Anda di halaman 1dari 118

SKRIPSI

HUBUNGAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS HEMOGLOBIN

PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN GOWA TAHUN 2013

A.ST.BULKIS
K211 09 288

Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan


Gelar Sarjana Gizi

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
RINGKASAN

Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Ilmu Gizi
A.St.Bulkis
Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Hemoglobin pada Ibu Hamil di
Kabupaten Gowa Tahun 2013
(xi + 90 halaman + 10 tabel + 5 lampiran)

Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia
gizi, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh
dunia. Sekitar 50% dari seluruh jenis anemia diperkirakan akibat dari defisiensi
besi. Pola konsumsi telah diketahui sebagai salah satu faktor risiko dari masalah
gizi pada ibu hamil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola
konsumsi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun
2013.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey analitik dengan
rancangan cross sectional study. Pengambilan sampel dilakukan secara random
sampling dengan jumlah sampel 65 responden ibu hamil. Pengumpulan data
dilakukan dengan pengambilan data primer dan sekunder. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan uji chi-square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara asupan vitamin C (p = 0,01) frekuensi konsumsi sumber zat besi nonhem
(p = 0,04), frekuensi konsumsi sumber pelancar zat besi (p = 0,03) dan frekuensi
konsumsi penghambat zat besi (p =0,03) dengan status hemoglobin ibu hamil.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
asupan protein (p = 0,64), asupan Fe (p = 0,25), dan frekuensi konsumsi sumber
zat besi heme (p = 0,34) dengan status hemoglobin ibu hamil
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara asupan vitamin
C, frekuensi konsumsi sumber zat besi nonhem, pelancar absorpsi zat besi, dan
frekuensi konsumsi penghambat absorpsi zat besi dengan status hemoglobin ibu
hamil. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein, asupan zat besi,
dan frekuensi konsumsi zat besi heme dengan status hemoglobin ibu hamil.
Disarankan pada ibu hamil sebaiknya memperhatikan kombinasi makanan
sehari-hari agar dapat memenuhi kebutuhannya selama kehamilan yang seperti
campuran sumber besi yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, dan
sumber gizi yang lain yang dapat membantu absorpsi. Selain itu bahan
makanan yang dapat menghambat absorpsi besi juga diperhatikan. Dengan
demikian resiko anemia defisiensi zat besi bisa dihindari

Daftar Pustaka : 61 (1992 – 2012)


Kata Kunci : Status Hemoglobin, Pola Konsumsi, Ibu Hamil
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT semata, Rabb semesta

alam yang telah melimpahkan Rahmat dan nikmat-Nya , serta kemudahan dan

kekuatan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ayat-

ayatMu sungguh menenangkan dan menjawab semua pertanyaan hati. Semoga

saya tetap berada di jalanMu dan terus menjadi lebih baik. Sholawat serta salam

selalu tercurah kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad SAW, beserta

para keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah dalam

sunnahnya hingga akhir zaman.

Skripsi yang berjudul “Hubungan Pola Konsumsi dengan Status

Hemoglobin pada Ibu Hamil di Kabupaten Gowa Tahun 2013” merupakan

salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Ilmu Gizi.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak

akan dapat selesai tanpa bantuan moral maupun materil dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan yang

setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. H. M. Alimin Maidin , MPH, selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan, dan seluruh staf

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.


2. Ibu DR. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes selaku Ketua Prodi Ilmu Gizi

FKM UNHAS, sekaligus pembimbing I dan penasehat akademik saya yang

telah banyak meluangkan waktunya yang berharga dalam memberikan

pengarahan, bimbingan, petunjuk, motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Abdul Salam, SKM, M.Kes selaku pembimbing II beserta istri Kak

Diah Dwi Pratiwi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan,

bimbingan, bantuan, dan motivasi yang membangun kepada penulis hingga

skripsi ini terselesaikan dengan baik.

4. Ibu Rahayu Indriasari, SKM., MScPH., PhD, Ibu dr.Devinta Virani dan

Bapak Dian Sidik, SKM, MKM, yang telah berkenan menjadi dosen penguji.

Terima kasih banyak atas masukan dan arahan yang telah diberikan kepada

penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh dosen pengajar dan staf Program Studi Ilmu Gizi, penulis

mengucapkan terima kasih atas bimbingan, motivasi, bantuan dan layanan

yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan. Special for

kak Yessy, Jazakillah khairan katsiran atas bimbingan, motivasi, dan

bantuannya selama ini. Semoga Allah membalas kebaikan anda.

6. Bapak Dr. Anang S. Otoluwa selaku koordinator penelitian ekstrak daun kelor

yang telah mengizinkan penulis ikut dalam penelitian ini. Kepada seluruh tim

ektrak daun kelor, Kak ikha, kak icha, kak uppi, kak uppik, kak Andi, kak Iman

terima kasih atas bimbingan, perhatian dan bantuannya selama penelitian.


7. Terima kasih yang tiada tara kepada kedua orang tua ku tercinta, Ayahanda

Alm A.Alimuddin dan Ibunda Hj.Mardawiah yang selalu mendoakan tiada

henti dalam setiap sujudnya dan semangatnya memotivasi untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang tak terhingga atas doa, semangat,

kasih sayang, pengorbanan, dan ketulusannya dalam mendampingi penulis.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada

keduanya. Love you my dad and my mom, you are my everything. Saudara-

saudariku yang saya sayangi A.Zakiyah , A.Alhamid, A.Khaeriati, terima

kasih atas semangat dan segala dukungan yang telah diberikan kepada adikmu

ini. Serta seluruh keluarga besar yang selalu mendo’akan dan mendukung

penulis.

8. Teman - teman seperjuangan penelitian, Nirwana Laba, Erma Syarifuddin,

Dwi Oktania, Christin, Anggreani, Sri Wahyuni yang sungguh telah sangat

berjuang menempuh medan yang sulit, menjalani panjangnya proses penelitian

yang melelahkan dan mengharukan. Finally we did it guys.

9. Sahabat-sahabat terbaikku: Harna, Tami, Bahdar, Fauziah, Mute, Wiwi, terima

kasih atas segala pengertian, dukungan, kebersamaan dan bantuan yang telah

diberikan selama ini. My Best Friends Forever. Sangat bersyukur Allah telah

menganugrahkan teman sebaik kalian.

10. Kakak- kakak senior terbaik sepanjang masa, Kak Ansar, Kak Bohari, Kak

Nana, Kak Danti, Kak Asiah, Ka Eka, Kak Mutia,Kak Cuppi, Kak Arul, Kak

Vhy, Kak Adhe,Kak Tini, kk Tubel 2010 dan 2011 yang senantiasa

memberikan saran, motivasi, bimbingan kepada penulis dalam penyusunan


skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan, Insya Allah akan selalu

bermanfaat. Jazakumullah Khairan Katsiran.

11. Teman-teman KKN-PK Desa Bontoa, Ayu, Muli, Lya, Hanan, Nadia, Adhyat,

Alvin dan Kak Qudus. Terima kasih atas kerja samanya yang solid selama

KKN berlangsung. Unforgettable moment.

12. Saudari-saudari dalam “lingkaran kecil Ilahi”, Kak Rahma, Arini, Miladiah,

Vivi yang selalu memberikan keceriaan, doa, senyuman, dan kekuatan dalam

bingkai ukhuwah. Ana ukhibukki fillah. Jazakumullah khairan katsiran atas

begitu banyak hal berharga.

13. Last but not least, teman-teman angkatan GALETER 09, AGO9O, terutama

teman-teman senasib sepenanggungan “Gizi B” terima kasih banyak atas

kebersamaan yang senantiasa terjalin begitu indah. Apa yang terjadi selama

perkuliahan akan selalu menjadi pengalaman yang dikenang. Keep fighting till

the end guys, semangat menaklukan S.Gz.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik

dan saran dari para pembaca demi kemajuan penulis di masa yang mendatang.

Semoga skripsi ini bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan dapat memberikan

manfaat kepada kita semua. Semoga apa yang telah diberikan kepada penulis, baik

dalam bentuk doa, dukungan, motivasi, dan tenaga atau apapun bentuknya semoga

Allah membalas kebaikan ini. Aamiin Ya Robb.

Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Makassar, April 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
RINGKASAN ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 7
A. Tinjauan Umum Hemoglobin ....................................................... 7
1. Pengertian Hemoglobin............................................................ 7
2. Fungsi Hemoglobin ................................................................. 7
3. Batas Normal Terendah Nilai Hemoglobin .............................. 7
B. Tinjauan Umum Anemia Kehamilan ............................................ 8
1. Pengertian Anemia .................................................................. 8
2. Etiologi Anemia ................................................................ ..... 10
3. Klasifikasi Anemia .................................................................. 12
4. Patofisiologi Anemia Pada Ibu Hamil ................................... 15
5. Gejala Anemia Pada Ibu Hamil............................................... 16
6. Diagnosis Anemia Pada Ibu Hamil ......................................... 17
7. Faktor Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil .............................. 18
8. Dampak Anemia Pada Ibu Hamil ........................................... 21
9. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia ............................ . 22
C. Tinjauan Umum Pola Konsumsi ................................................. . . 23
D. Tinjauan Umum Zat Besi .............................................................. 29
1. Pengertian Zat Besi ................................................................. 29
2. Fungsi Zat Besi ...................................................................... 29
3. Metabolisme Zat Besi ............................................................. 31
4. Absorpsi Zat Besi ................................................................... 33
5. Faktor-Faktor Penyerapan Zat Besi ......................................... 33
6. Kebutuhan Zat Besi Ibu Hamil ................................................ 36
7. Sumber Zat Besi ...................................................................... 37
E. Kerangka Teori.............................................................................. 39
F. Kerangka Konsep .......................................................................... 40
G. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................... 41
H. Hipotesis Penelitian....................................................................... 42
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 45
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 45
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 45
C. Populasi dan Sampel ..................................................................... 46
D. Instrumen Penelitian...................................................................... 47
E. Pengumpulan Data ........................................................................ 47
F. Pengolahan dan Penyajian Data .................................................... 48
G. Analisis Data ................................................................................. 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ ` 52
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 52
1. Gambaran Lokasi Penelitian ................................................... 51
2. Analisis Univariat.................................................................... 53
a. Karakteristik Responden ................................................... 53
b. Status Hemoglobin ............................................................ 55
c. Asupan Zat Gizi Responden .............................................. 55
d. Frekuensi Konsumsi Responden ...................................... 56
3. Analisis Bivariat ...................................................................... 63
a. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Hb ........... .... 63
b. Hubungan Frekuensi Konsumsi Sumber Bahan Makanan
dengan Status Hb ............................................................ 64
B. Pembahasan ................................................................................... 65
1. Karakteristik Responden ........................................................ 65
2. Status Hemoglobin pada Ibu Hamil ....................................... 67
3. Pola Konsumsi......................................................................... 69
a. Hubungan Asupan Protein dengan Status Hb ................... 69
b. Hubungan Asupan Fe dengan Status Hb ........................... 71
c. Hubungan Asupan Vitamin C dengan Status Hb .............. 73
d. Hubungan Frekuensi Konsumsi Sumber Zat Besi Hem
Dengan Status Hb Ibu Hamil ............................................. 74
e. Hubungan Frekuensi Konsumsi Sumber Zat Besi Nonhem
dengan Status Hb Ibu Hamil .............................................. 75
f. Hubungan Frekuensi Konsumsi Pelancar Zat Besi dengan
Status Hb Ibu Hamil ............................................................ 76
g. Hubungan Frekuensi Konsumsi Penghambat Zat Besi
dengan Status Hb Ibu Hamil................................................. 78
C. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 80
BAB V PENUTUP ................................................................................... 81
A. Kesimpulan ................................................................................... 81
B. Saran ............................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Kadar Normal Hb Pada Ibu Hamil 8

2.2 Nilai Cut Off Point Kategori Anemia 9

2.3 Kandungan Besi Beberapa Bahan Makanan 38

4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Ibu Hamil Di 54


Kabupaten Gowa Tahun 2013

4.2 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Status Hb Di Kabupaten 55


Gowa Tahun 2013

4.3 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Asupan Zat Gizi Di 56


Kabupaten Gowa Tahun 2013

4.4 Distribusi Frekuensi Konsumsi Ibu Hamil Berdasarkan Jenis 57


Bahan Makanan Sumber Zat besi Hem Di Kabupaten Gowa
Tahun 2013

4.5 Distribusi Frekuensi Konsumsi Ibu Hamil Berdasarkan Jenis 58


Bahan Makanan Sumber Zat besi Nonheme Di Kabupaten
Gowa Tahun 2013

4.6 Distribusi Frekuensi Konsumsi Ibu Hamil Berdasarkan Jenis 60


Bahan Makanan Pelancar Fe Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

Distribusi Frekuensi Konsumsi Ibu Hamil Berdasarkan Jenis


4.7 Bahan Makanan Penghambat Fe Di Kabupaten Gowa Tahun 61
2013

4.8 Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Sumber 62


Bahan Makanan Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

4.9 Hubungan Asupan Protein dengan Status Hemoglobin Ibu 63


Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

4.10 Hubungan Frekuensi Konsumsi Zat Besi Hem dengan Status 64


Hb Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

4.11
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Sintesa Penelitian Terkait

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Kuesioner Food Frekuensi Semikuantitatif

Lampiran 3 Master Tabel Penelitian

Lampiran 4 Hasil Analisis Penelitian

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Ektrak Daun Kelor


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesejahteraan dan derajat gizi masyarakat dapat diukur melalui status gizi

terutama pada status gizi anak, balita,dan ibu hamil (Depkes RI, 2003). Ibu hamil

merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan gizi, karena terjadi

peningkatan kebutuhan gizi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang

dikandung. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap

terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan yang

kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (Ojofeitimi EO et al.,

2008).

Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia

gizi, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh

dunia (Soekirman, 2000). World Health Organization (2000) melaporkan bahwa

terdapat 52% ibu hamil mengalami anemia di negara berkembang. Di Indonesia

(Susenas dan Survei Depkes-Unicef) dilaporkan bahwa dari sekitar 4 juta ibu

hamil, separuhnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya mengalami

kekurangan energi kronis (Samhadi, 2008).

Diketahui bahwa 10% - 20% ibu hamil di dunia menderita anemia pada

kehamilannya. Di dunia 34 % terjadi anemia pada ibu hamil dimana 75 % berada

di negara sedang berkembang (Shafa, 2010). Prevalensi anemia pada ibu hamil di
negara berkembang 43 % dan 12 % pada wanita hamil di daerah kaya atau negara

maju (Allen L.H, 1996)

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2007), prevalensi anemia gizi ibu

hamil di Indonesia sebesar 33,8%, sedangkan anemia di Sulawesi Selatan 46,7%.

Ibu hamil yang mengalami anemia memiliki risiko kematian hingga 3,6 kali lebih

besar dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami anemia. Anemia juga

memiliki kontribusi yang tinggi terhadap kematian di Indonesia dengan persentase

mencapai 50-70% (Hadi, 2004) .

Di Provinsi Sulawesi Selatan, prevalensi anemia ibu hamil pada tahun

2004 (62,42%), tahun 2005 (65,31%), tahun 2006 (53,68%, tahun 2007 (66,4%)

dan pada tahun 2008 adalah 63,38% yaitu lebih tinggi dari angka nasional dan

standar WHO (>40%) (Profil Sulsel, 2008).

Laporan USAID’s, A2Z, Micronutrient and Child Blindness Project,

ACCESS Program, and Food and Nutrition Technical Assistance (2006)

menunjukkan bahwa sekitar 50% dari seluruh jenis anemia diperkirakan akibat

dari defisiensi besi. Selain itu, defisiensi mikronutrient (vitamin A, B6, B12,

riboflavin dan asam folat) dan faktor kelainan keturunan seperti thalasemia dan

sickle cell disease juga telah diketahui menjadi penyebab anemia (Soekirman,

2000). Hal ini telah dibuktikan di Thailand bahwa penyebab utama anemia pada

ibu hamil adalah karena defisiensi besi (43,1%) (Sukrat and Sirichotiyakul, 2006).

Terdapat korelasi yang erat antara anemia pada saat kehamilan dengan

kematian janin, abortus, cacat bawaan, berat bayi lahir rendah, cadangan zat besi

yang berkurang pada anak atau anak lahir dalam keadaan anemia gizi. Kondisi ini
menyebabkan angka kematian perinatal masih tinggi, demikian pula dengan

mortalitas dan morbiditas pada ibu. Selain itu, dapat mengakibatkan perdarahan

pada saat persalinan yang merupakan penyebab utama (28%) kematian ibu

hamil/bersalin di Indonesia (Depkes RI, 2001).

Penyebab utama anemia defisiensi zat besi khususnya di negara

berkembang adalah akibat konsumsi gizi yang tidak memadai. Banyak orang

bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absorpsi zat besi yang

buruk dan terdapat beberapa zat dalam makanan tersebut yang mempengaruhi

absorpsi besi (Fadlilah, 2009).

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi.

Secara umum faktor penyebab tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor

pangan dan non pangan. Faktor pangan adalah rendahnya masukan zat besi yang

berasal dari makanan, serta rendahnya tingkat penyerapan zat besi dari makanan.

Rendahnya tingkat penyerapan zat besi disebabkan oleh komposisi menu makanan

masyarakat yang lebih banyak mengandung faktor - faktor yang dapat

menghambat penyerapan zat besi (inhibitor factors) seperti serat, fitat, maupun

tanin. Sedangkan faktor - faktor yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi

(enhancer factors) seperti vitamin C dan protein hewani hanya sedikit proporsinya

di dalam menu sehari - hari. Sedangkan faktor non pangan yang menjadi

penyebab anemia defisiensi besi diantaranya karena penyakit yang disebabkan

parasit (malaria dan kecacingan) serta pendarahan (Fadlilah, 2009).


Hasil penelitian Eko, dkk (2012) menunjukkan rata- rata (63%) ibu hamil

trisemester III mengalami anemia, pola makan ibu hamil trisemester III rata-rata

(65%) tidak sehat.

Hasil yang sama juga didapatkan dari hasil penelitian Fatimah, dkk (2011)

di Kabupaten Maros ditemukan anemia gizi sebesar 79,4 % dengan jumlah asupan

protein, vitamin C, vitamin B6, zat besi dan zink juga dibawah AKG.

Data yang diperoleh dari Profil Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi

Selatan (2008) tercatat ibu hamil yg anemia dengan Hb < 8 gram% sekitar 1669

orang. Data rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syech Yusuf

Kabupaten Gowa tahun 2010 menunjukkan jumlah ibu hamil yang memeriksakan

kehamilannya selama tahun 2010 sebanyak 815 ibu hamil, dengan jumlah kasus

anemia tahun 2008 sebanyak 262 ibu hamil, meningkat tahun 2009 sebanyak 351

ibu hamil dan tahun 2010 menjadi 373 ibu hamil (Yuni, 2011).

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan masih banyak penderita

anemia dan rendahnya asupan zat gizi ibu hamil sehingga mendorong penulis

untuk mengetahui bagaimana Hubungan Pola Konsumsi dengan Status

Hemoglobin pada Ibu Hamil di Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo

Selatan Kabupaten Gowa Tahun 2013. Penelitian ini merupakan bagian dari

penelitian besar yang dilakukan oleh Dr. Anang S. Otoluwa tentang Pengaruh

Pemberian Tepung Daun Kelor Kepada Ibu Hamil Terhadap Status Gizi,

Kerusakan DNA Ibu, dan Berat Lahir Bayi.


B. Perumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah

bagaimana hubungan Pola Konsumsi Zat Besi dengan Status Hemoglobin pada

Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pola Konsumsi dengan

Status Hemoglobin pada Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui gambaran status hemoglobin pada ibu hamil di

Kabupaten Gowa tahun 2013.

b. Untuk mengetahui hubungan asupan gizi (protein, vitamin C, dan zat besi)

dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013.

c. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan

sumber zat besi heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di

Kabupaten Gowa tahun 2013.

d. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan

sumber zat besi non heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di

Kabupaten Gowa tahun 2013.


e. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan

pelancar absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di

Kabupaten Gowa tahun 2013.

f. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan

penghambat absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di

di Kabupaten Gowa tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian.

1. Manfaat institusi

Sebagai masukan informasi bagi instansi kesehatan dalam mengambil

kebijakan di bidang kesehatan, khususnya masalah anemia pada ibu hamil

2. Manfaat ilmiah

Menambah khasanah ilmu pengetahuan serta dapat menjadi bahan bacaan

atau sumber informasi bagi penelitian selanjutnya.

3. Manfaat peneliti

Merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan pengetahuan

peneliti tentang anemia dalam kehamilan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Hemoglobin

1. Pengertian Hemoglobin

Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital. Hemoglobin baru

akan mengalami penurunan apabila cadangan zat besi dalam sumsum

tulang menurun. Adapun definisi kadar hemoglobin adalah angka yang

menunjukan kandungan Hb seseorang yang ditentukan dengan metode

cyanmethemoglobin, 13 gram persen laki-laki dan 12 gram persen wanita

(Demaeyer, 1993).

2. Fungsi Hemoglobin

Fungsi sel darah merah adalah mengangkut O2 dan mengembalikan

CO2 dari jaringan ke paru-paru, untuk mencapai pertukaran gas ini, sel

darah merah mengandung protein khusus yaitu Hemoglobin. Sel darah

merah sistematik mengangkut O2 ke jaringan dan kembali ke vena dengan

CO2 ke paru-paru. Ketika molekul hemoglobin mendorong satu sama lain.

Saat O2 dilepas, rantai-rantai terpisah memudahkan metabolisme 2,3

disosfogli serat, yang mengakibatkan merendahnya aktivitas molekul

untuk O2 (Demaeyer, 1993).

3. Batas Normal Terendah Nilai Hemoglobin

Batasan kadar Hb untuk menentukan seseorang menderita anemia

atau tidak bagi orang dewasa berbeda dengan anak-anak dan juga berbeda
bagi wanita hamil dan tidak hamil, karena itu WHO telah menetapkan

batasan nilai kadar Hb yang diajurkan untuk digunakan sebagai standar

internasional:

a. Anak pra sekolah : 11 gr/dl

b. Anak sekolah : 12 gr/dl

c. Laki-laki dewasa : 13 gr/dl

d. Wanita dewasa : 12 gr/dl

e. Wanita hamil : 11 gr/dl (Depkes RI, 2001)

Tabel 2.1 Kadar Normal Hb Pada Ibu Hamil


Anemia Hb (gr/100ml)
Batas Normal 11
Ringan 10
Sedang 7-10
Berat <7

Sumber : De Meyer, Dalam terjemahan Arisman,M.B, 1993

B. Tinjauan Umum Tentang Anemia Ibu Hamil

1. Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar hemoglobin dalam

darah di bawah normal. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya zat gizi

untuk pembentukan darah, seperti kekurangan zat besi, asam folat ataupun

vitamin B12. Anemia yang paling sering terjadi terutama pada ibu hamil

adalah anemia karena kekurangan zat besi (Fe), sehingga lebih dikenal

dengan istilah Anemia Gizi Besi (AGB). Anemia defisiensi besi

merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama

kehamilan (Sulistyoningsih, 2011). Anemia pada kehamilan adalah


anemia karena kekurangan zat besi, jenis anemia yang pengobatannya

relatif mudah, bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah

nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi

masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya

manusia.

Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb)

atau hematokrit nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh

rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit dan Hb), meningkatnya

kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan darah yang berlebihan.

Defisiensi Fe berperan besar dalam kejadian anemia, namun defisensi zat

gizi lainnya, kondisi gizi dan kelainan genetic (herediter) juga memegang

peranan penting pada kejadian anemia (Suheimi, 2007).

Adapun Nilai ambang batas (cut off point) penentuan status anemia

menurut WHO dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 2.2 Nilai Cut Off Point Kategori Anemia


Wanita Kelompok Umur Nilai (gr/dL)
Anak Usia 6 bulan – 5 tahun 11,0
Anak Usia 5 – 11 tahun 11,5
Anak Usia 12 – 13 tahun 12,0
Wanita dewasa 12,0
Wanita hamil 11,0
Laki – laki dewasa 13,0
Sumber : Indicators for assessing iron deficincy and startegis for its
prevention WHO/UNICEF, UNU, 2010)

Anemia juga diartikan kekurangan salah satu zat atau lebih zat gizi

yaitu zat besi, asam folat, vitamin B12, protein dan zat essensial lainnya.

Zat gizi yang paling berperan dan penyebab utama anemia adalah zat besi
(Fe). Itulah sebabnya anemia selalu diidentikkan dengan gizi besi

(Suheimi, 2007).

Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil

adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang

dari 11,0 g%. Sedangkan menurut Saifuddin, anemia dalam kehamilan

adalah kondisi ibu dengan hemoglobin di bawah 11,0 g% pada Trisemester

I dan III atau kadar <10,5 g% pada Trisemester II (Depkes RI, 2003).

Dalam kehamilan jumlah darah bertambah banyak

(hiperemia/hipervolumia) sehingga terjadi pengenceran darah karena

jumlah sel-sel darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma darah.

Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10

minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36

minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu

meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan

(Wiknjosastro, 2005).

2. Etiologi Anemia

Anemia umumnya disebabkan oleh pendarahan kronis. Gizi yang

buruk atau gangguan penyerapan nutrisi oleh usus dapat pula

menyebabkan seseorang mengalami kekurangan darah. Demikian juga

pada wanita hamil atau menyusui, jika asupan zat besi kurang, besar

kemungkinan akan terjadi anemia. Penyebab utama anemia pada wanita

adalah kurang memadainya asupan makanan sumber Fe, meningkatnya

kebutuhan Fe saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologi), kehilangan


banyak darah, anemia yang disebabkan oleh ketiga faktor itu terjadi secara

cepat saat cadangan Fe tidak mencukupi peningkatan kebutuhan Fe

(Supariasa N et al., 2002).

Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi

besi dan pendarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling

berinteraksi. Kebutuhan ibu selama kehamilan ialah 800 mg besi,

diantaranya 300 mg untuk janin dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit

ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg

besi/hari (Saifuddin, 2006).

Defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi pangan

hewani yang banyak mengandung besi (seperti daging, ayam, ikan, kerang,

susu, dan keju) yang mudah diserap oleh tubuh. Di samping itu dapat pula

disebabkan oleh rendahnya konsumsi makanan yang mendorong zat besi

seperti vitamin C dan protein serta adanya zat penghambat (inhibitor)

penyerapan besi seperti fitat, tanin, pektin (Himadi, 2012).

Secara umum, faktor utama penyebab anemia gizi adalah

(Wirakusuma, 1999):

a. Banyaknya kehilangan darah karena pendarahan, haid terlalu banyak,

gangguan pencernaan (keganasan dan infeksi cacing tambang,

kerusakan/kelainan lambung)

b. Rusaknya sel darah merah, seperti penyakit malaria dan thalasemia

yang merusak asam folat yang berada dalam sel darah merah
c. Kurangnya produksi sel darah merah karena kurang mengonsumsi

bahan makanan yang mengandung zat gizi terutama zat besi, asam

folat, vitamin B12, protein, vitamin C dan zat gizi penting lainnya.

3. Klasifikasi Anemia pada Ibu hamil

a. Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di

dunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur,

disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan

meningkatkan kebutuhan besi selama kehamilan (Price and Wilson L,

2006). Kebutuhan zat besi pada wanita juga meningkat saat hamil dan

melahirkan. Ketika hamil, seorang ibu tidak saja dituntut memenuhi

kebutuhan zat besi untuk dirinya, tetapi juga harus memenuhi

kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janinnya. Selain itu,

pendarahan saat melahirkan juga dapat menyebabkan seorang ibu

kehilangan lebih banyak zat besi. Karena alasan tersebut setiap ibu

hamil disarankan untuk mengonsumsi suplemen zat besi

(Muwakhidah, 2009).

Faktor lain yang menyebabkan wanita rentan mengalami

anemia adalah pola makan. Dengan alasan takut gemuk, terkadang

wanita melakukan diit secara membabi buta. Para wanita cenderung

makan dalam jumlah yang kurang dan tidak tahu mengunsumsi

daging. Tanpa disadari, diit yang belum tentu membuat berat badan
turun itu justru dapat menyebabkan kurangnya asupan zat besi dari

makanan

b. Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi

vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis

DNA disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti (Price and

Wilson L, 2006). Kekurangan vitamin B12 atau folat adalah penyebab

anemia jenis ini. Anemia defisiensi B12 (anemia permisiosa) adalah

anemia yang terjadi karena tubuh kekurangan vitamin B12, sedangkan

tubuh memerlukannya untuk membuat sel darah merah dan menjaga

sistem saraf bekerja normal. Hal ini biasa didaptkan pada orang yang

tubuhnya tidak dapat menyerap vitamin B12 karena gangguan usus

atau sistem kekebalan tubuh atau makan makanan yang kurang B12.

Vitamin B12 terdapat pada makanan yang berasal dari

binatang. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan rasa kebas di

tungkai dan kaki, gangguan berjalan, mudah lupa dan gangguan

penglihatan. Terapi sesuai penyebabnya Folat atau asam folat juga

diperlukan dalam pembentukan sel darah merah, jika terjadi anemia

jenis ini timbul saat kita tidak mengonsumsi folat dalam usus. Anemia

ini juga dapat terjadi pada kehamilan trisemester ketiga disaat tubuh

ibu memerlukan banyak folat. Folat ditemukan pada makanan seperti

sayuran berdaun hijau, buah-buahan, kacang-kacangan dan biji-bijian.

Folat juga terdapat pada roti, pasta, dan sereal yang difortifikasi.
c. Anemia karena penyakit darah yang diturunkan (Sel Sabit)

Penyakit sel sabit merupakan gangguan genetik yaitu individu

memperoleh hemoglobin sabit (Hb S) dari kedua orang tua (Price and

Wilson L, 2006). Anemia sel sabit (sickle cell anemia) dimana sel

darah merah orang dengan penyakit ini berbentuk lengkung/ sabit dan

keras, sehingga dapat tersangkut pada pembuluh darah kecil dan

menutup aliran darah ke organ atau tungkai. Tubuh cepat

menghancurkan sel darah merah sabit ini tetapi tidak menghasilkan

yang baru lebih cepat sehingga menyebabkan anemia. Orang dengan

talasemia membuat hemoglobin dan sel darah merah yang lebih dari

normal. Keadaan ini membuat anemia ringan sampai berat.

d. Anemia Hipoplastik

Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum

tulang, membentuk sel darah merah baru (Mochtar, 1998).

e. Anemia Hemolitik

Adalah anemia yang disebabkan yang disebabkan

penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari

pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan

gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila

terjadi kelainan pada organ-organ vital (Mochtar, 1998).

4. Patofisiologi Anemia pada Ibu Hamil

Anemia merupakan gangguan medis yang paling umum ditemui

pada masa hamil. Mempengaruhi sekurang-kurangnya 20% wanita hamil.


Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat

makanan bertambah dan terjadi pula perubahan dalam darah dan sumsum

tulang (Wiknjosastro, 2005).

Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut

anemia atau hipervelomia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang

dibansingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran

darah. Pertambahan tersebut yaitu plasma 30% sel darah 18% dan

hemoglobin 19% (Wiknjosastro, 2005)

Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian dini secara

fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, adapun manfaat

pengenceran tersebut yaitu (Wiknjosastro, 2005):

1. Meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa

hamil, karena sebagai akibat hidremia viskositas darah rendah,

resistensi, perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik.

2. Kedua pada pendarahan waktu persalinan, banyak unsur zat besi yang

hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental.

Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai naik sejak umur

kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara

32 dan 34 minggu.

5. Gejala Anemia Pada Ibu Hamil

Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu cepat lelah, sering pusing,

mata berkunang-berkunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun


(anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan

keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda (Sohimah, 2006).

Keluhan anemia yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah

yang lebih dikenal dengan 5L, yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai. Di

samping itu penderita kekurangan zat gizi akan menurunkan daya tahan

tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi (Depkes RI, 2003).

Tanda-tanda anemia yang klasik (Himadi, 2012):

a. Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi

oksigen lebih banyak ke jaringan.

b. Peningkatan kecepatan pernafasan karena tubuh berusaha menyediakan

lebih banyak oksigen kepada darah.

c. Pusing, akibat berkurangnya darah ke otak.

d. Terasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ termasuk

otot jantung dan rangka.

e. Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi

f. Mual akibat menurunnya aliran darah saluran cerna dan susunan saraf

pusat.

g. Penurunan kualitas rambut dan kulit.

6. Diagnosis Anemia Pada Ibu Hamil

Untuk menegakkan diagnosis anemia pada ibu hamil dapat

dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan

cepat lelah, sering pusing, mata berkuang-kunang, dan keluhan mual-mual

lebih hebat dari hamil muda. Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin


dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan

hemoglobin dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut (Manuaba,

2001):

a. Hb ≥ 11,0 g% disebut tidak anemia.

b. Hb 9,0 g% - 10, 9 g% disebut anemia ringan.

c. Hb 7,0 g% - 8,9 g% disebut anemia sedang.

d. Hb ≤ 7,0 g% disebut anemia berat.

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali sekali selama

kehamilan, yaitu pada trisemester I dan trisemester III. Dengan

pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka

dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu hamil di

puskesmas.

Sedangkan menurut Depkes (2001) bahwa anemia berdasarkan

hasil pemeriksaan digolongkan menjadi:

a. Hb ≥11,0 g% disebut tidak anemia.

b. Hb 9,0 g%-10,9% disebut anemia sedang.

c. Hb ≤ 8,0 g% disebut anemia berat

7. Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada

Kehamilan

a. Umur Ibu

Masa kehamilan merupakan masa rawan bagi seorang ibu,

sehingga diperlukan kesiapan matang untuk menghadapinya termasuk

kecukupan umur ibu. Umur ibu yang terlalu muda atau terlalu tua
cenderung meningkatkan frekuensi komplikasi selama kehamilan dan

persalinan. Dari beberapa penelitian prevalensi anemia pada ibu hamil

yang berusia 10-19 tahun dan 30-39 tahun menunjukkan kasus anemia

yang tinggi dibandingkan dengan grup umur yang lain 20-29 tahun

(Muwakhidah, 2009). Prevalensi anemia pada golongan umur 10-19

tahun terdapat 77,4 % pada usia 35-50 tahun terdapat 76,6 %, kedaan

ini lebih tinggi bila dibandingkan pada golongan umur 20- 25 tahun

yaitu 70,2 %. Didapatakn pula anemia berat terutama menyerang pada

golongan umur ˂20 tahun dan ˃30 tahun berkisar antara 30-35% dan

2-3% diantaranya berumur 40 tahun.

Depkes (2001), hamil dan melahirkan dibawa umur 20 tahun

menurut ilmu kesehatan reproduksi masih terdapat bahaya-bahaya

tertentu bagi ibu dan anaknya. Angka kesakitan dan angka kematian

ibu dan anak masih tinggi bila umur wanita tersebut kurang dari 20

tahun. Selain itu secara ekonomis mereka juga belum mampu

sehingga akan menyebabkan ketergantungan pada orang tuanya.

Bila melihat hasil beberapa penelitian, nampaknya faktor umur

juga mempengaruhi kejadian anemia gizi pada ibu hamil. Oleh karena

itu usia yang baik untuk melahirkan disarankan yaitu 20-30 tahun

(Depkes RI, 2001). Dengan usia melairkan yang cukup, diharapkan

resiko anemia atau kematian akibat infeksi dapat ditekan.


b. Paritas

Paritas adalah faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan

janin selama kehamilan maupun melahirkan. Paritas merupakan salah

satu faktor yang diasumsikan mempunyai hubungan dengan kejadian

anemia pada ibu hamil (Manuaba, 2001).

Manuaba (2001) mengemukakan bahwa ibu hamil dengan

paritas lebih dari 2 anak kemungkinan memiliki risiko terjadinya

anemia 1,8 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan ibu hamil

dengan paritas 2 atau kurang.

c. Pendidikan

Supariasa menjelaskan pendidikan kurang merupakan salah

satu faktor yang mendasari penyebab gizi kurang. Pendidikan rendah

akan menyebabkan seseorang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan

yang layak. Hal ini akan menyebabkan rendahnya penghasilan

seseorang yang akan berakibat pula terhadap rendahnya sesorang

menyiapkan makanan baik secara kualitas maupun kuantitasnya

(Supariasa N et al., 2002).

Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan gizi

seseorang, hal ini akan mempengaruhi orang tersebut dalam

pemilihan, cara pengolahan dan cara pengaturan menu makan, pada

masyarakat yang berpendidikan rendah biasanya lebih banyak

kepercayaan dan tahayul dalam makanan, dan biasanya lebih sulit

untuk dirubah.
d. Pengetahuan Tentang Gizi

Pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil

dari panca indra. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman

sendiri maupun dari orang lain. Sementara itu ibu hamil merupakan

orang yang paling bertanggung jawab terhadap gizi bayi yang

dikandungnya sendiri. Pengetahuan ibu berpengaruh terhadap pola

konsumsi makanan terutama zat besi. Kekurangan zat besi dalam

jangka waktu yang relatif lama akan menyebabkan terjadinya anemia.

Hasil penelitian Puji Esse et al,. (2010) menunjukkan

prevalensi anemia ibu di wilayah kerja Pukesmas Kassi-Kassi sebesar

47 % pengetahuan tentang nutrisi maternal dan pola konsumsi kurang

mencapai 55 %.

e. Pendapatan Keluarga

Pekerjaan berhubungan dengan pendapatan dimana

pendapatan merupakan faktor yang mempunyai peranan yang besar

dalam persoalan gizi dan kebiasaan pangan masyarakat. Rendahnya

pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang tidak

mampu membeli pangan, memilih jenis pangan yang baik mutu gizi

dan keragamannya. Jumlah dan jenis pangan suatu keluarga

dipengaruhi oleh status ekonomi.

Pendapatan keluarga yang rendah akan mempengaruhi

permintaan pangan sehingga menentukan hidangan dalam keluarga


tersebut baik dari segi kualitas makanan maupun kuantitas makanan

dan variasi hidangannnya (Supariasa N et al., 2002).

8. Dampak Anemia pada Ibu Hamil

Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi

pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka

prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal

meningkat. Di samping itu, pendarahan antepartum dan postpartum lebih

sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal,

seba wanita tidak dapat mentolerir kehilangan darah (Citrakesumasari,

2012).

Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang

sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan

abortus, partus imatur/prematur, gangguan proses persalinan (inertia,

atonia, partus lama, pendarahan atonis), gangguan pada masa nifas

(subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang,

produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas,

mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain (Citrakesumasari,

2012).

9. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Ibu Hamil

Pencegahan dan penanggulangan anemia pada ibu hamil, antara lain

(Wirakusuma, 1999):

a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, seperti mengonsumsi

pangan hewani (daging, ikan, hati, dan telur), mengonsumsi pangan


nabati (sayuran hijau, buah-buahan, kacang-kacangan dan padi-

padian) buah-buahan yang segar dan sayuran yang merupakan sumber

utama vitamin C yang diperlukan untuk penyerapan zat besi di dalam

tubuh. Hindari mengonsumsi bahan makanan yang mengandung zat

inhibitor saat bersamaan dengan makan nasi seperti teh karena

mengandung tanin yang akan mengurangi penyerapan zat besi.

b. Suplemen zat besi yang berfungsi dapat memperbaiki Hb dalam waktu

singkat.

c. Fortifikasi zat besi yaitu penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam

bahan makanan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan.

Suatu penelitian di Asia, 22,6% kematian ibu melahirkan dikarenakan

anemia, artinya apabila ibu hamil dapat dicegah dari anemia maka 20-

30% kematian ibu karena melahirkan dapat dicegah.

C. Tinjauan Umum Tentang Pola Konsumsi Ibu Hamil

Pola konsumsi makanan adalah susunan makanan yang dikonsumsi

setiap hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh dalam satu hidangan lengkap

(Almatsier, 2010).

Pola konsumsi adalah pengulangan susunan makanan yang dapat

dilihat ketika makanan itu dikonsumsi. Terutama bahan makanan dan atau

kombinasi makanan yang dikonsumsi oleh individu, masyarakat atau

kelompok populasi. Kombinasi ini dapat dinyatakan dengan berbagai cara

menurut banyaknya misalnya berat, kandungan gizi, atau harga makanan


(Himadi, 2012). Sedangkan menurut ahli antropologi Margaret Mead, pola

makan atau food patern adalah cara seseorang atau sekelompok orang

memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi terhadap tekanan ekonomi

dan sosio budaya yang dialaminya. Pola makan ada kaitannya dengan

kebiasaan makan (Himadi, 2012).

Menurut Hoang yang dikutip Himadi (2012) oleh pola konsumsi

adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan

jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan

mempunyai ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan

adalah cara seseorang atau sekelompok orang (keluarga) dalam memilih

makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologis,

kebudayaan dan sosial.

Di dalam susunan pola makan ada satu bahan makanan yang dianggap

penting, dimana satu hidangan dianggap tidak lengkap apabila bahan

makanan tersebut tidak ada, bahan makanan tersebut adalah bahan makanan

pokok, di Indonesia bahan makanan pokok adalah beras dan beberapa daerah

menggunakan jagung, sagu dan ubi jalar. Pola makan disuatu daerah berubah-

ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor ataupun kondisi setempat yang

dapat dibagi dalam dua bagian:

1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan

pangan. Dalam kelompok ini termasuk geografi, iklim kesuburan tanah

yang dapat mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya disuatu

daerah
2. Faktor adat istiadat yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio

ekonomi dan adat kebiasaan setempat memegang peranan penting dalam

konsumsi pangan penduduk. Jumlah penduduk adalah kunci utama yang

menentukan tinggi rendahnya jumlah konsumsi bahan pangan disuatu

daerah. Demikian juga dalam hal keluarga, jumlah anggota keluarga akan

mempengaruhi pola konsumsi makan anggota keluarga. Apalagi dengan

pengetahuan, pendapatan yang rendah dan jumlah anak yang banyak

cenderung pola konsumsi berkurang pula (Khumaidi, 1994).

Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan

dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan. Berbagai bahan makanan

yang dikonsumsi setiap harinya oleh manusia, agar dapat menjadi zat-zat

yang penting serta bernilai bagi pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh

serta pelaksanaan kegiatan internal dan eksternal organ-organ tubuh,

haruslah diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi dan sesudah dikonsumsi.

Pengolahan bahan makanan tergantung dari selera dan kehendak manusia

yang akan mengkonsumsinya (Khomsan, 2003).

Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi zat gizi yang

terdapat pada makanan sehari-hari. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas

hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang

diperlukan tubuh di dalam suatu susunan hidangan dan perbandingan yang

satu terhadap yang lain. Kualitas menunjukkan jumlah masing-masing zat

gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan

tubuh, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan
mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya, disebut konsumsi

adekuat. Kalau konsumsi baik dari kuantitas dan kualitasnya melebihi

kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu

keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik kualitas dan

kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi

defisit (Soediatama, 2008).

Tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi, tingkat kesehatan gizi

terbaik adalah kesehatan gizi optimum. Dalam kondisi ini jaringan jenuh oleh

zat gizi tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan

efisiensi yang sebaik-baiknya, serta mempunyai daya tahan setinggi-tingginya

(Soediatama, 2008).

Melalui aneka ragam bahan makanan kekurangan zat gizi pada bahan

makanan yang satu dapat dilengkapi oleh jenis bahan makanan lainnya.

Bahan pangan yang dikonsumsi hendaknya terdiri atas sumber energi, protein

(hewani dan nabati), susu dan olahannya, roti dan biji-bijian, serta buah dan

sayur. Jika seluruh bahan makanan ini digunakan maka seluruh zat gizi yang

dibutuhkan akan terpenuhi, kecuali zat besi dan asam folat harus ditambahkan

melalui suplementasi (Arisman, 2010). Kejadian anemia sering dihubungkan

dengan pola makanan yang rendah kandungan zat besinya serta makanan

yang dapat memperlancar dan menghambat absorpsi zat besi.

Bahan pangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu

hamil harus meliputi enam kelompok, yaitu makanan yang mengandung

protein, baik hewani maupun nabati, susu dan olahannya, sumber karbohidrat,
baik dari roti maupun biji-bijian, buah dan sayur yang tinggi kandungan

vitamin C, sayuran berwarna hujau tua, serta buah dan sayur lain (Arisman,

2010).

Penelitian mengenai keterkaitan pola konsumsi dengan kejadian

anemia, telah dikaji oleh Sharma yang dikutip Himadi (2012) yang

mengungkap bahwa 96,18% anemia ditemukan pada ibu hamil vegetarian di

India. Di Vietnam ditemukan prevalensi anemia ibu hamil sebesar 53% pada

masyarakat yang tinggal di pedesaan, yang mengonsumsi daging kurang dari

1 porsi per minggu, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian

anemia (Phuoang 2006).

Adapun metode yang dipakai untuk melihat pola konsumsi dengan

menggunakan metode FFQ semi Kuantitatif. FFQ Semi-kuantitatif (SQ-FFQ)

adalah FFQ kualitatif dengan penambahan perkiraan sebagai ukuran porsi:

standar atau kecil, sedang, besar. Modifikasi ini memungkinkan penurunan

energi dan asupan gizi yang dipilih, FFQ Semi-kuantitatif digunakan untuk

meranking individu berdasarkan makanan dan asupan nutrisi berdasarkan

ukuran standar porsi yang dapat menjadi referens untuk setiap jenis pangan,

data yang didapatkan dari FFQ Semi-kuantitatif dikonversikan menjadi

energy dan asupan nutrisi dengan mengalihkan fraksi ukuran porsi setiap

jenis pangan per hari dengan kandungan energi atau zat gizi yang berasal dari

daftar komposisi bahan makanan yang sesuai (Nindya and Susila, 2012).

Adapun Prosedur FFQ Semi-kuantitatif adalah sebagai berikut

(Gibson, 2005):
1. Membuat kuesioner frekuensi pangan berdasarkan kebutuhan zat gizi

yang diteliti khususnya pangan tertentu serta kebiasaan makan

masyarakat.

2. Daftar nama makanan dan minuman dibuat berdasarkan kelompok

pangan lalu dibuat kategori respon berapa kali frekuensi yang ada

terhadap daftar nama makanan dan minuman termasuk suplemen.

Frekuensi pangan yang ditulis berupa berapa kali perhari hingga berapa

kali pertahun, setelah itu dibuat rata-rata harian.

3. Setelah draf kuesioner frekuensi pangan siap, maka perlu dilakukan uji

coba di lapangan dengan menggunakan responden/subjek yang mirip

dengan calon subjek/responden sesungguhnya.

4. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar yang tersedia pada

kuesioner mengenai frekuensi penggunaan dan ukuran porsinya.

5. Porsi yang biasa dikonsumsi untuk setiap jenis makanan. Biasanya

disediakan pilihan untuk porsi:kecil, menengah dan besar.

6. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

7. Untuk data entri, frekuensi dan jumlah porsi akan dikonversi dalam rata-

rata-rata asupan perhari (asumsi 30 hari/bulan).Konversikan semua

kategori frekuensi ke kategori harian dengan ketentuan 1 kali perhari

sama dengan 1. Contoh:

Nasi 3x /hari = 3x/ hari

Tahu 4x /minggu = 4/7 per hari = 0,57x /hari

makanan musiman (mis; buah mangga) jika dikonsumsi:


10 x selama periode Okt-Des = 10/365x /hari

Frekuensi dikalikan dengan rata-rata porsi untuk memperoleh asupan

dalam gram/hari.

Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode frekuensi makan ini,

yaitu (Supariasa N et al., 2002):

Kelebihan metode frekuensi makanan:

a. Relatif murah dan sederhana

b. Dapat dilakukan sendiri oleh responden

c. Tidak membutuhkan latihan khusus

d. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan

kebiasaan makan.

Kekurangan metode frekuensi makan:

a. Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari

b. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpul data

c. Cukup menjemukan bagi pewawancara

d. Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan

makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner.

e. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

D. Tinjauan Umum Tentang Zat Besi

1. Pengertian Zat Besi

Zat besi adalah mineral mikro yang paling banyak terdapat di

dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa. Zat besi mempunyai fungsi esensial dalam tubuh yaitu sebagai

alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut

electron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di

dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2010).

Zat besi adalah salah satu mineral mikro yang penting dalam proses

pembentukan sel darah merah. Secara alamiah zat besi diperoleh dari

makanan. Kekurangan zat besi dalam menu makanan sehari- hari dapat

menimbulkan penyakit anemia gizi atau yang dikenal masyarakat sebagai

penyakit kurang darah (Citrakesumasari, 2012).

Zat gizi yang paling berperan dalam proses terjadinya anemia gizi

adalah besi. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia gizi

dibanding defisiensi zat gizi lain, seperti asam folat, vitamin B12, protein,

vitamin dan elemen lainnya.

2. Fungsi Zat Besi

Fungsi utama zat besi bagi tubuh adalah untuk membawa (sebagai

carrier) oksigen dan karbondioksida dan untuk pembentukan darah.

Fungsi lainnya antara lain sebagai bagian dari enzim, produksi antibodi,

dan untuk detoksifikasi zat racun dalam hati, seperti akan diuraikan di

bawah ini (Citrakesumasari, 2012).

a. Pengangkut (Carrier) O2 dan CO2

Zat besi yang terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin

berfungsi untuk mengangkut O2 dan CO2 sehingga secara tidak

langsung zat besi sangat esensial untuk metabolisme energi.


b. Pembentukan Sel Darah Merah

Hemoglobin (Hb) merupakan komponen esensial sel-sel darah

merah (eritrosit). Eritrosit dibentuk dalam tulang (bone marrow). Bila

jumlah sel darah merah berkurang, hormon eritropoietin yang

diproduksi oleh ginjal akan menstimulir pembentukan sel darah merah

(proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis).

Ertitrosit dibentuk dalam tulang sebagai sel-sel muda yang

disebut eritoblast (masih mengandung inti sel/nukleus). Pada waktu

sel menjadi dewasa, disintesis heme (protein yang mengandung zat

besi) dari glisin dan Fe (dibantu oleh vitamin B12 atau piridoksin).

Pada waktu yang sama disintesis juga protein globin. Heme tersebut

digabungkan dengan globin membentuk hemoglobin yang

mengandung sel darah merah muda (retikulosit). Dalam aliran darah

sel-sel muda tersebut akan melepaskan intinya, sehingga terbentuklah

sel-sel darah merah dewasa yang tidak mengandung inti sel (eritrosit).

Karena sel darah merah tidak mengandung inti (nukleus), maka sel

tersebut tidak dapat mensintesis enzim untuk kelangsungan hidupnya.

Kehidupan sel darah merah hanya sepanjang masih terdapatnya enzim

yang masih berfungsi (untuk membawa O2 dan CO2), dan biasanya

hanya sampai empat bulan.

c. Fungsi lain: sebagian kecil Fe terdapat dalam enzim jaringan. Bila

terjadi defisiensi zat besi, enzim ini berkurang jumlahnya sebelum

jumlah Hb menurun. Zat besi diperlukan sebagai katalis dalam


konversi beta karoten menjadi vitamin A, dalam reaksi sintesis purin

(sebagian bagian integral asam nukleat dalam RNA dan DNA), dan

dalam reaksi sintesis kolagen). Selain itu, Fe diperlukan dalam proses

penghilangan lipida dari darah, untuk memproduksi antibodi, serta

untuk detoksifikasi zat racun dalam hati.

3. Metabolisme Zat Besi

Metabolisme besi terutama ditujukan untuk pembentukan

hemoglobin. Besi terdapat pada semua sel dan memegang peranan penting

dalam beragam reaksi biokimia. Besi terdapat dalam enzim-enzim yang

bertanggungjawab untuk pengangkutan elektron (sitokrom) untuk

pengaktifan oksigen dalam hemoglobin dan mioglobin (Citrakesumasari,

2012).

Pada dasarnya ada lima rentetan proses metabolisme besi di dalam

tubuh yaitu penyerapan, transportasi, pemanfaatan dan pengawetan,

penyimpanan, dan yang terakhir pembuangan. Besi dalam makanan yang

dikonsumsi berada dalam bentuk ikatan ferri (umumnya dalam pangan

nabati) maupun ikatan ferro (umumnya dalam pangan hewani). Besi yang

berbentuk ferri oleh getah lambung (HCℓ), direduksi menjadi bentuk ferro

yang lebih mudah diserap oleh sel mukosa usus. Adanya vitamin C juga

dapat membantu proses reduksi tersebut (Citrakesumasari, 2012).

Di dalam sel mukosa, ferro dioksidasi menjadi ferri, kemungkinan

bergabung dengan apoferitin membentuk protein yang mengandung besi

yaitu feritin. Selanjutnya untuk masuk ke plasma darah, besi dilepaskan


dari ferritin dalam bentuk ferro, sedangkan apoferitin yang terbentuk

kembali akan bergabung lagi dengan ferri hasil oksidasi di dalam sel

mukosa. Setelah masuk ke dalam plsama, maka besi ferro segera

dioksidasi menjadi ferri untukm digabungkan dengan protein spesifik yang

mengikat besi yaitu transferin (Citrakesumasari, 2012).

Plasma darah di samping menerima besi berasal dari penyerapan

makanan, juga menerima besi dari simpanan pemecahana hemoglobin dan

sel-sel yang telah mati. Sebailknya plasam harus mengirim besi ke

sumsum tulanguntuk pembentukan hemoglobin, juga ke sel endotelial

untuk disimpan, dan ke semua sel untuk fungsi enzim yang mengandung

besi. Jumlah besi yang di setiap hari diganti sebanyak 30-40 mg, dari

jumlah ini hanya sekitar 1 mg yang berasal dari makanan

(Citrakesumasari, 2012).

Banyaknya besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan

hemoglobin umumnya sebesar 20-25 mg per hari. Pada kondisi dimana

sumsum tulang berfungsi baik, dapat memproduksi sel darah merah dan

hemoglobin sebesar 6x. Besi yang berlebihan disimpan sebagai cadangan

dalam bentuk feritin dan hemosiderin di dalam sel parenkhim hepatik, sel

retikuloendotelial sumsum tulang hati dan limfa. Ekskresi besi dari tubuh

sebanyak 0,5-1 mg perhari, dikeluarkan bersama-sama urin, keringat dan

feses. Dapat pula besi dalam hemoglobin keluar dari tubuh melalui

pendarahan, menstruasi dan saluran urine (Citrakesumasari, 2012).


4. Absorpsi Zat Besi

Penyerapan zat besi terjadi dalam lambung dan usus bagian atas

yang masih bersuasana asam, banyaknya zat besi dalam makanan yang

dapat dimanfaatkan oleh tubuh tergantung pada tingkat absorpsinya.

Tingkat absorpsinya zat besi dapat dipengaruhi oleh pola menu makanan

atau jenis makanan yang menjadi sumber zat besi. Misalnya zat besi yang

berasal dari bahan makanan hewani yang dapat diabsorpsi sebanyak 20-

30% sedangkan zat besi yang berasal dari bahan makanan tumbuh-

tumbuhan hanya sekitar 5%.

5. Faktor faktor yang mempengaruhi penyerapan Fe

Ada dua bentuk zat besi dalam makanan, yaitu hem dan nonhem.

Zat besi hem berasal dari hewan seperti daging dan ikan yang mengandung

zat besi 5-10% dengan penyerapan 25%. Zat besi nonhem terdapat pada

pangan nabati seperti sayuran, biji-bijian, kacang-kacanngan dan buah-

buahan dengan penyerapan zat besi hanya 5% (Wirakusuma, 1999)

Penyerapan zat besi sangat dipengaruhi oleh kombinasi makanan

yang disantap pada waktu makan (Demaeyer, 1993). Faktor faktor dari

makanan :

a. Zat pemacu (enchancers) Fe

1. Vitamin C (asam askorbat) pada buah

2. Asam malat dan tartrat pada sayuran : wortel, kentang, brokoli,

tomat, kobis, labu kuning.


3. Asam amino cystein pada daging sapi, kambing, ayam, hati, ikan.

Suatu hidangan yang mengandung salah satu atau lebih dari jenis

makanan tersebut akan membantu optimalisasi penyerapan zat besi

(Soekirman, 2000)

Fasilitator absorbsi zat besi yang paling terkenal adalah

asam askorbat (vitamin C) yang dapat meningkatkan absorbsi zat

besi non heme secara signifikan. Jadi, buah kiwi, jambu biji, dan

jeruk merupakan produk pangan nabati yang meningkatkan

absorbsi zat besi (Citrakesumasari, 2012).

Protein selular yang berasal dari daging sapi, kambing,

domba, hati, ayam, menujang penyerapan zat besi non hem.

Namun protein yang berasal dari susu sapi, keju dan telur tidak

dapat meningkatkan penyerapan zat besi non hem

(Wirahadikusuma, 1999).

Besi diabsorpsi terutama di dalam duodenum dalam bentuk

fero dan dalam suasana asam (Soeparman, 1992). Penyerapan zat

besi non hem sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat

maupun pendorong, sedangkan zat besi hem tidak. Asam askorbat

(Vitamin C) dan daging faktor utama yang mendorong penyerapan

zat besi dikenal sebagai MFP faktor (meat, fish, poultry)

(Soeparman, 1992).

Tingkat keasaman dalam lambung ikut mempengaruhi

kelarutan dan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Suplemen zat


besi lebih baik dikonsumsi pada saat perut kosong atau sebelum

makan, karena zat besi lebih efektif diserap apabila lambung dalam

keadaan asam (pH rendah).

b. Zat penghambat (inhibitors) Fe

1. Fitat pada dedak, katul, jagung, protein kedelai, susu coklat dan

kacang- kacangan,

2. Polifenol (termasuk tannin) pada teh, kopi, bayam, kacangkacangan.

3. Zat kapur / kalsium pada susu, keji

4. Phospat pada susu, keju (Soekirman, 2000).

Asam fitat yang banyak terdapat dalam sereal dan kacang-kacangan

merupakan faktor utama yang bertanggung jawab atas buruknya

ketersediaan hayati zat besi dalam jenis makanan ini. Karena serat

pangan sendiri tidak menghambat absorpsi besi, efek penghambat pada

bekatul semata-mata disebabkan oleh keberadaan asam fitat

(Citrakesumasari, 2012).

