Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kolitis berasal dari kata kolon (usus besar) dan itis (peradangan). Kolitis ulserativa
merupakan penyakit radang non spesifik kolon yang umumnya berlangsung lama
disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. Sakit abdomen, diare dan
perdarahan rektum merupakan tanda dan gejala yang penting. Frekuensi penyakit
paling banyak antara usia 20 -40 tahun, dan menyerang ke dua jenis kelamin sama
banyak. Insiden kolitis ulserativa adalah sekitar 1 per 10.000 orang dewasa kulit putih
per tahun.
Tugas utama kolon ialah untuk menyimpan sisa makanan yang nantinya harus
dikeluarkan, absorpsi air, elektrolit dan asam empedu. Absorpsi terhadap air dan
elektrolit terutama dilakukan di kolon sebelah kanan, yaitu di coecum dan kolon
asenden, dan sebagian kecil dibagikan kolon lainnya. Begitu juga beberapa macam
obat-obat yang diberikan per rektal dapat dilakukan absorpsi, umumnya dalam bentuk
suppositoria. Kolon yang normal selama 24 jam dapat melakukan absorpsi 2,5 liter air,
403 mEq Na dan 462 mEq Cl. Sebaliknya kolon mengeluarkan sekresi 45 mEq K dan
259 mEq bikarbonat.
Peradangan kolon akut dapat disebabkan oleh sejumlah agen infeksi yaitu virus,
bakteri, atau parasit. Manisfestasi klinik infeksi ini adalah demam, sakit kejang
abdomen bagian bawah, dan diare yang dapat berdarah. Pada kasus yang berat darah
secara kasar dapat ditemukan dalam feses, dan gambaran klinik dan sigmoidoskopi
dapat menyerupai kolitis ulserativa akut. Sel-sel radang akut terdapat pada infeksi
Shigella atau Salmonella, kolitis amoeba akut, atau kolitis ulserativa idiopatik; sel-sel
ini tidak terdapat pada gastroenteritis virus atau diare yang disebabkan oleh
enterotoksin.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan Kolitis.

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan Kolitis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Kolitis ulseratif adalah kondisi kronis yang tidak diketahui penyebabnya biasanya
mulai pada rektum dan bagian distal kolon dan mungkin menyebar keatas dan
melibatkan sigmoid dan kolon desenden atau seluruh kolon. Ini biasanya hilang timbul
(akut eksaserbasi dengan remisi panjang), tetapi beberapa individu (30%-40%)
mengalami gejala terus menerus (Doenges, 471, 2000).
Kolitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi akut atau kronik
oleh virus, bakteri, dan amoeba, termasuk keracunan makanan. Kolitis dapat juga
disebabkan gangguan aliran darah ke daerah kolon yang dikenal dengan kolitis
iskemik. Adanya penyakit autoimun dapat menyebabkan kolitis, yaitu kolitis ulseratif
dan penyakit Cohrn. Kolitis limfositik dan kolitis kolagenus disebabkan beberapa
lapisan dinding kolon yang ditutupi oleh sel-sel limfosit dan kolagen. Selain itu, kolitis
dapat disebabkan zat kimia akibat radiasi dengan barium enema yang merusak lapisan
mukosa kolon, dikenal dengan kolitis kemikal.
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kolitis ditinjau dari teori Blum
dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor lingkungan, faktor
pelayanan kesehatan, dan faktor prilaku.
o Faktor Biologi: Jenis kelamin: Wanita beresiko lebih besar dibanding laki-laki.
Usia: 15-25 tahun, dan lebih dari 50 tahun. Genetik/ familial: Riwayat keluarga
dengan kolitis
o Faktor Lingkungan: Lingkungan dengan sanitasi dan higienitas yang kurang baik.
Nutrisi yang buruk
o Faktor Perilaku: Kegemukan (obesitas). Merokok. Stress / emosi. Pemakaian
laksatif yang berlebihan. Kebiasaan makan makanan tinggi serat, tinggi gula,
alkohol, kafein, kacang, popcorn, makanan pedas. Kurang kesadaran untuk berobat
dini. Keterlambatan dalam mencari pengobatan. Tidak melakukan pemeriksaan
rutin kesehatan.
o Faktor Pelayanan Kesehatan: Minimnya pengetahuan petugas kesehatan.
Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai. Keterlambatan dalam diagnosis
dan terapi. Kekeliruan dalam diagnosis dan terapi. Tidak adanya program yang
adekuat dalam proses skrining awal penyakit.

