Anda di halaman 1dari 9

Leukoplakia oral bilateral: Laporan Kasus dan

Tinjauannya terhadap Potensi Transformasi Keganasan

(Bilateral oral leukoplakia: A case report and review on its potential


for malignant transformation)

K. Tupakula Pavan, Ankita Kar, S. Reddy Sujatha, B. K. Devi Yashodha, Nagaraju

Rakesh, V. Shwetha

Departments of Oral Medicine and Radiology, Faculty of Dental Sciences, M S

Ramaiah University of Applied Sciences, Bengaluru,

ABSTRAK

Leukoplakia oral (OL) dianggap sebagai gangguan potensial ganas (PMD) paling

umum yang mempengaruhi mukosa rongga mulut. Dengan berjalannya waktu, definisi OL

terus berkembang. Leukoplakia biasanya muncul setelah dekade keempat kehidupan dan

merupakan salah satu PMD oral paling umum yang memengaruhi rongga mulut. Berdasarkan

fitur makroskopik OL, dapat diklasifikasikan menjadi dua subtipe: homogen dan non-

homogen.

PENDAHULUAN

Salah satu oral yang paling umum berpotensi keganasan (PMDs) yang mempengaruhi

rongga mulut adalah oral leukoplakia (OL). Dalam konferensi internasional pertama OL

(1984) di Malmo, Swedia, Oral Leukoplakia didefinisikan sebagai "bercak putih atau plak

yang tidak dapat dikarakteristikkan secara klinis atau patologis seperti penyakit lainnya dan

tidak terkait dengan agen penyebab fisik atau kimia, kecuali penggunaan tembakau." Pada

tahun 1997, WHO mendefinisikan leukoplakia sebagai lesi yang didominasi putih pada

mukosa mulut, leukoplakia tidak dapat dikarakteristikkan sebagai lesi lain yang dapat

didefinisikan. van der Waal pada 2007 [1] mengemukakan definisi baru leukoplakia termasuk
konfirmasi histologis, tetapi ini belum disetujui oleh WHO, “Lesi yang dominan putih atau

tanda perilaku yang meragukan terkecuali,secara klinis dan histopatologis, kelainan plak

putih yang dapat di definisikan . [1] ”Konsumsi alkohol bersama dengan produk tembakau

lainnya memiliki efek sinergis dan dianggap sebagai faktor penyebab oral leukoplakia . Rata-

rata, tingkat transformasi maligna OL diperkirakan 1,36%. [2] Laporan kasus ini menekankan

aspek pengobatan OL dan untuk secara lebih dalam mencegah perkembangan ganasnya.

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 49 tahun dating ke departemen penyakit mulut dan radiologi

dengan keluhan utama adanya daerah berwarna keputih-putihan pada pipi bagian dalam

kanan sejak 6 bulan yang lalu. Dari riwayat pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 7 tahun

yang lalu, 5 batang rokok per hari. Pada pemeriksaan ektraoral tidak ditemukan kelainan.

Lesi intraoral berupa plak berwarna keputih-putihan, bentuk irregular, pada mukosa bukal

kanan pada garis oklusi, diameter sekitar 1 cm x 2 cm (Gambar 1). Lesi meluas ke anterior

sampai ke 1 cm dari komisura bibir, ke posterior 4 cm dari regio trigonum retromolar, ke

superior 3 cm dari vestibulum bukal atas, dan ke inferior 4 cm dari vestibulum bukal bawah.

Lesi memiliki batas yang jelas dan tegas. Lesi yang sama juga ditemukan pada mukosa bukal

kiri dengan ukuran 1.5 cm x 1.5 cm (Gambar 2). Lesi meluas ke anterior sampai ke 1 cm dari

komisura bibir, meluas ke posterior 4.5 cm dari regio trigonum retromolar. Ke arah superior

lesi meluas sampai ke 2.5 cm dibawah vestibulum bukal atas dan ke inferior berjarak 4 cm

dari vestibulum bukal bawah. Lesi memiliki batas yang jelas dan tegas. Permukaan lesi

memiliki tampilan yang kasar dan berkerut seperti cracked mud. Mukosa disekitarnya

berwarna hitam kecokelatan, mengarah ke pigmentasi melanin postinflamasi. Pada palpasi di

kedua lesi, temuan klinis dikonfirmasi ukuran, bentuk, dan perluasaannya. Lesi tidak dapat

