Pendidikan
Islam
Kencana. 2010.0299
Hak Penerbitan pada Prenada Media Group
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara
penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit.
Bismillahirrahmanirrahim
J a ka rt a, 14 Se pt e mbe r 2 0 10
Penulis,
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
vi
Daftar Isi
Kata Pengantar v
Daftar Isi vii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran ................................................................................. ....1
B. Tujuan................................................................................................... 3
C. Ruang Lingkup ..................................................................................... 3
D. Pendekatan dan Metode .................................................................... 4
BAB 2 PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Pendidikan Islam dari Segi Bahasa ........................................ 7
B. Pengertian Pendidikan Islam dari Segi Istilah ................................. 28
C. Pengertian Islam.............................................................................. 32
D. Penutup .............................................................................................. 35
BAB 3 Visi DAN MISI PENDIDIKAN ISLAM
A. Visi Pendidikan Islam ........................................................................ 41
B. Misi Pendidikan Islam ......................................................................... 45
C. Penutup ................................................................................................ 54
BAB 4 TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Berbagai Kosakata tentang Tujuan ....................................................... 57
B.tujuan Pendidikan Islam..........................................................................61
C. Penutup..................................................................................................................70
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
viii
Daftar Isi
ix
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
X
1
P enda hu lua n
A. Dasar Pemikiran
Terdapat sejumlah pemikiran yang mendasari penulisan buku Ilmu
Pendidikan Islam ini, yaitu:
Pertama, dibandingkan dengan bidang studi Islam lainnya, seperti
tafsir, hadis, dan fiqih, ilmu pendidikan Islam tergolong sebagai studi
Islam pendatang baru (new comer). Ilmu ini baru muncul pada akhir abad
ke-20, yaitu ketika dunia Islam memerlukan pendidikan Isl am yang unggul
dibandingkan pendidikan lainnya. Pada saat itu, pendidik - an Islam tidak
bisa lagi dilaksanakan seadanya berdasarkan kebiasaan yang ada
sebelumnya, melainkan harus sudah didasarkan pada teori, konsep, dan
desain yang secara akademik dapat di pertanggungjawab- kan. Untuk
membangun pendidikan Islam yang unggul itulah diper- lukan ilmu
pendidikan Islam. Sehubungan dengan itu berbagai sum- ber rujukan,
mulai dari al-Qur’an, as-Sunah, filsafat, hingga sejarah Islam digali dan
digunakan sebagai sumber bagi perumusan ilmu pen- didikan Islam.
Dalam kaitan ini, terdapat ulama yang lebih tertarik mengembangkan ilmu
pendidikan Islam berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunah, 1 ilmu pendidikan
Islam berdasarkan pada pemikiran filsa fat Islam, 2 dan ilmu pendidikan
Islam berdasarkan praktek yang ada dalam sejarah. 5 Namun demikian,
jumlah kajian tersebut masih belum demikian banyak dibandingkan
dengan kajian terhadap bidang studi Islam lainnya. Karenanya peluang,
kesempatan dan bidang garapan dalam kajian ilmu pendidi kan Islam ini
masih terbuka lebar.
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
2
BAB 1 Pendahuluan
Ilmu Pendidikan Islam yang disebut terdahulu, buku ini pun selain isinya
belum mencakup berbagai komponen pendidikan, juga masih kurang
sistematik. Pembahasan tentang kurikulum misalnya, lebih pas jika
dibicarakan setelah membahas tujuan pendidikan. Buku ini juga belum
membahas proses belajar mengajar, evaluasi pendidikan Islam, sarana
prasarana, dan pembiayaan pendidikan Islam. Dalam pada itu, Abdul
Mujb dan Jusuf Mudzakir menulis buku Ilmu Pendidikan Islam setebal 267
halaman, terbitan pertama tahun 2006. Buku ini agak lebih lengkap dan
sistematik dibandingkan dengan tiga buku Ilmu Pendidikan Islam yang
disebut terdahulu. Buku ini membahas tentang Islam sebagai paradigma
ilmu pendidikan, pengertian pendidikan Islam, sumber dan dasar
pendidikan Islam, tugas dan fungsi pendidikan Islam, tujuan pendidikan
Islam, pendidik dalam pendidikan Islam, peserta didik dalam pendidikan
Islam, kurikulum pendidikan Islam, metode dalam pen didikan Islam,
evaluasi dalam pendidikan Islam, dan kelembagaan dalam pendidikan
Islam. Namun demikian, buku ini belum membahas tentang pengelolaan
pendidikan Islam, sarana prasarana, pembiayaan, dan lingkungan
pendidikan. Selain itu, kajian ilmu pendidika n Islam dalam buku ini
cenderung terlalu melebar dan memasuki wilayah yang kurang
berhubungan dengan masalah pendidikan. Berdasarkan kajian yang
singkat ini, maka kajian ilmu pendidikan Islam yang lebih lengkap dan
sistematik masih perlu dilakukan.
B. Tujuan
Berdasarkan pada dasar pemikiran tersebut di atas, maka penu lisan
buku ini selain untuk mengembangkan khazanah keilmuan studi Islam
dan memberikan kemudahan bagi para mahasiswa, juga untuk
menyempurnakan ilmu pendidikan Islam secara lebih mendalam,
sistematik, komprehensif, dan relevan dengan masalah yang berkaitan
dengan pendidikan pada umumnya.
C. Ruang Lingkup
Sejalan dengan dasar pemikiran dan tujuan sebagaimana terse but,
maka ruang lingkup kajian buku ini berusaha membahas seluruh
3
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
4
BAB 1 Pendahuluan
Catatan Akhir
5
2
Pengertian Pendidikan Islam
1. Al-Tarbiyah
Dalam Mu’jam al-Lughah al-Arabiycih al-Mu ashirah (A Dictionary of
Modern Written Arabic), karangan Hans Wehr, kata al-tarbiyah diartikan
sebagai: education (pendidikan), upbringing (pengembangan), teaching
(pengajaran), instruction (perintah), pedagogy (pembinaan kepribadian),
breeding (memberi makan), raising (of animals) (menumbuhkan). 1 Kata
tarbiyah berasal dari kata rabba, yarub- bu, rabban yang berarti mengasuh,
memimpin, mengasuh (anak). 2 Pnjelasan atas kata al-tarbiyah ini lebih
lanjut dapat dikemukakan sebagai berikut.
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
Dan sesuatu riba (tambahan)yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
8
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (QS. al-Fatihah (l): 2)
9
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Selanjutnya kata al-tarbiyah dijumpai pada surat al -Isra’ (17) ayat 24,
yang artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesa yangan dan
ucapkanlah: ‚Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil.‛
Kata rabbaniy pada ayat tersebut dengan jelas diartikan pendidik an,
yaitu pendidikan yang diberikan oleh kedua orang tua kepada anaknya.
Karena demikian besar arti pendidikan yang diberi ka n kedua orang tua,
maka seorang anak harus menunjukkan si kap hormat dan terima kasih,
dengan cara bersikap tawadlu (rendah hati) dan mendo’akan kebaikan bagi
keduanya. Sikap anak yang mendo’akan kedua orang tua tersebut
selanjutnya disebut dengan anak sal eh, sebagaimana dinyatakan dalam
hadis yang berbunyi:
Kata al-tarbiyah yang berasal dari kata rabba atau rabaa di dalam al-
Qur’an disebutkan lebih dari delapan ratus kali, dan sebagian besar atau
bahkan hampir seluruhnya dengan Tuhan, yaitu terkadang dihubungkan
dengan alam jagat raya (bumi, langit, bulan, bintang, matahari, tumbuh-
tumbuhan, binatang, gunung, laut, dan lain seba - gainya), dengan manusia
seperti pada kata rabbuka (Tuhan-Mu), rab- bukum (Tuhan-mu sekalian),
rabbukuma (Tuhan-Mu berdua), rab- buna (Tuhan kami), rabbuhu (Tuhannyaj,
rabbuhum (Tuhan mereka semua), dan rabbiy (Tuhan-ku). 8
Karena demikian luasnya pengertian al-Tarbiyah ini, maka ada sebagian
pakar pendidikan, seperti Naquib al-Attas yang tidak sepen dapat dengan
pakar pendidikan lainnya yang menggunakan kata al- tarbiyah dengan arti
pendidikan. Menurutnya, kata al-tarbiyah terlalu luas arti dan
jangkauannya. Kata tersebut tidak hanya menjang kau manusia melainkan
juga menjaga alam jagat raya sebagaimana tersebut. Benda -benda alam
selain manusia, menurutnya tidak dapat dididi k, karena b enda-benda
alam selain manusia itu tidak memiliki
10
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
2. Al-Ta'lim
Kata al-ta’lim yang jamaknya ta’alim, menurut Hans Weher dapat
berarti information (pemberitahuan tentang sesuatu), advice (nasihat),
instruction (perintah), direction (pengarahan), teaching (pengajaran), training
(pelatihan), schooling (pembelajaran), education (pendi di kan), dan
apprenticeship (pekerjaan sebagai magang, masa belajar sua - tu keahlian). 9
Selanjutnya, Mahmud Yunus dengan singkat mengartikan al- ta’lim
adalah hal yang berkaitan dengan mengajar dan melatih. 1 0 Sementara itu,
Muhammad Rasyi d Ridha mengarti kan al-ta’im sebagai proses transmisi
berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan
ketentuan ter tentu." Sementara itu, H.M. Quraisy Shihab, keti ka
mengarti kan katayuallimu sebagaimana terda pat pada surat al -Jumu’ah
(62) ayat 2, dengan arti mengajar yang inti nya tidak lain kecuali mengisi
benak anak didi k dengan pengetahuan yang berkaitan dengan ala m
metafisika serta fisika. 1 2
Penggunaan kata al-ta’lim lebih lanjut dapat dijumpai di dalam al -
Qur’an dan as-Sunnah. Dalam al-Qur’an, kata al-ta’lim digunakan oleh
Allah untuk mengajar nama -nama yang ada di alam jagat raya ke pada
Nabi Adam as. (QS. al-Baqarah (2): 3 1 ) , mengajar manusia tentang al-
Qur’an dan al-bayan (QS. ar-Rahman (55): 2), mengajarkan
11
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
al-kitab, al-hi kmah, Taurat, dan Injil (QS. al -Maidah (5): 110), meng-
ajarkan cil-ta’wil mimpi (QS. Yusuf (12): 101), mengajarkan sesuatu yang
belum di ketahui manusia (QS. al-Baqarah (2): 239), mengajar kan tentan g
masalah sihir (QS. Thaha (20): 71), mengajarkan ilmu laduni (QS. al-Kahfi
(18): 65), mengajarkan cara membuat baju besi untuk melindungi tubuh
dari bahaya (QS. al-Anbiya’(21): 80), mengajarkan tentang wahyu dari
Allah (QS. at-Tahrim (66): 5). Dengan demi kian, kata al-ta’lim dalam al-
Qur’an menunjukkan sebuah proses pengajaran, yaitu menyampai kan
sesuatu berupa ilmu pengetahuan, hi kmah, kandungan ki tab suci, wahyu,
sesuatu yang belum di ketahui manusia, keterampilan membuat alat
pelindung, ilmu laduni (ilmu yang langsung dari Tuhan), nama -nama
atau simbol-simbol dan rumus-rumus yang berkaitan dengan alam jagat
raya, dan bahkan ilmu yang terlarang seperti sihir. Ilmu -ilmu baik yang
disampai kan melalui proses al-ta’lim tersebut dilakukan oleh Allah SWT,
malaikat, dan para nabi. Sedangkan ilmu pengatahuan yang berbahaya
diajarkan oleh setan.
12
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
nuhnya dapat di kembalikan kepada sejumlah teori yang telah dipela jarinya
di bangku kuliah. Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut ia terpaksa
melakukan inovasi dan sintesis-sintesis baru yang selanjutnya dapat
mengembangkan teori atau konsep yang telah ada. Hal ini dapat diartikan
sebagai bertambahnya ilmu sebagai akibat dari penga malan ilmu tersebut.
Kata al-ta’lim dalam arti pengajaran yang merupakan bagian dari
pendidikan banyak digunakan untuk kegiatan pendidikan yang bersifat
nonformal, seperti majelis taklim yang saat ini sangat berkembang dan
variasi, yaitu ada majelis taklim yang biasa dilakukan oleh ibu -ibu di
kampung, ada majelis taklim di kalangan masyarakat elite, di kan - toran,
hotel dan tempat kajian keagamaan. Dari segi materinya ada yang secara
khusus membahas sebuah kitab tertentu, ada kajian tema - tema tertentu,
ada kajian tentang tafsir, hadis, fikih, dan sebagainya, dan ada pula yang
diserahkan kepada tuan guru. Waktunya d itentukan, misalnya setiap
minggu, atau setiap bulan sekali, sedangkan ber bagai aturan lainnya
berlaku secara konvensional dan fleksibel. Kata al-ta’lim dalam arti
pendidikan sesungguhnya merupakan kata yang paling lebih dahulu
digunakan daripada kata al-tarbiyah. Kegiatan pendidikan dan pengajaran
yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW di rumah Al-
Arqam (Dar al-Arqam) di Mekkah, dapat disebut sebagai majelis al -ta’lim.
Demikian pula kegiatan pendidikan Islam di Indonesia yang dilaksanakan
oleh para da’i di rumah, mushala, masjid, surau, langgar, atau tempat
tertentu, pada mulanya merupakan kegiatan al-ta’lim. Kegiatan al-ta’lim
hingga saat ini masih terus berlangsung di seluruh Indonesia. Menurut
data dari Badan Kontak Majelis Ta’lim (BKMT) di Jakarta saja, saat ini
terdapat lebih dari 5.000 majelis ta’lim.
Di kalangan pemikir Islam yang menggunakan kata al-ta’lim untuk arti
pendidikan, antara lain Burhanuddin al -Jarnuji dengan kitabnya yang
terkenal Ta’lim al-Muta’allim. Kitab yang banyak membicarakan tentang
etika mengajar bagi guru dan etika belajar bagi murid, hingga saat ini
masih dikaji di berbagai pesantren. Melalui kitab tersebut telah tumbuh
semacam institution culture, yaitu budaya institusi pesantren yang khas dan
berbeda dengan budaya lainnya. Budaya tersebut ber-
13
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
3. Al-Ta'dib
Kata al-ta’dib berasal dari kata addaba, yuaddibu, ta’diban yang dapat
berarti education (pendidikan), discipline (disiplin, patuh, dan tunduk
pada aturan); punishment (peringatan atau hukuman), dan chastisement
(hukuman-penyucian). 1 4 Kata al-ta’dib berasal dari kata adab yang berarti
beradab, bersopan santun, 1 5 tata karma, adab, budi pekerti, akhlak, moral,
dan etika. 16
Kata al-ta’dib dalam arti pendidikan, sebagaimana disinggung di atas,
ialah kata yang dipilih oleh al-Naquib al-Attas. Dalam hubungan ini, ia
mengartikan al-ta’dib sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat- tempat
yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, se hingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan
Tuhan. Melalui kata al-ta’dib ini Al-Attas ingin menjadikan pendidikan
sebagai sarana transformasi nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber pada
ajaran agama ke dalam diri manusia, serta menjadi dasar bagi terjadinya
proses islamisasi ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan ini
menurutnya perlu dilakukan dalam rangka membendung pengaruh
materialisme, sekularisme, dan dikotomisme ilmu pengetahuan yang
dikembangkan oleh Barat.
Selanjutnya dalam sejarah, kata al-ta ’dib digunakan untuk menun-
jukkan pada kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di istana -istana raja
( al-qushur) yang para muridnya terdiri dari para putra mahkota, pangeran
atau calon pengganti raja. Pendidikan yang berlangsung di
14
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
istana ini diarahkan untuk menyiapkan calon pemimpin masa depan. Karena
itu, materi yang diajarkan meliputi pelajaran bahasa, pelajaran berpidato,
pelajaran menulis yang baik, pelajaran sejarah para pahla wan dan panglima
besar dalam rangka menyerap pengalaman keber hasilan mereka, pelajaran
berenang, memanah, dan menunggang kuda (pelajaran keterampilan). 17
4. Al-Tahdzib
Kata al-tahzib secara harfiah berarti pendidikan akhlak, atau me nyucikan
diri dari perbuatan akhlak yang buruk, dan berarti pula terdidik atau
terpelihara dengan baik, dan berarti pula yang beradab sopan. 19 Lebih lanjut
Hans Whehr mengatakan, al-tahzib adalah expurgation (menghilangkan
bagian-bagian atau kata-kata yang tidak patut dari buku, surat, dan
sebagainya, emendation correction (perbaikan),
(perbaikan atau perubahan)
rectification (pembetulan), revision (perbaikan), training (latihan),
instruction (perintah mengerjakan sesuatu), education (pendidikan),
upbringing (asuhan, didikan), culture (budaya), dan refinement (kehalusan
budi bahasa, perbaikan, kemurnian. 20
15
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
mat, serta memperbaiki akhlak dan budi pekertinya agar menjadi ber akhlak
mulia. Berbagai kegiatan tersebut termasuk bidang kegiatan pendidikan.
Itulah sebabnya, kata al-tahzib juga berarti pendidikan.
Baik di dalam al-Qar’an maupun hadis, kata al-tahzib secara eksplisit
tidak dijumpai. Namun dilihat dari segi semangat, inti dan sub stansinya,
berbagai kegiatan yang terkandung dalam makna al-tahzib sebagaimana
tersebut sesungguhnya sejalan dengan semangat ajaran al -Qur’an dan as-
Sunah yang amat menekankan perbaikan mental spiritual, moral, dan
akhlak. Fazlur Rachman, misalnya mengatakan, bahwa inti ajaran al -Qur’an
adalah akhlak mulia yang bertumpu pada hubungan yang harmonis dan
seimbang antara manusia dan Tuhan, dan antara manusia dan manusi a. 21
Demikian ajaran yang dibawa Rasulullah SAW pada intinya adalah
menyempurnakan akhlak yang mulia. 22
Sejalan dengan beberapa pengertian tersebut, kata al-tahzib digunakan
oleh sebagian pakar untuk menggambarkan tentang pendidikan akhlak. Ibn
Miskawaih misalnya, menulis buku yang berjudul Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir
al-A'raq (Pendidikan Akhlak dan Pembersihan Jiwa). Buku ini selain berisi tentang
macam-macam akhlak yang baik, juga berbicara tentang metode
pembentukan akhlak mulia yang ber tumpu pada teori pertengahan dengan
berbasis pada pendekatan psi kologi. Menurutnya bahwa dalam diri
manusia terdapat tiga daya jiwa, yaitu akal pikiran ( al-‘aql), perasaan berani
(amarah), dan perasaan atau hasrat biologis (syahwat). Baik buruknya
akhlak seseorang amat tergantung pada penggunaan ketiga daya tersebut.
Jika penggunaan ketiga daya tersebut dilakukan secara berlebihan atau
secara kurang, maka akan berakibat timbulnya akhlak yang buruk. Adapun
jika penggunaan ketiga daya tersebut dilakukan secara seimbang a tau
pertengahan, maka akan timbul akhlak yang terpuji. Akal yang ter lalu
berlebihan akan menimbulkan sikap tukang bohong dan penipu (hauran),
dan akal yang terlalu rendah akan menimbulkan sikap yang dungu atau
idiot, dan akal yang digunakan secara seimban g (dikoordinasikan dengan
hati dan wahyu) akan menimbulkan sikap bijak dan pi kiran yang jernih,
lurus, dan benar. Selanjutnya daya berani yang terlalu berlebihan akan
menimbulkan sikap sembrono, beringas, dan
16
BAB 2 Pengertian Pendi dikan Islam
hantam kromo, selanjutnya daya yang terlalu lemah akan menimbul kan sikap
pengecut ( al-jubn), dan daya berani yang digunakan secara seimbang akan
menimbulkan sikap perwira dan kesatria (saja’ah). Selanjutnya daya biologis
( syahwat) yang terlalu berlebihan akan menimbulkan sikap seperti binatang,
sedangkan jika syahwat terlalu lemah akan menimbulkan sikap pemalas dan
tidak ada gairah untuk berjuang. Penggunaan syahwat yang pertengahan
itulah yang disebut orang yang dapat menjaga diri ( iffah). Penggunaan daya-
daya tersebut secara berlebihan atau berkurang penyebab timbulnya akhlak
yang buruk. Adapun penggunaan daya-daya secara pertengahan itulah seba-
gai pangkal timbulnya akhlak yang baik. Kata al-tahzib sebagaimana tersebut
diartikan sebagai upaya mendidik manusia a gar dapat menggunakan daya-
daya tersebut secara pertengahan, sehingga menim bulkan akhlak yang baik.
Sikap pertengahan ini sejalan dengan hadis Nabi SAW:
17
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman.
6. Al-Riyadhah
Al-Riyadhah berasal dari kata raudha, yang mengandung arti to tame
(menjinakkan), domesticate (menjinakkan), to break in (mendobrak atau
membongkar), train (latihan) to train (melatih), coach (melatih), to pacify
(menenangkan atau menenteramkan), placate (mendamaikan,
menenteramkan), to practice (memperagakan), exercise (melatih), regulate
(mengatur), to seek to make tractable (menemukan untuk membuat mudah
dikerjakan), dan try to bring round (mencoba membawa keliling). 25 Dalam
pendidikan, kata al-riyadhah diartikan mendidik jiwa anak dengan akhlak
mulia. 26
Kata al-riyadhah selanjutnya banyak digunakan di kalangan para ahli
tasawuf dan diartikan agak berbeda dengan arti yang digunakan para ahli
pendidikan. Di kalangan para ahli tasawuf al-riyadhah diartikan latihan
spritual rohaniah dengan cara khalwat dan uzlah (menyepi dan
menyendiri) disertai perasaan batin yang takwa (melaksanakan segal a
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya), al-wara’ (membentengi diri
dari perbuatan yang haram dan syubhat), al-zuhud (tidak terpedaya oleh
kemewahan duniawi), al-sumtu (tidak berkata-kata yang tidak ada
hubungannya dengan Tuhan), al-khauf (rasa takut yang dalam pada Allah
SWT), al-raja’ (penuh harap), al-hazn (rasa prihatin dan khawatir tidak
diridhai Allah SWT), al-ju wa tark al-syahwat (menahan lapar dan
meninggalkan keinginan nafsu syahwat), al- khusyu wa al-tawadlu (penuh
konsentrasi dan rendah ha ti), mukhala- fat al-naf (menentang keinginan
nafsu), al-qona’ah (mencukupkan dengan yang diberikan Allah), al-tawakkal
(menyerahkan diri pada Allah SWT), al-syukr (berterima kasih atas karunia
yang diberikan Allah SWT), al-yaqin (percaya penuh pada janji Allah SWT),
al-shabr
18
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
7. Al-Tazkiyah
Al-tazkiyah berasal dari kata zakka-yuzakki-tazkiyatan yang berarti
purification (pemurnian atau pembersihan), chastening (kesucian dan
kemurnian), pronouncement of (pengumuman atau pernyataan), integrity or
credibility (ketulusan hati, kejujuran atau dapat dipercaya), attestation of a
witness (pengesahan atas kesaksian), honorable record (catatan yang dapat
dipercaya dan dihormati). 28
Di dalam al-Qur’an, kata al-tazkiyah antara lain dapat dijumpai pada
surat al-Jumu’ah ayat 2, yang artinya:
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka
dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah as - Sunnah. Dan
sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kese- satanyang nyata.
19
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
Ibn Sina dan al-Ghazali menggunakan istilah tazkiyah al-nafs (menyucikan diri)
dalam arti membersihkan rohani dari sifat -sifat yang tercela 3 0
Dari penjelasan tersebut terlihat, bahwa kata al-tazkiyah ternyata juga
digunakan untuk arti pendidikan yang bersifat pembinaan mental
spiritual dan akhlak mulia.
8. Al-Talqin
Kata al-talqin berasal dari laqqana yulaqqinu talqinan yang dapat berarti
pengajaran atau mengajarkan, 31 dan dapat berarti pula instruction (perintah
atau anjuran), direction (pengarahan), dictation (pengimlaan atau perintah),
dictate (mendikte atau memerintah), inspiration (ilham, inspirasi), insinuation
(sindiran atau tuduhan tidak langsung), suggestion (dorongan), suborning of
a witness (pengimlaan atau perintah). 32 Dari sekian arti kata tersebut,
terlihat bahwa kata talqin juga digunakan untuk arti pengajaran.
Sepanjang penelitian penulis, kata al-talqin dalam arti pendidikan
tidak dijumpai di dalam al-Qur’an. Kata tersebut dijumpai dalam hadis
sebagai berikut:
‚Ajarilah (orang yang hampir meninggal dunia) kalimat laa ilaaha illa
Allah (tiada Tuhan selain Allah).‛
20
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
9. Al-Tadris
Kata al-tadris berasal dari kata darrasa yudarrisu tadrisan, yang dapat
berarti teaching (pengajaran atau mengajarkan), instruction (perintah), tution
(kuliah, uang kuliah). 34 Selain itu, kata al-tadris juga berarti baqa’ atsaruha wa
baqa al-atsar yaqtadli inmihauhu fi naf- sihi, yang artinya: sesuatu yang
pengaruhnya membekas, dan Sesuatu yang pengaruhnya membekas
menghendaki adanya perubahan pada diri seseorang. 35 Intinya, kata al-
tadris berarti pengajaran, yakni menyampaikan ilmu pengetahuan kepada
peserta didik yang selanjutnya memberi pengaru h dan menimbulkan
perubahan pada dirinya.
Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat,
yang mengambil harta benda dunia yang rendah itu, dan ber kata: u Kami akan
diberi ampun 7. Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak
itu (pula) niscaya mereka akan mengambil -
21
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
nya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa
mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka
telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya? Dan kampung akhirat itu lebih
baik bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti. (QS.
al-A’raaf (7): 169)
Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah)yang kamu
membacanya. (QS. al-Qalam (68): 37)
Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka baca
dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengurus kepada mereka sebelum kamu seorang
pemberi peringatan pun. (QS. Saba’ (34): 44)
10. Al-Tafaqquh
Kata al-tafaqquh berasal dari kata tafaqqaha yatafaqqohu tafaq- quhan, yang
berarti mengerti, dan memahami. 3 7 Selanjutnya Ar-Ra- ghib al-Asfaniy
mengartikan kata tafaqquh sebagai berikut: huwa al-tawashshul ila ilm ghaib bi
ilm syahid fa huwa akhasshu min al- ilmi, artinya: menghubungkan pengetahuan
yang abstrak dengan ilmu yang konkret, sehingga menjadi ilmu yang lebih
khusus. Dari kata al- tafaqquh muncul kata al-fiqh yang selanjutnya menjadi
sebuah nama bagi ilmu yang mempelajari hukum -hukum syariah yang
didasarkan
22
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
pada dalil-dalil yang terperinci. 38 Selain itu, al-fiqh juga berarti under-
standing (pemahaman), comprehension (pengertian atau pemahaman);
knowledge (pengetahuan); jurisprudence in Islam (hukum Islam). j9 Kegiatan
memahami dalam rangka memperoleh pengertian tentang sesuatu secara
mendalam sebagaimana terdapat dalam pengertian kata al-tafaqquh tersebut
merupakan kegiatan yang terdapat dalam kegiatan pendidikan dan
pengajaran.
Dalam al-Qur’an, kata al-tafaqquh diulang sebanyak 20 kali, misalnya:
Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikit pun. (QS. an-Nissa (4): 78)
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya. (QS. at-Taubah (9): 122).
11. Al-Tabyin
Kata al-tabyin berasal dari kata bayyana, yubayyinu, tabyinan yang
mengandung arti exposition (mengemukakan), demonstration
(mempertunjukkan), explanation (penjelasan), dan illustration (peng-
gambaran), 40 dan berarti pula menyataka n atau menerangkan. 41 Berbagai
kegiatan yang terkandung dalam arti al-tabyin ini berkaitan de
23
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
ngan kegiatan pengajaran dan pendidikan. Karena itu, al-tabyin juga dapat
berarti pendidikan dan pengajaran.
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
(QS. An-Nahl (16): 44).
Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-kitab (Al-Qur'an) ini, melainkan agar
kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisih - kan itu dan
menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. An-Nahl (16): 64).
Dari penjelasan ayat-ayat tersebut terlihat, bahwa pada umumnya, kata al-
tabyin diartikan menerangkan atau menjelaskan tentang ayat-ayat Allah SWT
sebagaimana terdapat di dalam al-Qur’an dan kitab-kitab lainnya yang
diwahyukan Tuhan. Penerangan dan penjelas an tersebut dilakukan oleh para
nabi atas perintah Tuhan. Dengan demikian, para nabi bertugas sebagai al-
mubayyin, yaitu orang yang menjelaskan atau orang yang menerangkan.
12. Al-Tazkirah
al-tazkirah berasal dari kata zakkara, yuzakkiru tazkiratan, yang
Kata
berarti peringatan, 4 2 reminding (mengingatkan kembali), fecundation
(memproduksi), dan pollination (penyerbukan). 43 Selain itu, juga berarti
sesuatu yang perlu diperingatkan yang sifatnya lebih umum
24
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
Kami tidak menurunkan Al-Q ur’an ini ke pa damu agar kamu me nja di susah,
tetapi se bagai peringatan bagi orang yang tak ut (ke pa da Allah). (Q S.
Thaha (20): 2-3)
13. Al-lrsyad
Kata al-irsyad dapat mengandung arti menunjukkan, 45 guidance
(bimbingan), conducting (melakukan sesuatu), showing the way (me-
nunjukkan jalan), guiding hand (tangan kanan/penolong), care (perhatian),
spiritual guidance (bimbingan rohani), instruction (perintah), direction
(pengarahan), information (pemberitahuan), dan advising (nasihat). 46 Dari
sekian pengertian al-irsyad ini terdapat pengertian yang berhubungan
dengan pengajaran dan pendidikan, yai tu bimbingan, pengarahan,
pemberian informasi, pemberitahuan, nasihat, dan
25
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah -Ku) dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. al-Baqarah
(2): 186)
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudianjika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas, maka serahkanlah kepada mereka
hartanya. (QS. an-Nisaa (4): 6)
Pada ayat-ayat tersebut di atas, kata al-irsyad diartikan benar, jujur, lurus,
dan cerdas. Istilah Khulafa’ al-Rasyidun untuk Abu Bakar al-Shiddiq, Umar
bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib dapat diartikan selain
orang-orang yang lurus, jujur, dan selalu berbuat kebenaran, juga orang yang
cerdas. Mencetak orang yang lurus, jujur, benar, dan cerdas merupakan tugas
pendidikan dan pengajaran.
26
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
27
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
hami tentang sesuatu secara tepat, terlebih dahulu perlu memahami makna
generik tentang sesuatu itu. Makna generik tersebut dapat dijumpai dalam
makna kosakata tentang sesuatu. Dengan demikian, pemahaman yang
mendalam, utuh dan komprehensif tentang berbagai ragam kosakata mengenai
pendidikan menjadi sangat relevan.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, pada bagian ini pembaca akan diajak
melihat dan mendalami berbagai pengertian pendidikan dari segi istilah, yakni
dari segi yang diinginkan oleh para ahli. Setelah itu akan dilakukan analisis
untuk menemukan latar belakang yang men dasari rumusan istilah pendidikan
tersebut.
28
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
29
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Education should aim at the balanced growth of total personality of man throught
the training of man’s spirit, intellect, the rational self, feeling, and bodily sense.
Education should therefore cater for the growth of man in all its aspect, spiritual,
intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually and
collectively, and motivate all these aspects toward goodness and attainment of
perfection. The ultimate aim of education lies in the realization of complete
submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at
large.
(Pendidikan harus ditujukan untuk mencapai keseimbangan per -
tumbuhan personalitas manusia secara menyeluruh, dengan cara
melatih jiwa, akal, perasaan, dan fisik manusia. Dengan demikian,
pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia pada seluruh
aspeknya: spiritual, intelektual, daya imaginasi, fisik, keilmuan, dan
bahasa, baik secara individual maupun kelompok, serta men -
30
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
31
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
C. Pengertian Islam
Paling kurang ada dua pengertian tentang Islam, dengan penjelas -
annya sebagai berikut.
Pertama, pengertian Islam dari segi bahasa berasal dari kata asla- ma,
yuslimu, islaman, yang berarti submission (ketundukan), resignation
(pengunduran), dan reconciliation (perdamaian), (to the will of God) (tundu k
kepada kehendak Allah). 53 Kata aslama ini berasal dari kata salima, berarti
peace, yaitu: damai, aman, dan sentosa. 54 Pengertian Islam yang demikian
itu, sejalan dengan tujuan ajaran Islam, yaitu untuk mendorong manusia
agar patuh dan tunduk kepada Tuhan, sehingga terwujud keselamatan,
kedamaian, aman dan sentosa, serta sejalan pula dengan misi ajaran Islam,
yaitu menciptakan kedamaian di muka bumi de ngan cara mengajak
manusia untuk patuh dan tunduk kepada Tuhan. Islam dengan misi yang
demikian itu ialah Islam yang dibawa oleh seluruh para nabi, dari sejak
Adam as. hingga Muhammad SAW. Hal ini dinyatakan dalam al -Qur’an:
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia
adalah seorang yang lurus, lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali -kali
bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. (QS.
Ali ‘Imran (3): 67)
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang
diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak,
Ya’qub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa
yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan
seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada -Nya. (QS. al-
Baqarah (2): 136)
32
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
rupakan misi yang dibawa oleh seluruh para nabi, yaitu m isi suci, agar
manusia patuh dan tunduk serta berserah diri kepada Allah SWT.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. al-
Maidah (5): 3)
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali
‘Imran (3): 19)
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
merugi. (QS. Ali Imran (3): 85)
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah agama
yang telah mencakup semua ajaran yang dibawa oleh para nabi terda hulu,
dengan terlebih dahulu disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Ibarat
bangunan rumah, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah
bangunan rumah yang telah sempurna. Para nabi terdahu lu ada yang
membawa atapnya, tiangnya, dindingnya, lantainya, dan jendelanya.
Adapun Nabi Muhammad SAW membawa semuanya dan
mengonstruksinya menjadi sebuah bangunan (Islam) yang utuh. Dengan
demikian, jika orang yang ingin mengetahui ajaran Islam yang dibawa oleh
para nabi terdahulu, seperti Musa dan Isa, maka sesung guhnya dia dapat
mengetahui melalui ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW,
sebagaimana dapat dijumpai di dalam al -Qur’an dan as-Sunah. Ajaran
tentang perintah beriman dan beribadah hanya kepada Allah SWT,
menghormati dan berbuat baik kepada kedua orang tua, larangan berbuat
mubazir dan boros, membunuh, berbuat zina, memakan harta yatim,
mengurangi timbangan atau takaran, dan bersaksi palsu, sebagaimana yang
terdapat dalam ajaran Nabi Musa
33
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
34
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
(dapat diterima oleh akal pikiran), sesuai dengan keadaan waktu dan
tempat (shalihun li kulli zaman wa makan), amanah dan bertanggung jawab atas
segala perbuatannya. Islam menentang setiap perbuatan yang bertentangan
dengan ajaran tersebut. Ajaran ini bersifat kekal dan abadi. Adapun teknis
pelaksanaan, bentuk-dan artikulasinya dapat disesuaikan dengan tingkat
kemampuan manusia. Ajaran Islam yang demikian itu dapat dijumpai
dalam al-Qur’an dan as-Sunah dan telah banyak dikaji oleh para ahli.
Islam yang ciri-cirinya yang demikian itu selain menjadi karak ter
pendidikan Islam, juga sekaligus menjadi tujuan, dan prinsip pen didikan
Islam. Dengan demikian, kata Islam yang berada di belakang kata
pendidikan menjadi visi, misi, tujuan, dan karakter pendidikan itu sendiri.
Untuk itu, secara singkat pendidikan Islam dapat diarti kan pendidikan
yang seluruh aspeknya: visi, misi, tujuan, proses bela jar mengajar,
pendidik, peserta didik, sarana prasarana, pembiayaan, pengelolaan,
lingkungan, evaluasi, dan sebagainya haruslah didasarkan pada ajaran
Islam tersebut. Pendidikan yang demikian itulah yang disebut pendidikan
Islam, atau pendidikan yang islami.
C. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas, da pat
dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, pengertian pendidikan dari segi bahasa yang dimiliki ajaran
Islam ternyata jauh lebih beragam, dibandingkan dengan pe ngertian
pendidikan dari segi bahasa di luar Islam. Hal ini selain me nunjukkan
keseriusan, dan kecermatan ajaran Islam dalam membi na potensi manusia
secara detail, juga menunjukkan tanggung jawab yang besar pula. Yakni,
bahwa dalam melakukan pendidikan tidak boleh mengabaikan
pengembangan seluruh potensi manusia.
Kedua, pengertian pendidikan dari segi istilah dalam Islam, tampak
masih dipengaruhi oleh kepentingan masyarakat daripada kepen tingan
individu. Nilai-nilai, ajaran dan norma yang ada di masyarakat harus
ditanamkan ke dalam diri manusia. Pendidikan tampak masih
mengesankan pemaksaan. Hal ini menunjukkan masih kuatnya pe
35
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Catatan Akhir
36
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
37
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
1 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Op. cit., him. 1082;
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Op. cit., him.
224.
2 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Op. cit., him. 367;
dan John M. Echols dan Hassan Shadily, Op. cit., him. 599.
3 Lihat Karim al-Bastani, dkk, al-Munjid fi Lughah waA'lam, (Beirut: Dar al-
Masyriq, 1875), him. 287.
4 Lihat Abi al-Qasim Abd. al-Karim bin Hawazan al-Qusyariy al-
Naisabury, al-Risalah al-Qusyairiyah fi 7/m al-Tasawwuf (Mesir: Dar al-
Khair, tp. th.), him. 475-476.
5 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Loc. cit., him. 380;
Lihan pula )ohn M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,
op. cit., him. 471.
6 Lihat H.M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Op. cit, him. 172.
7 Lihat Ibn Sina, Al-lsyarat wa al-Tanbihat, (Mesir: Dar al-Ma’arif, tp.th),
him. 189; Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, jilid 111, (Beirut: Dar al-Fikr, tp.
th.), him. 136-137.
8 Lihat Hamud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Op. cit., him. 401.
9 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Op. cit., him. 875,
dan John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, him.
324.
10 Dalam salah satu hadisnya Rasulullah SAW menceritakan tentang
orang yang sudah berada di alam kubur, yaitu bahwa mereka
mendengarkan bunyi terompah dan riuh rendahnya suara yang
mengantarkan jenazahnya ke liang lahat.
11 Lihat Hans Wehr, ,4 Dictionary of Modern Written Arabic, Op,cit, him. 606;
Lihat pula Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Op.cit, him. 126.'
12 Lihat al-Raghibal-Asfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfadzal-Qur’an, (Beirut:
Dar al-Fikr, tp. th.), him. 169.
13 Pada tahun 80-an di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta telah dibuka Jurusan Tadris, yaitu Jurusan yang
bertujuan menghasilkan para lulusan yang akan menjadi guru bidang
ilmu umum pada madrasah-madrasah di lingkungan Departemen
Agama, dan institusi pendidikan lainnya. Jur usan ini pada tahun 90-an
mulai ditutup, mengingat lulusan jurusan tersebut sudah mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan sekolah, serta karena sifatnya ilmu-ilmu
umum, maka seharusnya yang berhak memberi izin pembukaan
jurusan tersebut yaitu Departemen Pendidikan Nasional, dan namanya
diubah dari jurusan Tadris menjadi
38
BAB 2 Pengertian Pendidikan Islam
39
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
31 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Ibid., him. 426;
Lihat pula al-Raghib al-Asfahani, Mu’jam Mufradat Al-Afadz al-Qur’an, Op.
cit., hlm. 245.
32 Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I,
(Jakarta: UI Press, 1977), cet. ke -1, hlm. 45.
33 Lihat Said Hawa, al-lslam, (terj.) Abdul Hayyie al -Kattani, dari judul
asli al-lslam, (Jakarta: Gema Insani, 1414 H/1993 M.), cet. ke -1, hlm. 278-
284.
34 Imam al-Syathibi, al-Muwafaqatfi Usul al-Fiq, Jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr,
tp. th.), hlm. 189.
40
3
Visi dan Misi Pendidikan Islam
42
BAB 3 Visi & Misi Pendidikan Islam
43
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
Visi pendidikan Islam sesungguhnya melekat pada cita -cita dan tujuan
jangka panjang ajaran Islam itu sendiri, yaitu mewujudkan rah mat bagi
seluruh ummat manusia, sesuai dengan firman Allah SWT:
Tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) melainkan agar menjadi rahmat bagi
seluruh alam. (QS. al-Anbiya’ (21): 107)
44
BAB 3 Visi & Misi Pendidikan Islam
45
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling
Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apayang tidak diketahuinya.
Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat. (HR. Bukhari- Muslim)
Hadis tersebut mengandung isyarat tentang konsep belajar se umur
hidup, yaitu belajar dan mengajar tidak hanya terbatas pada ruang kelas
saja, melainkan di mana saja dan pada berbagai kesempat an. Hal ini sejalan
pula dengan konsep pendidikan integrated, yakni belajar mengajar yang
menyatu dengan berbagai kegiatan yang ada di masyarakat.
Bahwa menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim, dan
sesungguhnya bagi yang menuntut ilmu itu akan dimintakan ampunan oleh
segala sesuatu, hingga binatang yang ada di laut. (HR. Ibn Abd al-Barr dari
Anas) 5
46
BAB 3 Visi & Misi Pendidikan Islam
47
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
baik, dan bergizi, seperti madu dan asi (air susu ibu), memberi nama yang
baik, mencukur rambutnya, membiasakan bertingkah laku sopan terhadap
orang tua, kakek, nenek, dan saudara-saudaranya, memberi kan perhatian
dan kasih sayang cukup, mengajari bacaan al -Qur’an, membiasakan shalat,
dan mencegah serta memeliharanya dari per gaulan dan pengaruh yang
buruk. Semua perlakuan suami istri ter hadap anaknya ini memiliki arti dan
fungsi yang sangat besar bagi tumbuhnya pribadi anak yang saleh dan
salihah, serta berkepribadian yang utuh dan sempurna.
Aliflaam, raa. (Ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan
izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji. (QS. Ibrahim (14): l)
Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (al- Qur’an)
supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu. (QS. Al-
Hadid (57): 9)
48
BAB 3 Visi & Misi Pendidikan Islam
yang mengibaratkan ilmu seperti cahaya, dan dengan cahaya ini ke hidupan
menjadi bermakna, berkualitas, d.an memperoleh kemudah an. Misi Nabi
Muhammad SAW ini selanjutnya diamanatkan kepada para ulama,
termasuk kepada para pendidik. Kedua, bahwa sumber ilmu pengetahuan
(cahaya) yang dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan tersebut yaitu
al-Qur’an yang telah banyak dikaji isi dan kandungannya oleh para ulama.
Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk (al-hidayah), obat penyakit jiwa (al-
syifa’), sumber cahaya kebenaran (,al-nur), kasih sayang Tuhan (al-rahmat),
pemisah antara yang hak dan yang batil (al-furqan), sebagai sumber rujukan
dan wasit yang adil dalam memutuskan perkara (al-hakim), dan lain
sebagainya. Al- Qur’an juga bukan hanya bicara masalah urusan
keakhiratan, tetapi urusan duniawi; bukan hanya berisi ajaran yang
berkaitan dengan pembinaan spiritual dan moral, melainkan juga
pembinaan intelektual, sosial, dan jasmani. Seluruh aspek kehidupan
manusia dibina secara utuh dan menyeluruh secara seimbang, harmonis,
serasi, dan propor sional.
49
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
50
BAB 3 Visi & Misi Pendidikan Islam
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan jangan lah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara: dan
kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapatkan petunjuk.
51
I LMU PE N DI DI KAN IS LA M
Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rah mat
bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra’ (17): 82)
52
BAB 3 Visi 8c Misi Pendidikan Islam
dang bunuh diri. Atau tiba-tiba terkena strok, jadi lumpuh, maka secara
batin menjadi hilang semangat untuk hidup, merasa minder, dan menjadi
orang yang tidak berguna.
Demikian pula jika jiwa yang sakit, seperti jiwa yang di dalam nya
terdapat penyakit munafik, buruk sangka, iri hati, dengki, dendam,
sombong, merasa paling hebat (’ujub), suka berdusta, fitnah, adu domba,
dan sebagainya, maka keadaan masyarakat menjadi kacau balau. Keadaan
jiwa yang demikian itulah yang hendak diperbaiki oleh al -Qur’an melalui
kegiatan pendidikan.
53
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
C. Penutup
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan beberapa catatan
sebagai berikut.
Pertama, visi dan misi pendidikan Islam bersumber pada visi dan misi
ajaran Islam, karena hakikat pendidikan Islam adalah mema syarakatkan ajaran
Islam agar dipahami, dihayati dan diamalkan oleh ummat manusia, sehingga
tercapai kebahagiaan hidup secara seimbang, dunia, dan akhirat.
Kedua, visi dan misi pendidikan lebih lengkap dibandingkan de ngan visi
dan misi pendidikan Barat. Visi dan misi pendidikan Barat hanya menekankan
salah satu aspek dari kehidupan manusia, yakni aspek rasio dan fisik. Adapun
visi dan misi pendidikan Islam selain menekankan rasio dan fisik, juga
spiritual, moral, dan sosial, sehingga tercapai kehidupan manusia yang
seutuhnya.
Ketiga, visi dan misi pendidikan Islam tidak hanya sejalan de ngan visi dan
misi pendidikan modern saat ini, bahkan melampauinya. Program wajib belajar,
pendidikan seumur hidup, pendidikan berwa wasan global, pendidikan untuk
semua, pendidikan anak usia dini (PAUD), dan pendidikan yang unggul
sebagaimana yang diprogramkan pada dua tahun terakhir ini, ternyata sudah
merupakan bagian dari visi dan misi pendidikan Islam.
54
BAB 3 Visi & Misi Pendidikan Islam
Keempat, saat ini terdapat lembaga pendidikan Islam yang tergo long
unggul, maju dan diakui oleh dunia internasional, dan terdapat pula
lembaga pendidikan Islam yang tergolong kurang maju, bahkan nyaris
bubar. Hal yang demikian terjadi, antara lain karena lembaga pendidikan
Islam tersebut tidak memiliki visi dan misi pendidikan yang hendak
dicapainya. Atau memiliki visi dan misi pendidikan, na mun tidak ada
kemauan untuk melaksanakannya.
Catata n A khir
1 Lihat John M, Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Op.cit,
hlm. 631.
2 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Op.cit, hlm. 975.
3 Lihat Imam al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghy, Jilid VI, (Beirut: Dar al-Fikr,
tp.th.), hlm. 78.
4 Lihat John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Op.cit,
hlm. 383.
5 Lihat al-Sayyid Ahmad al-Hasyimi Bek, Mukhtar al-Ahadits al-Nabawiyah,
Op.cit, him. 107.
6 Lihat Waheduddin Khan, Muhammad Nabi untuk Semua, (terj.) al-Kattani,
dari judul asli Muhammad a Prophet for All Humanities, (Jakarta: Ra-
jaGrafindo, 2005), cet. ke-1, hlm. 89; Lihat pula Syaikh Safiyyurrahman
al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, (terj.) Moh. Ali, dari judul al-Rahiq al-
Makhtum, (Jakarta: Gema Insani Press).
7 Lihat Ziauddin Alavi, Madza Khasira al-Alam bi Inhithat al-Muslimin,
(Kerugian Apa yang Dihadapi Dunia Akibat Kemerosotan Umat Islam, (Bandung:
Angkasa, 1988), hlm. 209.
8 Lihat Saich Waheeduddin Khan, Muhammad a Prophet for All Humanities
(Muhammad SAW adalah Nabi untuk Semua), (Bandung: Mizan, 1991), hlm.
124.
55
4
Tujuan Pendidikan Islam
1. Al-Niyat (Interest)
Kata al-niyah berasal dari kata nawaa, yang berarti niat atau maksud. 1
Adapun menurut syara’ , niyat adalah ’azm al-qalb ’ala fi’li al-ibadah taqarruban ila
Allah Ta’ala, bi an yuqshadu bi’amalihillah ta’ala duna sya’in akhar min tashna
limakhluqin, au iktasaba muham- madatan ’ind al-nas, au mahabbata madhin au
nahwihi. Wa hadza huwa al-ikhlash.2 Artinya: memantapkan hati untuk
melakukan ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah Taala, dengan maksud
hanya Allah saja yang mengetahuinya, tanpa ada yang lain dari perbuatan
manusia, atau tanpa mengharapkan pujian manusia, kecintaan, sanjungan, dan
sebagainya. Inilah yang dinamakan ikhlas.
Pengertian tersebut memperlihatkan, bahwa niyat merupakan pekerjaan
hati atau tempatnya di hati, dan yang diharapkan oleh hati mendapatkan
perasaan kedekatan spiritual dengan Tuhan. Pekerjaan yang dilakukan oleh
hati tersebut sejauh mungkin hanya diketahui
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
oleh Tuhan. Pekerjaan tersebut jauh dari harapan untuk mendapatkan pujian,
sanjungan, dan perhatian dari manusia. Dengan kata lain, niyat pada
umumnya dihubungkan dengan keikhlasan. Pengertian niyat yang demikian
itu berdasarkan pada firman Allah SWT:
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada -Nya, meskipun orang-
orang kafir tidak menyukainya. (QS. Al-Mu’min (40): 14)
2. Al-lradah (Willingness)
Di dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya keadaan-Nya, apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepanya: "jadilah‛, maka terjadilah ia. (QS. Yaa Siin (36): 82).
3. Al-Ghardlu (Motivation)
Al-Ghardu secara harfiah berarti sasaran, atau tujuan. 3 Selain itu,
58
BAB 4 Tujuan Pendidikan Islam
kata al-ghardu, juga berarti target (sasaran), aim (tujuan), goal (hasil), objective
(tujuan), object (tujuan), intention (perhatian), design (rancangan) , purpose
(tujuan); object of desire (sesuatu yang diinginkan), personal (pribadi), selfish
(pelayanan), interest (kehendak), inclination (keterkaitan), tendency
(kecenderungan), propensity, bias, prejudice (dugaan). Al-Raghib al-Asfahaniy
4
4. Al-Qashdu (Aim)
Al-qashdu mengandung arti to go or proceed straight away (berjalan atau jalan
lurus mencapai tujuan), make a beeline (membuat sesuatu satu jalur), walk up to
(berjalan menuju), to go to see (berjalan untuk melihat), to betake (mengambil
alih), be headed (menjadi terikat), be bound (menjadi satu), to seek (mencari),
pursue (mengembangkan) , aspire (mengembangkan), intend (perhatian), have in
mind (tersimpan dalam pikiran), to aim (mencapai tujuan), to have in view (ada
dalam pandangan), contemplate (merenung), consider (mempertimbangkan),
purpose (tujuan), to mean (mengartikan), tray to say (mencoba berkata), to adopt a
middle course (menerima latihan sederhana), to be economical (menjadi lebi h
ekonomis), dan provident (terpelihara) . 6
Selain itu, al-qashdu juga berarti istiqamatu al-thariq, yuqalu qa-
59
I LMU PE N DI DI KAN IS LA M
shadu qashdahu au nahauhu nahwahu wa minhu al-iqtishad, wa al- iqtishad ala dlarbain:
ahaduha mahmud ala al-ithlaq wa zalika fima lalu tliarfaan, fa al-ifrath wa tafrith ka al-
juud, fainnahu bain al-israf wa al-bukhl wa kas syaja’ah fainnaha bain al-tahawwur wa al-
jubn. Artinya: al-qashdu adalah mematuhi jalur yang benar, misalnya ucapan
saya mematuhi jalurnya, yakni saya melakukan hal yang persis sama. Dari
kata al-qashdu timbul kata al-iqtishad yang terbagi kepada dua bagian, salah
satunya yang terpuji, dalam hal ini ada dua jal ur, yaitu boros dan kikir,
seperti dermawan atau belas kasih yang berada antara menghambur -hambur
dan kikir, dan sikap kesatria yang berada antara posisi pemberani dan
pengecut. 7
Sebagian dari mereka ada yang berbuat zalim pada dirinya sendiri, dan
sebagian lagi ada yang bersifat pertengahan.
5. Al-Hadf (Goal)
Al-hadf berarti to approach (mendekati), draw or be near (menarik atau
membuat lebih dekat), to aim (tujuan), to be exposed (agar menjadi jelas), be open
(terbuka), to be susceptible or sensitive (menjadi tertarik dan terpengaruh), to make
(membuat), one’s goal or object (satu tujuan atau sasaran), aim (tujuan), have
befgre one’s eyes (memiliki satu pandangan), have in mind (memiliki pemikiran). 8
Baik di dalam al-Qur’an maupun al-hadis kata al-hadf tidak, digunakan.
Namun dalam percakapan atau tulisan bahasa Arab, kata al-hadf biasa diguna-
kan, dengan arti tujuan yang merupakan terjemahan kata qoal.
60
BAB 4 Tujuan Pendidikan Islam
Education should aim at the ballanced growth of total personality of man through the
training of man’s spirit, intelect the rational self, feeling and bodily sense. Educatio n
should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intelectual,
imaginative, physical, scientific, linguistic, both individual and collectivelly, and
motivate all these aspects toward
61
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of education lies in the
realization of complete submission to Allah on the level individual, the community
and humanity at large.10
Tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal ini dirumus kan dari
berbagai pendapat para pakar pendidikan, seperti Al -Attas, Athiyah al-
Abrasy, Munir Mursi, Ahmad D. Marimba, Muhammad Fadhil al-Jamali
Mukhtar Yahya, Muhammad Quthb, dan sebagainya.
Al-Attas, misalnya, menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu
manusia yang baik, 11 sedangkan Athiyah al-Abrasyi menghendaki tujuan
akhir pendidikan Islam yaitu manusia yang berakhlak mulia. 12 Munir Mursi
menghendaki tujuan akhir pendidikan yaitu manusia sempurna. 13 Ahmad D.
Marimba berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya
orang yang berkepribadian muslim. 14
Muhammad Fadhil al-Jamali merumuskan tujuan pendidikan Islam
dengan empat macam, yaitu: (1) mengenalkan manusia akan perannya di
antara sesama makhluk dan tanggung jawabnya dalam hidup ini; (2)
mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam
tata hidup bermasyarakat; (3) mengenalkan manusia akan alam dan mengajak
mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi
kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya; dan (4)
mengenalkan manusia akan pen-
62
BAB 4 Tujuan Pendidikan Islam
63
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
64
BAB 4 Tujuan Pendidikan Islam
65
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
66
BAB 4 Tujuan Pendidikan Islam
67
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
68
BAB 4 Tujuan Pendidikan Islam
seorang anak memiliki potensi dan bakat melukis misalnya, maka tugas
pendidikan yaitu menumbuhkan, mengasah; dan membina bakat melukis
tersebut agar menjadi sebuah kenyataan yang aktual dan terlihat dalam
praktik serta bermanfaat bagi dirinya. Pendekatan pendidik an yang berpusat
pada peserta didik ini didasarkan pada teori dari aliran nativisme
sebagaimana digagas oleh Shopenhaur. Pendekatan ini pada gilirannya
mengarahkan kepada timbulnya pendidikan yang bersifat demokratis, bahkan
liberalistis.
Ketiga, tujuan pendidikan dari segi perpaduan (konverge nsi) antara bakat
dari diri anak dan nilai budaya yang berasal dari luar. Dengan pandangan ini,
maka dari satu sisi pendidikan memberikan ruang gerak dan kebebasan bagi
peserta didik untuk mengekspresikan bakat, minat, dan potensinya yang
bersifat khas individualistik, namun dari sisi lain pendidikan memberikan
atau memasukkan nilai- nilai atau ajaran yang bersifat universal dan diakui
oleh masyarakat ke dalam diri anak. Dengan cara demikian, dari satu sisi
setiap orang memiliki beban untuk mewujudkan cita -citanya, namun dari sisi
lain, ia juga harus patuh dan tunduk terhadap nilai -nilai yang berlaku di
masyarakat. Perpaduan antara sisi internal dan eksternal ini sejalan dengan
prinsip pendidikan sistem among ang dikemukakan Ki Hajar Dewantoro,
yaitu ing ngarsa sung tuladha (teacher centris), ing ma- ndya mangun karsa (teacher
centris dan student centris), dan tut wuri handayani (student centris).
Selanjutnya jika dilihat dari sudut ajaran Islam, sesungguhnya ketiga
model pendekatan tersebut bersifat anthropo-centris atau memusat pada
manusia, yakni bahwa ketiga pendekatan tersebut sepe nuhnya mengandalkan
usaha manusia semata-mata, dan belum melibatkan peran Tuhan.
Islam sebagai agama yang seimbang, mengajarkan bahwa setiap usaha
yang dilakukan manusia tidak hanya melibatkan peran manusia semata,
melainkan juga melibatkan peran Tuhan. Nabi Muhammad SAW
menggambarkan proses pendidikan seperti sebuah kegiatan bertani. Jika
seorang petani ingin mendapatkan hasil pertanian yang baik, maka ia harus
menyiapkan lahan yang subur dan gembur, udara dan cuaca yang tepat, air
dan pupuk yang cukup, bibit yang unggul,
69
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
C. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas, da pat
dikemukakan catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, dalam Islam tujuan pendidikan sangat penting ditetapkan
dengan dasar ikhlas semata -mata karena Allah, dan dicapai secara bertahap,
mulai dari tujuan yang paling sederhana hingga tujuan yang paling tinggi.
Kedua, dalam Islam, tujuan pendidikan diarahkan pada terbinanya
seluruh bakat dan potensi manusia sesuai dengan nilai -nilai ajaran Islam,
sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi
dalam rangka pengabdiannya kepada Tuhan.
70
BAB 4 Tujuan Pendidikan Islam
Catata n Akhir
1 Lihat Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung,
tp. th.), hlm. 476.
2 Lihat Wahbah al-Zuhailiy, al-Fqh al-Islamiy wa Adillatuhu: al-juz al- Awwal,
(Beirut: Daral-Fikr, 1409 H./1989 M), cet. ke -3, hlm. 6 1 1 .
3 Lihat Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, hlm. 293.
4 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Op. cit., hlm. 670.
5 Lihat al-Raghib al-Asfahaniy, Mu’jam MufradatAlfadz al-Qur’an, (Beirut:
Dar al-Fikr, tp. th.), hlm. 372.
6 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Op. cit, hlm. 766.
7 Lihat al-Raghib al-Asfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfadz al-Qur’an, op.cit, hlm.
419.
8 Lihat Hans Weher, A Dictionary Modern Written Arabic, Op. cit., hlm. 1022.
9 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, ibid., hlm. 688.
10 Lihat H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoretis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bina Aksara, 1991) cet. i.
hlm. 40; Lihat pula Second World Conference on Muslim Educati on,
International Seminar on Islamic Concepts and Curriculla,
Recomendati on, 15 to 20 March 1980, Islamabad .
11 Syed Muhammad al-Naquib Al-Attas, Aim and Objectives of Islamic Edu-
cation, (Jeddah: King Abdul Aziz University, 1979), hlm. 1.
12 Muhammad Athiyah al -Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (terj.)
Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),
hlm. 15.
13 Muhammad Munir Mursi, al-Tarbiyah al-lslamiyah Usuluha wa Tataw- wuruha fi
Bilad al-Arabiyah, (Qahirah: Alam al-Kutub, 1977), hlm. 18.
14 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-
Ma’arif, 1989), him. 39.
15 Lihat Muhammad Fadhil al-Jamali, Filsafat Pendidikan dalam Al-Qur’an,
(terj.) Judial Falasani, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986), hlm. 3.
71
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
72
5
Sumber-sumber Pendidikan Islam
74
BAB 5 Sumber-sumber Pendidikan Islam
pendidikan telah mencapai dan sesuai dengan apa yang diharap kan
atau belum. 3
Selain itu sumber pendidikan juga berfungsi memasok bahan- bahan
yang dibutuhkan guna penyusunan konsep pendidikan dengan berbagai
aspeknya: visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar meng ajar, dan
seterusnya.
Fungsi sumber pendidikan Islam sama halnya dengan fungsi sum ber
ajaran Islam. Al-Qur’an dan as-Sunah sebagai sumber ajaran Islam misalnya
menjamin orang yang menggunakannya tidak akan tersesat selamanya. Al -
Qur’an juga berfungsi sebagai al-Huda (petunjuk), al- Hakirn (wasit yang
memutuskan perkara), al-Furqan (yang membedakan antara yang hak dan
yang batil), al-Syifa’ (sebagai obat penyakit jiwa), al-Tabyin (yang menjelaskan
segala sesuatu), dan seterusnya.
1. Al-Qur'an
Secara harfiah al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Hal ini sesuai
dengan tujuan kehadirannya, antara lain agar menjadi bahan bacaan untuk
dipahami, dihayati dan diamalkan kandungannya. Adapun secara istilahi al -
Qur’an adalah firman Allah SWT yang ditu runkan kepada Rasul-Nya,
Muhammad bin Abdullah melalui perantaraan malaikat Jibril, yang
disampaikan kepada generasi berikutnya secara mutawatir (tidak
diragukan), dianggap ibadah bagi orang yang membacanya, yang dimulai
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri de- ngan surat an-Naas. 6 Dengan
definisi tersebut, maka al-Qur’an de-
75
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
76
BAB 5 Sumber-sumber Pendidikan Islam
Ketiga, dari segi fungsinya, yakni sebagai al-huda, al-furqan, al- hakim, al-
bayyinah, dan rahmatan lil alamin ialah berkaitan dengan fungsi pendidikan
dalam arti seluas-luasnya.
Keempat, dari segi kandungannya, al -Qur’an berisi ayat-ayat yang
mengandung isyarat tentang berbagai aspek pendidikan. Buku -buku
tentang al-Qur’an dalam hubungannya dengan kegiatan pendidikan
sebagaimana tersebut di atas telah membukti kan bahwa kandungan al -
Qur’an memuat isyarat tentang pendidikan. Visi, misi, tujuan, kuri kulum,
proses belajar mengajar, guru, dan berbagai komponen pen didikan lainnya
dapat dirumuskan dari ayat-ayat al-Qur’an.
Kelima dari segi sumbernya, yakni dari Allah SWT, telah menge nalkan
diri-Nya sebagai al-rabb atau al-murabbi, yakni sebagai pendidik, dan orang
pertama kali didik atau diberi pengajaran oleh Allah SWT adalah Nabi
Adam as. Al-Qur’an menyatakan: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-
orang yang benar.‛ (QS. al-Baqarah (2): 31).
Dengan mengemukakan beberapa alasan tersebut di atas, maka
tidaklah salah jika Abdurrahman Saleh Abdullah berkesimpulan, bahwa al-
Qur’an adalah Kitab Pendidikan. 7
2. As-Sunah
Secara harfiah as-Sunah adalah jalan hidup yang dijalani atau
dibiasakan, apakah jalan hidup itu baik atau buruk, 8 terpuji ataupun
tercela. 9
Adapun pengertian as-Sunah menurut para ahli hadis adalah sesuatu
yang didapatkan dari Nabi SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan,
persetujuan, sifat fisik atau budi, atau biografi, baik pada masa sebelum
kenabian ataupun sesudahnya. Sunna h menurut para ahli hadis sama
dengan pengertian hadis. 10
Su n nah sebagai sumber pendidikan Islam, dapat dipahami dari hasil
analisis sebagai berikut.
Pertama, Nabi Muhammad SAW sebagai yang memproduksi hadis
77
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
78
BAB 5 Sumber-sumber Pendidikan Islam
3. Sejarah Islam
Pendidikan sebagai sebuah praktek pada hakikatnya merupakan
peristiwa sejarah, karena praktek pendidikan tersebut terekam dalam tu lisan
yang selanjutnya dapat dipelajari oleh generasi selanjutnya. Di da lam sejarah
terdapat informasi tentang kemajuan dan kemunduran pen didikan di masa
lalu. Kemajuan dalam bidang pendidikan di masa lalu dapat dijadikan
pelajaran dan bahan perbandingan untuk pendidikan di masa sekarang dan
yang akan datang. Adapun kemunduran dalam bidang pendidikan di masa
lalu dapat dijadikan bahan peringatan, agar
79
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
80
BAB 5 Sumber-sumber Pendidikan Islam
81
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
82
BAB 5 Sumber-sumber Pendidikan Islam
83
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
84
BAB 5 Sumber-sumber Pendidikan Islam
85
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil
amri di antara kamu. (QS. an-Nisa (4): 59)
Pada ayat tersebut sebelum kata Allah dan al -Rasul diawali dengan kata
athi’u (taatilah). Adapun sebelum kata ulil amri, tidak di awali dengan kata
athi’u. Hal ini menunjukkan bahwa menaati Allah dan Rasul -Nya merupakan
kewajiban. Adapun menaati ulil amri, bisa menjadi wajib jika sejalan dengan
al-Qur’an dan as-Sunah, dan bisa haram, jika bertentangan dengan keduanya
(Al-Qur’an dan as- Sunah).
D. Penutup
Berdasarkan uraian, paparan, dan analisis sebagaimana tersebut di atas,
dapat dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Ketiga, sumber pendidikan Islam secara umum terbagi dua. Pertama ada
yang primer, yaitu al-Qur’an dan as-Sunah. Kedua ada yang sekunder, yaitu
sejarah, pemikiran para sahabat, para filsuf, ’uruf,
86
BAB 5 Sumber-sumber Pendidikan Islam
Catatan Akhir
1 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Op. cit., hlm. 506.
2 Lihat Abdul Mujib da n )usuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Loc.cit., hlm.
31.
3 Lihat Abdul Mujib dan )usuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Op. cit., hlm.
31
4 Lihat Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam,
(Bandung: al-Ma’arif, 1980), him. 35; Lihat pula Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Op. cit., hlm. 31.
5 Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media P ratama,
2005), cet. ke-1, hlm. 59.
6 Lihat Abd al -Wahha b al-Khalla f, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Me sir: al-Ma’arif, 1968),
hlm. 60.
7 Lihat Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-
Qur’an, (terj. ) H.M. Arifin da ri judul a sli Educational Theory: Qur’anic Outlook,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2005), cet. ke -3, hlm. 20.
8 Lihat Muha mma d Adib Shalih, Lamhat fi Ushul al-Hadits, (Beirut: Al-
Maktabah al-I sla my, 1399 H), cet. ke-1, hlm. 30.
9 Lihat Muhamma d al -Siba’i, as-Sunah wa Makaanatuha fi al-Tasyri\ (Me sir: Dar
al-Ma’arif, 1958), cet. ke-1, hlm. 1.
10 Selain menurut para ahli ha dis terda pat pula pe nge rtian sunah menurut ahli
fiqh, ushul fiqh, dan ahli ushul al-din. Me nurut ahli fiqh, sunah adalah suatu
hukum yang jela s be ra sal dari Nabi SAW yang tidak terma suk fardlu ataupun
wajib, dan sunah itu bersa ma wajib, dan lain -lain dalam hukum ya ng lima.
Sunah a dalah salah satu da ri hukum taklifi yang lima, yaitu wajib, sunah,
haram, makruh, dan jaiz. Selanjutnya menurut ulama ushul fiqh, sunna h
adalah segala se suatu yang bera sal dari Na bi SAW, selain al -Qur’an, baik
ucapan, perbuatan, ataupun takrir yang la yak dija dikan dalil bagi hukum
syara. Ada pun menurut ahli ushul al-din (pokok-pokok agama ), sunnah iala h
se suat u yang diambil dari Na bi SAW, yang terdiri da ri sa bda, perbuatan, dan
persetujuan belia u. Lihat Muhamma d Adib Shalih, Lahmatfi Ushul al-Hadits,
Op. cit., hlm. 31; Lihat pula Musthafa
87
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
88
6
Dasar-dasar Pendidikan Islam
aspek visi, misi, tujuan, kurikulum, bahan ajar, proses belajar meng ajar,
guru, murid, manajemen, sarana prasarana, biaya, lingkungan dan lai n
sebagainya. Berbagai komponen pendidikan tersebut mem bentuk sebuah
sistem yang memiliki konstruksi atau bangunan yang khas. Agar konstruksi
atau bangunan pendidikan tersebut kukuh, maka ia harus memiliki dasar,
fundament atau asas yang menopang dan menyangganya, sehingga bangunan
konsep pendidikan tersebut dapat berdiri kukuh dan dapat digunakan
sebagai acuan dalam prak- tik pendidikan. Dengan demikian, dasar-dasar
pendidikan yaitu segala sesuatu yang bersifat konsep, pemikiran dan
gagasan yang mendasari, melandasi dan mengasasi pendidikan. Agar
bangunan pendidikan tersebut benar -benar dan memberikan keyakinan bagi
orang yang menggunakannya, maka ia harus memiliki dasar, fundamen
atau asas yang kukuh pula.
Kajian tentang dasar pendidikan telah banyak dibicarakan para ahli.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir misalnya berpendapat, bahwa dasar
pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang di jadikan untuk
merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam. 4 Namun, penulis lebih
cenderung mengatakan, bahwa dasar pendidikan bukanlah landasan
operasional, tetapi lebih merupakan landasan konseptual. Karena dasar
pendidikan tidak secara langsung mem berikan dasar bagi pelaksanaan
pendidikan, namun lebih memberikan dasar bagi penyusuna n konsep
pendidikan. Yang menjadi landasan operasional pendidikan yaitu prinsip-
prinsip sebagaimana yang akan diuraikan pada bab selanjutnya. Misalnya
prinsip keseimbangan dan prinsip tidak ada pemisahan antara ilmu agama
dan umum, harus terlihat dalam praktik pendidikan.
90
BAB 6 Dasar-dasar Pendidikan Islam
dari segala dasar. Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, bahwa dalam
Islam, dasar operasional segala sesuatu yaitu agama, sebab agama menjadi
frame bagi setiap aktivitas yang bernuansa keislaman. Dengan agama,
maka semua aktivitas kependidikan menjadi bermak na, mewarnai dasar
lain, dan bernilai ubudiyah. Oleh karena itu, dasar operasional pendidikan
yang enam di atas perlu ditambahkan dasar yang ketujuh, yaitu agama. 6
Namun demikian, karena antara ilmu pengetahuan, agama, dan
filsafat memiliki landasan ontologis, epi stemologis dan aksiologis yang
berbeda, maka dalam buku ini dasar-dasar pendidikan Islam tersebut perlu
dibedakan. Secara ontologis dan epistemologis, ilmu penge tahuan
merupakan rasionalisasi dan sistematisasi terhadap berbagai fenomena
atau gejala yang dilihat, diamati, dan dicatat manusia. Jika yang dilihat,
diamati dan dicatat itu fenomena sosial, maka ia menjadi rumpun ilmu -
ilmu sosial. Jika yang dilihat, diamati, dan dicatat fenomena alam fisik,
maka ia menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (natural sciences atau sains).
Selanjutnya, filsafat adalah konsep-konsep tentang hakikat atau inti segala
sesuatu yang dihasilkan melalui berpikir secara spekulatif, sistematik,
mendalam, radikal, dan universal. Adapun agama dilihat dari segi
sumbernya berasal dari Tuhan. Namun dilihat dari yang dipahami dan
dipraktikkan oleh manusia, termasuk ilmu agama, yaitu ilmu yang
dihasilkan melalui ijtihad manusia yang berdasarkan pada agama.
Selanjutnya secara aksiologis, baik ilmu pengetahuan, filsafat dan
agama tergantung kepada yang menggunakannya. Jika ketiga hal tersebut
digunakan untuk kebaikan, maka akan menjadi baik, dan jika digunakan
untuk keburukan, maka akan menjadi buruk.
Berdasarkan pada analisis tersebut, maka dalam tulisan ini, dasar
pendidikan Islam, dibagi menjadi tiga bagian, yaitu dasar religius, dasar
filsafat, dan dasar ilmu pengetahuan. Uraian tentang ketiga macam dasar
ini, dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Dasar Religius
Dasar religius sebagaimana dikemukakan Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakir adalah dasar yang diturunkan dari ajaran agama. 7 Adapun
91
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
tujuan dari agama yaitu untuk memelihara jiwa manusia (hifclz al- nafs),
memelihara agama (hifdz al-din), memelihara akal pikiran (hifdz al-’aql),
memelihara keturunan (hifdz al-nasl), dan memelihara harta benda (hifdz al-
maal). 8 Pendapat lain mengatakan, bahwa inti ajaran agama ialah
terbentuknya akhlak mulia yang bertumpu pada hubung an yang harmonis
antara manusia dan Tuhan, dan antara manusia dan manusia. 9 Di dalam al-
Qur’an, manusia di perkenalkan dengan sifat- sifat dan kekuasaan Allah
SWT dengan tujuan agar manusia menya dari bahwa dirinya sangat berutang
budi pada-Nya, dan sekaligus agar manusia meniru sifat-sifat Allah. Selain
di dalam al-Qur’an terdapat kisah para nabi dan tokoh-tokoh umat masa
lalu, maksudnya agar di ikuti sifatnya yang baik, dan dijauhi sifatnya yang
buruk. Demikian pula di dalam al-Qur’an, terdapat perintah mengerjakan
ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Semua perintah ibadah ini agar
terbentuk akhlak yang mulia. Selanjutnya di dalam al-Qur’an terdapat pula
berbagai larangan Tuhan dengan tujuan agar memelihara akhlak manusia.