2
B. Etiologi
Kolitis bisa menjalar ke belakang sehingga menyebabkan proktitis. Penyebab dari
kolitis ada beberapa macam antara lain:
 Infeksi : Trichuris vulpis, Ancylostoma sp, Entamoeba histolytica, Balantidium coli,
Giardia spp, Trichomonas spp, Salmonella spp, Clostridium spp, Campylobacter
spp, Yersinia enterolitica, Escherichia coli, Prototheca, Histoplasma capsulatum,
dan Phycomycosis.
 Faktor familial/genetik
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada orang kulit
hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada
orang Yahudi dibandingkan dengan orang non Yahudi. Hal ini menunjukkan
bahwa ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini
- Trauma : benda asing, material yang bersifat abrasif.
- Alergi : protein dari pakan atau bisa juga protein bakteri.
- Polyps rektokolon
- Intususepsi ileokolon
- Inflamasi : Lymphoplasmacytic, eoshinophilic, granulopmatous, histiocytic
- Neoplasia : Lymphosarcoma, Adenocarcinoma
- Sindrom iritasi usus besar (Irritable Bowel Syndrome)

C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis
pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.
2. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohn’s kolitis radiasi,
kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis).

D. Patofisiologi
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi,
sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak
sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana
penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada
perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir.
Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal
atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum
keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih. Gejala
umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul.

3
Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar
sebanyak 10-20 kali/hari.
Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa
nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun gejala
ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang
paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah.
Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya
berkurang.Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan
mukosa kolon dan rectum. Penyakit ini umumnya mengenai orang kaukasia, termasuk
keturunan Yahudi. Puncak insidens adalah pada usia 30-50 tahun. Kolitis ulseratif
adalah penyakit serius, disertai dengan komplikasi sistemik dan angka mortalitas yang
tinggi. Akhirnya 10%-15% pasien mengalami karsinoma kolon.
Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superfisisal kolon dan dikarakteristikkan
dengan adanya ulserasi multiple, inflamasi menyebar, dan deskuamasi atau
pengelupasan epitelium kolonik. Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi
berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran, satu lesi diikuti lesi yang lainnya. Proses
penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus
menyempit, memendek dan menebal akibat hipertrofi muskuler dan deposit lemak.

E. Manifestasi Klinik
Kebanyakan gejala Colitis ulserativa pada awalnya adalah berupa buang air besar
yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan
diare berdarah. Pasien juga dapat mengalami:
1. Anemia
2. Fatigue/ Kelelahan
3. Berat badan menurun
4. Hilangnya nafsu makan
5. Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
6. Lesi kulit dan mata
7. Nyeri sendi
8. Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)
9. Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali sehari)
10. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran.
11. Perdarahan rektum (anus).
12. Rasa tidak enak di bagian perut.
13. Mendadak perut terasa mulas.
14. Kram perut.
15. Sakit pada persendian.
16. Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum
17. Anoreksia

4
18. Hipokalsemia

F. Pemeriksaan penunjang
1. Gambaran Radiologi
- Foto polos abdomen
- Barium enema
- Ultrasonografi (USG)
- CT-scan dan MRI
2. Pemeriksaan Endoskopi

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama penyakit):
terutama mengandung mukosa, darah, pus dan organisme usus khususnya
entomoeba histolytica.
2. Protosigmoi doskopi: memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan inflamasi
(akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang menurun fungsinya
dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada 35 % bagian ini.
3. Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma.
Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrat inflamasi yang disebut
abses lapisan bawah.
4. Enema bartum, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan,
meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat
kondisi eksasorbasi.
5. Kolonoskopi: mengidentigikasi adosi, perubahan lumen dinding, menunjukkan
obstruksi usus.
6. Kadar besi serum: rendah karena kehilangan darah. Masa protromlain: memanjang
pada kasus berat karena gangguan faktor VII dan X disebabkan oleh kekurangan
vitamin K.
7. ESR: meningkat karena beratnya penyakit Trombosis: dapat terjadi karena proses
penyakit inflamasi.
8. Elektrolit: penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.

H. Komplikasi
 Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia karena
kekurangan zat besi. Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat,
dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran infeksi.
 Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus

5
terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak
menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya
mengalami pelebaran.
 Kanker Kolon (Kanker Usus Besar). Resiko kanker usus besar meningkat pada
orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama dan berat.
 Bersifat lokal atau sistemik
 Fistula dan fisura abses rectal
 Dilatasi toksik atau megakolon
 Perforasi usus
 Karsinoma kolon

6
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLITIS

A. PENGKAJIAN/PENGUMPULAN DATA
1. Data Biografi: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
2. Data Dasar Pengkajian Klien
1) Aktivitas/istirahat
Gejala:
 Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah
 Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare
 Merasa gelisah dan ansietas
 Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit.
2) Sirkulasi
Tanda:
 Takikardia Crospons terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri.
 Kemerahan area akimonsis (kekurangan vitamin K)
 TD: hipotensi, termasuk postural
 Kulit/membran mukosa, turgor buruk, kering, lidah pecah (dehidrasi/malnutrisi)
3) Integritas ego
Gejala:
 Ansietas, ketakutan, emosi, kesal, misalnya perasaan tak berdaya/tak ada
harapan
 Faktor stress akut/kronis, misalnya hubungan dengan keluarga/pekerjaan,
pengobatan yang mahal
 Faktor budaya peningkatan prevalensi dari populasi Yahudi
 Tanda:
Menolak, perhatian menyempit, depresi.
4) Eliminasi
Gejala:
 Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai batu atau berair
 Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hingga timbul, sering tak dapat
dikontrol (sebanyak 20 – 30 kali defekasi/hari)
 Perasaan dorongan/kram (temosmus), defekasi berdarah/pus/ mukosa dengan
atau tanpa keluar feses.
 Perdarahan per rectal
 Riwayat batu ginjal (dehidrasi)
Tanda:
 Menurunnya bising usus, tak ada peristoltik atau adanya peristoltik yang dapat
dilihat.
 Hemosoid, fisura anal (25 %), fisura perianal
 Oliguria
5) Makanan/ cairan

7
Gejala:
 Anoreksia, mual/muntah
 Penurunan berat badan
 Tidak toleran terhadap diet/sensitif misalnya buah segar/sayur
 Produk susu makanan berlemak.
Tanda:
 Penurunan lemak subkutan/massa otot
 Kelemahan tonus otot dan turgor kulit buruk
 Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
6) Higine
Tanda:
 Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri
 Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin
 Bau badan
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala:
 Nyeri/nyeri tekan pada kwadran kiri bawah (mungkin hilang dengan defekasi)
 Titik nyeri berpindah, nyeri tekan (arthritis)
 Nyeri mata, fotofobia (iritis)
Tanda:
 Nyeri tekan abdomen/distensi

8) Keamanan
Gejala:
 Riwayat lupus eritoma tous, anemia hemolitik, vaskulitis,.
 Arthritis (memperburuk gejala dengan eksoserbasi penyakit usus)
 Peningkatan suhu 39,6 – 40 ºC (eksoserbasi akut)
 Penglihatan kabur
 Alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine ke dalam usus
dan mempunyai efek inflamasi)
Tanda:
 Lesi kulit mungkin ada misalnya: eritoma nodusum (meningkat), nyeri,
kemerahan dan membengkak pada tangan, muka, plodeima gangrionosa (lesi
tekan purulen/lepuh dengan batas keunguan)
 Ankilosa spondilitis
 Uveitis, kongjutivitis/iritis.
9) Seksualitas
Gejala: frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual
10) Interaksi sosial

8
Gejala:
 Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi
 Ketidakmampuan aktif dalam sosial

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, respons pembedahan.
2. Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari muntah.
3. Aktual/risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.

intake makanan yang kurang adekuat

C. Intervensi dan Perencanaan Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan iritasi intestinal, diare, kram abdomen, sembelit,
respons pembedahan.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi :
- Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi.
- Skala nyeri 0-1 (0-4).
- TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan
tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
nonfarmakologi dan noninvasif. telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.

Lakukan manajemen nyeri Pendekatan PQRST dapat secara


keperawatan , meliputi: komprehensif menggali kondisi nyeri
 Kaji nyeri dengan pendekatan pasien.
PQRST P: Penyebab nyeri dapat diakibatkan
oleh respons diare, kram abdomen,
dan sembelit atau kerusakan jaringan
pascabedah.
Q: kualitas nyeri seperti tumpul,
kram, dan mules.
R: Area nyeri pada abdomen bawah
kiri.
S: pasien mengalami skala nyeri 3 (0-
4).
T: Nyeri bertambah bila tidak bisa
melakukan BAB.

 Beri oksigen nasal apabila skala Pemberian oksigen dilakukan untuk


nyeri ≥3 (0-4). memenuhi kebutuhan oksigen pada
saat pasien mengalami nyeri

9
pascabedah yang dapat mengganggu
kondisi hemodinamik.

Istirahat diperlukan untuk


 Istirahatkan pasien pada saat nyeri menurunkan peristaltik usus. Istirahat
muncul. Biasakan pasien untuk secara fisiologis dan melakukan BAB
BAB di tempat tidur. di tempat tidur akan menurunkan
kebutuhan oksigen yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal pada aktivitas dan
menurunkan keletihan pascanyeri.

Pengaturan posisi semifowler dapat


 Atur posisi fisiologis. membantu merelaksasi otot-otot
abdomen pascabedah sehingga dapat
menurunkan stimulus nyeri dari luka
pascabedah.

Memberikan respons vasodilatasi.


 Beri kompres hangat pada Kompres ini hanya dilakukan pada
abdomen. pasien tanpa pembedahan.

Meningkatkan intake oksigen


 Ajarkan teknik relaksasi sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia spina.
pernapasan dalam pada saat nyeri
muncul.
Distraksi (pengalihan perhatian)
dapat menurunkan stimulus internal.
 Ajarkan teknik distraksi pada saat
nyeri. Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
 Lakukan manajemen sentuhan. dapat membantu menurunkan nyeri.

Pengetahuan yang akan dirasakan


membantu mengurangi nyerinya dan
 Tingkatkan pengetahuan tentang: dapat membantu mengembangkan
sebab-sebab nyeri dan kepatuhan pasien terhadap rencana
menghubungkan berapa lama terapeutik.
nyeri akan berlangsung.
Analgetik diberikan untuk membantu
menghambat stimulus nyeri ke pusat
Kolaborasi dengan tim medi suntuk persepsi nyeri di korteks selebri
pemberian: sehingga nyeri dapat berkurang.
 Analgetik via intravena.
Penurunan respons diare dapat
menurunkan stimulus nyeri.
 Antidiare.

10
2. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang adekuat.
Tujuan: setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pascabedah
intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi:
- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
- Keluhan mual dan muntah berkurang.
- Secara subjektif melaporkan peningkatan nafsu makan.
- Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.
No Intervensi Rasional
1. Kaji dan berikan nutrisi sesuai Pemberian nutrisi pada pasien dengan
tingkat toleransi individu. enteritis regional bervariasi sesuai
dengan kondisi klinik dan tingkat
toleransi individu.
2. Sajikan makanan dengan cara Membantu merangsang nafsu makan.
yang menarik. Hal ini dapat diberikan bila toleransi
oral tidak menjadi masalah pada
pasien.
3. Fasilitasi pasien memperoleh Diet diberikan pada pasien dengan
diet rendah lemak. gejala malabsorpsi akibat hilangnya
fungsi penyerapan permukaan
mukosa, khususnya penyerapan lemak.
Keterlibatan ileum terminal dapat
mengakibatkan steatorrhea (buang air
besar dengan feses bercampur lemak).
4. Fasilitasi pasien memperoleh Suplemen serat dikatakan bermanfaat
diet dengan kandungan serat bagi pasien dengan penyakit kolon
tinggi. karena fakta bahwa serat diubah
menjadi rantai pendek asam lemak,
yang menyediakan bahan bakar untuk
penyembuhan mukosa kolon.

5. Fasilitasi pasien memperoleh Diet rendah serat biasanya


diet rendah serat pada gejala diindikasikan untuk pasien dengan
obstruksi. gejala obstruksi.

6. Fasilitasi untuk pemberian Nutrisi parenteral total (TPN)


nutrisi parenteral total. digunakan bila gejala penyakit usus
inflamasi bertambah berat. Dengan
TPN, perawat dapat mempertahankan
catatan akurat tentang intake dan
output cairan, serta berat badan pasien
setiap hari.

11
7. Pantau intake dan output, Berguna dalam mengukur keefektifan
anjurkan untuk timbang berat nutrisi dan dukungan cairan.
badan secara periodik (sekali
seminggu).

8. Lakukan perawatan mulut. Intervensi ini untuk menurunkan risiko


infeksi oral.

9. Kolaborasi dengan ahli gizi Ahli gizi harus terlibat dalam


mengenai jenis nutrisi yang akan penentuan komposisi dan jenis
digunakan pasien. makanan yang akan diberikan sesuai
dengan kebutuhan individu.

