Anda di halaman 1dari 8

LO NYERAH SAMA COVID-19?

LO BUKAN
PELAJAR INDONESIA

ESAI

Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Kompetisi Esai


Social Wellfair 2021

Disusun oleh
Bernadetta Reffnya Elvaretta

SMA SANTA URSULA BSD


TANGERANG SELATAN
2021
LO NYERAH SAMA COVID-19? LO BUKAN PELAJAR
INDONESIA

Bernadetta Reffnya Elvaretta


SMA SANTA URSULA BSD
bernadetta.reffnya@gmail.com

PENGANTAR

Sejak awal tahun 2020, Indonesia dilanda pandemi virus COVID-19.


COVID-19 berasal dari China yang kini sudah merebak hingga seluruh dunia.
Penyebaran di Indonesia cukup masif terhitung per tanggal 19 Februari 2021
berdasarkan data dari covid19.go.id sejumlah 1,263,299 pasien. Untuk menangani
peningkatan positif COVID-19 yang semakin masif, pada tanggal 10 April 2020
lalu, pemerintah menetapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
Kebijakan PSBB ini berdampak sangat besar dalam bidang ekonomi terutama pada
sektor usaha dan sektor industri. Walaupun sudah mengalami fase kebijakan New
Normal, dampak tersebut tetap tidak dapat dihindarkan.

Kegiatan ekonomi kurang dapat berjalan dengan lancar akibat peran


manusia terbatas oleh penyebaran virus dan kebijakan PSBB. Pemutusan hubungan
kerja (PHK) yang berdampak pada pekerja tentu menghambat pertumbuhan
ekonomi individu ataupun keluarganya. Keluarga terdampak yang memiliki anak
berusia remaja terancam pendidikannya demi memenuhi kebutuhan hidup dengan
bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Kesejahteraan individu dan
keluarga sangat berhubungan dengan tingkat ekonomi, karena dengan memiliki
perekonomian yang stabil, maka kesejahteraan akan terjamin. Individu yang
terdampak langsung harus memutar otak untuk mempertahankan kestabilan
perekonomian.

Pelajar SMA dan SMK tentu memiliki dasar pendidikan yang baik. Untuk
mendapatkan manfaat dari pendidikan formal, dibutuhkan praktek lapangan agar
mengetahui secara langsung realita kehidupan, sehingga seluruh materi
pembelajaran dapat diaplikasikan dalam hidup. Dengan praktek lapangan, pelajar
tentu mengembangkan soft skill yang akan berguna untuk kehidupan sosial di masa

1
mendatang. Indonesia saat ini telah memasuki fase revolusi industri 4.0 yang
mengharuskan setiap individu memiliki kemampuan 4C yaitu critical thinking
(berpikir kritis), creativity (kreativitas), communication (komunikasi), dan
collaboration (kolaborasi). Konsep 4C tersebut tentu harus dimiliki para pelajar
yang akan menjadi tenaga kerja nantinya agar mampu bersaing di dunia kerja.

Jika ada motivasi kuat dari pelajar untuk berkembang, maka pandemi
seharusnya tidak akan menghalangi. Pelajar dapat melatih critical thinking dengan
mencari dan merumuskan ide-ide yang dapat diterapkan dan dibutuhkan bagi
masyarakat kala ini. Critical thinking kemudian didukung dengan adanya
kreativitas untuk menciptakan ide-ide baru yang inovatif dan memiliki daya saing.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pelajar harus bekerja sama dengan orang lain agar
menciptakan komunikasi yang baik sehingga tercapai kolaborasi dan simbiosis
mutualisme. Konsep 4C tentu dapat diterapkan di kala pandemi. Contohnya, antara
pelajar dan anak-anak buruh/remaja yang kurang mendapatkan pendidikan layak. 2
aspek ini dapat bekerja sama dan akan terbentuk simbiosis mutualisme, ketika
pelajar yang membutuhkan pengalaman bekerja kemudian bekerja sama dengan
anak-anak buruh atau anak-anak jalanan untuk saling belajar dan mendapatkan
manfaat, terutama dalam sektor ekonomi. Pelajar menerapkan konsep yang telah
dipelajari dengan memberikan edukasi berupa penerapan bisnis kepada anak-anak
buruh atau anak-anak jalanan yang perekonomiannya terhambat dan kurang
teredukasi.

