Anda di halaman 1dari 32

INSPIRASI “SUKSES DI MASA MUDA”

10 Pengusaha Muda di Indonesia yang Menginspirasi Generasi Muda

1. Dian Pelangi (Pengusaha Butik Tata Busana Muslim)


Dian Pelangi salah satu perempuan berbakat yang lahir di Indoensia. Dian
berbakat sekali dalam dunia perancangan busana atau fashion khususnya untuk
desain- desain busana dalam nuansa muslim.
- Dian Pelangi lahir di Palembang pada tanggal 14 Januari 1991. Beliau
memiliki ketertarikan dalam dunia fashion yang membuatnya terus belajar
untuk mengembangkan ketertarikannya di dunia perancangan busana.
- Dian juga tumbuh dalam keluarga dengan tradisi Islam, ayahnya bernama
Ir. Djamaloedin seorang pengusaha garmen, dan Ibunya bernama Hernani
memiliki sebuah butik muslim.
 Kisah Hidup Dian Pelangi

Lahir di Palembang pada tanggal 14 Januari 1991. Di sinilah kisah hidup Dian
Pelangi seorang perempuan dengan bakat yang luar biasa dalam bidang tata
busana dimulai.

Dian mengawali pendidikannya di TK Ikal Dolog kemudian melanjutkan SD


MI 2 di Palembang kemudian SMP Insan Kamil kemudian Ponpes Al-Ihya
Bogor, dan SMK Negeri 1 Pekalongan dengan mengambil jurusan tata busana.

Setelah lulus dalam jenjang pendidikan SMK, Dian melanjutkan


pendidikannya di Ecole Superiure des art et techniques de la mode (ESMOD)
yang lulus pada tahun 2008 dengan memperoleh nilai yang bagus.
Tepat setelah 1 tahun kelulusannya dari Sekolah Ecole Superiure des art et
techniques de la mode (ESMOD), pada tahun 2009 Dian bergabung dalam
Asosiasi Perancang Mode Indonesia (APPMI) ia menjadi anggota dengan
umur termuda pada waktu itu di APPMI. Tidak hanya bergabung di APPMI,
tahun 2009 Dian Pelangi untuk pertama kalinya mengikuti fashion show yang
diadakan di Melbourne, Australia.
Pada tahun 2009, Dian Pelangi juga mengikuti Jakarta Fashion Week
dengan keadaan masih dikenal sebagai desainer junior. Mendapatkan respon
baik yang membuatnya semakin melejit untuk terus berkembang.

2. Dea Valencia (Pengusaha Muda Batik Kultur)

Dea Valencia, adalah gadis manis yang sukses besar meskipun baru
berusia 19 tahun. Jika pendapatan kamu per- bulan cuma beberapa juta,
pengusaha cantik ini punya miliaran rupiah yang dihasilkan.
Apa rahasianya? pengusaha cantik Dea Valencia, umurnya baru 19 tahun, tetapi
berkat ketekunan di dunia bisnis batik, sukses dan mampu mengharumkan nama
Indonesia. Diberinya nama bisnis batik budaya, Batik Kultur, kisah batik lawas
yang dipadu- padankan.

Dea pun tak segan berbagi kisah bagaimana dan kapan usahanya ini berjalan.
Sejak usia 16 tahun Dea sudah memiliki ketertarikan terhadapa pola batik.
Namun, ketidak mampuannya membeli batik sendiri membuatnya memutar otak.

Dea lantas membuka- buka kembali lemari, menemukan batik- batik lawas yang
mungkin tak sesuai lagi. Batik- batik lawas yang sudah mulai rusak atau
mungkin tak cukup lagi dipakai. Batik- batik itu dibentangkannya lalu dipotong-
potong.

Awal Mula Mendapat Ide Tentang Batik Kultur

Ia mulai menggunting sesuai pola yang ia sukai, dan membordirnya. Ia ciptakan


pakaian dengan hiasan batik lawas berbordir tadi. Baginya batik lawas bukanlah
barang buangan. Bukan untuk orang simpan saja di dalam lemari.
"Nah dari situ saya bordir dan digabung dengan kain lain," ungkap Dea untuk situs
beritasatu.com di acara Wirausaha Muda Mandiri, Istora Senayan, Jakarta Pusat.

Ternyata dari pola- pola itu terbentuklah pakaian baru. Inilah cikal- bakal Batik
Kultural. Awal produksinya, Dea hanya membuat 20 potong pakaian. Kini? Ada
800 potong Batik Kultur yang dipasarkan per bulannya.

Dengan harga antara Rp 250.000 - 1,2 juta, nilainya setara Rp 3,5 M per tahun atau
Rp 300 juta per bulan.

Dia benar-benar memulai usahanya dari nol. Bahkan dia sendirilah yang menjadi
model dadakan, kebetulan gadis cantik dan manis ini memang cocok jika menjadi
model profesional.

Pengusaha Muda Batik Kultur

Pelanggannya saat ini tersebar di seluruh Indonesia maupun luar negeri yang
mayoritas pembelinya dari daerah Jakarta untuk Indonesia. Untuk luar negeri,
jangkauannya sudah bisa sampai ke Australia, Amerika Serikat, Inggris,
Norwegia, Jepang, Belanda, Jerman, dan lainnya.

Saat memulai usahanya itu, Dea hanya bermodalkan sekitar Rp 50 juta. Kini, setiap
bulan ia mampu memproduksi sekira 800 potong pakaian batik. Upah
karyawannya dihitung dengan sistem harian dan dibayarkan setiap bulan.

Dea fokus menjalankan online marketing. Dia menjadikan Facebook dan


Instagram sebagai katalog dan media komunikasi dengan konsumennya. Dari
online, referensi Batik Kultur akhirnya menyebar dari mulut ke mulut. Integrasi
dunia maya dan dunia nyata menyukseskan bisnis Dea.

Bukannya tanpa hambatan bisnis yang dikerjakannya. Pengusaha muda ini pernah
berhenti produksi dan depresi selama berminggu- minggu karena satu masalah hak
paten.
Melihat segala pencapaian Dea sekarang pantaslah kita mengapresiasi. Sulit bagi
kita mempercayai bahwa sukses batik ini ada ditangan seorang gadis 19 tahun yang
kini telah lulus menjadi sarjana komputer.

"Saya dulu nggak tahu kenapa sama ibu 22 bulan udah disekolahkan. Umur lima
tahun udah masuk SD. SMP dua tahun, SMA dua tahu. Jadi itu 15 tahun masuk
kuliah. Tiga setengah tahun kuliah, jadi umur 18 udah lulus," jelas Dea. Meski
masih muda dan memiliki pendapatan miliaran rupiah, Dea tak melupakan
lingkungan sekitar.

Istimewanya Memiliki Karyawan Berkebutuhan Khusus

Menarik jika mendengar pengakuan Dea tentang beberapa karyawannya. Dia


sengaja mempekerjakan mereka yang kebutuhan khusus. Pertimbangan bahwa
kesuksesan dirinya adalah milik sosial. Enak penjahitnya merupakan tuna rungu
dan tuna wicara. Menarik jika dilihat ternyata mayoritas yang dipekerjakan di
Batik Kultur adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik.

Bisnis yang dimulai tiga tahun silam telah memasuki semester ke 4. Hingga saat
ini Dea telah mempekerjakan 36 karyawan, kebanyakan warga sekitar jebolan dari
LPATR (Lembaga Pendidikan Anak Tuna Rungu) kejuruan jahit. Ada juga
beberapa pegawai Dea yang lulusan RC Jebres, Solo, sambung Dea.
Mempekerjakan tunarungu menjadi cerita sendiri bagi perjalanan usaha Dea.

Terlebih lagi, para tunarungu itu bekerja di bagian jahit dan potong, meskipun
kebanyakan dari mereka telah mendapatkan pendidikan kejuruan jahit. Memang
menjadi tantangan tersendiri baginya ketika memilih mempekerjakan mereka.
Dia menceritakan, mulai dari makan, melepas jahitan, menulis, memasukkan
benang ke dalam jarum, hingga mengirim SMS, dia bisa melakukannya sendiri.
Demikian juga dengan Sriwat, gaji pertama Sriwati yang didapatnya dari Dea
seluruhnya dikirimkan ke sang ibu yang berada di desa.

Terakhir, ia sangat mengapresiasi tindakan pemerintah yang telah melakukan


pembinaan terhadap mereka melalui Balai Besar Rehabilitasi Sentrum Bina Daksa
(BBRSBD/RC) Jebres, Solo. Beberapa pegawai Mbak Sriwati, Mbak Tumisih, dan
Mbak Nikmah diberikan pengarahan dan pendidikan.

3. Adrian Agus & Eugenie Patricia: Dibalik Kisah Sukses Entrepreneur


Muda Pendiri Pudding Lembut Puyo

kakak beradik

Berangkat dari hobi sang ayah yang senang membuat pudding lembut
(silky pudding), kedua kakak beradik ini berhasil melihat sebuah peluang
bisnis potensial di ranah kuliner. Tokoh inspiratif Kinibisa kali ini berhasil
memadukan ilmu mereka di bidang Manajemen Bisnis dengan passion
mereka terhadap kuliner. Adrian Christopher Agus dan sang adik Eugenie
Patricia Agus berhasil mendirikan sebuah bisnis dessert yang laris manis di
kalangan anak muda, Puyo Silky Dessert.
Latar Belakang Pendidikan

 Sejak sekolah dasar, kedua Co-Founder Puyo ini sepertinya tidak terpisahkan.
Buktinya, keduanya sama-sama bersekolah di tempat yang sama selama 10
tahun lebih. Global Jaya International School di Bintaro menjadi tempat kakak
beradik ini memperoleh pendidikan dasar dan menengah.
 Adrian dan Eugenie sama-sama berlatar belakang pendidikan di program studi
Manajemen Bisnis. Walaupun mempelajari hal yang sama, keduanya berkuliah
di kampus yang berbeda.
 Adrian berkuliah di Swinburne University of Technology, Melbourne,
menyelesaikan studinya di Universitas Pelita Harapan tahun 2015.
 Sedangkan Eugenie (sang adik) terdaftar sebagai mahasiswi di Universitas
Prasetiya Mulya sejak tahun 2013

Bagi Adrian dan Eugenie, ide itu datang dari sang ayah sendiri. “Ide
kreasi pudding ini muncul dari ayah kita yang hobi masak. Beliau
menciptakan pudding yang setelah dicoba ternyata enak. Akhirnya kita
eksperimen terus dan terciptalah Puyo,” ujar Adrian dikutip dari Detik.com
(18/04/2014).

Selain enak, pudding buatan ayah mereka juga sangat ringan. “Mirip seperti Puyo,
tapi ga banyak rasa (puddingnya),” kenang perempuan yang kerap dipanggil Nini
dilansir dari Inspilog (10/04/2016). Setelah tiga bulan melakukan eksperimen dan
riset pasar, Puyo resmi dirilis pada 10 Juli 2013 lewat jejaring sosial Instagram.

Keunggulan Puyo

Salah satu outlet Puyo di Jakarta.

Dengan modal Rp. 5.000.000 yang diberikan ayahnya, Adrian dan Nini
mempersiapkan bisnis rintisan mereka ini dengan membeli bahan-bahan
untuk memasak dan lemari es. Mereka datang dengan keyakinan yang tinggi
terhadap produk mereka.

