com
Ketika Debbie Sterling di sekolah menengah, guru matematikanya mengenali bakat kuantitatifnya dan
menyarankan agar dia mengejar jurusan teknik sebagai jurusan perguruan tinggi. Pada saat itu,
Sterling tidak tahu mengapa gurunya berpikir dia harus mengemudikan kereta api untuk mencari
nafkah. Tapi saran itu cukup untuk membuatnya memulai jalan yang benar. Setelah empat tahun di
Stanford, Sterling lulus dengan gelar di bidang teknik mesin. Namun selama masa studinya, Sterling
memperhatikan kurangnya wanita dalam program tekniknya—sebuah fenomena khas di bidang di
mana jumlah pria melebihi wanita 86 persen hingga 14 persen. Pengamatan ini memicu obsesi di
Sterling. Dia memulai misi untuk menginspirasi generasi masa depan insinyur wanita dengan
mengganggu lorong merah muda di toko mainan.
Selama beberapa tahun terakhir, di antara berbagai penghargaan lainnya, Sterling dinobatkan sebagai
"Person of the Moment" Time dan salah satu dari "30 Wanita yang Mengubah Dunia" dari Business
Insider. Mengapa? Karena Sterling adalah pendiri dan CEO GoldieBlox, sebuah perusahaan mainan
yang membuat misi Sterling menjadi kenyataan.
Selama beberapa tahun terakhir, di antara berbagai penghargaan lainnya, Sterling dinobatkan sebagai
"Person of the Moment" Time dan salah satu dari "30 Wanita yang Mengubah Dunia" dari Business
Insider.
Mengapa? Karena Sterling adalah pendiri dan CEO GoldieBlox, sebuah perusahaan mainan yang
membuat misi Sterling menjadi kenyataan
5-18 Dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, kategori atau kategori mana (budaya,
sosial, pribadi, atau psikologis) yang paling menjelaskan keberadaan lorong mainan biru dan lorong
mainan merah muda? Mengapa?
Kategori Sosial, hal ini dikarenakan adanya stereotip gender, hal ini membuat bentuk
generalisasi secara sadar maupun tak sadar sejak kita masih kecil, seperti contohnya, bayi laki-laki
diberikan baju warna biru, dan bayi perempuan diberikan baju warna pink. Skema gender tertanam
dalam kerangka kerja kognitif tentang apa yang didefinisikan sebagai maskulin dan feminin.
Berbagai agen sosialisasi (orang tua, guru, rekan kerja, film, televisi, musik, buku dan agama)
mengajarkan dan memperkuat peran gender selama masa hidup. Media sering dipersalahkan karena
menciptakan dan mempertahankan stereotip. Stereotip media terjadi saat media membentuk
karakteristik beberapa individu dalam suatu kelompok terhadap keseluruhan kelompok individu
tersebut. Stereotip media sering bersifat negatif (misalnya dengan menggambarkan aspekaspek
negatif dari karakteristik suatu kelompok) dan biasanya dilakukan secara berlebihan. Minoritas
biasanya merupakan kalangan yang paling dirugikan oleh stereotip media, dan perempuan
kemungkinan besar adalah korban yang diketahui paling dirugikan. Respon media terhadap tuduhan
stereotip biasanya adalah bahwa media hanya menampilkan sikap masyarakat terhadap satu
kelompok tertentu. Para kritikus media berpendapat sebaliknya karena beberapa stereotip
sebenarnya diciptakan oleh media itu sendiri sedangkan banyak stereotip lain dipaksakan dan
diperkuat oleh pemakaian stereotip ini secara terus-menerus oleh media. Ketimbang memperkuat
stereotip (gender), media seharusnya bersikap proaktif dalam memerangi stereotip. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggambarkan perempuan sebagai sosok yang setara dengan laki-laki, dan bukan
tunduk terhadap laki-laki. Dalam masyarakat modern, perempuan perlu digambarkan sesuai realita,
dan bukan seperti yang digambarkan masyarakat pada tempo dulu. Di lingkungan masyarakat yang
lebih konservatif, media perlu menggambarkan perempuan apa adanya, namun hal ini perlu dilakukan
secara seksama agar tidak menyakiti sensitivitas budaya. Media, sebagai sarana komunikasi yang luas
dan jauh jangkauannya, memiliki kekuatan untuk mendidik dan mengubah pendapat masyarakat.
Wartawan tidak boleh takut menggunakan kekuatan mereka untuk memerangi stereotip gender. Jadi
dapat disimpulkan bahwa factor social paling menjelaskan keberadaan lorong mainan biru dan lorong
mainan merah muda, hal ini dikarenakan adanya stereotipe mengenai gender, yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan social kita sejak saat kita kecil, dengan adanya pembedaan Lorong biru
dan merah muda, menurut kami hal ini juga menjadi mindset seseorang untuk membedakan mainan
antara gender alki-laki dan perempuan
5-19 Pilih faktor spesifik (misalnya, budaya, keluarga, pekerjaan, sikap) yang paling menjelaskan
fenomena lorong mainan biru/merah muda. Jelaskan tantangan yang dihadapi oleh GoldieBlox dalam
mencoba memasarkan mainan yang “berenang melawan arus” atau melawan kekuatan faktor
tersebut.
Budaya: sejak dari kecil, anak laki- laki dan anak perempuan, kebanyakan sudah mulai di arahkan oleh
orang tuanya mengenai mainan jenis apa yang boleh dibeli atau di aminkan, seperti contohnya, anak
laki-laki tidak boleh bermain boneka, dan anak eprempuan tidak boleh main robot-robotan, hal ini
merupakan budaya yang bisa dibilang belum tentu benar dari orang tua kita, tidak semua anak
perempuan yang tidak boleh main robot-robotan, mereka tidak mempunyai ketertarikan pada dunia
robot/ robotic
Keluarga: dari lingkungan keluarga juga sangat ebrpengaruh terhadap minat anak-anak, karena mulai
dari lingkungan keluarga lah, anak kecil di didik, di bombing, dan diarahkan menganai bakat, dan
minatnya Skema gender tertanam dalam kerangka kerja kognitif tentang apa yang didefinisikan
sebagai maskulin dan feminin. Berbagai agen sosialisasi (orang tua, guru, rekan kerja, film, televisi,
musik, buku dan agama) mengajarkan dan memperkuat peran gender selama masa hidup
5-20 Sejauh mana GoldieBlox melawan sistem lorong mainan biru/merah muda?
5-21 Jika GoldieBlox berhasil menjual banyak mainannya, apakah itu akan menyelesaikan misi
meningkatkan kehadiran wanita di bidang teknik?