Dengan demikian, dasar religius berkaitan dengan memelihara dan
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, serta memelihara mo ralitas
manusia. Dasar religius ialah dasar yang bersifat humanisme- teocentris, yaitu
dasar yang memperlakukan dan memuliakan manusia sesuai dengan
petunjuk Allah SWT, dan dapat pula berarti dasar yang mengarahkan
manusia agar berbakti, patuh, dan tunduk kepa da Allah SWT, dalam rangka
memuliakan manusia. Dasar religius seperti inilah yang harus dijadikan
dasar bagi perumusan berbagai komponen pendidikan. Visi, misi, tujuan,
kurikulum, bahan ajar, sifat dan karakter pendidik, peserta didik, hubungan
pendidik dan peserta didik, lingkungan pendidikan, manajemen
pengelolaan, dan lainnya harus ber dasarkan pada dasar religius,
92
BAB 6 Dasar-dasar Pendidikan Islam
93
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
94
BAB 6 Dasar-dasar Pendidikan Islam
95
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
monis, sentosa, rukun, dan tertib, sehingga daya tahan suatu bangsa
menjadi kukuh.
1) Ilmu Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala -gejala kejiwaan,
bakat, minat, watak, karakter, motivasi da n inovasi peserta didik, pendidik,
tenaga kependidikan, serta sumber daya manusia lainnya. Informasi tentang
gejala-gejala kejiwaan tersebut diperlukan untuk menentukan tingkat materi
pendidikan yang perlu diberikan kepada peserta didik, metode dan
pendekatan yang akan digunakan, serta da lam memotivasi mereka untuk
meraih prestasi belajar mengajar. Selain itu, informasi gejala -gejala kejiwaan
tersebut juga diperlukan untuk membagikan tugas mengajar bagi para
pendidik, dan menetapkan tugas-tugas administrasi dan pengelolaan bagi
tenaga administrasi dan lainnya. Dengan mempertimbangkan gejala -gejala
kejiwaan tersebut, maka materi pelajaran yang diberikan, metode dan
pendekatan yang diterapkan, penugasan dalam mengajar dan mengelola
pendidikan akan tepat dan sesuai dengan gejala kejiwaannya sehingga akan
berjalan efektif.
2) Ilmu Sejarah
Sejarah adalah ilmu yang mempelajari tentang berbagai peristiwa masa
lalu, baik dari segi waktu, tempat, pelaku, latar belakang, tu juan, dan
faktor-faktor yang memengaruhinya, yang disusun secara
96
BAB 6 Dasar-dasar Pendidikan Islam
sistematik, dan didukung oleh data dan fakta-fakta yang dapat diper-
tanggung jawab dan valid. Dengan mempelajari sejarah, akan dike tahui
kemajuan dan kemunduran sebuah kegiatan, untuk dijadikan bahan masukan
dalam rangka memprediksi dan merancang masa de pan. Di dalam sejarah
terdapat informasi tentang kegiatan pendidikan yang pernah ada di masa
lalu, baik dari segi kelembagaannya, tujuan, materi, kurikulum, bahan ajar,
guru, peserta didik, lingkungan, dan berbagai aspek pendidikan lainnya.
Informasi tersebut selain sebagai pengetahuan untuk memperluas wawasan,
juga sebagai bahan masukan bagi penyusunan rencana pendidikan di masa
yang akan datang.
97
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
4) Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang sumber, cara
mendapatkan, mengelola dan mengembangkan ekonomi yang disusun
secara sistematik dengan menggunakan metode tertentu. Dasar ilmu
ekonomi ini diperlukan dalam rangka memberikan perspektif tentang
potensi-potensi finansial, menggali dan mengatur sumber -sumber, serta
mempertanggungjawabkannya terhadap rencana dan anggaran pendidikan.
Ilmu ekonomi yang diatur berdasarkan ajaran Islam ini diperlukan untu k
membiayai penyelenggaraan pendidikan, seperti untuk membangun
gedung dan infrastruktur, sarana prasarana, gaji pendidik dan tenaga
kependidikan, pengadaan alat-alat praga, alat tulis, dan lain sebagainya.
5) Ilmu Politik
Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari tentang tujuan, cita -cita
dan ideologi yang akan diperjuangkan, cara-cara mendapatkan, mengelola,
menggunakan dan mempertahankan kekuasaan. Ilmu politik sangat
diperlukan untuk kegiatan pendidikan, karena akan memberi kan jaminan
dan dukungan atas berlangsungnya kegiatan pendidikan, sesuai dengan
cita-cita dan ideologi yang ingin diperjuangkan. Denga n ilmu politik, maka
dapat dirumuskan berbagai undang-undang, peraturan dan kebijakan
tentang berbagai aspek pendidikan, seperti pem biayaan, kurikulum,
pengadaan guru, pengadaan buku ajar, pengadaan bangunan dan
infrastruktur pendidikan, dan lain sebagainya. Dasar politik adalah dasar
yang memberikan bingkai ideologis, yang digunakan sebagai tempat
bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita - citakan dan direncanakan
bersama.
6) Ilmu Administrasi
98
BAB 6 Dasar-dasar Pendidikan Islam
evaluasi dan memperbaiki sebuah kegiatan. Ilmu ini diperlukan seba gai
dasar bagi perencanaan berbagai aspek yang terkait dengan pen didikan.
Dengan dasar ilmu administrasi dapat dilakukan pengelolaan secara
sistematik dan terencana tentang sarana prasarana, keuangan, kepegawaian,
kegiatan belajar mengajar, dan sebagainya.
C. Penutup
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan catatan penutup
sebagai berikut.
Pertama, pendidikan sebagai sebuah bangunan memerlukan da sar-dasar
yang kuat, agar bangunan tersebut dapat berdiri kukuh dan berdaya guna
bagi pembinaan sumber daya manusia.
Kedua, dilihat dari segi sifat dan sumbernya, dasar pendidikan terdiri
dari dasar keagamaan, filsafat dan ilmu pengetahuan. Dasar keagamaan
bersumber dari ajaran agama (al-Qur’an dan Hadis), dasar filsafat
bersumber dari pemikiran filsafat, dan dasar ilmu pengetahuan berasal dari
hasil penelitian terhadap fenomena alam dan fenome na sosial.
Ketiga, dasar keagamaan berfungsi memberikan nilai keimanan dan
akhlak bagi kegiatan pendidikan. Dasar filsafat memberi dasar da lam
perumusan visi, misi, tujuan, dan berbagai aspek lainnya tentang
pendidikan. Adapun dasar ilmu pengetahuan membe rikan masukan bagi
penyusunan berbagai komponen pendidikan. Dasar ilmu penge tahuan ini
terdiri dari ilmu psikologi, ilmu sosial, ilmu budaya, ilmu ekonomi, ilmu
politik, dan ilmu administrasi.
Catatan Akhir
1 Lihat W.). S. Perwa darminya, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1991), cet. ke-12, hlm. 230.
2 Lihat John M. Echols dan Ha ssan Sha dily, Kamus Indonesia Inggris, Op. cit.,
hlm. 165.
3 Lihat Hans Wehr,,4 Dictionary of Modem Written Arabic, (Ed) by ). Milt on
99
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Cowan, (Beirut: Librarie du Liban & London: Mac donald & Eva ns LTD, 1974),
hlm. 15.
4 Lihat Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam. Loc. cit., hlm.
14.
5 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Al-Husna,
1988) , cet. ke- 1 , hlm. 6 - 1 2 .
6 Abdul Mujib dan J usuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Loc. cit., hlm.
44.
7 Lihat Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Op. cit., hlm.
47.
8 Lihat Imam al-Syathibi, Syarh al-Muu>afaqat, (Beirut: Dar al-Fikr, 1958), cet.
ke-1, him. 89; Lihat pula Said Ha wa, Al-Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,
1989) , hlm. 125.
9 Fazlur Rahman, Al-lslam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hlm. 89.
100
7
Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
102
BAB 7 Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
103
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
dohan. 5 Prinsip ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat at - Taubah
ayat 1 2 2 , yang artinya:
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya.
104
BAB 7 Pri nsi p- pri nsi p Pendi dikan Islam
Dari dua hadis tersebut ada beberapa hal yang dapat dicatat. Pertama,
bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim,
dengan tidak membedakan yang miski n dan yang kaya, laki-laki dan
perempuan, di kota atau di desa, dan seterusnya. Kedua, bahwa menuntut
ilmu merupakan pekerjaan yang mulia dan disukai oleh semua makhluk
Allah SWT, karena orang yang berilmu akan memberi manfaat kepada
semua orang, bahkan kepada makhluk lainnya. Ketiga, karena demikian
besar manfaatnya, maka mencari ilmu dinilai lebih utama di sisi Allah SWT
dibandingkan kegiatan lainnya. Ini bukan berarti kegiatan lainnya,
khususnya ibadah shalat, puasa, haji, dan jihad tidak dipentingkan, namun
nilainya masih di bawah menuntut ilmu. Hal ini didasarkan pada alasan,
karena semua amalan tersebut membutuhkan ilmu. Setiap amal perbuatan
yang tidak didasarkan pada ilmu, maka amalannya akan ditolak, dalam arti
tidak diakui. Dengan ilmu pengetahua n, setiap amal perbuatan akan memi-
liki bobot dan nilai yang tinggi.
105
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
‚Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat.‛ (HR. Abu
Hurairah)
Prinsip pendidikan berwawasan global dan terb uka ini sejalan dengan
sabda Rasulullah SAW sebagai berikut.
106
BAB 7 Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
‚Carilah ilmu wala upun sa mpai ke negeri Cina; kare na menuntut ilmu it u
merupakan ke wajiba n bagi setiap orang I slam, da n bahwa se sungguhnya
malaikat akan menge pakkan sa yapnya ba gi orang yang menuntut ilmu,
karena ia se nang dengan a pa yang dica ri ole h penuntut ilmu it u." (HR. ibn
Abd al-Barr)
107
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
108
BAB 7 Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
Dan di antara mereka ada orang yang mendo’a: ‚Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.
(QS. al-Baqarah (2): 201)
‚Tidaklah dikatakan orang yang baik di antara kamu yang me ning galkan
dunia hanya melulu akhirat, dan tida k pula dikatakan baik yang melulu
mengurusi akhirat dengan me ninggalkan dunia, se hingga (yang dikatakan
baik it u) yaitu orang yang me raih ke dua - duanya, karena se sungguhnya
dunia itu merupakan je mbatan untuk menuju akhirat, dan janganlah kamu
se kalian me nja di be ban bagi manusia.‛ (HR. I bn Asa ki r dari Anas).
109
ILM U PENDID IKAN IS LAM
110
BAB 7 Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengeta huan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua nya itu akan
111
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun. (QS. al-
Mulk, (67): 2).
112
BAB 7 Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
113
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
jawab pemerintah, orang tua dan masyarakat. Di dalam sejarah terda pat
fakta yang menunjukkan, bahwa munculnya berbagai lembaga pendidikan
yang bervariasi, serta adanya muatan lokal dalam kuriku lum pendidikan,
karena adanya dukungan dan partisipasi masyarakat. Dengan prinsip yang
berbasis masyarakat ini, maka pemerintah perlu menumbuhkan inisiatif dan
kreativitas masyarakat agar berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan.
Prinsip ini sejalan dengan prinsip ajaran Islam tentang kerja sama dan tolong
menolong dalam mengerjakan perbuatan yang baik. Allah SWT berfirman:
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa- Nya. (QS. al-Maidah
(5): 2)
114
BAB 7 Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
pria merupakan ajaran Islam, agar tidak timbul fitnah dan sebagainya.
Namun bagaimana cara menutup aurat tersebut dalam bentuk mode dan
pakaiannya ialah masalah budaya atau ijtihad manusia, sehingga lahirlah
berbagai model busana muslim. Demikian pula ajaran tentang membangun
masjid untuk keperluan ibadah adalah ajaran Islam yang tidak boleh hilang
atau diubah. Namun bagaimana cara membangun masjid dengan aneka
arsitektur yang berbeda -beda, ialah sesuatu yang dapat terus
dikembangkan.
115
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
ngan berbagai isyarat di dalam al-Qur’an dan al-hadis yang berkaitan dengan
pendidikan usia dini. Dalam Islam misalnya ditekankan, agar pasangan
suami istri menjadi pasangan yang saleh dan salihah de ngan berdasarkan
agama, membina rumah tangga melalui pernikahan yang sah, senantiasa
berdo’a dan tidak lupa pada Allah saat melakukan hubungan suami istri,
selalu berdo’a dan melakukan berbagai ke baikan pada saat mengandung
(hamil) agar anaknya menjadi orang yang saleh dan salihah, membisikkan
nama Allah dan nama Rasulullah SAW, melalui azan dan iqamat pada saat
anak lahir, membiasakan makan-makanan yang halal dan baik yang
diisyaratkan dengan memberi madu kepada bayi, membiasakan
berpenampilan bersih dan rapi dengan bercukur rambut, yang diisyaratkan
dengan mencukur rambutnya, membiasakan gemar bergaul dan bersedekah
yang dilambangkan dengan akikah; membiasakan mengucapkan kata -kata
dan panggilan yang santun, yang dilambangkan dengan memberikan nama
yang baik; membiasakan ikut shalat berjamaah, membaca al -Qur’an, dan
melaksanakan hidup sesuai dengan pola akhlak islami. Semua isyarat ini
berkaitan dengan pelaksanaan prinsip pendidikan sejak usia dini. Prinsip ini
juga sejalan dengan sabda Rasulullah SAW:
116
BAB 7 Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
an siap menerima saran, kritik dan masukan dari masyarakat dan berbagai
pihak lainnya dalam rangka perbaikan dan peningkatan pelayanan kepada
publik. Hal ini dilakukan dengan tujuan, agar pendidikan yang diberikan
kepada masyarakat dapat memenuhi harapan dan kebutuhannya. Selain itu
prinsip ini juga menekankan agar pendidikan mau menerima berbagai ilmu
pengetahuan dari mana pun da tangnya, termasuk dari Barat, sepanjang
sesuai dengan prinsip yang terdapat dalam ajaran Islam. Prinsip
keterbukaan ini pernah dilakukan umat Islam di zaman klasik (abad ke -7-13
M). Pada zaman itu, umat Islam melakukan kontak dengan berbagai pusat
ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang ada di Yunani, Cina, India, Mesir,
Persia, dan lain sebagainya. Ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan filsafat
yang berasal dari berbagai negara tersebut diterjemahkan, digali, dikaji
ulang, dan diadopsi ke dalam ajaran Islam. Hasilnya antara lain menjadikan
Islam berwawasan global, berwatak kosmopolitan, dan mengalami
kemajuan yang luar biasa, baik dalam ilmu agama, ilmu umum, peradaban,
dan kebudayaan, yang selanjutnya memberikan pengaruh ke seluruh du -
nia. 11 Prinsip keterbukaan ini dapat dipahami dari firman Allah SWT:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu yaitu beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang -
orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS.
al-Baqarah (2 ): 177)
117
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
C. Penutup
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan catatan
penutup sebagai berikut.
Pertama, prinsip-prinsip pendidikan Islam adalah nilai-nilai pokok yang
dipegang teguh dan digunakan sebagai acuan dalam melaksana kan kegiatan
pendidikan, sehingga terasa perbedaannya dengan pen didikan di luar Islam,
baik dari segi kemajuannya maupun manfaatnya bagi masyarakat. Prinsip-
prinsip inilah yang kemudian menjadi watak dan karakter pendidikan Islam.
Kedua, dilihat dari segi substansi atau isinya, prinsip-prinsip pendidikan
sama dengan cita-cita yang bersifat idealistik yang ingin diperjuangkan oleh
Islam melalui kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, jika prinsip-prinsip
tersebut dapat ditegakkan, maka pendidikan Islam akan mencapai kemajuan
dan mampu mengungguli pendidikan di luar Islam, sebagaimana yang
pernah diperlihatkan Islam dalam se jarah di abad klasik.
Ketiga, prinsip-prinsip pendidikan Islam pada hakikatnya sama dengan
prinsip-prinsip ajaran Islam pada umumnya. Namun prinsip- prinsip ajaran
Islam dalam hubungannya dengan kegiatan pendidikan, paling kurang ada
14 macam, yaitu prinsip pendidikan untuk semua (education for all),
pendidikan seumur hidup (long life education), wajib belajar dan mengajar,
pendidikan yang seimbang, terbuka, inte gralistik, sesuai dengan
perkembangan zaman, rasional, profesional, berbasis masyarakat, berbasis
riset, berorientasi pada mutu yang unggul, dan pendidikan sejak usia dini.
Keempat, prinsip-prinsip pendidikan Islam sebagaimana terse but pada
butir tiga di atas, masih dapat ditambahkan berdasarkan al -Qur’an dan al-
Sunnah dan pendapat para ahli yang sesuai dengan keduanya. Prinsip-
prinsip tersebut bersifat ajaran ata u nonteknis, dan perlu diperjuangkan dan
ditegakkan pelaksanaannya dalam kegiatan pendidikan. Dengan prinsip-
prinsip itulah, pendidikan Islam akan memiliki watak dan karakter yang
khas.
118
BAB 7 Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
Catatan A khir
1 Lihat W.J.S. Perwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1991), cet. ke-12, hlm. 768.
2 Lihat John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Ja-
karta: Gramedia, 2003), cet. ke-27, hlm. 447.
3 Lihat Hans Wehr, J. Milt on Cowan (e d. ), A Dictionary of Modern Written
Arabic, (Beirut: Librarie Du Liban & London: Mac donald & Evans LTD, 1974),
hlm. 15.
4 Lihat Mohammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah, (terj.)
Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), cet.
ke-2, hlm. 19-34.
5 Lihat Abuddin Nata, Konsep Pendidikan Ibn Sina, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2004), cet. ke-1, hlm. 78.
6 Lihat al-Marhum al-Sayyid Ahmad al-Hasyimbi Bek, Mukhtar al-Ahadits
al-Nabawiy, (Mesir: Mathba’ah Hijazy, 1367 H/1948 M), cet. ke -6, hlm.
107.
7 Lihat al-Marhum al-Sayyid Ahmad al-Hasyimi Bek, Mukhtar al-Ahadits al-
Nabawiy, ibid, hlm. 108.
8 Lihat China Now.
9 Lihat al-Marhum Ahmad al-Hasyimi Bek, Mukhtrar al-Ahadits al-Nabawy,
Op. cit., hlm. 187.
10 Lihat al-Marhum, Ahmad al-Hasyimi Bek, Mukhtar al-Ahadits al-Nabawiy,
Loc. cit., hlm. 19.
11 Kemajuan dalam dunia Islam terjadi di abad klasik, yaitu pada abad ke-
7 hingga abad ke-13 Masehi, atau abad ke-1 hingga 9 Hijriah; dari sejak
zaman Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman Khalifah Abbasiya h
yang ditandai dengan kehancuran Baghdad yang dihancurkan dan dibu -
mihanguskan oleh Hulaghu Khan pada tahun 1358 M. Kemajuan yang
dicapai dunia Islam bukan saja dalam bidang ilmu agama seperti tafsir,
hadis, fikih, ilmu kalam, tasawuf, akhlak dan bahasa Arab, melainkan
juga kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan umum, seperti
matematika, fisika, astronomi, kedokteran, dan lain sebagainya. Dalam
bidang peradaban dan kebudayaan, umat Islam telah berhasil
membangun kota-kota yang indah, megah dan tertata rapi, taman-
taman yang luas, istana yang megah, peralatan rumah tangga, pakaian,
dan lain sebagainya, yang hingga saat ini masih dapat dijumpai di
berbagai negara di dunia, seperti di India, Spanyol, Mesir, Baghdad, dan
lain sebagainya. Hal ini terjadi, karena umat
119
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
120
8
Kurikulum Pendidikan Islam
Kata kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendi dikan
sejak kurang lebih satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk
pertama kalinya dalam Kamus Webster tahun 1856. Pada tahun itu kata
kurikulum digunakan dalam bidang olahraga, yakni suatu alat yang
membawa orang dari star sampai ke finis. Barulah pada tahun 1955 istilah
kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata
pelajaran di suatu perguruan. 4
Selanjutnya dijumpai pula pengertian kurikulum yang dikemuka - kan
para ahli pendidikan, yang secara umum dapat dibedakan ke dalam
pengertian yang sempit dan yang lebih luas.
Kurikulum dalam bidang pendidikan, dalam arti yang sempit da pat
dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, kurikulum sebagaimana dikemukakan Omar Mohammad al-
Toumy al-Syaibani, adalah jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru
latih dengan orang-orang yang dididik dan dilatihnya untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mer eka. 5
Kedua, kurikulum sebagaimana dikemukakan. Crow and Crow adalah
rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun
secara sistematis, sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program
pendidikan tertentu. 6
Ketiga, kurikulum sebagaimana dikemukakan Abdurrahman Salih
Abdullah adalah sejumlah mata pelajaran yang disiapkan berdasarkan
rancangan yang sistematik dan koordinatif dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan yang ditetapkan. 7
Keempat, kurikulum sebagaimana dikemukakan Muhammad Ali Khalil
adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga
pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang di inginkan. 8
Dari keempat rumusan tentang kurikulum dalam arti yang sempit itu
dapat dikemukakan beberapa catatan sebagai berikut.
Pertama, kurikulum dalam arti tradisional dan sempit, lebih dili hat dari
segi isi dan fungsinya, yakni: 1)sebagai program studi, yang harus dipelajari
oleh peserta didik; 2) sebagai konten, yaitu data atau informasi yang tertera
dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi de
122
BAB 8 Kurikulum Pendidikan Islam
123
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
124
BAB 8 Kurikulum Pendidikan Islam
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al- ’Alaq
(96): 5)
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang tidak
bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (QS. Luqman
(31): 12)
125
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
‚Kewajiban orang tua terhadap anaknya yaitu memberikan nama dan sopan
santun yang baik, mengajarkan menulis, berenang dan menunggang kuda,
tidak memberikan nafkah kepadanya kecuali yang baik, dan
menikahkannya apabila sudah sampai usia baligh.‛ (HR. Hakim)
126
BAB 8 Kurikulum Pendidikan Islam
gai guru paripurna, dan kedua orang tua merupakan guru utama dan
pertama.
Selain dengan merujuk ayat-ayat al-Qur’an dan al-hadis yang bersifat
normatif, sebagaimana tersebut di atas, penyusunan dan pembinaan
kurikulum dalam pendidikan Islam, juga dapat merujuk pendapat para
ulama Islam tentang ilmu pengetahuan dan hukum mempelajarinya. Dalam
hubungan ini tercatat sejumlah ulama yang membahas tentang ilmu
pengetahuan dan kewajiban mengajar kannya, sebagai berikut.
Pertama, pembagian ilmu Imam al-Ghazali. Menurutnya, bahwa setiap
muslim wajib menuntut ilmu pengetahuan. Dia membagi ilmu - ilmu ini
kepada dua jenis, yaitu ilmu yang fardhu ain dan ilmu yang fardhu kifayah.
Ilmu-ilmu yang termasuk fardhu ain dalam mempelajarinya yaitu ilmu-ilmu
agama dengan segala macamnya, mulai de ngan mempelajari Kitab Allah (al-
Qur’an) sampai kepada dasar-dasar ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan
haji. Dia mendefinisikan il- mu-ilmu yang termasuk fardhu ‘ain dengan ilmu
tentang persyaratan (kualifikasi) melaksanakan kewajiban. Adapun yang
termasuk ilmu- ilmu fardhu kifayah yaitu setiap ilmu yang dibutuhkan demi
tegaknya urusan duniawi, seperti ilmu kedokteran dan aritmetis. Ilmu
kedokteran dibutuhkan untu k memelihara kelangsungan hidup, sedangkan
aritmetis dibutuhkan untuk urusan muamalah, seperti pembagian wasiat,
harta warisan, dan lain-lain. Jika di antara penduduk suatu negeri telah ada
yang menguasai ilmu-ilmu tersebut, maka gugurlah kewajiban yang la innya
untuk mempelajari ilmu tersebut. Tetapi jika di antara penduduk negeri
tersebut tak ada seorang pun yang menguasai ilmu-ilmu tersebut, maka
semuanya terkena dosa. Selain itu, al-Ghazali juga menilai ilmu
pengetahuan berdasarkan atas pertimbangan manfaat ilmu tersebut. Ia
membagi ilmu-ilmu pengetahuan berdasarkan: (1) manfaatnya bagi manusia
dalam hubungannya dengan keba hagiaannya di akhirat, seperti ilmu agama
yang dapat mendekatkan manusia dengan Allah SWT, menyucikan dirinya,
dan berakhlak mulia; (2) manfaatnya bagi manusia ditinjau dari kepentingan
dan peng- abdiannya terhadap ilmu-ilmu agama, seperti ilmu bahasa
(linguistik) dan ilmu nahu; (3) manfaatnya bagi manusia di dalam
kehidupannya
127
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
128
BAB 8 Kurikulum Pendidikan Islam
baru dari pengajaran, yaitu bekerja dalam profesi mengajar dengan maksud
memperoleh rezeki. Pandangan ini tampak kurang sejalan dengan
pandangan Al-Ghazali yang memandang orang yang mencari rezeki dengan
mengajar dianggap sebagai perbuatan yang tidak terpuji. Keempat,
menjadikan pengajaran bersifat umum, mencakup aspek-aspek berbagai
ilmu pengetahuan, serta jauh dari spesialisasi sempit sambil memperdalam
ilmu alat seperti ilmu bahasa dan mantik. Orientasi kepada pen gajaran yang
umum, menyeluruh dan jauh dari spesialisasi ini sangat sejalan dengan
pandangan modern mengenai pendidikan yang menghendaki untuk
meniadakan spesialisasi atau pendalaman dalam satu aspek di antara aspek-
aspek ilmu pengetahuan, terutama pada periode pertama dalam proses
pengajaran. 17
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa catatan
sebagai berikut. Pertama, bahwa pengertian kurikulum dari waktu ke waktu
senantiasa mengalami perkembangan, yaitu dari pengertiannya yang
sederhana, sempit, dan tradisional, hingga kepada pengertiannya yang lebih
luas, canggih, dan modern. Dilihat dari segi rumusannya, kurikulum
pendidikan Islam bisa dikatakan tergolong sederhana atau tradisional,
karena yang dibicarakan hanya masalah ilmu pengetahuan ata u ajaran yang
akan diberikan. Namun dilihat dari segi ilmu yang akan diajarkannya serta
tempat berlangsungnya pengajaran tersebut, dapat dikatakan amat luas,
mendalam dan modern, karena bukan ha nya mencakup ilmu agama saja,
melainkan juga ilmu yang terkai t dengan perkembangan intelektual,
keterampilan, emosional, sosial, dan lain sebagainya. Al -Qur’an, as-Sunah,
dan para ulama Islam dengan sangat jelas dan teliti telah membahas dan
mengembangkan berbagai teori tentang ilmu pengetahuan, tujuan, manfaat,
serta kaitannya dengan kegiatan pengajaran.
Keberadaan kurikulum tersebut sangat penting bagi keberlang sungan
proses pendidikan. Peran dan orientasi kurikulum tersebut, menurut
sebagian ahli paling kurang ada empat macam, yaitu kuri kulum yang
humanistik, rekonstruksi sosial, teknologis, dan akade mis. Pada kurikulum
yang bercorak humanistik, kurikulum berfungsi memberikan pengalaman
kepada setiap pribadi secara memuaskan. Pendukung humanistik ini melihat
kurikulum sebagai proses yang
129
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
B. Komponen Kurikulum
Dalam bukunya, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Ahmad Tafsir
mengatakan, bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas
komponen-komponen: (1) tujuan; (2) isi; (3) metode atau proses belajar
mengajar, dan (4) evaluasi. Setiap komponen dalam kurikulum di atas
sebenarnya saling berkaitan, bahkan masing-masing merupakan bagian
integral dari kurikulum tersebut. 20
Selanjutnya Abuddin Nata, menyatakan, bahwa berdasarkan pa da
tuntutan perkembangan yang demikian itu, maka para pe rancang
130
BAB 8 Kurikulum Pendidikan Islam
131
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
Sesuai dengan karakter ajaran Islam, yakni sebuah ajaran yang ter buka
terhadap berbagai masukan dan pengaruh dari luar, maka kuriku lum
pendidikan Islam juga menerima berbagai masukan dan pengaruh dari luar.
S. Nasution misalnya menyebutkan adanya asas filosofis, sosiologis,
organisatoris, dan psikologis pada kurikulum. Asas-asas ini juga digunakan
sebagai asas kurikulum pendidikan Islam, karena kurikulum pendidikan
Islam membutuhkan jasa filsafat, sosiologi, or ganisasi, psikologi, dan ilmu
lainnya. Dengan berbagai disiplin ilmu tersebut, maka kurikulum
pendidikan Islam akan dapat dijabarkan secara lebih luas, dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Asas filosofis berperan sebagai penentuan
tujuan umum pendidikan. Adapun asas sosiologis berperan memberikan
dasar untuk menentukan apa saja yang akan dipelajari sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, kebu dayaan, perkembangan ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Selanjutnya asas organisatoris berfungsi memberikan dasar -dasar
dalam penyusunan mata pelajaran, penentuan luas dan sempitnya uraian,
serta urutan dan susunan mata pelajaran tersebut. Adapun asas psi kologis
berperan memberikan berbagai prinsip tentang perkembangan anak didik
dalam berbagai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pel ajaran agar
dapat dicerna dan dikuasai oleh anak didik sesuai dengan tahap
perkembangannya. 22 Asas-asas ini menjadi bagian yang perlu diperhatikan
dan dipertimbangkan dengan cermat dalam menyusun kurikulum
pendidikan Islam. Penggunaan berbagai asas tersebut da lam kurikulum
pendidikan Islam, harus disesuaikan atau disejalankan dengan ajaran Islam,
karena di dalam berbagai disiplin ilmu tersebut tidak selamanya sej alan
dengan ajaran Islam, mengingat dasar ontologis, epistimologis dan
aksiologisnya berbeda. Berbagai ilmu penge tahuan yang berkembang di
Barat pada umumnya berdasarkan pada pandangan yang rasionalis, empiris,
dan objektif belaka. Adapun di dalam Islam, selain berdasarkan pada
pandangan tersebut, juga harus berdasarkan pada pandangan tauhid dan
akhlak mulia. Yakni, bahwa semua ilmu tersebut diyakini sebagai
pemberian dan tanda kekuasaan Tuhan, dan harus digunakan untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat. Inilah yang selanjutnya dikenal
sebagai orientasi humanisme teo-centris. Yakni bahwa seluruh kegiatan
dilakukan hanya tu-
132
BAB 8 Kurikulum Pendidikan Islam
juan ikhlas karena Allah, namun manfaat dari kegiatan tersebut untu k
perbaikan kehidupan manusia.
Berdasarkan pada asas-asas tersebut, maka kurikulum pendidikan
Islam selain memiliki kesamaan dengan kurikulum pendidikan di luar
Islam, juga memiliki ciri dan karakter tersendiri. Omar Mohammad al-
Taomy al-Syaibany menyebutkan, bahwa ciri kurikulum pendidikan Islam
itu ada lima. Pertama, menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai
tujuannya. Kandungan, metode, alat, dan tekniknya ber corak agama. Kedua,
meluas cakupannya dan menyeluruh kandung annya, yaitu kurikulum yang
betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran dan ajaran yang
menyeluruh. Di samping itu, ia juga luas dalam perhatiannya. Ia
memerhatikan bimbingan dan pengembangan terhadap segala aspek
pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial, dan spiritual. Ketiga,
bersikap seimbang di antara berbagai ilmu yang dikandung dalam
kurikulum yang akan digunakan. Selain itu, juga seimbang antara
pengetahuan yang berguna bagi pengembangan individual dan
pengembangan sosial. Keempat, bersifat menyeluruh dalam menata seluruh
mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik. Kelima, kurikulum yang
disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bahkan anak didik. 25
Selain memiliki ciri-ciri sebagaimana tersebut di atas, kurikulum
dalam pendidikan Islam juga berdasarkan pada tujuh prinsip s ebagai
berikut. Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama,
termasuk ajaran dan nilai-nilai. Setiap bagian yang terdapat dalam
kurikulum, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar, cara -cara
perlakuan, dan sebagainya harus berdasar pada agama, dan akhlak Islam.
Yakni harus terkait dengan jiwa agama Islam, keutamaan, cita -cita, dan
kemauan yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Kedua, prinsip menyeluruh
(universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan- kandungan kurikulum,
yakni mencakup tujuan pembinaan akidah, akal dan jasmaninya, dan hal
lain yang bermanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual,
kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, termasuk ilmu agama, bahasa,
kemanusiaan, fisik, praktis, profesional, seni rupa, dan sebagainya. Ketiga,
prinsip keseimbangan yang relatif sama antara tujuan dan kandungan
kurikulum. Keempat, prinsip ke
133
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
134
BAB 8 Kurikulum Pendidikan Islam
hamba Allah SWT dan khalifah-Nya di muka bumi. Ketiga, berkaitan dengan
pengembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, spiritual, dan
sosial. Jika ketiga hal ini dapat dipenuhi oleh kurikulum, maka itulah yang
dimaksud dengan kurikulum pendidikan Islam.
D. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas, da pat
dikemukakan catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, keberadaan kuri kulum dalam kegiatan belajar mengajar
sangat diperlukan, karena dengan kurikulum itulah kegiatan bela jar
mengajar akan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, baik tu juan yang
bersifat kognitif, afektif maupun psikomotori k; baik yang berkaitan dengan
ilmu agama maupun umum; antara wawasan ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman. Di dalam ajaran Islam terdapat petunjuk dan
perintah dari Tuhan, agar umat manusia mem pelajari berbagai hal yang
dibutuhkan bagi kehidupannya.
Kedua, di kalangan para ahli ilmu pendidikan, kajian terhadap
kurikulum senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke wak tu,
sehingga cukupan kurikulum, dengan berbagai aliran, mazhab, pendekatan,
dan coraknya amat beragam. Sebagai agama yang terbuka dan dinamis,
Islam menganjurkan agar kurikulum tersebut terus dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan zaman.
Ketiga, di kalangan para ahli pendidikan Islam, kajian terhadap
kurikulum belum demikian berkembang dibandingkan dengan kajian
terhadap kurikulum yang dilakukan di kalangan para ahli lainnya. Hal yang
mendapatkan perhatian yang cukup besar dari kalangan para ahli
pendidikan Islam, antara lain berkaitan dengan isi mata pelajaran yang
harus diajarkan kepada peserta didik.
Keempat, di dalam Islam terdapat asas dan prinsip yang harus
dipertimbangkan dalam merancang dan mengembangkan kurikulum,
sehingga kurikulum tersebut memiliki ciri yang khas yang pada inti nya
bersifat anthropo-teocentris, yaitu keseimbangan antara hubungan manusia da n
Tuhan, hubungan manusia dan manusia, dan hubungan manusia dan alam.
135
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
Catata n A khir
136
BAB 8 Kurikulum Pendidikan Islam
16 H e ry N oe r Ali, Ilmu Pendidikan [slam, hlm. 131 -13 2; Abdul M ujib da n J usu f
Mu dz a kir, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 5 0.
17 H e ry N oe r Ali, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 130 -13 1; Abdul M ujib da n (u su f
Mu dz a kir, Ilmu Pendidikan Islam, Op. cit., hlm. 150 .
18 Lihat S. Na sut ion, Pengembangan Kurikulum, Op. cit., hlm. 11 -14 ; J ohn D.
Mc N e il, Kurikulum: Sebuah Pengantar Komprehensif, ()a ka rt a: Wira sa ri, 19 88 ),
hlm. 5 .
19 Lihat O ma r Moha mma d a l-Toumy a l -Sya iba ni, Filsafat Pendidikan Islam,
(t e rj. ) Ha sa n La nggulung, d a ri Falsafah al-Tarbiyah al-lslamiyah, ((a ka rta : Bula n
Bint a ng, 19 97 ), cet . ke -1, hlm. 47 6.
20 Lihat Ahma d Ta fsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Op. cit., hlm.
5 4.
21 Lihat Abuddin N at a, Filsafat Pendidikan Islam; Op. cit., hlm. 18 1; Lihat pula
H a sa n La nggulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Ja ka rta: P usta ka a l -H usna ,
1 987 ), c et. ke -1, hlm. 4 83 -4 84 .
22 S. N a sut ion, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, (Ba ndung: Cit ra Adirya
Ba kt i, 1 991 ), hlm. l 1 -14 .
23 Lihat O rma r Moha mma d a l-Toumy a l -Sya iba ni, Filsafat Pendidikan Islam, Op.
cit., hlm. 49 0 -51 2.
24 Lihat O rma r Moha mma d a l-Toumy a l -Sya iba ni, Filsafat Pendidikan Islam, ibid.,
hlm. 5 19 -5 25 .