Perendaman, fermentasi, dan perkecambahan biji-bijian yang

menjadi produk pangan akan memperbaiki absorpsi dengan

mengaktifkan enzim fitase untuk menguraikan asam fitat. Polifenol

(asam fenolat, flavonoid, dan produk polimerisasinya) terdapat dalam

teh, kopi, kakao, dan anggur merah. Tanin yang terdapat dalam teh

hitam merupakan jenis penghambat paling paten dari semua inhibitor

di atas. Kalsium yang dikonsumsi dalam produk susu seperti susu atau

keju dapat menghambat absorpsi besi dan khususnya santapan yang


kompleks, dapat mengimbangi efek penghambat pada polifenol dan

kalsium (Citrakesumasari, 2012).

6. Kebutuhan Zat Besi untuk Ibu Hamil

Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena

terjadi menstruasi dengan pendarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap

bulan dan kehilangan zat besi sebanyak 30-40 mg. Disamping itu

kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel

darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami

kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan

akan menjadi makin anemis (Manuaba, 2001).

Pada setiap kehamilan kebutuhan zat besi yang diperlukan

sebanyak 900 mg Fe yaitu meningkatnya sel darah ibu 500 mg Fe, terdapat

dalam plasenta 300 mg Fe dan untuk darah janin sebesar 100 mg Fe. Jika

persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan menguras

persediaan Fe tubuh dan akhirnya akan menimbulkan anemia pada

kehamilan (Manuaba, 2001). Kebutuhan zat besi selama triwulan pertama

relatif kecil yaitu 0,8 mg/hari, namun meningkat dengan pesat selama

triwulan kedua dan ketiga hingga 6,3 mg/hari. Sebagian dari peningkatan

dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan peningkatan aditif persentase Fe

yang diserap, tetapi bila zat besi rendah atau tidak sama sekali dan zat besi

yang diserap dari makanan sangat sedikit, makanya suplemen zat besi

sangat dibutuhkan pada masa kehamilan ((Demaeyer, 1993).


7. Sumber Zat Besi

Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi yang berasal

dari hem dan bukan hem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam

makanan hanya antara 5 – 10% tetapi penyerapannya hanya 5%. Makanan

hewani seperti daging, ikan dan ayam merupakan sumber utama zat besi

hem. Zat besi yang berasal dari hem merupakan Hb. Zat besi non hem

terdapat dalam pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-

kacangan dan buah-buahan (Wirahadikusuma, 1999).

Sumber baik besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam,

dan ikan. Sumber lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan,

sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Di samping jumlah besi, perlu

diperhatikan kualitas besi di dalam makanan dinamakan juga ketersediaan

biologik (bioavailability). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan

ikan mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian

besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti

bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan

kombinasi makanan sehari-hari, yang terdiri atas campuran sumber besi

berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta sumber gizi lain yang

dapat membantu absorpsi. Menu makanan di Indonesia sebaiknya terdiri

atas nasi, daging/ayam/ikan, kacang-kacangan, serta sayuran dan buah-

buahan yang kaya akan vitamin C (Almatsier, 2010).


Tabel 2.3. Kandungan besi beberapa bahan makanan
Bahan Makanan Nilai Fe Bahan Makanan Nilai Fe
Tempe Kacang kedelai murni 10,0 Biskuit 2,7
Kacang kedelai, kering 8,0 Jagung kuning, pipil lama 2,4
Kacang hijau 6,7 Roti putih 1,5
Kacang merah 5,0 Beras setengah giling 1,2
Kelapa tua, daging 2,0 Kentang 0,7
Udang segar 8,0 Daun kacang panjang 6,2
Hati sapi 6,6 Bayam 3,9
Daging sapi 2,8 Sawi 2,9
Telur bebek 2,8 Daun katuk 2,7
Telur ayam 2,7 Kangkung 2,5
Ikan segar 2,0 Daun singkong 2,0
Ayam 1,5 Pisang ambon 0,5
Gula kelapa 2,8 Keju 1,5
Sumber: Almatsier, 2010
E. Kerangka Teori

 Ketersedian Fe dalam
Jumlah Fe dalam
bahan makanan rendah
 Praktek pemberian Makanan Tidak
makanan kurang baik Cukup
 Sosial ekonomi rendah

 Komposisi makanan
kurang beragam Absorpsi Fe rendah
 Terdapat zat-zat
penghambat Absorpsi ANEMIA

 Pertumbuhan fisik
kehamilan Kebutuhan Naik
 Kehamilan dan
menyusui

 Pendarahan Kronis Kehilangan Darah


 Parasit
 Penyakit Infeksi
 Pelayanan kesehatan
rendah
Sumber: Husaini, 1989 (dalam Citrakesumasari, 2012)
(Marks et al., 2006)
Gambar 1: Kerangka Teori

Sumber: De Mayer E.B, 1993 dalam terjemahan Arisman.

Gambar 2: Kerangka Teori


F. Kerangka Konsep
Adapun yang menjadi kerangka konsep dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Faktor Pangan Faktor Non Pangan

Asupan Zat Gizi


 Protein Pendarahan Kronis
 Vitamin C
 Zat Besi
Parasit
Pola
Konsumsi
Penyakit Infeksi
Kebiasaan Makan
 Sumber Zat Besi
Heme Pelayanann Kesehatan Rendah
 Sumber Zat Besi
Non Heme
 Zat Pelancar
Absorpsi Fe
(Vit.C, Protein)
 Zat Penghambat
Absorpsi
Fe(Polifenol,Fitat
,Kalsium,Oksalat)

Status Hb

Keterangan :
: Variabel independent
: Varibel dependent
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3: Kerangka Konsep Penelitian


G. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Ibu hamil adalah keadaan dimana seorang wanita sedang membawa

embrio atau fetus di dalam tubuhnya.

2. Pola konsumsi adalah kebiasaan makan responden mengonsumsi makanan

sehari-hari yang menekankan pada jenis, frekuensi makan, dan jumlah

makanan sumber Fe, zat pelancar Fe (Vit.C, Protein), dan zat penghambat

absorbsi Fe (Tanin, Fitat, Asam Oksalat, kalsium). Analisis pola konsumsi

juga dilakukan untuk mengetahui asupan protein, Fe, dan Vit.C pada ibu

hamil. Pola Konsumsi dinilai dengan kuisioner food frequency

semikuantitatif dalam kurung waktu satu bulan terakhir untuk menilai

frekuensi pangan yang dikonsumsi ibu hamil melalui metode wawancara

yang dilakukan sebanyak 1 kali.

a. Analisis Frekuensi Makan

Kriteria Objektif:

Nilai skor (Marks et al., 2006):

0 : tidak pernah

0,07 : 1-3 kali/bulan

0,14 : 1 kali/minggu

0,43 : 2-4 kali/ minggu

0,79 : 5-6 kali/minggu

1,0 : 1 kali/hari

2,5 : 2-3 kali/hari


4 : >4 kali/hari

a. Sering : ≥ 1 x/ Hari atau 2-6x/Minggu

b. Jarang : ≤ 1x/Minggu atau tidak pernah

Sumber : Almatsier (2010).

b. Analisis Jumlah Asupan

Analisis asupan dibandingkan dengan standar kebutuhan berdasarkan

persentase AKG 2012 untuk ibu hamil. Penilaian untuk tingkat

konsumsi protein, zat besi, dan vitamin C dibagi dalam dua kategori

yaitu:

Kriteria Objektif :

Cukup : ≥77%

Kurang : < 77%

Sumber : Gibson (2005)

3. Kadar Hemoglobin adalah angka yang menunjukan kandungan Hb

seseorang yang ditentukan dengan metode cyanmethemoglobin.

Kriteria Objektif:

Anemia : Hb < 11 gr/dL

Tidak anemia : Hb ≥ 11 gr/dL

Sumber: Depkes RI (2001)


F. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis nol dari penelitian ini adalah :

1. Tidak ada hubungan antara asupan gizi (protein, vitamin C, dan zat besi)

dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013.

2. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan sumber zat

besi heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di di Kabupaten

Gowa tahun 2013.

3. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan sumber zat

besi non heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di di Kabupaten

Gowa tahun 2013.

4. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan pelancar

absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten

Gowa tahun 2013.

5. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan penghambat

absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten

Gowa tahun 2013.

Adapun hipotesis alternatif dari penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara asupan gizi (protein, vitamin C, dan zat besi) dengan

status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun 2013.

2. Ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan sumber zat besi

heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun

2013.
3. Ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan sumber zat besi

non heme dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa

tahun 2013.

4. Ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan pelancar absorpsi

zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa

tahun 2013.

5. Ada hubungan antara kebiasaan makan bahan makanan penghambat

absorpsi zat besi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten

Gowa tahun 2013.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat survey analitik dengan desain

cross sectional yaitu dengan melakukan pengukuran variabel independen

yang terdiri dari pola konsumsi ibu hamil dan variabel dependen yaitu

status hemoglobin pada ibu hamil

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bontonompo dan

Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa karena jumlah ibu hamil pada

kecamatan ini lebih banyak jika dibandingkan dengan kecamatan lain di

Kabupaten Gowa. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar

yang dilakukan oleh Dr. Anang S. Otoluwa tentang Pengaruh

Pemberian Tepung Daun Kelor Kepada Ibu Hamil Terhadap Status

Gizi, Kerusakan DNA Ibu, dan Berat Lahir Bayi.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari - Maret 2013. Akan

tetapi pengambilan data awal dilakukan bersamaan dengan penelitian

besar yang yang dilakukan oleh Dr. Anang S. Otoluwa yakni pada

bulan November – Desember tahun 2012


C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang

bertempat tinggal di Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan

yang berjumlah 187 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan metode

sampling tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi. Sampel

dalam penelitian ini diambil dengan cara random sampling. Besar

sampel diambil dengan menggunakan rumus Notoatmodjo (2005) yakni

sebanyak 65 orang.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut :

1. Kuesioner penelitian digunakan untuk pengambilan data karakteristik

ibu hamil

2. Formulir Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-

FFQ)

3. Food picture (beberapa bahan makanan difoto untuk acuan standar

porsi yang sudah distandarisasi di laboratorium kuliner gizi)

4. Program komputer untuk pengolahan data (Program SPSS versi 16.0)


5. Program Nutry survey versi Indonesia dan DKBM (Daftar Komposisi

Bahan Makanan) untuk menganalisis jumlah makanan dan untuk

melihat komposisi bahan makanan.

6. Alat tulis

E. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Data mengenai karakteristik ibu hamil yaitu data mengenai umur,

pendidikan, pekerjaan, riwayat kehamilan, dan riwayat anemia

yang diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan

kuesioner.

b. Sebelum melakukan wawancara pola konsumsi dilakukan terlebih

dahulu uji coba kuesioner Semi-Quantitative Food Frequency

pada sepuluh ibu hamil yang bukan termasuk bagian dalam

sampel penelitian.

c. Wawancara pola konsumsi pangan diambil dengan cara

wawancara langsung kepada ibu hamil di rumahnya dengan

menggunakan Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire.

Wawancara meliputi frekuensi, jenis dan jumlah bahan makanan

yang dikonsumsi oleh responden dalam satu bulan terakhir.

Wawancara mengenai pola konsumsi responden dibantu dengan

food picture bahan makanan tertentu. Food picture merupakan

beberapa bahan makanan difoto untuk acuan standar porsi yang


sudah distandarisasi di laboratorium kuliner gizi. Adapun

prosedur Semi-Quantitative Food Frequency sebagai berikut

(Gibson, 2005):

1. Membuat kuesioner frekuensi pangan berdasarkan

kebutuhan zat gizi yang diteliti khususnya pangan tertentu

serta kebiasaan makan masyarakat.

2. Daftar nama makanan dan minuman dibuat berdasarkan

kelompok pangan lalu dibuat kategori respon berapa kali

frekuensi yang ada terhadap daftar nama makanan dan

minuman termasuk suplemen. Frekuensi pangan yang

ditulis berupa berapa kali perhari hingga berapa kali

pertahun, setelah itu dibuat rata-rata harian.

3. Setelah draf kuesioner frekuensi pangan siap, maka perlu

dilakukan uji coba di lapangan dengan menggunakan

responden/subjek yang mirip dengan calon

subjek/responden sesungguhnya.

4. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar yang

tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaan

dan ukuran porsinya.

5. Porsi yang biasa dikonsumsi untuk setiap jenis makanan.

Biasanya disediakan pilihan untuk porsi:kecil, menengah

dan besar.

6. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.


7. Untuk data entri, frekuensi dan jumlah porsi akan

dikonversi dalam rata-rata-rata asupan perhari (asumsi 30

hari/bulan).Konversikan semua kategori frekuensi ke

kategori harian dengan ketentuan 1 kali perhari sama

dengan 1. Contoh:

Nasi 3x /hari = 3x/ hari

Tahu 4x /minggu = 4/7 per hari = 0,57x /hari

makanan musiman (mis; buah mangga) jika dikonsumsi:

10 x selama periode Okt-Des = 10/365x /hari

Frekuensi dikalikan dengan rata-rata porsi untuk

memperoleh asupan dalam gram/hari.

d. Mengenai responden yang menderita anemia dan tidak anemia

diperoleh dari penelitian dengan cara mengambil sampel darah

responden yang akan dianalisis dengan menggunakan metode

cyanmethemoglobin.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Gowa , Puskesmas, Imam Desa, dan Bidan

Desa berupa data demografi dan data ibu hamil yang memeriksakan

kehamilannya serta data lain yang mendukung penelitian.


F. Metode Pengolahan dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer

SPSS, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Data (Editing)

Setelah semua format wawancara diisi, maka dilakukan

kembali pemeriksaan data untuk melihat kelengkapan pengisian

format secara keseluruhan. Penyuntingan data dimulai di lapangan

dan setelah data terkumpul, kuesioner diperiksa dan apabila

terdapat kuesioner yang tidak lengkap jawabannya, maka kuesioner

tersebut akan dilengkapi kembali.

b. Pemberian Kode (Coding)

Apabila semua data telah terkumpul dan selesai diedit,

selanjutnya dilakukan pengkodean variabel sebelum dipindahkan

ke format aplikasi SPSS.

c. Mengentri data (entry)

Entri adalah memasukkan data yang diperoleh menggunakan

fasilitas komputer. Selanjutnya data yang telah selesai diberi kode,

di input ke dalam kerja SPSS untuk masing-masing variabel.

Urutan input data berdasarkan nomor responden dalam kuesioner.


d. Pemindahan data (tabulating)

Merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar

dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk

disajikan dan dianalisis.

e. Membersihkan data (cleaning)

Cleaning data dilakukan pada semua lembar kerja untuk

membersihkan kesalahan yang mungkin terjadi selama proses input

data. Proses ini dilakukan melalui analisis frekuensi pada variabel.

Adapun data missing dibersihkan dengan menginput data yang

benar.

2. Penyajian Data

Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan

narasi untuk membahas hasil penelitian.

G. Analisa Data

Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Analisis Frekuensi Makan Ibu Hamil

Data konsumsi pangan diperoleh dengan cara Semi-Quantitative Food

Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) yang dilakukan kepada

responden. Dengan kategori konsumsi >4 kali/hari (4), 2-3 kali/hari

(2.5), 1 kali/hari (1), 5-6 kali/minggu (0.79), 2-4 kali/minggu (0.43), 1

kali/minggu (0.14), 1-3 kali/bulan (0.07), dan tidak pernah (0).

Masing-masing kategori memiliki skor. Setiap bahan makanan yang


dikonsumsi responden diberikan skor kemudian dirata-ratakan

kemudian dikategorikan kembali menjadi 2 kategori yaitu sering (bila

konsumsi bahan makanan ≥ 1x/hari atau 2-6x/minggu) dan jarang

(bila konsumsi bahan makanan ≤ 1x/minggu atau tidak pernah)

2. Analisis jumlah asupan ibu hamil

Dilakukan untuk mengetahui persentase asupan dengan standar

kebutuhan ibu hamil. Asupan protein, zat besi, dan vitamin C

responden dihitung secara manual dan dianalisis dengan

menggunakan nutri survey. Hasil dari nutry survey kemudian

dibandingkan dengan AKG 2012 dan dikalikan 100% untuk

mendapatkan persentase asupan. Asupan dikategorikan cukup apabila

persentase asupan ≥ 77% standar kecukupan, sedangkan asupan

dikategorikan kurang apabila persentase asupan <77% standar

kecukupan.

3. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sehingga

menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel penelitian.

Untuk mengetahui pola konsumsi makanan sumber zat besi hem dan

non hem, zat pelancar, dan penghambat Fe yang meliputi jenis bahan,

frekuensi, dan jumlah bahan makan dengan menggunakan analisis

univariat dengan software program komputer yaitu SPSS.


4. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan

variabel dependen (status Hb) dan variabel independen (pola

konsumsi) dalam bentuk tabulasi silang (crosstab) dengan

menggunakan program SPSS dengan uji statistik Chi-Square. Untuk

mengetahui signifikansi (derajat kemaknaan) hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen ditentukan dengan

nilai p value = 0,05. Apabila nilai p ≤ 0,05 maka ada hubungan yang

signifikan antara pola konsumsi dengan status Hb pada ibu hamil dan

jika nilai p > 0.05 maka hubungan antara pola konsumsi dengan status

Hb pada ibu hamil tidak bermakna.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2013 pada

sejumlah ibu hamil di Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan

Kabupaten Gowa. Dari penelitian ini diperoleh data sebagai berikut:

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Secara geografis Kabupaten Gowa terletak pada koordinat antara

5o 33’ 6” sampai 5o 34’ 7” Lintang Selatan dan 12o 38’ 6” sampai 12o 33’

6” Bujur Timur (Profil Gowa, 2011).

Secara administratif, batas-batas wilayah administrasi Kabupaten

Gowa adalah (Profil Gowa, 2011).

Sebelah Utara : Kota Makassar dan Kabupaten Maros.

Sebelah Timur : Kabupaten Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng.

Sebelah Selatan : Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto.

Sebelah Barat : Kabupaten Takalar, Kota dan Selat Makassar.

Ada sembilan Kecamatan yang merupakan dataran tinggi dan

sisanya adalah di dataran rendah. Dilihat dari jumlah penduduknya,

Kabupaten Gowa termasuk kabupaten terbesar ketiga di Sulawesi Selatan

setelah Kota Makassar dan Kabupaten Bone. Berdasarkan hasil Susenas

2005, penduduk Kab. Gowa tercatat sebear 575 295 jiwa. Pada Tahun

2004 jumlah penduduk mencapai 565.262 jiwa, sehingga penduduk pda


tahun 2005 bertambah sebesar 1,77% . Persebaran penduduk di kabupaten

Gowa pada 16 kecamatan bervariasi. Hal ini terlihat dari kepadatan

penduduk per kecamatan yang masih sangat timpang. Untuk wilayah

Somba Opu, Pallangga, Bontonompo Selatan dan Bajeng, yang

wilayahnya hanya 12,56% penduduk Gowa. Sedangkan wilayah

Kecamatan Bontomarannu, Pattallasang, Parangloe, Manuju, Barombong,

Tinggimoncong, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu dan Biringbulu,

yang meliputi sekitar 80,18% wilayah Gowa hanya dihuni oleh sekitar

40,44% penduduk Gowa (Profil Gowa, 2011).

Adapun kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan

memiliki luas area masing-masing 33,62 km2 dan 26,01 km2, sedangkan

jumlah kelurahan yang ada pada bontonompo ada 14 kelurahan/desa dan

bontonompo selatan 9 desa/kelurahan (Profil Gowa, 2011).