2
ISI

BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat, jumlah pengangguran di Indonesia


sebelum pandemi COVID-19, terhitung sebelum Februari 2020 mencapai 6,88 juta
orang. Per Agustus 2020, BPS mencatat kembali pertumbuhan jumlah
pengangguran. Pengangguran bertambah 2,67 juta orang akibat adanya pandemi,
sehingga total pengangguran saat ini 9,77 juta orang. Selain itu, terdapat pula remaja
yang seharusnya bukan angkatan kerja karena bersekolah, tetapi dengan alasan
tertentu berhenti sekolah untuk mencari nafkah dan menjadi angkatan kerja.
Pengangguran akan semakin bertumbuh mengingat jumlah lapangan kerja yang
tidak memadai.

Revolusi industri 4.0 mengharuskan setiap individu memiliki kreativitas dan


inovasi. Pada era ini, sektor ekonomi kreatif akan semakin berkembang dan menjadi
tumpuan ekonomi baru. Pemerintah meluncurkan program ekonomi kreatif untuk
mengatasi jumlah lapangan kerja yang kurang mencukupi. Ekonomi kreatif sendiri
merupakan sebuah konsep di masa ekonomi baru yang mengoptimalkan kreativitas
serta informasi. Kualitas sumber daya manusia berupa ide dan pengetahuan dalam
kegiatan ekonomi menjadi faktor utama produksi. Berakar dari kondisi tersebut,
IBIS dapat menjadi program yang mampu untuk mengembangkan ekonomi kreatif.

IBIS merupakan singkatan dari Independent Business for Indonesian


Student, atau dalam bahasa Indonesia adalah Usaha Mandiri Siswa Indonesia.
Memiliki slogan “MATARIKI”, mengacu dari gugusan bintang Matariki yang
berasal dari kebudayaan Māori. Matariki memiliki arti refleksi, harapan, hubungan
manusia dengan lingkungan, kesehatan serta kesejahteraan umat manusia. Slogan
ini pula, dalam konteks program IBIS, merupakan akronim dari kata metanoia dan
meraki yang berasal dari bahasa Yunani. Metanoia berarti perjalanan untuk
perubahan hati, diri dan jalan hidup. Meraki berarti melakukan sesuatu hal dengan
sepenuh jiwa, hati, dan kreativitas. Slogan ini cocok untuk program IBIS karena
sesuai dengan situasi pandemi. Ketika pandemi, proses kehidupan tentu mengalami
perubahan, terkadang tidak sesuai dengan jalan pilihan awal. Perubahan ini baik
secara fisik (diri) maupun non fisik (hati, jiwa, dan pemikiran). Setiap individu
memerlukan adaptasi untuk menghadapi perubahan. Program ini menjadi salah satu

3
adaptasi yang nantinya akan mengembangkan jiwa, hati dan kreativitas pelajar
sebagai pelopor serta pengembangan kemampuan anak-anak yang menjadi peserta
program.

IBIS diikuti oleh pelajar dan anak-anak dari buruh ataupun anak jalanan
yang berada pada usia angkatan kerja (15-64 tahun). Pelajar akan disebut mentor
dan anak-anak buruh/jalanan akan disebut mentee. Mentor merupakan pemberi
pengarahan yang akan disampaikan kepada mentee sebagai penerima. Program ini
cenderung menyasar pada remaja yang kurang beruntung mendapatkan pendidikan
karena remaja masih memiliki masa depan yang panjang dan akan terus mengikuti
perkembangan zaman. Teknologi akan semakin digunakan mengingat era ini telah
memasuki era Revolusi Industri 4.0.