discrap dan tidak lunak. Lesi tersebut meninggi sekitar 0.5 mm dari permukaan. Tidak
terdapat perdarahan pada daerah lesi. Berdasarkan pemeriksaan klinis, diagnosis sementara

dari keadaan tersebut adalah leukoplakia homogen bilateral. Diagnosis banding yaitu

frictional keratosis dan lichen planus tipe plak. Pasien disarankan untuk melakukan

pemeriksaan hematologi rutin dan hasilnya normal diikuti dengan pewarnaan toluidine blue

pada lesi dan diketahui terdapat area retentif pada lesi (Gambar 3). Pasien diberikan

konseling dan motivasi terhadap kebiasaan merokoknya. Biopsi eksisi dilakukan pada ke dua

lesi, pemeriksaan histopatologi dilakukan pada sampel dan hasilnya menunjukkan

leukoplakia oral. Diagnosis akhir yaitu leukoplakia oral ditentukan berdasarkan riwayat

pasien, pemeriksaan klinis, dan hasil pemeriksaan histopatologi. Pasien datang kembali 1

minggu kemudian untuk melepas jahitan dan follow-up. Terdapat penyembuhan pada area

yang dibiopsi (Gambar 4).

Gambar 1 Leukoplakia oral pada mukosa bukal kanan


Gambar 2 Leukoplakia oral pada mukosa bukal kiri

Gambar 3 Pewarnaan toluidine blue menunjukan adanya area retentif pada lesi
Gambar 4 Penyembuhan area yang di biopsi

DISKUSI
Etiologi

Merokok terbukti menjadi faktor penyebab yang dominan dalam oral leukoplakia.

Etiologi leukoplakia dipercaja menjadi afilasi kausal antaralain trauma mekanik

berkepanjangan, kandidiasis, HPV ( jenis 16 dan 18), virus Epstein-Barr, virus herpes

simpleks, virus HIV, dan juga kurangnya konsentrasi serum β – karoten dan vitamin A.

Manifestasi Klinis

Berdasarkan gambaran makroskopis oral leukoplakia dapat diklasifikasikan menjadi

dua subtipe: Homogen dan Non-homogen. Dalam kasus ini, lesi secara klinis terlihat seperti

plak putih dengan permukaan tekstur keriput, yang biasanya mencirikan leukoplakia tipe

homogen.
Histopatologi

Leukoplakia adalah terminologi klinis dan tidak memiliki gambaran histologis

tertentu atau spesifik. Secara histopatologis, leukoplakia menunjukkan tanda-tanda

hyperkeratosis, akantosis, atrofi, dan dapat menunjukkan berbagai macam gejala derajat

displasia epitel. Perubahan histologis bisa disadari ketika adanya tanda-tanda displasia.

Mungkin diikuti oleh hilangnya integritas susunan sel epitel temuan ini membedakan oral

leukoplakia menjadi displastik dan lesi non-displastik. Risiko transformasi keganasan lebih

tinggi menjadi kanker mulut telah dikaitkan dengan adanya displasia pada pemeriksaan

histologis.

Penatalaksanaan

Prediktor terkuat untuk transformasi keganasan adalah perubahan displasia yang

terlihat pada epitel. Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa semua lesi OL harus diobati

terlepas dari ada tidaknya perubahan displasia. Berbagai modalitas pengobatan telah

didokumentasikan termasuk pendekatan secara non-bedah. Tatalaksana non-bedah membantu

mencegah terjadinya transformasi keganasan. Hal ini berfungsi sebagai manajemen

konservatif, khususnya pada pasien yang mengenai area mukosa mulut yang lebih luas, atau

pada pasien yang secara medis terganggu terhadap risiko tinggi bedah. Konsumsi karotenoid

(β - karoten, likopen); Vitamin A, C, dan K; dan fenretinide, bleomycin, dan terapi

fotodinamik telah menunjukkan regresi lesi yang signifikan, tetapi uji coba terkontrol secara

acak untuk tatalaksana non-bedah belum menunjukkan banyak bukti dalam mencegah

transformasi keganasan dan kekambuhan. [3] Pendekatan secara bedah meliputi pembedahan

konvensional, elektrokauterisasi, ablasi laser, atau cryosurgery. Prosedur bedah konvensional

memerlukan eksisi lesi. Dapat disertai dengan atau tanpa penempatan cangkok kulit (skin

graft)atau bahan pembalut lainnya. Metodi ini seringkali tidak dilakukan pada lesi yang
menyebar luas atau pada lokasi anatomi yang kompleks. Morbiditas yang terkait operasi juga

kurang tepat untuk lesi yang ekstensif. Kerusakan terkait operasi juga membuatnya kurang

tepat untuk lesi yang luas. [5]

Keganasan

Beberapa variabel telah dikaitkan dengan peningkatan risiko transformasi keganasan

pada OL. [6] Investigasi multivariat telah mengusulkan bahwa jenis lesi, usia, area yang

terkena, dan displasia dianggap sebagai faktor risiko yang independen. [3,5]

Penampilan

Seperti yang dinyatakan sebelumnya,

 Leukoplakia homogen memiliki peluang lebih kecil untuk mengalami

transformasi keganasan, lesi berisiko rendah

 Lesi merah dan putih yang bervariasi, seperti yang terlihat pada leukoplakia

speckled, memiliki risiko sedang untuk mengalami transformasi keganasan

 Lesi merah (eritroplakia) berisiko lebih tinggi mengalami transformasi

keganasan.

Namun, dokter tidak dapat sepenuhnya mengandalkan tanda klinis secara

makroskopis untuk menentukan diagnosis. Analisis histologis wajib dilakukanuntuk menilai

potensi biologis lesi.

Situs dan usia:

Situs dan usia merupakan indikator prediktif untuk terjadinya transformasi keganasan.

• Telah dilaporkan bahwa lesi yang mempengaruhi lidah atau dasar mulut memiliki

peluang lebih tinggi untuk mengalami transformasi keganasan


• Selain itu, pada lesi dengan diameter lebih besar (> 200 mm) pada bukan perokok,

risikonya lebih tinggi.

• Pasien berusia > 60 tahun dengan lokasi lesi pada batas lateral lidah atau pada

permukaan ventral dan pasien dengan tipe nonhomogen secara makroskopik dengan

perubahan displastik derajat tinggi berkorelasi dengan peningkatan risiko transformasi

keganasan.

Displasia

Dysplasia epitel telah dipandang menonjol sebagi indikator paling vital pada potensi

keganasan. OL displastik telah dinyakatan memberikan dampak 5 kali lebih serius terhadap

risiko transformasi keganasan dibandingkan dengan OL non-plastik, perkiraan nilainya

bergatung pada dominasi leukoplakia pada populasi tertentu. Selama bertahun – tahun telah

direkomendasikan bahwa kandungan DNA (DNA ploidy) merupakan indicator sangat

penting pada transformasi keganasan leukoplakia dan eritroplakia. Multivariat analisis yang

dilakukan pada studi kasus kontrol menunjukkan bahwa kandungan DNA anomaly

merupakan indicator yang signifikan pada perkembangan menjadi keganasan dengan hazard

ratio (HR) 3,3 (interval kepercayaan 95% : 1,5 – 7,4). Bremmer et al, melakukan sebuah

peneitian yang menunjukkan DNA aneuploidi berhubungan dengan progresi kanker (HR: 3.7,

54% sensitifitas dan 60% spesifitas). Pada penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa lesi

DNA aneuploidi memiliki risiko yang lebih tinggi bertransformasi menjadi keganasan

dibandingkan lesi DNA diploid. Beberapa biomarker telah dilaporkan bahwa predictor

signifikan untuk transformasi keganasan, meliputi Ki – 67 (Mib-1) dan bromodeoxyridine,

kombinasi skor biomarker polisomi kromosom p53, dan kehilangan heterozigositas. Peristiwa

yang terjadi pada tingkat molekul untuk menginduksi transformasi lesi premaglinant menjadi

karsinoma belum diketahui. Ekspresi berlebih atau kurang dari suatu biomarker dianggap
memiliki nilai prediksi yang signifikan pada pemeriksaan standard histologi. Pemeriksaan

sitologi oral telah terbukti efisien sebagi pemeriksaan lesi displastik, tetapi variabillitas yang

tinggi dalam hasil sebagai false positif dan false negative menjadi batasannya. Tingkat

prevalensi OL diperkirakan 1,4 – 22% dan ditemukan 6 kali lebih tinggi pada perokok

dibandingkan bukan perokok. Identifikasi dan manajemen awal lesi diperlukan karena lesi

tersebut dapat berpotensi menjadi keganasan.1

Referensi

1. Pavan KT, Kar A, Sujatha SR, Yashodha BKD, Rakesh N, Shwetha V. Bilateral oral

leukoplakia: A case report and review on its potential for malignant transformation. Int

J Clin Correl. 2019;3(1):19–21.

Anda mungkin juga menyukai