Kecamatan Bontonompo merupakan salah satu kecamatan di

Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Terletak di bagian selatan

ibu kota kabupaten dengan jarak 16 km dari Sungguminasa. Bontonompo

terdiri atas 14 desa/kelurahan yang dibagi kedalam tiga kelurahan dan 11

desa. Kelurahan Bontonompo, Kelurahan Tamallayang, Kelurahan

Kalase'rena, Desa Bontolangkasa, Desa Bontolangkasa Selatan, Desa

Barembeng, Desa Kale Barembeng, Desa Bategulung , Desa Manjapai,

Desa Katangka, Desa Bontobiraeng Selatan, Desa Bontobiraeng Utara,

Desa Romanglasa, Desa Bulogading. Dibentuk berdasarkan Perda Nomor

7 Tahun 2005. Ibukota Kecamatan Bontonompo adalah Tamallayang


dengan jarak sekitar 16 km dari Sungguminasa, ibu kota kabupaten Gowa.

Bontonompo pada bagian timur berbatasan dengan Kec. Pombangkeng

Utara Kab. Takalar, Selatan dengan Kec. Bontonompo Selatan, Barat

dengan Bajeng Barat dan Kec. Galesong Selatan, sebelah utara dengan

Kec. Bajeng. Jumlah penduduk Kecamatan Bontonompo pada tahun 2008

sebesar 39.936 jiwa, terdiri dari 19.182 jiwa laki-laki dan 20.754 jiwa

perempuan 20.754 jiwa serta 99,97 persen dari jumlah itu beragama Islam

(Profil Gowa, 2011).

Kecamatan Bontonompo Selatan merupakan satu dari 18

kecamatan di Kabupaten Gowa. Terletak di dataran berbatasan dengan

hanya satu kecamatan lain di Gowa. Bontonompo Selatan merupakan

daerah dataran yang berbatasan sebelah Utara Kecamatan Bontonompo,

bagian Selatan Kabupaten Takalar, bagian Barat dan Timur Takalar.

Dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 9 (sembilan) desa dan dibentuk

berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2005. Ibukota kecamatan terletak di

Bontoramba dengan jarak sekitar 30 km dari Sungguminasa (Profil Gowa,

2011).

2. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden

Distribusi responden berdasarkan karateristik ibu hamil dapat

dilihat pada tabel berikut:


Tabel 4. 1
Distribusi Responden Berdasarkan Karateristik Ibu Hamil
di Kabupaten Gowa Tahun 2013

Karakteristik n %
Umur
18-20 tahun 11 16,9
21-30 tahun 37 56,9
>30 tahun 17 26,2
Jenis pekerjaan
Pedagang/Penjual 4 6,2
PNS 3 4,6
Pegawai Swasta 2 3,1
Pengrajin 1 1,5
Wiraswasta 1 1,5
IRT 48 73,8
Lainnya 6 9,2
Tingkat pendidikan
Tidak pernah sekolah 1 1,5
Tidak tamat SD/MI 2 3,1
Tamat SD/MI 16 24,6
SMP/MTs/Sederajat 14 21,5
SMA/MA/Sederajat 21 32,3
Universitas 11 16,9
Pendapatan Keluarga
≤ 1.000.000 42 64,6
>1.000.000-2.000.000 13 20,0
>2.000.000-5.000.000 8 12,3
>5.000.000 2 3,1

Total 65 100
Sumber : Data Primer,2013

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan dari 65 responden,

mayoritas kelompok umur pada ibu hamil yaitu 21-30 tahun (56,9%).

Berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan dari 65 responden,

mayoritas pekerjaan ibu hamil adalah Ibu Rumah Tangga (73,8%).

Berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan dari 65

responden, mayoritas pendidikan ibu hamil adalah SMA/MA/Sederajat

(32,3%).
Berdasarkan pendapatan keluarga menunjukkan dari 65

responden, yang paling tinggi tingkat pendapatan keluarga yaitu ≤

1.000.000 (64,6%).

b. Status Hemoglobin (Hb)

Pada penelitian ini status Hemoglobin (Hb) seseorang

menggunakan metode cyanmetheglobin dan berdasarkan standar yang

telah ditetapkan oleh WHO sebagai parameter untuk menetapkan

anemia atau tidak anemia. Distribusi ibu hamil berdasarkan status

hemoglobin dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2
Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Kadar Hb
Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

Status Hb n (%) Min-Max X±SD


Kadar Hb 6,9-14,4 11,25±1,2
Anemia 24 (37,0)
Normal 41 (63,0)
Sumber : Data Primer,2013

Berdasarkan tabel 4.2, menunjukkan bahwa dari 65 responden

yang mengalami anemia ada sebanyak 24 responden (37%). Rata-rata

kadar Hb sebesar 11,25 dengan Standar Deviasi (SD) sebesar 1,2.

c. Asupan Zat Gizi

Pada penelitian ini data jumlah asupan protein, vitamin C dan

Zat besi diperoleh dengan cara food frequency semikuantitatif yang

dilakukan kepada 65 responden, kemudian dihitung menggunakan

nutrisurvey versi Indonesia.


Tingkat kecukupan asupan protein, zat besi, dan vitamin C

dibedakan dalam 2 kategori yaitu kategori cukup dan kategori kurang.

Kategori cukup bila responden memperoleh score total ≥ 77 %

sedangkan kategori kurang bila < 77 %.

Tabel 4. 3
Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Asupan Zat Gizi
di Kabupaten Gowa Tahun 2013

Kategori Asupan Zat Gizi n (%) Min-Max X±SD

Protein 29-209 77,7±34,7


Cukup 24 (36,9)
Kurang 41 (63,1)
Zat Besi 10-110 47,8± 30,7
Cukup 16 (24,6)
Kurang 49 (75,4)
Vit.C 14-437 86,1±73,1
Cukup 34 (52,3)
Kurang 31 (47,7)
Sumber : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari 65

responden, untuk asupan protein yang berada dalam kategori cukup

sebanyak 24 responden (36,9%) dengan rata-rata asupan sebesar

77,7 mg/hr dan Standar Deviasi (SD) sebesar 34,7 mg. Untuk

asupan zat besi yang berada dalam kategori cukup sebanyak 16

responden (24,6%) dengan rata-rata asupan sebesar 47,8 mg/hr dan

Standar Deviasi (SD) sebesar 30,7 mg. Untuk asupan vitamin C yang

berada dalam kategori cukup sebanyak 34 responden (52,3%)

dengan rata-rata asupan sebesar 86,1 mg/hr dan Standar Deviasi

(SD) sebesar 73,1 mg.


d. Frekuensi Konsumsi

Pada penelitian ini data frekuensi konsumsi diperoleh dengan

cara food frequency semikuantitatif yang dilakukan kepada 65

responden. Dengan kategori konsumsi >4 kali/hari (4), 2-3 kali/hari

(2.5), 1 kali/hari (1), 5-6 kali/minggu (0.79), 2-4 kali/minggu (0.43), 1

kali/minggu (0.14), 1-3 kali/bulan (0.07), dan tidak pernah (0). Masing-

masing kategori memiliki skor. Setiap bahan makanan yang dikonsumsi

responden diberikan skor kemudian dirata-ratakan kemudian

dikategorikan kembali menjadi 2 kategori yaitu sering (bila konsumsi

bahan makanan ≥ 1x/hari atau 2-6x/minggu) dan jarang (bila konsumsi

bahan makanan ≤ 1x/minggu atau tidak pernah)

1. Gambaran Frekuensi Konsumsi Jenis Bahan Makanan

a. Sumber Zat Besi Heme

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden
Berdasarkan Jenis Bahan Makanan
Sumber Zat Besi Heme

Jenis Makanan Mean >4x/ 2-3 x 1x/ 5-6 x / 2-4 x / 1x/ 1-3 x / Tidak Jumlah Total
Konsumsi hr / hr hr mgg mgg mgg bln Pernah Skor
(gr/hr) 4 2,5 1 0,79 0,43 0,14 0,07 0
Hati Ayam 0,08 n 0 0 0 0 0 0 3 62 65 0,00
s 0 0 0 0 0 0 0,21 0 0,21
Hati Sapi 0,49 n 0 0 0 0 0 0 12 53 65 0,01
s 0 0 0 0 0 0 0,84 0 0,84
Daging Sapi 1,29 n 0 0 0 0 0 0 24 41 65 0,03
s 0 0 0 0 0 0 1,68 0 1,68
Daging Kambing 1,15 n 0 0 0 0 0 0 5 60 65 0,01
s 0 0 0 0 0 0 0,35 0 0,35
Ayam 4,40 n 0 0 0 0 0 26 33 6 65 0,09
s 0 0 0 0 0 3,64 2,31 0 5,95
Ikan Layang 24,91 n 0 0 27 1 30 2 0 2 65 0,63
s 0 0 27 0,79 12,9 0,28 0 0 40,97
Ikan Bandeng 28,29 n 0 4 46 0 11 2 0 2 65 0,94
s 0 10 46 0 4,73 0,28 0 0 61,01
Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 4.4 (Lanjutan)
Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden
Berdasarkan Jenis Bahan Makanan
Sumber Zat Besi Heme

Jenis Mean >4x/ 2-3 x 1x/ 5-6 x / 2-4 x / 1x/ 1-3 x / Tidak Jumlah Total
Makanan Konsumsi hr / hr hr mgg mgg mgg bln Pernah Skor
(gr/hr) 4 2,5 1 0,79 0,43 0,14 0,07 0
Ikan Cakalang 10,88 n 0 0 0 0 4 18 9 34 65 0,30
s 0 0 0 0 1,72 2,52 15,12 0 19,36
Ikan Banjar 2,20 n 0 0 0 0 0 5 3 57 65 0,12
s 0 0 0 0 0 0,7 6,93 0 7,63
Ikan Kering 2,08 n 0 0 0 0 11 41 6 7 65 0,16
s 0 0 0 0 4,73 5,74 0 0 10,47
Udang 3,15 n 0 0 0 0 0 0 12 53 65 0,01
s 0 0 0 0 0 0 0 0 0,84
Telur Ayam 18,05 n 0 0 0 0 40 25 0 0 65 0,32
s 0 0 0 0 17,2 3,5 0 0 20,7
Sumber : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.4 dari 65 responden, jenis bahan makanan

sumber zat besi heme yang paling sering dikonsumsi adalah ikan

bandeng (0,94) . Walaupun sering dikonsumsi, akan tetapi jumlah

yang dikonsumsi masih kurang jika dibandingkan dengan standar

ukuran yang dianjurkan. Meskipun ibu hamil mengkonsumsi sumber

protein hewani dengan frekuensi sering tetapi jika jumlah yang

dikonsumsi masih kurang, tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan

ibu hamil dan janinnya.

b. Sumber Zat Besi Nonhem


Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden
Berdasarkan Jenis Bahan Makanan
Sumber Zat Besi Nonheme

Jenis Makanan Mean >4x/ 2-3 x 1x/ 5-6 x / 2-4 x / 1x/ 1-3 x / Tidak Jumlah Total
Konsumsi hr / hr hr mgg mgg mgg bln Pernah Skor
(gr/hr) 4 2,5 1 0,79 0,43 0,14 0,07 0
14,38
Tempe n 0 0 22 0 43 0 0 0 65 0,62
s 0 0 22 0 18,49 0 0 0 40,49
Tahu 27,78 n 0 0 8 0 39 14 0 4 65 0,41
s 0 0 8 0 16,77 1,96 0 0 26,73
Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 4.5 (Lanjutan)
Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden
Berdasarkan Jenis Bahan Makanan
Sumber Zat Besi Nonheme

Jenis Mean >4x/ 2-3 x 1x/ 5-6 x / 2-4 x / 1x/ 1-3 x / Tidak Jumlah Total
Makanan Konsumsi hr / hr hr mgg mgg mgg bln Pernah Skor
(gr/hr) 4 2,5 1 0,79 0,43 0,14 0,07 0
Daun Kelor 4,65 n 0 0 0 0 0 5 13 47 65 0,01
s 0 0 0 0 0 0,7 0 0 0,7
Daun Singkong 5,58 n 0 0 5 0 23 23 1 13 65 0,30
s 0 0 5 0 9,89 3,22 1,4 0 19,51
Daun Kacang 6,46 n 0 0 20 0 30 15 0 0 65 0,54
s 0 0 20 0 12,9 2,1 0 0 35
Kangkung 3,68 n 0 0 0 0 30 32 3 0 65 0,27
s 0 0 0 0 12,9 4,48 0 0 17,38
Kacang Panjang 9,89 n 0 5 51 0 9 0 0 0 65 1,04
s 0 12,5 51 0 3,87 0 0 0 67,37
Bayam 11,46 n 0 14 41 0 10 0 0 0 65 1,24
s 0 35 41 0 4,3 0 0 0 80,3
Kacang Kedelai 1,68 n 0 0 0 0 0 2 14 49 65 0,00
s 0 0 0 0 0 0,28 0 0 0,28
Kacang Hijau 3,42 n 0 0 0 0 5 51 0 9 65 0,14
s 0 0 0 0 2,15 7,14 0 0 9,29
Kacang Tanah 3,75 n 0 0 2 0 0 14 32 17 65 0,06
s 0 0 2 0 0 1,96 0 0 3,96
Sumber : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.5 dari 65 responden, jenis bahan makanan

sumber zat besi non heme yang paling sering dikonsumsi adalah

bayam (1,24). Walaupun sering dikonsumsi, akan tetapi jumlah yang

dikonsumsi masih kurang jika dibandingkan dengan standar ukuran

yang dianjurkan.

c. Sumber Zat Pelancar Absorpsi Zat Besi

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden
Berdasarkan Jenis Bahan Makanan
Pelancar Absorpsi Fe

Jenis Makanan Mean >4x/ 2-3 x 1x/ 5-6 x / 2-4 x / 1x/ 1-3 x / Tidak Jumlah Total
Konsumsi hr / hr hr mgg mgg mgg bln Pernah Skor
(gr/hr) 4 2,5 1 0,79 0,43 0,14 0,07 0
Hati Ayam 0,08 n 0 0 0 0 0 0 3 62 65 0,00
s 0 0 0 0 0 0 0,21 0 0,21
Hati Sapi 0,49 n 0 0 0 0 0 0 12 53 65 0,01
s 0 0 0 0 0 0 0,84 0 0,84
Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 4.6 (Lanjutan)
Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden
Berdasarkan Jenis Bahan Makanan
Pelancar Absorpsi Fe

Jenis >4x/ 2-3 x 1x/ 5-6 x / 2-4 x / 1x/ 1-3 x / Tidak Jumlah Total
Makanan Mean hr / hr hr mgg mgg mgg bln Pernah Skor
Konsumsi 4 2,5 1 0,79 0,43 0,14 0,07 0
(gr/hr)
Daging Sapi 1,29 n 0 0 0 0 0 0 24 41 65 0,03
s 0 0 0 0 0 0 1,68 0 1,68
Daging Kambing 1,15 n 0 0 0 0 0 0 5 60 65 0,01
s 0 0 0 0 0 0 0,35 0 0,35
Ayam 4,40 n 0 0 0 0 0 26 33 6 65 0,09
s 0 0 0 0 0 3,64 2,31 0 5,95
Ikan Layang 24,91 n 0 0 27 1 30 2 0 2 65 0,63
s 0 0 27 0,79 12,9 0,28 0 0 40,97
Ikan Bandeng 28,29 n 0 4 46 0 11 2 0 2 65 0,94
s 0 10 46 0 4,73 0,28 0 0 61,01
Ikan Cakalang 10,88 n 0 0 0 0 4 18 9 34 65 0,30
s 0 0 0 0 1,72 2,52 15,12 0 19,36
Ikan Banjar 2,20 n 0 0 0 0 0 5 3 57 65 0,12
s 0 0 0 0 0 0,7 6,93 0 7,63
Jeruk 16,86 n 0 0 0 0 2 31 19 13 65 0,08
s 0 0 0 0 0,86 4,34 0 0 5,2
Jambu Biji 5,02 n 0 0 0 0 8 14 26 17 65 0,08
s 0 0 0 0 3,44 1,96 0 0 5,4
Mangga 3,88 n 0 0 0 0 0 0 27 38 65 0,03
s 0 0 0 0 0 0 1,89 0 1,89
Kedondong 23,88 n 0 0 5 0 10 25 5 10 65 0,73
s 0 0 5 0 4,3 3,5 34,65 0 47,45
Rambutan 33,77 n 0 10 36 0 19 0 0 0 65 1,06
s 0 25 36 0 8,17 0 0 0 69,17
Pepaya 14,46 n 0 0 0 0 0 0 29 36 65 0,03
s 0 0 0 0 0 0 0 0 2,03
Wortel 1,77 n 0 0 0 0 0 22 37 6 65 0,09
s 0 0 0 0 0 3,08 2,59 0 5,67
Tomat 17,14 n 0 0 32 0 30 3 0 0 65 0,70
s 0 0 32 0 12,9 0,42 0 0 45,32
Sumber : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.6 dari 65 responden, jenis bahan

makanan sumber zat pelancar absorpsi zat besi yang sering

dikonsumsi adalah rambutan (1,06). Frekuensi konsumsi yang

sering belum tentu sejalan dengan total asupan makanan.

Walaupun ibu hamil mengkonsumsi sumber zat pelancar absorpsi

dengan frekuensi sering, akan tetapi jika jumlah yang dikonsumsi

rendah, tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan ibu hamil.


d. Sumber Zat Penghambat Zat Besi

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Konsumsi Responden
Berdasarkan Jenis Bahan Makanan
Penghambat Absorpsi Fe

Jenis Mean >4x/ 2-3 x 1x/ 5-6 x / 2-4 x / 1x/ 1-3 x / Tidak Jumlah Total
Makanan Konsumsi hr / hr hr mgg mgg mgg bln Pernah Skor
(gr/hr) 4 2,5 1 0,79 0,43 0,14 0,07 0
Teh 1,40 n 0 17 46 0 2 0 0 0 65 1,37
s 0 42,5 46 0 0,86 0 0 0 89,36
Kopi 0,28 n 0 0 0 0 0 0 2 63 65 0,00
s 0 0 0 0 0 0 0,14 0 0,14
Susu Kedelai 0,88 n 0 0 0 0 5 51 0 9 65 0,14
s 0 0 0 0 2,15 7,14 0 0 9,29
Susu Sapi 8,22 n 0 0 2 0 0 14 32 17 65 0,06
s 0 0 2 0 0 1,96 0 0 3,96
Bayam 11,46 n 0 14 41 0 10 0 0 0 65 1,24
s 0 35 41 0 4,3 0 0 0 80,3
Daun kelor 4,65 n 0 0 0 0 0 5 13 47 65 0,01
s 0 0 0 0 0 0,7 0 0 0,7
Daun singkong 5,58 n 0 0 5 0 23 23 1 13 65 0,30
s 0 0 5 0 9,89 3,22 1,4 0 19,51
Daun kacang 6,46 n 0 0 20 0 30 15 0 0 65 0,54
s 0 0 20 0 12,9 2,1 0 0 35
Kangkung 3,68 n 0 0 0 0 30 32 3 0 65 0,27
s 0 0 0 0 12,9 4,48 0 0 17,38
Kacang Panjang 9,89 n 0 5 51 0 9 0 0 0 65 1,04
s 0 12,5 51 0 3,87 0 0 0 67,37
Kacang tanah 3,75 n 0 0 2 0 0 14 32 17 65 0,06
s 0 0 2 0 0 1,96 0 0 3,96
Kacang hijau 3,42 n 0 0 0 0 5 51 0 9 65 0,14
s 0 0 0 0 2,15 7,14 0 0 9,29
Kacang Kedelai 1,68 n 0 0 0 0 0 2 14 49 65 0,00
s 0 0 0 0 0 0,28 0 0 0,28
Sumber : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.7 dari 65 responden, jenis bahan makanan

penghambat absorpsi Fe yang paling banyak dikonsumsi adalah teh (1,37).

