LO BUKAN
PELAJAR INDONESIA
ESAI
Disusun oleh
Bernadetta Reffnya Elvaretta
PENGANTAR
Pelajar SMA dan SMK tentu memiliki dasar pendidikan yang baik. Untuk
mendapatkan manfaat dari pendidikan formal, dibutuhkan praktek lapangan agar
mengetahui secara langsung realita kehidupan, sehingga seluruh materi
pembelajaran dapat diaplikasikan dalam hidup. Dengan praktek lapangan, pelajar
tentu mengembangkan soft skill yang akan berguna untuk kehidupan sosial di masa
1
mendatang. Indonesia saat ini telah memasuki fase revolusi industri 4.0 yang
mengharuskan setiap individu memiliki kemampuan 4C yaitu critical thinking
(berpikir kritis), creativity (kreativitas), communication (komunikasi), dan
collaboration (kolaborasi). Konsep 4C tersebut tentu harus dimiliki para pelajar
yang akan menjadi tenaga kerja nantinya agar mampu bersaing di dunia kerja.
Jika ada motivasi kuat dari pelajar untuk berkembang, maka pandemi
seharusnya tidak akan menghalangi. Pelajar dapat melatih critical thinking dengan
mencari dan merumuskan ide-ide yang dapat diterapkan dan dibutuhkan bagi
masyarakat kala ini. Critical thinking kemudian didukung dengan adanya
kreativitas untuk menciptakan ide-ide baru yang inovatif dan memiliki daya saing.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pelajar harus bekerja sama dengan orang lain agar
menciptakan komunikasi yang baik sehingga tercapai kolaborasi dan simbiosis
mutualisme. Konsep 4C tentu dapat diterapkan di kala pandemi. Contohnya, antara
pelajar dan anak-anak buruh/remaja yang kurang mendapatkan pendidikan layak. 2
aspek ini dapat bekerja sama dan akan terbentuk simbiosis mutualisme, ketika
pelajar yang membutuhkan pengalaman bekerja kemudian bekerja sama dengan
anak-anak buruh atau anak-anak jalanan untuk saling belajar dan mendapatkan
manfaat, terutama dalam sektor ekonomi. Pelajar menerapkan konsep yang telah
dipelajari dengan memberikan edukasi berupa penerapan bisnis kepada anak-anak
buruh atau anak-anak jalanan yang perekonomiannya terhambat dan kurang
teredukasi.
2
ISI
3
adaptasi yang nantinya akan mengembangkan jiwa, hati dan kreativitas pelajar
sebagai pelopor serta pengembangan kemampuan anak-anak yang menjadi peserta
program.
IBIS diikuti oleh pelajar dan anak-anak dari buruh ataupun anak jalanan
yang berada pada usia angkatan kerja (15-64 tahun). Pelajar akan disebut mentor
dan anak-anak buruh/jalanan akan disebut mentee. Mentor merupakan pemberi
pengarahan yang akan disampaikan kepada mentee sebagai penerima. Program ini
cenderung menyasar pada remaja yang kurang beruntung mendapatkan pendidikan
karena remaja masih memiliki masa depan yang panjang dan akan terus mengikuti
perkembangan zaman. Teknologi akan semakin digunakan mengingat era ini telah
memasuki era Revolusi Industri 4.0.
Pencarian target atau orang yang akan menjadi anggota IBIS akan dilakukan
secara konvensional. Mengingat program dimulai dalam skala kecil, akan lebih
mudah secara konvensional sehingga mengetahui bagaimana karakter orang
tersebut. Mentor berkeliling di sekitar tempat tinggal untuk mencari calon mentee
yang sekiranya kurang dalam hal finansial. Calon mentee yang menjadi target
kemudian diwawancarai dan ditawarkan untuk ikut program. Jaminan agar calon
mentee tersebut percaya adalah keberhasilan atas program yang diterapkan pada
mentor, sehingga calon mentee tersebut percaya bahwa dengan mengikuti program
ini, kesejahteraan terutama perekonomiannya akan meningkat secara perlahan.
4
smartphone. Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa
mentee/calon mentee ada yang kurang mampu untuk mendapatkan alat komunikasi
tersebut. Solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan memberikan brosur atau
selebaran yang berisi tata cara pelaksanaan IBIS. Selain tata cara pelaksanaan,
selebaran tersebut juga dapat digunakan sebagai media pemantauan mentor
terhadap mentee. Mentee harus mengisi laporan kegiatan harian yang nantinya akan
dilaporkan setiap 2 minggu sekali.
Kegiatan utama yang diajarkan mentor kepada mentee adalah semua hal
yang telah dilakukan mentor sebagai uji coba usaha. Mentor mendapatkan modal
dari iuran tim mentor. Modal tersebut kemudian diolah menjadi usaha dan
menghasilkan keuntungan. 50% keuntungan dari usaha yang dilaksanakan mentor
serta donasi dari berbagai pihak yang memiliki kepedulian dalam
pengembangan/peningkatan kualitas hidup masyarakat akan diberikan kepada
mentee yang berkomitmen bekerja sebagai modal usaha. Materi yang diajarkan
mentor kepada mentee adalah:
5
seberapa memahaminya mentee tersebut. Ketika target berhasil dicapai, maka
mentee mulai ke tahap selanjutnya. Untuk proses eksekusi di mana mentee mulai
menjalankan bisnis, akan di evaluasi setiap harinya dalam bentuk laporan harian.
Laporan berisi jumlah terjual/tersisa/dana, dan lain-lain. Evaluasi ini digunakan
untuk menemukan masalah dan mencari solusi. Bagi mentee yang tidak memiliki
smartphone, laporan kegiatan pelaksanaan ditulis pada selebaran dan diberikan
setiap 2 minggu sekali.
KESIMPULAN
6
DAFTAR PUSTAKA