25 Lihat Abd a l -R a hma n al -Na hla wi, Ushulal-Tarbiyah al-lslamiyah waAsali- buha,
(Be irut: Da ra l-Fikr, 19 79 ), him. 17 7 -17 9. Lihat pula Muha mma d At hiya h a l -
Abra syi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (t e rj. ) Bust a mi A. Gha ni da n Sa lih
Ba hri, (Ja ka rta : Bulan Bint a ng, 19 87 ), him. 1 73 -1 86 . Lihat pula Abdul Muji d
da n J usuf Mu dz a kkir, Ilmu Pendidikan Islam, Op. cit., hlm. 14 9.
137
9
Proses Belajar Mengajar
dalam Pendidikan Islam
140
BAB 9 Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam
apakah ka mu tahu sia pakah orang yang bertanya itu?’ Umar berkata:
‘Bahwa Allah dan Ra sul -Nya le bih mengetahui (nya).’ Na bi berkata:
‘Bahwa se sungguhnya orang itu a dalah Jibril. Ia datang menga jarkan
agama unt ukmu sekalian.’‛ (HR. Muslim dari Umar) 1
141
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
142
BAB 9 Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam
143
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
jadi mampu menggunakannya secara mahir. Proses belajar menga jar secara
singkat ialah proses memanusiakan manusia, yakni meng aktualisasikan
berbagai potensi manusia, sehingga potensi-potensi tersebut dapat menolong
dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya. Sebuah proses belajar
mengajar dapat dikatakan gagal, jika antara sebelum dan sesudah mengikuti
sebuah kegiatan belajar mengajar, namun tidak ada perubahan apa-apa pada
diri siswa atau mahasiswa. Jika sebelum mengikuti kegiatan belajar mengajar
ia belum dapat membaca al-Qur’an atau kitab kuning, dan sesudah
mengikuti kegiatan belajar juga masih belum dapat membaca kitab-kitab
tersebut, maka dapat dikatakan, bahwa kegiatan belajar mengajar tersebut
dapat dikatakan belum berhasil.
Selanjutnya di kalangan para ahli masih terdapat perdebatan antara
yang mengutamakan input, proses, dan output. Kelompok yang
mengutamakan input berpendapat, bahwa dalam pendidikan yang ter penting
dan sangat memengaruhinya adalah kompetensi atau kemam puan dasar
peserta didik. Seorang peserta didik yang kompetensinya sudah unggul
dengan sendirinya dapat menjadi lulusan yang unggul. Pendapat ini ada
benarnya untuk kasus para calon mahasiswa, yakni input tamatan sekolah
menengah umum. Adapun untuk kasus para calon murid taman kanak-kanak
atau sekolah dasar yang masih kosong atau belum memiliki kemampuan apa-
apa, maka teori tersebut tidak dapat digunakan. Pada kasus murid taman
kanak-kanak atau sekolah dasar yang masih dalam pembentukan ini, amat
mengandalkan pada proses, yaitu proses belajar mengajarlah yang harus
mampu menggali, membina dan mengembangkan berbagai potensi peserta
didik itu agar menjadi aktual.
Selanjutnya kelompok yang mengutamakan proses (thruput) ber-
pendapat, bahwa jika input peserta didik itu sudah baik, dan hasilnya
menjadi baik adalah bukan sesuatu yang mengejutkan atau membang gakan.
Hal tersebut merupakan hal biasa. Sesuatu dapat mengejutkan atau
membanggakan jika input peserta didiknya kurang baik, atau bahkan rendah
mutunya, namun setelah mengikuti proses belajar mengajar menjadi baik dan
unggul kompetensinya, maka itulah yang dikatakan proses belajar mengajar
yang baik. Dengan demikian, bahwa yang me-
144
BAB 9 Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam
145
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
puan tertentu yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti
kegiatan belajar mengajar. Tujuan belajar mengajar tersebut secara lebih
detail dan terperinci harus dirumuskan oleh setiap guru yang akan
mengajar. Dalam mata pelajaran al-Qur’an misalnya, tujuannya harus
diperjelas, misalnya agar peserta didik dapat membaca ayat- ayat al-Qur’an
dengan benar dan fasih, atau agar peserta didik dapat menerjemahkan ayat -
ayat al-Qur’an tersebut dengan benar, atau agar peserta didik dapat
menyebutkan kandungan pokok-pokok ajaran dalam ayat-ayat tersebut, atau
agar peserta didik dapat mencerminkan sikap dan perilakunya sejalan
dengan ayat-ayat al-Qur’an tersebut, atau agar peserta didik dapat
mempraktikkan amaliah lahiriah sesuai dengan pesan yang terkandung pada
ayat-ayat tersebut.
Tujuan proses belajar mengajar tersebut lebih lanjut dapat dikelom -
pokkan pada tujuan yang bersifat kognitif, afektif, atau psi komotorik.
Tujuan yang bersifat kognitif meliputi aspek mengetahui, memahami ,
menerapkan, menganalisis, dan menyimpulkan. Adapun tujuan yang bersifat
afektif meliputi aspek menerima, merespons, meyakini, mene rapkan, dan
menekuninya. Selanjutnya tujuan yang bersifat psikomo torik meliputi aspek
memersepsi dengan indra, menyiapkan diri untuk melakukan sesuatu,
menampilkan respons terhadap sesuatu yang su dah dipelajari, mengikuti
atau mengulangi perbuatan yang dicontoh kan, melakukan gerakan motori k
dengan keterampilan yang penuh, mengadaptasi dan memodifikasi berbagai
kemampuan tersebut menjadi kemampuan lain sebagai hasil sintesis, serta
kemampuan mencip- takan gerakan baru. 3
Pada setiap tujuan belajar mengajar dari setiap mata pelajaran perlu
dirumuskan dengan jelas dan operasional tentang kompetensi atau
kemampuan yang ingin diwujudkan pada setiap peserta didik, baik yang
bersifat kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dengan cara demikian,
proses belajar mengajar tersebut akan dapat berjalan secara efisien dan
efektif, dan terhindar dari perbuatan yang sia-sia.
Di dalam al-Qur’an dan hadis terdapat ayat-ayat dan matan hadis yang
mengandung isyarat tentang perlunya setiap usaha agar memiliki tujuan
yang baik. Misalnya ayat yang berbunyi:
146
BAB 9 Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam
Pada ayat 183 surat al-Baqarah tersebut di atas terdapat petunjuk tentang
tujuan ibadah puasa, yaitu agar mencapai derajat ketakwaan, yang
indikatornya antara lain memiliki visi transendental yang kental, kepedulian
sosial yang kuat, menjalin hubungan vertikal dengan Tuhan, membangun
hubungan horizontal dengan sesama manusia, memiliki akhlak dan
kepribadian yang mulia, serta bersikap tabah dalam mengh-
147
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
adapi ujian (QS. al-Baqarah (2): 177). Orang yang bertakwa juga seba gai
orang yang dermawan, pandai mengendalikan hawa nafsu, pemaaf, dan
senantiasa menginsapi kekeliruannya. (QS. Ali Imran (4): 133 - 135).
Selanjutnya, pada surat al-An’am (6): 162 disebutkan tentang tujuan
mengerjakan shalat, ibadah haji, hidup, dan mati, hanya untuk mendapatkan
keridhaan Allah SWT. Kemudian pada surat al-Fath ayat 4, disebutkan
tentang tujuan diturunkannya perasaan tenang karena mendapatkan energi
perlindungan Tuhan (al-sakinah) bertujuan agar keimanan manusia itu
bertambah. Sementara itu pada hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Umar
ibn Khattab disebutkan, bahwa nilai setiap amal perbuatan yang dilakukan
manusia amat bergantung ke pada motivasinya. Kemudian dalam hadis
riwayat Bukhari dan Muslim selanjutnya disebutkan, bahwa tujuan
disyariatkannya pernikahan agar terpelihara dan terjaga dari perbuatan dosa
dan maksiat.
Berdasarkan petunjuk ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut di atas, terlihat
bahwa setiap perbuatan hendaknya memiliki tujuan yang baik, yaitu tuju an
untuk mendekatkan diri kepada Allah (bertakwa), me ningkatkan akhlak
mulia, dan memberikan manfaat dan keuntungan bagi manusia.
Dalam perkembangan selanjutnya, tujuan pendidikan juga harus
menjamin terpenuhinya tujuan kehidupan yang bersifat individual dan
tujuan sosial 'secara seimbang. Tujuan individual antara lain terkait de ngan
penggalian, pembinaan dan pengembangan bakat, minat, dan berbagai
kemampuan manusia yang dimiliki manusia. Berdasarkan pada tujuan ini,
maka pendidikan dapat dirumuskan sebagai upaya menciptakan situasi dan
kondisi yang sebaik-baiknya yang memungkinkan dapat menumbuhkan,
mengembangkan dan meningkatkan bakat, minat dan berbagai potensi yang
dimiliki manusia. Selanjutnya tujuan sosial antara lain terkait dengan upaya
mewariskan, menanamkan, dan memasukkan nilai-nilai ajaran agama, nilai
budaya, ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan sebagainya dari
generasi terdahulu kepada generasi yang datang kemudian, agar terwujud
kesinambungan cita-cita luhur, ketertiban, ketenteraman dan ketenangan
hidup dalam masyarakat. Dalam pada itu, jika perpaduan tujuan indi vidual
dan tujuan sosial dalam pendidikan, maka tujuan pendidikan
148
BAB 9 Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam
Dilihat dari segi bentuk dan macamnya, pendekatan proses bel ajar
mengajar dapat dilihat dari segi kepentingan guru (eksternal atau teacher
centris), kepentingan murid (internal atau student cen- tris) dan perpaduan di
antara dua kepentingan tersebut (konvergensi). Penjelasan atas ketiga segi
kepentingan ini telah dijelaskan pada urai an di atas. Selain itu, pendekatan
juga dapat dilihat dari segi disiplin ilmu yang digunakan, misalnya
pendekatan normatif teologis, historis empiris, filosofis, sosiologis, politik,
ekonomi, hukum, dan sebagainya. Penulis telah menyusun buku Ilmu
Pendidikan dengan Pendekatan Multidimensipliner, yang menjelaskan ilmu
pendidikan Islam dengan berbagai pendekatan disiplin ilmu tersebut. Buku
tersebut ditulis bertolak dari sebuah asumsi, bahwa ilmu pendidikan Islam
merupakan sebuah disiplin ilmu yang memiliki hubungan yang erat dengan
berbagai disiplin ilmu lainnya, sebagaimana tersebut di atas. Berdasarkan
pada tesis ini, maka seseorang akan gagal memahami ilmu pendidikan Islam
jika tidak menguasai berbagai disiplin ilmu tersebut. Dengan pende katan
normatif teologis, kegiatan proses belajar mengajar dilakukan berdasarkan
pada petunjuk yang terdapat di dalam ajaran agama yang diyakini pasti
benar. Dengan pendekatan historis empiris, kegiatan
149
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
proses belajar mengajar dilakukan berdasarkan praktik yang pernah ada dalam
sejarah dan dapat ditemukan baik bukti-bukti tertulisnya maupun praktiknya
di lapangan. Selanjutnya dengan pendekatan filosofis, kegiatan proses belajar
dilakukan berdasarkan pandangan dan gagasan yang dikemukakan para filsuf.
Demikian seterusnya. 5 Selain itu pendekatan dalam proses belajar mengajar
juga dapat dilihat dari segi metode berpikir yang digunakan, misalnya metode
berpikir induktif, deduktif, atau perpaduan antara keduanya. Proses belajar
mengajar dengan metode berpikir induktif dimulai dengan memberikan
contoh- contoh, uraian, dan penjelasan tentang sesuatu masalah yang selan-
jutnya dihubung-hubungkan antara satu dan lainnya, dan kemudian
disimpulkan. Ketika akan mengajarkan tentang kepulauan Indonesia misalnya,
dimulai dengan menerangkan karakteristik setiap pulau, ke mudian
dibandingkan antara satu dan lainnya, kemudian disimpulkan, bahwa
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai kepulauan yang kaya
dengan berbagai aneka ragam budaya, agama, adat istiadat, suku, tradisi, dan
lain sebagainya. Selanjutnya proses belajar mengajar dengan metode berpikir
deduktif dimulai dengan kesimpulan umum, yang dilanjutkan kepada uraian
dan penjelasan secara detail. Misalnya mengajar tentang rukun iman, dimulai
dengan mengemukakan hadis tentang rukun iman, menyebutkan jumlah rukun
iman yang terdapat dalam hadis tersebut, dan dilanjutkan dengan memberikan
penjelasan pada setiap rukun iman tersebut.
Pendekatan dalam proses belajar mengajar, juga dapat dilihat khusus dari
segi latar belakang peserta didik, yaitu ada peserta didik yang masih kanak-
kanak, anak-anak, remaja, dewasa, dan manusia lanjut usia (manula). Berbagai
ciri psikologis yang terdapat pada setiap kategori usia tersebut digunakan
sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan proses belajar mengajar.
Sebuah materi yang sama yang akan diajarkan kepada setiap ma nusia pada
setiap tingkatan tersebut, mengharuskan adanya pendekatan yang berbeda.
Di dalam al-Qur’an dan al-hadis terdapat ayat-ayat dan matan hadis yang
menggambarkan perlunya menggunakan pendekatan yang tepat dan sesuai
dalam menyampaikan materi pengajaran. (Akan dijelaskan lebih lanjut).
150
BAB 9 Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam
151
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
152
BAB 9 Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam
153
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
154
BAB 9 Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam
5. Menentukan Taktik
Yang dimaksud dengan taktik adalah rekayasa atau siasa t dalam arti
positif yang digunakan oleh seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.
Kata taktik secara sepintas menggambarkan suatu perbuat an yang kurang
terpuji, namun hal tersebut amat bergantung pada tu juannya. Untuk
keperluan ini izinkan saya untuk mengemukakan sebuah cerita sebagai
berikut. Pada suatu hari di zaman Rasulullah SAW ada sebuah keluarga
yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dan anak. Ayahnya terpaksa harus
meninggalkan keluarganya untuk beberapa waktu karena melaksanakan
tugas berperang di jalan Allah. Selama ayahnya pergi, anak yang
ditinggalkannya menderita sakit hingga meninggal dunia. Namun sang ibu
tidak memberitahukan kepada suaminya itu, bahwa anak mereka berdua itu
telah meninggal dunia. Ketika suaminya pulang, ia sambut dengan ba ik dan
penuh kehangatan, dipenuhi kebutuhan hajat biologisnya, makan, minum,
beristirahat yang cukup, dan sebagainya. Setelah itu barulah ia katakan
kepada suaminya, bahwa anaknya itu telah meninggal dunia. Mendengar la -
poran istrinya itu, sang suami jeng kel dan marah besar, dan melaporkannya
kepada Rasulullah SAW. Keputusan Rasulullah SAW ternyata
membenarkan tindakan istrinya yang merahasiakan kematian anaknya itu.
Rasulullah SAW kemudian lebih lanjut mendo’akan pasangan suami istri
tersebut agar segera dikarunia anak kembali. Akhirnya, ia Memperoleh
empat orang anak, dan dari setiap anaknya itu melahir ku keturunan
masing-masing sepuluh orang, yang semuanya hafal al-Qur’an. 8
Kisah tersebut mengandung pelajaran tentang taktik yang cer
155
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
das yang dilakukan oleh seorang istri yang salihah. Taktik tersebut dalam
bentuk merahasiakan kematian anaknya. Taktik ini termasuk cerdas, dengan
pertimbangan. Pertama, sang istri tidak ingin mengganggu konsentrasi
suaminya, yang sedang berperang di jalan Allah yang disebabkan berita
kematian anaknya. Sang istri tahu, kalaupun ia memberitahukan tentang
kematian anaknya, toh anak tersebut sudah tidak akan hidup lagi. Kedua,
sang istri tidak ingin mengganggu keba hagiaan, kehangatan, kemesraan dan
selera suaminya, ketika ia pulang dari medan perang, padahal memberikan
kebahagiaan, kehangatan, dan kemesraan tersebut merupakan kebahagiaan,
dan mendahulukan kepentingan orang yang masih hidup atas orang yang
sudah meninggal lebih diutamakan.
Demikianlah contoh sebuah taktik yang diterapkan dalam kehidup an
berumah tangga. Tujuan taktik tersebut amat luas dan mengandung makna
yang dalam, karena sebuah taktik membutuhkan penalaran dan kecerdasan
dari orang yang melakukannya.
Dalam kegiatan proses belajar mengajar juga terdapat berbagai taktik
yang dapat digunakan. Misalnya taktik yang berkaitan dengan upaya
mendorong para siswa agar datang tepat waktu, mengerjakan tugas -tugas
dengan baik, agar siswa meningkat perolehan nilai ujian nya, agar gemar
membaca, dan lain sebagainya. Semua taktik ini perlu dilakukan dalam
rangka mendukung pelaksanaan metode pengajaran yang telah dipilih
berdasarkan pendekatan yang telah ditetapkan.
C. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas, da pat
dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, proses belajar mengajar pada hakikatnya kegiatan in teraksi
saling memengaruhi antara guru dan murid dalam rangka mencapai tujuan
pengajaran, baik yang bersifat kognitif, afektif mau pun psikomotorik. Sesuai
dengan prinsip wajib belajar dalam Islam, maka kegiatan belajar mengajar
tersebuj harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan terencana dengan
baik, sehingga benar-benar berjalan efektif.
156
BAB 9 Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam
157
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
Catatan Akhir
158
10
Pendidik dalam Pendidikan Islam
A. Pengertian Pendidik
Dalam Kamus Bahasa Indonesia dinyatakan, bahwa pendidik ada lah orang
yang mendidik. 1 Dalam pengertian yang lazim digunakan, pendidik adalah
orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada
peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar
mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi
tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dala m memenuhi tugasnya sebagai
hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu melakukan tugas sebagai
makhluk sosial dan sebagai makhluk indi vidu yang mandiri. 2
Sebagai kosakata yang bersifat generik, pendidik mencakup pula guru,
dosen, dan guru besar. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Adapun
dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan me nyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendi dikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Guru besar atau profesor yang selanjutnya
disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih
mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. 3
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Istilah al-murabbi antara lain dijumpai dalam surat al-Isra’ (17) ayat 24,
yang artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayang an dan
ucapkanlah: ‚Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, seba gaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil."
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang
akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada
mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan hikmah serta menyucikan me reka. Sesungguhnya
Engkaulah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
160
BAB 10 Pendidik dalam Pendidikan Islam
Istilah al-muzakki pada ayat 129 surat al-Baqarah dan ayat 164 surat Ali
’Imran diartikan sebagai orang yang melakukan pembinaan mental dan
karakter yang mulia, dengan cara membersihkan si anak dari pengaruh
akhlak yang buruk, terampil dalam mengendalikan hawa nafsu. Istilah al-
muzakki juga termasuk yang jarang digunakan.
Selanjutnya istilah al-ulama dijumpai pada surat at-Fathir (15): ayat 27-
28, yang artinya:
Tidaklah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit, lalu
Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan
diantara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka
macam warnanya dan ada (pula) yang pekat.
161
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
Pada ayat tersebut, dan juga pada ayat 162 surat an -Nisaa, istilah al-
rasikhun fi al-ilm diartikan orang yang tidak hanya dapat memaha mi sesuatu
yang bersifat empiris atau eksplisit, melainkan juga mema hami makna,
pesan ajaran, spirit, jiwa, kandungan, haki kat, substansi, inti dan esensi
dari segala sesuatu.
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali seorang laki-laki yang Kami beri
wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui.
Pada ayat tersebut, dan juga pada ayat 7 surat al-Ambiya’ yang tidak
disebutkan ayatnya di sini, istilah ahl- al-dzikr, diartikan sebagai orang
yang menguasai ilmu pengetahuan atau ahli penasihat, yaitu mereka yan g
pandai mengingatkan, la adalah orang yang memiliki pengetahuan dan
keahlian yang benar-benar diakui para ahli lainnya, sehingga ia pantas
disebut sebagai pakar, dan pendapat-pendapatnya layak untuk dijadikan
rujukan.
Adapun istilah ulual-bab ada pada surat Ali ’Imran (3) ayat 190 -191:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : ‚Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia -sia, Mahasuci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Pada ayat tersebut istilah Ulu al-bab diartikan bukan hanya orang yang
memiliki daya pikir dan daya nalar, melainkan juga daya zikir
162
BAB 10 Pendidik dalam Pendidikan Islam
dan spiritual. Kedua daya ini digunakan secara optimal dan saling
melengkapi sehingga menggambarkan keseimbangan antara kekuat an
penguasaan ilmu pengetahuan (sains) dan penguasaan terhadap ajaran-
ajaran agama dan nilai-nilai spiritualitas, seperti keimanan, ke takwaan,
ketulusan, kesabaran, ketawakalan, dan sebagainya.
Pada ayat tersebut seorang mursyid adalah orang yang yarsyudun, yakni
selalu berdo’a kepada Allah SWT, dan senantiasa melaksanakan dan
memenuhi panggilan-Nya. Selain itu, ia juga senantiasa meng utamakan dan
menjunjung moralitas dan patuh kepada Tuhan. Ia juga sebagai orang yang
cerdas serta mampu memanfaatkan kecerdasan nya itu untuk tujuan-tujuan
yang mulia. Dalam sejarah istilah mursyid
163
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Selanjutnya istilah al-muwa’idz dijumpai pada surat Luqman (3) ayat 13,
yang artinya:
Pada ayat tersebut istilah al-faqih diartikan sebagai orang yang memiliki
pengetahuan agama yang mendalam. Istilah ini lazim digu nakan untuk
orang-orang yang mendalami ilmu agama di berbagai pondok pesantren.
164
BAB 10 Pendidik dalam Pendidikan Islam
165
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran seba gai agen
pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta
pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkat kan mutu
pendidikan nasional.
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tu juan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, ke
imanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan se suai
dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan se cara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tu gas
keprofesional; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan meng atur
hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. 4
166
BAB 10 Pendidik dalam Pendidikan Islam
167
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
168
BAB 10 Pendidik dalam Pendidikan Islam
169
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
C. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas, da pat
dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, pendidik adalah aktor utama yang merancang, meren canakan,
menyiapkan, dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Ia berfungsi
tidak saja dalam mengembangkan bakat, minat, wawasan, dan keterampilan,
melainkan juga pengalaman, dan kepribadian pe serta didik. Di tangan para
pendidiklah kegagalan dan kesuksesan sebuah kegiatan pendidikan.
Kedua, berdasarkan petunjuk ajaran Islam sebagaimana terdapat di
dalam al-Qur’an dan al-hadis, istilah yang berkaitan dengan pendidik jauh
lebih banyak jumlahnya daripada istilah pendidik yang terdapat di luar
Islam. Hal ini menunjukkan selain demikian besarnya perhatian ajaran Islam
terhadap pendidik, Juga menunjukkan banyaknya fungsi dan peran yang
harus dimainkan. Yakni fungsi sebagai al-murrabi, al-muallim, al-mudarris, al-
muaddib, al-muwa’idz, al-
170
BAB 10 Pendidik dalam Pendidikan Islam
mursyid, al-muzakki, al-rasikhun fi al-ilm, ahl al-dzikr, al-faqih, ulul al-bab, dan al-
ulama.
Ketiga, karena demikian be sarnya peranan pendidik dalam ke giat an belajar
mengajar, maka pendidik merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling
menentukan. Andaikata komponen pendidikan lainnya belum terse dia, namun
komponen pendidik sudah ada, maka pendidikan masih akan tetap berjalan.
Keempat, pendidikan Islam sangat menekankan pendidik yang profe sional,
yaitu pendidik yang selain memiliki kompetensi akade mik, pe dagogi dan sosial,
juga kompetensi kepribadian. Dengan kompetensi aka demik mutu penguasaan ilmu
pengetahuan dan keterampilan akan dapat dicapai; dengan kompetensi pe dagogi,
prose s belajar mengajar akan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif; dengan
Catalan Akhir
171
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
5 Lihat Abuddin Nata, Menuju Sukses Sertijikasi Guru dan Dosen, (Ciputat:
Fazamedia, 2009), cet. ke-1, hlm. 40-41.
6 Lihat Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, ()akarta:
Kencana Prena da Me dia, 2006), cet. ke-1, hlm. 94-95.
7 Lihat Muha mma d Athiyah al-Abra syi, al-Tarbiyah al-lslamiyah wa Fulasi- fatuha,
(Me sir: al-Hala bi, 1969), hlm. 225.
172
11
Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
menunjukkan peserta didik yang berada pada tingkat madrasah awali - yah
atau sekolah permulaan pada Taman Kanak-kanak (TK) atau Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPA) dan yang sejenisnya.
Selanjutnya kosakata murid adalah isimfa’il (nama yang melaku kan
pekerjaan), yang berasal dari kata cirada yuridu, muridan, yang berarti orang
yang menghendaki sesuatu. Istilah murid lebih lanjut di gunakan bagi
pengikut ajaran tasawuf, dan berarti orang yang mencari hakikat kebenaran
spiritual di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual
(mursyid). 3 Istilah murid lebih lanjut diguna kan pada seseorang yang
sedang menunjuk ilmu pada tingkat sekolah dasar, mulai dari Ibtidaiyah
sampai Aliyah.
Selanjutnya istilah thalib berasal dari bahasa Arab thalaba yathlu- bu
thalaban, thaliban yang secara harfiah berarti orang yang mencari sesuatu.
Adapun menurut istilah tasawuf, thalib adalah orang yang sedang
menempuh jalan spiritual dengan cara nempa dirinya dengan keras untuk
mencapai derajat sufi. 4 Istilah thalib selanjutnya digunakan untuk peserta
didik yang nempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Adapun istilah muta’allim berasal dari kata allama yu’allimu muta’alliman,
yang berarti orang yang sedang menuntut ilmu. Kata muta’allim antara lain
digunakan oleh Burhanuddin al-Jarnuzi dalam kitabnya Ta’alim al-Muta’allim,
yaitu sebuah kitab yang berisi kode etik dan petunjuk sukses bagi para
pencari ilmu di pesantren. Hingga kini kitab tersebut masih dipelajari di
berbagai pesantren.
Baik kosakata tilmidz, murid, thalib atau mutallim secara keseluruhan
mengacu kepada nomenklatur peserta didik. Adanya perbedaan kosakata
tersebut menunjukkan adanya perbedaan atau tingkatan pada peserta didik
tersebut, terutama dari segi jangkauan dan tingkat ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang mereka pelajari masing-masing.
174
BAB 11 Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
a. Tahap asuhan (usia 0-2 tahun) atau neonatus. Tahap ini dimulai dari sejak
kelahirannya sampai kira-kira dua tahun. Pada tahap ini, individu
belum memiliki kesadaran dan daya intelektual. Ia hanya mampu
menerima rangsangan yang bersifat biologis dan psikologis melalui air
susu ibunya. Pada fase ini belum dapat dite rapkan interaksi edukasi
secara langsung. Berkenaan dengan itu, dalam ajaran Islam terdapat
sejumlah tradisi keagamaan yang da pat diberlakukan kepada peserta
didik, antara lain dengan memberi azan di telinga kanan dan iqamat di
telinga kiri pada saat baru lahir (HR. Abu Ya’la dari Husain bin Ali).
Azan dan iqamat ibarat password untuk membuka sistem saraf rohani
agar anak teringat pada Tuhan yang pernah diikrarkannya ketika berada
di alam arwah (QS. al-A’raf: 172). Selain itu dilakukan aqiqah, sebagai
tanda syukur, pengorbanan dan kepedulian terhada p bayinya, agar
anaknya menjadi anak yang saleh; memberi nama yang baik, karena
nama dapat menjadi kebanggaan dan do’a bagi yang beri nama,
memberikan makan madu yang melambangkan makanan yang halal dan
baik, memberi air susu ibu, menggambarkan ma kanan yang sehat dan
bergizi, serta kedekatan anak dan orang tua. 5
175
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
c. Tahap psikologis (usia 12-20 tahun). Tahap ini disebut juga fase tamyiz,
yaitu fase di mana anak mulai mampu membedakan antara yang baik
dan yang buruk, benar dan salah, dan fase baligh, atau tahap mukalaf,
yaitu tahap berkewajiban menerima dan memikul beban tanggung
jawab (taklif). Pada masa ini seorang anak sudah dapat dibina,
dibimbing, dan dididik untuk melaksanakan tugas-- tugas yang
menuntut komitmen dan tanggung jawab dalam arti yang luas.
d. Tahap dewasa (20-30 Tahun). Pada tahap ini, seseorang sudah tidak
disebut lagi anak-anak atau remaja, melainkan sudah disebut dewasa
dalam arti yang sesungguhnya, yakni kedewasaan se cara biologis,
sosial, psikologis, religius dan lain sebagainya. Pada fase ini, mereka
sudah memiliki kematangan dalam bertindak, bersikap, dan m engambil
keputusan untuk menentukan masa de pannya sendiri.
e. Tahap bijaksana (30 sampai akhir hayat). Pada fase ini, manu sia telah
menemukan jati dirinya yang haki ki, sehingga tindak annya sudah
memiliki makna dan mengandung kebijaksanaan yang mampu membe ri
naungan dan perlindungan bagi orang lain. Pendidikan pada tahap ini
dilakukan dengan cara mengajak mereka agar mau mengamalkan ilmu,
keterampilan, pengalaman, harta benda, kekuasaan dan pengaruhnya
untuk kepentingan masyarakat. 6
176
BAB 11 Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan manusia tidak mengetahui nya. (QS.
al-Rum: 30)
Ayat dan hadis tersebut sering digunakan oleh para pakar pendidik an
Islam untuk membangun teori fitrah manusia, yaitu seperangkat kema mpuan
dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, yang dalam psikologi
disebut potensialitas atau disposisi, yang menurut aliran psikologi
behaviorisme disebut prepotence reflexes (kemampuan dasar yang secara
otomatis dapat berkembang). Di dalam pandangan Islam fitrah mengandung
makna kejadian yang di dalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar
dan lurus (al-dien al-qayyim), yaitu Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah
oleh siapa pun atau lingkungan apa pun, karena fitrah itu merupakan ciptaan
Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya
dalam tiap pribadi manusia. Berdasarkan interpretasi demikian, maka Ilmu
Pendidikan Islam bisa dikatakan cenderung berpaham nativisme, yaitu suatu
paham yang menyatakan bahwa perkembangan manusia dalam hidupnya
secara mutlak ditentukan oleh potensi dasarnya. 8
Kesimpulan tentang hadis tersebut sebagai mengandung pa ham
nativisme sesungguhnya masih dapat diperdebatkan. Yang lebih mendekati
kebenaran sesungguhnya hadis tersebut tidak mengandu ng teori nativisme
sepenuhnya atau behaviorisme, atau konvergensi, me lainkan perpaduan dari
ketiganya ditambah dengan kekuasaan Tuhan. Pendidikan dalam Islam tak
ubahnya seperti bertani yang dalam prosesnya tidak hanya ditentukan oleh
bibit yang bagus (bakat), tanah yang subur dan cuaca yang baik
(lingkungan), dan cara menanam, merawat dan memupuk yang baik (peran
guru), melainkan juga sangat ditentukan oleh kehendak Tuhan. Pendidikan
dalam Islam berdasar pada pandangan theo-anthropo centris, yakni perpaduan
antara usaha manusia dan kehendak Tuhan. Adapun nativisme, empirisme
atau konvergensi adalah semata-mata mengandalkan kehendak manu
177
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
rima pengaruh yang datang dari luar, yakni pengaruh orang tua, te man
dekat, informasi teknologi, lingkungan, dan hidayah dari Tuhan. Karena
demikian adanya, maka pendidikan dan pengajaran dalam arti luas
memiliki peranan yang amat penting.
178
BAB 11 Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Potensi dasar (fithrah) yang dimiliki manusia itu memiliki kon figurasi
atau susunan yang berbeda-beda antara satu dan lainnya. Ada di antara
manusia yang lebih menonjol rasa keindahannya, ada yang lebih menonjol
rasa keinginantahuannya, ada yang lebih menonjol rasa kepeduliannya
terhadap hal-hal yang baik dan yang buruk, ada yang menonjol bakat
olahraga, dan lain sebagainya. Semua perbedaan ini perlu dipertimban gkan
dalam memperlakukan para siswa dalam ke giatan belajar mengajar.
179
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
180
BAB 11 Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
181
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
kannya, melainkan juga perlu diketahui oleh setiap pendidik, dengan tujuan
agar dapat mengarahkan dan membimbing para peserta didik untuk
mengikuti akhlak tersebut.
Akhlak peserta didik itu ada yang berkaitan dengan akhlak terha dap
Tuhan, dengan sesama manusia dan alam jagat raya. Akhlak pe serta didik
terhadap Tuhan antara lain berkaitan dengan kepatuhan dalam
melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan- Nya. Adapun
akhlak peserta didik terhadap manusia, antara lain ber kaitan dengan
kepatuhan dalam melaksanakan semua perintah orang tua dan gur u,
menaati peraturan pemerintah, menghargai dan meng hormati kerabat,
teman dan manusia pada umumnya, adat istiadat dan kebiasaan positif yang
berlaku di masyarakat. Adapun akhlak peserta didik terhadap alam, antara
lain berkaitan dengan kepedulian ter hadap pemeliharaan lingkungan alam
dan lingkungan sosial, seperti peduli terhadap kebersihan, ketertiban,
keindahan, keamanan, dan kenyamanan.
Di samping akhlak secara umum sebagaimana tersebut di atas, terdapat
pula akhlak yang secara khusus berkaitan dengan tugas dan fungsi sebagai
peserta didik. Akhlak yang secara khusus ini penting dimiliki setiap peserta
didik dalam rangka mendukung efektivitas atau keberhasilannya dalam
mengikuti kegiatan belajar mengajar. Di ka langan para ahli pendidikan
terdapat gagasan yang berkaitan dengan rumusan tentang akhlak yang
khusus ini dengan menggunakan la tar belakang pendekatan yang berbeda-
beda. Dengan menggunakan pendekatan tasawuf dan fiqh, Imam al-Ghazali,
sebagaimana dikutip Fathiyah Hasan Sulaiman misalnya menganjur kan agar
peserta didik memiliki niat ibadah dalam menuntut ilmu, menjauhi
kecintaan terhadap duniawi (zuhud), bersikap rendah hati (tawadlu),
menjauhkan diri dari pemikiran para ulama yang saling bertentangan,
mengutamakan ilmu-ilmu yang terpuji untuk kepentingan akhirat dan du-
nia, memulai belajar dari yang mudah menuju yang sukar, dari yang
konkret menuju yang abstrak, dari ilmu yang fardhu ’ain menuju ilmu yang
fardhu kifayah, tidak berpindah pada pelajaran yang lain sebelum
menuntaskan pelajaran yang terdahulu, mengedapankan sikap ilmiah
(scientific) dalam mempelajari suatu ilmu, mendahulukan ilmu agama
182
BAB 11 Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
183
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
f. Memuliakan guru.
Menghormati, memuliakan, dan mengagungkan para guru atas dasar
karena Allah SWT merupakan perbuatan yang harus di lakukan oleh
peserta didik. Hal yang demikian penting dilakukan, karena selain akan
menimbulkan kecintaan dan perhatian guru terhadap murid, juga akan
meningkatkan martabat murid itu sendiri.
184
BAB 11 Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
185
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
D. Penutup
Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat dikemukakan catatan
penutup sebagai berikut.
Pertama, bahwa pemahaman yang tepat, benar, utuh, komprehen sif, dan
proporsional terhadap kondisi peserta didik merupakan hal yang amat
penting, karena selain akan dapat menentukan rancangan materi pelajaran
yang akan diberikan kepada peserta didik, juga akan dapat menentukan
pilihan terhadap metode dan pendekatan yang te pat dalam proses belajar
mengajar, serta dalam rangka membangun komunikasi dan interaksi dengan
peserta didik.
Kedua, bahwa kondisi peserta didik ternyata tidak hanya dapat di lihat
dari segi perbedaan usia, melainkan juga berdasarkan perbedaan tingkat
kecerdasan, perbedaan bakat, minat dan hobi, serta perbedaan latar
belakang sosial ekonomi dan budaya yang dimiliki peserta didik.
Ketiga, bahwa selain mengetahui kondisi peserta didik tersebut, juga
perlu mengetahui tentang akhlak mulia yang harus dilakukan oleh peserta
didik. Akhlak mulia itu ada yang terkait dengan dirinya
186
BAB 11 Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Catatan Akhir
1 Lihat Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Op. cit.,
him. 103; Lihat pula Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan
Kelas, (Jakarta: Haji Masagung, 1985), hlm. 128.
2 Lihat Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung,
1411 H/1990), hlm. 79.
3 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Op. cit., hlm.
104.
4 Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Ibid., hlm. 104.
5 Lihat Abuddin Nata, Pendidikan Spiritual dalam Tradisi Islam, (Bandung:
Angkasa, 2002), cet. ke-1, hlm.'80.
6 Lihat Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Op. cit.,
hlm. 112.