Frekuensi sering dalam hal ini bermakna negatif, karena semakin sering

mengonsumsi sumber penghambat zat besi dan dalam jumlah yang

banyak akan memberikan efek negatif pada ibu hamil.


2. Gambaran Frekuensi Konsumsi Responden

a. Sumber Zat Besi Heme

Tabel 4. 8
Distribusi Ibu Hamil Berdasarkan Frekuensi Konsumsi
Sumber Bahan Makanan Di Kabupaten Gowa
Tahun 2013

Kategori Frekuensi n (%) Min-Max X±SD


Konsumsi
Sumber Heme 0,17-0,56 0,36±0,08
Sering 8 (12,30)
Jarang 57 (87,70)
Sumber Nonheme 0,21-0,75 0,45±0,11
Sering 8 (12,30)
Jarang 57 (87,70)
Sumber Pelancar Fe 0,28-0,69 0,41±0,09
Sering 41 (63,10)
Jarang 24 (36,90)
Sumber Penghambat Fe 0,27-0,90 0,52±0,15
Sering 14 (21,50)
Jarang 51 (78,50)
Sumber: Data Primer,2013

Berdasarkan tabel 4.8, dapat dilihat bahwa dari 65 ibu

hamil, untuk kategori sering konsumsi makanan zat besi heme

ditemukan sebanyak 8 responden (12,3%) sedangkan yang

kategori jarang konsumsi zat besi heme ditemukan sebanyak 57

responden (87,7%) dengan rata-rata frekuensi sebesar 0,36 dan

Standar Deviasi (SD) sebesar 0,08. Untuk kategori sering konsumsi

makanan zat besi non heme ditemukan sebanyak 41 responden

(63,1)% sedangkan yang kategori jarang konsumsi zat besi non

heme ditemukan sebanyak 24 responden (36,9%) dengan rata-rata

frekuensi sebesar 0,45 dan Standar Deviasi (SD) sebesar 0,11.


Untuk kategori sering konsumsi makanan zat besi heme ditemukan

sebanyak 14 responden (21,5)% sedangkan yang kategori jarang

konsumsi zat besi heme ditemukan sebanyak 51 responden

(78,5%) dengan rata-rata frekuensi sebesar 0,41 dan Standar

Deviasi (SD) sebesar 0,09 sedangkan untuk kategori sering

konsumsi makanan zat penghambat absorpsi zat besi ditemukan

sebanyak 18 responden (27,7)% sedangkan yang kategori jarang

konsumsi makanan zat penghambat absorpsi zat besi ditemukan

sebanyak 47 responden (72,3%) dengan rata-rata frekuensi sebesar

0,52 dan Standar Deviasi (SD) sebesar 0,15.

3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Hemoglobin

Hubungan Asupan Protein dengan Status Hb Ibu Hamil Di

Kabupaten Gowa Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 4. 9
Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Hb Ibu Hamil
Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

Kategori Asupan Status hemoglobin (Hb) Total


Zat Gizi Anemia Tidak Anemia p
n % n % n %
Protein
Cukup 8 12,3 25 38,5 33 50,8 0,64
Kurang 16 24,6 16 24,6 32 49,2
Zat Besi
Cukup 4 6,1 29 44,6 33 50,8 0,25
Kurang 20 30,8 12 18,5 32 49,2
Vitamin C 0,01
Cukup 8 12,3 26 40,0 34 52,3
Kurang 16 24,6 15 23,1 31 47,7

Total 24 36,9 41 63,1 65 100


Sumber: Data Primer, 2013

Berdasarkan hasil uji chi square dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein (p=0,64)

dan asupan zat besi (p=0,25) dengan status hemoglobin sehingga

hipotesis nol (H0) diterima, sedangkan untuk asupan vitamin C

(p=0,01) terdapat hubungan yang signifikan dengan status

hemoglobin sehingga hipotesis nol (H0) ditolak.

b. Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Zat

Besi Heme dengan Status Hemoglobin

Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Zat

Besi Heme dengan Status Hb Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa Tahun

2013 dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 4. 10
Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan dengan Status Hb
Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa
Tahun 2013

Kategori Frekuensi Status hemoglobin (Hb) Total p


Konsumsi Anemia Tidak Anemia
n % n % n %
Sumber Heme 0,34
Sering 5 7,7 13 20,0 18 27,7
Jarang 19 29,2 28 43,1 47 72,3
Sumber Nonheme 0,04
Sering 19 29,2 22 33,9 41 63,1
Jarang 5 7,7 19 29,2 24 36,9
Sumber Pelancar Fe 0,03
Sering 6 9,2 21 32,3 27 41,5
Jarang 18 27,7 20 30,8 38 58,5
Sumber Penghambat Fe 0,03
Sering 20 30,8 24 36,9 44 67,7
Jarang 4 6,1 17 26,2 21 32,3
Total 24 36,9 41 63,1 65 100
Sumber : Data Primer,2013

Berdasarkan hasil uji chi square dapat disimpulkan tidak ada

hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi sumber zat besi

heme (p=0,34) dengan status hemoglobin sehingga hipotesis nol (H0)

diterima. Hasil penelitian ini juga menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara frekuensi konsumsi sumber zat besi nonhem (p =

0,04), frekuensi konsumsi sumber pelancar zat besi (p = 0,03) dan

frekuensi konsumsi penghambat zat besi (p =0,03) dengan status

hemoglobin ibu hamil sehingga hipotesis nol (H0) ditolak.


B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Dari 65 responden, sebagian besar ibu hamil berumur antara 21-30

tahun (56,9%) yang merupakan kelompok umur reproduksi sehat.

Berdasarkan aspek sosial ekonomi yang dinilai berdasarkan tingkat

pendidikan, pendapatan dan pekerjaan ibu menunjukkan bahwa sebagian

besar ibu hamil hanya tamat sekolah menengah atas (SMA) (32,3%) , lebih

dari 70% ibu hamil bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan yang

paling tinggi tingkat pendapatan keluarga yaitu ≤ 1.000.000 (64,6%).

Umur ibu pada saat hamil akan mempengaruhi timbulnya anemia.

Bila umur ibu pada saat hamil relatif muda (<20 tahun) akan beresiko

anemia. Hal itu dikarenakan pada umur tersebut masih terjadi

pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih banyak dibandingkan

dengan umur di atasnya. Bila zat gizi yang dibutuhkan tidak terpenuhi,

akan terjadi kompetisi zat gizi antara ibu dengan bayinya (Wijianto, 2002).

Menurut Depkes (2001), kadar Hb 7.0 - 10.0 g/dl banyak ditemukan pada

kelompok umur <20 tahun (46%) dan kelompok umur 35 tahun atau lebih

(48%).

Rendahnya tingkat pendidikan ibu hamil dapat menyebabkan

keterbatasan dalam upaya menangani masalah gizi dan kesehatan keluarga

(Wijianto, 2002). Pendidikan formal sangat penting dalam menentukan

status gizi keluarga. Kemampuan baca tulis di pedesaan akan membantu

dalam memperlancar komunikasi dan penerimaan informasi, dengan


demikian informasi tentang kesehatan akan lebih mudah diterima oleh

keluarga (Sukarmi, 1994).

Handayani (2008) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang

dicapai seseorang mempunyai hubungan nyata dengan pengetahuan gizi

dari makanan yang dikosumsinya. Pengetahuan gizi dan kesehatan

merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui

pendidikan. Pengetahuan gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap

pola konsumsi pangan. Semakin banyak pengetahuan tentang gizi dan

kesehatan, maka semakin beragam pula jenis makanan yang dikonsumsi

sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan

individu (Suhardjo, 1992).

Berat ringannya pekerjaan ibu juga akan mempengaruhi kondisi

tubuh dan pada akhirnya akan berpengaruh pada status kesehatannya. Ibu

yang bekerja mempunyai kecenderungan kurang istirahat, konsumsi

makan yang tidak seimbang sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk

menderita anemia dibandingkan ibu yang tidak bekerja (Wijianto, 2002).

Lebih lanjut dikatakan Wijianto bahwa status pekerjaan biasanya erat

hubungannya dengan pendapatan seseorang atau keluarga. Ibu hamil yang

tidak bekerja kemungkinan akan menderita anemia lebih besar

dibandingkan pada ibu yang bekerja. Hal ini disebabkan pada ibu yang

bekerja akan menyediakan makanan, terutama yang mengandung sumber

zat besi dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja.
Menurut Winarno (1997), tingkat ekonomi (pendapatan) yang

rendah dapat mempengaruhi pola makan. Pada tingkat pendapatan yang

rendah, sebagian besar pengeluaran ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

pangan dengan berorientasi pada jenis pangan karbohidrat. Hal ini

disebabkan makanan yang mengandung banyak karbohidrat lebih murah

dibandingkan dengan makanan sumber zat besi, sehingga kebutuhan zat

besi akan sulit terpenuhi, dan dapat berdampak pada terjadinya anemia gizi

besi.

2. Status Hemoglobin pada Ibu Hamil

Hemoglobin merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi

membawa oksigen dan karbondioksidan. Hemoglobin (Hb) merupakan

parameter yang paling umum digunakan untuk menetapkan prevalensi

anemia. Status hemoglobin (Hb) dapat diartikan sebagai keadaan kadar Hb

seseorang yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan metode tertentu

dan didasarkan pada standar yang telah ditetapkan. Kadar hemoglobin

yang kurang dari normal mengindikasikan kejadian anemia. Untuk

menentukan Hb seseorang dapat dilakukan dengan berbagai metode, dan

dalam penelitian ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode

dengan pengukuran menggunakan hemoque dan berdasarkan standar yang

telah ditetapkan oleh WHO sebagai parameter yang digunakan untuk

menetapkan anemia atau tidak terkena anemia.

Penentuan status hemoglobin dalam prevalensi anemia pada ibu

hamil didasarkan pada jumlah ibu hamil yang diperiksa. Dari 65


responden yang diperiksa, 24 (36,9%) diantaranya mengalami anemia dan

41 (63,1%) responden yang tidak mengalami anemia. Prevalensi anemia

defisiensi besi ibu hamil ditemukan sebesar 36,9% dari 65 ibu hamil yang

diperiksa. Angka yang didapatkan cukup mencengangkan dan sudah

termasuk dalam golongan masalah kesehatan masyarakat yang moderat.

Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak faktor, yaitu faktor

langsung, tidak langsung dan mendasar. Secara langsung anemia

disebabkan oleh seringnya mengkonsumsi zat penghambat absorbsi zat

besi, kurangnya mengkonsumsi promotor absorbsi zat besi non heme serta

adanya infeksi parasit. Adapun kurang diperhatikannya keadaan ibu pada

waktu hamil merupakan faktor tidak langsung. Namun secara mendasar

anemia pada ibu hamil disebabkan oleh rendahnya pendidikan dan

pengetahuan serta faktor ekonomi yang masih rendah (Darlina, 2003).

Oleh karena itu, hal ini perlu mendapat perhatian dari ibu hamil

serta keluarga agar lebih memperhatikan dan memperbaiki menu makanan

sehari-hari yang dikonsumsi khususnya makanan yang dapat memenuhi

kebutuhan ibu hamil baik dari segala kualitas maupun kuantitasnya.

3. Pola Konsumsi

Diantara berbagai faktor penyebab terjadinya anemia, pola

konsumsi merupakan faktor yang paling dominan (50%) pengaruhnya

terhadap anemia defisiensi besi (Fatimah St et al., 2011). Di Indonesia,

berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil mengkonsumsi pangan

pokok, pangan hewani, sayur dan buah dalam jumlah yang tidak memadai,
yang berimplikasi pada tidak terpenuhinya kebutuhan energi, protein dan

berbagai mineral yang penting bagi kehamilan seperti besi, iodium dan

zink yang kaya dalam pangan hewani, serta vitamin utamanya vitamin A,

C dan asam folat yang banyak terkandung pada buah dan sayur.

Demikian pula dengan hasil penelitian Herlina et al,. (2008) yang

melaporkan bahwa semakin kurang baik pola makan, maka semakin tinggi

angka kejadian anemia pada ibu hamil, dan hal ini menunjukkan

kebermaknaan secara statistik (p < 0.05).

a. Hubungan Asupan Protein dengan Status Hemoglobin

Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino

yang dikandungnya. Protein komplet atau dengan nilai biologi tinggi

atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis

asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan.

Semua protein hewani, kecuali gelatin, merupakan protein komplet.

Protein tidak komplet atau protein bermutu rendah adalah protein

yang tidak mengandung atau mengandung dalam jumlah kurang satu

atau lebih asam amino esensial. Sebagian besar protein nabati kecuali

kacang kedelai dan kacang-kacangan lain merupakan protein tidak

komplet (Almatsier, 2010).

Ibu hamil memerlukan konsumsi protein lebih banyak dari

biasanya. Paling sedikit kebutuhan protein sekitar 60g/hari .

Kebutuhan protein hewani lebih besar daripada kebutuhan protein

nabati. Ikan, telur, daging, dan susu perlu lebih banyak dikonsumsi
dibandingkan tahu, tempe dan kacang. Hal ini disebabkan karena

struktur protein hewani lebih mudah dicerna daripada protein nabati.

Protein tersebut digunakan untuk pertumbuhan anak yang dikandung

sekitar 70%, pembentukan plasenta (menunjang, memelihara, dan

menyalurkan makanan bagi bayi), dan untuk pertumbuhan dan

perkembangan sel-sel otak selama masa janin dan berkaitan erat

dengan kecerdasan (Widodo, 2004). Diperkirakan sebanyak 300-500

ml darah akan hilang pada persalinan, sehingga cadangan darah

diperlukan pada periode tersebut dan hal ini tidak terlepas dari peran

protein (Nadesul, 2002).

Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai

p=0,64 , sehingga hipotesis nol (H0) diterima artinya tidak ada tidak

ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status

hemoglobin ibu hamil. Hasil ini sejalan dengan penelitian Tristiyanti

(2006) bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat

konsumsi protein dengan kadar Hb. Hal ini diduga karena pangan

sumber protein yang dikonsumsi ibu hamil baik anemia maupun yang

tidak anemia umumnya merupakan sumber protein nabati.

Sebagaimana diketahui bahwa pangan nabati merupakan sumber zat

besi non heme. Dalam penyerapannya, sumber zat besi non heme

lebih rendah dibandingkan dengan sumber zat besi heme. Bahan

pangan yang dipakai sebaiknya 2/3 merupakan bahan yang


mempunyai nilai protein yang tinggi seperti daging tak berlemak,

ikan, telur, susu, dan hasil olahannya (Badriah, 2011).

b. Hubungan Asupan Fe dengan Status Hemoglobin

Zat gizi besi (Fe) merupakan kelompok mineral yang

diperlukan, sebagai inti dari hemoglobin, unsur utama sel darah merah.

Menurut Almatsier (2010), pada umumnya, besi di dalam daging, ayam,

dan ikan mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi, besi di dalam

serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik yang

sedang, dan besi yang terdapat pada sebagian besar sayur-sayuran

terutama yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam

mempunyai ketersediaan biologik yang rendah.

Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk

dunia yang mengalami kekurangan besi, termasuk di Indonesia.

Kurangnya asupan zat besi dalam menu makanan dapat menyebabkan

anemia sehingga dapat menurunkan kebugaran tubuh, produktivitas

kerja dan kekebalan tubuh seseorang.

Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai

p=0,25, sehingga hipotesis nol (H0) diterima artinya tidak ada

hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan status

hemoglobin ibu hamil. Hasil ini sejalan dengan penelitian Tristiyanti

(2006) bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat

konsumsi zat besi dengan kadar Hb. Hal ini diduga karena pangan

sumber zat besi yang dikonsumsi bukan berasal dari besi heme sehingga
kurang bisa mendukung keberadaan zat besi dalam tubuh. Ibu hamil

anemia maupun tidak anemia pada penelitian ini mengkonsumsi pangan

sumber besi heme dalam frekuensi yang lebih rendah jika dibandingkan

dengan frekuensi konsumsi pangan sumber besi non heme. Selain itu

kemungkinan besar konsumsi besi non heme tidak diimbangi dengan

konsumsi besi heme. Sebagaimana diketahui bahwa besi heme lebih

mudah diserap oleh tubuh daripada besi non heme.

Ketidakcukupan jumlah Fe dalam makanan terjadi karena pola

konsumsi makan masyarakat Indonesia masih didominasi sayuran

sebagai sumber zat besi yang sulit diserap, sedangkan daging dan bahan

pangan hewani sebagai sumber zat besi yang baik (heme iron) jarang

dikonsumsi terutama oleh masyarakat pedesaan (Depkes RI, 1998).

Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari, yang

terdiri atas campuran sumber besi berasal dari hewan dan tumbuh-

tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu sumber absorbsi.

Menu makanan di Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi,

daging/ayam/ikan, kacang-kacangan, serta sayuran dan buah buahan

yang kaya akan vitamin C.

c. Hubungan Asupan Vit.C dengan Status Hemoglobin

Defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi

pangan hewani yang banyak mengandung besi (seperti daging, ayam,

ikan, kerang, susu, dan keju) yang mudah diserap oleh tubuh. Di

samping itu dapat pula disebabkan oleh rendahnya konsumsi makanan


yang mendorong zat besi seperti vitamin C dan protein serta adanya zat

penghambat (inhibitor) penyerapan besi seperti fitat, tannin, pektin

(Effendi YH et al., 2000).

Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai

p=0,01 , sehingga hipotesis nol (H0) ditolak artinya ada hubungan yang

signifikan antara asupan Vitamin C dengan status hemoglobin ibu

hamil. Hasil ini sejalan dengan penelitian Argana (2004) bahwa

konsumsi vitamin C dan kadar Hb menunjukkan hubungan yang

bermakna (p=0,000). Hal ini disebabkan karena sumber bahan makanan

vitamin C seperti rambutan dan kedondong sedang populer di kalangan

ibu hamil. Buah rambutan dan kedondong sangat sering dikonsumsi ibu

hamil bahkan hampir setiap hari dikonsumsi, hal ini di duga karena

kedua buah ini lagi musimnya di daerah tersebut.

Vitamin C sangat membantu penyerapan besi non heme dengan

mereduksi besi ferri menjadi ferro dalam usus halus sehingga mudah

diabsorpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang

sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi

besi dalam bentuk non heme meningkat empat kali lipat bila ada

vitamin C. Dengan demikian resiko anemia defisiensi zat besi bisa

dihindari. (Gibney et al., 2008).


d. Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Zat Besi

Heme dengan Status Hemoglobin.

Bentuk besi dalam makanan tergantung dari bahan makanan yang

dikonsumsi. Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh pada

penyerapannya. Zat besi Hem, berasal dari makanan sumber hewani

seperti hati, daging, unggas dan ikan. Besi hem, yang merupakan bagian

dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat di dalam daging hewan

dapat diserap dua kali lipat daripada besi nonhem. Kurang lebih 40%

dari besi di dalam daging, ayam dan ikan terdapat sebagai besi hem dan

selebihnya sebagai nonhem (Almatsier, 2010).

Zat besi heme banyak terdapat di dalam daging dan produk daging.

Sekitar 25 % dari zat besi heme yang di dalam daging akan terserap

oleh tubuh tidak seperti zat besi non hem, penyerapan zat besi hem

tidak dipengaruhi oleh oleh status zat besi dari seseorang.

Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai

p=0,34, sehingga hipotesis nol (H0) diterima artinya tidak ada

hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi zat besi heme

dengan status hemoglobin ibu hamil. Sebagian besar responden baik

yang anemia maupun tidak anemia jarang mengonsumsi sumber zat

besi hem. Tercacat hanya 5 (7,7%) responden pada kelompok anemia

dan 13 (20,0%) responden responden non anemia mengkonsumsi

sumber zat besi hem dalam frekuensi sering. Hal ini dikarenakan ibu

hamil yang anemia maupun anemia lebih sering mengkonsumsi sumber


zat besi yang non-Hem dibanding sumber zat besi heme. Hal ini juga

mungkin dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang rendah. Sumber zat

besi non hem seperti tempe, tahu, sayuran umumnya lebih terjangkau

dibanding dengan zat besi heme seperti daging, ayam, dan hasil olahan

lainnya.

e. Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Zat Besi

Non Heme dengan Status Hemoglobin

Zat besi non hem terdapat dalam pangan nabati, seperti sayur-

sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan. Penyerapan zat

besi non hem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jumlah zat

besi non hem yang tersedia, status besi dari seseorang dan adanya

keseimbangan antara faktor pendorong dan penghambat penyerapan zat

besi (Citrakesumasari, 2012).

Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai

p=0,04 , sehingga hipotesis nol (H0) ditolak artinya ada hubungan

yang signifikan antara frekuensi konsumsi zat besi heme dengan status

hemoglobin ibu hamil. Tercatat sebesar 19 (29,2%) responden pada

kelompok anemia dan 22 (33,9%) responden non anemia

mengkonsumsi sumber zat besi non hem dalam frekuensi sering. Hal

ini diduga karena pangan sumber zat besi yang dikonsumsi seperti

tempe, tahu, dan sayur-sayuran lebih sering dikonsumsi dibandingkan

berasal dari besi heme seperi daging, ayam, ikan sehingga kurang bisa

mendukung keberadaan zat besi dalam tubuh. Jumlah besi dari sumber
besi non hem umumnya relatif tinggi dibandingkan dengan zat besi

heme. Walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa

diserap dengan baik oleh usus. Di samping jumlah besi, perlu

diperhatikan kualitas besi di dalam makanan, dinamakan juga

ketersedian biologik (bioavailability). Pada umumnya besi di dalam

daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, dan

besi di dalam sebagian kacang-kacangan mempunyai ketersediaan

biologik sedang, sedangkan besi di dalam sebagian besar sayuran,

terutama yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam

mempunyai ketersediaan biologik rendah (Citrakesumasari, 2012).

f. Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Pelancar

Absorpsi Fe dengan Status Hemoglobin

Menurut Gibney et al,. (2008) bahan makanan kelompok

peningkat absorpsi Fe adalah bahan makanan yang mempunyai fungsi

sebagai bahan makanan yang akan memperbesar absorpsi zat besi dari

dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Menurut Almatsier (2010)

bahan makanan yang dapat meningkatkan absropsi zat besi adalah

ayam, daging, ikan dan vitamin C.

Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai p

=0,03, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak artinya ada hubungan yang

signifikan antara frekuensi konsumsi pelancar absorpsi besi dengan

status hemoglobin ibu hamil. Tercatat sebanyak 6 (9,2%) responden

pada kelompok anemia dan 21 (32,3%) responden non anemia


mengkonsumsi sumber bahan makanan pelancar absorpsi besi dalam

frekuensi sering. Hal ini disebabkan bahan makanan pelancar

kelompok vitamin C seperti rambutan dan kedondong sedang populer di

kalangan ibu hamil. Buah rambutan dan kedondong sangat sering

dikonsumsi ibu hamil bahkan hampir setiap hari dikonsumsi, hal ini di

duga karena kedua buah ini lagi musimnya di daerah tersebut. Bahan

makanan lainnya seperti tomat juga sering dikonsumsi ibu hamil

(1x/hari).

Seperti diketahui bahwa vitamin C sangat membantu

penyerapan besi non heme dengan mereduksi besi ferri menjadi ferro

dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Vitamin C menghambat

pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan

besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk non heme meningkat

empat kali lipat bila ada vitamin C. Dengan demikian resiko anemia

defisiensi zat besi bisa dihindari (Gibney et al., 2008).

g. Hubungan Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Penghambat

Absorpsi Fe dengan Status Hemoglobin

Disamping faktor yang mendorong penyerapan zat besi non hem,

terdapat pula faktor yang menghambat penyerapan zat besi. Bahan

makanan penghambat absorpsi Fe (inhibitor) adalah bahan makanan

yang bersifat akan menghambat absorpsi Fe oleh tubuh dari makanan

yang dikonsumsi seperti fitat (pada dedak, katul, jagung, protein

kedelai, susu, coklat dan kacang- kacangan), polifenol (termasuk


tannin) pada teh, kopi, bayam, kacang kacangan, Zat kapur / kalsium

(pada susu, keju), Phospat (pada susu, keju) (Soekirman, 2000).

Asam fitat yang banyak terdapat dalam sereal dan kacang-

kacangan merupakan faktor utama yang bertanggung jawab atas

buruknya ketersediaan hayati zat besi dalam jenis makanan ini. Karena

serat pangan sendiri tidak menghambat absorpsi besi, efek penghambat

pada bekatul semata-mata disebabkan oleh keberadaan asam fitat.

Perendaman, fermentasi, dan perkecambahan biji-bijian yang menjadi

produk pangan akan memperbaiki absorpsi dengan mengaktifkan enzim

fitase untuk menguraikan asam fitat (Citrakesumasari, 2012).

Berdasarkan hasil uji Chi Square dapat diketahui bahwa nilai

p=0,03, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak artinya ada hubungan yang

signifikan antara frekuensi konsumsi penghambat absorpsi besi dengan

status hemoglobin ibu hamil. Tercatat sebesar 20 (30,8%) responden

pada kelompok anemia dan 24 (36,9%) responden non anemia

mengkonsumsi sumber bahan makanan penghambat absorpsi besi

dalam frekuensi sering. Frekuensi sering yang dimaksudkan disini

bermakna negatif. Dikarenakan makin jarang zat penghambat yang

dikonsumsi dan zat pelancarnya makin banyak maka akan bernilai

positif untuk penyerapan zat besinya. Hal ini diduga karena sebagian

besar ibu hamil yang anemia mengonsumi teh hampir setiap hari,

bahkan ada yang sampai 2 kali sehari begitupula dengan bayam yang

hampir setiap hari dikonsumsi. Padahal seperti diketahui tanin yang


terdapat dalam teh hitam merupakan jenis penghambat paling paten dari

semua inhibitor yang ada. Hasil ini sejalan dengan penelitian Susilo

(2002) bahwa semakin besar asupan tanin, maka semakin rendah kadar

Hb.

Tanin yang merupakan polifenol dan terdapat di dalam teh,

kopi dan beberapa jenis sayuran dan buah juga menghambat absorpsi

besi dengan cara mengikatnya. Secara teoritik diketahui bahwa tanin

bisa mempengaruhi penyerapan zat besi dari makanan terutama yang

masuk kategori zat besi non hem misalnya padi-padian, sayur-mayur,

dan kacang-kacangan. Tanin berikatan dengan zat besi yang terdapat

dalam makanan sehingga membentuk komponen yang tidak dapat

diserap oleh tubuh (Almatsier, 2010).

C. Keterbatasan Penelitian

1. Pada penelitian ini sampel yang digunakan sedikit yaitu 65 responden.

Sehingga ada kemungkinan hasil penelitian ini belum menggambarkan

asupan protein dan zat besi responden.

2. Dalam penelitian ini survei konsumsi makanan menggunakan metode

food frequency semikuantitatif (SQ FFQ) dimana data yang didapatkan

tergantung dari daya ingat responden dan alat peraga yang digunakan

bukan food model tapi food picture, sehingga bias pengukuran

konsumsi makanan bisa saja terjadi.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini mengenai Hubungan Pola Konsumsi

dengan Status Hemoglobin (Hb) pada Ibu Hamil di Kabupaten Gowa,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan pemeriksaan hemoglobin di dapatkan 24 (36,9%)

responden yang kategori Hb nya < 11 g/dL (anemia) dan 41 (63,1%)

responden ≥ 11 g/dL (tidak anemia).

2. Tidak ada hubungan antara asupan protein dan asupan zat besi dengan

status hemoglobin pada ibu hamil sedangkan untuk asupan vitamin C

berhubungan dengan status hemoglobin pada ibu hamildi Kabupaten

Gowa tahun 2013

3. Tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi sumber zat besi hem

dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun

2013.

4. Ada hubungan antara frekuensi konsumsi sumber zat besi non hem

dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa tahun

2013.

5. Ada hubungan antara frekuensi konsumsi bahan makanan pelancar

absorpsi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa

tahun 2013.
6. Ada hubungan antara frekuensi konsumsi bahan makanan penghambat

absorpsi dengan status hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Gowa

tahun 2013

B. Saran

1. Bagi ibu hamil sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari,

yang terdiri atas campuran sumber besi yang berasal dari hewan (daging

yang berwarna merah, daging unggas, hati, telur, ikan, udang, kerang,

dan lain-lain) dan bahan makanan nabati (sayuran, kacang-kacangan,

dan biji-bijian) serta serta sumber gizi yang lain yang dapat membantu

absorpsi zat besi vitamin C

2. Bagi ibu hamil yang rutin mengonsumsi teh atau kopi sebaiknya tidak

mengonsumsi pada saat menyantap sumber zat besi non-Hem, karena

bahan tersebut mengandung Tanin dan Cafein yang dapat menghambat

penyerapan zat besi. Disarankan bagi ibu hamil agar mengatur waktu

konsumsi minum teh. Tunda minum teh atau kopi minimal 1 jam

setelah makan,apabila ingin mendapatkan manfaat maksimal dari

sumber zat besi yang kita makan.

3. Kepada para petugas kesehatan, disarankan untuk lebih meningkatkan

program penyuluhan tentang gizi seimbang untuk meningkatkan

pengetahuan ibu hamil dalam memenuhi kebutuahn gizinya selama

kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA

Allen L.H, 1996. Iron- Ascorbic Acid and Iron-Calsium Interctions and Thwir
Relevance in Complementary Feeding in Micronutrien Interaction: Impact
on Child Health and Nutrition, Washington, DC: US Agency for
International Development.

Almatsier, S, 2010. Ilmu Gizi Dasar. Jakarta: PT.Gramedia Pusaka.

Argana, 2004. Vitamin C Sebagai Faktor Dominan Untuk Kadar Hemoglobin


Pada Wanita Usia 20 - 35 Tahun. J Kedokteran Trisakti, Vol.23 No.1.

Arisman, 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Badriah, L, 2011. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: PT.Refika


Aditama.

Citrakesumasari, 2012. Anemia Gizi Masalah dan Pencegahannya. Yogyakarta:


Kalika.

Darlina, 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi


pada Ibu Hamil S1 Undergraduate, Institut Pertanian Bogor.

Demaeyer, E. M, 1993. Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi.


Jakarta: Widia Medika.

Waspadji S, S Kartini & Suharyati, 2010. Daftar Bahan Makanan Penukar.


Jakarta: Balai Penerbit Fakulats Kedokteran Universitas Indonesia.

Depkes RI, 1998. Perawatan Pemberian Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes


RI.

Depkes RI, 2001. Program Penanggulangan Anemia Gizi pada Wanita Usia
Subur (WUS); (Safe Motherhood Project: A Partnership and Family
Approach). Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI, 2003. Gizi dalam Angka sampai dengan tahun 2002. Jakarta: Depkes
RI.

Dinkes Sulsel, 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan 2008. Jakarta:
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
Effendi Yh, D Briawan & Barunawati, M., 2000. Keragaan Konsumsi Pangan
dan Kadar Serum Darah Mineral Besi (Fe) dan Seng (Zn) dalam Serum
Darah Ibu Hamil. Media Gizi dan Keluarga tahun XXIV Vol II No 1.

Eko Wijanti Ribut, Rahmaningtyas Indah & Dewi, W. 2012, Hubungan Pola
Makan Ibu Hamil Trisemester III dengan Kejadian Anemia. Vol II No.2.

Fadlilah, M. 2009, Hubungan Lama Menstruasi, Status Gizi, Konsumsi Bahan


Makanan Peningkat - Penghambat Absorpsi Fe dan Kadar Hemoglobin
Pada Karyawati PT. Wyeth Indonesia S1 Undergraduate Esa Unggul
Jakarta.

Fatimah St, Hadju V, Bahar B & Abdullah, Z, 2011. Pola Konsumsi dan Kadar
Hemoglobin pada Ibu Hamil Di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
MAKARA, KESEHATAN, VOL. 15, NO. 1, JUNI 2011: 31-36.

Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M. & Arab, L, 2008. Gizi Kesehatan
Masyarakat, Jakarta: EGC.

Gibson, R. S. 2005, Principles of Nutritional Assesment. New York: Oxford


University Press.

Hadi, H, 2004. Editorial: Gizi lebih sebagai tantangan baru dan implikasinya
terhadap kebijakan pembangunan kesehatan nasional. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia 2004, ; 1 (2): 51-8.

Handayani, Wiwik & Andi Sulistyo Haribowo, 2008. Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan System Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Herlina, Nina & Djamilus, F, 2008. Faktor Risiko Kejadian Anemia pada Ibu
Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor. Available:
file://D:/Dataku/Tugas/Anemia, 2008 [Accessed 15 Januari 2013].

Himadi, A. 2012, Gambaran Pola Makan dan Status Hemoglobin Ibu Hamil di
Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar S1 Undergraduate, Universitas
Hasanuddin.

Khomsan 2003, Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagravindo
Persada.

Khumaidi, 1994. Gizi Masyarakat. Jakarta: Penerbit PT BPK Gunung Mulia.

Manuaba, I. B, 2001. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan keluarga


Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Marks, Maria, C., Jolieke & Pols, V. D, 2006. Relative Validity of Food Intake
Estimates Using a Food Frequency Questionnaire Is Associated with Sex,
Age, and Other Personal Characteristic. JN The Journal Of Nutrition
University of Queensland.

Mochtar, 1998. Sinopsis Obsetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Muwakhidah, 2009. Efek Suplementasi Fe, Asam Folat dan Vitamin B12 terhadap
Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) Pada Pekerja Wanita (di Kabupaten
Sukoharjo). S2 Postgraduate, Universitas Diponegoro.

Nadesul 2002. Makanan Sehat untuk Ibu Hamil. Jakarta, Puspa Swasta.

Nindya & Susila, T. 2012, PSG Dietetik Individu. Fakultas Kesehatan


Masyarakat. Universitas Airlangga, Surabaya.

Ojofeitimi Eo, Ogunjuyigbe Po & Sanusi 2008. Poor Dietary Intake of Energy
and Retinol among Pregnant Women: Implications for Pregnancy
Outcome in Southwest Nigeria. Pak. J. Nutr, 7(3):480-484.

Phuoang , N, 2006. Factors of Nutritional Anemia ini Vietnam. The FASEB


Journal 20 :AI50.

Price & Wilson L, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Profil Gowa, 2011. Kondisi Geografis Kabupaten Gowa. Available:


www.gowakab.go.id [Accessed 8 April 2013].

Profil Sulsel, 2008. Profil Kesehatan Sulawesi Selatan 2008. Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan.

Puji Esse, Satriani Sri, Nadimin & Fathiyathul Fadliyah, 2010. Hubungan
Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi dengan Kejadian Anemia Gizi pada
Ibu Hamil di Puskesmas Kassi-Kassi. Media Gizi Pangan, Vol.X, Edisi 2.

Riskesdas, 2007. Laporan Nasional 2007. Jakarta: Depkes RI 2008.

Saifuddin, A. B, 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta, YBP-SP.

Samhadi, 2008. Malnutrisi, Keteledoran Sebuah Bangsa Available:


www.kompas.com [Accessed 10 Januari 2013].
Shafa, 2010. Anemia pada Ibu Hamil Available:
http://drshafa.wordpress.com/2010/11/16/anemia-pada-bumil [Accessed 7
Januari 2013].

Soediatama, 2008. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.

Soeparman, 1992. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sohimah, 2006. Anemia dalam Kehamilan dan Penanggulangannya. Jakarta:


Gramedia.

Suhardjo, 1992. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Suheimi, H. 2007. Anemia Dalam Kehamilan. Available:


http://ksuheimi.blogspot.com/2007/09anemia-dalam-kehamilan.html
[Accessed 16 Januari 2013].

Sukarmi, 1994. Kesehatan keluarga dan lingkungan. Pusat Antar Universitas.


Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Sukrat, B. & Sirichotiyakul, S, 2006. The prevalence and causes of anemia during
pregnancy in Maharaj Nakorn Chiang Mai Hospital. . J. Med. Assoc. Thai
89(Suppl 4):S142-146.

Sulistyoningsih, H, 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Supariasa N, Bakri B & Fajar I, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Susilo, 2002. Hubungan asupan zat besi dan inhibitornya sebagai predictor kadar
hemoglobin ibu hamil di Kabupaten Bantul Propinsi DIY. Berita
kedokteran masyarakat, xviii (1).

Trsitiyanti, W, 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Anemia Pada Ibu


Hamil Di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. S1
Undergraduate, Institut Pertanian Bogor.
WHO, 2000. Major Nutritional Deficiency Diseases in 5. Emergencis: The
Management Of Nutrition Major Emergencies. Geneva: WHO.

Widodo, 2004. Important of Brain Growth Infant Intellectual Development.


Jakarta: 2nd Asian Congress of Pediatric Nutrition.

Wijianto, 2002. Dampak Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) dan Faktor
faktor yang Berpengaruh terhadap Anemia Gizi Ibu Hamil di Kabupaten
Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah S1 Undergraduate, Institut Pertanian
Bogor.

Wiknjosastro, H, 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo.

Winarno, F, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wirahadikusuma, E, 1999. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta: PT.


Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.

Yuni, L, 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada


Ibu Hamil di Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Kabupaten Gowa
Tahun 2010. Available: http://unhieluizkebidanan.blogspot.com/
[Accessed 7 Januari 2013]
Tabel Sintesa Hasil Penelitian Tentang Pola Konsumsi dan Anemia pada Ibu Hamil

No. NamaPeneliti/ Judul Lokasi, Masalah Variabel Hasil Saran Ket (sumber)
Tahun Penelitian Populasi,
Sampel
1. St. Fatimah, Pola - Tiga Untuk melihat - Independen - Hasil penelitian Pola konsumsi ibu Makara
Konsumsi dan kecamatan prevalensi :Pola menunjukkan bahwa hamil berhubungan Kesehatan
Veni Hadju,
Kadar di wilayah anemia Konsumsi Ibu prevalensi anemia ibu dengan rendahnya (Jurnal)
Burhanuddin Hemoglobin Kabupaten defisiensi besi Hamil hamil sebesar 41% di kadar hemoglobin ibu
Pada Ibu Maros yaitu dan besarnya - Dependen : mana umumnya anemia hamil di daerah
Bahar, Zulkifli
Hamil di Kecamatan kontribusi pola Kadar ringan dan sedang (54,9% penelitian. Disamping
Abdullah, 2011 Kabupaten Lau dan konsumsi Hemoglobin dan 43,9%). Pola makan itu, konsumsi tablet
Maros Kecamatan terhadap kadar ibu hamil pada umumnya besi dan juga
Tanralili. hemoglobin nasi, ikan, dan sayur- status gizi ibu hamil.
- Seluruh Ibu pada ibu hamil. sayuran secukupnya. Upaya peningkatan
hamil yang Sayuran dan buah sangat konsumsi ibu
ada di jarang dikonsumsi dan hamil harus terus
wilayah hanya 3-6 kali seminggu. dilakukan dengan
kerja Asupan energi dan protein menggunakan
Puskesmas hanya 59% dan 72% AKG sumber bahan pangan
Barandasi (angka kecukupan gizi) lokal seperti ikan,
Kecamatan atau 1300 kcal dan 48 gr. telur, sayuran
Lau dan Umumnya vitamin hanya hijau (bayam,
Puskesmas dikonsumsi sekitar 40% kangkung, dan daun
Carangki AKG kecuali untuk kelor), pepaya,
Kecamatan vitamin A (76%, 605 RE), pisang, jeruk, dan
Tanralili asam folat (195%, 1170 tomat masak. Selain
- 200 orang, ug), dan Vitamin B12 itu, perhatian
di wilayah (142%, 3,7 ug). juga harus diberikan
Puskesmas kepada status gizi ibu
Barandasi hamil dan
dipilih konsumsi tablet besi
sebanyak sesuai dengan program
71 ibu yang ada di
hamil dan lapangan.
di wilayah
Puskesmas
Carangki
sebanyak
129 ibu
hamil.