Mentor harus seorang pelajar yang sudah memiliki bisnis. Pelajar/mentor


sebagai agen pemberi informasi telah terlebih dahulu memulai program ini yang
diterapkan pada diri sendiri, yaitu berbisnis kecil-kecilan. Dengan demikian, mentor
memiliki pengalaman dan mengetahui permasalahan serta solusi yang dihadapi
ketika menjalankan program.

Pencarian target atau orang yang akan menjadi anggota IBIS akan dilakukan
secara konvensional. Mengingat program dimulai dalam skala kecil, akan lebih
mudah secara konvensional sehingga mengetahui bagaimana karakter orang
tersebut. Mentor berkeliling di sekitar tempat tinggal untuk mencari calon mentee
yang sekiranya kurang dalam hal finansial. Calon mentee yang menjadi target
kemudian diwawancarai dan ditawarkan untuk ikut program. Jaminan agar calon
mentee tersebut percaya adalah keberhasilan atas program yang diterapkan pada
mentor, sehingga calon mentee tersebut percaya bahwa dengan mengikuti program
ini, kesejahteraan terutama perekonomiannya akan meningkat secara perlahan.

Program ini dilaksanakan melalui rumah masing-masing untuk membatasi


pertemuan. Dengan menggunakan smartphone sebagai media pengajaran, pelajar
menyampaikan informasi, tata cara, proses, dan lain-lain. Pengguna smartphone di
Indonesia termasuk tinggi, yaitu lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah yang
cukup masif, dapat diambil kesimpulan, minimal 1 keluarga memiliki 1 buah

4
smartphone. Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa
mentee/calon mentee ada yang kurang mampu untuk mendapatkan alat komunikasi
tersebut. Solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan memberikan brosur atau
selebaran yang berisi tata cara pelaksanaan IBIS. Selain tata cara pelaksanaan,
selebaran tersebut juga dapat digunakan sebagai media pemantauan mentor
terhadap mentee. Mentee harus mengisi laporan kegiatan harian yang nantinya akan
dilaporkan setiap 2 minggu sekali.

Kegiatan utama yang diajarkan mentor kepada mentee adalah semua hal
yang telah dilakukan mentor sebagai uji coba usaha. Mentor mendapatkan modal
dari iuran tim mentor. Modal tersebut kemudian diolah menjadi usaha dan
menghasilkan keuntungan. 50% keuntungan dari usaha yang dilaksanakan mentor
serta donasi dari berbagai pihak yang memiliki kepedulian dalam
pengembangan/peningkatan kualitas hidup masyarakat akan diberikan kepada
mentee yang berkomitmen bekerja sebagai modal usaha. Materi yang diajarkan
mentor kepada mentee adalah:

a. Menentukan nama perusahaan yang mudah diingat, mengikuti


perkembangan zaman, dan dapat memberi sugesti pada calon pengguna
produk/customer.
b. Mendeskripsikan usaha (nama, visi, misi, dan konsep) serta produk yang
ditawarkan. Produk yang ditawarkan disesuaikan dengan kebutuhan pasar
sekitar tempat tinggal.
c. Menganalisis strategi pemasaran dengan menetukan target pasar, peluang,
dan mengikuti tren yang sedang berlangsung. Kemudian disertai dengan
menganalisis pesaing di pasar.

d. Mengeksekusi bisnis menggunakan online shop atau berjualan keliling dari


rumah ke rumah kemudian mengevaluasi program.

Pelaksanaannya dapat berupa live teaching via WhatsApp, Zoom, Google


Meet, dan aplikasi komunikasi lainnya. Selain itu dipadupadankan dengan tatap
muka dalam jangka waktu 1 bulan sekali untuk update perkembangan per bulan.
Setiap mentee, diberikan target mingguan yang kemudian di uji untuk mengetahui

5
seberapa memahaminya mentee tersebut. Ketika target berhasil dicapai, maka
mentee mulai ke tahap selanjutnya. Untuk proses eksekusi di mana mentee mulai
menjalankan bisnis, akan di evaluasi setiap harinya dalam bentuk laporan harian.
Laporan berisi jumlah terjual/tersisa/dana, dan lain-lain. Evaluasi ini digunakan
untuk menemukan masalah dan mencari solusi. Bagi mentee yang tidak memiliki
smartphone, laporan kegiatan pelaksanaan ditulis pada selebaran dan diberikan
setiap 2 minggu sekali.

KESIMPULAN

Program IBIS memiliki dampak positif bagi masyarakat, mengingat


banyaknya jumlah pengangguran. Terlebih lagi, dengan tingkat pendidikan
Indonesia yang rendah (terendah keenam di ASEAN), banyak remaja yang belum
mengenyam pendidikan yang mencukupi. Berkaca dengan kondisi ini, pelajar
sebagai pihak yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan baik
dasar, menengah, maupun tinggi diharapkan mampu memberikan dampak dengan
memberdayakan masyarakat menengah ke bawah. IBIS dapat menjadi sarana
pelajar untuk mengembangkan skill 4C yang berguna untuk revolusi industri
sekaligus memberi dampak positif dengan menyejahterakan masyarakat sekitar
lingkungan hidup pelajar.

Program ini diharapkan mampu memberikan stimulus pada masyarakat ke


bawah untuk memiliki semangat bisnis walaupun bergantung pada sektor informal.
Pelajar diharapkan mampu mendapat pengalaman dan pengembangan diri agar
memiliki 4C tersebut sehingga menjadi tenaga kerja yang unggul. Di mulai sejak
dini, pelajar mampu menerapkan ketika di jenjang pendidikan tinggi dan bekerja
nanti, sehingga untuk beradaptasi ke lingkungan baru nantinya tidak akan kesulitan.
Jika program berjalan lancar dan stabil, untuk pengembangannya dapat bekerja
sama dengan investor yang ingin berinvestasi di usaha kecil menengah, sehingga
tercipta ekonomi kreatif yang berkelanjutan.

6
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). (n.d.). “Rasio Ketergantungan”. sirusa.bps.go.ig.


Diunduh 11 Februari 2021, dari
https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/1154 pukul 12.00
Badan Pusat Statistik (BPS). 2020. “BERITA RESMI STATISTIK”. bps.go.id.
Diunduh 13 Februari 2021, dari
https://www.bps.go.id/website/materi_ind/materiBrsInd-
20201105120056.pdf pukul 14.25
Anonim. (n.d.). “MATARIKI: TAHUN BARU MĀORI”. 100% Pure New
Zealand. Diunduh 13 Februari 2021, dari
https://www.newzealand.com/id/matariki/ pukul 14.00
Rahmayani, I. 2015. “Indonesia Raksasa Teknologi Digital Asia”. kominfo.go.id.
Diunduh 12 Februari 2021, dari
https://kominfo.go.id/content/detail/6095/indonesia-raksasa-teknologi-
digital-
asia/0/sorotan_media#:~:text=Lembaga%20riset%20digital%20marketin
g%20Emarketer,Cina%2C%20India%2C%20dan%20Amerika pukul 13.00
Sugiarto, Eddy Cahyono. 13 November 2018. “Ekonomi Kreatif Masa Depan
Indonesia”. KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK
INDONESIA. Diunduh 19 Februari 2021, from
https://www.setneg.go.id/baca/index/ekonomi_kreatif_masa_depan_indon
esia#:~:text=Ekonomi%20kreatif%20dapat%20dikatakan%20sebagai,prod
uksi%20utama%20dalam%20kegiatan%20ekonominya pukul 16.46.
Gerintya, S. 2 Mei 2019. “Indeks Pendidikan Indonesia Rendah, Daya Saing pun
Lemah”. tirto.id. Diunduh 21 Februari 2021, dari https://tirto.id/indeks-
pendidikan-indonesia-rendah-daya-saing-pun-lemah-dnvR pukul 19.53

Anda mungkin juga menyukai