7 Al-Sayyid Ahmad al-Hasyimi Bek, Mukhtar al-Ahadits al-Nabawiy, Op. cit.,
him. 130. H.M. Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, him. 89,
mengartikan hadis tersebut sebagai berikut: Tiap-tiap anak dilahirkan
di atas fitrah, maka ibu bapaknyalah yang mendidiknya menjadi orang
yang beragama Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
187
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
188
12
Lembaga Pendidikan Islam
1. Rumah (al-Bait)
Dalam bahasa Indonesia, rumah diartikan sebagai bangunan tem pat
tinggal, bangunan pada umumnya seperti gedung dan sebagainya, dan
dipakai juga arti kiasan dan berbagai kata majemu k. 4 Dalam bahasa Arab
kata rumah terjemahan dari kata bata, yabitu baytan, yang artinya bermalam
atau menginap. Kemudian diartikan pula sebagai rumah tinggal, dan tempat
diam. 5 Dalam bahasa Inggris, kata al-bait, merupakan terjemahan dari kata
house yang diartikan rumah, dan rumah tangga. 6 Dengan demikian, kata
rumah secara bahasa berkaitan
190
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
tujuh puluh kali. Di antaranya ada yang dihubungkan dengan rumah (Tanda
Kekuasaan) Allah (Baitullah) di Mekkah yang selanjutnya menjadi tempat
pelaksanaan ibadah haji dan arah kiblat dalam shalat (di antaranya QS. al -
Baqarah (2): 125) dan (Ali Imran (3): 158); ada yang dihubungkan dengan
keluarga Nabi Muhammad SAW (ahl al-bait) (lihat di antaranya QS. Hud
(11): 72) dan (al-Qashash (28): 12), ada yang dihubungkan dengan rumah
laba-laba (bait al-ankabut) yang unik (QS. al-Ankabut (29): 41), ada yang
dihubungkan dengan rumah tempat kediaman Rasulullah SAW bait al-Nabi
SAW yang tidak boleh masuk ke dalamnya kecuali setelah mendapatkan izi n
(lihat, di antaranya (QS. al-Ahzab (23): 53), ada yang dihubungkan dengan
rumah masyarakat pada umumnya yang tidak boleh dimasuki sebelum
meminta izin kepada pemiliknya (lihat di antaranya, an-Nur (24): 27).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut tampak bahwa rumah memiliki banyak
fungsi, yakni selain sebagai tempat ibadah, juga sebagai tempat ke luarga,
tempat berdiamnya makhluk lainnya.
Adapun rumah yang pertama sekali digunaka n sebagai tempat belajar
yaitu Rumah al-Arqam (Dar al-Arkam). Di tempat itulah untuk pertama kali
kaum muslim beserta Rasulullah SAW berkumpul untuk belajar hukum-
hukum dari dasar-dasar agama Islam. Sebenarnya rumah itu merupakan
lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama dalam Islam.
Guru yang mengajar di lembaga tersebut Rasulullah sendiri. 7
Fungsi rumah sebagai tempat pendidikan sesungguhnya dapat di lihat
dari dua aspek dengan penjelasannya sebagai berikut.
Pertama, dari segi pendidikan informal, yakni pendidikan yang di-
lakukan oleh kedua orang tua terhadap putra-putrinya. Pendidikan di
rumah ini ditekankan pada pembinaan watak, karakter, kepribadian, dan
keterampilan mengerjakan pekerjaan atau tugas keseharian yang biasa
terjadi di rumah tangga. Bagi anak laki -laki misalnya dibiasakan
mengerjakan tugas-tugas yang umumnya dilakukan anak laki-laki, seperti
memotong rumput, menanam pohon, bertani, mengembala ter nak,
memperbaiki rumah, dan sebagainya. Bagi anak perempuan dibia sakan
mengerjakan tugas membersihkan dan merapikan kamar tidur, memasak
dan menyediakan makanan, menjahit, merangkai bunga,
191
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
dan sebagainya. Dalam keadaan tertentu pekerjaan bagi anak laki -laki dan
perempuan bisa saja dikerjakan bersama-sama. Pendidikan watak, karakter,
kepribadian, dan keterampilan tersebut dilakukan melalui pemberian
contoh, pembiasaan, melakukan sesuatu, bimbingan, dan nasihat. Fungsi
rumah sebagai lembaga pendidikan informal tersebut hingga saat ini masih
berlangsung, karena pendidikan tersebut melekat pada fungsi peran dan
tugas orang tua sebagaimana diamanatkan dalam ajaran agama dan tradisi
yang berlaku. Pada rumah tangga di masyarakat pedesaan, pendidikan
informal tersebut masih banyak dilakukan. Adapun pada masyarakat
perkotaan, tugas-tugas tersebut sudah banyak diserahkan kepada pembantu
rumah tangga atau orang lain. Seharusnya pendidikan informal di rumah
tangga tersebut tetap dipertahankan dan dilakukan, walaupun tidak mesti
harus setiap hari. Berbagai pekerjaan domestik tersebut seharusnya tidak
dipandang sebagai pekerjaan yang kurang bergengsi atau tidak
mendatangkan materi, melainkan harus pula dilihat sebagai pekerjaan yang
baik, penuh makna, dapat mengakrabkan keluarga, menumbuhkan suasana
rumah tangga yang aman dan harmonis, dan menumbuhkan rasa percaya
diri, kemandirian dan tidak bergantung kepada orang lain.
Kedua, dari segi pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang di -
lakukan di rumah yang bentuk materi pengajaran, guru, metode peng ajaran
dan lainnya tidak dibakukan secara formal. Pendidikan nonfor mal yang
dilakukan di rumah ini misalnya pendidikan yang berkaitan dengan
penanaman akidah, bimbingan membaca dan menghafal al- Qur’an, prakti k
beribadah, dan praktik akhlak mulia. Pendidikan non formal di rumah ini
masih terus berlanjut hingga saat ini, baik di pede saan maupun di daerah
pinggiran perkotaan.
192
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
193
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
islamiah, di mana agama Islam dapat berdiri tegak sejak awal periode
perkembangannya melalui lembaga pendidikan Islam.
Berdasarjkan keterangan tersebut, masjid dalam sejarah Islam
sebenarnya merupakan madrasah pertama setelah Dar al -Arqam bin al-
Arqam. Di dalam masjid itulah terkumpul berbagai macam persoal an pokok
kaum muslimin sejak mulai masalah politik, agama, kebu dayaan, hingga
kemasyarakatan. Di masjid itulah bertemu segala jenis ilmu pengetahuan
yang bermacam ragamnya di mana para pelajar mendiskusikan dan
mengkaji ilmu-ilmu tersebut bersama-sama dengan guru-guru besar mereka
yang terkenal pada zamannya. Juga di dalam masjid berkumpul para ahli
hukum dan pemimpin pemerintahan Islam untuk membahas tentang
kewajiban mereka terhadap negara dan bangsanya; dalam rangka
menyiarkan keputusan-keputusan khalifah baik yang menyangkut masalah
menunaikan ibadah shalat dan kegiatan dakwah yang harus mereka
tunaikan.
Dengan demikian, masjid yaitu tempat melakukan shalat, madra sah,
universitas, majelis nasional, dan pusat-pusat pemberian fatwa serta tempat
penggemblengan para pejuang dan patriot-patriot bangsa dari zaman ke
zaman. Dengan demikian, maka masjid berperan besar dalam siklus
kehidupan umat Islam, bahkan sampai sekarang masjid menjadi markas
yang penting untuk penyebaran Islam.
Masjid Bashrah dan Kuffah, keduanya memegang peranan besar dalam
pembinaan kesusastraan, ilmu pengetahuan, bahasa dan agama pada
periode awal perkembangan Islam. Di dalam masjid itulah dile takkan dasar-
dasar ilmu ushul fiqh, lughah, dan nahu. Sehubungan dengan ini, Nicholson
mengatakan, bahwa Bashrah merupakan pusatnya kehidupan intelektual
Islam. Para pencari ilmu dari berbagai belahan dunia pergi ke masjid untuk
mencari ilmu. Masjid Kairo, misalnya senantiasa memimpin dan membina
para pelajar Universitas Al-Azhar dengan menggunakan gaya dan metode
pendidikan yang mengguna kan masjid sebagai basis utamanya. Setiap gyru
besar atau Syekh al- Kabir mengambil tempat di sudut masjid, ia duduk di
sana, dikelilingi oleh para pelajar atau muridnya, memberikan kuliah
tentang al-Qur’an dan ilmu-ilmu bahasa Arab serta agama yang terdiri dari
ilmu hadis, tafsir, fiqh, lughah, ushul fiqh, nahu, balaghah, bayan, dan adab.
Lebih
194
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
dari itu, fungsi masjid tidak hanya terbatas pada masalah pendidikan saja,
akan tetapi masjid berfungsi menyerupai lembaga pusat kebu dayaan yang
digunakan sebagai tempat untuk mendiskusikan berbagai masalah dan
mengkaji masalah sastra dan kebudayaan serta berbagai bahasa yang
beraneka ragam. Masjid juga digunakan sebagai tempat bagi para ahli kisah
untuk bercerita kepada orang banyak tentang ki sah-kisah yang mengandung
ibarat dan yang bergaya hiburan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat dua peran utama yang
dilakukan oleh masjid, dengan penjelasan sebagai berikut.
Pertama, peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dan
nonformal. Peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dapat dilihat
dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah shalat lima waktu, shalat Idul
Fitri, Idul Adha, berzikir, dan berdo’a. Pada semua kegiatan ibadah tersebut
terdapat nilai-nilai pendidikan mental spiri tual yang amat dalam. Adapun
peran masjid sebagai lembaga pendidikan non formal dapat dilihat dari
sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk halaqah
(lingkaran studi) yang dipimpin oleh seorang ulama dengan materi
utamanya tentang ilmu agama Islam dengan berbagai cabangnya. Kegiatan
tersebut berlangsung mengalir sedemikian rupa, tanpa sebuah aturan formal
yang tertulis dan mengikat secara kaku.
Kedua, peran masjid sebagai lembaga pendidikan sosial kema -
syarakatan dan kepemimpinan. Hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat dapat dipelajari di masjid dengan cara melibatkan diri dalam
berbagai kegiatan yang bersifat amaliah. Mereka yang ba nyak terlibat dan
aktif dalam berbagai kegiatan di masjid akan memi liki bekal pengetahuan,
keterampilan, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas
kemasyarakatan dan kepemimpinan. Berbagai tokoh Islam baik pada tingkat
nasional maupun internasional banyak yang dilahirkan dari pendidikan
yang dilakukan di masjid. Pendidikan yang pertama kali dilakukan di
zaman Rasulullah SAW juga mengambil tempat di masjid. Mereka yang
belajar di masjid itu terkadang da tang dari daerah yang jauh, sehingga
harus bermukim untuk sementara di bagian dari masjid, yang selanjutnya
dinamakan al-Suffah. Dalam teori asal usul munculnya ahli tasawuf,
terdapat keterangan
195
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
196
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
197
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pendidikan dasar. Perhatian ini
didasarkan pada pertimbangan, bahwa pendidikan pada anak usia dini dan
pada masa kanak-kanak sangat menentukan keberhasilan pendidikan pada
masa selanjutnya.
Keberadaan al-Kuttab dengan ciri-cirinya sebagaimana tersebut di atas
mirip dengan keberadaan surau yang ada di Indonesia, per sisnya di
Sumatera Barat. Menurut sejarahnya, surau termasuk lem baga pendidikan
dasar yang tertua di Sumatera Barat. Di surau ini anak-anak diajarkan
tentang membaca al-Qur’an, praktik ibadah shalat, dasar-dasar agama,
akidah, dan akhlak. Surau ini telah ada jauh sebelum Islam masuk ke
Sumatera Barat, dan pada mulanya berperan sebagai tempat berkumpul
anak-anak remaja laki-laki sebagai akibat dari tradisi budaya masyaraka t
Sumatera Barat yang tidak memberi kan tempat bagi anak-anak remaja di
rumahnya. Sebagai akibatnya, anak-anak remaja tersebut bertempat tinggal
di surau bersama-sama dengan para remaja lainnya. Di surau itu mereka
belajar cara hidup sebagai laki-laki yang kelak harus bertanggung jawab
mencari nafkah. Mereka juga saling tukar -menukar pengalaman antara satu
remaja dan remaja lainnya. Di surau itu pula mereka belajar mengenai cara
berpantun, latihan bela diri yang diajarkan oleh orang yang lebih tua. Selain
itu surau juga berperan sebagai tempat singgah sementara un tuk
beristirahat dan bermalam bagi orang yang sedang melakukan per jalanan
dari satu daerah ke daerah lain. Hal ini dimungkinkan, karena pada masa
awal keberadaan surau di abad ke -18 M, keadaan peralatan transportasi
masih amat terbatas, sehingga terpaksa dengan cara berjalan kaki. Setelah
Islam datang ke Sumatera Barat, maka surau - surau tersebut sebagian besar
berubah menjadi lembaga pendidikan dasar bagi anak-anak. Bahkan dalam
perkembangan selanjutnya ada pula surau yang kemudian berkembang
menjadi lembaga pendidikan yang lebih besar dan tinggi lagi seperti hal
pesantren sebagaimana yang dijumpai di Jawa Barat. Surau yang sudah
menyerupai pesantren tersebut ada yang memiliki murid hingga mencapa i
ribuan jumlahnya. Uraian tentang surau secara lebih mendalam dapat
dijumpai dalam berbagai literatur yang secara khusus mengkajinya. 13
Dalam kasus di Pulau Jawa, keberadaan al -Kuttab mirip dengan
198
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
4. Madrasah
Madrasah ialah isitn masdar dari kata darasa yang berarti sekolah14 atau
tempat untuk belajar. Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah sering
dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan. Adapun
sekolah sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis pada
ilmu pengetahuan pada umumnya. 15
Madrasah sebagai lembaga pendidikan merupakan fenomena yang
merata di seluruh negara, baik pada negara -negara Islam, maupun negara
lainnya yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat Islam.
Sebagian ahli sejarah berpendapat, bahwa madrasah sebagai lem baga
pendidikan Islam muncul dari penduduk Nisapur, tetapi ter siarnya melalui
Perdana Menteri Bani Saljuk yang bernama Nidzam al-Muluk, melalui
Madrasah Nidzamiah yang didirikannya pada tahun 1065 M.
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, bahwa kehadiran mad rasah
sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai empat latar
belakang, yaitu: (1) sebagai manifestasi dan realisasi pembaruan sistem
pendidikan Islam; (2) sebagai usaha menyempurnakan terhadap sistem
pendidikan pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebi h
memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama
dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan ke sempatan kerja dan
perolehan ijazah; (3) adanya sikap mental pada sementara golongan umat
Islam, khususnya santri yang terpukau pada
199
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Barat sebagai sistem pendidikan mereka, dan (4) sebagai upaya un tuk
menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh
pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi. 16
Pendapat Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir tersebut ialah benar jika
yang dimaksud dengan pertumbuhan madrasah dalam konteks Indonesia.
Namun jika dikaitkan dengan pertumbuhan dan perkem bangan madrasah
yang ada di dunia Arab, khususnya di Timur Tengah, atau Madrasah
Nidzamiah, sebagaimana tersebut di atas, tidaklah sama. Madrasah yang ada
di Timur Tengah muncul sebagai upaya formalisasi pendidikan agama yang
lebih terorganisasi dan sistematik, dengan tujuan memelihara tradisi sunni.
Madrasah lebih menggambarkan tempat pengajaran ilmu agama secara lebih
tinggi, dan bukan merupakan respons terhadap modernisasi pendidikan
Barat.
Selain itu, keberadaan Madrasah di Timur Tengah juga muncul sebagai
akibat dari semakin berkembang dan luasnya ilmu-ilmu agama Islam yang
dalam proses transmisinya kepada para pelajar sudah mem butuhkan
pengelolaan yang lebih lengkap dan dipersiapkan se cara khusus. Berbagai
komponen pendidikannya, seperti tenaga guru yang sesuai dengan
bidangnya, sarana prasarana untuk pengajaran, tempat tinggal untuk guru
dan pelajar, bahan-bahan bacaan yang diperlukan, tempat-tempat praktik,
pengaturan kelas dan ruanga n, pengelolaannya yang tertib, dan sebagainya.
Berbagai komponen pendidikan ini tidak lagi dapat dipenuhi oleh masjid atau
rumah, melainkan harus dipenuhi dengan cara membangun lembaga yang
secara khusus mengelolanya. 17
Berdasarkan catatan singkat tersebut dapat dikemukakan bebera pa hal
yang melatarbelakangi lahirnya madrasah di Timur Tengah se bagai berikut.
Pertama, madrasah lahir sejalan dengan meningkatnya bidang kajian ilmu
agama Islam yang tidak mungkin lagi diajarkan di masjid. Selain
mengganggu fungsi utama masjid sebagai tempat iba dah shalat, juga tidak
mungkin lagi tertampung oleh sarana prasa rana yang terdapat di masjid.
Kedua, madrasah lahir sebagai lembaga pendidikan yang mempelajari ilmu
agama Islam secara lebih luas dan mendalam dibanding kan dengan lembaga
pendidikan al-Kuttab yang mempelajari ilmu agama Islam secara terbatas dan
tidak mendalam.
200
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
Karena itulah tidak mengherankan jika sebagian pakar pendidikan ada yang
berpendapat, bahwa madrasah di Timur Tengah merupakan pendidikan
tingkat tinggi, yakni lebih tinggi dibandingkan dengan pen didikan di al-
Kuttab, namun masih berada di bawah tingkat perguruan tinggi atau
universitas. Madrasah di Timur Tengah tampaknya mirip dengan pesantren
tinggi (Ma’had Ali) di Indonesia, atau pendidikan tingkat Aliyah. 18
Keberadaan Madrasah bukan hanya ditemukan di Timur Tengah atau
Indonesia, melainkan juga di beberapa negara yang pernah di kuasai Islam,
atau negara-negara lain yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat
Islam. Di beberapa negara seperti di Mesir, Iran, Irak, Turki, India, Malaysia,
Brunei Darussalam, dan lainnya terdapat madrasah mulai dari tingkat
Ibtidaiyah sampai dengan Aliyah.
Khusus di Indonesia, dinamika pertumbuhan dan perkembangan
madrasah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dinamika per tumbuhan
dan perkembangan madrasah di negara lain. Selain terda pat madrasah
diniyah yang kurikulumnya terdiri dari mata pelajaran agama: Al-Qur’an,
al-Hadis, Fiqh/Ushul Fiqh, Akidah-akhlak, Sejarah Islam, dan bahasa Arab,
juga terdapat madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama,
mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga Aliyah. Madrasah Diniyah
dimaksudkan untuk membangun sikap keberaga- maan dan pemahaman
terhadap materi agama yang kuat, dan hanya berlangsung hingga kelas
empat. Adapun madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama
dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan (religiusitas) bagi
para pelajar yang nantinya akan me nekuni bidang keahlian sesuai dengan
pilihannya. Di antara madrasah tersebut sebagian besar rata -rata lebih dari
80% berstatus swasta, sedangkan sisanya berstatus madrasah negeri.
Di beberapa kota dan desa di Indonesia yang mayoritas pendu duknya
beragama Islam, sudah dapat dipastikan akan dijumpai mad rasah-madrasa h
sebagaimana tersebut di atas. Khusus untuk daerah Nanggroe Aceh
Darussalam, istilah madrasah berubah nama menjadi meunasah. Nama ini
hanya mengikuti ucapan lisan orang-orang Aceh. Adapun hakikatnya sama
dengan madrasah, dalam pengertian seba gaimana telah disebutkan di atas.
201
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
5. Al-Zawiyah
Kata zawiyah secara harfiah berasal dari kata inzawa, yanzawi, yang berarti
mengambil tempat tertentu dari sudut masjid yang digu nakan untuk i’tikaf
(diam) dan beribadah. 19 Dari pemahaman kata Zawiyah yang sempi t
berkembang kepada pengertiannya yang lebih luas. Pada waktu para
khalifah memenuhi tuntutan kebutuhan orang- orang yang merelakan
dirinya untuk bertempat tinggal di tempat ter tentu yang khusus guna
menjalankan ibadah, maka khalifah memikir kan tempat tinggal tetap, dan
cocok untuk mengajarkan agama Islam, yaitu tempat kursus yang
selanjutnya dikenal dengan nama Zawiyah. Dengan demikian, Zawiyah
merupakan tempat berlangsungnya pe ngajian-pengajian yang mempelajari
dan membahas dalil-dalil naqli- yah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek
agama serta digunakan para kaum sufi sebagai tempat untuk halaqah
berzikir dan tafakur untuk mengingat dan merenungkan keagungan Allah
SWT.
Selain itu, Zawiyah sering pula digunakan untuk nama asrama atau
pondok tempat beberapa tarekat tasawuf mengajarkan ajarannya kepada
masyarakat yang berminat. Di antara tarekat yang mengguna kan Zawiyah
sebagai tempat kegiatannya adalah Tareqat al-Qadiriyah, al-Tijaniyah, al-
Sanusiyah, al-Syadziliyah, dan al-Khulwatiyah.
Di wilayah al-Maghribi, Zawiyah dibangun untuk kepentingan lain,
yaitu sebuah masjid khusus untuk sekelompok kaum sufi atau tempat
pemakaman seorang wali. Tetapi di wilayah Maghribi lainnya, Zawiyah
lebih dikenal sebagai madrasah diniyah dan sebagai tempat tinggal untuk
menjamu tamu-tamu asing. Pada abad ke-8 Hijriah, Zawiyah ini berkembang
menjadi madrasah untuk mengajarkan al- Qur’an, dan al-Hadis serta dasar-
dasar ilmu pengetahuan. Ketika kota Fez dikuasai oleh dinasti Murintoro,
Zawiyah berubah menjadi madrasah dan perguruan tinggi dengan maksud
agar mereka dapat
202
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
6. Al-Ribath
Secara harfiah, al-ribath artinya ikatan. Namun berbeda dengan kata al-
’aqd yang juga berarti ikatan. Al-ribath adalah ikatan yang mudah dibuka,
seperti ikatan rambut seorang wanita. Adapn al- ’aqd ada-
203
ILM U PEN D ID I KAN IS LAM
lah ikatan yang susah dibuka, karena kalau dibuka akan mengakibat kan
keadaan yang tidak baik. Kata al- ’aqcl misalnya digunakan untuk
pernikahan (akad nikah), jual beli (akad jual beli), dan sebagainya.
Al-ribath selanjutnya menjadi lembaga pendidikan yang secara khusus
dibangun untuk mendidik para calon sufi atau guru spiritual. Di dalam al-
ribath ini terdapat berbagai aturan yang berkaitan dengan urutan jabatan
dalam pendidik, mulai dari yang terendah sampai yang tinggi, yakni mulai
dari al-mufid (fasilitator), al-mu’id (asisten), al- mursyid (lektor/guru), sampai
kepada al-syaikh (mahaguru/guru besar); urutan tingkatan pada murid mulai
dari tingkat dasar (al-mubta- di), tingkat menengah (al-mutawasith), sampai
tingkat tinggi (al-’ali atau ’aliyah). Bagi seorang murid yang sudah tamat
dilakukan upacara pelepasan (semacam wisuda), kemudian diberikan ijazah,
diberi ke- wenangan untuk mengajar. Selain itu terdapat pula lambang -
lambang yang membedakan kelompok al-ribath tertentu dengan al-ribath yang
lain. Mereka kemudian membentuk semacam kelompok yang kompak dan
solid, karena didasarkan oleh persamaan ideologi dan ikatan emosional
antara guru dan murid, atau antara kawan dan kawan.
Berbagai aturan yang terdapat dalam al-ribath sebagaimana tersebut di
atas, banyak yang digunakan oleh lembaga pendidikan sekarang, dengan
sedikit modifikasi dan penyesuaian. Istilah murid, mursyid, ibtidaiyah,
miitawasithah, aliyah, dan ijazah misalnya diambil dari isti lah yang
terdapat dalam al-ribath. Bahkan istilah al-ribath juga masih banyak
digunakan untuk menyebutkan sebagai sebuah pesantren ting kat menengah.
1. Al-Maristan
Al-Maristanaa dikenal sebagai lembaga ilmiah yang paling penting dan
sebagai tempat penyembuhan dan pengobatan pada zaman ke emasan Islam.
Di lembaga ini, para dokter mengajarkan ilmu kedokteran dan mereka
mengadakan studi dan penelitian secara menyeluruh. Di antara dokter yang
paling terkenal kemampuan dan kemasyhurannya di dunia Islam dan di
negara Barat yaitu Muhammad bin Zakaria al - Razi. Ia pernah dipercaya
memimpin Maristan di Baghdad pada masa khalifah 1 Muktafa pada tahun
311 Hijriyah.
204
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
Pada tahap selanjutnya Sultan ’Adud Daulah bin Buwaihi (367 - 372 H)
pernah membangun sejumlah besar Maristan, di antaranya
205
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
206
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
8. Al-Qushur (Istana)
Istana tempat kediaman khalifah, raja, sultan, dan keluarganya, selain
berfungsi sebagai pusat pengendali kegiatan pemerintahan, juga digunakan
sebagai tempat bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan bagi para putra
khalifah, raja, dan sultan tersebut. Mata pelajaran yang diberikan kepada para
putra raja tersebut antara lain berkenaan dengan ilmu pengetahuan,
peradaban, bahasa, sastra, keterampilan berpidato, sejarah kehidupan orang-
orang para pahlawan dan orang-orang yang sukses, serta keterampilan dalam
memanah, mengendarai kuda dan berenang. Mata pelajaran tersebut
diberikan dalam rangka menyiapkan mereka agar benar-benar menjadi
seorang pemimpin yang berwawasan pengetahuan yang luas, berkepribadian
dan berakhlak mulia, memiliki keterampilan dalam melaksanakan tugas -tugas
kenegaraan, serta penuh rasa percaya diri dan keberanian untuk
mempertahankan negara, serta melindungi masyarakat. Guru yang mengajar
di istana disebut muaddib, yang menggambarkan seorang yang cakap dan
berkepribadian utama. Setelah dirasakan cukup memperoleh pe ndidikan
dasar di istana, maka para putra raja tersebut dapat memperda lam ilmunya
dengan mengikuti kelompok studi (halaqah) yang ada di masjid atau
madrasah.
Karena demikian pentingnya pendidikan di istana ini, maka para raja
ikut serta memberikan pengarahan dan pengawasan. Dalam sebuah riwayat
pernah diceritakan, bahwa Abd. al-Malik bin Marwan pernah meminta kepada
guru anaknya, agar memberikan perhatian sebagaimana orang tuanya sendiri,
agar mengajarkan dan menanamkan sikap jujur sebagaimana yang diajarkan
al-Qur’an, menjauhkan perbuatan dusta yang dapat merugikan manusia,
menyedikitkan senda gurau, menghindari perbuatan yang dapat
menimbulkan kerusakan, dijauhkan dari perasaan membenci, memberinya
makan daging, mengajarkan syair yang dapat memperhalus perasaan,
memerintahkannya agar merawat barang-barang, cara meminum yang benar,
dan jika akan melakukan hal-hal yang bersifat pribadi (privasi) agar tidak
dilihat oleh para siswa. 22
207
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
208
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
209
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
210
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
11. Al-Badiyah
Al-badiyah secara harfiah dapat diartikan sebagai tempat meng ajarkan
bahasa Arab asli, yakni bahasa Arab yang belum tercampur oleh pengaruh
berbagai dialek bahasa asing. Di tempat ini berbagai warisan budaya Arab
pada zaman jahiliah, seperti puisi, syair, dan khotbah diajarkan. Di zaman
jahiliah seseorang baru dianggap sebagai yang berbudaya, jika dia sebagai
seorang penyair yang mahir, seorang ahli puisi yan g bijak, dan seorang
penceramah yang mendalam. Upaya agar tetap mempertahankan tradisi Arab
Jahiliy inilah yang mendorong perlunya sebuah tempat untuk mengajar
seseorang agar memahami bahasa Arab yang asli. Tempat yang demikian itu
yaitu al-badiyah.
Dalam sejarah dicatat, bahwa pada masa awal Islam, bahasa Arab masih
fasihatan salimatan, yakni jelas dan belum terkontaminasi. Namun ketika
orang-orang Arab berinteraksi dengan komunitas lainnya, seperti interaksi
dalam perdagangan, menyebabkan timbulnya sedikit perubahan pada dialek
dan intonasi di antara mereka. Keadaan tersebut kian lama makin membesar
pengaruhnya, sehingga bahasa Arab yang asli hampir saja hilang. Dalam
sebuah riwayat diceritakan, bahwa seseorang pernah bercakap -cakap di
hadapan Rasulullah SAW (dengan percakapan yang keliru), maka Rasulullah
SAW berkata kepada teman orang tersebut: ‚Ajarilah temanmu itu (bahasa
Arab yang benar), karena temanmu itu telah keliru. 25
Selanjutnya pada zaman Umar bin Khattab percampuran antara budaya
Arab yang asli dan budaya asing makin bertambah, khususnya ketika Islam
masuk ke wilayah Persia dan Romawi. Bahasa Arab yang asli itu dibawa
serta ke daerah tersebut oleh para prajurit muslimin. Para prajurit yang
tinggal di daerah baru itu terkadang mengikuti di alek bahasa setempat, dan
dari sejak itulah terjadi percampuran dialek bahasa di dunia Islam, seperti
yang terdapat di Madinah, Damsik, Baghdad, Kufah, dan Bashrah.
Percampuran budaya Arab dengan budaya asing juga terjadi melalui proses
perkawinan orang Arab dengan orang asing. Mereka itu kemudian
berkumpul pada sebuah tempat
211
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
yang suci, ketika melaksanakan rukun Islam yang kelima, di musim haji.
Dengan demikian, maka bahasa Arab menjadi bahasa pemaham an yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi, baik ketika ia berada di rumah,
kampung, kota besar, ibu kota, atau di musim haji. Namun demikian, orang -
orang yang bukan Arab asli tidak memiliki kemam puan untuk bertutur kata
sesuai dengan ketentuan kaidah bahasa Arab yang ditetapkan, s ehingga
mereka tidak dapat berbicara dengan ba hasa Arab yang fasih, dan dengan
demikian, maka rusaklah percakapan bahasa Arab, maka tampaklah bahasa
yang kacau balau, yakni ba hasa yang dilahirkan atau diekspresikan menurut
sekehendak orang. Keadaan inilah yang diusahakan untuk diatasi dengan
cara mendirikan al-Badiyah sebagaimana telah disebutkan di atas.
212
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
213
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
214
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
masyarakat. Para raja, hartawan, dan ulama termasuk di antara ang gota
masyarakat yang memiliki kepeduliaan terhadap pengembangan lembaga
pendidikan Islam.
Keenam, lembaga pendidikan Islam bersifat religius. Hal ini ter jadi,
karena berdirinya lembaga pendidikan Islam selain untuk kepen tingan
pengembangan ilmu dalam rangka mencerdaskan masyarakat, juga
dilakukan karena semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT. Berdirinya
lembaga pendidikan Islam bukan atas instruksi atau un dang-undang,
melainkan atas dorongan niat yang ikhlas mengharap kan keridhaan Allah
SWT.
D. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut, dapat
dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, umat Islam merupakan pelopor dalam pembangun an lembaga-
lembaga pendidikan. Hal yang demikian terjadi karena ber bagai lembaga
pendidikan Islam dibangun dengan tidak mengambil contoh atau model
yang ada sebelumnya.
Kedua, lembaga pendidikan Islam sangat variatif dan menjang kau
seluruh lapisan masyarakat, dan seluruh kebutuhan pengembangan ilmu
pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Dengan adanya
berbagai lembaga pendidikan Islam yang variatif itu, maka se luruh lapisan
masyarakat akan terlayani dengan pendidikan.
Ketiga, lembaga pendidikan Islam memiliki sifat dan karakteristik
keunggulan yang hingga saat ini sifat dan karakteristik tersebut masi h
cukup relevan. Keunggulan tersebut, baik dalam kurikulumnya yang
integralistik dan beragam, sistem pengelolaannya, proses pembentuk annya,
dan sumbangannya bagi kemajuan umat manusia.
Keempat, timbulnya lembaga pendidikan Islam yang amat bera gam
bentuk dan modelnya, selain menunjukkan besar kemampuan kreativitas
dan inovasi masyarakat, juga menunjukkan adanya perha tian dan tanggung
jawab yang besar dari masyarakat Islam terhadap kemajuan pendidikan
dalam rangka mengangkat harkat dan martabat umat manusia.
215
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Catatan Akhir
1 Lihat W.J. S. P oe rwa da rminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (la karta: Bala i
Pusta ka, 1991), cet. ke-12, hlm. 582.
2 Lihat (ohn M . Echols dan Ha ssa n Sha dily, Kamus Indonesia Inggris, (Jakarta:
Gra me dia, 2003), c et. ke -9, hlm. 225.
3 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (e d), ). Milt on
Cowa n, (Beirut: Librariee Du Liba n dan London: Mac donald & Evans LT,
1974), hlm. 15.
4 Lihat W.|.S. Pe rwa da rminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Op. cit., hlm.
836.
5 Lihat Mahmud Y unus, Kamus Arab Indonesia, Op. cit., hlm. 74.
6 Liha i J ohn M. Ec hols dan Ha ssan Sha dily, Kamus Inggris Indonesia, Op. cit.,
hlm. 305.
7 Ali Al-)umbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, ((aka rta: Rine ka Cipta,
1994), cet. ke-1, hlm. 22.
8 Lihat W.J.S. P oe rwa da rminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Op. cit., hlm.
648.
9 Lihat )ohn M. Ec hols dan Ha ssa n Sha dily, Kamus Inggris Indonesia, Op. cit.,
hlm. 386.
10 Lihat Ha run Na sution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, ()aka rta:
Bulan Bintang, 1978), cet. ke-1, him. 5. Ka jian tentang suffa h le bih la njut
da pat dijumpai pa da te sis ma gist er pa da Se kola h Pa sca sa rjana U IN Syari f
Hida yatullah Jaka rta. Kajian tentang suffa h dala m te sis ini cukup me ma dai
untuk me nginforma sika n be rbagai a spe k yang berkaitan denga n sut fah:
pe ngertia n, tujuan, pa ra siswa, pa ra guru, ba han pe laja ran, da n lain se ba -
gainya -
11 Lihat Ahma d Syala bi, Tarikh al-Tarbiyah al-lslamiyah, (Me sir: Kasyyaf
216
BAB 12 Lembaga Pendidikan Islam
lin Nasyr wa al-Tha ba’ah wa al-Tuzi, 1954), him. 21; Lihat pula Ali Al-
Jumbulati, Perbandingan Pendidikan, Op. cit., hlm. 29.
12 Lihat Ali al-Jumbulati, ibid., hlm. 29.
13 Profe sor Azyumardi Azra, se orang pakar se jarah sosial pe ndidikan I slam
kelahiran Lubuk Alung Sumatera Barat misalnya te lah me nulis se buah buku
be rjudul Surau. Dalam buku terse but dapat dijumpai ka jian tentang sura u
dengan berbagai a spe knya, yakni mulai dari pengertian, latar belakang pe r -
tumbuhan dan perkemba ngannya, peran dan fungsinya, serta responsnya
dalam mengha da pi gaga san mode rnisa si yang ma suk ke Sumatera Barat pada
akhir a ba d ke -20. Dalam buku terse but dice ritakan tentang terja dinya
transforma si sura u ke dala m bentuk ma dra sah, bahkan a da pula yang gu lung
tikar, karena tidak dapat be rsaing dengan le mba ga pendidikan modern
lainnya. Selanjutnya pa da tahun 2008 di kalangan maha siswa program
pa sca sarjana a da pula yang me neliti tentang surau di Sumatera Barat. Hasil
penelitian terse but menunjukkan tentang adanya dinamika pe rtumbuhan dan
perke mbangan surau dalam menghada pi arus globalisa si yang terjadi di
Sumatera Barat. Hasil pene litian terse but mene mukan a danya surau yang
terus be rtahan hingga se karang, se rta bertahan dala m me ngha dapi arus
gerakan dari kalangan mode rnis, se bagaimana yang terjadi di daera h
Pasaman.
14 Lihat Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, hlm. 126.
15 Se orang peneliti a sal Belanda, Karel A. Steenbrink berpe nda pat, bahwa
istilah ma dra sah dan sekolah dibe da kan, ka rena ke dua nya mempunyai c iri
yang be rbe da. Na mun a da pula yang ce nderung menyamakan arti madra sa h
dan sekolah. Lihat Abdul Mujib da n )usuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam,
Op. cit., hlm. 241.
16 Lihat Abdul Mujid da n )usuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, ibid., hlm. 241.
17 Islam menganjurkan de ngan sa ngat supaya belajar, dan umat Islam ternyata
menerima baik anjuran ini sehingga pendidikan be rke mbang pe sat di langgar,
ma sjid di seantero dunia I slam, dan di tiap tempat itu ba nyak terda pat
kelompok pe ndidikan Isla m di samping semba hyang dan peribadatan. Kaum
muslimin mera sakan bahwa sangat membut uhkan di dirikannya sekolah dan
institut tinggi agar ke ributan di ma sjid se waktu dia dakan pe lajaran itu dapat
dihindarkan, keributan yang terja di karena dilangsungkannya perde batan dan
diskusi. Menurut keterangan al -Maqrizi, di zaman saha ba t dan tabi’in,
se kolah -sekolah itu tidak dikenal dan se kolah mulai didirikan pa da akhir
aba d ke-4 hijriah. Penduduk Naisa bur me ru pakan yang pe rtama me ndirikan
se kolah di dunia Islam dan mereka be ri
217
I LMU PE N DI DI KAN IS LA M
218
13
Pembiayaan Pendidikan Islam
220
BAB 13 Pembiayaan Pendidikan Islam
221
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
Ittafaqa jamahir fuqahau al-mazhab ‘ala annahu laa yajuzu sharf al- zakat ila ghair
man zukira Allah Ta'a;a, min bina al-masajid wa al-jusur wa al-qanathir, wa al-
siqayaat, wa kary al-anhar, wa ishlah al-thuruqat, wa takfin al-mauta, wa qadhai
al-din, wa tausi’ah ‘ala al-adlyaaf wa binai al-aswar wa i’dadi wasail al-jihad, ka
shina’at al-sufun al-harbiyah wa syi- rai al-silah, wa nahw dzalika min al-qarb al-
lati lam yadzkur Allah Ta’ala mimma laa tamliku fih, li anna Allah subhanahu wa
ta'ala qala: innama al-shadaqat lil al-fuqarai. Wa kalimat ‚innama‛ li al-hashr wa
al-istbaat, tatsabbat al-madzkur wa tunfi ma ‘adahu, falayadzuzu sharp al-zakat
ila hadzihi al-wujuh, li annahu lamyuujad al-tamlik ashlan.
222
BAB 13 Pembiayaan Pendidikan Islam
khulu fihi kullu man sa’a fi tha'at Allah wa sabil al-khairat idza kaana
muhtaadzan, li annafi sabil Allah ‘aam fi al -milk, ayyasymilu ‘imarat al- masajid
wa nafw dzalika mimma zukira, wa fassara ba’dla al -hanafiyah sabil Allah bi
thalab al-‘ilm walau kana al-thalib ghaniyan. 4
223
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
‚Hak se orang anak atas orang tuanya a dalah me mbe ri kan nama dan
akhlaknya yang baik, me ngajarkan menulis, bere nang dan mema nah,
memberikan rezeki hanya yang baik -baik saja, dan me nikah kannya, jika
sudah mene mukan jodohnya.‛ (HR. al-Hakim) 6
‚Didiklah anak -anakmu sekalian dengan tiga hal, yaitu mencintai n abimu,
mencintai ke luarganya, dan me mbaca al -Q ur’an, karena orang yang
membaca al -Qur’an akan bera da dala m na ungan Allah, pa da hari yang
tidak a da na ungan lainnya, kec uali na ungannya, ber sa ma para nabi dan
orang-orang yang dika sihinya.‛ (HR. al-Dailamiy dari ‘Ali)
224
BAB 13 Pembiayaan Pendidikan Islam
225
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
Adapun as-Sunah yang oleh para ulama dijadikan dalil tentang wakaf,
di antaranya yaitu yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar r.a., yang
menceritakan, bahwa Umar mendapat sebidang tanah di Khaibar, kemudian
beliau mendatangi Nabi SAW, meminta pendapatnya tentang tanah
tersebut. Hadis tersebut selengkapnya berbunyi: ‚Wahai Rasulullah, aku
mendapat tanah di Khaibar, aku belum pernah mendapat harta yang lebi h
berharga dari itu, apa kata Rasulullah tentang tanah itu?‛ Rasulullah
berkata: ‚Jika engkau mau engkau tahan asalnya dan sedekahkan hasilnya.
Tetapi tidak boleh dijual yang asal, tidak boleh diberikan dan tidak boleh
diwariskan.‛ Katanya, Umar pun menyedekahkannya kepada orang -orang
fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, di jalan Allah, anak jalanan dan orang
lemah. Tidak berdosa orang yang memeliharanya untuk makan dari situ
dengan baik dan memberi makan kawan yang tidak membuat harta di situ.
(HR. al- Bukhari dan Muslim).
Selain itu, hadis yang dijadikan dasar tentang wakaf ini adalah:
‚Jika se se orang meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kec uali tiga hal.
Pertama se dekah yang be rjalan terus, atau ilmu yang digu nakan, atau anak
sale h yang mendo’akannya.‛ (HR. Muslim) 8
Dalil lain yang digunakan seba gai dasar pelaksanaan wakaf ada lah
ijma’ ulama yang didasarkan pada keterangan dari Jabir. Katanya, bahwa
tidak ada seorang pun sahabat Nabi SAW yang sanggup (mampu) yang
tidak berwakaf. q
Di dalam sejarah Islam, wakaf mengalami perkembangannya yang luar
biasa pada abad kedelapan dan kesembilan hijrah. Pada waktu itu bukan
hanya berupa tanah pertanian saja yang diwakafkan, melainkan juga rumah,
toko, kebun, lesung, pencelup, pabrik roti, kantor dagang, pasar, tempat
potong rambut, tempat mandi, gudang hasi l pertanian, pabrik penetasan
telur, dan lain-lain juga diwakafan. Dengan demiki an, wakaf sudah
berkembang luas, dan menjangkau perusahaan.
226
BAB 13 Pembiayaan Pendidikan Islam
227
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
barang yang memiliki nilai jual tinggi, produktif, dan strategis, seperti
gedung, penginapan, sumber air, pabrik, kolam, dan lain sebagainya. Ketiga,
banyaknya dana yang dihimpun dari wakaf, menunjukkan tingginya
kesadaran masyarakat untuk memajukan dan mengembang kan masyarakat
dengan cara memberikan dana sosial dengan ikhlas. Keempat, adanya wakaf
yang beraneka ragam tersebut menunjukkan bahwa wakaf telah tumbuh di
daerah perkotaan yang sudah maju.
228
BAB 13 Pembiayaan Pendidikan Islam
229
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
Kelima, prinsip kecukupan. Prinsip ini antara lain terlihat pada dana
yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berasal dari kas negara.
Keenam, prinsip berkelanjutan. Prinsip ini antara lain terlihat pada
dana yang berasal dari wakaf yang menegaskan, bahwa sumber ( pokok)
dana tersebut tidak boleh hilang atau dialihkan kepada orang lain, yang
menyebabkan hilangnya hasil dari dana pokok tersebut.
Ketujuh, prinsip keseimbangan dan proporsional. Prinsip ini anta ra lain
terlihat dari pengalokasian dana untuk seluruh keg iatan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pendidikan, seperti dana untuk mem bangun
infrastruktur, sarana prasarana, peralatan belajar mengajar, gaji guru,
beasiswa para pelajar, dan sebagainya.
D. Penutup
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat bebera pa hal yang
menarik untuk dilihat sebagai berikut.
Pertama, bahwa sejak zaman klasik dunia Islam telah mengenal
berbagai sumber dana yang dapat digunakan untuk membiayai kegiat an
pendidikan, mulai dari dana zakat, sumbangan wajib wali murid, wakaf,
kas negara, dan hibah perorangan. Hal ini menunjukkan bahwa
pembiayaan pendidikan sangat erat kaitannya dengan sistem pereko -
nomian yang berkembang dalam Islam.
Kedua, bahwa perkembangan dana pendidikan dalam Islam se jalan
pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban
yang berkembang dalam Islam. Semakin berkembang ilmu pengetahuan,
kebudayaan dan peradaban semakin berkembang pula kegiatan
pendidikan, dan semakin berkembangnya kegiatan pendidikan, semakin
membutuhkan pembiayaan pendidikan.
Ketiga, bahwa terjadinya kemajuan Islam yang ditandai oleh ke majuan
dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban, merupakan
bukti kemajuan dalam bidang pendidikan. Kemajuan da lam bidang
pendidikan ini, menunjukkan kesadaran yang tinggi untuk menyediakan
dana pendidikan.
230
BAB 13 Pembiayaan Pendidikan Islam
Catata n A khir
1 . Di ka langan para a hli terja di pe rbe daa n pe nda pat da lam hal guru
me ne rima ga ji ata u menola knya. Yang paling terkena l menola k untuk
me ne rima ga jia yait u Sic rate d. la se ora n g filsuf ya ng hidup di zaman
Sophiste s, yait u go longa n guru-guru ya ng mengaja r pe muda pemudi tentang
ke susa st raan, pe rde batan, ilmu pidat o da n filsafat. Da ri pe ke rjaa n it u
me re ka menda pat gaji. Soc rate s berbe da penda pat dengan mereka da lam ha l
ini, se ba b ia mengaja r pe muda pe mudi tanpa gaji, la mengajar di se gala
tempat, se pe rti di ke da i-ke da i, jalana n-jala nan, a lun -alun, da n lorong -lorong.
Soc rate s menera ngkan se ba b-se ba b ia menolak gaji itu, ka re na ke utamaa n
(fa dilat ) diambil da ri jiwa, dan orang ha nya sa mpai ke ilmu itu de ngan
berpikir (me re nung). Fa dilat tida k bisa diaja rka n. Oleh se ba b itu, guru tida k
berha k mene rima gaji. Penda pat yang serupa juga dijumpai pa da I ma m al -
Ghazali. Ia misa lnya be rpenda pat, bahwa se orang guru tida k me nghara pka n
ba la s ja sa ata upun uca pan terima ka sih, tetapi be rmaksud de nga n me nga ja r
itu mencari ke ridaan Allah dan mende katkan diri ke pa da Tuhan. Pe nda pat
Imam al -Ghaza li ini dida sa rkan pa da pe ma hama n te rda pat a yat a! -Q ur’an
yang artinya: ‚Ikutilah orang yang tiada meminta balasan kepadamu, dan mereka
ialah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Yaa sin: 21). Lihat Moha mma d
Athiyah al -Abra syi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan, (te rj. ) oleh H. Busta mi A.
Ga ni da n Djohar Bahry, da ri al-Tarbiyah al-lslamiyah, (jaka rta: Bulan Bintang,
1974), cet. ke -2, him. 143. Lihat pula Ha san Langgulung, Asas-asas Pendidikan
Islam, ()akarta: P usta ka Al-H usna, 1987), cet. ke -1, hlm. 137.
2 Se belum tahun 60 -an sudah te rda pat se jumla h pa kar ya ng melakukan riset
murni secara individual dala m bida ng pe ndid ikan, antara lain Burrhus
Fre de ric Skinne r (1909-1990 ), Be nyamin S. Bloom, 1913-199 9), jerome S.
Brunne r (1915), Torste n H usen (1916), Pa ulo Fre ire (1921 -1997), I van llliac h
(1926-2002), )urgen Ha be rma s (1929), da n H oward Gardne r, 1 943). Lihat )oy
A. Palme r (e d.), 50 Pemikir Pendidikan dari Giaget sampai Masa Sekarang, (alih
ba ha sa ) Farid Assifa , dari judul a sli Fifty Modern Thinkers on Education,
(Y ogyaka rta: je nde la, 2003), c et. ke -1.
3 Ahma d Mushtha fa al -Ma raghiy, Tafsir al-Maraghiy, al-Mujallid al-Rabi’,
(Be irut: Daral-Fikr, t.t.), hlm. 145.
4 Wahbah al -Z uhailiy, al-Fiqh al-lslamiy wa Adillatuhu, al-Juz al-Tsani, (Be irut:
Daral-Fikr, 1409 H/1989 M), cet. ke -3, hlm. 875 -876.
5 Lihat Burhan a l-Dinal-Zarnuji, Ta’limal-Muta’allim fi Thariqal-Ta’allum,
(Sura baya: Salim Na bhan, t.t.), hlm. 15.
231
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
232
14
Tradisi Ilmiah dan Atmosfer Akademik
dalam Pendidikan Islam
A. Pendahuluan
Pada uraian terdahulu telah dikemukakan, bahwa pada zaman klasik
dunia Islam pernah mengalami kemajuan yang luar biasa {golden age). Pada
masa itu umat Islam bukan saja unggul dalam ilmu agama, melainkan juga
dalam ilmu pengetahuan umum, kebudayaan, dan peradaban yang hingga
saat ini warisan tersebut masih dapat di jumpai, baik dalam bentuk
informasi yang terdapat dalam berba gai literatur sejarah, maupun dalam
kenyataan, seperti bangunan istana para raja dan sultan, bangunan rumah,
perguruan tinggi, kesenian, institusi-institusi dalam bidang sosial, ekonomi,
pendidikan, dan sebagainya. Pada zaman kejayaan Islam tersebut, umat
Islam berada pada posisi sebagai adikuasa, baik dalam bidang politik,
militer, ekonomi, kebudayaan, peradaban, dan sebagainya. Dunia Islam
menjadi kiblat, model, dan rujukan bangsa di seluruh dunia, bahasa Arab
menjadi bahasa ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban.
Keadaan tersebut terjadi karena di dalamnya terdapat tradisi ilm iah
dan atmosfer akademik yang sangat kuat dan efektif. Atmosfer akademik
tersebut selanjutnya menjadi ciri khas budaya dan kebiasaan yang tumbuh
serta dapat dirasakan manfaatnya. Kini atmosfer akademik tersebut menjadi
salah satu indikator kemajuan dan keunggulan sebuah lembaga pendidikan,
dan digunakan oleh Badan Akreditasi Nasional sebagai salah satu standar
penilaian sebuah keunggulan.
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
‚Pernikahan itu adalah terma suk salah satu ke bia saan hidupku.
Barangsia pa yang tidak menge rjakannya, maka ia tidak termasuk
pengikutku.‛ (HR. Bukha ri Muslim)
234
BAB 14 Tradisi Ilmiah & Atmosfer Akademik
yang terdapat di tempat lain. Seseorang yang memasuki kawasan pon dok
pesantren misalnya, akan dapat merasakan suasana religiusitas, akademis,
kesalehan, dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Suasana tersebut dapat
menimbulkan rasa senang bagi orang yang memang ingin menjadi seorang
alim yang saleh, dan sebaliknya akan menim bulkan rasa gelisah dan sumpek
bagi orang yang cenderung pada ke burukan, mengikuti hawa nafsu, dan
tidak berniat menjadi orang alim yang saleh.
Dengan demikian, tradisi ilmiah dapat diartikan sebagai kebiasaan
yang terkait dengan kegiatan ilmu pengetahuan yang sudah dibiasakan dan
dipraktikkan secara terus-menerus. Adapun atmosfer akademik adalah
suasana yang khas yang timbul sebagai akibat dari pelaksana an tradisi
ilmiah tersebut. Tradisi ilmiah dan atmosfer akademik ini selanjutnya
membentuk semacam budaya kerja atau budaya lembaga (i corporate culture)
yang membedakan antara satu dan lainnya.
Dalam prakti knya, tradisi ilmiah terlihat dalam bentuk kegiatan dan
program yang tumbuh dan berkembang di dalam sebuah lingkungan yang
secara keseluruhan mengarahkan orang yang berada di dalamnya untuk
tumbuh berkembang potensinya secara optimal untuk menjadi seorang
akademisi, yaitu orang yang: cerdas, berpikir sebe lum berbuat,
mengedepankan pemikiran daripada emosi, berpandang an jauh ke depan,
menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme, dan selalu memperbaiki
pengetahuannya dengan terus belajar.
235
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
236
BAB 14 Tradisi Ilmiah & Atmosfer Akademik
Hanifah, imam Sy afi’i, Imam al-Ghazali, Abdul Qadir Jailani, Ibn Khaldun,
dan Ibn Bathuthah misalnya termasuk ulama yang banyak melakukan
perjalanan ilmiah dan pernah bermukim di Baghdad.
Demikian pula ketika Mekkah di abad XVII dan XVIII sebagai pusat
pengajaran ilmu agama Islam salafi, banyak para pelajar asal Indonesia yang
menimba ilmu pengetahuan dan pengalaman akade mik di sana, bahkan di
antara mereka ada yang kemudian menjadi ulama besar yang disegani dan
dikenal di mancanegara. Mereka itu antara lain, Syekh Ahmad Khathib dari
Padang Sumatera Barat, Syekh Ahmad Yasin al -Fadani, Syekh Nawawi al-
Bantani, dan Syekh Arsyad al-Banjari. Karena demikian banyaknya para
mukimin asal Indonesia yang bertempat tinggal di Mekkah, maka
bermuncullan koloni-koloni asal Indonesia di sana, seperti al-Jawi, al-
Bogori, al-Garuti, al-Palim- bangi, al-Sumaterani, dan sebagainya. 1 Mereka
yang telah merasa cukup menimba ilmu agama di Mekkah kemudian
kembali ke tanah air dan mengajarkan ilmunya itu di berbagai pondok
pesantren di Nusantara, dan dengan demikian rihlah ilmiah telah
menumbuhkan semangat untuk mengembangkan ilmu agama.
Rihlah ilmiah dilakukan karena seseorang yang melakukannya
mendapatkan penghargaan dan penghormatan tersendiri di masyarakat.
Para ulama tamatan sebuah pesantren terkenal di Indonesia, atau ta matan
berbagai lembaga pendidikan ternama di Timur Tengah, seperti Mekkah,
Madinah, Riyadh, dan Kairo, keti ka pulang ke Tanah Air, mendapatkan
penghormatan dan penghargaan yang tinggi dari ma syarakat. Ketika mereka
membuka pesantren, maka pesantrennya itu akan banyak diminati
masyarakat. Hal yang demikian terjadi, karena para ulama tamatan dari
berbagai pondok terkenal atau dari luar neg eri tersebut biasanya memiliki
kemampuan ilmu agama yang melebihi rata-rata. Mereka itu biasanya hafal
al-Qur’an, sangat dalam ilmu aga manya, menguasai bahasa Arab, baik lisan
maupun tulisan, memiliki kepribadian yang saleh, serta berpikiran luas.
Masyarakat mengi rim putra putrinya ke lembaga yang mereka pimpi n
dengan harapan dapat memotivasi putra-putrinya untuk meraih prestasi
yang tinggi.
Di dalam al-Qur’an dan al-hadis dijumpai isyarat tentang adanya rihlah
ilmiah ini. Misalnya ayat yang berbunyi:
237
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
(QS. al-Ta ubah (9 ): 122)
238
BAB 14 Tradisi Ilmiah & Atmosfer Akade mik
Selain itu, terdapat pula perpustakaan yang cukup besar milik para
khalifah atau raja-raja yang di dalamnya penuh dengan buku. Di
239
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
4. Menerjemahkan Manuskrip
Menerjemahkan buku atau manuskrip merupakan sebuah cara
memindahkan informasi tentang pengetahuan atau konsep dari sebuah
buku yang ditulis dalam sebuah bahasa ke dalam bahasa lain, sehingga
orang yang tidak menguasai bahasa asli buku yang diterje mahkan itu dapat
memahami buku tersebut. Menerjemahkan buku dilakukan oleh orang -
orang yang selain memiliki kemampuan dalam bahasa asli buku tersebut
dan bahasa yang akan digunakan untuk menerjemahkan buku tersebut,
juga memiliki wawasan yang luas tentang ilmu yang terdapat dalam buku
yang akan diterjemahkan tersebut, ketelitian, ketekunan, kesabaran, dan
kejujuran. Dengan cara demikian, hasil terjemahannya akan dapat
dipercaya baik secara moral maupun secara akademik.
Di zaman Khalifah al -Makmun, kegiatan penerjemahan buku dan
manuskrip yang berisi pengetahuan tentang filsafat dan ilmu pengeta huan
dari Yunani, India, Cina, dan Persia dilakukan secara besar-be- saran.
Untuk kepentingan ini, al -Makmun mendirikan Bait al -Hikmah di Baghdad.
Ia menyewa para penerjemah yang ulung, seperti Hunain bin Ishak.
Kepada penerjemah tersebut, Khalifah memberikan upah dan penghargaan
yang tinggi.
Melalui kegiatan penerjemahan ini, maka para pelajar Islam da pat
berkenalan dengan filsafat Yunani dan berbagai ilmu pengeta huan dari
luar, dan pada tahap selanjutnya mereka mampu membuat rumusan baru
melalui proses dialektika dan sintesis. Dari keadaan demikian lahirlah
karya-karya inovatif dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
240
BAB 14 Tradisi Ilmiah & Atmosfer Akademik
241
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
gai masalah keyakinan, akhlak, tasawuf, filsafat, dan lain -lain. Dengan
demikian, bermuncullah berbagai disiplin ilmu agama. Selanjutnya karena
berbagai disiplin ilmu agama tersebut perlu diwariskan kepada generasi
berikutnya, maka perlu ditulis dalam sebuah buku atau ber bagai karangan
lainnya. Dengan demikian, ma ka lahirkan berbagai buku atau kitab tentang
ilmu-ilmu agama, kisah, dan sebagainya.
Kedua, didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan pe -
merintahan dan kepemimpinan negara yang tertib, aman, damai, adil, dan
sejahtera. Hal ini dilakukan, karena keti ka Rasulullah SAW wafat, ia tidak
meninggalkan wasiat tentang bentuk pemerintahan. Selanjutnya, mengingat
bahan-bahan yang lebih bersifat teknis dan praktis tentang bentuk dan
model pemerintahan ini tidak dijumpai secara eksplisit di dalam al -Qur’an
dan as-Sunah, maka bermunculanlah berbagai teori tentang dasar
pembentukan pemerintahan. Di antaranya ada teori yang didasarkan pada
musyawarah sesuai amanat al -Qur’an dan as- Sunah, ada teori yang
mendasarkan pada karismatik dan kewibawaan atas dasar prestasi d an
kedekatan dengan Rasulullah SAW, dan ada pula teori yang mendasarkan
pada pendekatan kabilah. Berbagai teori tersebut terus saling bersaing, dan
menimbulkan goncangan, benturan, konflik, perpecahan, dan peperangan
hingga sekarang. Berbagai hal yang terkait dengan bentuk dan sistem
pemerintahan tersebut kemu dian dianggap-perlu untuk dibukukan. Untu k
itulah muncul tradisi menulis buku-buku tentang kenegaraan dan
kepemimpinan.
Ketiga, munculnya tradisi menulis dan mengarang karena dido rong
untuk kepentingan kemajuan peradaban, kebudayaan dan kese jahteraan
umat manusia. Hal ini dilakukan atas dasar keinginan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia dalam bidang pangan, sandang, papan,
pendidikan, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan. Untuk itulah, maka
timbul kajian terhadap hakikat alam, manusia, masyarakat, ilmu
pengetahuan, etika, dan seni. Untuk itu lahirlah ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan berbagai hakikat tersebut, seperti matematika, fisi ka, aritmetika,
astronomi, psikologi, dan kedokteran dengan berba gai cabangnya, dan
sebagainya yang kesemuanya berada dalam spirit ajaran Islam. 4 Hasil
kajian ini selanjutnya diabadikan dalam bentuk buku
242
BAB 14 Tradisi Ilmiah & Atmosfer Akademik ..
atau manuskrip. Berba gai konse p atau teori yang terda pat dalam buk u terse but
kemudian dipraktikkan dan se lanjutnya menimbulkan ke ma juan dan keja yaan
dunia Isla m.
7. Melakukan Penelitian
Perkembangan ilmu pengetahuan baik agama maupun umum yang
disebabkan oleh adanya tradisi menulis dan mengarang seba gaimana
tersebut, terkait erat dengan adanya tradisi melakukan penelitian. Dilihat
dari segi sumbernya (ontologi), penelitian yang di lakukan umat Islam terdiri
dari: l)penelitian al-bayani, yaitu penelitian yang berupaya menemukan
maksud, tujuan, makna dan konsep yang terdapat di dalam al-Qur’an dan
as-Sunah sebagaimana telah disebutkan di atas. Penelitian al-bayani ini
menghasilkan ilmu agama dengan berbagai cabangnya; 2) penelitian al-
istiqra’i, yaitu penelitian yang berupaya menjelaskan fenomena dan gejala -
gejala kehidupan kemasyarakatan dalam berbagai bidangnya. Penelitian ini
menghasilkan ilmu-ilmu sosial dengan berbagai cabangnya, seperti sejarah,
sosiologi, antropologi, ekonomi, dan sebagainya; 3) penelitian al-burhahi,
yaitu penelitian yang berupaya mengumpul kan bukti -bukti empiris yang
dapat diamati, diukur dan sebagainya yang menghasilkan ilmu alam (sains)
dengan berbagai cabangnya; 4) penelitian al-ijbari, yaitu penelitian yang
berupaya ingin menguji sebuah teori atau konsep dengan menggunakan
berbagai peralatan uji coba di laboratorium. Penelitian jenis ini
menghasilkan ilmu-ilmu terapan atau desain sebuah perenca naan; 5)
penelitian al-jadali, yaitu penelitian yang berupaya menggunakan logika
berpi kir secara sistematis, radikal, universal, dan menda lam tentang haki kat
sesuatu. Penelitian kerja akal ini selanjutnya meng hasilkan pengetahuan
filsafat; 6) penelitian al-irfani, yaitu penelitian yang berupaya mendapatkan
hikmah, pencerahan, makrifat, gnostik, ilumination, dan kebenaran yang
hakiki dari Tuhan, sebagaimana yang terdapat dalam ilmu tasawuf.
Selanjutnya dilihat dari segi tujuannya, penelitian tersebut ada yang:
tergolong: 1) penelitian murni atau penelitian dasar ( basic research) yang
menghasilkan teori baru; 2) penelitian pengembangan
243
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
atau lanjutan dari teori yang telah ada (advanced research)-, 3) penelitian uji
hipotesis, yakni menguji kebenaran sebuah teori; 4) peneli tian penerapan
teori ke dalam sebuah desain atau konsep (applied research); 5) penelitian
kebijakan, yakni meneliti kekuatan dan kelemahan sebuah kebijakan untuk
diperbaiki; 6 ) penelitian penjelasan atau deskriptif, yakni meneliti sebuah
konsep yang belum jelas atau yang mengandung kontradiktif; dan 7 )
penelitian eksperimen, yaitu mene rapkan sebuah konsep atau teori untuk
menghasilkan sebuah konsep atau desain (research and development).
Berbagai macam penelitian, baik dari segi bentuk maupun tujuan nya
sebagaimana tersebut di atas telah menjadi tradisi yang kuat di kalangan
umat Islam.
8. Munadzarah
Munadzarah atau berdebat merupakan salah satu tradisi yang ter dapat
dalam Islam. Tradisi ini dilakukan, selain untuk saling tukar - menukar
pemahaman tentang sesuatu masalah, juga untuk menguji tingkat ke dalam
wawasan, dan kecerdasan seorang ulama. Dengan munadzarah ini, setiap
pendapat atau pemikiran dianggap sebagai mi lik bersama, dan terbuka
untuk dikritik, disempurnakan, atau dibantah. Dengan cara demikian, maka
umat Islam akan terhindar dari pemaksaan sebuah gagasan atau pemikiran
yang belum tentu benar adanya. Munadzarah ini merupakan bentuk lain,
dari tradisi kebebasan mimbar, di mana setiap orang boleh memiliki
pemikiran yang berbeda, walaupun pemikiran dari seorang murid terhadap
gurunya, sebagaimana yang terjadi pada Abu Yusuf terhadap gurunya, Abu
Hanifah. Melalui munadzarah ini, maka ilmu pengetahuan selain se makin
berkembang, juga memiliki tingkat validitas ilmiah yang tinggi - Tradisi
munadzarah ini diiikuti oleh para ulama dalam sebuah majelis ilmu, dipimpin
oleh seorang ulama senior, yang didasarkan a tas rasa saling merasa belum
sempurna, menerima dan memberi, saling belajar dan mengajar, saling
menghargai pendapat, toleransi, persaudaraan islamiah, dan demi kemajuan
umat. Dengan demikian, munadzarah ini tidak mengarahkan kepada
perpecahan dan sebagainya.
244
BAB 14 Tradisi Ilmiah &Atmosfer Akademik ...
245
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
246
BAB 14 Tradisi Ilmiah 8c Atmosfer Akademik ..
D. Penutup
Tradisi ilmiah dalam Islam merupakan suasana atau atmosfer akademik
yang menyelimuti masyarakat Islam dan mendorongn ya menjadi bangsa yang
maju, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, ke budayaan, dan peradaban.
Atmosfer akademik tersebut telah tumbuh menjadi semacam tradisi atau
budaya yang di masa sekarang dapat diidentifikasi atau disebut sebagai
budaya masyarakat belajar (learning), yaitu masyarakat yang dalam pola pikir,
sikap, dan perbuatan yang dilakukannya didasarkan pada hasil kajian dan
penelitian, dan bukan atas dasar emosi atau hawa nafsu. Dengan tradisi
tersebut, masyarakat Islam saat itu menjadi masyarakat ya ng terdidik dengan
baik (well educated), yang pada gilirannya menjadi masyarakat yang beradab
dan berbudaya.
Tradisi ilmiah yang pernah berkembang di dunia Islam, khususnya di
lingkungan lembaga pendidikan Islam ini, sebagian besar telah ber pindah ke
negara-negara maju. Sebagai buktinya, antara lain bahwa saat ini kemajuan
dalam bidang ilmu pengetahuan, kehudayaan, dan peradaban dunia berada di
bawah pengawalan dan pembinaan negara- negara maju, khususnya Eropa dan
Barat. Tradisi menulis, mengoleksi' buku, meneliti, memberikan penghargaan,
mendirikan pusat penelitian, melakukan penelitian, dan menghasilkan karya-
karya hasil penelitian yang berbobot dan kredibel, saat ini banyak dikuasai
negara maju. Hal ini antara lain dapat dilihat dari hasil survei tentang ranking
perguruan tinggi terkemuka di dunia, ternyata sebagian besar didomi nasi oleh
lembaga-lembaga pendidikan di negara maju. Salah satu indikator atau kriteria
penilaiannya adalah diukur pada banyaknya hasil penelitian yang dihasilkan,
serta atmosfer akademik yang dikembangkannya.
Sejarah mencatat, bahwa Islamlah pelopor yang menghidupkan kembali
tradisi ilmiah di Yunani, Mesir, Mesopotamia, Babilonia, India, Cina, dan
Persia yang sudah hampir padam. Setelah tradisi ilmiah tersebut hidup, maka
diambil kembali oleh Eropa dan Barat. Sudah saatnya, umat Islam
menghidupkan kembali tradisi ilmiah tersebut.
247
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Catata n A khir
248
BAB 14 Tradisi Ilmiah & Atmosfer Akademik
249
15
Pengelolaan Administrasi Pendidikan
dalam Islam
252
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas arasy (singgasana) untuk mengatur
segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada
keizinan-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah
Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran. (QS. Yunus (10): 3)
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran, penglihatan, dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mere ka akan menjawab:
"Allah". Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)" (QS.
Yunus (10): 3l)
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat,
kemudian Dia bersemayam di atas arasy, dan menundukkan matahari dan bulan.
Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan
(makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebe- saran-Nya), supaya kamu meyakini
pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.
(QS. Ar-Ra’d (13): 2)
‚Kebenaran yang tidak dikelola (dengan baik) akan dapat dikalah kan oleh
kebatilan yang dikelola (dengan baik).‛
Demikian pula pada ayat 2 surat al-Ra’d tersebut, terdapat pula kata
yudabbiru yang diartikan mengatur, dan sebelumnya diawali dengan
pernyataan bahwa Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang
sebagaimana kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas arasy, ke
253
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
254
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
255
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
sejumlah orang pula. Dalam keadaan demi kian inilah, maka diperlukan
adanya pengadministrasian pendidikan.
Keempat, adanya paradigma baru yang memasukkan kegiatan
pendidikan sebagai kegiatan bisnis. Dalam keadaan demikian, penge lolaan
pendidikan sudah harus menggunakan metode perencanaan ilmia h
{planning) sebagai metode bagi pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya,
serta keberhasilan yang dicapainya dalam perkembangan ekonomi dalam
rangka akselerasi pembangunan semesta. Pendidikan sebagai sebuah
investasi bisnis yang harus mendatangkan keuntung an bukan hanya dalam
bentuk meluluskan para siswa atau mahasiswa yang unggul, melainkan juga
mendatangkan keuntungan yang me mungkinkan usaha pendidikan tersebut
makin berkembang.
Berdasarkan keterangan di atas, terlihat bahwa administrasi pen-
didikan muncul sebagai respons atas berbagai hal yang berkaitan den gan
pendidikan, yaitu respons atas perkembangan ilmu pengetahuan yang
menghendaki adanya lembaga dan sumber daya manusia yang lebih besar,
adanya perubahan sifat dan tujuan lembaga pendidikan, konsep waji b
belajar dan mengajar, serta pengaruh ekonomi pasar. Semua ini
mengharuskan dunia pendidikan memiliki sistem penge lolaan administrasi
yang andal. Di berbagai negara maju, seperti Amerika, Jepang, dan
Australia, sudah lama menggunakan manaje men yang berbasis pada mutu
terpadu (total quality management- TQM) dalam mengelola administrasi
pendidikannya, dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang baik dan
memuaskan kepada para pelanggan.
Dengan demikian, administrasi pendidikan adalah sebuah kegiat an
atau proses yang dinamis, yang dari waktu ke waktu mengalami
perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan masyarakat.
256
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
257
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
ahli ada yang membagi fungsi administrasi kepada lima fungsi saja, yaitu
fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan
(actuating), pengawasan (controling), perbaikan (supervising), dan penilaian
(evaluating). Kepegawaian (staffing) dan pengoordinasian (coordinating)
sebagaimana tersebut termasuk ke dalam organizing. Selanjutnya pemberian
bimbingan (counselling) dan pengomunikasian (communicating) termasuk ke
dalam pelaksanaan (actuating). Sedangkan pembiayaan (budgeting) termasuk
ke dalam perencanaan.
Berbagai fungsi administrasi ini di masa klasik Islam, seba gaimana
tersebut di atas sudah dilaksanakan atau dipraktikkan, sebagaimana hal ini
terbukti dari hasil-hasilnya yang dicapai, serta berjalannya pe ngelolaan
pendidikan secara tertib, rapi, sistematik, dan berkelanjut an. Namun seluruh
fungsi administrasi tersebut belum dituangkan ke dalam sebuah konsep atau
teori sebagaimana yang umumnya dijumpai dalam ilmu administrasi
pendidikan.
Keenam fungsi utama administrasi tersebut dapat dikemukakan
sebagai berikut.
1. Perencanaan (Planning)
Sumber-sumber referensi tentang administrasi pada umumnya
menempatkan perencanaan sebagai tahap pertama fungsi administra si. 6 Ia
merupakan suatu langkah persiapan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan
untuk mencapai tujuan tertentu. Proses penyusunan suatu rencana yang
harus diperhatikan adalah menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan
dalam mencapai tujuan, yaitu dengan mengumpulkan data, mencatat, dan
menganalisis data serta merumuskan keputusan. 7
Perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap ke giatan
administrasi. Tanpa perencanaan atau planning, pelaksanaan suatu kegiatan
akan mengalami kesulitan dan bahkan kegagalan dalam mencapai tujuan
yang diinginkan. Perencanaan merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan
pada permulaan dan selama kegiatan admi nistrasi itu berlangsung.
Karena demikian pentingnya perencanaan ini, maka di kalangan
258
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
para ahli terdapat sejumlah gagasan, pemikiran dan masukan yang da pat
dipertimbangkan dalam merumuskan perencanaan. Misalnya ada yang
berpendapat bahwa di dalam setiap perencanaan ada dua faktor yang harus
diperhatikan, yaitu faktor tujuan dan faktor sarana, baik sarana personal
maupun material. Selain itu, suatu hal yang penting dan menenentukan
perencanaan adalah pembuatan keputusan yang merupakan proses
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan da lam perencanaan. Pola
pengambilan keputusan yang dapat dilakukan adalah pengumpulan data
yang diperoleh dari pencatatan, penelitian, dan pengembangan dalam
penganalisisan data, pengambilan keputusan, pengoperasian data, dan
penentuan data operasional.
Berkaitan dengan penganalisisan data tersebut, perlu memerhati kan:
perumusan tujuan kegiatan, penentuan kegiatan untuk mencapai tujuan,
jangka waktu yang diperlukan, metode dan alat yan g akan digunakan, serta
merumuskan penilaian untuk mencapai tujuan. 8
Sejalan dengan pemikiran di atas, Hassan Langgulung juga mene :
gaskan, bahwa perencanaan yang baik haruslah memenuhi berbagai syarat,
di antaranya: terangnya tujuan, realisme dalam rangka potensi yang ada dan
yang diharapkan, kesinambungan, keseimbangan, koor dinasi, keutuhan,
wujudnya data-data statistik yang tepat dan menye luruh, fleksibilitas dan
kesediaan berubah bila perlu dan kepatuhan yang menghendaki bahwa bila
bencana sudah dipersetujui, maka ia sudah menjadi beban dan ikatan. 9
Dalam perkembangan selanjutnya, perencanaan pendidikan saat ini
banyak yang mengacu kepada model perencanaan kegiatan usaha bis nis
yang harus mendatangkan keuntungan secara material. Seseorang yang akan
membangun lembaga pendidikan, dinilai sebagai sebuah investasi ekonomi
yang selain harus mengembalikan modal (investasi) yang dikeluarkan atau
ditanam, juga harus mendatangkan keuntungan. Untuk itu dalam
melakukan perencanaan, harus memperhitungkan: pelanggan yang akan
membeli produk yang akan dijual, lokasi usaha bisnis yang strategis dan
dekat dengan pengguna produk yang dita warkan, kemasan produk yang
menarik dan sesuai selera, pelayanan yang cepat, tepat, ramah, santun dan
profesional, harga produk yang terjangkau, memperlakukan pelanggan
dengan baik dan memuaskan,
259
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
260
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
261
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
nah yang subur dan gembur, udara dan cuaca yang sesuai, perawatan dan
pemupukan yang tepat, dan air yang cukup; 3) cara menanamnya yang
benar, serta memetik atau memanennya yang benar. 14
Perencanaan atau persiapan selanjutnya berhubungan dengan hasil
perhitungan atau perkiraan yang di dalamnya mengandung berba gai aspek
kemungkinan atau probabilitas. Perencanaan yang matang, persiapan yang
cukup, serta perkiraan yang tepat, akan menghasilkan perencanaan yang
baik, dan jika dilaksa nakan akan mendatangkan berbagai keuntungan di
hari esok. Dalam merencanakan tersebut digu nakan bahan-bahan informasi,
data dan dokumen pada masa lalu yang lengkap, serta penganalisisan yang
cermat dan akurat. Tidak hanya itu, dalam perencanaan pun harus ada visi,
misi, dan tujuan yang akan dicapai dengan jelas, serta selalu memohon
petunjuk Allah SWT, agar selalu berada dalam bimbingannya. Karena
demikian pentingnya bantuan dan pertolongan Allah SWT ini, maka di
dalam al-Qur’an, bahwa perencanaan tersebut selain harus menggunakan
dokumen, data dan informasi masa lalu, juga harus disertai dengan
ketakwaan yang tinggi kepada Allah SWT. 15
2. Penataan (Organizing)
Organizing adalah salah satu fungsi administrasi yang di dalamnya
terdapat serangkaian kegiatan, berupa penyusunan wadah atau struktur
yang mewadahi semua kegiatan yang direncanakan, menyeleksi, dan
menentukan kriteria serta persyaratan orang-orang yang akan menduduki
jabatan yang terdapat dalam wadah atau struktur yang telah dibuat,
menguraikan tugas-tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan tersebut,
serta hubungan antara masing-masing jabatan tersebut.
Ajaran Islam memberikan persyaratan umum dan persyaratan khusus
bagi setiap tugas yang dipercayakan kepada setiap orang. Di antara yang
menjadi persyaratan umum adalah al-shidqu (jujur), 16 amanah, 17 istiqamah,18
bertanggung jawab, memiliki komitmen yang tinggi, sehat jasmani dan
rohani, sabar, 19 dan tekun.
Adapun persyaratan khusus terdiri dari yang bersifat rohaniah,
keterampilan teknik (soft skill), dan persyaratan fisik yang terkait de -
262
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
ngan sifat dan karakter sebuah pekerjaan. Untuk sebuah jabatan yang terkai t
dengan keuangan misalnya, diperlukan persyaratan umum se bagaimana
tersebut di atas (terutama amanah), juga kemampuan da lam bidang
akunting dan menghitung neraca keuangan, serta sifat-si- fat khusus, yakni
orang yang hemat, telaten, teliti, dan senang dengan pekerjaan yang
berkaitan dengan keuangan. Adapun untuk sebuah ja batan yang terkait
dengan ancaman keselamatan jiwa dan raga, seperti menjadi petugas
pertahanan keamanan, seperti angkatan bersenjata, tentara atau polisi, maka
selain memerlukan persyaratan sebagaima na disebutkan di atas, juga
memerlukan persyaratan khusus, seper ti kondisi fisik yang tinggi, besar,
kekar dan tegap, dan kondisi psikis, seperti keberanian tinggi dalam
menghadapi musuh, berani mati, pantang menyerah, dan siap menghadapi
berbagai keadaan yang amat sulit, seperti keadaan kesulitan makanan dan
minuman, kesulitan peralatan komunikasi dan transportasi, terpencil jauh
dari keluarga, tinggal berbulan-bulan di tenda-tenda, atau di tengah hutan,
dan sebagainya.
3. Pelaksanaan (Actuating)
Fungsi actuating dalam administrasi adalah terkait dengan pelaksanaan
atas sebuah perencanaan yang telah ditetapkan dan diserah kan kepada
seseorang yang memenuhi persyaratan. Perencanaan dan pengorganisasian
yang baik baru akan terlihat manfaat dan hasilnya, apabila telah
dilaksanakan. Sebuah ungkapan mengatakan kita harus me laksanakan apa
yang telah direncanakan, ditetapkan dan ditulis, dan merencanakan,
menetapkan, dan menuliskan apa yang dilaksanakan. Sebuah pelaksanaan
tugas baru dikatakan baik dan berhasil apabila sesuai dengan perencanaan.
Agar pelaksanaan ini tidak menyimpang dari yang telah ditetapkan, maka
diperlukan adanya bimbingan, koordi nasi, dan komunikasi. Hal ini perlu
dilakukan, karena saat pelaksanaan sudah melibatkan banyak hal, seperti
sumber daya manusia (SDM), biaya, waktu, sarana prasarana, dan lai n
sebagainya. Semua pelaksanaan ini akan sangat berbahaya jika melenceng
dari rencana yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan ini, maka ada baiknya
ditetapkan petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juknis), dan
standar operasional prosedur (SOP) yang sudah diuji coba, divalidasi dan
disusun
263
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
4. Pengawasan (Controling)
Kegiatan pengontrolan dalam administrasi dilakukan untuk me -
ngetahui apakah semua kegiatan yang dilakukan sesuai dengan pe -
rencanaan semula atau tidak. Selain itu, pengontrolan juga dilakukan untu k
mengetahui kesalahan atau penyimpangan yang dilakukan oleh anggota
organisasi sehingga dapat dicarikan jalan pemecahannya. Fungsi kegiatan
pengontrolan yang lainnya yaitu menentukan data - data yang menjadi
penyebab adanya penyimpangan dalam organisasi, serta menemukan
hambatan-hambatan yang menghalangi tercapai tujuan organisasi.
264
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
5. Pembinaan (Supervising)
Supervising atau perbaikan pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk
menemukan sebab-sebab terjadinya kesenjangan atau keberbe daan antara
yang direncanakan dan yang dilaksanakan, atau antara yang potensial dan
direncanakan dengan yang dilaksanakan. Dalam hu bungan ini supen’ising
berdekatan artinya dengan pemberian bimbingan (i counseling) sebagaimana
tersebut di atas. Bedanya adalah, bahwa supervising ini dapat dilakukan pada
saat kegiatan berlangsung, dan pada saat kegiatan selesai dilaksanakan.
Dengan adanya supervising ini, maka tidak ada permasalahan yang dibiarkan
terjadi dan menimbulkan permasalahan yang lebih besar, berupa kegagalan.
Orang yang melaksanakan pendampingan dan perbaikan ini disebut
supervisor. Dalam organi sasi pendidikan, peran tersebut biasanya dilakukan
oleh kepala sekolah, dengan asumsi bahwa kepada sekolah adalah orang
yang memiliki kompetensi baik secara akademik, teknik, dan komitmennya.
6. Pembiayaan (Budgeting)
Dalam sebuah organisasi, masalah pembiayaan (budgeting) memegang
peranan sangat penting. 22 Tanpa pembiayaan (budgeting) tidak mungki n
terjamin kelancaran jalannya suatu organisasi. Pengadaan infrastruktur,
sarana prasarana, belanja pegawai, pemeliharaan, ope rasional program,
evaluasi, dan pelaporan dalam penyelenggaraan pendidikan memerlukan
pembiayaan (budgeting). Pada pembiayaan ini dilakukan perencanaan dan
penghitungan yang cermat dan tepat tentang jumlah biaya yang dibutuhkan
untuk membiayai seluruh kegiatan pendidikan, sumber pendapatan,
prosedur, dan aturan penggunaannya, pimpinan dan staf yang akan
melaksanakan dan mengelola keuangan, prosedur dan sistem akuntansi dan
pertanggungjawabannya, pengawasannya, dan lain sebagainya.
265
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
266
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
7. Penilaian (Evaluation)
Penilaian (evaluasi) dapat diartikan sebagai aktivitas untuk me neliti
dan mengetahui tentang sudah seberapa banyak kegiatan yang te lah dan
belum dilaksanakan, faktor-faktor yang menyebabkan sebuah kegiatan
dapat dan tidak dapat dilaksanakan, kesesuaian kegiatan yang dilaksanakan
dengan indikator yang telah ditetapka n, serta hubungannya dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan pendidikan evaluasi tersebut
dilakukan pada seluruh komponen pendidikan, yak ni pada visi, misi,
tujuan, kuri kulum, proses belajar mengajar, calon peserta didik, pendidi k
dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pembiayaan, hasil pendidikan,
dan lain sebagainya.
Dengan penilaian (evaluation) tersebut, dapat diketahui efektivi tas setiap
kegiatan organisasi, serta dapat pula diketahui faktor -faktor kelemahan dan
kekuatan yang mendukung berlangsungnya proses administrasi, serta jalan
pemecahannya. Adapun berbagai faktor yang merupakan kekuatan dapat
terus dipertahankan dan ditingkatkan hingga pada tarap yang paling
sempurna.
Selain itu sebaiknya sebuah penilaian dapat dilakukan secara berkala,
sehingga dapat dijadikan landasan untuk melakukan perbaikan pada semua
bidang administrasi. Penilaian tersebut harus dilakukan dengan didukung
oleh fakta-fakta yang dapat membawa ke arah pe rubahan yang positif serta
memberikan cara terbaik untuk mengambil keputusan. Selain penilaian
tersebut dilakukan secara objektif, trans paran, dan komprehensif, juga
didasarkan pada pengetahuan tentang tekni k-teknik penilaian yang baik,
bersedia menerima kritikan dari pihak lain secara konstruktif.
Secara teknis operasional, penilaian tersebut meliputi beberapa tahap
kegiatan, antara lain: menentukan aspek atau komponen yang akan dinilai,
menentukan kriteria penilaian, pengumpulan data -data yang berhubungan
dengan kriteria tersebut. Semua data yang telah terku mpul, diteliti
kesahihannya, dijumlahkan, dikelompokkan, dika tegorisasikan,
dibandingkan, dan disimpulkan. Dengan kesimpulan ini dapat diketahui
bagian mana saja dari kegiatan organisasi terse but yang perlu
dipertahankan, ditambah, atau dihilangkan, dan bagian mana saja yang
perlu dipertahankan.
267
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
B. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas, da pat
dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai upaya
mengelola berbagai komponen pendidikan secara tertib dan sistema tik, agar
dapat didayagunakan secara optimal dan maksimal dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Kedua, bahwa berbagai komponen pendidikan yang harus dikelo la
tersebut di antaranya: infrastruktur, sarana prasarana, pembiayaan, sumber
daya manusia, kurikulum, kegiatan proses belajar mengajar dan lingkungan
pendidikan.
Ketiga, di dalam pengelolaan pendidikan tersebut, terdapat fungsi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating),
pengawasan (controling), perbaikan (supervising), dan penilaian (evaluation).
Keempat, di dalam ajaran Islam terdapat prinsip-prinsip yang harus
ditegakkan dalam melakukan fungsi-fungsi pengelolaan pendidikan
tersebut, dengan tujuan agar berbagai komponen pendidikan tersebut tidak
disalahgunakan. Di dalam perencanaan terdapat prin sip kehati-hatian,
kemampuan menggunakan data -data secara benar, akurat dan
komprehensif, keserasian, keseimbangan, keadilan dan kejujuran, serta
didasarkan pada niat dan tujuan yang mulia. Di da lam pengorganisasian,
harus terdapat prinsip kesesuaian tugas yang diberikan dengan kemampuan
orang yang melaksanakannya, baik dari segi latar belakang keilmuan atau
keahlian, maupun dari segi watak
268
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
Catatan Akhir
269
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
de pan dan berse dia mengha da pinya. Lihat, Hasan Langgulung, Asas-asas
Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-H usna, 1987), cet. ke-1, hlm. 208.
7 Lihat Thalib Ka san, Teori & Aplikasi Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Studia
Pre ss, t.th.), hlm. 19.
8 Lihat Tholib Ka san, Teori & Aplikasi Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Studi
Pre ss, t.th), hlm. 19.
9 Lihat Hassan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1987), cet. ke-1, hlm. 208.
10 Di dala m Al-Q ur’an, Allah SWT menyatakan: ‚Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya‛
(QS. al-Ahza b: 56). Ayat ini me mbe ri petunjuk dan se kaligus perlunya
menghormati dan memuliakan orang-orang yang berja sa bagi kepe ntingan
umat manusia, se ba gaimana yang dila kukan oleh Na bi Muha mma d SAW.
11 Sejarah mencatat, bahwa I smail a s. putra Ibrahim a s. dari S iti Hadjar, pa da
20.000 tahun yang lalu pernah tinggal bersa ma istrinya dari ba ni Z urhum di
Mekkah. Suatu ketika Nabi I brahim a s., datang be rkunjung ke pa da keluarga
Ismail as. Setelah Nabi I brahim be rtanya tentang identitas istrri Na bi Ismail
as. (menantun ya) tentang rasanya hidup dengan Na bi Ismail, dan
menda patkan jawa bannya yang kurang baik, maka Na bi I brahim a s. me minta
kepa da I smail a s., a gar mence raikan istrinya itu, dengan pe san kepa da I smail
as. (melalui istrinya) aga r ‚membuka ganjal pintu rumahnya , seba gai isyarat
agar me nceraikan istrinya. Setelah I smail a s. me nceraikan istrinya yang
pertama, Ismail as. menikahlah lagi dengan wanita yang juga dari Bani
Zurhum. Se perti pada kunjungan yang pe rtama, Nabi I bra him a s. juga
be rtanya ke pada istri I smail a s. yang ke dua (menantunya) ten tang identitas
dan kehidupannya bersa ma I smail a s., dan me ndapatkan ja wa ban yang ba ik,
maka Na bi I brahim a s. be rpe san ke pada I smail a s., (melalui istrinya) agar
‚jangan me mbuka ganjal pintu rumahnya‛, de ngan maksud a gar I smail a s.,
jangan mence raikan lagi istrinya, karena dia adalah se orang wanita yang
sale h. Hal ini mempe rlihatkan, bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, I brahim
as. suda h mempe rsia pkan bibit yang akan menja di cikal bakal Na bi
Muhamma d SAW, yang bera sal da ri wanita yang salehah. Seja rah ke mudian
mencatat, bahwa Nabi Muhamma d SAW lahir da ri keturunan Ismail as. Itulah
se ba bnya pa da setiap kali shalat, nama Nabi Ibrahim as. dan Na bi
Muhamma d SAW selalu dise but be rdampingan. Lihat Wahe eduddi Khan,
Muhammad A Prophet for all People; Lihat pula H usain H aikal, Hayatu
Muhammad (Kehidupan Nabi Muhammad SAW); Sye kh al-Mubarakfurhi, al-Rahiq
al-Makhtum.
270
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
271
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ‛
(QS. al-Hasyr (59): 18) Pada ayat ini terlihat bahwa dalam meren canakan hari
esok selain dengan memerhatikan apa ya ng telah diperbuat, juga disertai
dengan kepatuhan kepada Allah (takwa), yakni senantiasa memohon petunjuk
kepada Allah SWT, baik pa da saat mulai merencanakan maupun dalam
melaksanakannya. Untuk itu tidaklah mengherankan jika kata perencanaan
tersebut diapit oleh kata takwa. Dimulai dengan takwa, dan diakhiri dengan
takwa.
16 Di dalam al-Qur’an, kata al-shidqu banyak dijumpai. Di antaranya pada ayat
yang artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS. al-Taubah (9): 119) Dalam
Tafsir al-Maraghi, Jilid IV, him. 43, Ahmad Mushthafa al-Maraghiy,
menafsirkan ayat tersebut se bagai berikut: ‚Hai orang -orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, bertakwalah kepada Allah dan mendekatkan diri
kepada-Nya dengan menunaikan segala yang diwajibkannya, dan menjauhi
segala yang dilarangnya, dan jadilah selama hidup di dunia se bagai orang
yang ahli pemelihara dan menaati -Nya, niscaya se mua itu akan menjadikan
kehidupan di akhirat tinggal di surga bersama orang-orang ya ng benar, dan
janganlah kamu sekalian menja di orang munafik yang menumpuk -numpuk
dosanya dengan ke bohongan dan memperkuatnya dengan sumpah palsu." Dari
penafsiran ini, maka dapat diketahui, bahwa yang dimaksud de ngan al-shidqu
adalah orang yang jujur atau orang yang benar, yaitu orang yang satu kata dan
perbuatan, satu napas antara lahir dan batin. Karena demikian pentingnya al-
shidqu ini, sehingga Imam al-Qusyairi berpendapat, bahwa al-shidqu ‘imad al-
amr, wa bihi tamamuhu, wafihi nidzamuhu, wa huwa tali darajat al-nubuwah.
Artinya, bahwa sikap al-shidqu itu adalah tiangnya semua perkara, dengan al-
shidqu, perkara tersebut menjadi sempurna dan teratur, dan al-shidqi berkaitan
dengan tingkat kenabian. Selanjutnya Ahmad bin Kha drowaih berpendapat,
bahwa barangsiapa yang menginginkan agar Allah selalu bersamanya, maka
hendaknya membia sakan diri dengan sifat al-shidq, karena Allah bersama
orang-orang yang shadiq. Selanjutnya Abu Sulaiman al-Daraniy berpendapat,
jika se se orang ingin agar sifat al-shadiq itu berse mayam di hatinya,, maka ia
tidak mengatakan se suatu yang tidak benar dan ada pula yang be rpendapat,
bahwa al-shdqi adalah mengatakan kebenaran di se buah negara yang tengah
dilanda kehancuran. Al-Shidqu juga berarti kesesuaian unsur batinnya ucapan.
Selanjutnya al-Nuqad berpendapat, bahwa al-shidqi adalah mencegah yang
haram dari hati. Kemudian Abd. al -Wahid bin Zaid berpendapat, bahwa al-
shidq adalah memenuhi ke wa jiban semata-mata karena Allah Azzza wa jalla,
dengan amal perbuatan.
272
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
Lihat Imam al-Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyah, (Mesir: Dar al-Khair, tp. th.),
him. 210-211.
17 Al-Amanah adalah al-syai al-ladzi yuhfadzu liyuaddi li shahibihi, wa yusamma man
yahfadzuha wa yuaddiha hafidzan wa aminan wa wafiyan, wa man la yahfadzuha wa
laa yuaddiha khainan. Artinya, amanah adalah sesuatu yang dipelihara untuk
disampaikan kepada pemiliknya, dan orang yang memelihara dan
menyampaikan kepada pe miliknya dise but se bagai orang yang memelihara,
tepercaya, dan yang menepati. Dan orang yang tidak memelihara dan tidak
menepatinya dise but se bagai orang yang berkhianat. Imam al -Maraghi lebih
lanjut membagi amanah ke dalam tiga bagian. Pertama, amanah sese orang
terhadap Tuhannya, yaitu se suatu yang ia janjikan kepa da Tuhannya, untuk
dipelihara, yang terdiri dari segala yang diperintahkan -Nya dan segala yang
dilarang-Nya, mengamalkan segala syariatnya dan hal -hal yang terkait
dengannya yang bermanfaat baginya, dan mendekatkan diri ke pada Tuha nnya.
Hal ini sejalan dengan ucapan shahabat ( al-atsar) yang mengatakan, bahwa
segala perbuatan dosa meru pakan pengkhianatan kepada Allah SWT. Kedua,
amanah sese orang pada orang lain. Sebagai tindak lanjut dari sikap terse but,
maka ia menyerahkan se suatu kepa da pe miliknya tanpa mengurangi se dikit
pun, dan memelihara rahasia dan se bagainya dari se suatu yang seharusnya
wajib dibe rikan kepada pemiliknya, kerabat, dalam rangka menjaga
kemaslahatan 'umat dan hukum. Terma suk ke dalam bentuk amanah yang
ketiga ini adalah keadilan seorang pemimpin terhadap rakyatnya dan keadilan
se orang ulama terhadap orang-orang yang tidak be rilmu dengan cara
membimbing mereka kepa da akidah dan perbuatan yang berguna di dunia dan
akhirat, seperti mengelola masalah pendidikan yan g baik, mencari harta yang
halal, dan termasuk pula memberi na sihat yang baik dan menga ndung hikmah
yang dapat memperkuat keimanan mereka serta menyelamatkannya dari per -
buatan yang buruk dan dosa, serta mendorongnya untuk berbuat baik dan
terpuji. Terma suk pula se orang suami yang be rbuat adil terhadap istrinya
dengan tidak menuduh salah se orang istrinya. Ketiga amanah sese orang
terhadap dirinya sendiri, yaitu dengan cara tidak memilihkan se suatu untuk
diperbuat oleh dirinya, kecuali se suatu yang memberikan kebaikan dan
manfaat di dunia dan akhirat, dan tidak pula mengede pankan perbuatan yang
dapat merugikan dirinya di akhirat dan di dunia, mencari jalan un tuk
mengatasi se ba b-se ba b timbulnya penyakit dan bencana, berdasarkan
kemampuannya dan petunjuk dari para dokter, yang selanjutnya membu -
tuhkan pengetahuan tentang kesehatan, serta waktu -waktu terse barnya
penyakit. Dalam Tafsir al-Maraghi ayat ini dijelaskan, bahwa setelah Allah
SWT mengemukakan tentang pahala yang besar bagi orang -orang yang
273
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
be riman dan bera mal saleh, maka pa da ayat ini dibaha s tentang se ba gian dari
amal saleh terse but, yaitu menunaikan amanah dan me mutuskan pe rkara
dengan a dil di antara manusia. Me nurut hadis yang diriwaya tkan oleh I bn
Abba s, ba hwa ketika Ra sulullah SAW me ma suki kota Mekkah (Futuh
Mekkah), ia me manggil Usman bin Thalhah. Ketika ia datang, Ra sulullah
SAW be rkata: Perlihatkanlah kepa daku kunc i Kakba h. Ketika ia membuka
tangannya dan me nye rahkan kunc i terse but ke pa da Rasulullah SAW, ma ka
Abba s berdi ri dan berkata: Wahai Rasulullah, bahwa kita merupakan sat u
keturunan, maka serahkanlah kunci itu pa daku, sekalian dengan menjaga air
(al-sicjayah). Maka Usman me nge palkan tangannya, maka Ra sulullah SAW
be rkata: Peganglah kunci Kakba h ini wahai Usman, se ba gai amanah dari
Allah. Usman ke mudian membuka pintu Kakbah, kemudia n menunaikan
shalat di dalamnya, ke mudian ia kelua r lagi dan tawa f mengelilingi Kakba h,
kemudian Jibril turun be rkaitan dengan ka sus kunci Ka kbah terse but,
kemudian Ra sulullah SAW me manggil Usman bin Thalhah dan menye rahkan
kembali kunc i Kakbah terse but kepa danya. Ra sulullah SAW mengucapkan
firman Allah SWT: Innallahaya’murukum antuaddul amanah ila ahliha, hingga
akhir a yat (QS. al-Nisa, 4:58). Lihat Ahma d Musthafa al -Mara ghi, Ta fsir al-
Maraghi, Jilid II, (Beirut: Dar al- Fikr, tp. th), him. 69-70.
18 Kata istikamah, antara lain terda pat pada ayat al -Qur’an, surat Fushilat (41)
ayat 30: Sesungguhnya orang -orang yang mengatakan: ‚Tuhan kami ialah
Allah‛ ke mudian me reka meneguhkan pe ndirian me rek a (istikamah), maka
malaikat akan turun ke pa da mere ka (dengan mengatakan): ‚Janganlah kamu
mera sa takut dan janganlah kamu me ra sa se dih, dan ge mbira kanlah mere ka
dengan (me mperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah ke pa damu. Me nurut
al-Ust daz al-Sye kh (Ima m al-Q usyairi), bahwa istika mah adalah tingkatan
yang dapat menyempurnakan se gala ma salah, dan dengan istikamah terse but,
maka be rbagai ke ba ikan da n keteraturan akan tercapai, dan sebaliknya bagi
orang yang tida k isti qamah dala m segala urusa nnya, maka a kan hanc urlah
usahanya dan sia-sialah usa hanya. Se lanjutnya al-Ustadz Abu Ali al -Diqaq
be rkata: bahwa istikamah terdiri dari tiga tingkatan, yaitu al-taqwim, al-
iqamah, dan al-istiqamah. Al-Taqwim terkait dengan pendidikan kejiwaan, al-
iqamah terkait dengan me ndidik hati, dan al-istiqamah terkait dengan
mende katkan hal-hal yang be rsifat ketuhanan. Lihat Imam a ! -Qusyairi, al -
Risalah al -Qusyairiyah, (Ma dinah: Dar al-Khair, tp.th.), him. 205-206.
19 Di dalam al-Q ur’an terda pat ayat -ayat yang menganjurkan manusia agar
be rsikap sa bar. Misalnya ayat yang artinya: Be rsa barlah (hai Muha mma d) dan
tiadalah ke sa baranmu itu melainkan de ngan pert olongan Allah dan
274
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu
bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (QS. al -Nahl, 16: 127).
Di kalangan para sahabat, tabi’in dan ulama lainnya terdapat berbagai
pengertian tentang sabar sebagaimana terdapat dalam ayat tersebut. Ali bin Abi
Thalib misalnya berpendapat, bahwa sabar adalah bagian dari iman yang
posisinya seperti kepala pada tubuh manusia. Selanjutnya Dzun al -Misri
berpendapat, bahwa sabar adalah menjauhkan diri dari hal -hal yang
bertentangan dengan perintah agama, pasrah ketika terjadinya berbagai ujian
Tuhan, menampakkan sikap (seolah -olah) berke-' cukupan, walaupun dalam
keadaan kekurangan dalam bidang keuangan. Kemudian Ibn Atha berkata,
bahwa sabar adalah bersikap teguh dalam pendirian dalam keadaan bencana
yang disertai akhlak yang mulia. Umar bin Usman berpendapat, bahwa sa bar
dalam teguh pedirian dalam memegang teguh agama Allah, dan menghadapi
cobaannya dengan rasa senang. Dari berbagai ungkapan tersebut, terlihat
bahwa inti dari kesabaran adalah berpegang teguh pada ket entuan Allah SWT
dalam berbagai keadaan. Sabar terkait dengan sikap jiwa yang teguh, pantang
menyerah, tabah menjalani tuags berat. Sabar juga terkait dengan sikap rela
menjalani sebuah proses menuju suatu tujuan yang diharapkan. Seorang petani
misalnya, sabar menunggu datangnya masa panen tiba. Seorang pelajar sabar
menjalani proses pendidikan selama bertahun -tahun yang terkadang jauh dari
keluarga, merantau di negeri orang. Seorang guru sabar dalam mendidik para
muridnya. Seorang dokter sabar dalam merawat pasiennya. Seorang juru masak
sabar, menanti masaknya makanan yang dimasak. Lihat al -Risalah al-
Qusyairiyah, Op. cit., him. 184.
20 Di dalam al-Qur’an terdapat perintah mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji.
Namun tata cara mengerjakannya secara detail terdapat di dalam al-hadis.
Dengan demikian, berbagai perintah yang terdapat di dalam al- Qur’an tersebut
tidak hanya sekadar ada dalam kertas, melainkan benar - benar dapat
dilaksanakan secara benar dan tepat. Mengerjakan berbagai perintah Tuhan
dengan tata caranya yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui
hadisnya, merupakan standar operasional prosedur (SOP) yang baku, tidak
dapat berubah dan bersifat ta’abudi. Karena di dalam mengerjakan segala
perintah Tuhan dengan tata caranya yang benar itu terdapat hikmah, pelajaran
dan didikan yang luar biasa bagi manusia, baik pendidikan yang berkaitan
jasmani, rohani, sosial, maupun spiritual dan lainnya. Berkaitan dengan tata
cara mengerjakan shalat misalnya, Rasulullah SAW bersabda: shallu kama
raaitumuniy ushalli=shalatlah sebagaimana kamu melihat aku mengerjakannya.
Tentang ibadah haji. Nabi bersa bda: Khudzu anni manasikakum= ikutilah aku
tentang tata cara
275
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
mengerjakan ibadah hajimu. Tentang zakat, dise butkan dalam al -Qur’an dan
al-hadis tentang batas kewajibannya (nishab), dan batas waktunya (haul), serta
orang-orang yang berhak menerimanya.
21 Pengoordinasian dibutuhkan untuk menghindari adanya tumpang -tindih
dalam pekerjaan, pelimpahan wewenang dan penyele saian permasalah an yang
terdapat dalam organisa si. Dengan demikian, dapat diciptakan hubungan yang
sera si antara semua orang yang terlibat dalam organisasi. Lihat Thalib Kasan,
Teori & Aplikasi Administrasi Pendidikan, Op. cit., him. 24. Di dalam Islam,
semangat koordina si dan kerja sama yang baik dapat dijumpai dalam tata cara
mengerjakan shalat berjamaah. Setelah dilakukan azan dan ikamat, ditentukan
imam yang akan memimpin sha lat tersebut dengan persyaratan tertentu. Gerak
gerik imam, mulai dari be rdiri tegak lurus mengha dap kibla t, mengangkat
kedua tangan untuk takbiratul ihram, membaca al -fatihah, surat -surat pendek,
ruku, sujud, duduk di antara dua sujud, duduk tahiyat akhir, hingga
mengucapkan salam, harus diikuti secara saksama oleh makmum. Sebagai
makmum ia tidak boleh mendahului gerakan imam. Karena demikian
pentingnya koordinasi dan disiplin, hingga Nabi Muhamma d SAW dalam salah
satu hadisnya menyatakan: barangsiapa yang mengangkat kepalanya (dalam
sujud) se belum imam mengangkat kepalanya dari sujud, maka Allah SWT akan
mengganti kepala orang terse but dengan ke pala keledai. Hal ini menunjukkan
betapa pentingnya sikap disiplin dan koordina si, sehingga be rbagai kebijakan
dan pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang tidak akan terjadi tabrakan.
Dengan demikian, nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran Islam se sungguhnya
dapat diterapkan dalam aturan administrasi.
22 Sebagai ajaran yang berpegang pada prinsip ke seimbangan antara jasmani dan
rohani, dunia dan akhirat, Islam memandang bahwa mengusahakan
pembiayaan dan pemanfa atannya secara benar (hak) merupa kan hal yang
harus dilakukan. Di dalam al-Qur’an, Allah SWT mengajarkan tentang do’a
agar bahagia di dunia dan akhirat (QS. al-Baqarah, 2: 201). Selain itu, al-Qur’an
juga menyuruh manusia agar mengupayakan kehidupan akhira t yang se baik-
baiknya, dengan tidak melupakan kehidupan dunia dan selalu be rbuat baik
kepada se sama manusia, se bagaimana Allah SWT telah berbua t baik kepada
manusia. (QS. al-Qashash, 28: 77). Selanjutnya di dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Ibn Asakir, Ra sulullah SAW menyatakan: Bekerjalah untuk
kebahagiaan hidupmu di dunia, se olah -olah engkau akan hidup selamanya,
dan bekerjalah untuk ke bahagiaan hidupmu di akhirat, seola h -olah engkau
akan meninggal esok hari. Lihat Ahmad al -Hasyimi Bek, Mukhtar al-Ahadits
al-Nabawiy, him. 29. Di dalam hadisnya yang juga diriwayatkan oleh Ibn
Asakir dari Anas, Rasulullah SAW bersa bda:
276
BAB 15 Pengelolaan Administrasi Pendidikan dalam Islam
Bukanlah termasuk orang yang baik di antara kamu, yaitu orang yang
meninggalkan urusan dunia, karena hanya mengejar kehidupa n akhirat, dan
bukan pula termasuk orang yang baik yang meninggalkan urusan akhirat
hanya karena mengejar kehidupan dunia, melainkan agar kedua nya (dunia dan
akhirat) diusahakan secara seimbang, karena se sunggu hnya dunia itu se bagai
bekal menuju kehidupan akhirat, dan hendaknya kamu sekalian tidak menjadi
be ban bagi orang lain. Lihat Ahmad al -Hasyimi Bek, Mukhtar al-Ahadits al-
Nabawiy, Loc. cit., hlm. 144.
23 Terjadinya praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) pa da intinya adalah
se buah praktik ketidakjujuran atau kecurangan yang melibatkan uang se bagai
unsur utamanya, sehingga hampir tidak ada suatu kegiatan apa pun yang di
dalamnya tidak melibatkan penggunaan uang secara curang. Pengurusan
surat-surat dokumentasi, seperti kartu tanda penduduk (KTP), akta kelahiran,
surat pindah, kartu keluarga, sertifikat tanah, izin perusahaan, izin perjalanan,
dan masih banyak lagi selalu melibatkan peng gunaan uang secara tidak sah.
Hal ini terjadi karena selain tidak adany a prosedur penggunaan uang yang
benar, dan dia wasi secara ketat, juga karena adanya sikap mental yang korup.
Oleh karena penegakan tiga pilar pemberantasan korupsi, ya kni penetapan
prose dur, pemilihan personal yang tepat dan amanah, pengawasan dan
penegakan sanksi merupakan hal yang amat penting.
24 Di dalam al-Qur’an terdapat kosakata ihtisab atau hisa b yang terse bar dalam
berbagai ayat. Misalnya pada ayat yang artinya: Dan tiap -tiap manusia itu
telah Kami tetapkan amal perbuatannya (se bagaimana tetapnya ka lung) pa da
lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat se buah kitab yang
dijumpainya terbuka. ‚Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu
ini se bagai penghisa b terhadapmu. (QS. al -Isra’, 1 7: 13-14). Di dalam ayat
lainnya, Allah menyatakan: Pada hari ini Kami tutup mulut mereka dan
berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi ke saksianlah kaki
mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. Yaa Siin, 36:65).
Selanjutnya Allah SWT menyatakan: Itu adalah umat yang lalu; baginya ap a
yang telah diusahakannya dan kami apa yang sudah kamu usahakan, dan
kamu tidak akan diminta pertanggungjawa ban tentang apa yang telah mereka
kerjakan. (QS. al-Baqarah, 2: 134). Dalam ayat lain dinyatakan: ‚Dan adapun
orang-orang yang berat timbangan (ke baikan)-nya, maka dia bera da dalam
kehidupan yang me mua skan. Dan Adapun orang -orang yang ringan timbangan
(ke baikan)-nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. (QS. al-
Qari’ah, 1 0 1 : 6-9). Ayat ayat terse but mengandung be be rapa hal. Pertama,
memastikan bahwa evaluasi, atau perhitungan amal perbuatan di akhirat nanti
pasti adanya, dengan
277
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
tujuan agar memotivasi manusia untuk selalu berbuat yang baik dan men jauhi
perbuatan yang buruk. Kedua, bahwa dalam evaluasi tersebut setia p manusia
akan mendapatkan reward (pahala) atau punishment (siksaan) yang amat
bergantung kepada usaha dan kegiatannya pada masa hidup di dunia. Ketiga,
bahwa penilaian yang dilakukan di akhirat berlangsung secara objektif dan
terbuka, yakni dilakukan oleh manusia sendiri, melalui seluruh pancaindranya,
seperti tangan (sidik jari) yang tidak pernah berdusta, serta dapat dibuktikan
atau diverifikasi apabila hasil penilaian tersebut ada hal -hal yang dirasakan
kurang adil. Keempat, bahwa setiap amal perbuatan manusia yang akan
dievaluasi tersebut terekam dan tercatat secara lengkap dan detail dalam
catatan evaluasi bagi setiap manusia.
278
16
Kerja Sama dan Sistem Informasi
Pendidikan Islam
A. Pengertian
Secara harfiah, kerja sama dapat diartikan bekerja seca ra bersa- ma-
sama. Kerja sama merupakan terjemahan dari kata working together (bekerja
bersama-sama), dan al-ta’awwun yang secara harfiah berarti tolong-menolong,
bahu-membahu, isi mengisi, dukung mendukung, menerima dan memberi,
dan seterusnya.
Dalam pengertian yang lebih luas, kerja sama dapat diartikan se bagai
upaya membangun hubungan secara intensif, efektif, fungsional dan saling
menguntungkan, antara satu lembaga dan lembaga lain, atau antara personal
dan personal lain dalam rangka mendukung ter capainya tujuan lembaga atau
personal masing-masing. Misalnya kerja sama lembaga pendidikan dengan
lembaga pendidikan lainnya, lemba ga pendidikan dengan lembaga
penerbitan, lembaga kursus, lembaga penyedia tenaga kerja, dan lain
sebagainya.
Adapun sistem informasi pendidikan dapat diartikan sebagai se jumlah
komponen atau aspek yang saling berkaitan dalam mendukung
terlaksananya informasi pendidikan secara jelas, tepat, efektif, efisien, dan
berkelanjutan. Di dalam sistem informasi pendidikan tersebut ter dapat
model atau desain informasi pendidikan yang digunakan, tenaga pelaksana,
perangkat lunak (software), perangkat keras [hardware), sistem monitoring,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Sistem infor masi pendidikan tersebut
selanjutnya digunakan untuk mem bangun
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
280
BAB 16 Kerja Sama & Sistem Informasi Pendidikan Islam
281
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
Di kalangan para ulama ahli tafsir, sering kali menggunakan ayat- ayat
al-Qur’an di bawah ini untuk menggambarkan manusia sebagai makhluk
yang saling membutuhkan dan perlu kerja sama, yaitu ayat yang berbunyi:
Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang
Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki,
niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk
menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.
(QS. Faathir (35): 15 -17)
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki - laki
seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling ber takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. al-H ujurat
(49): 13)
282
BAB 16 Kerja Sama & Sistem Informasi Pendidikan Islam
kecuali dengan setan dan hawa nafsu. Para ulama sering menggunakan ayat
di bawah ini untuk menegaskan pentingnya ketiga macam hubung an dan
kerja sama tersebut. Yaitu firman Allah SWT:
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali
mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu
karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan
yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.
(QS. Ali ‘Imran (3); 112)
283
I LMU PE N DI DI KAN IS LA M
284
BAB 16 Kerja Sama & Sistem Informasi Pendidikan Islam
baik demgan lembaga pendidikan dan instansi terkait lainnya yang ada di
Indonesia, maupun di mancanegara. Hasil kerja sama ini antara lain, semakin
dikenalnya lembaga-lembaga pendidikan tinggi tersebut di tingkat nasional
dan internasional, serta semakin mendapatkan Kepercayaan publik yang
makin luas. Berbagai perguruan tinggi ini selalu nnenjadi favorit masyarakat,
dan sangat diminati. Hal ini selain, banyaknya jumlah calon mahasiswa yang
mendaftar juga banyak tamu dari berbagai lembaga pendidikan tinggi dan
instansi mancanegara ke perguruan tinggi tersebut. Tersedianya infrastruktur
dan sarana pra- sana, seperti gedung-gedung perkuliahan, dan peralatan
laboratorium yang serba canggih pada berbagai perguruan tin ggi tersebut,
terjadi karena adanya kerja sama yang baik dengan berbagai perguruan tinggi
yang ada di dalam dan luar negeri.
285
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
‚Jadilah kamu seperti kedua tangan, dan janganlah jadi seperti ke dua
telinga.‛ (H R. Bukhari Muslim)
Kerja sama kedua tangan dapat dilihat, jika tangan yang satu ter - luka,
maka ditolong oleh tangan yang satu lagi. Jika tangan kanan yang bekerja
keras, seperti menulis, membuat karya seni, atau mem buat pakaian,
makanan, bangunan dan sebagainya. maka hasilnya terkadang diserahkan
kepada tangan kiri. Ketika membeli jam tangan atau arloji, perhiasan dan
lainnya, terkadang yang memakainya justru tangan sebelah kiri.
Ketiga, prinsip berkelanjutan. Sebuah kerja sama dan sistem informasi
pendidikan yang baik adalah kerja sama dan sistem informasi pendidikan
yang berkelanjutan, yaitu kerja sama yang tidak hanya bersifat musiman,
melainkan sepanjang waktu. Hal ini terjadi, karena kebutuhan setiap bangsa
selalu mengalami perubahan, pengembangan dan peningkatan. Prinsip ini
sejalan dengan perintah Nabi Muhammad SAW agar setiap manusia
melakukan pekerjaan yang baik walaupun sedikit, namun perlu
berkesinambungan dan berkelanjutan.
Keempat, prinsip saling menguntungkan. Sebuah kerja sama dan sistem
informasi yang baik merupakan sebuah kerja sama dan sistem informasi
pendidikan yang saling menguntungkan bagi kedua belah. Dengan prinsip
ini, maka tidak boleh terjadi sebuah negara terlalu mendominasi atas negara
lain.
286
BAB 16 Kerja Sama & Sistem Informasi Pendidikan Islam
287
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
F. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut, dapat
dikemukakan beberapa catatan sebagai berikut.
Pertama, kerja sama dan sistem informasi pendidikan adalah sebuah
kegiatan yang melibatkan pihak lain dalam rangka mencapai tujuan
lembaga yang telah ditetapkan. Kerja sama dan sistem informasi secara
tekstual berbeda, namun secara substansial dan fungsional saling
membutuhkan.
Kedua, kerja sama dan sistem informasi pendidikan merupakan
kebutuhan baik secara kelembagaan, maupun personal. Hal ini terjadi
karena berbagai kebutuhan lembaga atau personal dalam berbagai bi dang
kehidupan baru dapat diwujudkan, apabila mendapat dukungan dan
bantuan dari pihak lain.
Ketiga, kerja sama dan sistem informasi pendidikan sudah ber langsung
dari sejak zaman klasik dan terus berl angsung hingga zaman modern dan
era global saat ini, dengan perbedaan dari segi prosesnya dan
jangkauannya. Hal ini disebabkan, karena di zaman klasik sarana prasarana
dan sistem informasi, serta peralatan teknologi komunu - kasi belum
berkembang seperti yang terjadi di zaman modern dan era global saat ini.
Keempat, kerja sama dan sistem informasi pendidikan sangat di -
pentingkan bahkan sudah dilaksanakan dalam pendidikan Islam, se -
bagaimana yang terjadi di zaman klasik dan zaman modern saat ini.
288
BAB 16 Kerja Sama SC Sistem Informasi Pendidikan Islam
Secara ideal, Islam menginginkan sebuah kerja sama yang berbasis pada
nilai-nilai yang terdapat di dalam al-Qur’an dan as-Sunah, yang selanjutnya
menjadi prinsip pelaksanaan kerja sama dan sistem infor masi. Prinsip
tersebut antara lain: berorientasi pada tercapainya pen didikan yang unggul
dan berkualitas, saling menguntungkan, saling memberi manfaat, dan
berkesinambungan.
Catatan Ak hir
1 Menurut Daniel Bell, sebagaimana dikutip oleh Mochtar Buchori dalam buk unya
Pendidikan Antisipatoris, bahwa pada era global ini keadaan dunia ditandai oleh
lima kecenderungan besar. Pertama, kecenderungan integrasi ekonomi, yaitu
kecenderungan untuk menjadikan satu negara dengan negara lainnya sebagai
pasar bagi negara lain. Indonesia misalnya merupakan pasar bagi produk
Jepang, dan sebaliknya Jepang juga sebagai pasar bagi produk Indonesia.
Selanjutnya karena yang diperdagangkan di pasar itu bukan hanya produk
barang dan jasa, melainkan juga pendidikan, maka Indonesia pun men jadi pasar
bagi produk pendidikan negara lain, dan demikian sebaliknya. Berkenaan
dengan ini, maka masing-masing negara masuk dalam kesepakatan zona
perdagangan bebas, seperti kesepakatan CATS (General Agreemen for Trading
Service). Untuk itu, maka terciptalah kesepakatan dan kerja sama dalam bidang
perdagangan. Kedua, kecende rungan pragmentasi politik, yaitu kecenderungan
dari sebagian wilayah untuk memisahkan diri dari pemerintahan pusat, yang
diakibatkan oleh perlakuan yang tidak adil dalam bidang ekono mi lainnya yang
dilakukan pemerintah ke pusat kepada pemerintah daerah (provinsi), yang
mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial yang sangat melebar. Guna
mengatasi keadaan tersebut, suatu negara membutuhkan kerja sama dengan
negara yang lebih kuat aga r dapat mengatasi kecenderungan memisahkan diri
tersebut. Ketiga, kecenderungan penggunaan teknologi canggih dalam berbagai
bidang kehidupan. Keadaan ini mengakibatkan tersingkirnya orang -orang yang
tidak menguasai teknologi canggih jika yang bersangkutan tidak segera
meningkatkan kemampuan dirinya dalam penguasaan teknologi canggih
tersebut. Keempat, kecenderungan globalisasi, yaitu penyatuan tatanan
kehidupan manusia, sebagai akibat dari penggunaan teknologi komunikasi yang
amat canggih, sehingga antara satu dan lainnya saling memengaruhi dan
membentuk semacam keluarga besar {global village). Kelima, kecenderungan
terjadinya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan (newcolonization in culture).
Bangsa-bangsa yang maju dalam
289
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
bidang teknologi dan ekonomi se ring menjadi bangsa yang menjajah dalam
bidang ke buda yaan. Dengan de mikian, bangsa -bangsa yang dijajah dala m
bidang ke budayaan terse but kehilangan identitas ke bangsa annya, karena
cende rung mengikuti ke buda yaan negara -nega ra maju.
2 Terdapat sejumlah ula ma yang keahliannya dala m bida ng ilmu aga ma sa ngat
dia kui dan dihormati ole h ma syarakat, baik secara na sional maupun
internasional. Me reka itu antara lain Mahmud Yunus, se orang guru be sar ahli
baha sa Ara b dan sejarah pe ndidikan I sl a m; H. M. Q uraish Shiha b, se orang
guru be sa r ahli tafsir terke muka di Asia Tengga ra; Huzaimah Tahido Yanggo,
se orang guru be sa r ahli fiqh. Mereka itu tamatan Uni ve rsitas Al-Azhar Kairo,
Me sir. Selain itu, terda pat pula sejumlah ulama yang me ndapat gelar doctor
honoris causa dalam bida ng baha sa Ara b, se pe rti Abdullah bin N uh, dari
Cianjur )a wa Barat dan be rkiprah dalam bidang pendidikan di Bogor, la
se orang guru be sar yang me nulis kamus baha sa Ara b dan a hli tentang al -
Ghazali; ke mudian Rahmah El -Yunusiah yang mendirikan lemba ga
pendidikan Ma dra sah Diniyah P uteri di Pa dang Panjang. Selanjutnya terdapat
pula nama Said Agil al-Muna wwar, se orang guru be sa r ahli ushul fiqh tamatan
dari Unive rsitas Ummul Q ura, Mek kah, Sa udi Ara bia; Hida yat Nur Wahid,
se orang ahli dalam bidang baha sa Ara b dan pernah menja di Ketua MPRI
(pa da tahun 2004-2009). Hal ini me nunjukkan ba hwa ke rja sama antara
wila yah dan le mbaga telah terjadi dan me mbe rikan ha sil yang saling
menguntungkan.
290
17
Lingkungan dan Atmosfer Pendidikan
Islam
292
BAB 17 Lingkungan & Atmosfer Pendidikan Islam
293
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
las kosong yang dapat diisi apa saja oleh pemiliknya. Peserta didik dinilai
sebagai yang pasif seperti robot yang mengikuti dan tunduk sepenuhnya
kepada pemiliknya. Murid ibarat kertas putih yang ko song yang dapat
ditulis apa saja oleh pemiliknya. Menurut aliran yang ekstrem luar
(eksternal) ini, bahwa watak dan karakter peserta didik ditentukan oleh
faktor dari luar yang ditransmisikan oleh pendidik. Dengan pandangan
empirisme ini, maka yang menentukan dan aktif dalam pendidikan ialah
guru (teacher centris). Pandangan empirisme dan behaviorisme ini selanjutnya
menjadi sebuah aliran yang memi liki paradigma belajar sebagai berikut: 1)
Memandang bahwa ilmu pengetahuan sebagai hal yang objektif, pasti, tetap,
dan tidak berubah. Karenanya ilmu pengetahuan tidak lagi perlu
diperdebatkan oleh peserta didik atau siapa pun. Tugas guru
menyampaikan ilmu pengetahuan tersebut, sedangkan tugas peserta didi k
adalah menerima ilmu pengetahuan tersebut. 2) Memandang belajar sebagai
upaya memperoleh pengetahuan, dan mengajar dinilai sebagai upaya
menyampaikan ilmu pengetahuan. 3) Mengharapkan agar seluruh peserta
didik memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang sama. 4) Tujuan
pembelajaran ditentukan pada penambahan ilmu pengetahuan. 5) Penyajian
isi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terpisah dan ter-
akumulasi paa fakta yang mengikuti uruan dari bagian keseluruhan. 6)
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, dan aktivitas belajar
lebih banyak didasarkan pada buku teks dan dan keterampilan, dan
menekankan pada respons positif dengan me nggunakan paper dan pensil
tes. Pada aliran empirisme 4 dan behaviorisme inilah faktor lingkungan dan
atmosfer akademik sangat menentukan keberhasilan pendidikan dan
pengajaran. Dengan kata lain, bahwa setiap kali berbi cara tentang
lingkungan dan atmosfer akademik, maka sesungguhnya yang dibicarakan
adalah pengaruh lingkungan dan atmosfer akademik tersebut dalam
menentukan keberhasilan pendidikan. Pada aliran ini guru dianggap aktif
dan menentukan. Adapun murid dianggap pasif dan ditentukan. Berbagai
teori pendidikan yang mendukung aliran ini sungguh amat kuat hingga
sekarang. Skinner sebagai penganut paham ini misalnya pernah berkata:
berikanlah aku sepuluh orang, maka masing-masing orang tersebut akan
aku bentuk sesuai dengan
294
BAB 17 Lingkungan & Atmosfer Pendidikan Islam
295
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
296
BAB 17 Lingkungan & Atmosfer Pendidikan Islam
diri sendiri, model belajar simulasi, dan model belajar asertif, rumpun
model pemrosesan informasi yang mencakup model mengajar inkuiri, model
persentase kerangka dasar atau advance organizer, dan model pengembangan
berpi kir, dan lain-lain. Dari sisi lain, variasi pendapat itu juga melahirkan
berbagai pendapat atau gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran
guru sebagai fasilitator ataukah informator, tekni k penilaian pencapaian
siswa dengan tes objektif atau tes esai, pe rumusan tujuan pengajaran yang
sangat behavioral, penekanan pada peran teknologi pengajaran (The Teaching
Machine), belajar berprogram, dan lain sebagainya. 7
297
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
empirisme yang berpengaruh faktor dari l uar yang dibikin manusia. Pada
nativisme yang berpengaruh faktor dari dalam yang juga berasal dari diri
manusia. Dan pada konvergensi yang berpengaruh faktor dari dalam dan
dari luar yang juga sama-sama diciptakan manusia. Dengan demikian,
seluruh aliran tersebut masih memusat pada usaha manusia (anthropo-centris),
dan belum melibatkan peran Tuhan. Hal ini bertentangan dengan ideologi
pendidikan Islam yang bercorak humanisme teo-centris, yang pada intinya
memadukan antara usaha ma nusia dan pertolongan (hi dayah) dari Tuhan. 9
298
BAB 17 Lingkungan & Atmosfer Pendidikan Islam
299
I LMU P EN DID I KAN I SLAM
300
BAB 17 Lingkungan 8C Atmosfer Pendidikan Islam
E. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas, da pat
dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, lingkungan pendidikan atau atmosfer pendidikan adalah
merupakan salah satu komponen pendidikan yang menarik perhatian para
ahli untuk mengkajinya.
Kedua, lingkungan pendidikan telah menimbulkan tiga aliran pen-
didikan, yaitu empirisme yang mengagung-agungkan peranan lingkungan,
nativisme yang kurang peduli kepada peranan lingkungan, dan konvergensi
yang mementingkan lingkungan dan pembawaan dari dalam diri manusia.
Ketiga, Islam dengan sifatnya yang seimbang, serta bertumpu pada
hubungan dengan manusia, manusia dan de ngan Tuhan secara seimbang,
memandang bahwa keberhasilan pendidikan tidak semata - mata ditentukan
oleh usaha manusia, melainkan juga ditentukan oleh kehendak Tuhan.
301
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
Ca ta ta n A khir
302
BAB 17 Lingkungan 8c Atmosfer Pendidikan Islam
303
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
pengemba ngan se lanjutnya (K. Le win dan F. Perls), dan pe nde katan search for
meaning, dengan a plika sinya se ba gai Logothera py, dari Viktor Franki yang
mengungkapkan betapa pentingnya se mangat ke manusiaan (human spirit)
untuk mengatasi berba gai tantangan/ma salah yang diha da pi. Lihat Umar
Tirtarahardja, dan S.L.La Sulo, Pe ngantar Pendidikan, Op. cit., hlm. hlm. 196-
197.
6 Secara harfiah konvergensi artinya me musat ke satu titik. Dengan demikian,
menurut teori konvergensi: (1 ) Pendidikan mungkin untuk dilaksana kan; (2 )
Pendidikan dia rtikan se ba gai pe rtolongan yang dibe rikan lingkungan ke pa da
anak didik untuk menge mbangkan potensi yang baik dan mence gah
be rke mbangnya potensi yang kurang baik. (3) Yang me mbatasi ha sil
pendidikan a dalah pe mba waan dan lingkungan. Lihat Umar Tirtarahardja,
Pengantar Pendidikan, Op. cit., hlm. 199.
7 Lihat him. 199 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan,
Loc. cit.. hlm. 199.
8 Hadis terse but teksnya berbunyi: Maa min mauludin illa yuuladu ala al- Fithrah. fa
abawahu yuhawwidanihi, au yunassiranihi, au yumajjisanihi: Tidaklah ada dari
se orang yang dilahirkan kec uali me mba wa fitrah, ma ka ke dua orang
tuanyalah yang me nye ba bkan anak terse but ja di Yahudi, Na srani atau Majusi.
(HR. Bukhari dan Muslim dari Abi H urairah). Lihat Sayyid Ahma d al -
Hasyimi Bek, Mukhtaral-Ahadits al-Nabawiyah, (Me sir: Mathba’ah Hijaziy, 1367
H/1948 M), cet. VI, hlm. 156.
9 Istilah humanisme da n teoc entris se sungguhnya perpa dua n antara hu-
manisme dan teoce ntris, na mun karena te ocentrisme dimaksudkan unt uk
memberi sifat humanisme, maka me nja di humanisme te oce ntris. Artinya
humanisme yang teocentris, se hingga secara eksplisit be rbe da de ngan
humanisme naturalistik, humanisme scientific atau humanisme rasional yang
se kuler. H umanisme teoce ntris ini bert olak da ri ketujuh prinsip da sa r
kemanusiaan, yaitu: 1) Manusia se ba gai makhluk a sli yang me mpunyai
substansi yang mandiri serta memiliki e se nsi ke muliaan; 2 ) Manusia ada lah
makhluk yang me miliki ke hendak be ba s, 3) Manusia se bagai makhluk yang
sa dar (berpikir); 4) Manusia se ba gai makhluk yang sa dar akan dirinya sendiri
se ba gai makhluk yang memiliki pengetahuan budaya dan kemampuan
memba ngun pe ra da ban; 5) manu sia se ba gai makhluk kreatif; 6) Manusia
se ba gai makhluk yang me miliki cita -cita dan me rindukan se sua tu yang ideal;
dan 7) Manusia a dalah makhluk moral, yang dalam hal ini be rkaitan dengan
ma salah nilai. Semua ini me rupa kan implika si dari konse p fitrah man usia.
Akan tetapi humanisme dalam pandangan I sla m tidak da pat dipisahkan da ri
prinsip te osentrisme. Di sat u sisi keimanan ‚tauhid‛ se bagai inti ajaran Isla m,
menja di pusat seluruh orienta si nilai.
305
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
Akan tetapi se mua itu kembali unt uk manusia yang dieksplisitkan dalam
tujuan risalah I sla m ‚Rahmatan Lil Alamin‛. Achmadi, Ideologi Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), cet. II, hlm. 21-23.
10 Lihat Zakiah Dara djat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,
(Jakarta:Bulan Bintang, 1982), cet. IV, hlm.76-83.
11 Lihat Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, ibid., hlm.
76.
12 Berbagai ketentuan yang be rkaitan dengan pe mbinaan anak yang saleh
terse but selain terda pat di dalam al -Q ur’an, juga terdapat di dala m ha di s
Rasulullah SAW. Namun de mikian, saat ini tradisi terse but sudah kurang
dipe rhatikan, atau dilaksanakan namun tidak dise rtai dengan pengha yatan
terhadap maknanya. Lihat Abdullah Na sih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak
dalam Islam, (terj.) Saifullah Ka malie, dan Heri N oer Ali dari judul a sli
Tarbiyah al-Aulad fi al-lslam, (Semarang: CV Asy-Syifa, t.t.), him. 3-91. Lihat
pula ha dis Ra sulullah SAW yang artinya: ‚Didiklah anak - anakmu dengan
tiga perkara: me ncintai na binya, menc intai keluarganya dan me mbaca al -
Qur’an, kare na orang yang me nghafal al-Qur’an, akan be ra da dalam
lindungan Allah, pa da hari yang tida k a da pe rlindungan lainnya, kec uali
perlindungan Allah bersa ma para na bi dan orang -orang yang dika sihi -Nya.‛
(HR. Dailami dari Ali). Selanjutnya Na bi Muhamma d SAW menyatakan ada
empat kunci ke bahagiaan: yaitu me miliki istri yang salihah, anak -anaknya
yang baik, pe rga ulan yang sa leh dan rezeki yang bera sal dari negeri sendiri.
(HR. Dailami da ri Ali). Lihat Sayyid Ahma d al - Ha syimi Be k, Mukhtar al-
Ahadits al-Nabawiyah, Op. cit., hlm. 9 dan 21.
13 Adanya majelis ilmu atau tempat belajar se macam sekolah dapat dipaha mi
dari hadis Na bi Muhamma d SAW, yang artinya: ‚Tidaklah suatu kaum yang
be rkumpul di majelis, yang di dalamnya dibaca dan dipelajari al -Qur’an,
melainkan majelis terse but akan dilimpahkan ketenangan, rahmat dan
ampunan Tuhan.‛
306
18
Evaluasi dan Pengembangan dalam
Pendidikan Islam
308
BAB 18 Evaluasi & Pengembangan dalam Pendidikan Islam
309
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
bagai murid yang mendapatkan pelajaran dari Allah SWT. Ketiga, unsur
materi yang dievaluasi dan dikembangkan yang dalam hal ini ada lah segala
sesuatu yang telah diajarkan oleh Allah SWT kepada Nabi Adam as. Keempat,
unsur kesahihan hasil evaluasi, yang dal am hal ini pengakuan dan penilaian
yang jujur dari para Malaikat yang men gakui kemampuan Nabi Adam as.
sebagai hasil didikan yang diberikan oleh Allah SWT. Kelima, unsur
pengakuan terhadap hasil evaluasi dan pengembangan, yang dalam hal ini
para malaikat menyatakan hormat dan appreasi yang tinggi terhadap Nabi
Adam as.
Adanya evaluasi dan pengembangan pendidikan juga dapat dipa hami
dari kasus kedatangan Malaikat jibril as. yang menyerupai seorang laki-laki
yang datang kepada Nabi Muhammad SAW, saat beliau berkumpul dengan
para sahabatnya. Dalam kesempatan tersebut, Malaikat Jibril menanyakan
sesuatu yang pernah diajarkannya kepada Nabi Muhammad SAW tentang
masalah keislaman, keimanan, dan keihsanan. Hasil jawaban Nabi
Muhammad SAW dinilai oleh Malaikat Jibril sebagai jawaban yang benar
dan tepat. Namun ketika Jibril me nanyakan sesuatu yang Nabi Muhammad
SAW sendiri belum pernah diajarkannya, yakni tentang waktu kedatangan
hari kiamat, maka Nabi Muhammad SAW menjawab, bahwa yang bertanya,
yang dalam hal ini Malaikat Jibril as. adalah lebih mengetahui dari yang
ditanya.
Contoh ayat dan hadis yang dipahami sebagai yang ada hubung annya
dengan evaluasi dan pengembangan tersebut, menunjukkan bahwa evaluasi
dan pengembangan sangat dipentingkan dalam pro ses pendidikan. Karena
itu, pada setiap kali melakukan pendidikan, seorang guru hendaknya tida k
melupakan kegiatan evaluasi dan pengembangan.
310
BAB 18 Evaluasi &C Pengembangan dalam Pendidikan Islam
dicapai oleh peserta didik. Evaluasi ini dilakukan, karena manusia memiliki
banyak kelemahan (QS. al-Nisaa (4): 28); dan berawal dari ketidaktahuan
(QS. an-Nahl: 78). Kedua, evaluasi sumatif, yaitu eva luasi yang dilakukan
untuk mengetahui hasil bela jar yang dicapai peserta didik setelah mengikuti
pelajaran dalam suatu caturwulan, satu semester, atau akhir tahun dalam
rangka menentukan jenjang berikutnya. Evaluasi ini sejalan dengan
semangat al-Qur’an surat al-lnsyiqaq ayat 19, dan al-Qamar ayat 49. Ketiga,
evaluasi placement (penempatan). Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui kemampuan peserta didik sebelum mengikuti pelajaran,
serta menentukan bidang studi atau jurusan yang akan dipilihnya. Keempat,
evaluasi diagnosis, yaitu evaluasi yang ditujukan untuk mengetahui dan
menganalisis tentang keadaan peserta didik, baik yang berkenaan dengan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi, maupun hambatan yang dijumpai dalam
kegiatan belajar mengajar. 5
311
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
Selain itu, evaluasi juga dilaksanakan dengan prinsip bahwa apa yang
dievaluasikan merupakan bagian integral dari proses belaja r mengajar,
bersifat komparabel, yakni dapat dibandingkan antara satu tahap penilaian
dengan tahap penilaian lainnya, serta memiliki kejelas an bagi para siswa,
dan bagi para pengajar itu sendiri.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu
bersama-sama dengan orang yang jujur. (QS. at -Taubah: 119)
‚Tinggalkah apa yang engkau ragu-ragu, ke pada apa yang tidak engka u
ragu-ragu. Sesungguhnya kebenaran itu memba wa kepada ketenangan, dan
dusta itu memba wa kepada keragu-raguan.‛ (HR. Turmudzi)
E. Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut di atas, da pat
dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
312
BAB 18 Evaluasi & Pengembangan dalam Pendidikan Islam
didikan dan pengajaran. Hasil evaluasi ini diperlukan untuk kegia tan
peningkatan dan pengembangan.
Kedua, evaluasi dan pengembangan pendidikan dalam Islam sa ngat
diperlukan, dengan tujuan selain untuk memberikan pelayanan yang terbai k
bagi para peserta didik, juga dalam rangka meningkatkan dan
mengembangkan pendidikan agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Ketiga, dilihat dari segi tujuannya, evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif, sumatif, penempatan, dan diagnostik. Evaluasi formatif ditu jukan
untuk mengetahui hasil belajar setiap kali selesai melaksanakan kegiatan
belajar mengajar; evaluasi sumatif ditujukan untuk mengeta hui hasil
kegiatan belajar dalam satu semester atau caturwulan tertentu; evaluasi
penempatan ditujukan untuk menentukan ketepatan jurusan yang dipili h
oleh peserta didik dengan kemampuan yang dimil ikinya, dan evaluasi
diagnostik, ditujukan untuk mengatasi berbagai kendala dan hambatan yang
dialami murid dalam kegiatan belajar mengajar.
Keempat, evaluasi dan pengembangan harus dilaksanakan de ngan
berpedoman pada syarat-syarat dan prinsip-prinsip tertentu, sehingga hasil
evaluasi tersebut dapat diakui kebenarannya, dan diterima oleh pihak-pihak
yang dikenai evaluasi dan yang menyelenggarakan evaluasi tersebut.
Syarat-syarat evaluasi tersebut antara lain harus valid, reliabel, efisien, dan
efektif. Adapun prinsipnya antara lain harus berkelanjutan, menyeluruh,
dan objektif. Syarat-syarat dan prinsip- prinsip ini sejalan dengan ajaran
Islam.
Catatan Akhir
1 Lihat John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, hlm.
220.
2 Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2005), cet. ke-1, hlm. 183.
3 Lihat A. Tabrani Rusyan, dkk, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), cet. ke -1, hlm. 2.
313
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
314
19
Penutup
316
Daftar Pustaka
Abd. al-Baqiy, Muhammad Fu’ad, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al- Qur’an al-
Karim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H/1987 M).
Abdullah, Taufik dan M. Rusli Karim, (ed.), Metodologi Penelitian Agama,
(Yogyakarta:Tiara Wacana, 1989), cet. ke-1.
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (terj.)
Butami A. Gani dan Djohar Bahru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974).
Abdullah, Taufik dan M.Rusli Karim, (ed.), Metodologi Penelitian Agama,
(Yogyakarta:Tiara Wacana, 1989), cet. ke-1.
Ahmed, Ziauddin, Influence of Islam on World Civilization, (Delhi: Adam
Publishers & Distributors, 1996), First Edition.
Abui ’Ainain, Ali Khalil, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qur’an al- Karim,
(Mesie: Dar al-Fikr al-Arabiy, 1980), cet. I.
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008), cet. II.
Ahmed, Ziauddin, Influence of Islam on World Civilization, (Delhi: Adam
Publishers & Distributors, 1996), First Edition.
Ahmed, Akbar, Discovering Islam Making Sensen of Muslim History and Society,
(London and New York: Routledge, 2003).
Al-Ahwaniy, Ahmad Fu’ad, al-Tarbiyah fi al-Islam, (Mesir: Dar al-Ma’arif, t.t.).
Al-Ahwaniy, Ahmad Fuad, al-Tarbiyah fi al-Islam, (Mesir: Dar al-Ma’arif, t.t.).
ILMU PENDIDIKAN ISLA M
Arifin, H.M., Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bina Ilmu, 1991), cet. I.
Al-Ashfahani, al-Raghib, Mu’jam Mufradat Alfadz al-Qur’an, (Beirut: Dar al-
Fikr, tp.th.).
Asy’arie, Musa, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), cet. I.
Al-Attas, Syed Muhammad al-Naquib, Aims and Objectives of Islamic Education,
(Jeddah: King Abdul Aziz University, 1979).
Azra, Azyumardi, jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, (Bandung: Mizan,
1423 H/2002), cet. I.
, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII danXVIIl, (Bandung: Mizan, 1416 H/1995), cet. 111.
Bek, al-Sayyid Ahmad A-Hasyimi, Mukhtar Al-Ahadits al-Nabawiyah wa al-
Hikam al-Muhammadiyah, (Mesir: Mathba’ah Hijazi 1367 H/l948 M), cet.
VI.
Daftary, Farhad, (ed.), Tradisi-tradisi Intelektual Islam, (terj.) Fuad Jabali dan
Udjang Tholib dari judul asli Intellectual Tradition in Islam, (Jakarta:
Erlangga, 2006), cet. I.
Daradjat, Zakiah, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1982), cet. IV.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 1984/1985).
Hodgson, Marshal G.S, The Venture of Islam: Iman dan Sejarah dalam Peradaban
Isla, Masa Klasik Islam, (terj.) Mulyadhi Kartanegara, dari judul asli The
Venture of Islam, (Jakarta: Paramadina, 1999), cet. 1.
Al-Kailaniy, Majid Irsan, al-Fikr al-Tarbawiy ind Ibn Taimiyah, (al-Madi- nah al-
Munawwarah: Maktabah Dar a l-Turats, 1407 H/1986 M).
Kraemer, Joal K, Renaisans Islam, Kebangkitan Intelektual dan Budaya pada Abad
Pertengahan, (terj.) Asep Saefullah, dari judul asli Humanism in the
Renaissance of Islam The Cultural Revival During the BuyidAge, (Bandung:
Mizan, 1424 H/2003 M), cet. I.
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-
Ma’arif, 1989), cet. I.
318
Daftar Pustaka
319
ILMU PE NDIDI KAN ISLA M
320
Tentang Penulis
322
Tentang Penulis
Karya ilmiah yang pernah dihasilkan, antara lain: Buku Sejarah Agama
(1990), Ilmu Kalam (\990),Al-Qur’an Hadis (Dirasat Islamiyah (1992), Ilmu Kalam,
Filsafat, dan Tasawuf (Dirasat Islamiyah (1992), Metodologi Studi Islam (1996),
Akhlak Tasawuf (1996), Filsafat Pendidikan Islam (1994), Pola Hubungan Guru Murid
(2001), Peta Geragaman Pemikiran Islam di Indonesia (2001), Paradigma Pendidikan
Islam (2001), Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (2001), Tafsir Ayat-ayat
Pendidikan
(2002) , Manajemen Pendidikan (2003), Pemikiran Pendidikan Islam Abad Pertengahan
(terj.) dari Islamic Educational Thought in Midle Ages
(2003) , Dimensi Pendidikan Spiritual dalam Tradisi Islam (2003), Ilmu Pendidikan
Islam dengan Pendekatan Multidisipliner (2009), Pedoman Penulisan Skripsi, Thesis, dan
Disertasi (2001), Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam (2002), Integrasi Ilmu
Agama dan Umum (2005), Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran (2005),
Pendidikan dalam Perspektif Hadis (2006), Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an
(2006), Kajian Tematik Al-Qur’an (1998-2002), Modernisasi Pendidikan Islam di
Indonesia (2009), Pembangun Keunggulan Pendidikan Islam (2009), Pendidikan yang
Mencerdaskan dan Mencerahkan (2009), Menuju Sukses Sertifikasi Guru (2009). Selain
buku, terdapat pula sejumlah entri yang dimuat dalam ensiklopedi Islam
(Departemen Agama (1989), Ensiklopedi Islam Indonesia (1993), Ensiklopedi Islam
(Van Hoeve) 5 Jilid (1996), dan Ensiklopedi Al-Qur’an (1997).
Negara-negara yang pernah dikunjungi antara lain: Saudi Arabia,
Kanada, Amerika Serikat, Alaska, Australia, Filipina, Thailand, Mesir,
Turki, Hong Kong, Iran, Malaysia, dan Singapura.
Penulis sekarang tinggal di Jalan Akasia Nomor 54 Rt. 002/012 Pa -
mulang Timur, Tangerang Selatan, Banten, dengan istri, Elisah Angriani
(ibu rumah tangga dan pengusaha/wiraswasta). Penulis dikaruniai dua
orang putra, yaitu Elta Diyarsyah (Sarjana Teknik ITB), dan Bunga Yustisia
(Sarjana Teknik Komputer dan kini mahasiswa Program S2 Magister
Managament IPB). Kedua putra tersebut kini sudah berumah tangga.
323
Pada dasarnya, Ilmu Pendidikan Islam membahas berbagai komponen
pendidikan, antara lain meliputi: misi, tujuan, kurikulum, dan proses belajar mengajar
secara sistematik, objektif dan komprehensif. Semua hal pokok yang dipelajari ini
didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an dan
hadis serta hal-hal praktis dalam sejarah Islam.
Eksistensi ilmu pendidikan Islam sangat mungkin untuk terus tumbuh dan
berkembang sebagai satu disiplin keilmuan dalam kelompok ilmu-ilmu sosial dalam
Islam. Islam itu sendiri tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dan Tuhannya,
melainkan juga manusia dengan masalah sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik,
hukum, budaya, dan ilmu pengetahuan lainnya.
Dengan demikian, ilmu pendidikan Islam selain sebagai suatu tuntutan hidup,
juga sebagai konsekuensi logis dari sifat dan karakter ajaran Islam itu sendiri. Adanya
Ilmu Pendidikan Islam ini tidak dapat disamakan dengan ilmu pendidikan Kristen,
Hindu, Buddha, ataupun pendidikan agama lainnya karena agama-agama di luar Islam
tidak sama sifat dan karakternya dengan ajaran Islam.
Ilmu pendidikan Islam di samping memiliki kesamaan dengan ilmu
pendidikan agama di luar Islam, juga memiliki perbedaan mendasar. Bila ilmu pendidikan
di luar Islam tidak berdasarkan akidah dan akhlak atau bersifat sekularistik antropocentris,
maka ilmu pendidikan Islam didasarkan pada akidah dan akhlak atau bersifat humanisme
teo-centris; yang memadukan antara hasil pemikiran logika manusia dan ketetapan hukum
yang diamanatkan di dalam al-Qur'an dan hadis, Praktik pendidikan yang
berlangsung hingga kini di kalangan umat Islam belum
sepenuhnya mengacu kepada ilmu pendidikan Islam yang hakiki. Kondisi ini dapat
terjadi, karena selain belum terumuskannya ilmu pendidikan Islam secara kukuh, juga
belum tersosialisasikannya secara baik dan merata di masyarakat.
Sebagai satu kajian keilmuan, buku Ilmu Pendidikan Islam ini membantu para mahasiswa
dan pengajar serta bagi mereka yang concern terhadap kajian pendidikan Islam.