2. Ribut Eko Hubungan -Wilayah Untuk - Independen : Hasil penelitian ini adalah Disarankan agar lebih Riset
Pola Makan Kerja mengetahui Pola makan Ibu rata- rata (63%) ibu hamil ditingkatkan peran Kesehatan
Wijanti, Indah
Ibu Hamil Puskesmas hubungan pola Hamil TM III mengalami aktif tenaga kesehatan (Jurnal)
Rahmaningtyas, Trisemester III Sambi makan Ibu Trisemester III anemia, pola makan ibu setempat untuk
dengan Kabupaten Hamil TM III - Dependen : hamil TM III rata-rata melakukan upaya
Dewi Widari,
Kejadian Kediri dengan Anemia Ibu (65%) tidak sehat. preventif dalam
2012 Anemia - Semua ibu kejadian Hamil rangka mencegah
hamil TM III Anemia pada terjadinya anemia
yang ada di ibu hamil karena pola makan
wilayah kerja yang tidak sehat.
Puskesmas Misalnya dengan cara
Sambi penyuluhan tentang
sejumlah 80 gizi kepada ibu hamil
orang

3. A.Esse Puji, Sri Hubungan - Di wilayah Untuk - Independen : Hasil penelitian ini Hasil penelitian Media Gizi
Satriani,Nadimi Pengetahuan Puskesmas mengetahu i Pengetahuan menunjukkan prevalensi menunjukkan bahwa Pangan
n, Fathiyatul Ibu dan Pola Kassi-Kassi hubungan dan Pola anemia ibu di wilayah sebagian besar pola (Jurnal)
Fadliyah, 2010 Konsumsi Kota pengetahuan Konsumsi kerja Pukesmas Kassi- konsumsi ibu hamil
dengan Makassar dan pola - Dependen Kassi sebesar 47 % sebagian besar kurang
Kejadian -Semua ibu konsumsi :Anemia gizi pengetahuan tentang sebanyak 28 orang
Anemia Gizi hamil di dengan ibu hamil nutrisi maternal dan pola (55%) sedangkan pola
pada Ibu Puskesmas kejadian konsumsi mencapai 55 %. konsumsi cukup
Hamil di Kassi- anemia gizi sebanyak 23 orang
Puskesmas Kassi pada Ibu hamil (45%).
Kassi-Kassi sebanyak 228
orang
4. Tristitanti, Faktor-Faktor - - Di wilayah - Untuk - Independen: Hasil penelitian ini Mengingat masih Skripsi
Wara, 2006 yang Kabupaten mengetahui Karakteristik menunjukkan prevalensi tingginya prevalensi Insitut
Mempengaruh Bogor faktor-faktor bumil, anemia pada ibu hamil di anemia gizi pada ibu Pertanian
i Status - - Ibu Hamil yang kesehatan, wilayah penelitian ini hamil di Bogor
Anemia pada sebanyak 64 mempengaruhi Status Kek, adalah sebesar 62,5%. wilayah penelitian,
Ibu Hamil di Orang status anemia Konsumsi Rata-rata konsumsi energi hendaknya perlu
Kecamatan pada ibu hamil Zat gizi, pada penelitian ini adalah diambil tindakan
Ciampea di Kecamatan Konsumsi 1230 kkal/org/hari di penanggulangan dan
Kabupaten Ciampea, teh, infeksi mana sebagian besar pencegahan lebih
Bogor Kabupaten dan penyakit. contoh (79,7%) memiliki lanjut. Upaya tersebut
Bogor - Dependen: tingkat kecukupan energi dapat dilakukan
Status dengan kategori defisit melalui perbaikan
Anemia berat (<70% AKE). Rata- pengetahuan gizi dan
Bumil rata konsumsi protein kesehatan. Materi
sebesar 34,75 g/org/hari yang disampaikan bisa
dengan 82,8% contoh beragam,
memiliki tingkat misalnya materi
kecukupan protein dengan tentang zat gizi yang
kategori defisit berat penting untuk tulang
(<70% AKP). Hampir dan gigi, tentang
seluruh contoh (95,3%) contoh pangan sumber
mengkonsumsi zat besi protein, tentang zat
dalam jumlah yang rendah gizi untuk tambah
(<15mg/kapita/hari) dan darah, serta jenis
dengan persentase yang imunisasi untuk ibu
sama sejumlah contoh hamil. Selain itu suami
mengkonsumsi vitamin C contoh dapat
dalam jumlah yang kurang diikutsertakan dalam
(<85 mg/hr). Sebesar upaya ini mengingat
43,8% contoh pengetahuan gizi
mengkonsumsi tablet contoh berhubungan
Fe. Persentase contoh dengan tingkat
yang mengkonsumsi teh pendidikan suami
dengan frekuensi contoh.
16-30 kali/bulan tidak
berbeda jauh dengan
persentase contoh yang
tidak mengkonsumsi teh.
Tercatat 40,6% contoh
mengkonsumsi teh dengan
frekuensi 16-30 kali/bulan
dan 39,1% contoh tidak
mengkonsumsi teh.
Sebagian besar contoh
(54,7%) menderita
penyakit infeksi selama
sebulan terakhir dan
sebesar 53,1% contoh
memiliki kondisi
lingkungan yang baik.
5 Argana Guntur, Vitamin C - - Penelitian Penelitian ini - Independen: - Hasil penelitian Disarankan untuk Jurnal
Kusharisupeni, sebagai faktor dilaksanakan bertujuan untuk variabel menunjukkan, prevalensi memberikan tablet Kedokteran
Diah M.Utari dominan untuk di kecamatan memperoleh LILA, anemia besarnya 65,3%, tambah darah Trisakti
kadar Kintab gambaran frekuensi yang berarti anemia dan vitamin C pada
hemoglobin kabupaten prevalensi konsumsi yang terjadi dapat wanita sebelum hamil,
pada wanita Tanah Laut anemia dan vitamin C digolongkan sebagai sebagai
usia 20-35 propinsi faktor-faktor dan masalah kesehatan persiapan menghadapi
tahun Kalimantan seperti indeks pengeluaran masyarakat tingkat berat. kehamilannya
Selatan massa per kapita per Berdasar pengukuran IMT
Penelitian ini tubuh (IMT), bulan ternyata sebanyak
bertujuan lingkar lengan - Dependen: 71,3% sampel tergolong
untuk atas (LILA), Kadar Hb normal, 12% kurus dan
memperoleh konsumsi zat 16,7% overweight.
gambaran gizi makro dan mengkonsumsi protein >
prevalensi mikro, lama 100% angka kecukupan
anemia dan haid, gizi (AKG). Untuk
faktor-faktor pengetahuan konsumsi zat besi ternyata
seperti indeks tentang anemia keadaannya masih sangat
massa dan memprihatinkan karena
tubuh (IMT), pengeluaran hanya 6,7% sampel yang
lingkar per kapita per konsumsi besinya >100%.
lengan atas bulan yang Selanjutnya sampel yang
(LILA), berhubungan mengkonsumsi vitamin C
konsumsi zat dengan kadar >100% AKG berjumlah
gizi makro hemoglobin 44,7%.
dan mikro, (Hb) pada Makanan sumber heme
lama haid, wanita usia 20- cukup sering
pengetahuan 35 dikonsumsi sampel,
tentang tahun di dimana sebanyak 80,7%
anemia kecamatan mengkonsumsi > 1x/mgg,
dan Kintab sebaliknya makanan
pengeluaran kabupaten sumber vitamin C hanya
per kapita per Tanah Laut dikonsumsi > 1x /mgg
bulan yang Kalimantan oleh
berhubungan Selatan. 10,7% sampel. Kebiasaan
dengan kadar minum teh tidak cukup
hemoglobin populer di daerah
(Hb) pada penelitian, terlihat 63,3%
wanita usia sampel
20-35 tahun tidak pernah minum teh.
di kecamatan
Kintab
kabupaten
Tanah Laut
Kalimantan
Selatan
KUESIONER PENELITIAN

Nama Responden
1 Puskesmas/kecamatan

2 Nama desa/kelurahan

3 Nomor urut KK

4 Nama responden (Ibu RT)

Nama KK (Bapak)

No. ID
II. KETERANGAN PENCACAHAN
5 Tanggal Wawancara :

Pewawancara: Tgl/bln/thn
………………………………..
Editorial: Tgl/bln/thn
………………………………..
Editor:
III. DATA RUMAH TANGGA
6. Umur

Ibu : ………………… tahun

Bapak : ………………… tahun


7 Jumlah anggota keluarga yang
menetap 4 bulan terakhir ……………….. orang
8 Apakah ibu mengkonsumsi 1. Tidak
multivitamin dan mineral selama 2. Ya
hamil? Jika ya, sebutkan….
9 Pendidikan :
1. Ibu : 01. Tidak pernah sekolah 05. SMA/MA 1.
sederajat
2. Bapak : 02. Tidak tamat SD/MI 06. Diploma 2.
03. Tamat SD/MI 07. Universitas
04. SMP/MTs/Sederajat
10. Jenis pekerjaan:
01. Petani 09. supir 1.
1. Ibu : 02. Petani penggarap 10. Tukang kayu
03. Pedagang/penjual 11. nelayan 2.
2. Bapak : 04. Buruh harian 12. Pengrajin
05. Pegawai negeri 13. Wiraswata
06. Pegawai swasta 14. IRT
07. Tukang becak/gerobak 15. Lainnya,
sebutkan!
08. Tukang perahu 14. Tidak bekerja
11. Pendapatan keluarga/bulan 01. <50.000
02. >50.000-100.000
03. >100.000-150.000
04. >150.000-200.000
05. >200.000-250.000
06. >250.000-500.000
07. >500.000-1.000.000
08. >1.000.000-2.000.000
09. >2.000.000-5.000.000
10. >5.000.000
12. Barang/perabot yang dimiliki
1. Motor 5. parabola
2. Kulkas 6. Radio
3. Televisi 7. Kursi Tamu
4. VCD
13. Tempat yang digunakan untuk 1. Kakus miliki sendiri
BAB 2. kakus umum
3. sungai/ empang/laut
4. semak-semak/ empang
5. lainnya, sebutkan! ……………………………..

14. Sumber air minum 1. Empang 6. Pompa tangan


2. Sumur bersemen 7. Air ledeng/PAM
3. Sumur tidak bersemen 8. Lainnya, sebutkan!
4. Tadah air
5. Mata air ……………………………..
15 Jarak rumah ke sumber air
minum …………………….. meter
16. Bagian utama dari lantai rumah 1. Semen 4. Kayu
terbuat dari? 2. Batu 5. Bambu
3. Tanah 6. Lainnya, sebutkan!
……………………………..
17. Bagian utama dari dinding 1. Semen 4. Kayu
terbuat dari? 2. Batu 5. Bambu
3. Seng 6. Lainnya, sebutkan!
……………………………..
18. Bagian utama terbuat dari rumah
terbuat dari? 1. Genteng 4. Ijuk/rumbia
2. Seng 5. Bambu
3. Sirap 6. Lainnya, sebutkan! ……………………………..
19. Bahan bakar yang dipakai untuk
masak 1. Kayu
2. Minyak tanah
3. Gas ……………………………..
4. Lainnya, sebutkan!
IV. DATA IBU HAMIL
20. Apakah ibu memeriksakan 0. Tidak
kehamilan sekarang? 1. Ya
21. Bila iya, siapa yang memeriksa 1. Bidan desa
kehamilan ibu? 2. Bidan
3. Dokter
4. Dukun ……………………………..
5. Lainnya, sebutkan!
22. Bila kepetugas kesehatan
kesehatan, berapa kali …………………………….. kali
memeriksakan kehamilan?
23. Bila kepetugas kesehatan, 1. Pustu 5. Rumah Sakit
dimana ibu memeriksakan 2. Puskesmas 6. Lainnya,
kehamilan? sebutkan!
3. Poskesdes ……………………………..
4. Rumah bidan
V. STATUS GIZI
24. Hasil pengukuran
antropometri/Hb
- Berat badan ibu: ………… , …………… Kg
- Panjang/tinggi ibu: ……….. , ……………. Cm
- Lingkar lengan atas: ……….. , ……………. Cm
- Hemoglobin: ………... , …………… gr/dl
KETERPAPARAN ASAP ROKOK
25. Apakah ibu mempunyai 0. Tidak
kebiasaan merokok? 1. Ya
26. Jika iya, berapa batang perhari? ……………………… batang

27. Apakah ada anggota keluarga 0. Tidak


yang tinggal serumah mempunyai 1. Ya
kebiasaan merokok ? jika ada,
berapa batang perhari? ……………………… batang
Sebutkan! ………....... batang
28. Apakah anggota keluarga 0. Tidak
tersebut merokok dalam rumah? 1. Ya
29. Apakah ibu berada didalam 0. Tidak
rumah? 1. Ya
RIWAYAT KEHAMILAN
30 Hari pertama haid terakhir Tanggal :
Bulan :
Tahun :
31. Usia kehamilan ibu saat ini ………………. Minggu
32. Jarak kehamilan dengan
kelahiran anak sebelumnya
(bulan)
33. Riwayat obstetri ibu
1. Gravida
2. Paritas
3. Abortus

34. Penyakit yang pernah diderita ………………………


selama kehamilan
KUESIONER FOOD FREKUENSI SEMI KUANTITATIF

Rata-rata

Berat
Frekuensi Porsi

Berat (g)

Porsi S
Nama Makanan

Pernah

pernah
x/M

Tidak
x/H

x/H

g/H
x/B
K S B

Idak
T
Makanan Pokok
Nasi putih 200 1 prg sdg
Nasi uduk 200 1 prg sdg
Nasi goreng 200 1 prg sdg
Roti Tawar Putih 30 2 iris
Mi basah 200 2 gls
Mi instan 80 1 bks
Singkong 120 1 ptg
Kentang 210 5 bh kcl
Sukun 150 2 ptg sdg
Lauk pauk
Daging sapi 35 1 ptg sdg
Hati sapi 35 1 ptg sdg
Daging kambing 50 1 ptg sdg
Ayam dengan kulit 45 1 ptg sdg
Hati ayam 35 1 bh sdg
Telur ayam kampung 40 1 btr
Telur ayam ras 55 1btr
Telur bebek 60 1 btr
Ikan banjar 45 1/3 ekor
Ikan layang 45 1/3 ekor
Ikan kakap 45 1/3 ekor
Ikan cakalang 45 1/3 ekor
Ikan lele 45 1/3 ekor
Ikan bandeng 45 1/3 ekor
Cumi-cumi 45 1/2 ekor
Udang segar 35 4 ekor sdg
Kepiting 30 1 ekor
Kerang 10 1 bh
Tahu 110 1 ptg bsr
Tempe 50 2 ptg sdg
Ikan teri kering 15 2 sdm
Sayuran
Kacang panjang 50 3 bh
Daun kacang panjang 50 1 prg
Bayam 50 1 prg
Daun singkong 50 1 prg
Wortel 50 1/2 bh
Terong 50 1/2 bh
Kangkung 50 1 prg
Labu siam 50 1 ptg
sdg
Jantung pisang 50 1/2 bh
Pare 50 2 ptg
sdg
Nangka mentah 50 8 ptg
kcl
Oyong 50 1 ptg
sdg
Daun seledri 2 1 jmp
Daun bawang 2 1 jmp
Daun Kelor 50 1 prg
Tomat 25 1 bj
Cabe kecil 5 4 bh
Cabe besar 10 1 bh
Kacang hijau 10 1 sdm
Kacang merah 10 1 sdm
Kacang kedelai 10 1 sdm
Buah
Alpukat 50 ½ bh bsr
Apel 200 1 bh bsr
Belimbing 125 1 bh bsr
Jambu air 100 2 bh sdg
Jeruk manis sunkist 150 1 bh sdg
Jeruk manis selayar 107 1 bh sdg
Mangga 90 ½ bh
sdg
Nangka 50 3 biji
Nanas 95 1/4 bh
sdg
Papaya 110 1 ptg
sdg
Rambutan 75 5 bh
Manggis 80 2 bh
Semangka 180 2 ptg
sdg
Jambu biji 190 1 bh sdg
Anggur 125 11 bh
Pisang ambon 60 1 bh

Pisang mas 50 1 bh
Sirsak 60 1 ptg
sdg
Durian 35 3 bj
Kedondong 100 1 bh
Langsat 75 5 bh
Jeruk bali 105 1 ptg
sdg
Minyak
Minyak kelapa 10 1 sdm
Minyak kelapa sawit 10 1 sdm
Margarine 10 1 sdm
Mentega 10 1 sdm
Santan 50 ¼ gls
Makanan olahan
Sosis 24 1 bj
Ikan sardine 150 1 klg

Abon sapi 5 1 sdm


Kecap 8 1 sdm
Keju 5 1 sdm
Minuman
Susu bubuk 10 1 sdm
Susu kedelai 200 1 gls
Susu kental manis 10 1 sdm
Susu sapi 200 1 gls
Susu kambing 150 ¾ gls
Susu kerbau 100 ½ gls
Susu UHT 200 1 gls
Susu full cream 10 1 sdm
Teh 2 1 ktg
Kopi 5 1 sdm
Cemilan
Biscuit 50 5 bh
Bolu kukus 50 1 bh
Risoles 50 1 bh
Brownis 30 1 bh
Dadar gulung 60 1 bh
Onde-onde jawa 60 1 bh
Kue lapis 50 1 bh
Putu beras 60 1 bh
Putu cangkir 25 1 bh
Ubi jalar goreng 60 1 bh
Pisang goreng 60 1 bh
Bakwan 40 1 bh
Perkedel jagung 40 1 bh
Terang bulan 50 1 ptg
sdg
Martabak 40 1 ptg
sdg
Pisang ijo 60 1 bh
Jalangkote 65 1 bj
Donat 65 1 bj
Pawa 60 1 bj
Makanan Jadi

Soto ayam 225 1 mgk


Bakso 20 1 bj
Pangsit 390 1 mgk
Ketupat 110 1 bj
Gado-gado 430 1 prg
Siomay 160 1 mgk
Mie goreng 420 1 prg
Mie titi 400 1 prg
Ayam krispi 80 1 ptg
Kapurung 580 1 mgk
Kondro 340 1 mgk
RIWAYAT HIDUP

Nama : A. St. Bulkis

Tempat/TanggalLahir : Takkalasi/ 29April 1990

JenisKelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Bugis

Alamat di Daerah : Jalan Sultan Hasanuddin No.22 Takkalasi Kab. Barru

Alamat di Makassar : Kompleks BTP Blok J 231

Nama Ayah : A. Alimuddin (Almarhum)

NamaIbu : Hj. Mardawiah

Email : andist.bulkis@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1996 - 2002 : SD Neg 1 Takkalasi

2. Tahun 2002 - 2005 : SMP Neg 1 Balusu

3. Tahun 2005 - 2008 : SMA Neg 1 Soppeng Riaja

4. Masuk Tahun 2009 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi

Ilmu Gizi, Universitas Hasanuddin


DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai