Anda di halaman 1dari 34

Dahulu di Betawi pernah berkembang usaha pembatikan tetapi pengusaha dan perajinnya berasal dari kota-kota di Jawa yang

sudah dikenal sebagai penghasil batik. Maka bisa dibilang batik Betawi bukanlah semacam batik Solo, batik Cirebon, atau batik
Lasem yang memproduksi batiknya sendiri, karena dahulu orang Betawi tak memproduksi batik. Walau begitu, batik Betawi
memiliki keunikan tersendiri dibanding batik daerah lainnya di Indonesia.

Suwati Kartiwa, penulis banyak buku tentang budaya Indonesia khususnya tekstil, dalam bukunya “Batik Betawi : Dalam
Perspektif Budaya Kreatif”, menyebutkan bahwa unsur lingkungan alam Betawi sama dengan daerah pesisiran sehingga banyak
batik pesisiran disukai di Betawi. Kemungkinan asal usul pemakai juga berasal dari berbagai daerah penghasil batik, mereka
berkumpul dan tinggal lama di Betawi lalu menyebarkan budaya mereka dalam bentuk tekstil.

Ciri khas kain batik Betawi yaitu kain sarung dengan menonjolkan motif khas Tumpal, yaitu bentuk motif geometris segitiga
sebagai barisan yang memagari bagian kepala kain dan badan kain. Saat dikenakan, Tumpal harus ada di bagian depan. Motif
burung hong juga masuk dalam ciri khas batik betawi sebagai perlambang kebahagiaan. Motif batik Betawi lebih terfokus pada
kesenian budaya Betawi yang dipengaruhi oleh budaya Arab, India, Belanda, dan Cina. Motif kuno batik betawi terbagi dari
beberapa jenis, yaitu Ondel-ondel, Nusa kelapa, Ciliwung, Rasamala, dan Salakanegara.

Nama-nama yang digunakan pada motif batik selalu memiliki makna yang mengandung nilai nilai luhur sekaligus menjadi
kekhasan adat budaya Indonesia. Begitu juga dengan batik Betawi terutama motif kuno-nya memiliki makna tersendiri, seperti:

Loreng Ondel-ondel misalnya, motif ini dibuat mengangkat figur Ondel-ondel sebagai boneka yang dapat menolak bala. Motif ini
mengandung harapan agar pemakainya mendapat kehidupan yang lebih baik serta jauh dari bala. Biasanya jenis batik Betawi
bermotif ini digunakan pada acara besar adat Betawi.

Sedangkan motif Nusa Kelapa memiliki ide disain dari Peta Ceila yang dibuat pada 1482-1521 saat pemerintahan Prabu
Siliwangi. Dari peta itu diketahui Jakarta dulu bernama Nusa Kelapa, hingga menjadi Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, dan
Jakarta. Nama Nusa Kelapa ini diambil oleh leluhur masyarakat Betawi saat itu, hingga dijadikan motif batik Betawi.

Sementara, motif Ciliwung berdasarkan ide dari peradaban manusia yang berasal dari tepian Sungai Ciliwung. Konon penguasa
Portugis dan Belanda begitu tertarik dengan Sungai Ciliwung hingga bermaksud menguasai Betawi. Sesuai namanya, pemakaian
batik ini diharapkan pemakainya menjadi pusat daya tarik dan sebagai simbol rezeki yang terus mengalir bak sebuah aliran kali.

Batik motif Rasamala mengambarkan riwayat Belanda saat masuk ke wilayah Sunda Kelapa. Saat itu daerah Sunda Kelapa masih
berupa hutan belantara yang banyak ditumbuhi pohon jenis Rasamala. Warga Betawi menganggap keramat pohon Rasamala
karena baunya yang wangi, kulit kayu, rasamala dijadikan setanggi.

Sedangkan, motif batik Salakanagara merupakan batik yang mengangkat motif bertemakan kerajaan pertama di tanah Betawi
yang didirikan oleh Aki Tirem pada 130 masehi. Nama Salakanegara berkaitan dengan kepercayaan warga saat itu yang
menganggap bahwa gunung mempunyai kekuatan dan gunung itu adalah Gunung Salak yang terletak di Kabupaten Bogor.

Keunikan lainnya dari batik Betawi adalah, warga Betawi, baik kalangan atas maupun bawah menggunakan motif yang sama,
yang membedakan adalan pemilihan bahannya. Untuk kalangan atas, umumnya terbuat dari bahan mori halus cap sen. Sedangkan
untuk kalangan bawah, terbuat dari mori kasar atau belacu. Batik Betawi menjadi bahan pakaian yang populer di kalangan
penduduk Betawi laki-laki pada akhir abad XIX, terutama di wilayah Betawi Tengah. Mereka menggunakan batik sebagai bahan
celana seperti orang-orang Belanda. Selain itu, batik Betawi juga digunakan untuk pakaian sehari-hari, untuk keperluan hajatan
(pesta) dan plesiran (jalan-jalan).

Namun sayangnya, kini batik kuno khas Betawi sulit untuk dijumpai lagi. Keberadaan motif kuno batik Betawi hanya sering
ditemui pada pameran ataupun acara besar adat Betawi.
http://kampungbetawi.com/batik-betawi/profil-batik-gandaria/

PROFIL BATIK GANDARIA


Nama : Batik Betawi Gandaria

Didirikan : 04 Oktober 2012

Pengelola : Nur Yaum Rachmat, (HP) : 0816727430.

Alamat : Jl. Bahari Raya No. 5, RT. 012/07, Gandaria Selatan, Cilandak, Jakarta 12420.

Fokus Usaha : Pembatikan, penjualan, dan pelatihan membatik.

Website : www.kampungbetawi.com; Facebook : Batik Betawi Gandaria


Latar Belakang
Tradisi batik dan pembatikan di Jakarta yang dikerjakan dan dimiliki oleh masyarakat Betawi, dikenal dan berkembang bersamaan dengan daerah-
daerah pembatikan lain kira-kira akhir abad ke-XIX. Sentra atau kempung-kampung pembatikan yang dikenal di Jakarta tersebar di kampung Tanah
Abang, Karet, Bendungan Ilir, Bendungan Udik, Kebayoran Lama, Palmerah, Mampang Prapatan, Tebet, Gandaria, Cilandak, dan lain-lain.

Jakarta sejak zaman sebelum Perang Dunia I (PD I) telah menjadi pusat perdagangan antar daerah Indonesia. Setelah PD I selesai, berbarengan
dengan proses pembatikan cap mulai dikenal, produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah
pasaran untuk tekstil dan batik di Jakarta yang terkenal ialah Tanah Abang, Jatinegara dan Jakarta Kota, yang terbesar ialah Pasar Tanah Abang
sejak dari dahulu sampai sekarang. Batik-batik produksi Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo, Tulungagung, Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan
Cirebon serta lain-lain daerah, bertemu di Pasar Tanah Abang dan dari sini melanglang buana ke luar Jawa.

Setelah cukup lama vakum dari kegiatan batik-membatik, kini masyarakat Betawi menghidupkan kembali tradisi membatik. Salah satunya dilakukan
oleh masyarakat Betawi Kampung Gandaria, tepatnya Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Para penggiatnya
bersepakat menamakan usaha batik dengan nama Batik Betawi Gandaria.
Batik Betawi Gandaria berdiri sejak tahun 2012. Penggagas utamanya yaitu Hj. Umi Sumiyati, adalah seorang perempuan Betawi yang telah lebih dari
tiga dekade mengulik sisik-melik tradisi batik baik di Semarang maupun Jakarta. Kepiawaiaan Hj. Umi Sumiyati membatik ditularkan kepada
masyarakat Betawi di berbagai kampung. Beliau membimbing masyarakat Betawi menemukan kembali tradisi batik yang telah lama dilupakan itu.
Para pendiri Batik Betawi Gandaria antara lain : Hj. Umi Sumiyati, Yahya Andi Saputra, Rudy Haryanto, dan Nur Yaum Rachmat. Nur Yaum Rachmat
memperoleh kepandaian mebatik dari Hj. Umi Sumiyati.
Berbekal pengetahuan membatik, Nur Yaum mencoba membuat batik tulis dan cetak sendiri dalam jumlah terbatas. Dalam upaya menambah
kuantitas produksi, Nur Yaum membina dan melibatkan masyarakat sekitar untuk terjun dalam kegiatan membatik. Produk yang dihasilkan berupa
batik tulis dan batik cap. Produk lain mengikuti permintaan konsumen, seperti kemeja, blouse, cukin/slayer, taplak meja, tas jinjing, sepatu, sandal, dan
sebagainya.

Visi
Memperkenalkan Batik Betawi Gandaria kepada seluruh masyarakat Jakarta, Nusantara, dan dunia.

Misi
 Melestarikan seni batik tradisional Betawi yang mulai menghilang akibat gempuran industri tekstil dan garmen modern.
 Berusaha meningkatkan taraf ekonomi masyarakat Kampung Gandaria Selatan dan sekitarnya.
 Memproduksi Batik Betawi Gandaria ramah lingkungan berkualitas prima.

Proses Produksi
Batik Betawi Gandaria melakukan proses produksi sebagaian besar menggunakan tenaga kerja manusia dan alat-alat sederhana. Proses ini bersifat
kontinu, yaitu proses produksi secara berurutan melalui beberapa proses pengerjaan sampai menjadi barang jadi. Materi yang digunakan terdiri atas
bahan baku (kain, malam, pewarna), dan bahan pendukung (alat untuk membatik seperti canting, kompor, dan sebagainya).
Batik Betawi Gandaria masih terus memperkaya motif. Motif yang saat ini menjadi unggulan adalah motif Buah Mandaria, Kebang Pukul Empat, Kumis
Kucing, Ciplukan, Musik Betawi, Kuliner Betawi.
Batik Betawi Gandaria bergabung dengan komunitas pengrajin batik Betawi, Keluarga batik Betawi (KBB). KBB mendirikan Workshop dan Gallery di
Jl. PLTGU Muara Tawar RT. 002/03, Segara Jaya, Tarumajaya, Bekasi.
Batik Betawi Gandaria mengalami kendala utama, yaitu permodalan. Batik Betawi Gandaria memang masih berskala usaha kecil dan home industry.
Itu sebabnya sering belum dapat memenuhi pesanan konsumen dalam skala besar. Kiranya ada perusahaan BUMN maupun BUMD yang dapat
menjadi ‘bapak asuh’.

↑ Back To Top

Leave a Comment
Hari Batik Nasional
Nyok! Jalan-jalan ke Kampung Batik Betawi Terogong
Afif Farhan - detikTravel - Jumat, 02/10/2015 13:08 WIB

Siti Laela dan Batik Betawi Terogong (Afif/detikTravel)

Jakarta - Lupakan sejenak soal gedung pencakar langit dan deretan mal. Mari kita ke Kampung Batik Betawi Terogong untuk melihat batik-batik asli
ibukota yang keren, mumpung Hari Batik Nasional.

"Kampung Batik Betawi Terogong sudah berdiri sejak 3 tahun lalu. Selain menjaga kelestarian batik Betawi, tempat ini juga menjadi tujuan wisata,"
ujar Siti Laela, pendiri Kampung Batik Betawi Terogong kepada detikTravel, Selasa (29/9/2015) kemarin.

Kampung Batik Betawi Terogong berlokasi di Jl Terogong III, Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Patokan menuju ke sana, adalah sekolah Jakarta
International School atau Hotel Kristal. Dari situ, siap-siap masuk jalanan yang sempit dan dipenuhi oleh anak-anak kecil yang riang bermain. Suasana
yang benar-benar jauh berbeda dengan kawasan elit di pusat Jakarta.

Sebuah saung yang cukup besar, menandakan kalau kamu sudah sampai di Kampung Batik Betawi Terogong. Setiap harinya, lima sampai tujuh
pengrajin batik duduk-duduk di sana sambil mencanting. Jangan sungkan untuk datang, siapa saja boleh melihatnya dari dekat.
Laela pun menemani detikTravel untuk mengenal batik Betawi lebih dekat. Ibu dari tiga anak ini, menjelaskan panjang lebar soal sejarah tentang batik
Betawi dan juga motif-motifnya yang berbeda dari daerah lain.

"Motif di batik Betawi mencirikan nuansa Betawi. Ada yang bergambar ondel-ondel, alat musik seperti tanjidor atau landmark seperti Monas dan
Patung Pancoran," ujarnya.

BACA JUGA: Batik Betawi, Sempat Hilang Kini Ada Lagi

Laela menambahkan, beberapa motif lainnya tak kalah unik dan malah menggambarkan hal-hal soal Betawi yang belum diketahui banyak orang.
Contohnya motif burung hong, pohon mengkudu sampai masjid Krukut yang merupakan salah satu bangunan bersejarah.
Kampung Batik Betawi Terogong pun memproduksi dua jenis batik, cap dan tulis. Harganya berbeda, batik tulis sedikit lebih mahal karena proses
pembuatannya digambar dahulu.

"Kami memproduksi kain batik, pakaian jadi seperti kemeja dan daster. Ada juga sandal, tas dan dompet yang serba batik. Harga untuk satu potong
pakaian batik mulai dari Rp 124 ribu sampai di atas Rp 1 juta," ujarnya.

Selain belanja, wisatawan ternyata dapat langsung mencoba ikut mencanting. Malah, Kampung Batik Betawi Terogong sudah kedatangan wisatawan
mancanegara lho!

"Dari Jepang sudah pernah datang ke sini. Waktu itu, tur operatornya mengontak saya lebih dulu dan kami menyiapkan ruang khusus. Mereka
kemudian mencanting, mempelajari sejarah batik dan mencoba masakan Betawi langsung. Mereka puas sekali," papar Laela.
Selain dari Jepang, beberapa turis dari Texas, AS juga pernah mampir ke Kampung Batik Betawi Terogong. Menariknya, mereka tahu informasi
tentang kampung batik ini dari internet dan datang langsung tanpa pemandu.

Kampung Batik Betawi Terogong terbuka untuk wisatawan setiap hari. Namun lebih enak datang saat akhir pekan, karena saat itulah semua pengrajin
berkumpul dan bisa menghabiskan waktu seharian untuk membatik.

"Orang mengenal Jakarta sebagai ibukota elit dan metropolitan. Maka dari itu, Kampung Batik Betawi ini menjadi sisi lain wisata Jakarta. Wisatawan
yang datang ke sini dapat belajar membatik, mengenal kehidupan Betawi dan makan masakan Betawi," pungkas Laela yang pernah mendampingi
Miss Universe 2014, Paulina Vega Dieppa membatik di Pendopo, Alam Sutera, Tangerang Selatan beberapa waktu lalu.

Seperti apa suasana di sana, yuk kita tonton videony


Hari Batik Nasional
Wisata Batik Betawi, Sempat Hilang Kini Bangkit Lagi
Afif Farhan - detikTravel - Jumat, 02/10/2015 10:16 WIB

Batik Betawi Terogong (Afif/detikTravel)

Jakarta - Memperingati Hari Batik Nasional, ada baiknya traveler mengenali lebih dekat batik-batik di Indonesia. Siapa yang sudah tahu Batik Betawi
yang asli Jakarta? Sempat hilang, kini bangkit lagi.

Adalah Siti Laela (53), salah seorang pengusaha Batik Betawi Terogong di Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Wanita asli Betawi ini, menjelaskan
mengenai sejarah tentang batik Betawi.

"Batik Betawi ini sudah ada sejak zaman dulu. Tapi, hilang pamornya di tahun 1970-an," katanya kepada detikTravel, di Kampung Batik Betawi
Terogong, Jl Terogong III No 27, Jakarta Selatan, Selasa (29/9/2015).

Tahukah kamu, ternyata batik Betawi sudah ada dari zaman kolonial Belanda. Namun, tentu berbeda antara batik Betawi yang dulu dengan yang
sekarang. Apa bedanya?
"Dulu bukan batik Betawi namanya tapi batik Jakarta. Motifnya juga dulu kebanyakan burung hong yang sekarang sudah punah, gigi buaya dan kain
bertumpal pucuk rebung," papar Laela.

Laela melanjutkan, di tahun 1970 pemerintah Ibukota Jakarta melarang industri batik. Sebab, Jakarta merupakan kota berkembang dan metropolitan
sehingga ditakutkan limbah batik dapat merusak lingkungan. Maka sejak saat itulah, pelan-pelan batik di Jakarta hilang.

Lain dulu lain sekarang, sejak tahun 2011, Pemprov DKI Jakarta bekerjasama dengan Lembaga Kebudayaan Betawi menghidupkan lagi kerajinan
batik dengan pelatihan secara cuma-cuma. Laela, yang juga merupakan seorang PNS ini tergerak hatinya.
"Saya sebagai orang Betawi, merasa terpanggil untuk ikut program tersebut. Alhamdulillah, sejak 2012 Batik Betawi Terogong ini berdiri dan terus
eksis sampai sekarang," paparnya.

Penasaran dengan apa saja motif Batik Betawi Terogong? Atau, mungkin kamu ingin datang ke sana untuk bersantai di saung dan mencoba
mencanting batik? Tonton videonya berikut ini:
Jakarta - Mendengar kata batik, biasanya yang terlintas di pikiran adalah Cirebon atau Pekalongan. Tak perlu jauh-jauh, Anda bisa mengunjungi
Kampung Batik Betawi Terogong yang ada di Cilandak, Jakarta. Motifnya pun unik-unik.

Kampung Batik Betawi Terogong berada di Jl Terogong III, Cilandak Barat, Cilandak, Jakarta Selatan. Di sinilah traveler bisa mengenal tentang batik
Betawi lebih dekat, belanja, sekaligus melihat proses pembuatannya.

"Kampung Batik Betawi Terogong sudah berumur 1 tahun, mulainya dari September 2012. Ini program dari Pemda DKI yang bekerjasama dengan
Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) untuk pelestarian batik Betawi," ujar pengelola Batik Betawi Terogong, Siti Laela kepada detikTravel, Rabu
(2/10/2013).

Laela menjelaskan, batik Betawi sebenarnya sudah ada sejak lama. Di wilayah Terogong sendiri batik Betawi sudah aja sejak tahun 1960-an. Hanya
saja, diawal 1970-an batik Betawi Terogong mulai redup pamornya.

"Makanya sekarang kita perkenalkan lagi batik Betawi Terogong. Sesuai perkembangan zaman, motif yang dulunya hanya bunga-bunga kini sudah
berkembang," tutur Laela.

Bicara soal motif, batik Betawi Terogong punya berbagai motif yang unik. Ada ondel-ondel, tanjidor, Monas, patung Pancoran, Tugu Selamat Datang,
Masjid Krukut, hingga Gedung DPR. Keren!

"Kita juga ada motif pohon mengkudu, pohon yang sudah langka di Betawi. Motif-motif kita memang bertujuan untuk lebih mengenalkan pada anak
muda dan masyarakat tentang Betawi," ujar Laela.

Batik Betawi Terogong memiliki jenis batik tulis dan cap. Bahannya bermacam-macam, mulai dari katun prima dan katun primisima, dan sutera.
Harganya pun kisaran ratusan ribu rupiah. Batik-batik tersebut diproduksi menjadi kain, pakaian jadi seperti kemeja atau baju, dompet, sandal, dres,
telapak meja, dan cukin yaitu selendang Betawi untuk laki-laki.

"Yang paling murah itu batik cap seharga Rp 120 ribu dan batik tulis Rp 275 ribu untuk satu potong pakaian. Batik tulis yang berbahan sutera itu
harganya Rp 1 juta," ungkap Laela.

Laela mengakui, memang harga batik Betawi Terogong cukup mahal. Hal tersebut karena proses pembuatannya dikerjakan manual dan tidak
memakai mesin sama sekali, mulai dari proses mencanting, mewarnai, hingga penjemuran. Namun, kualitasnya berani dijamin.

Traveler bisa datang ke Kampung Batik Betawi Terogong setiap harinya. Tapi, baiknya Anda datang saat akhir pekan, yaitu hari Sabtu dan Minggu.
Saat itulah banyak perajin batik yang mencanting atau melakukan proses pewarnaan. Asyiknya, Anda juga bisa ikut belajar membatik juga.

"Nanti kita juga akan membuat kelas membatik saat Sabtu dan Minggu. Pokoknya tinggal di Betawi kudu pake batik Betawi," tutup Laela sembari
tersenyum.

Menyambut Hari Batik Nasional, Kampung Batik Betawi Terogong di Cilandak, Jakarta Selatan, sudah pasti harus masuk dalam agenda liburan Anda
selanjutnya!

(aff/aff)
NEXT »
Kampung Batik Betawi Terogong berada di Cilandak Barat, Jakarta Selatan (Afif/detikTravel)
Batik Betawi dari Kampung Batik Terogong, di Sebelah Pondok Indah 21 Oktober 2015 10:40:42 Diperbarui: 21 Oktober 2015 11:12:53
Dibaca : 666 Komentar : 2 Nilai : 2 Siti Laela dan Eleine Koesyono (kiri-kanan) dengan pilar berornamen batik di latar belakang, sebagai
atmosfir batik di Hotel Best Western Premiere The Bellevue Pondok Indah. Foto kanan adalah Batik Betawi Motif Pucuk Rebung, yang
merupakan khas batik pesisir, yang menggambarkan pucuk batang bambu. Motif Pucuk Rebung menjadi seragam wajib peserta pemilihan
Abang-None Jakarta, yang lazim digunakan sebagai busana bawahan None Jakarta. Foto: rumahukm.com dan koleksi pribadi Oleh: isson
khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com) Secara lokasi, Kampung Batik Terogong berada di
kawasan yang prestisius di Jakarta Selatan: dekat dengan Jakarta International School (JIS) dan bersebelahan dengan Pondok Indah Mall
(PIM). Artinya, kampung batik ini memiliki peluang untuk berkembang lebih jauh. Tapi, untuk tumbuh dan berkembang di tengah persaingan
yang sengit di Jakarta ini, bukanlah hal yang mudah. Itu dirasakan betul oleh Siti Laela, yang merintis berdirinya Kampung Batik Betawi pada
tahun 2012 di Terogong[1]. Sebagai warga asli Betawi, leluhur Siti Laela dulunya adalah keluarga pembatik. Mereka adalah rumpun
keluarga Betawi, yang dulu bermukim di kawasan Pondok Indah kini, yang semasa itu masih ditumbuhi pohon karet. Menurut Siti Laela,
salah satu jenis pohon karet yang banyak tumbuh di sana kala itu adalah karet gebruk. Karena itu pulalah, nama kampung yang kini beken
sebagai Pondok Indah, dulunya bernama Kampung Gebruk. Karena perubahan zaman serta pergeseran orientasi kehidupan, aktivitas
membatik tersebut surut, hingga terhenti sama sekali. Mencoba untuk Bangkit Setelah puluhan tahun vakum, Siti Laela bersama enam
saudaranya, tergerak untuk melanjutkan tradisi membatik para leluhurnya itu, dengan merintis Kampung Batik Betawi pada tahun 2012 di
Terogong. ”Tujuannya, selain untuk melestarikan batik khas Betawi yang sudah hampir punah, juga untuk membangkitkan kembali pamor
batik tersebut,” ujar Siti Laela, pada Rabu (7/10/2015) di acara Kompasiana Coverage Pameran Batik Betawi Terogong yang digelar di Hotel
Best Western Premier The Bellevue, Jl. Haji Nawi No. 1, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Spirit Siti Laela bersama enam saudaranya inilah
yang sesungguhnya patut kita apresiasi. Mereka, dengan kesungguhan masing-masing, berupaya melestarikan nilai-nilai budaya leluhurnya,
melalui Batik Betawi[2]. Mereka warga biasa, sebagaimana umumnya warga Betawi lainnya. Siti Laela menyebut, mereka sekeluarga
hanyalah pengrajin kecil, dengan modal seadanya. Tapi, memiliki semangat tinggi serta mimpi besar akan kebesaran Batik Betawi. Pada
tahun 2012 itu, Siti Laela menelusuri rekam jejak Batik Betawi di sejumlah literatur. Salah satunya, ia berkunjung ke Arsip Nasional Republik
Indonesia (ANRI) di Jl. Ampera Raya No.7, Jakarta Selatan. Di ANRI tersebut, menurut Siti Laela, tidak ada satu pun arsip yang
menjelaskan tentang keberadaan Batik Betawi. Petugas ANRI waktu itu menunjukkan sebuah buku tentang batik. ”Semua jenis batik dari
berbagai wilayah tanah air, diulas dalam buku tersebut. Tapi, lagi-lagi, tidak ada satu pun penjelasan tentang Batik Betawi. Bahkan, tidak
ada satu kata pun yang menyebut Batik Betawi,” tutur Siti Laela, yang pada Rabu (7/10/2015) itu berbincang-bincang dengan 15
Kompasianer[3] di Angsana Lounge, di lantai satu The Bellevue. Sebagai seorang warga Betawi, terlebih sebagai pengrajin Batik Betawi, Siti
Laela tentu saja sedih. Sangat sedih, malah. Namun, ia tidak ingin larut dalam kesedihan. Realitas itu justru makin memotivasinya, untuk
menghidupkan kembali tradisi Batik Betawi[4], meski di Arsip Nasional Republik Indonesia, tidak ada dokumentasinya. Ia ingin kembali
menorehkan jejak leluhurnya di Kampung Gebruk, yang kini telah berganti nama menjadi Pondok Indah, dalam tradisi Batik Betawi. Sebagai
warga Betawi, ia merasa terpanggil untuk menjaga warisan budaya Betawi, meski dengan cara yang sederhana, sebagai seorang pengrajin
kecil. Turis dari Jepang (kiri) dan pengrajin (kanan) asyik membatik di Kampung Batik Betawi Terogong. Batik Betawi Terogong didirikan
oleh sekelompok keluarga Betawi, yang peduli terhadap kebudayaan Betawi di tengah Jakarta yang makin cosmopolitan. Pada 5–10
Oktober 2015 lalu, Batik Betawi Terogong bekerjasama dengan Hotel Best Western Premiere The Bellevue Pondok Indah, mengadakan
pameran batik dan demo membatik di lobby hotel tersebut. Foto: detik.com dan kontan.co.id Batik Betawi Penuh Spirit Kampung Batik
Betawi, yang kemudian dikenal sebagai Kampung Batik Terogong, berada di Jl. Terogong III No. 27-C, Cilandak Barat, Jakarta Selatan,
berdekatan dengan Kantor Kelurahan Cilandak Barat. Kampung Batik ini pada awalnya sempat menjadi bagian dari program Pemda DKI
Jakarta, yang bekerjasama dengan Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), untuk pelestarian Batik Betawi. Itu pada awal tahun 2013. Menurut
Siti Laela, setelah masa program berakhir, mereka belajar menjadi mandiri, setahap demi setahap. Meski tidak mudah, tapi proses untuk
menjadi mandiri tersebut, adalah suatu keharusan. Dan, ini tantangan yang sudah semestinya dihadapi, dalam konteks menjaga warisan
budaya para leluhur Betawi. Di tengah spirit yang menggebu-gebu, angin segar bertiup dari Jakarta International School (JIS), yang relatif
dekat dengan kampung batik ini. Beberapa staf dari JIS datang berkunjung ke tempat kerajinan ini dan kemudian meminta Siti Laela untuk
mengisi pelajaran membatik bagi para murid JIS. Ini tentu saja sebuah kesempatan yang positif, untuk memperkenalkan Batik Betawi ke
ranah internasional, melalui murid-murid JIS. Kita tahu, JIS adalah sekolah internasional, yang berdiri sejak tahun 1977, untuk anak-anak
warga negara asing yang tinggal di Jakarta. Secara bertahap, keberadaan Kampung Batik Terogong mulai terdengar gaungnya. Ini bisa
dimengerti, karena para murid JIS tersebut men-share pengalaman mereka, setelah belajar membatik dari Siti Laela. Orang-orang asing,
baik sendirian, sekeluarga, maupun secara berombongan, datang berkunjung ke Kampung Batik Terogong. Di sana, mereka melihat proses
membatik secara langsung, juga ada yang kemudian membeli batik. Bahkan, sebagian dari mereka, juga ada yang mengajukan diri untuk
belajar membatik dari Siti Laela. Proses tersebut berlangsung alamiah, yang secara bertahap telah menjadikan Batik Betawi dan Kampung
Batik Terogong sebagai brand yang mulai dikenal secara luas. Angin segar ini tentu saja disambut Siti Laela dengan penuh suka-cita. Angin
segar berikutnya, datang dari Hotel Best Western Premier The Bellevue, yang hanya berjarak dua kilometer dari Kampung Batik Terogong.
Adalah Eleine Koesyono, Marcom Manager Hotel The Bellevue, yang menemukan Siti Laela di ranah maya. Sebelumnya, Eleine Koesyono
memang sedang mencari-cari informasi tentang batik, untuk menjadi bagian dari program Hotel The Bellevue. Sebagai catatan, berbagai
ornamen di hotel ini memang sarat dengan ornamen batik. Ini bagian dari strategi manajemen Best Western Premier, jaringan hotel
internasional, untuk menyerap kearifan lokal. Kassandra Putranto, mantan finalis Abang-None Jakarta tahun 1989 (kiri) kerap menggunakan
Batik Betawi Terogong ke berbagai acara. Kassandra kini dikenal sebagai psikolog klinis dan forensik yang cukup populer di Jakarta. Foto
kanan, sejumlah turis dari Sacramento, California, dengan telaten menyusuri Batik Betawi Terogong inci demi inci. Mereka terkesan dan
suka banget dengan Batik Betawi. Kampung Batik Betawi Terogong kreatif menciptakan batik, sebagai bagian dari warisan budaya Betawi.
Foto: @TerogongBatik Spirit Batik di Best Western Pertemuan Eleine Koesyono dengan Kampung Batik Terogong di ranah maya adalah
pertemuan tak terduga, tapi penuh surprise. Di satu sisi, sebagaimana dituturkan Eleine Koesyono, The Bellevue memang sejak awal sudah
menyerap spirit of batik, sebagai atmosfir yang hendak ditanamkan di hotel ini. Di sisi lain, Kampung Batik Terogong memang sejak awal
hendak bergandengan tangan dengan banyak pihak, khususnya pihak-pihak yang relevan dengan aktivitas pariwisata. Maka, pertemuan
ranah maya itu pun dengan segera berlanjut menjadi kopdar alias copy darat alias tatap muka. “Best Western Premier adalah satu-satunya
hotel yang berkenan mengajak kami, pengrajin kecil ini,” tutur Siti Laela dengan penuh terima kasih kepada Eleine Koesyono, yang memiliki
kepedulian pada pengrajin kecil. Manajemen hotel ini bukan hanya berkunjung ke Kampung Batik Terogong, tapi sekaligus menyediakan
corner di lobby hotel, agar pengrajin Batik Betawi ini bisa memamerkan kreasi batik mereka kepada para tamu hotel. Bukan hanya itu, Siti
Laela juga dapat kesempatan menempatkan seorang pembatik di sana, lengkap dengan kompor listrik dan canting, hingga para tamu hotel
bisa menyaksikan proses penciptaan batik. Sesungguhnya ini sebuah apresiasi industri hotel terhadap pengrajin kecil, yang patut kita
apresiasi. Kita tahu, Best Western Premier adalah jaringan hotel internasional, yang dengan sendirinya para tamu di hotel tersebut sebagian
besar adalah orang-orang asing. Pengalaman pengrajin Kampung Batik Terogong berinteraksi dengan orang-orang asing, membuat mereka
juga luwes berhadapan dengan tamu asing tersebut. Realitas ini membuat Siti Laela sumringah. Setidaknya, setahap demi setahap, mimpi
besarnya untuk mengangkat kembali kebesaran Batik Betawi, mulai menampakkan wujudnya. Dengan kata lain, dukungan industri besar,
dalam hal ini industri hotel, kepada pengrajin kecil, adalah bagian dari apa yang selama ini kita kenal sebagai kepedulian. Bentuk kepedulian
yang sudah diwujudkan Best Western Premier ini, barangkali bisa menjadi inspirasi bagi industri pariwisata lain di Jakarta, dalam konteks
menyemangati kalangan pengarajin kecil. Bagaimanapun juga, keterbatasan modal serta keterbatasan akses para pengrajin kecil yang
berada di seantero Jakarta, telah menjadikan mereka hanya sebagai penonton dari gemerlapnya wajah ibukota ini. Jakarta, 21 Oktober 2015
---------------------------- Para Menteri Ekonomi ASEAN sepakat untuk fokus mengembangkan UKM. Ini peluang sekaligus tantangan bagi
pelaku UKM di Indonesia, untuk merebut pasar ASEAN. http://www.kompasiana.com/issonkhairul/menteri-ekonomi-asean-fokus-ke-ukm-
sidoarjo-miliki-171-264-unit-usaha-mikro_55dc0a14f77e61960cf05eb4 Menteri Pariwisata, Arief Yahya, gencar mengkampanyekan
Indonesia sebagai destinasi wisata, untuk menarik kunjungan wisatawan mancanegara. Peluang bagus bagi UKM.
http://www.kompasiana.com/issonkhairul/pesan-wisata-dari-changsha-dari-tanah-kelahiran-pemimpin-china-mao-
zedong_55cfe30ed092738b103000a5 -------------------------- [1] Pada tahun 1960-an, banyak warga Terogong yang menjadi pekerja di industri
batik, sebagian kemudian menjadi pengrajin batik. Boleh dikata, di sekitaran tahun tersebut, adalah masa keemasan Batik Betawi, yang
dikenal juga sebagai Batik Jakarta. Kemudian, pada tahun 1970-an, semua surut dan vakum, termasuk sanggar batik leluhur Siti Laela.
Tahun 2012, ia merintis kembali, dengan mendirikan sanggar batik. Selain berbekal pengetahuan membatik dari leluhurnya, ia juga
menambah ilmu batiknya dengan belajar di Perajin Batik Betawi di Kampung Kebon Kelapa, Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya,
Bekasi, Jawa Barat. Setelah tiga bulan berguru membatik di sana, Siti Laela dan keluarganya sepakat mengumpulkan modal untuk
memproduksi Batik Betawi di Terogong. Di rumah keluarga Siti Laela, yang terjepit di antara apartemen di kawasan Terogong, Jakarta
Selatan, batik-batik Betawi yang baru diwarnai, berkibar-kibar di tali jemuran. Selengkapnya, silakan baca Batik Betawi "Punye Cerite", yang
dilansir kompas.com, pada Senin l 30 September 2013. [2] Suwati Kartiwa, penulis sejumlah buku tentang budaya Indonesia, khususnya
tekstil, dalam Batik Betawi: Dalam Perspektif Budaya Kreatif mengemukakan, ciri khas kain Batik Betawi yaitu kain sarung dengan
menonjolkan motif Tumpal, yaitu bentuk motif geometris segitiga sebagai barisan yang memagari bagian kepala kain dan badan kain. Saat
dikenakan, Tumpal harus ada di bagian depan. Motif burung hong juga masuk dalam ciri khas Batik Betawi sebagai perlambang
kebahagiaan. Selengkapnya, silakan baca Batik Betawi, Mencari Jati Diri, yang dilansir kompas.com, pada Jumat l 4 Desember 2009 | 11:21
WIB. [3] Kompasianer adalah sebutan untuk para penulis di media warga Kompasiana, yang dirintis oleh Pepih Nugraha, sejak tahun 2008.
Kompasiana adalah wadah bagi para penulis, para blogger. Nama Kompasiana dicetuskan oleh Budiarto Shambazy, wartawan senior
Kompas. Nama Kompasiana pada awalnya merupakan salah rubrik di Harian Kompas, yang diisi oleh PK Ojong, pendiri Kompas. Pepih
Nugraha bergabung dengan Harian Kompas, sejak tahun 1990. Saat ini, tercatat sekitar 300.000 penulis di Kompasiana. Sehari-hari, Pepih
Nugraha akrab disapa Kang Pepih. [4] Usaha batik di Batavia pada masa lampau, lebih banyak dimiliki dan dioperasikan oleh pengusaha
Tionghoa, meski tak sedikit pengusaha pribumi yang membuka usaha batik. Di tahun 1929, jumlah industri batik di Batavia sebanyak 357
dengan 264 industri dimiliki pengusaha Tionghoa dan 93 lainnya dimiliki pribumi. Selengkapnya, silakan baca Dari Paal Merah Membawa
Batik, yang dilansir kompas.com, pada Senin l 12 Oktober 2009 | 17:14 WIB.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/issonkhairul/batik-betawi-dari-kampung-batik-terogong-di-sebelah-pondok-
indah_5627093a357b6135067264be
Kampung Batik Terogong Menembus Sesaknya Jakarta

Jakarta - Bicara soal kampung batik, masyarakat mungkin lebih mengenal Pekalongan, Yogyakarta, dan Solo. Namun, siapa sangka di kota yang dipenuhi oleh

gedung-gedung mewah seperti Jakarta juga terdapat kampung batik di salah satu sudutnya, yaitu Kampung Batik Terogong, Jakarta Selatan.

Tak hanya memproduksi, di Kampung Batik Terogong ini, masyarakat juga bisa belajar cara membatik. Produknya memiliki corak khas tersendiri, yaitu bercirikan

masyarakat Betawi seperti motif topeng, kembang api, dan burung gelatik.

Siti Laela, Ketua Paguyuban Kampung Batik Terogong menuturkan, batik Betawi sebenarnya sudah ada sejak tahun 1960-an. Namun, seiring perkembangan

zaman, pamor batik khas suku asli Jakarta ini mulai meredup.

Agar tak punah, kata Laela, didirikanlah Kampung Batik Betawi pada 2012. Tujuannya, selain untuk melestarikan batik khas Betawi yang sudah hampir punah,

juga membangkitkan kembali pamor batik tersebut.

"Awalnya pengen melestarikan batik Betawi yang mulai punah dan susah dicari di pasaran," ujarnya.

Menurut Laela, dirinya yang merupakan keturunan Betawi asli tergerak untuk bisa melestarikan seni batik nenek moyang. Sehingga, bersama enam saudaranya,

dia membuka usaha Batik Betawi Terogong.

Seiring perjalanan waktu, usaha batik Betawi yang digagasnya sedikit demi sedikit terus maju. Kemudian, diputuskan untuk mengajak kaum perempuan di

sekitarnya bergabung membantu produksi Batik Betawi Terogong.

"Sudah mulai jelas pasarnya. Makanya kita ajak ibu-ibu di sini untuk bergabung produksi batik. Daripada hanya nonton sinetron, ini lebih menghasilkan,"

terangnya.

Saat ini, dengan sekitar 15 orang yang bekerja memproduksi, ia bisa menghasilkan 20 potong batik tulis setiap bulan. sementara untuk batik cap, ia bisa

memproduksi sekitar 100-200 potong per bulan.

"Kalau batik tulis pengerjaannya memakan waktu lama. Minimal 1 potong saja pengerjaannya 1 minggu," ungkapnya.

Mengenai motif, Laela mengaku Batik Betawi Terogong mempunyai berbagai macam variasi. Dari penari topeng, pengantin Betawi, sepeda ontel, hingga tanaman

langka yang sudah jarang dijumpai di Jakarta seperti mengkudu.

Namun, dari sekian banyak motif itu, yang menjadi andalan dan paling khas di Batik Betawi Terogong adalah motif tebar mengkudu. "Itu ada artinya. Tekun dan

sabar memang kudu (harus). Jadi, orang Betawi harus usaha terus. Jangan sampai menyerah, dan seperti buah mengkudu," ujarnya sambil tertawa.

Lebih jauh Laela menjelaskan, soal harga menurutnya juga sangat variatif. Tergantung motif, banyaknya warna yang digunakan, serta bahan. Untuk batik cap

kisarannya Rp200-500 ribu per potong. Untuk Batik tulis, bisa jutaan kalau bahannya sutra.
Laela mengungkapkan, pemasaran batik produksinya tidak hanya melalui gerai di pusat perbelanjaan. Dia juga memasarkan dari pintu ke pintu selain

menggunakan jaringan penjualan lewat internet. Dengan beragam model pemasaran ini, penjualan per bulannya mencapai Rp40-50 juta.

Bagi yang tertarik memiliki dan mengenal lebih dekat serta belajar proses pembuatan batik khas Betawi di Kampung Batik Terogong, bisa datang langsung ke Jl.

Terogong III, Cilandak Barat, Cilandak, Jakarta Selatan.

Sumber: https://id.berita.yahoo.com
Kaum Ibu Gerakkan Perekonomian Lewat Batik
Betawi
Reporter : Rio Sandiputra | Editor : Dunih | Kamis, 27 Februari 2014 09:34 WIB | Dibaca 12549 kali

(Foto : / Beritajakarta.com)

Batik sebagai salah satu budaya asli Indonesia telah lama dikenal.
Popularitasnya tidak hanya menjadikannya sebagai ikon budaya, tapi juga
mampu menggerakkan perekonomian rakyat khususnya di Pekalongan, Solo,
dan Yogyakarta. Meski belum setua dengan sejarah batik di daerah tersebut,
DKI Jakarta Jakarta juga memiliki kerajinan Batik Betawi. Namun, uniknya
sentra Batik Betawi yang berada di Jl Terogong 3, Cilandak Barat, Jakarta
Selatan, digerakkan kaum ibu.

Ya, kelompok ibu-ibu dari berbagai latar belakang di kawasan tersebut, sejak
beberapa tahun terakhir ini menceburkan diri pada kerajinan batik. Dengan
berbekal keterampilan dari hasil pelatihan, mereka yang dulunya bergantung
dari para suami kini bisa menghasilkan pendapatan sendiri.

"Kita dapat pelatihan memproduksi batik itu sejak 2012 lalu, dan langsung
berusaha untuk bisa menjalankan sendiri," ujar Siti Laela, Penggerak
Kelompok Batik Betawi Terogong kepada beritajakarta.com, Kamis (27/2).
Menurut Siti, dirinya yang merupakan asli Betawi tergerak untuk bisa
melestarikan seni batik nenek moyang. Sehingga bersama 6 saudaranya, Siti
membuka usaha Batik Betawi Terogong. "Awalnya saya 6 orang bersaudara
memang bertekad membuka usaha Batik Betawi ini, dengan biaya patungan.
Selesai pelatihan tidak ada bantuan dana, hanya bahan baku dan alat saja,"
ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, lanjut Siti, usaha Batik Betawi yang digagasnya
mengalami kemajuan. Sehingga diputuskan untuk mengajak kaum
perempuan di Cilandak Barat dan sekitarnya untuk bergabung membantunya
dalam produksi Batik Betawi Terogong. "Sudah mulai jelas pasarnya makanya
kita ajak ibu-ibu di sini untuk bergabung membentuk produksi batik. Daripada
hanya nonton sinetron, ini lebih menghasilkan," terangnya.

Namun begitu, niat Siti untuk meningkatkan perekonomian warga sekitar pun
juga terkendala. Awalnya ada 25 orang warga yang antusias ingin bergabung,
namun di perjalanan banyak dari mereka yang mundur. "Kita buat pelatihan
disertai psikolog untuk motivasi awalnya 25 orang. Tapi, semakin ke sini
hanya tinggal 8 orang ibu-ibu yang bertahan," katanya.

Menurutnya, minimnya sumber daya manusia (SDM), membuat Batik Betawi


Terogong sulit memperluas pemasaran. Padahal, dari segi permintaan cukup
banyak.

"Kita sudah pasarkan di galeri Cilandak Town Square. Ada permintaan di


Atrium Senen dan Smesco, tapi belum bisa dipenuhi, karena ada batas kuota
minimal seratusan per bulan," tukasnya.

Saat ini dengan sekitar 15 orang yang bekerja dalam produksi, ia bisa
menghasilkan batik cap/cetak 100-200 potong per bulan. Sementara batik
tulis hanya 20 potong per bulan. "Kalau batik tulis minimal 1 potong saja
pengerjaannya 1 minggu. Perputaran dana per bulan itu sekitar Rp 15-20
juta," jelasnya.

Motif-motif Batik Betawi Terogong, menurutnya sangat bervariasi. Ada yang


berupa penari Monas, penganten Betawi, sepeda ontel, hingga tanaman
langka. Tapi, dari banyak motif itu yang menjadi andalan dan paling khas di
Batik Betawi Terogong adalah tebar mengkudu. "Itu ada artinya tekun dan
sabar memang kudu (harus). Jadi orang Betawi harus usaha terus. Jangan
sampai menyerah, dan seperti buah mengkudu. Banyak khasiatnya," jelas
perempuan kelahiran 27 September 1963 yang juga merupakan Guru Bahasa
Inggris di SMKN 20 Jakarta ini.

Untuk harga jual per potongnya, lanjut Siti, ia biasa menjual batik cap minimal
Rp 200-500 ribu. Sementara untuk bahan sutera bisa di atas Rp 1 juta.
"Tergantung dari motif, banyaknya warna, dan jenis bahan juga," ucapnya.

Jaringan pemasarannya, imbuh Siti, selain di galeri yang ada di mal juga
melalui pintu ke pintu. Selain itu ia juga memanfaatkan internet dengan
membuat website www.batikbetawiterogong.com. "Ya masih konvensional.
Makanya kita masih ingin bantuan dari pemprov dan pihak kelurahan untuk
minimal membantu dalam SDM," harapnya.
SITI LAELA

Menghidupkan Kembali Batik Asli Betawi


Senin, 27 Juli 2015 14:15:22 WIB

Editor : Admin

Reporter : Reza Antares. P

Infonitas.com/Azhari Setiawan

Siti Laela

Info Tokoh - Betawi atau Jakarta ternyata memiliki


batik bercorak khas. Kehadirannya seakan tergerus
batik Pekalongan, Solo, Yogyakarta, dan daerah
lainnya. Meski belum setua dengan sejarah batik di
daerah – daerah tersebut, Batik Betawi sebenarnya
sangat layak menjadi tuan rumah di ibukota. Siti
Laela melihat keadaan ini, yang akhirnya
menumbuhkan semangat berjuang mengenalkan
batik asli Betawi kembali.
Melalui Kampung Batik Betawi Terogong yang ada
di Cilandak, Jakarta, perempuan asli Betawi ini
membangun semangat tumbuhnya kreasi Batik
Betawi. Laela bercerita, Batik Betawi sebenarnya
sudah ada dan dikenal sejak tahun 60. Namun
disayangkan, di awal tahun 70, keberadaan Batik
Betawi mulai redup pamornya. “Sekarang kita
perkenalkan lagi Batik Betawi Terogong. Sesuai
perkembangan zaman, motif yang dulunya hanya
bunga - bunga kini sudah berkembang,” tuturnya.
Bicara soal motif, Batik Betawi Terogong kini punya
aneka motif yang unik. Ada ondel-ondel, tanjidor,
Tugu Monas, Patung Pancoran, Tugu Selamat Datang, Masjid Krukut, hingga Gedung DPR. Motif itu dimunculkan agar
dapat mengenalkan Betawi pada anak muda dan masyarakat. Kreasi batik itu dituangkan bukan hanya dalam lembaran kain
panjang saja. Pecinta batik Nusantara juga dapat dengan bangga memakainya dalam bentuk baju, dompet, sandal, dres,
taplak meja, dan cukin yaitu selendang Betawi untuk laki - laki.
Kerja keras Laela selama tiga tahun itu akhirnya membuahkan hasil yang cukup membanggakan. Secara perlahan banyak
pihak mulai melihat kreasi Batik Betawi. Kreasi Kampung Batik Terogong pun dipakai oleh Miss Universe yang datang ke
Jakarta kala itu. Bahkan, Laela sempat mengajarkan wanita tercantik dunia itu belajar membatik. Dalam kompetisi Puteri
Indonesia pun, Laela ikut mengajarkan pada peserta keahliannya dalam membatik. “Saya ingin memperkenalkan dan
menghidupkan kembali Batik Betawi,” tutupnya.
Belajar Batik Betawi di Kampung Batik Terogong
Budaya / Senin, 11 April 2016 19:36 WIB (MP/bro)

Penggagas Kampung Batik Siti Laela menunjukkan salah satu jenis batik Betawi, di Jalan Terogong III, Cilandak Barat, Jakarta Selatan. (Foto:
MerahPutih/Muchammad Yani)
MerahPutih Budaya - Seperti halnya Pekalongan, Yogyakarta, Solo dan Cirebon, batik Betawi juga memiliki ciri khas dan
keunikannya sendiri. Salah satu tempat yang menjadi produsen batik Betawi adalah Kampung Batik di Jalan Terogong III,
Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
Meskipun letaknya terhimpit oleh gedung-gedung tinggi, tak membuat eksistensi Kampung Batik semakin tenggelam. Siti
Laela, penggagas Kampung Batik menjelaskan, Kampung Batik bukan hanya menjadi tempat produksi batik melainkan
objek wisata bagi para wisatawan yang ingin mengetahui bagaimana cara membuat batik Betawi.
"Kalau untuk turis alhamdulillah sudah beberapa kali datang ke sini. Dari Jepang sudah tiga kali, dari Brazil, bahkan
mahasiswa dari Sydney datang ke sini," ucapnya dengan ramah, Senin (11/4).

(Kampung Batik Betawi. Foto MerahPutih/Muchammad Yani)

Laela mengatakan, Kampung Batik memproduksi dua jenis batik yaitu batik tulis dan batik cap. Perbedaan dua jenis batik ini
hanya dalam proses pembuatan.
"Kalau tulis itu kan dari kain putih kita gambar dulu pake pensil kemudian dicanting. Kalau cap kan memang sudah ada
gambarnya. Dua jenis itu bahannya sama pakai lilin juga," tutur wanita berhijab ini.
Dalam sehari, Laela bisa memproduksi batik cap sebanyak delapan hingga sepuluh buah dan untuk batik tulis
membutuhkan waktu lebih lama yaitu sekitar satu minggu.
Bagi yang ingin berkunjung ke Kampung Batik, Anda harus melalui Jalan Terogong Raya. Setelah melihat kantor Kelurahan
Cilandak Barat, tinggal masuk ke Jalan Terogong III. Tak jauh dari Kelurahan Cilandak Barat, terdapat sebuah papan
petunjuk lokasi Kampung Batik. Namun untuk pengendara mobil, dari sini Anda harus berjalan kaki melewati banyaknya
anak kecil yang bermain. (Yni)
Ini Dia Kampung Batik Di Jakarta, Siapa Bilang Tidak Ada
63 Views 4Comments

1.2k
BAGIKAN

Bagikan di FacebookBagikan di Twitter

Jika kita mendengar kata batik, pasti yang pertama terbesit di pikiran kita adalah kota sentra batik seperti
Yogyakarta dan Pekalongan. Tapi siapa sangka di hingar bingar kota Jakarta juga ternyata ada Kampung Batik
dengan berbagai motif unik.

Kampung Batik Betawi terogong berlokasi di Cilandak, Jakarta. Tepatnya di Jl.Terogong III, Cilandak Barat,
Cilandak, Jakarta Selatan. Di lokasi kampung batik ini, kamu bisa melakukan berbagai aktifitas yang bisa kamu
lakukan seperti di kampung-kampung batik lainnya. Antara lain berbelanja batik, mempelajari lebih dalam
tentang batik, melihat proses pembuatan batik, bahkan kamu juga bisa mencoba sendiri bagaimana membuat
batik betawi.

Kampung Batik Betawi

Kampung Batik ini sudah berumur hampir 1 tahun. Kampung ini didirkan bertujuan untuk melestarikan Batik
Betawi yang mulai dilupakan. Pemda DKI bekerjasama dengan LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi) pada
tahun lalu tepatnya pada September 2012 mendirikan Kampung Batik Betawi Terogong ini.
Sebenarnya batik betawi ini sudah berumur puluhan tahun. Batik betawi sudah ada sejak tahun 1960-an. Tapi
di tahun 1970an, pamor batik betawi ini mulai redup dan mulai dilupakan oleh masyarakat. Karena itu,
pemerintah daerah setempat berusaha untuk melestarikannya kembali

Motif Batik Betawi


Batik betawi ini tidak kalah menarik dengan batik lain. Motifnya juga memiliki ciri khas tersendiri. Ada motif
ondel-ondel, tanjidor, monas, patung pancoran, tugu selamat datang, masjid krukut, hingga motif gedung DPR
pun ada. Bagus bukan?

Selain motif-motif bangunan, batik betawi juga punya motif lain seperti motif pohon mengkudu yang sudah
langka di betawi. Motif-motif ini memang digunakan agar masyarakat lebih mengenal tentang kebudayaan
betawi.

Batik Betawi Terogong ini juga ada yang jenis batik tulis dan cap. Bahanya juga beraneka ragam, mulai dari
bagus katun primis, kaatun prima, dan juga sutra.
pengrajib Batik Betawi

Proses Pembuatan Batik

Harga Batik Betawi


Harga batik betawi ini mulai dari 120ribu, tergantung bahan dan motifnya juga. Bahkan untuk batik sutra ada
yang harganya diatas 1juta perkainnnya. Cukup mahal memang, tapi ini lah salah satu bukti penghargaan kita
terhadap hasil kebudayaan Indonesia.

Tips Berkunjung Ke Kampung Batik Betawi

untuk kamu yang mau mengunjungi kampung Batik Betawi Terogong ini. Sebaiknya kamu datang di akhir
pekan atau pada hari sabtu dan minggu. Selain itu waktu liburan, pada akhir pekan seperti itu juga biasanya di
kampugn Batik ini banyak pengrajin batik yang sedang mencanting. Sehingga kamu bisa sambil melihat para
pengrajin batik mencanting batik betawi di tempat tersebut.

Dan jangan lupa juga untuk menyiapkan uang berbelanja kain batik betawi. masa berkunjung ke kampung

batik tapi tidak pakai batik, malu dong dengan bangsa sendiri!

1.2k
BAGIKAN

Bagikan di Facebook
-
In Picture: Kampung Batik Betawi Terogong
Rabu, 29 Juli 2015, 20:52 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang sejak lama telah dikenal. Setiap daerah memiliki
ciri khas batik masing-masing, seperti batik Jogja, Solo, Cirebon, dan Pekalongan.
Sebagai Ibukota, tentunya Jakarta juga memiliki batik sebagai warisan kekayaan budaya Betawi. Terdorong ingin Melestarikan Tradisi
Dan Kesenian. Siti Laela yang terlahir sebagai warga asli Betawi ini, mendirikan Sentra Batik Betawi yang beralamat di Jalan Terogong
III, Cilandak, Jakarta Selatan. Tempat kerajinan ini di beri nama Batik Betawi Terogong.
Usaha tersebut dimulai pada tahun 2010 dan aktif penuh di tahun 2012. Siti Laela mengajak dan memberdayakan kaum ibu di
lingkungan rumahnya, Kampung Terogong. Dengan memberikan pelatihan cara membuat Batik Betawi dengan baik. Sesuai dengan
namanya Batik Betawi, ciri khas dan coraknya memiliki kesesuaian dengan budayanya seperti Ondel-ondel, Abang None, Pengantin
Betawi, dan Tanjidor.
“ Dengan adanya Kampung Batik Betawi terdapat harapan yaitu batik Betawi menjadi tuan rumah di kampung sendiri “ ujar Siti Laela.
Menurut pelopor dari berdirinya Kmpung Batik tersebut, Kalau di Jakarta sebagai Ibukota banyak batik dari luar daerah sudah begitu
dikenal, sementara Batik Betawi belum begitu terkenal. Selain itu ketika orang-orang dari luar daerah datang ke Jakarta mengingat ada
Batik Betawi Terogong.
Batik Betawi "Punye Cerite"


27

Shares

KOMPAS/WAWAN H PRABOWOPerajin Batik Betawi di Kampung Kebon Kelapa, Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (6/9/2013).

Berita Terkait

 Pesona di Balik Lorong Tua Laweyan


 Dari Kesultanan Pajang ke Kampoeng Batik
 Manis Gurih Apem Laweyan
 Festival Batik Banyuwangi Lestarikan Warisan Budaya
 Paguyuban Batik Inginkan Promosi PBI ke Mancanegara

Orang-orang Betawi bercerita tentang ”kampung” mereka lewat batik. Mereka ”rindu” ondelondel, kembang kelapa,
”ngangon kebo”, demenan di bawah pohon sawo, hingga kerak telor.

Betawi masa lalu dan kini tumpah di atas pelangi kain-kain batik di ruang tamu Ernawati (24), di Kampung Kebon Kelapa,
Tarumajaya di perbatasan Bekasi, tak jauh dari situs rumah Si Pitung. Ruang tamu itu merangkap kamar pajang ratusan
batik produksi Seraci Batik Betawi milik Ernawati.

Di selembar batik biru, Tugu Monas menjulang berkelir jingga. Di helai kain lain muncul Jembatan Semanggi sebagai ikon
metropolitan Jakarta.

Namun, dalam kain-kain batik tersimpan pula kepingan ingatan masa lalu orang-orang Betawi. ”Nah, ini gambar demenan,”
ujar Ernawati. Perempuan Betawi itu menggelar batik merah cerah dengan gambar dua sejoli. ”Zaman dulu, anak-anak
Betawi bilang pacaran itu demenan, he-he-he,” ujar Ernawati.

Ada pula motif seperti nglajo atau merantau dari kampung ke kampung mencari padi, nandur, musik betawi Tanjidor,
demprak (permainan anak), kawasan Setu Babakan, dan ngangon kebo. Dan, tentu saja corak seperti ondel-ondel,
pengantin betawi, Si Pitung, kembang kelapa, kue selendang mayang, dodol, hingga si garing kerak telor.

”Kami pilih corak khas yang menggambarkan Betawi dan Kota Jakarta. Desainer grafis menerjemahkan konsep kami ke
dalam bentuk gambar untuk dibuat pola,” kata Ernawati. Corak juga diabadikan ke dalam bentuk cap besi. Puluhan cap
batik Betawi terpajang di dinding bengkel kerja.

Pembuatan batik betawi serupa dengan batik lain. Corak dijiplak ke atas kain. Pembatik kemudian ”menembok” alias
memagari gambar dengan lelehan lilin batik alias malam yang dialirkan melalui canting. Malam akan menghalangi zat
pewarna masuk ke kain nantinya. Ada pula motif yang dibuat dengan cap walaupun pengisian detail biasanya dibantu
canting.

Setelah itu, kain dicelupkan ke pewarna. Saat kain berwarna itu dicuci dengan air panas, malam akan luruh dan menyisakan
corak. Jika menginginkan batik lebih dari dua warna, sebagian corak bakal dilapisi malam kembali dan diwarnai berbeda.

Ernawati memulai Seraci Batik Betawi sekitar tiga tahun lalu. Ketertarikan terhadap batik berawal ketika Ernawati
menempuh pendidikan SMA dan kursus mode di Semarang, ikut tantenya yang menikah dengan pria asal Semarang. Di
kota itu, Ernawati belajar membatik. Bahkan, ia pernah menjadi juara satu mencanting se-Semarang pada tahun 2007.
Setelah selesai menuntaskan pendidikan, dia kembali ke Kampung Kebon. ”Terpikir membatik dengan motif khas Betawi,
apalagi saya orang Betawi,” ujar Ernawati.
KOMPAS/INDIRA PERMANASARIUsaha batik betawi Terogong didirikan Siti Laela dan keluarganya setahun lalu. Batik Betawi menggunakan teknik serupa dengan
batik lainnya yang menggambar menggunakan canting untuk mengalirkan lilin batik (malam) . Keunikan batik betawi pada motifnya yang menampilkan ikon-ikon
khas betawi.

Dia lalu mengumpulkan tetangga untuk diajari membatik. Ernawati membuka usaha batiknya dengan modal Rp 50 juta.
”Sekarang omzetnya sebulan Rp 50 juta dan ada 11 orang bekerja di sini. Sudah balik modal, tetapi uangnya muter terus.”

Dalam sehari, Seraci memproduksi 20 lembar batik cap. Untuk batik tulis, pembuatannya memakan waktu lebih lama. Batik
tulis empat warna, misalnya, butuh satu bulanan. Harga batik terentang dari Rp 120.000 hingga Rp 700.000 per helai.

Pemesan batik Seraci mulai dari pemerintah daerah, hotel, sekolah-sekolah, sampai berbagai tim delegasi yang ke luar
negeri. ”Pemda Bekasi pesan 400 potong batik untuk seragam dinas tahun lalu. Instansi di Jakarta Utara, Pusat, dan
Selatan juga pernah pesan,” ujarnya.

Tak ada macet

Batik betawi tak berhenti di Kampung Kebon Kelapa. Di bawah naungan Keluarga Batik Betawi, Ernawati menularkan jurus
batik betawi.

Siti Laela (40) yang biasa dipanggil Mpok Laela dan tiga saudara perempuannya pun ikut terpikat membatik. Di rumah
keluarga Laela yang terjepit di antara apartemen di kawasan Terogong, Jakarta Selatan, batik-batik betawi yang baru
diwarnai berkibar-kibar di tali jemuran.

Setelah tiga bulan berguru membatik dengan Ernawati, Laela dan keluarganya sepakat mengumpulkan modal untuk
memproduksi batik betawi setahun lalu. Sebagai Betawi kelahiran Terogong, mereka memilih mengembangkan motif
kenangan masa kecil.

”Ini motif mengkudu. Waktu Jakarta masih banyak kebon, sekitar rumah kami juga kebun semua. Di daerah Terogong ini
banyak pohon mengkudu,” kata Laela sambil menunjukkan batik bergambar buah berkhasiat itu. Laela ingin orang-orang
yang lama tidak melihat mengkudu kembali ingat. Di lemari kaca Laela juga bertumpuk batik lain bermotif Gedung DPR,
patung Pancoran, mobil kuno, dan sepeda onthel.
Laela ingin membangkitkan kenangan indah soal Jakarta. ”Kalau gambarnya Jakarta macet, kan, tidak ada indah-indahnya.
Kalau lihat batik cakep begini jadi lain kenangannya, ha-ha-ha. Orang juga jadi kenal Betawi,” ujar Laela, yang juga seorang
guru di SMK.

Pejabat di kelurahan dan kecamatan sekitar tempat tinggal Laela pernah memesan batik kepadanya. Laela juga menitipkan
batik produksinya yang dinamai Batik Terogong ke pusat perbelanjaan.

Di Gandaria, Jakarta Selatan, Nur Yaom Rachmat (48), memilih corak pohon Gandaria. ”Waktu kecil, di dekat rumah saya
banyak pohon gandaria. Sekarang, mah, sudah jadi kompleks townhouse mewah,” ujar Nur, yang nenek buyutnya asli dari
Gandaria. Jadilah pohon gandaria tertumpah di batik.

Nur baru membatik setahun. Semula Nur yang membuka kios masakan betawi di kantin kantor itu lebih akrab dengan
centong. Sekarang, dia pandai memainkan canting.

Sejak dulu hadir

Batik sebetulnya sempat menjadi bagian sejarah keluarga Nur dan Laela. Ibu Nur Yaom, H Kholifah (92), masih ingat saat
remaja membatik guna menambah penghasilan.

”Dulu, pusatnya batik di Palmerah, Kebayoran, Petogogan, dan Senayan,” ujarnya. Dia mengambil kain dari juragan batik
yang pada umumnya orang-orang Tionghoa. Kain itu sudah dicap dengan malam. Kholifah tinggal mengisi detail seperti
titik-titik (isenan) dan membuat sulur-sulur.

KOMPAS/INDIRA PERMANASARINur Yaom Rachmat (48) belajar membatik dan mendirikan Gandaria Batik Betawi.

”Kita ambil 15 kain batik dan setelah rapih ngebatik, dianterin lagi ke tempat ngambilnya. Bayarannya cuma segobang atau
dua gobang (1 gobang sama dengan 5 sen). Waktu itu, beras yang paling bagus seliter 5 sen. Yang harganya 4,5 sen itu
udah patah dua berasnya,” ujarnya.

Pada masa lalu, orang-orang Betawi menjadikan batik sebagai bagian dari busana sehari-hari. Mereka mengenakan kebaya
berpadu kain batik dan kerudung. Dahulu, batik betawi banyak bercorak flora.
Keluarga Laela pun tak lepas dari membatik. ”Ibu dan encing-encing saya dulu membatik walau sebatas jadi kuli saja, ambil
pekerjaan dari orang,” ujar Laela.

Kini, batik betawi hadir dalam wujud berbeda dan kali ini orang-orang betawi menjadi tuannya. Seperti sudah kodrat, orang-
orang Betawi tak henti menyerap jiwa lingkungan. Tugu Monas dan Jalan Layang Semanggi pun bisa dinikmati lewat
selembar kain. (Indira Permanasari)
JAKARTA. Pendirian kampung batik tulis Betawi di Jalan Terogong III, Cilandak, Jakarta Selatan baru dirintis sejak tahun
lalu. Di usianya yang seumur jagung, masih banyak masalah yang dihadapi para perajin batik di kampung ini.

Siti Laela, salah satu perajin batik betawi di Terogong bilang, saat ini mereka masih terkendala pemasaran. “Pemasaran
masih bersifat mulut ke mulut. Jadi masih sangat tradisional,” ujarnya.

Namun demikian, sudah ada beberapa perajin di kampung ini yang menitipkan hasil karyanya ke galeri UMKM di Mal
Cilandak Town Square. Penitipan di mal ini menggunakan sistem konsinyasi alias bagi hasil. Pihak UMKM Galeria akan
mendapat 37% dari harga jual ke konsumen.

Menurut Laela, sudah ada upaya dari beberapa pihak untuk membantu mempopulerkan batik Betawi ini. Seperti dilakukan
mantan finalis Abang-None Jakarta tahun 1989, yaitu Kassandra Putranto. Ia kerap kali menggunakan batik Terogong ke
berbagai acara. Kassandra sendiri kini dikenal sebagai psikolog klinis dan forensik yang cukup populer di Jakarta.

“Ibu Kassandra juga punya jargon tinggal di Betawi kudu pake batik Betawi. Jargon itu yang saya gunakan sampai sekarang
atas izin Ibu Kassandra,” ujar Laela. Dukungan Kassandra ini lumayan membantu mempopulerkan batik Betawi.

Sayangnya, selama era Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), Kampung Batik Betawi Terogong belum mendapat
bantuan intensif apapun. Kata Laela, Jokowi sempat bertemu dengan para perajin Kampung Batik Betawi Terogong saat
mereka mengikuti sejumlah kegiatan bazar di Jakarta. Kala itu Jokowi merespon baik kehadiran batik Betawi dari para
perajin di Terogong.

Sebenarnya, kata Laela, pihaknya tidak mengharapkan bantuan apapun. "Yang kami harapkan agar ada kebijakan baru dari
Pemprov Jakarta sebagai bentuk pelestarian batik betawi," ujarnya.

Kebijakan itu bisa berupa kewajiban bagi para pegawai Pemprov untuk memakai batik Betawi. Lebih bagus lagi kalau yang
diwajibkan adalah batik tulis atau batik cap, bukan batik printing. "Karena batik tulis atau batik cap berarti murni membantu
para perajin batik Betawi skala kecil,” tambah ibu dari tiga anak ini.

Aap Hafizoh, perajin lainnya di Kampung Batik Betawi Terogong bilang, sebetulnya batik Betawi cukup diminati warga
Jakarta. Apalagi, motif ondel-ondel sangat dicari orang karena identik dengan Jakarta.

Aap bilang, motif ondel-ondel bisa mendominasi 75% dari seluruh total penjualan. Namun, ia tetap menilai perlu bartuan dari
berbagai pihak agar batik Betawi bisa kembali populer.

Menurut Aap, batik betawi sempat berjaya di era 1960 hingga 1970. Saat itu, relatif gampang mendapatkan batik betawi di
beberapa titik di Jakarta.

Laela menambahkan, pada era itu batik Betawi gampang ditemukan di sejumlah lokasi. "Dulu di kawasan Palmerah, Tanah
Abang, Senayan dan Karet Tengsin masih bisa kita temui batik khas Betawi,” ujarnya. (Bersambung)

JAKARTA. Warga asli Betawi memiliki kekayaan tradisional laksana suku-suku lain di negeri ini. Sayang, sebagian mulai
tergerus zaman. Salah satunya, tradisi kain batik Betawi. Inilah yang mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merintis
sebuah kampung batik tulis Betawi.

Lokasinya di Jalan Terogong III, Cilandak, Jakarta Selatan. Ada sekitar 11 perajin yang tergabung dalam satu paguyuban.

Ketika KONTAN menyambangi lokasi tersebut, Rabu (23/10), para perajin terlihat menggoreskan malam di atas kain
berpola. Memang, seluruh kegiatan produksi dilakukan di sebuah rumah yang dilengkapi gazebo besar.

Salah seorang perajin sekaligus Ketua Paguyuban Siti Laela bercerita, kampung batik ini dirintis sejak tahun lalu.
Tujuannya, melestarikan sekaligus membangkitkan kembali kejayaan batik khas Betawi. "Pemprov DKI Jakarta ingin
menjadikan kampung ini layaknya sentra batik Trusmi di Cirebon," tuturnya.

Sejatinya, para perajin yang ada sekarang tidak punya kemampuan membatik. Keahlian yang mereka punya saat ini adalah
hasil pelatihan dari pembatik yang dikirim Pemprov DKI ke kampung tersebut.

Kini, para perajin yang merupakan ibu-ibu penghuni Jalan Terogong sudah pandai membatik. Corak yang mereka hasilkan
khas Betawi seperti ondel-ondel, monas, daun mengkudu, penari betawi, dan bundaran HI.

Pemilihan perajin tidak sembarangan. Salah satu syarat yang ditetapkan Pemprov, calon perajin benar-benar memiliki
silsilah darah Betawi. "Tujuannya supaya batik ini bisa dilestarikan oleh warga Betawi langsung,” kata Laela.

Awalnya, peminat sangat banyak. Namun, seiring waktu, yang bertahan hanya 11 orang. Maklum, dibutuhkan kesabaran
dan ketekunan berlatih sampai bisa membatik. Kini, semua kegiatan membatik dan pemasaran dilakukan di bawah bendera
Paguyuban Kampung Batik Betawi Terogong.
Setiap hari, kegiatan di rumah produksi yang berlokasi di Jalan Terogong ini dimulai pukul 10 pagi hingga pukul 4 sore.

Perajin lain Aap Hafizoh menyambut baik paguyuban ini. Menurutnya, ini adalah cara yang bagus untuk melestarikan tradisi
Betawi, sekaligus memberdayakan warga Terogong III yang rata-rata dari kelas ekonomi menengah bawah. “Suami dari
para ibu-ibu di sini ada yang bekerja sebagai tukang ojek dan semacamnya, jadi dengan menjadi perajin bisa membantu
perekonomian keluarga mereka,” kata Aap.

Rata-rata setiap perajin mampu menghasilkan empat lembar kain batik tulis. Artinya, dalam sebulan, Kampung Batik Betawi
ini bisa menghasilkan sekitar 170 lembar batik.

Satu lembar batik ukuran 115 x 210 centimeter (cm) dibanderol mulai Rp 120.000 hingga Rp 300.000. Tak hanya dijual
dalam bentuk lembaran, sejak bulan lalu, para perajin berinovasi membuat batik siap pakai dalam bentuk kemeja.

Dalam sebulan, paguyuban ini bisa mengumpulkan omzet sekitar Rp 30 juta. Nah, para perajin mendapat bagian sekitar
13% dari setiap lembar batik yang terjual. "Jadi, kalau batik yang mereka buat terjual seharga Rp 300.000, perajin dapat Rp
40.000," jelas Laela. (Bersambung)

Reporter Noor Muhammad Falih


Editor Dupla KS

KAMPUNG BATIK BETAWI DI JALAN TERO

Anda mungkin juga menyukai