Keyakinan itu tidak datang begitu saja dan tanpa alasan yang kuat. Menurut mereka,
Puyo memiliki produk yang unik dengan peluang bisnis yang masih jarang dilihat oleh
orang lain. “Pertama dari teksturnya. Meskipun bentuknya seperti puding, kami
menyebutnya sebagai silky dessert karena teksturnya lebih lembut dari puding. Kedua,
Puyo adalah brand lokal yang punya kelas internasional. Masih banyak yang
menyangka Puyo adalah franchise dari luar negeri.” Papar Adrian kepada Femina
(11/03/2016)

Apa yang dikatakan memang betul adanya. Puyo memiliki tekstur yang jauh lebih
lembut dari pudding pada umumya, Pudding ini juga bisa dibilang unik karena dibalik
teksturnya yang lembut, kemasannya yang terbilang cair ini tidak mudah tumpah jika
cup pudding itu dibalik. Inilah alasan mengapa Puyo disebut dengan silky dessert

Nini juga menambahkan bahwa di Indonesia, brand pudding masih sangat jarang,
berbeda dengan jenis makanan sejenis lainnya seperti eskrim dan donat. Selain itu Nini
juga membanggakan varian Puyo yang mempunyai rasa unik bagi lidah masyarakat
Indonesia kala itu. Hingga saat ini, Puyo sendiri telah memiliki sembilan varian rasa
silky dessert-nya;

 Bubble Gum
 Hazelnut
 Green Tea
 Mango
 Chocolate
 Taro
 Lychee
 Strawberry
 Peach

Puyo dikemas dengan ramping dan sederhana. Cocok untuk mereka yang aktif
dalam beraktifitas dalam keseharian mereka. Kemasannya sangat grab-to-go
sehingga mudah dibawa dan dikonsumsi dimana-mana.
Membangun Puyo Lewat Social Media

Duo kakak beradik ini memutuskan untuk memaksimalkan fitur jejaring sosial
untuk produk mereka. Keputusan ini diambil untuk menghemat biaya operasional
dan promosi sampai mereka mempunyai cukup modal untuk membuka sebuah
store. Penggunaan jejaring sosial Instagram juga dinilai lebih efektif karena
medianya sesuai dengan target pasar mereka yakni anak muda.

Selain lewat Instagram, mereka juga mengandalkan bazar makanan dan acara
kampus sebagai ajang promosi Puyo kepada khalayak yang lebih luas.

Adrian dan Nini sangat memperhatikan detil-detil kecil dari produk mereka.
Mereka sangat serius menggarap Puyo. Pengawasan terhadap bahan, pembuatan,
pengemasan, pemasaran, dan basis pelanggan selalu tak pernah mereka lantarkan

“Kami menerapkan two-way marketing. Karena media sosial merupakan salah


satu channel terkuat, maka kami berusaha untuk selalu aktif dan interaktif dengan
para followers yang menjadi pelanggan,” kata Nini kepada Hitsss.com (diakses 22
Mei 2017).

Mereka bahkan merilis kuis interaktif, kompetisi foto dan game mobile apps, Puyo
Play. Semua ditujukkan untuk membentuk sebuah brand attachment masyarakat
terhadap Puyo. Berkat kerja keras mereka, Puyo menjadi kudapan yang disenangi
oleh kaum muda masa kini. Berbagai bazar dan festival makanan kerap mereka
datangi seperti Pop Up Market dan Jakarta Culinary Passport.

Mengembangkan Puyo Lebih Lanjut

Pasca tiga bulan Puyo beredar di publik, mereka telah mampu membuka store
pertama mereka di Living World Alam Sutera. “Kami sadar kalau memang harus
masuk mal untuk mengembangkan bisnis Puyo. Ternyata memang hasilnya jauh
lebih memuaskan dibanding hanya jualan lewat media sosial ataupun bazaar,”
jelas Adrian dikutip dari Femina (11/03/2016)

Produk baru Puyo, Silky Drinks.


Sumber: femina.co.id

Menjelang usia mereka yang baru menginjak 25 tahun (Adrian) dan 22 tahun
(Euginie), mereka telah mempunyai 35 outlet Puyo di sekitar Jabodetabek,
Karawang dan Bandung, Akun Puyo di Instagram (@puyodesserts) sendiri telah
diikuti oleh sekitar 67.200 akun. Melihat reaksi publik yang semakin mencintai
produk mereka, kakak-beradik ini merilis sebuah produk baru yang dinamakan
Puyo Silky Drinks dengan lima varian rasa:

 Milky Blue Citrus


 Milky Strawberry
 Iced Latte
 Blue Citrus Yakult
 Strawberry Yakult

Dalam menjalankan bisnisnya, Puyo didukung dan dibangun oleh 13 orang di tim
manajemen dan lebih dari 100 karyawan di divisi sales dan marketing berdasarkan
wawancara Inspilog dengan Nini pada Maret 2016. Di tahun itu, Adrian Agus juga
didapuk sebagai Endeavor Entrepreneur of The Year.

Komunitas yang mendorong para wirausahawan secara global ini menganggap


Adrian sebagai salah satu individu yang tak hanya sukses tapi berambisi besar.

“Adrian was not just satisfy on having a strong presence in the trending food
bazaar, not on moving his business to have permanent presence in malls, not
on making it the business most efficient operations, but he is intending to make
a new classics.” - Endeavor International Selection Panel Panelist 2016.

Puyo telah diliput oleh banyak media massa konvensional dan daring seperti Net TV,
CNN Indonesia, Bakery Magazine, dll. Salah satu momen yang berkesan Puyo bagi
Nini adalah saat dirinya diundang di acara talkshow Kick Andy pada tahun 2015.

4. Talita Setyadi (Pengusaha Muda “Kue BEAU)


Talita Setyadi berumur 29 tahun yang masuk dalam kategori The Arts. Setelah
menyelesaikan studi di Paris, ia kembali ke Indonesia untuk membuka bakery ala
Perancis bernama BEAU. Ia membuat kue dan roti dengan bahan-bahan lokal dan
segar, serta telah mendistribusikannya ke lebih dari 100 kafe, restoran, dan hotel di
Indonesia.

"KITA berada di Indonesia tapi justru mati-matian cari barang di luar negeri dengan
harga mahal. Menurut saya itu sama saja tidak menyukuri bahan-bahan yang ada di
Indonesia," -Talita Setyadi, Pastry Chef.
Tumbuh dan besar di Swiss tidak membuat Talita Setyadi lupa akan Indonesia. Pindah
sejak umur 9 tahun, selama 15 tahun di luar negeri, ia pun kembali ke Tanah Air tercinta
setelah berusia 24 tahun dan membuat sebuah terobosan baru di bidang pembuatan kue
atau pastry.

Chef Talita, begitu ia disapa kini, dulunya adalah seorang wanita yang menyukai musik
hingga memilih fokus studi Jazz Performance on Double Bass untuk gelar S1-nya di
New Zealand. Ceritanya hingga menjadi seorang chef berawal dari hobi iseng-isengnya
yang gemar membuat makaron.

"Dulu tuh sebenernya aku cuma iseng-iseng suka bikin makaron, belajar lewat
Youtube," ucapnya sambil tersenyum ketika diwawancarai Okezone, Selasa
(17/10/2017) di Almond Zuchinni, Jakarta.

Sewaktu menggeluti hobi membuat makaron, Talita hanya mendapatkan ilmu dan
pengetahuan membuat kue dari video-video yang ada di Youtube. Lalu, setelah lulus
dirinya semakin tertarik untuk membuat kue.

Ketika membagikan ceritanya pada Okezone, Talita mengaku dirinya sering


membagikan kue yang ia buat untuk teman-temannya saat latihan band. Wanita yang
memiliki wajah oriental ini juga mengatakan, dirinya suka melihat orang-orang bahagia
dengan menunjukkan wajah berbinar setelah memakan kue bikinannya.

"Dulu saya hanya suka membuat kue dan membagikan pada teman-teman. Tapi, lama-
lama saya senang melihat orang bahagia dengan wajah yang berbinar-binar setelah
makan kue yang saya buat," ucapnya.

Teman-teman saya bertanya cara membuat kue dan dari situ Talita sadar ternyata ia
juga menaruh passion pada membuat kue, merasa senang bila melihat orang bahagia
dan tersenyum. Ia juga merasa membuat kue sama seperti bermusik, harus kreatif, bisa
membuat orang bahagia dan mampu menghibur orang lain juga.
"Karena aku merasa membuat kue ternyata sama seperti musik yang bisa membuat
orang bahagia, jadi ku putuskan untuk mendalami pembuatan kue. Aku pun memilih
Perancis untuk sekolah kue. Tahun 2010 aku berangkat dan 2011 aku selesai belajar,"
ungkap Talita.

Wanita yang tampak aktif ketika mengajar di workshop Creamlicious Day 2017 ini pun
memiliki misi yang mulia untuk Indonesia. Ia banyak membuat resep-resep kue dari
bahan-bahan asli Indonesia, seperti gula jawa, asam jawa, pisang ambon, pisang kepok,
pandan, kelapa dan lainnya, yang belum pernah ia coba untuk membuat kue. Selain
menggunakan bahan-bahan asli Indonesia, Talita juga selalu menggunakan bahan-
bahan yang alami untuk kue-kuenya.

"Menurut saya, tampilan dan rasa tidak harus terpisah, itu semua bisa menyatu. Misal,
ketika kita melihat kue berwarna kuning maka kita juga bisa merasakan jeruk di
dalamnya, dan ketika melihat kue berwarna merah, kita juga bisa merasakan stoberi
atau rasberi di dalamnya," ucapnya.
5. Fransiska Hadiwidjana (Memulai Bisnis dengan Menciptakan Aplikasi
Pelo)

Mungkin belum banyak yang pernah mendengar nama Fransiska


Hadiwidjana. Namun, sudah banyak orang yang akrab dengan Prelo, situs
dan aplikasi yang dirintisnya.

Prelo, seperti kebanyakan perusahaan berbasis teknologi informasi yang


sekarang sedang berkembang di Indonesia, adalah perusahaan start-up yang
melayani jual-beli barang. Namun, yang membedakan dari para pesaingnya,
Prelo memfokuskan pada jual-beli barang bekas bermerek. Mayoritas barang
yang dijual berupa barang fashion dan kosmetika, dan kini juga sudah
merambah ke barang lain, seperti gadget dan buku. Selain itu, Prelo juga
menyediakan jasa titip dan sewa.

Prelo menggunakan sistem rekening bersama sehingga dijamin terpercaya


untuk melakukan transaksi jual beli. Perusahaan ini didirikan dengan
semangat ramah lingkungan, yang bertujuan mengoptimalkan barang bekas
agar tidak terbuang begitu saja. Sebelum menjadi Prelo, embrio perusahaan
ini adalah Kleora, startup e-commerce khusus perempuan. Prelo merupakan
rebranding dari Kleora yang bertujuan untuk menjaring demografi lebih luas,
dan ini terbukti dengan berkembangnya Prelo.
Fransiska yang merupakan alumni Informatika ’08 juga masuk ke
dalam daftar 10 Pengusaha Wanita Paling Inspiratif di Bidang Teknologi
Dari SEA versi Forbes. Prestasinya tidak hanya itu. Fransiska sempat
mengikuti program tahunan Singularity University Graduate Studies
Program 2012 (GSP 12), yaitu insititut pendidikan interdisipliner yang
berlokasi di NASA AMes Research Park dengan bekerja bersama Google,
Nokia, Autodesk, dan lainnya.

Berada di dunia teknologi informasi yang identik dengan banyaknya laki-


laki tidak membuatnya gentar. “Ketika saya masuk jurusan teknologi
informatika ITB, hanya ada 20 persen perempuan dalam satu kelas. Memang
sedikit jumlah perempuan tapi untuk menghapus stigma ini, kita harus
percaya dengan apa yang kita bisa,” Fransiska mengingatkan.

“Saya selalu berfokus di software atau perangkat lunak. Memanfaatkan


pengembangan perangkat lunak agar menjadi sesuatu yang berguna bagi
masyarakat itu selalu menjadi cita-cita saya,” jelasnya.
6. Iwan Kurniawan (28th) dan Reynold Wijaya (29th), (Founder Modalku )

Iwan Kurniawan dan Reynold Wijaya masuk dalam kategori Finance &
Venture Capital. Dua pria ini adalah pendiri Modalku, startup keuangan yang
bergerak di bidang peer to peer lending. Modalku telah memberikan pinjaman
dana mencapai USD 75 juta untuk UKM di Indonesia.

Modalku adalah perusahaan rintisan (startup) teknologi keuangan yang


bergerak di bidang peer-to-peer lending dan berbasis di DKI Jakarta,
Indonesia.[1] Modalku merupakan platform online terbesar[2] di Indonesia yang
menghubungkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) “layak namun
belum layak kredit” yang membutuhkan pinjaman modal usaha dengan pemberi
pinjaman yang mencari alternatif investasi terjangkau dan menarik.

 Model Bisnis

Modalku menyediakan proses pendaftaran yang sepenuhnya online.


Calon peminjam diminta mengisi biodata lengkap, informasi usaha, jumlah
pinjaman yang diinginkan, serta sejumlah dokumen dan laporan keuangan.
Setelah proses pendaftaran, Modalku akan memutuskan untuk menyetujui atau
menolak setiap aplikasi pinjaman. Modalku mengharuskan beberapa syarat
bagi peminjam, di antaranya: berdomisili di daerah jangkauan Modalku
(Jabodetabek, Bandung, atau Surabaya), berusia 21-60 tahun, dan bisnis
beroperasi selama minimal 1 tahun.

Pemberi pinjaman juga melewati proses pendaftaran online. Setelah


membuat akun di situs Modalku, pemberi pinjaman diminta mengisi data yang
diperlukan lalu mentransfer dana deposito pertama. Dengan dana ini, pemberi
pinjaman dapat melakukan pendanaan ke pinjaman UMKM yang tersedia di
platform Modalku.

Pemberi pinjaman dapat memilih pinjaman yang ingin ia danai berdasarkan


informasi yang disediakan situs Modalku mengenai peminjam dan jenis usaha,
jumlah pinjaman yang dibutuhkan, serta suku bunga pinjaman. Lewat skema
ini, pemberi pinjaman mendapatkan pengembalian dari bunga.

 Produk

Modalku memiliki dua tawaran produk utama, yaitu Pinjaman UKM


dan Invoice Financing. Pinjaman UKM Modalku merupakan pinjaman tanpa
agunan untuk kebutuhan modal usaha dan pengembangan bisnis dengan plafon
hingga Rp 2 miliar dan tenor pinjaman hingga 24 bulan, sedangkan Invoice
Financing menyediakan dana cepat menggunakan invoice atau tagihan
pelanggan yang belum dilunasi. Peminjam Modalku bisa mendapatkan hingga
80% dari nilai invoice dengan tenor pinjaman 15 - 90 hari.

Layanan Modalku dapat diakses melalui aplikasi mobile. Modalku melayani


pendaftaran untuk kredit mikro melalui aplikasi Modalku Dana Usaha. Bagi
pemberi pinjaman, aktivitas di platform Modalku dapat dilakukan melalui
aplikasi Modalku Investasi.
Pada bulan Juni 2017, Modalku mengumumkan peluncuran Merchant
Cash Advance (MCA) untuk menyediakan pinjaman tanpa agunan jangka
pendek dengan proses repayment otomatis bagi UMKM underbanked dan
merchant online.

 Prestasi dan Penghargaan

Pada bulan Juli 2017, CB Insights, perusahaan yang bergerak di bidang


riset industri startup, mengumumkan bahwa Modalku menjadi salah satu
perusahaan yang masuk dalam “Fintech 250”, yaitu daftar perusahaan-
perusahaan terbaik di dunia yang melakukan terobosan inovasi di bidang
teknologi finansial. Modalku adalah satu-satunya perusahaan P2P lending
kawasan Asia Tenggara yang masuk daftar ini. Pada tahun 2018, Modalku
kembali masuk “Fintech 250” selama tahun kedua berturut-turut.

Pada tanggal 28 September 2017, Modalku memenangkan Global


SME Excellence Award di acara ITU Telecom World 2017 yang diadakan di
Busan, Korea Selatan. ITU Telecom adalah bagian dari International
Telecommunication Union (ITU), salah satu badan organisasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk teknologi komunikasi dan informasi. Penghargaan
Global SME Excellence Award diberikan bagi startup yang menyediakan solusi
teknologi komunikasi dan informasi paling inovatif bagi permasalahan sosial di
masyarakat. Modalku adalah startup Indonesia pertama yang pernah
memenangkan Global SME Excellence Award.

Reynold Wijaya dan Iwan Kurniawan, selaku CEO dan COO


Modalku, terpilih dalam daftar Forbes 30 Under 30 Asia 2018. Daftar Forbes
ini menampilkan 300 inovator, pemimpin, dan pengusaha muda terbaik dalam
10 kategori yang berbeda. Modalku masuk dalam kategori Keuangan dan
Modal Ventura, serta menjadi satu-satunya perusahaan FinTech dari Indonesia
yang masuk ke dalam daftar ini.
Pada bulan November 2018, Modalku menjadi satu-satunya
perusahaan P2P lending di Asia Tenggara yang masuk daftar “The
Fintech100”. Daftar ini menyorot 100 perusahaan teknologi finansial yang
paling inovatif di seluruh dunia dan diumumkan oleh KPMG dan H2 Ventures.
Di bulan yang sama, Modalku memenangkan Micro Enterprise Fintech
Innovation Challenge yang diselenggarakan oleh United Nations Capital
Development Fund (UNCDF) dan UN Pulse Lab Jakart

7. Muhamma Risyad Ganis (25th) dan Yohanes Sugihtononugroho (25th),


(Co-founders Crowde)

Muhamad Risyad Ganis dan Yohanes Sugihtononugroho masuk dalam


kategori Social Entrepreneurs. Dua anak muda ini sukses membangun
Crowde, platform inovatif yang menjembatani para petani kecil dengan
para investor yang ingin memberikan modal usaha.

Crowde merupakan investor agrifarm. Jadi, kami menghubungkan


petani yang membutuhkan dana dengan investor. Lebih ke platform gotong
royong atau patungan seperti yang masyarakat suka lakukan. Kami berdiri
pada September 2015, dengan pembuatan yang tidak mudah dan tidak
sebentar.

Kami awalnya harus tahu dulu, benar tidak ada orang yang mau
memasukkan uangnya kepada petani yang tidak mereka kenal dan di tempat
yang juga mereka nggak tahu. Sebelum kami buat versi digital, kami
berkumpul dulu secara offline dengan proyek menanam mentimun dan butuh
Rp7 juta selama 70 hari.

Terkumpul sebanyak sembilan orang, terdiri atas lima orang yang


dikenal dan empat orang tidak kenal. Dari situ kami sadar, empat orang itu
sajalah yang mau menanamkan uang untuk sesuatu yang mereka belum lihat
wujudnya. Modal percaya saja ber dasarkan data yang kami punya.

Akhirnya kami berani buat lagi, masih offline walaupun ada secara
grup di WhatsApp . Coba lagi untuk cabai merah, perlu modal Rp60 juta.
Senilai itu biasanya bisa untuk tanah seluas 1 hektare. Itu pun sukses lagi
akhirnya.

 Bagaimana ide tercetus untuk membuat startup seperti ini?

Dulu, ketikamasih kuliah dan melakukan praktik kerja lapangan


(PKL) ke daerah-daerah, di sebuah desa saya kenal seorang ibu yang sudah
tidak ada suaminya. Dia punya tiga anak. Pasti kami ingin memberi bantuan
secara berkala dengan bekerja. Namun, kenyataannya sulit memberi
pekerjaan untuk beliau karena masih mempunyai anak kecil.

Bantuan untuk berdagang yang nantinya beliau harus keliling pun


tidak mungkin karena anak masih tidak bisa ditinggal. Akhirnya kami bantu
dengan memberikan usaha budi daya jamur tiram. Cukup kami buat rak di
rumahnya. Pukul 06.00 saat anaknya masih tidur, ibu itu bisa bekerja tanpa
meninggalkan anak.

Hanya semprot-semprot pada media bibit jamur. Kemudian pada


pukul 09.00 dia sudah bisa panen kecil. Tidak lama, nanti ada orang yang
datang untuk membeli sehingga dia jadi punya penghasilan setiap hari. Enam
bulan kemudian ibu tersebut menelepon saya. Dia mengucapkan terima
kasih, anak sulungnya sudah bisa sekolah perawat (ujarnya).

Kemajuan lain, tak yang dipakai untuk budi daya jamur ditambah
sehingga panen menjadi lebih banyak. Saya tentu merasa ikut senang bisa
menjadi bagian dari perubahan ekonomi seseorang. Saya magang di salah
satu perusahaan besar di Indonesia, tapi yang saya rasakan malah tidak sabar
untuk mengerjakan pekerjaan yang saya suka (ujarnya).

Saya ingin merasakan lagi apa yang pernah saya rasakan sewaktu
membantu ibu di desa saat PKL. Saya juga mau menyebarkan perasaan
tersebut kepada semua orang karena itu sangat memuaskan hidup. Makanya
tujuan Crowde bukan cuma saat kita ada peluang kita bisa
memanfaatkannya. Namun, ingin melihat lebih banyak senyum di muka
petani. Itu yang menjadi tujuan kami. Simpel saja. Apakah ada 1.000 petani
yang tersenyum lagi? Kalau nggak ada, berarti gagal.

 Bagaimana Sistem di Crowde

Di Crowde ada investor dan petani yang ingin kami bantu. Petani
tersebut kami pilih melalui analisis. Apakah ini petani bagus atau tidak,
dilihat dari cerita sejarahnya atau background mereka. Kedua, apakah petani
tersebut punya pengetahuan pertanian atau tidak. Contohnya saat hujan,
tepat atau tidak menanam cabai. Kalau tidak tahu, kami akan arahkan. Calon
investor yang mau ikutan bantu bisa masuk website atau aplikasi.
Cukup mudah dan murah. Jadi, investasinya minimal Rp10.000.
Investor lalu bisa memilih siapa petaninya, tanaman apa, dan di mana tempat
penggarapannya. Setelah itu menentukan nilai investasi, kemudian transfer.
Setelah dana terkumpul, kami kasih ke petani. Setiap proyek maksimal enam
bulan. Ada juga yang lama, seperti di peternakan bebek, lele, atau sapi.

 Bagaimana Perkembangan Crowde hingga saat ini ?

Investor sudah mencapai 15.000 orang, sementara petaninya sebanyak 7.000


orang, sudah ada di seluruh Indonesia kecuali Papua, Maluku, dan Nusa
Tenggara. Tahun ini baru masuk Bali. Di Nusa Tenggara rencananya kami
ingin memberdayakan para wanita.

 Adakah kerja sama dengan mereka yang ahli di bidang


pertanian atau masuk ke dalam tim Crowde?

Pasti kami membutuhkan mereka yang ahli di bidang pertanian.


Kami bekerja sama dengan IPB dan Universitas Padjadjaran karena dulu
kami punya dua kantor di Jakarta dan Bandung. Apakah petani tergerak
sendiri untuk bergabung dengan Crowde dan bagaimana cara mengajak
ataupun meyakinkan mereka?

Para petani pragmatis kalau tidak ada bukti tidak mau. Mereka tak
terbiasa dengan cara pendanaan baru, jadi harus ada bukti. Namun, kami
coba jelaskan lagi. Ada dua cara pendanaan, yang biasa dan syariah. Kami
jelaskan secara rinci petani mau yang mana. Kalau memilih syariah harus
transparan semua bon belanjanya, kebutuhan tanam harus dikumpulkan.
8. Carline Darjanto (Pengusaha fashion dengan Brand Cotton Ink)

Carline Darjanto (lahir 25 Mei 1987; umur 31 tahun) merupakan


seorang pengusaha Indonesia yang juga merupakan pendiri busana
Cottonink. Wanita muda ini telah sukses membangun kerajaan bisnis di
bidang fashion dengan brand Cotton Ink. Mengawali bisnis pembuatan kaos
di tahun 2008 bersama sahabatnya, Ria Sarwono, merek Cotton Ink sukses
mendapatkan sambutan pasar, serta memperoleh berbagai penghargaan,
seperti Best Local Brand dari Free Magazine, Most Favorite Brand di
Brightspot Market; The Most Innovative Brand dalam Cleo Fashion Award
(Jakarta Fashion Week); serta terpilih sebagai merek lokal favorit In Style
Magazine tahun 2012.

Motivasinya dalam membentuk Cotton Ink ialah menciptakan sesuatu yang


baru pada konsumen Indonesia. Awal Cotton Ink diluncurkan pada 2008,
mereka baru menjual kaus bergambar dan syal. Jualannya pun saat ini hanya
melalui media sosial.

Baru pada 2011, Cotton Ink membuat situs jual belinya sendiri. Lalu 4 tahun
kemudian membuka toko yang berlokasi di Jakarta. Cotton Ink saat ini
memproduksi hingga 8.000 pakaian per bulan untuk konsumen Australia,
Malaysia, Singapura, dan Eropa. Selain itu, produksi ini juga datang dari
280.000 pengikutnya di media sosial.

9. Yasa Paramita Singgih (Pengusaha kaos Men’s Republic)

Meskipun usianya baru beranjak 20 tahunan, namun pria kelahiran


April 1995 ini telah memiliki omset bisnis ratusan juta rupiah. Jenis bisnis
yang dirintisnya sejak di bangku sekolah adalah fashion khusus pria dengan
merek Men’s Republic. Yasa masuk dalam dunia bisnis sejak berumur 15
tahun karena ayahnya tiba-tiba sakit keras dan membutuhkan banyak biaya
untuk proses pengobatan. Yasa memutuskan untuk tidak lagi meminta uang
pada ayahnya, kemudian memaksakan diri untuk menghasilkan uang sendiri.
Karena dia menyadari jika umurnya masih terlalu muda untuk mencari
pekerjaan, maka dia memutuskan untuk berbisnis sendiri.

Jual beli lampu hias adalah pilihan pertama yang dia jalani. Karena
memang dari awal tidak pernah menekuni dunia bisnis, akibatnya bisnis
pertamanya tersebut tidak begitu lancar. Dan tak lama, dia pun tidak lagi
meneruskan usaha jual beli lampu hias, dan akhirnya mencoba berbisnis jual
beli kaos pria. Karena kegigihannya, bisnis penjualan kaos tersebut setiap
bulannya bisa menghasilkan lebih dari 30 juta rupiah. Selanjutnya dia
memutuskan untuk melanjutkan bisnis keduanya, yaitu membuka warung
kopi “Ini Teh Kopi”. Namun dalam waktu tidak sampai 1 tahun bisnis
kopinya menurun sehingga tidak dilanjutkan lagi. Kemudian fokus dan
sepenuh hati meneruskan bisnis jual beli kaos pria. Yasa pun membuat
merek pribadi miliknya yaitu Man’s Republic.

 Men’s Republic

Setelah UN usai, ia kembali lagi terjun ke dunia bisnis, kali ini


dengan sebuah konsep yang jelas dengan dilengkapi bisnis plan yang
tersusun rapi. Dia kembali mengibarkan bendera Men’s Republic yang
menjual perlengkapan mode khusus pria. Pada awalnya, Yasa Singgih hanya
menjual sepatu kasual untuk pria. Namun semakin besar usahanya membuat
brand yang ia kelola semakin menawarkan produk yang beragam. Saat ini
Men’s Republic menjual produk celana dalam, jaket dan juga sandal untuk
pria.

Kini, produk Men's Republic telah menjual 500 buah pasang sepatu
per- bulan. Tanpa ada pabrik Yasa mampu menghasilkan omzet ratusan juta
rupiah. Dari usaha tersebut ia mampu mendapatkan laba bersih 40% . Tak
puas pada produknya sekarang, masih ada pemikiran dibenaknya untuk
menjual produk ikat pinggang, dan celana. Yang paling pasti adalah ia akan
terus mematangkan konsep bisnis sambil berjalan.

Yasa juga sering dipanggil mengisi seminar atau memberikan training.


Melalui Twitter, ia rajin menyemangati para pengusaha muda agar selalu
semangat. Prinsipnya satu yaitu "Never too Young to Become Billionaire"
atau tidak ada kata terlalu muda untuk menjadi seorang miliarder.

"Men's Republic" adalah bisnis ketiganya yang berfokus pada


penjualan secara online. Dia menjual produk yang dikhususkan untuk pria.
Dia menjual baik produk miliknya sendiri atau produk milik orang lain. Ia
juga berencana membangun "Bilionary Versity, yaitu sekolah bisnis non-
formal untuk para pengusaha muda.

Yasa telah mendapatkan berbagai macam penghargaan dan telah


diliput oleh berbagai macam majalah, radio & stasiun TV. Ia juga telah
diundang oleh banyak komunitas dan universitas untuk memberikan sharing
seputar bisnis, inspirasi dan pengembangan diri.

Sampai dengan sekarang ia masih sering kali gagal, gagal dan gagal
dalam setiap hal yang ia lakukan, karena Yasa percaya bahwa gagal =
belajar. Bahkan ia telah menghabiskan uang puluhan juta rupiah untuk
mengikuti seminar, training dan workshop pengambangan diri dan bisnis.
When you stop learning, you stop growing.

Penghargaan:

 Narasumber Asia Pacific Youthpreneur 2014


 Tokoh Muda Inspiratif versi Metro TV
 10 Pengusaha Muda Sukses versi YukBisnis.com
 7 Pengusaha Muda Berprestasi versi Kaskus.co.id
 5 Entrepreneur Muda Tergila versi Lintas.Me
 5 Wirausaha Muda Sukses versi SenengMedia.com
10. Helga Angelina Tjahjadi (Pemilik The Burgreens)

Helga Angelina merupakan salah satu pengusaha wanita yang


sukses di indonesia dengan memulai bisnis kuliner. Bukan sembarang bisnis
kuliner sebab bisnis yang ia geluti ini mengedepankan menu sehat.

Kesadaran yang tinggi akan kesehatan dan juga ide kreatifnyalah


yang berhasil mengantarkan Helga Angelina yang saat itu berusia 26 Tahun
merengjuh kesuksesan. Usia yang masih cukup muda dan bahkan bisa
dibilang sangat muda.

Maka tidak heran jika kemudian dia masuk kedalam daftar “30
Under 30 Asia” versi Forbes sebagai wanita berpengaruh di indonesia . Daftar
ini dikhususkan bagi mereka para pengusaha yang berhasil suskses dibawah
usia 30 Tahun.

Tentunya hal ini tidak diraih secara instan, sebab membutuhkan proses yang
panjang sebagaimana juga kisah dewi sartika dan cut nyak dien . Tidak hanya
itu kesuksesan yang diraihnya juga merupakan hasil dari kepekaan sekaligus
kepedulian terhadap lingkungan yang dibalut dalam ide kreatif.
Namanya mulai dikenal saat pertama kali membuka usaha katering makanan
dengan nama “Burgreens”. Mengusung tema menu makanan sehat yang
berbahan dasar nabati dan organik. Siapa sangka bahwa ide ini malah menjadi
salah satu bisnis yang kian berkembang. Ia menuturkan bahwa usaha ini telah
dimulai sejak tahun 2013, namun tentunya masih dalam tahap kecil-kecilan.
Baru pada tahun 2014 Helga memberanikan diri membuka gerainya secara
profesional.

 Awal Munculnya Ide Bisnis Burgreens

Ide bisnis ini tidak muncul begitu saja, hal ini bermula dari
pengalaman pribadi yang dialami oleh Helga. Dimana sejak kecil ia telah
divonis menderita beberapa penyakit kronis seperti asma, eksim dan sinusitis
sebagaimana tokoh pahlawan wanita indonesia . Sehingga membuatnya rutin
mengkonsumsi obat-obatan kimia, yang pada akhirnya berujung pada masalah
liver dan ginjal. Dari situlah ia kemudian bertekad merubah pola dan gaya
hidup sehat vegetarian dan melalui langkah Natural healing seperti akupuntur
dan self healing.

Hasilnya pun cukup mencengangkan, sejak menerapkan hal ini, ia berhasil


lepas dari ketergantungan akan obat-obatan kimian dan juga berhasil sembuh
dari penyakit yang dideritanya. Berbekal dari sinilah, gaya hidup sehat
menjadi bagian dari padsion yang ingin ia tularkan.

Bersamaan dengan itu, ia melanjutkan pendidikan ke Belanda dan bertemu


dengan seorang pria yang kini menjadi suaminya. Sang lelaki pujaan ini
kebetulan sangat pandai memasak dan amat peduki erhadap lingkungan. Dari
sinilah kemudian muncul sebuah ide sebagai ciri-ciri perempuan cerdas yang
di realisasikan dalam bentuk gerai usaha “Burgreens”.

 Lika-Liku Perjalanan Bisnis


Tentunya perjalanan sebuah bisnis tidak ada yang mulus. Sebagaimana
juga yang sempat dialami oleh the Burgreens pada saat awal-awal berdiri.
Untuk mematangkan ide mengenai bisnis ini kurang lebih satu tahun, saat
keduanya masih beada di Belanda. Baru setelah pulang ke Indonesia,
keduanya mulai memberanikan diri untuk membuka gerai Burgreens pertama
meraka bersama 4 Rekan SMA nya di Indonesia.

Diawal-awal berdirinya Burgreen sempat mengalami kendala, terutama


karena ke-6 pendiri tidak memiliki visi dan misi yang sama. Hingga pada
akhirnya hanya tersisa tiga orang yang bertahan, yakni Helga, suami dan juga
satu temannya. Pernah juga pada saat awal dibuka, tidak ada satupun pembeli
yang berkunjung.

Tentunya hal ini merupakan tantangan tersendiri terutama bagi bisnis kuliner
sebagaimana cara menjadi wanita tangguh . Hingga saat ini mulai dikenal
tentunya membutuhkan perjuangan dan juga proses yang panjang.

Kini Burgreens mulai dikenal oleh banyak orang, sehingga usaha ini relatif
berjalan mulus. Meskipun hanya menyisir jelas dan kelompok kunsumen
tertentu namun kini Burgreens telah berhasil memiliki pelanggan tetap.
Meskipun masih dibuka di jakarta namun kini Burgreens telah memiliki dua
cabang dan rencananya akan kembali membuka cabang baru. Tentunya hal ini
tidak lepas dari usaha dan kerja keras pemiliknya untuk memberikan sosial
impact kepada para konsumen untuk lebih peduli akan kesehatan.

Itulah tadi Kisah Sukses Helga Angelina Tjahjadi Pemilik Burgreens. Semoga
dapat menjadi inspirasi bagi wanita indonesia untuk terus berkarya
sebagaimana juga cara menjadi ibu rumah tangga yang pintar . Dan semoga
artikel ini dapat bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai