Anda di halaman 1dari 4

Dea Valencia Budiarto: Kisah Sukses Remaja Kreatif Pendiri Batik Kultur Kisah

Sukses Dea Valencia Budiarto, Sang Pendiri Batik Kultur

Dea Valencia Budianto yang Sudah Cerdas dari Kecil

Dea Valencia Budiarto lahir di desa Gombel, Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 14 Februari
1994. Sejak kecil Dea Valencia sudah menjadi anak yang cerdas secara akademik. Bagaimana
tidak, pada usia 15 tahun ia sudah menamatkan SMA di mana rata-rata anak Indonesia baru
menamatkan SMA di usia 17 atau 18 tahun.

Usai menamatkan pendidikan di bangku SMA, Dea melanjutkan pendidikan di Universitas


Multimedia Nusantara, jurusan Sistem Informasi. Dan di usianya yang baru berumur 18 tahun, Dea
sudah menamatkan kuliah.

Ketertarikan Dea akan batik memang sudah ada sejak dirinya masih kecil. Maklum, Dea dibesarkan
di lingkungan di mana tradisi dan kultur budaya yang masih sangat kental, salah satunya adalah
kain batik.

Awal Mula Dea Valencia Membuat Baju Batik

Desain batik pertamanya dibuat Dea pada usia 16 tahun yang pada waktu itu dibuat karena
ketidak-sengajaan.

Awalnya Dea secara tidak sengaja melihat sebuah produk batik dan langsung jatuh cinta pada
produk batik tersebut. Namun karena tidak adanya biaya, Dea urung membeli kain batik yang ia
sukai tersebut.

Keterbatasan biaya tersebut tidak membuat Dea menyerah untuk mendapatkan sebuah pakaian
batik. Ia lalu memutar otak bagaimana bisa membuat sendiri baju batik impiannya.

Dari hasil membongkar lemari dan mengumpulkan beberapa potong baju batik bekas yang
sudah usang, tangan kreatif Dea langsung bekerja menggunting, membordir, dan berkreasi
dengan baju batik bekas tersebut.

Nah, dari hasil menggabungkan potongan-potongan kain batik usang ini akhirnya terciptalah
sebuah pakaian baru yang ternyata sangat indah.

Dea Valencia Budiarto Berbisnis Batik untuk Tambahan Uang Kuliah

Memasuki kuliah semester tiga, Dea mulai berpikir untuk mencari uang tambahan untuk keperluan
kuliah. Maklumlah dirinya bukan berasal dari keluarga yang serba berkecukupan.

Setelah memantapkan diri, Dea mulai berbisnis batik kecil-kecilan secara online. Ia memproduksi
pakaian batiknya sendiri dan dipasarkan melalui situs jejaring sosial Facebook.

Awalnya Dea hanya memproduksi pakaian batik dalam skala kecil. Dari 20 potong pakaian yang
diproduksinya sendiri dan dirinya sendiri juga yang menjadi modelnya. Dea bahkan memasarkan
produknya sendiri lewat Facebook. Lambat laun ternyata penerimaan fashion batik ala Dea cukup
baik.

Usahanya dengan cepat berkembang pesat hingga akhirnya lahirnya produk fashion batik Dea
Valencia yang melayani pasar lokal hingga internasional.

Designer yang Tidak Bisa Menggambar

Ada yang unik dari seorang Dea Valencia Budiarto. Meskipun harus mendesain dan membuat
aneka fashion batik sendiri, ternyata Dea sama sekali tidak bisa menggambar. Padahal seorang
designer pakaian harus bisa menggambar, minimal dengan sketsa yang paling sederhana.

Untuk mensiasati kelemahannya ini, Dea mencari seorang designer yang bisa menerjemahkan
pola desain yang ada di otak atau imajinasinya hingga menjadi sebuah desain fashion yang nyata.

Produk fashion yang dibuat oleh Dea secara umum bergaya kontemporer, yang memadukan unsur
tradisional dengan modern.

Prinsip Dea adalah produk tersebut harus fashionable, tidak aneh-aneh, dan disukai oleh dia. Jadi
kalau dirinya saja tidak suka, maka akan sulit meyakinkan orang lain untuk membeli pakaian
tersebut.
Dengan desain batik yang simple, keren, dan kekinian, produk Batik Kultur semakin diterima oleh
masyarakat khususnya anak muda kalangan milenial.

Produk Fashion Dea sempat Tersandung Masalah Hak Cipta

Ibarat tidak ada kesuksesan yang bisa diraih tanpa batu sandungan. Demikian juga bisnis
fashion Dea Valencia Budiarto.

Pada awal berdirinya, Dea tidak langsung menggunakan brand Batik Kultur. Nama awal produk
fashion Dea adalah Batik Sinok.

Karena ketikaktahuan Dea yang masih belia, ternyata nama Batik Sinok sudah didaftarkan oleh
pengembang bisnis lain. Hal ini membuat pengembang bisnis Batik Sinok tersebut menggugat
Dea Valencia atas tuduhan pelanggaran hak cipta.

Dea yang masih berumur 19 tahun ini langsung shock dan down seketika. Usaha batiknya bahkan
sempat terhenti selama seminggu karena harus menyelesaikan perselisihan nama merk ini.

Beruntung, pada akhirnya masalah pelanggaran hak cipta ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dea akhirnya mengganti merknya menjadi Batik Kultur.

Tidak disangka, nama Batik Kultur malah menjadi berkah bagi bisnis Dea. Sejak berganti nama
menjadi Batik Kultur, bisnisnya langsung berkembang dengan sangat pesat karena nama tersebut
mudah diingat.

Dea Valencia Budiarto yang Berjiwa Sosial Tinggi

Selain piawai dalam dunia bisnis fashion, Dea Valencia Budiarto ternyata juga memiliki jiwa sosial
yang sangat tinggi.
Di saat perusahaan lain berlomba untuk mencari tenaga kerja yang paling sempurna dengan CV
yang super mentereng, Dea malah memberdayakan mereka yang berkebutuhan khusus sebagai
karyawannya.

Dea tidak segan mempekerjakan karyawan yang tidak memiliki kaki atau tangan. Ada juga
beberapa tuna rungu dan tuna wicara yang direkrut Dea dari pusat pelatihan khusus anak-anak
penyandang disablitas.

Keputusan Dea memperkerjakan para penyandang disabilitas patut diacungi jempol. Dea tidak
pernah membedakan karyawannya, apakah memiliki tubuh yang lengkap ataupun berkebutuhan
khusus. Selama mereka mau bekerja mencari nafkah, mereka berhak mendapatkan pekerjaan
dan mendapatkan kesejahteraan.

Batik Kultur Saat Ini

Kini bisnis Batik Kultur yang dibangun oleh Dea dari nol telah berkembang dengan pesat. Semua
ini adalah berkat segala upaya dan kerja keras Dea Valencia.

Dea memang total dalam menjalankan bisnisnya ini. Mulai dari mendesain, menjadi model, hingga
memasarkan produknya sendiri. Dea bahkan sampai terjun ke lapangan mencari sentra tenun ikat
di Desa Troso dan belajar membatik juga ia lakoni.

Kini, dalam 1 bulan, Dea bisa menjual tidak kurang dari seribu potong pakaian. Harga produk
fashion Dea cukup bervariasi, mulai dari Rp 200an ribu hingga Rp 1 jutaan.

Setiap bulannya, Dea mampun meraup omset tidak kurang dari Rp 300 juta. Semua keberhasilan
ini dibangun Dea berkat kerja keras dan konsistensinya dalam memelihara dan mengembangkan
Batik sebagai salah satu warisan leluhur Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai