokumentasi
1. Mencatat tanggal dan jam perawatan luka
2. Mencatat Kondisi luka
Pemasangan CTG : cardiotocography
(Kesejahteraan Janin)
1. Definisi CTG
CTG atau juga disebut Fetal Monitor merupakan salah satu alat elektronik
yang digunakan untuk melakukan pemantauan kesejahteraan dan kondisi
kesehatan janin.
1. Tujuan
1. Mendeteksi stress pada janin
2. Mendeteksi kegawatan pada janin (Golebiewski K, 2004).
4. Indikasi
a. Ibu
1. Pre-eklampsia-eklampsia
2. Ketuban pecah
3. Diabetes melitus
4. Kehamilan 40 minggu
5. Vitium cordis
6. Asthma bronkhiale
7. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
8. Infeksi TORCH
9. Bekas SC
10. Induksi atau akselerasi persalinan
11. Persalinan preterm
12. Hipotensi
13. Perdarahan antepartum
14. Ibu perokok
15. Berusia lanjut (>35 tahun)
16. Untuk kehamilan beresiko rendah untuk memonitoring kesejahteraan
janin.
Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal,
penyakit paru, penyakit jantung, dan penyakit tiroid.
b. Janin
1. Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
2. Gerakan janin berkurang
3. Suspek lilitan tali pusat
4. Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin
5. Hidrops fetalis
6. Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.
7. Mekoneum dalam cairan ketuban
8. Riwayat lahir mati
9. Kehamilan ganda
5. Pemeriksaan CTG penting dilakukan pada setiap ibu hamil pada usia
kehamilan 28 minggu untuk pemantauan kondisi janin terutama
dalam keadaan:
a. Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis, tiroid,
penyakit infeksi kronis, dll)
b. Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine Growth
Retriction)
c. Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali)
d. Polihidramnion (air ketuban berlebih)
5. Pemeriksaan CTG meliputi:
a. Hitungan Gerakan Janin
b. Penilaian Biofisikal
c. Gerakan pernafasan janin (fetal breathing movement – FBM)
d. Gerakan tubuh kasar
e. Tonus janin
f. Volume cairan amnion
6. Persiapan Pemeriksaan CTG
a. Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.
b. Waktu pemeriksaan selama 20 menit,
c. Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan ibu
maupun bayi.
d. Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat segera
diberikan pertolongan yang sesuai.
e. Konsultasi langsung dengan dokter kandungan
rekaman
pemeriksaan
CTG
3. Untuk mengikat
Cardiometer
Belt
dan Tokometer
4. Transduser Untuk
a. Cardiometer (harus mengetahui
diberi
jelly) Denyut Jantung
Janin
Handscoon
7. Untuk
melumasi
Jelly Cardiometer
8. Untuk
membersihkan
Tissue/Kain lap
jelly
9. Untuk
Formulir CTG dekomuntasi
hasil CTG
2. Persiapan Pasien
a. Pasien berkemih terlebih dahulu
b. Tidur setengah duduk/duduk/tidur miring ke kiri
8. Prosedur
1. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) :
a. Menjelaskan indikasi
b. Cara pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang akan didapat.
c. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh dokter penanggung jawab
pasien (cukup persetujuan lisan).
2. Kosongkan kandung kencing.
3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin, ibu
tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
Data Pasien
Kekuatan................mmhg
Lamanya................menit
Relaksasi : ………………
Konfigurasi : ……………
Tonus dasar....................mmhg
Gerak Janin : ……….. kali dalam menit
SARAN :
CATATAN :
Laporan ini harus segera dibuat setelah pemeriksaan selesai dan disimpan dalam
status pasien. PPDS dan Bidan jaga harus MENANDATANGANI dan
mendiskusikan. Hasil pemeriksaan CTG tersebut dengan Dokter Penanggung Jawab
Pasien (DPJP).
PETUNJUK PENGISIAN
LAPORAN CTG
Nama pasien :
berisi nama pasien dan nomor rekam medik (minimal dua identitas).
Nomor RM :
nomor rekam medis sesuai dengan institusi pelayanan kesehatan
atau praktik pribadi dimana pemeriksaan CTG tersebut dilakukan.
Tanggal :
waktu saat dilakukan pemeriksaan CTG, ditulis secara berurutan
tanggal, bulan, dan tahun.
Jam :
waktu dimulainya pemeriksaan CTG, ditulis dalam
jam dan menit, misal jam 07.30.
Posisi pasien
posisi saat pemeriksaan CTG dilakukan, tidak boleh dalam
posisi terlentang, boleh setengah duduk, duduk, atau miring ke
kiri.
Usia gestasi
usia kehamilan berdasarkan CRL. Bila tidak ada CRL, maka
penentuan usia gestasi dapat berdasarkan diameter interserebellar,
DBP atau lingkar kepala.
TD awal
tekanan darah awal sebelum pemeriksaan CTG dimulai.
TD menit ke 15
tekanan darah pada menit ke 15 setelah pemeriksaan CTG berlangsung.
Cara pantau
cara pantau yang umum di lakukan di Indonesia adalah cara eksternal.
Kecepatan kertas
1/2/3 cm per menit : kecepatan kertas yang dipilih saat pemeriksaan,
di Indonesia memakai standar 1 cm/menit.
Periksa dalam
tidak dilakukan/dilakukan, dengan hasil : dilakukan atas indikasi obstetri
dan sebelum pemeriksaan CTG dimulai. Tuliskan secara lengkap hasil
periksa dalam tersebut. Jangan menekan kepala janin terlalu kuat atau
lama karena dapat menimbulkan deselerasi DJJ akibat kompresi kepala
yang berlebihan saat periksa dalam.
Diagnosis ibu
ditulis GPAH sesuai dengan riwayat obstetri dan berapa usia gestasi serta
apakah ada penyulit pada ibu. Contoh : G1P0A0 hamil 34 minggu dengan
preeklampsia berat.
Diagnosis janin
diagnosis janin berdasarkan jumlah, letak, presentasi dan penyulit yang
ada. Contoh : janin tunggal, hidup, presentasi bokong dengan
pertumbuhan janin terhambat.
Obat-obatan
dicatat semua obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan ini atau
sudah dimulai sejak sebelum kehamilan ini. Misalnya roboransia atau
anti agregasi trombosit.
Variabilitas DJJ
perubahan DJJ dari frekuensi dasar pada daerah tanpa kontraksi
uterus dan tanpa gerak janin, minimal pada kurun waktu dua menit
(lihat buku acuan).
Akselerasi DJJ
kenaikan DJJ > 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ akibat
pengaruh kontraksi uterus atau gerak janin atau rangsang bel
vibroakustik.
Deselerasi DJJ
penurunan DJJ > 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ akibat pengaruh
kontraksi uterus atau gerak janin atau rangsang bel vibroakustik.
Kontraksi uterus
kontraksi uterus yang timbul spontan atau akibat gerak janin atau akibat
stimulasi uterotonika atau stimulasi puting susu, yang dapat timbul hanya
sekali atau berulang kali. Penilaian kontraksi uterus dilakukan setiap 10
menit. Komponen yang dinilai adalah tonus dasar, amplitudo (kekuatan),
bentuk (konfigurasi), lama, jumlah/10 menit (frekuensi), dan relaksasi.
His
kontraksi uterus berulang dan teratur yang terjadi pada pasien inpartu.
Frekuensi
jumlah kontraksi uterus atau his dalam waktu setiap 10
menit pemeriksaan.
Kekuatan
kekuatan kontraksi uterus/his dalam mmHg
Lamanya
lama berlangsungnya kontraksi uterus/his dalam satuan waktu menit.
Relaksasi
bentuk hilangnya kontraksi uterus secara berangsur-angsur (normal)
atau patologi (lihat buku acuan).
Konfigurasi
bentuk atau konfigurasi kontraksi uterus/his, normalnya berbentuk
seperti bel yang simetris (bell shaped).
Tonus dasar
tekanan intra uterin pada saat tidak ada kontraksi uterus (normalnya 10 ±
2 mmHg) atau saat tidak ada his.
Gerak janin
jumlah gerak janin yang dihitung selama pemeriksaan CTG, baik secara
elektronik oleh mesin CTG atau secara manual oleh pasien dengan cara menekan
bel bila terasa gerakan janin.
Diagnosis CTG
diagnosis berdasarkan kriteria CTG (Katagori 1, 2, atau 3 : lihat pada
tulisan berikut di bawah ini atau buku acuan) beserta patologi yang
menyertainya. Misal : Katagori 3 dengan prolonged decelerations
berulang suspek ec insufisiensi uteroplasenta.
1 Sambut dan sapa klien (ucapkan salam), serta perkenalkan diri Anda.
2 Jelaskan apa yang akan dilakukan, apa yang akan dirasakan oleh klien, dan
kemungkinan hasil yang akan diperoleh, berkaitan dengan keadaan ibu dan
janin.
2. Persiapan Pasien
Berkemih, tidur setengah duduk/duduk/tidur miring ke kiri, perhatikan keamanan dan
kenyamanan klien, bila haus atau lapar harus minum atau makan terlebih dahulu; dan
bila masih kecapaian, istirahat beberapa waktu (sekitar 10 menit tirah baring)
3. Persiapan Petugas
Mengetahui tatacara penyimpanan dan pemasangan peralatan CTG, mampu melakukan
interpretasi CTG serta kemungkinan penyulit yang dapat terjadi dan kompeten
berkomunikasi dalam bidang CTG
2. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis dan Obstetri.
b. Tentukan punktum maksimum DJJ dan tinggi fundus uteri.
c. Deteksi kecurigaan PJT atau makrosomia.
d. Pasien tidur dengan posisi setengah duduk, atau miring ke kiri, atau
duduk.
e. Pemasangan peralatan Kardiotokografi : tokometer di pasang di fundus
(TIDAK BOLEH DIBERI JELI) dan kardiometer (harus diberi jeli)
dipasang di tempat punktum maksimum jantung janin.
f. Ukur tekanan darah pada awal pemeriksaan dan 15 menit kemudian
g. Perekaman CTG dimulai, petugas harus meyakini bahwa rekaman
berjalan baik.
h. Pengawasan berkala kondisi ibu dan janin oleh petugas kesehatan,
temani pasien selama pemeriksaan CTG
i. Lama perekaman MINIMAL 20 MENIT. Bila variabilitas minimal (1-
5 DPM) atau tidak ada (absent), lakukan perangsangan bayi dengan bel
VIBROAKUSTIK (beri tahu ibu sebelum tindakan tersebut dilakukan).
Bila tidak memiliki bel vibroakustik, dilakukan perangsangan dengan cara
menggerakkan tubuh atau kepala janin.
Perubahan Periodik
1. Tidak ada akselerasi DJJ setelah janin distimulasi
2. Deselerasi variabel berulang yang disertai variabilitas DJJ minimal atau
moderat
3. Deselerasi lama (prolonged deceleration) > 2 menit tetapi < 10 menit
4. Deselerasi lambat berulang disertai variabilitas DJJ moderat (moderate
baseline variability)
5. Deselerasi variabel disertai gambaran lainnya, misal kembalinya DJJ ke
frekuensi dasar lambat atau overshoot