3. Aktual/risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare,


kehilangan cairan dari gastrointestinal, gangguan absorpsi usus besar, pengeluaran
elektrolit dari muntah.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
Kriteria:
- Pasien tidak mengeluh pusing TTV dalam batas normal, kesadaran optimal.
- Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT >3 detik.
- Laboratorium: Nilai elekrolit normal, analisis gas darah normal.
Intervensi Rasional
Kaji terhadap adanya tanda kekurangan Sebagai parameter dasar untuk
volume cairan: kulit dan membran pemberian intervensi terapi cairan
mukosa kering, penurunan turgor kulit, atau pemenuhan hidrasi.
oliguria, kelelahan, penurunan suhu,
peningkatan hematokrit, peningkatan
berat jenis urine, dan hipotensi.
Intervensi pemenuhan cairan:
 Identifikasi faktor penyebab, awitan Parameter dalam menentukan
(onset), spesifikasi usia dan adanya intervensi kedaruratan. Adanya
riwayat penyakit lain. riwayat keracunan dan usia anak atau
lanjut usia memberikan tingkat
keparahan dari kondisi
ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

 Lakukan pemasangan IVFD. Apabila kondisi diare dan muntah


berlanjut, maka lakukan pemasangan
IVFD. Pemberian cairan intravena
disesuaikan dengan derajat dehidrasi.
Pemberian 1-2 L cairan Ringer Laktat
dengan tetesan cepat sebagai
kompensasi awal hidrasi cairan

12
diberikan untuk mencegah syok
hipovolemik.

 Dokumentasi dengan akurat tentang Sebagai evaluasi penting dari


asupan dan haluaran cairan. intervensi hidrasi dan mencegah
terjadinya over hidrasi.
 Bantu pasien apabila muntah.
Aspirasi muntah dapat terjadi
terutama pada usia lanjut dengan
perubahan kesadaran. Perawat
mendekatkan tempat muntah dan
memberikan masase ringan pada
pundak untuk membantu menurunkan
respons nyeri dari muntah.
Intervensi pada penurunan kadar
elektrolit:
 Evaluasi kadar elektrolit serum. Untuk mendeteksi adanya kondisi
hiponatremi dan hipokalemi sekunder
dari hilangnya elektrolit dari plasma.

 Dokumentasikan perubahan klinik Perubahan klinik seperti penurunan


dan laporkan dengan tim medis. urine output secara akut perlu
diberitahu kepada tim medis untuk
mendapatkan intervensi selanjutnya
dan menurunkan risiko terjadinya
asidosis metabolik.

 Monitor khusus ketidakseimbangan Individu lansia dapat dengan cepat


elektrolit pada lansia. mengalami dehidrasi dan menderita
kadar kalium rendah (hipokalemia)
sebagai akibat diare. Individu lansia
yang menggunakan digitalis harus
waspada terhadap cepatnya dehidrasi
dan hipokalemia pada diare. Individu
ini juga diintruksikan untuk mengenali
tanda-tanda hipokalemia karena kadar
kalium rendah dapat memperberat
kerja digitalis, yang dapat
menimbulkan toksisitas digitalis.
Kolaborasi dengan tim medis terapi
farmakologis.
 Antimikroba. Antimikroba diberikan sesuai dengan
pemeriksaan feses agar pemberian
antimkroba dapat rasional diberikan
dan mencegah terjadinya resistensi
obat.

 Antidiare/antimotilitas. Agen ini digunakan untuk

13
menurunkan frekuensi diare. Salah
satu obat yang lazim diberikan adalah
Loperamide (Imodium).

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Usus besar atau colon berbentuk saluran muscular beronga yang membentang dari
secum hingga canalis ani dan dibagi menjadi sekum, colon (assendens, transversum,
desendens, dan sigmoid), dan rectum. Katup ileosekal mengontrol masuknya kimus ke
dalam kolon, sedangkan otot sfingter eksternus dan internus mengotrol keluarnya feses
dari kanalis ani. Diameter kolon kurang lebih 6,3 cm dengan panjang kurang lebih 1,5
m.
Kolitis ulseratif adalah kondisi kronis yang tidak diketahui penyebabnya biasanya
mulai pada rektum dan bagian distal kolon dan mungkin menyebar keatas dan
melibatkan sigmoid dan kolon desenden atau seluruh kolon. Ini biasanya hilang timbul
(akut eksaserbasi dengan remisi panjang), tetapi beberapa individu (30%-40%)
mengalami gejala terus menerus (Doenges, 471, 2000).
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi,
sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak
sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana
penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada
perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir.

B. Saran
Dalam pebuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan
makalah masi terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam
penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Utnuk itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada
semua pmbaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan
makalah yang akan datang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC


Moorhouse,Dongoes.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Jakarta:EGC
Smeltzer,Suzanne.2002.keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.Edisi 8 .Jakarta EGC

16

Anda mungkin juga menyukai