Anda di halaman 1dari 59

RENCANA PERUBAHAN PERMEN ESDM No 18/2018 DAN

KEPMENTAMBEN NO. 300K/38/M.PE/1997

Permen ESDM No. 18/2018 tentang Revisi Permen ESDM No. 18/2018
Pemeriksaan Keselamatan Instalasi dan Peralatan pada Kegiatan Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan Instalasi dan
Usaha Minyak dan Gas Bumi Peralatan pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi
BAB I BAB I
KETENTUAN UMUM KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon 1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon
yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa
fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau
dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses
tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan
berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari
berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak
2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dan gas bumi.
dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa 2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang
gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa
bumi. gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas
3. Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi adalah kegiatan yang bumi.
meliputi kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. 3. Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi adalah kegiatan yang
4. Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang meliputi kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir.
melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah 4. Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama. yang melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu
5. Pemegang Izin Usaha adalah Badan Usaha yang telah wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama.
memperoleh izin usaha sementara atau Izin Usaha pada 5. Pemegang Izin Usaha adalah Badan Usaha yang telah
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. memperoleh izin usaha sementara atau Izin Usaha pada
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.
6. Keselamatan Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut
Keselamatan Migas adalah keselamatan yang meliputi
keselamatan pekerja, keselamatan instalasi dan peralatan,
keselamatan lingkungan, dan keselamatan umum.
6. Instalasi Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut 7. Instalasi Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut
Instalasi adalah rangkaian peralatan yang terintegrasi dalam Instalasi adalah rangkaian peralatan yang terintegrasi dalam
suatu sistem untuk melaksanakan fungsi operasi pada Kegiatan suatu sistem untuk melaksanakan fungsi operasi pada
Usaha Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.
7. Penelaahan Desain adalah evaluasi secara sistematis dan 8. Penelaahan Desain adalah evaluasi secara sistematis dan
independen dari suatu rancangan desain Instalasi pada independen dari suatu rancangan desain Instalasi pada
Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.
8. Inspeksi Teknis, yang selanjutnya disebut Inspeksi, adalah 9. Inspeksi Teknis adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara
suatu kegiatan yang dilakukan secara langsung meliputi langsung meliputi pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fisik, dan pengujian dan pengujian peralatan dan/atau Instalasi mengacu pada
peralatan dan/atau Instalasi mengacu pada ketentuan ketentuan peraturan perundang-undangan, Standar, dan
peraturan perundang-undangan, Standar, dan kaidah kaidah keteknikan yang baik.
keteknikan yang baik.
9. Pemeriksaan Keselamatan adalah pemeriksaan teknis untuk 10. Pemeriksaan Keselamatan adalah inspeksi terhadap
pengawasan pelaksanaan Keselamatan Minyak dan Gas Bumi Keselamatan Migas dan keteknikan atas dipenuhinya
dan keteknikan pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi ketentuan peraturan perundang-undangan, Standar, dan
untuk memastikan dipenuhinya ketentuan peraturan kaidah keteknikan yang baik dan pengawasan dalam rangka
perundang-undangan, Standar, dan kaidah keteknikan yang pelaksanaan Inspeksi Teknis pada Kegiatan Usaha Minyak
baik. dan Gas Bumi
10. Analisis Risiko adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan 11. Analisis Risiko adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menganalisa potensi sebab dan kemungkinan akibat risiko menganalisa potensi sebab dan kemungkinan akibat risiko
secara kuantitatif, semi kuantitatif, dan kualitatif. secara kuantitatif, semi kuantitatif, dan kualitatif.
11. Standar adalah standar terkait Minyak dan Gas Bumi yang 12. Standar adalah standar terkait Minyak dan Gas Bumi yang
diakui oleh Menteri, meliputi antara lain standar Instalasi dan diakui oleh Menteri, meliputi antara lain standar Instalasi dan
peralatan, standar bahan bakar Minyak dan Gas Bumi, standar peralatan, standar bahan bakar Minyak dan Gas Bumi,
kompetensi pekerja Minyak dan Gas Bumi, termasuk tata cara standar kompetensi pekerja Minyak dan Gas Bumi, termasuk
dan metode uji keteknikan Minyak dan Gas Bumi, standar tata cara dan metode uji keteknikan Minyak dan Gas Bumi,
pelaksanaan Analisis Risiko, dan standar penilaian umur layan standar pelaksanaan Analisis Risiko, dan standar penilaian
Instalasi dan/atau peralatan. umur layan Instalasi dan/atau peralatan.
12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang mempunyai 13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang mempunyai
tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan
pengawasan kegiatan Minyak dan Gas Bumi. pengawasan kegiatan Minyak dan Gas Bumi.
13. Kepala Inspeksi Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya 14. Kepala Inspeksi Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya
disebut Kepala Inspeksi adalah pejabat yang secara ex officio disebut Kepala Inspeksi adalah pejabat yang secara ex officio
menduduki jabatan direktur yang mempunyai tugas menduduki jabatan direktur yang mempunyai tugas
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, Standar, prosedur, serta pemberian penyusunan norma, Standar, prosedur, serta pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi,
keteknikan, dan keselamatan pada Kegiatan Usaha Minyak dan keteknikan, dan keselamatan pada Kegiatan Usaha Minyak
Gas Bumi. dan Gas Bumi.
14. Inspektur Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut 15. Inspektur Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut
Inspektur Migas adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, Inspektur Migas adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan
pengawasan pelaksanaan keselamatan, pengawasan Inspeksi Teknis dan/atau Pemeriksaan Keselamatan,
penggunaan dan pengembangan potensi dalam negeri, pengawasan penggunaan dan pengembangan potensi dalam
Pemeriksaan Keselamatan, pengawasan pelaksanaan negeri, pengawasan pelaksanaan kegiatan operasional, dan
kegiatan operasional, dan penilaian penerapan sistem penilaian penerapan sistem manajemen keselamatan pada
manajemen keselamatan pada Kegiatan Usaha Minyak dan Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.
Gas Bumi. 16. Kepala Teknik Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya
15. Kepala Teknik Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut disebut Kepala Teknik adalah penanggung jawab
Kepala Teknik adalah penanggung jawab Keselamatan Minyak Keselamatan Migas pada Kontraktor atau Pemegang Izin
dan Gas Bumi pada Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha Usaha pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.
pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi. 17. Lembaga Enjiniring Independen, yang selanjutnya disebut
16. Lembaga Enjiniring Independen, yang selanjutnya disebut Lembaga Enjiniring adalah perusahaan enjiniring, institusi
Lembaga Enjiniring adalah perusahaan enjiniring, institusi akademis atau Badan Layanan Umum (BLU) yang memiliki
akademis atau Badan Layanan Umum (BLU) yang memiliki kompetensi dan kualifikasi dibidang enjiniring.
kompetensi dan kualifikasi dibidang enjiniring. 18. Perusahaan Inspeksi adalah badan usaha yang
17. Perusahaan Inspeksi adalah badan usaha yang melaksanakan melaksanakan kegiatan Inspeksi untuk keselamatan
kegiatan Inspeksi untuk keselamatan peralatan dan/atau peralatan dan/atau Instalasi pada Kegiatan Usaha Minyak dan
Instalasi pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi sesuai Gas Bumi sesuai dengan standar dan/atau peraturan
dengan standar dan/atau peraturan perundang-undangan. perundang-undangan.
18. Keselamatan Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut
Keselamatan Migas adalah keselamatan yang meliputi
keselamatan pekerja, keselamatan instalasi dan peralatan,
keselamatan lingkungan, dan keselamatan umum.
19. Instalasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum yang
selanjutnya disingkat Instalasi SPBU adalah instalasi 19. Instalasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum yang
penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) ke dalam tangki bahan selanjutnya disingkat Instalasi SPBU adalah instalasi
bakar kendaraan bermotor atau kemasan lain yang diizinkan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) ke dalam tangki
yang berada di darat. bahan bakar kendaraan bermotor atau kemasan lain yang
diizinkan yang berada di darat.
20. Instalasi Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi, yang
selanjutnya disebut Instalasi Pipa Penyalur, adalah rangkaian
peralatan yang terintegrasi dalam suatu sistem dengan
batasan sesuai Standar untuk melaksanakan fungsi operasi
penyaluran Minyak dan/atau Gas Bumi pada Kegiatan Usaha
Minyak dan Gas Bumi.
21. Hak Lintas Pipa (Right Of Way) adalah hak yang diperoleh
Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha untuk memanfaatkan
lahan di sekitar pipa dalam membangun, mengoperasikan
dan memelihara Instalasi Pipa Penyalur.
22. Daerah Terlarang adalah daerah dimana orang, kapal,
pesawat terbang dan lain-lain sejenisnya yang tidak
berkepentingan dilarang memasukinya, suatu daerah
terlarang lebarnya tidak melebihi 500 meter, dihitung dari
setiap titik terluar pada instalasi-instalasi, kapal kapal
dan/atau alat-alat lainnya di sekeliling instalasi-instalasi,
kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya yang terdapat di Landas
Kontinen dan/atau diatasnya.
23. Daerah Terbatas adalah daerah dimana kapal kapal pihak
ketiga yang tidak berkepentingan dilarang membuang atau
membongkar sauh. Suatu daerah terbatas lebarnya tidak
melebihi 1.250 meter terhitung dari titik-titik terluar dari daerah
terlarang atau dari titik terluar pada instalasi jika tidak terdapat
daerah terlarang, dimana kapal-kapal pihak ketiga dilarang
membuang atau membongkar sauh.
24. Persetujuan Layak Operasi merupakan pengakuan formal
bahwa Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha telah
melaksanakan Inspeksi Teknis yang mengacu pada peraturan
perundangan-undangan, Standar, dan kaidah keteknikan
yang baik.

Pasal 2 Pasal 2
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini mengatur mengenai Ruang lingkup pengaturan dalam peraturan Menteri ini meliputi:
Penelaahan Desain, Inspeksi dan Pemeriksaan Keselamatan a. Kepala Teknik;
untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan kehandalan operasi b. Penelahaan Desain;
minyak dan gas bumi. c. Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan;
d. Instalasi SPBU;
e. Instalasi Pipa Penyalur;
f. Analisis Risiko;
g. Perpanjangan sisa umur layan;
h. Daerah Terbatas Terlarang; dan
i. Sanksi.

Pasal 3 Pasal 3
(1) Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha wajib menjamin (1) Kontraktor dan Pemegang Izin Usaha wajib menjamin
keselamatan Instalasi dan peralatan pada kegiatan usaha keselamatan Instalasi dan peralatan pada kegiatan usaha
minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, Standar, dan kaidah keteknikan yang perundang-undangan, Standar, dan kaidah keteknikan yang
baik. baik.
(2) Jaminan keselamatan Instalasi dan peralatan sebagaimana (2) Jaminan keselamatan Instalasi dan peralatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi: dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembuatan desain Instalasi dan peralatan; dan a. pembuatan desain Instalasi dan peralatan; dan
b. pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pengujian, b. pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pengujian,
pemeriksaan, dan pelaksanaan tera terhadap Instalasi dan pemeriksaan, dan pelaksanaan tera terhadap Instalasi dan
peralatan. peralatan.
(3) Untuk menjamin keselamatan Instalasi dan peralatan pada saat
pengoperasian dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud ayat
(2) huruf b, wajib memiliki prosedur paling sedikit berisikan:
a. pengoperasian dalam kondisi normal, perbaikan dan
darurat;
b. pengawasan jalur Instalasi Pipa Penyalur khusus untuk
Instalasi Pipa Penyalur;
c. pencegahan kerusakan;
d. pemeliharaan dalam kondisi operasi, stop operasi
permanen atau sementara;
e. inspeksi berkala dalam operasi; dan
f. tanggap darurat.

Pasal 4 Pasal 4
Untuk menjamin keselamatan Instalasi dan peralatan sebagaimana Untuk menjamin keselamatan Instalasi dan peralatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Kontraktor atau Pemegang Izin dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Kontraktor atau Pemegang Izin
Usaha wajib menunjuk Kepala Teknik. Usaha wajib menunjuk Kepala Teknik.
BAB II BAB II
PENELAAHAN DESAIN PENELAAHAN DESAIN
Pasal 5 Pasal 5
(1) Kepala Teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib (1) Kepala Teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib
melakukan Penelaahan Desain terhadap setiap Instalasi yang melakukan Penelaahan Desain terhadap setiap Instalasi yang
digunakan dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi digunakan dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi
sebelum dilaksanakannya pembangunan Instalasi untuk sebelum dilaksanakannya pembangunan Instalasi atau
menjamin keselamatan Instalasi dan peralatan sebagaimana perubahan terhadap Instalasi untuk menjamin keselamatan
dimaksud dalam Pasal 3 . Instalasi dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 .
(2) Penelaahan Desain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Penelaahan Desain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling sedikit terhadap: dilakukan paling sedikit terhadap:
a. kesesuaian penggunaan Standar; a. kesesuaian penggunaan Standar;
b. manajemen risiko; b. manajemen risiko;
c. dokumen lingkungan; c. dokumen lingkungan;
d. spesifikasi teknis; d. spesifikasi teknis;
e. penerapan kaidah keteknikan yang baik; dan e. penerapan kaidah keteknikan yang baik; dan
f. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, kemampuan f. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, kemampuan
rekayasa, dan rancang bangun dalam negeri. rekayasa, dan rancang bangun dalam negeri.
(3) Pelaksana Penelaahan Desain paling sedikit memenuhi
persyaratan:
a. tenaga ahli yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang
sesuai dengan bidang pekerjaannya sebagaimana diatur
dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia;
b. memiliki sistem manajemen mutu yang tersertifikasi oleh
lembaga akreditasi; dan
c. menggunakan perangkat lunak yang berlisensi.
(4) Dalam hal Kepala Teknik tidak dapat melakukan Penelaahan
(3) Dalam hal Kepala Teknik tidak dapat melakukan Penelaahan Desain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan
Desain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Penelaahan Desain dapat dibantu oleh Lembaga Enjiniring.
Penelaahan Desain dapat dibantu oleh Lembaga Enjiniring. (5) Lembaga Enjiniring sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
(4) Lembaga Enjiniring sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut: dalam ayat (3).
a. tenaga ahli yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang (6) Untuk Lembaga Enjiniring yang berbentuk perusahaan
sesuai; enjiniring dan institusi akademis wajib memenuhi persyaratan
b. memiliki sistem manajemen mutu yang tersertifikasi oleh sebagai berikut:
lembaga akreditasi; a. perusahaan enjiniring wajib berbadan hukum Indonesia;
c. Lembaga Enjiniring yang merupakan perusahaan enjiniring, dan
wajib berbadan hukum Indonesia;dan b. institusi akademis wajib berbadan hukum Indonesia dan
Lembaga Enjiniring yang merupakan institusi akademis, memiliki akreditasi A.
wajib berbadan hukum Indonesia dan memiliki akreditasi A.

(5) Perusahaan enjiniring sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


huruf c harus memiliki Surat Kemampuan Usaha Penunjang (7) Perusahaan enjiniring sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
Migas minimal dengan kategori bintang dua (**) sebagai huruf a harus memiliki Surat Kemampuan Usaha Penunjang
perusahaan enjiniring dari Direktur Jenderal. Migas minimal dengan kategori bintang dua (**) sebagai
perusahaan enjiniring dari Direktur Jenderal.
(6) Pelaksana Penelaahan Desain bukan merupakan pembuat (8) Kepala Teknik atau Lembaga Enjiniring yang membuat desain
desain. tidak dapat bertindak sebagai pelaksana Penelaahan Desain.
(9) Kepala Teknik dan/atau Lembaga Enjiniring sebagaimana
(7) Kepala Teknik dan/atau Lembaga Enjiniring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) menerbitkan keterangan
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) menerbitkan hasil hasil Penelaahan Desain.
Penelaahan Desain. (10) Keterangan hasil Penelaahan Desain sebagaimana dimaksud
(8) Hasil Penelaahan Desain sebagaimana dimaksud pada ayat (7) pada ayat (9) paling sedikit memuat:
paling sedikit memuat: a. nama pengguna dan pemilik Instalasi;
b. nama dan jenis Instalasi;
c. daftar Standar sesuai dengan lingkup Instalasi;
a. daftar Standar sesuai dengan lingkup Instalasi; d. parameter operasi dan filosofi desain;
b. analisa dan mitigasi risiko; e. daftar dan spesifikasi peralatan yang terdapat dalam
c. parameter operasi dan filosofi desain; Instalasi;
f. program mitigasi risiko;
g. sistem proteksi keselamatan;
d. sistem proteksi keselamatan; h. sistem pengelolaan dan pemantauan lingkungan, termasuk
pembakaran gas suar bakar dan fasilitas penurunan emisi
gas rumah kaca apabila ada;
i. teknologi yang digunakan;
j. rincian komitmen Tingkat Komponen Dalam Negeri;
e. teknologi yang digunakan; k. persetujuan lingkungan terhadap Analisis Mengenai
f. rincian komitmen Tingkat Komponen Dalam Negeri; Dampak Lingkungan Hidup atau Upaya Pengelolaan
g. izin lingkungan dan/atau Upaya Pengelolaan Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan atau Surat
Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan atau Analisis Penyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; dan l. umur layan desain Instalasi.
(11) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
h. umur layan desain Instalasi. perubahan terhadap:
a. kapasitas sebesar 10 persen (sepuluh per seratus) dari
desain awal;
b. penggunaan material; dan/atau
c. fungsi proses.
(12) Kepala Teknik menyampaikan laporan Penelaahan Desain dan
keterangan hasil Penelaahan Desain sebagaimana dimaksud
pada ayat (9) kepada Kepala Inspeksi sebelum
dilaksanakannya tahapan pembangunan Instalasi atau
perubahan terhadap Instalasi.
BAB III BAB III
INSPEKSI DAN PEMERIKSAAN KESELAMATAN INSPEKSI TEKNIS DAN PEMERIKSAAN KESELAMATAN
Pasal 6 Pasal 6
(1) Untuk menjamin keselamatan Instalasi dan peralatan (1) Untuk menjamin keselamatan Instalasi dan peralatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, setiap Instalasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, setiap Instalasi dan/atau
dan/atau peralatan yang digunakan dalam Kegiatan Usaha peralatan yang digunakan dalam Kegiatan Usaha Minyak dan
Minyak dan Gas Bumi wajib dilakukan: Gas Bumi wajib dilakukan:
a. Inspeksi; dan/atau a. Inspeksi Teknis; dan
b. Pemeriksaan Keselamatan. b. Pemeriksaan Keselamatan.
(2) Instalasi yang wajib dilakukan Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan
Keselamatan pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan pada:
a. Kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi;
b. Kegiatan pengolahan;
c. Kegiatan pengangkutan;
d. Kegiatan penyimpanan dan niaga; dan
e. Kegiatan penunjang yang digunakan dalam Kegiatan
Usaha Minyak dan Gas Bumi.
(3) Jenis peralatan yang wajib dilakukan Inspeksi Teknis dan
(2) Jenis peralatan yang wajib dilakukan Inspeksi dan Pemeriksaan Pemeriksaan Keselamatan pada Kegiatan Usaha Minyak dan
Keselamatan pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. alat pengaman yang digunakan untuk melindungi peralatan
a. alat pengaman yang digunakan untuk melindungi peralatan; dan/atau Instalasi;
b. bejana dengan tekanan desain di atas atau di bawah tekanan b. bejana dengan tekanan desain di atas atau di bawah
atmosferik dan berukuran sama dengan atau lebih dari tekanan atmosferik dan berukuran sama dengan atau lebih
Nominal Pipe Size 6; dari Nominal Pipe Size 6;
c. tangki penimbun dengan tekanan atmosferik yang digunakan c. tangki penimbun dengan tekanan atmosferik yang
untuk menyimpan Minyak dan/atau Gas Bumi; digunakan untuk menyimpan fluida dimana terdapat
kandungan hidrokarbon dan/atau fluida lainnya yang
digunakan dalam proses minyak dan gas bumi;
d. pesawat angkat yang digunakan untuk mengangkat barang d. pesawat angkat yang digunakan untuk mengangkat barang
atau orang; atau orang;
e. peralatan putar yaitu pompa atau kompresor yang digunakan
untuk mengalirkan Minyak Bumi dan Gas Bumi; dan e. peralatan putar yaitu pompa atau kompresor yang
digunakan untuk mengalirkan fluida dimana terdapat
kandungan hidrokarbon dan/atau fluida lainnya yang
f. peralatan yang membangkitkan, mendistribusikan, dan digunakan dalam proses minyak dan gas bumi; dan
mengendalikan sistem tenaga listrik meliputi power f. peralatan yang membangkitkan, mendistribusikan, dan
generator, power transformer dan panel distribusi. mengendalikan sistem tenaga listrik meliputi power
(3) Selain peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), generator, power transformer dan panel distribusi.
Inspeksi dan Pemeriksaan Keselamatan dilakukan terhadap: (4) Selain peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Inspeksi
a. bangunan struktur di perairan yang digunakan pada Kegiatan Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan dilakukan terhadap:
Usaha Minyak dan Gas Bumi; dan a. bangunan struktur di perairan yang digunakan pada
b. sistem alat ukur serah terima yang digunakan pada Kegiatan Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi; dan
Usaha Minyak dan Gas Bumi. b. sistem alat ukur serah terima yang digunakan pada
Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.

Pasal 7 Pasal 7
(1) Inspeksi terhadap Instalasi dan/atau peralatan sebagaimana (1) Inspeksi Teknis terhadap Instalasi dan/atau peralatan
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilakukan oleh Kepala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilakukan
Teknik. oleh Kepala Teknik.
(2) Kepala Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Kepala Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab membuat rencana Inspeksi dan disepakati bertanggung jawab membuat rencana inspeksi dan disepakati
oleh pihak yang terkait sebelum dilaksanakan Inspeksi. oleh pihak yang terkait sebelum dilaksanakan Inspeksi Teknis.
(3) Dalam melakukan Inspeksi sebagaimana dimaksud pada Pasal (3) Dalam melakukan Inspeksi Teknis sebagaimana dimaksud pada
6 ayat (1) huruf a, Kepala Teknik dapat dibantu oleh Pasal 6 ayat (1) huruf a, Kepala Teknik dapat dibantu oleh
Perusahaan Inspeksi. Perusahaan Inspeksi.

Pasal 8 Pasal 8
(1) Pelaksanaan Inspeksi terhadap Instalasi oleh Kepala Teknik (1) Pelaksanaan Inspeksi Teknis terhadap Instalasi oleh Kepala
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat dilakukan Teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat
apabila paling sedikit telah memiliki: dilakukan apabila paling sedikit telah memiliki:
a. sistem manajemen keselamatan yang telah diterapkan dan a. sistem manajemen keselamatan yang telah diterapkan dan
diaudit; diaudit;
b. sertifikat dan/atau hasil kesesuaian sebagai lembaga b. sertifikat dan/atau hasil kesesuaian sebagai lembaga
inspeksi tipe B sesuai SNI ISO/IEC 17020 dari lembaga inspeksi tipe B sesuai SNI ISO/IEC 17020 dari lembaga
yang terakreditasi; yang terakreditasi;
c. tenaga ahli pelaksana Inspeksi yang memiliki kompetensi c. tenaga ahli pelaksana Inspeksi Teknis yang memiliki
dan kualifikasi sesuai dengan bidangnya; kompetensi dan kualifikasi sesuai dengan bidangnya;
d. prosedur Inspeksi secara rinci terhadap Instalasi; dan d. prosedur inspeksi secara rinci terhadap Instalasi; dan
e. peralatan Inspeksi yang dibutuhkan. e. peralatan inspeksi yang dibutuhkan.
(2) Pelaksanaan Inspeksi terhadap peralatan oleh Kepala Teknik (2) Pelaksanaan Inspeksi Teknis terhadap peralatan oleh Kepala
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat dilakukan Teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat
apabila paling sedikit telah memiliki: dilakukan apabila paling sedikit telah memiliki:
a. sistem manajemen mutu yang telah tersertifikasi oleh a. sistem manajemen mutu yang telah tersertifikasi oleh
lembaga yang terakreditasi; lembaga yang terakreditasi;
b. tenaga ahli pelaksana Inspeksi yang memiliki kompetensi b. tenaga ahli pelaksana Inspeksi Teknis yang memiliki
dan kualifikasi sesuai dengan bidangnya; kompetensi dan kualifikasi sesuai dengan bidangnya;
c. prosedur Inspeksi secara rinci sesuai dengan jenis c. prosedur inspeksi secara rinci sesuai dengan jenis
peralatan; dan peralatan; dan
d. peralatan Inspeksi yang dibutuhkan. d. peralatan inspeksi yang dibutuhkan.
(3) Dalam hal Kepala Teknik tidak dapat memenuhi persyaratan (3) Dalam hal Kepala Teknik tidak dapat memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
pelaksanaan Inspeksi harus dibantu oleh Perusahaan Inspeksi. pelaksanaan Inspeksi Teknis harus dibantu oleh Perusahaan
Inspeksi.
Pasal 9 Pasal 9
Perusahaan Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Perusahaan Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
(3) harus mendapatkanSurat Kemampuan Usaha Penunjang ayat (3) harus mendapatkan surat pengesahan Perusahaan
Minyak dan Gas Bumi minimal dengan kategori bintang tiga (***) Inspeksi sesuai dengan bidang inspeksi dari Direktur Jenderal.
sebagai Perusahaan Inspeksi dari Direktur Jenderal. (2) Untuk pemberian surat pengesahan Perusahaan Inspeksi harus
memenuhi persyaratan:
a. tidak berpihak/independen;
b. administrasi perusahaan;
c. teknis;
d. kualitas inspeksi; dan
e. tenaga ahli pelaksana lnspeksi Teknis
(3) Tenaga ahli pelaksana lnspeksi Teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf e harus memenuhi:
a. sekurang-kurangnya 2 (dua) tenaga ahli pelaksana lnspeksi
Teknis yang berkompeten dan/atau berkualifikasi untuk
setiap bidang inspeksi; dan
b. paling banyak sebagai tenaga ahli pada 2 (dua) bidang
inspeksi untuk setiap tenaga ahli pelaksana lnspeksi Teknis.
(4) Perusahaan Inspeksi yang melaksanakan Inspeksi Teknis
sebagaimana Pasal 8 ayat (3) wajib dilakukan oleh tenaga ahli
sebagaimana dimaksud ayat (3) dan memenuhi ketentuan
persyaratan teknis.
(5) Surat pengesahan Perusahaan Inspeksi sebagaimana
dimaksud ayat (1) berlaku sepanjang semua persyaratan
sebagaimana ayat (2) valid dan dapat ditinjau kembali sewaktu-
waktu.
(6) Perusahaan Inspeksi yang telah mendapatkan surat
pengesahan Perusahaan Inspeksi wajib melaporkan:
a. beban kerja setiap 6 (enam) bulan; dan
b. Sewaktu-waktu apabila terdapat perubahan tenaga ahli
pelaksana lnspeksi Teknis.
(7) Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dapat melaksanakan
pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) secara berkala atau sewaktu waktu
apabila dibutuhkan.
(8) Persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan tata laksana
pengesahan Perusahaan Inspeksi serta pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal.

Pasal 10 Pasal 10
(1) Kepala Teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) (1) Dalam hal pelaksanaan Inspeksi Teknis dilaksanakan oleh
mengeluarkan keterangan hasil Inspeksi. Kepala Teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1),
Kepala Teknik mengeluarkan keterangan hasil Inspeksi Teknis.
(2) Dalam hal pelaksanaan Inspeksi dibantu oleh Perusahaan (2) Dalam hal pelaksanaan Inspeksi Teknis dibantu oleh
Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Perusahaan Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
Perusahaan Inspeksi menerbitkan sertifikat Inspeksi untuk ayat (3), Perusahaan Inspeksi menerbitkan sertifikat Inspeksi
menggantikan keterangan hasil Inspeksi sebagaimana Teknis untuk menggantikan keterangan hasil Inspeksi Teknis
dimaksud pada ayat (1). sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal hasil Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (3) Keterangan hasil Inspeksi Teknis atau sertifikat Inspeksi Teknis
dan ayat (2) menyatakan bahwa Instalasi dan/atau peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib
tidak layak untuk dioperasikan, Kepala Teknik melaporkan disampaikan oleh Kepala Teknik kepada Kepala Inspeksi
kepada Kepala Inspeksi. paling lama 60 hari kalender setelah pelaksanaan Inspeksi
Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan.
(4) Keterangan hasil Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) (4) Keterangan hasil Inspeksi Teknis atau sertifikat Inspeksi Teknis
paling sedikit memuat: sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling
sedikit memuat:
(a) nama pengguna dan pemilik Instalasi atau peralatan; a. nama pengguna dan pemilik Instalasi dan/atau peralatan;
(b) jenis Instalasi atau peralatan; b. jenis Instalasi atau peralatan;
c. daftar peralatan, khusus untuk Instalasi;
(c) data desain dan operasi; d. nama Instalasi, khusus untuk peralatan;
e. data desain dan operasi;
(d) umur layan desain; f. tahun pembuatan dan penggunaan;
(e) peralatan pengaman; g. umur layan desain peralatan dan/atau Instalasi;
(f) kesimpulan hasil Inspeksi; h. peralatan pengaman;
i. kesimpulan hasil Inspeksi Teknis;
j. tanggal pelaksanaan Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan
(g) masa berlaku; dan Keselamatan;
(h) akurasi sistem alat ukur serah terima, apabila ada. k. masa berlaku; dan
l. akurasi sistem alat ukur serah terima, apabila ada.
(5) Apabila kesimpulan hasil Inspeksi Teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf h dinyatakan tidak layak, Kepala
Teknik wajib menyusun rencana tindak lanjut.
(6) Keterangan hasil Inspeksi Teknis atau sertifikat Inspeksi Teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf j memiliki masa
berlaku sebagai berikut:
a. Maksimal 4 (empat) tahun apabila Inspeksi Teknis
peralatan dan/atau Instalasi dilakukan secara berkala
berdasarkan jangka waktu tertentu; atau
b. Berdasarkan hasil Analisis Risiko apabila Inspeksi Teknis
peralatan dan/atau Instalasi dilakukan secara berkala
berdasarkan Hasil Analisis Risiko.
Pasal 11 Pasal 11
(1) Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana dimaksud dalam (1) Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Inspektur Migas atau Pasal 6 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Inspektur Migas atau
pejabat yang memiliki kualifikasi sesuai bidangnya yang pejabat yang memiliki kualifikasi sesuai bidangnya yang
ditugaskan oleh Kepala Inspeksi. ditugaskan oleh Kepala Inspeksi.
(2) Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana pada ayat (1) dapat (2) Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana pada ayat (1)
dilakukan pada saat: dilakukan pada saat:
a. akan dipasang atau dibangun; a. akan dipasang atau dibangun;
b. sedang dipasang atau dibangun; b. sedang dibuat, dipasang atau dibangun;
c. telah dipasang atau dibangun; c. telah dibuat, dipasang atau dibangun;
d. telah beroperasi; dan/atau d. telah beroperasi; dan/atau
e. sewaktu-waktuapabila dianggap perlu. e. sewaktu-waktu apabila dianggap perlu.
(3) Terhadap pengujian unjuk kerja (performance test) wajib
dilakukan Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan.
(4) Inspektur Migas atau pejabat sebagaimana dimaksud pada
(3) Inspektur Migas atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat ayat (1) wajib menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan
(1) wajib menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan Keselamatan kepada Kepala Inspeksi.
Keselamatan kepada Kepala Inspeksi (5) Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dapat dilakukan secara berkala berdasarkan:
(2) huruf d dapat dilakukan secara berkala berdasarkan: a. jangka waktu tertentu; atau
a. jangka waktu tertentu; atau b. hasil Analisis Risiko.
b. hasil Analisis Risiko.

Pasal 12 Pasal 12
(1) Kepala Teknik wajib menyampaikan permohonan pelaksanaan (1) Kepala Teknik wajib menyampaikan permohonan pelaksanaan
Pemeriksaan Keselamatan secara tertulis kepada Kepala Pemeriksaan Keselamatan secara tertulis kepada Kepala
Inspeksi. Inspeksi.
(2) Permohonan pelaksanaan Pemeriksaan Keselamatan (2) Permohonan pelaksanaan Pemeriksaan Keselamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam
jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sebelum jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sebelum
dilaksanakan Inspeksi dan Pemeriksaan Keselamatan. dilaksanakan Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan dengan melampirkan rencana Inspeksi disampaikan dengan melampirkan rencana inspeksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) secara tertulis
kepada Kepala Inspeksi dengan melampirkan: kepada Kepala Inspeksi dengan melampirkan:
a. hasil penelaahan desain; a. hasil penelaahan desain;
b. prosedur dan kualifikasi tenaga ahli untuk mekanisme
penyambungan material;
b. hasil Analisis Risiko bila menggunakan metode c. hasil Analisis Risiko bila menggunakan Inspeksi Teknis
Pemeriksaan Keselamatan berdasarkan hasil Analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6) huruf b dan
Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana dimaksud dalam
huruf b; Pasal 11 ayat (5) huruf b.
c. hasil penilaian perpanjangan umur layan untuk peralatan d. hasil penilaian perpanjangan umur layan untuk peralatan
yang telah melewati batas umur layan desain; dan/atau Instalasi yang telah melewati batas umur layan
d. daftar Instalasi dan/atau peralatan; desain;
e. lokasi pembuatan/pemasangan Instalasi dan/atau e. daftar Instalasi dan/atau peralatan;
peralatan; f. lokasi pembuatan/pemasangan Instalasi dan/atau
f. jadwal Inspeksi; peralatan;
g. jadwal inspeksi;
h. surat pengesahan Perusahaan Inspeksi apabila Inspeksi
g. daftar tenaga ahli pelaksana Inspeksi; dan dibantu oleh Perusahaan Inspeksi;
h. daftar prosedur dan peralatan Inspeksi. i. daftar tenaga ahli pelaksana Inspeksi Teknis; dan
j. daftar prosedur dan peralatan inspeksi.
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan rencana Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Kepala Inspeksi melaksanakan Pemeriksaan Keselamatan. (1) dan rencana inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Kepala Inspeksi melaksanakan Pemeriksaan Keselamatan.

Pasal 13 Pasal 13
(1) Kepala Teknik mengajukan permohonan penerbitan (1) Kepala Teknik mengajukan permohonan penerbitan
Persetujuan Layak Operasi setelah dilaksanakan Inspeksi dan Persetujuan Layak Operasi setelah dilaksanakan Inspeksi
Pemeriksaan Keselamatan kepada Kepala Inspeksi dengan Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan Instalasi kepada Kepala
melampirkan paling sedikit: Inspeksi dengan melampirkan paling sedikit:
a. keterangan hasil Penelahaan Disain;
b. keterangan hasil Analisis Risiko untuk Instalasi dan/atau
peralatan yang dilakukan Analisis Risiko;
c. sertifikat RLA untuk Instalasi dan/atau peralatan yang
dilakukan penilaian perpanjangan umur layan;
d. keterangan hasil Inspeksi Teknis atau sertifikat Inspeksi
a. keterangan hasil Inspeksi atau sertifikat Inspeksi atas Teknis atas peralatan;
peralatan; dan e. keterangan hasil Inspeksi Teknis atau sertifikat Inspeksi
b. keterangan hasil Inspeksi atau sertifikat Inspeksi atas Teknis atas Instalasi; dan
Instalasi. f. penetapan Daerah Terbatas Terlarang khusus untuk
Instalasi yang berada di perairan.
(2) Terhadap Instalasi yang digunakan untuk pemboran,
keterangan hasil Penelahaan Disain sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf a dapat digantikan dengan Manufacturing Data
Record (MDR) yang dikeluarkan oleh Manufaktur.
(3) Terhadap Instalasi yang akan diajukan untuk mendapatkan
Persetujuan Layak Operasi, dapat merupakan Instalasi yang
berdiri sendiri atau gabungan dari Instalasi lainnya yang sejenis.
(4) Berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan penerbitan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan hasil
Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (4), Kepala Inspeksi menerbitkan Persetujuan
(2) Berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan penerbitan Layak Operasi atau menolak permohonan penerbitan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan hasil
Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Persetujuan Layak Operasi dalam jangka waktu paling lama 10
Pasal 11 ayat (3), Kepala Inspeksi menerbitkan Persetujuan (sepuluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.
Layak Operasi atau menolak permohonan penerbitan
Persetujuan Layak Operasi dalam jangka waktu paling lama 10
(sepuluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
pengakuan formal bahwa kontraktor atau Pemegang Izin Usaha
telah melaksanaan Inspeksi yang mengacu pada peraturan
perundangan-undangan, Standar, dan kaidah keteknikan yang
baik.

Pasal 14 Pasal 14
(1) Terhadap Instalasi yang dilakukan Pemeriksaan Keselamatan (1) Terhadap Instalasi yang dilakukan Pemeriksaan Keselamatan
secara berkala berdasarkan jangka waktu tertentu secara berkala berdasarkan jangka waktu tertentu sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf a, dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf a, memiliki masa
memiliki masa berlaku Persetujuan Layak Operasi paling lama berlaku Persetujuan Layak Operasi paling lama 4 (empat) tahun.
4 (empat) tahun.
(2) Terhadap Instalasi yang dilakukan Pemeriksaan Keselamatan
berdasarkan hasil Analisis Risiko sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (5) huruf b, memiliki masa berlaku Persetujuan
Layak Operasi berdasarkan hasil Analisis Risiko selama sisa
umur layan (remaining life) masih terpenuhi
(2) Terhadap Instalasi yang memiliki sisa umur layan (remaining (3) Terhadap Instalasi yang memiliki sisa umur layan (remaining life)
life) kurang dari 4 (empat) tahun, masa berlaku Persetujuan kurang dari 4 (empat) tahun, masa berlaku Persetujuan Layak
Layak Operasi adalah ½ (satu per dua) dari sisa umur layan Operasi adalah ½ (satu per dua) dari sisa umur layan (remaining
(remaining life). life).
(3) Terhadap Instalasi yang dilakukan Pemeriksaan Keselamatan
berdasarkan hasil Analisis Risiko sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b, memiliki masa berlaku
Persetujuan Layak Operasi berdasarkan hasil Analisis Risiko
selama sisa umur layan (remaining life) masih terpenuhi.

Pasal 15
Untuk keperluan dokumentasi data peralatan pada Kegiatan Usaha
Minyak Dan Gas Bumi dan penerbitan Persetujuan Layak Operasi,
Kepala Teknik atau Perusahaan Inspeksi wajib menyampaikan
kepada Kepala Inspeksi antara lain:
a. berita acara hasil Inspeksi;
b. laporan hasil Inspeksi; dan
c. keterangan hasil Inspeksi atau sertifikat Inspeksi.
Pasal 16 Pasal 15
(1) Pelaksanaan Inspeksi dan Pemeriksaan Keselamatan terhadap (1) Pelaksanaan Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan
Instalasi dan/atau peralatan sebagaimana dimaksud dalam terhadap Instalasi dan/atau peralatan sebagaimana dimaksud
Pasal 6 ayat (1) mengacu pada ketentuan peraturan dalam Pasal 6 ayat (1) mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan dan Standar. perundang-undangan dan Standar.
(2) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh (2) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri. Menteri.
(3) Terhadap ketidaksesuaian dalam pelaksanaan Inspeksi Teknis
dan Pemeriksaan Keselamatan pada Instalasi dan/atau
peralatan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri ini
wajib dilakukan Analisis Risiko.
Pasal 17 Pasal 16
Instalasi dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat Instalasi dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) dapat dioperasikan selama dalam batas umur layan desain. (1) dapat dioperasikan selama dalam batas umur layan desain.

BAB IV BAB IV
INSPEKSI DAN PEMERIKSAAN KESELAMATAN INSTALASI SPBU
INSTALASI SPBU
Pasal 18 Pasal 17
(1) Pemegang Izin Usaha untuk kegiatan niaga umum bahan bakar (1) Pemegang Izin Usaha untuk kegiatan niaga umum bahan bakar
minyak wajib menjamin keselamatan dan keteknikan Instalasi minyak wajib menjamin keselamatan dan keteknikan Instalasi
dengan melakukan Inspeksi terhadap Instalasi SPBU termasuk dengan melakukan Inspeksi Teknis terhadap Instalasi SPBU
yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh penyalurnya. termasuk yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh penyalurnya.
(2) Persetujuan Layak Operasi sebagaimana dimaksud dalam (2) Persetujuan Layak Operasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 tidak diwajibkan untuk Instalasi SPBU. Pasal 13 tidak diwajibkan untuk Instalasi SPBU.
(3) Pelaksanaan Inspeksiterhadap Instalasi SPBU sebagaimana (3) Pelaksanaan Inspeksi Teknis terhadap Instalasi SPBU
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala
apabilatelah memiliki tenaga ahli pelaksana Inspeksi yang Teknik apabila telah memiliki tenaga ahli pelaksana Inspeksi
berkualifikasi dan berkompeten. yang berkualifikasi dan berkompeten.
(4) Dalam hal Pemegang Izin Usaha untuk kegiatan niagaumum (4) Dalam hal Kepala Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Bahan Bakar Minyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki tenaga ahli pelaksana Inspeksi, pelaksanaan
tidak memiliki tenaga ahli pelaksana Inspeksi, pelaksanaan Inspeksi dilakukan oleh Perusahaan Inspeksi sebagaimana
Inspeksi dilakukan oleh Perusahaan Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).
(5) Kepala Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
bertanggung jawab membuat rencana inspeksi dan disepakati
oleh pihak yang terkait sebelum dilaksanakan Inspeksi Teknis.
(6) Berdasarkan hasil Inspeksi Teknis sebagaimana dimaksud
(5) Berdasarkan hasil Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat pada ayat (3) dan ayat (4) Kepala Teknik mengeluarkan
(3) dan ayat (4) Kepala Teknik mengeluarkan keterangan hasil keterangan hasil Inspeksi Teknis atau Perusahaan Inspeksi
Inspeksi atau Perusahaan Inspeksi mengeluarkan sertifikat mengeluarkan sertifikat Inspeksi Teknis.
Inspeksi.
(6) Untuk keperluan dokumentasi data peralatan pada Kegiatan
Usaha Minyak dan Gas Bumi, Kepala Teknik atau Perusahaan
Inspeksi wajib menyampaikan keterangan hasil Inspeksi atau
sertifikat Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada
Kepala Inspeksi.
(7) Keterangan hasil Inspeksi atau Sertifikat Inspeksi sebagaimana (7) Keterangan hasil Inspeksi Teknis atau Sertifikat Inspeksi Teknis
dimaksud pada ayat (5) paling sedikit memuat: sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit memuat:
a. nama pengguna dan pemilik; a. nama pengguna dan/atau pemilik Instalasi;
b. data desain dan operasi; b. tipe Instalasi;
c. kesimpulan hasil Inspeksi; dan c. lokasi;
d. masa berlaku. d. kapasitas dan jenis produk;
e. data desain dan operasi;
f. tahun pembuatan dan penggunaan;
g. umur layan desain;
h. data peralatan;
i. jumlah dispenser;
j. peralatan pengaman;
k. tanggal pelaksanaan Inspeksi Teknis dan/atau Pemeriksaan
Keselamatan;
l. kesimpulan hasil Inspeksi Teknis; dan
m. masa berlaku.
(8) Keterangan hasil Inspeksi Teknis atau sertifikat Inspeksi Teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib disampaikan oleh
Kepala Teknik kepada Kepala Inspeksi paling lama 60 hari
kalender setelah pelaksanaan Inspeksi dan/atau Pemeriksaan
Keselamatan.
(9) Dalam hal diperlukan, Kepala Inspeksi dapat melakukan
(8) Dalam hal diperlukan, Kepala Inspeksi dapat melakukan Pemeriksaan Keselamatan dan keteknikan terhadap Instalasi
pemeriksaan keselamatan dan keteknikan terhadap Instalasi SPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
SPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 19 Pasal 18
(1) Pelaksanaan desain, pembangunan, pengujian dan (1) Pelaksanaan desain, pembangunan, pengujian dan
pemeriksaan, pelaksanaan tera, pengoperasian dan pemeriksaan, pelaksanaan tera, pengoperasian dan
pemeliharaan terhadap peralatan, Instalasi, dan operasi pemeliharaan terhadap peralatan, Instalasi, dan operasi
Instalasi SPBU mengacu kepada pedoman teknis keselamatan Instalasi SPBU mengacu kepada pedoman teknis keselamatan
peralatan dan Instalasi, dan Pengoperasian Instalasi SPBU. peralatan dan Instalasi, dan Pengoperasian Instalasi SPBU.
(2) Pedoman teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Pedoman teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal

BAB V BAB V
INSTALASI PIPA PENYALUR INSTALASI PIPA PENYALUR
Pasal 1 Pasal 19
(1) Terhadap Instalasi Pipa Penyalur pada Kegiatan Usaha Minyak
dan Gas Bumi wajib dilakukan Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan
Keselamatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2).
(2) Instalasi Pipa Penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : meliputi:
a. Pipa Penyalur, adalah pipa minyak dan atau gas bumi yang a. pipa alir sumur yaitu, pipa penyalur Minyak dan/atau Gas
meliputi Pipa Alir Sumur, Pipa Transmisi Minyak, Pipa Transmisi Bumi dari kepala sumur menuju stasiun pengumpul atau
Gas, Pipa Induk, dan Pipa Servis ; instalasi produksi Kontraktor;
b. Pipa Alir Sumur, adalah pipa untuk menyalurkan minyak atau gas b. pipa transmisi yaitu, pipa penyalur Minyak dan/atau Gas
bumi dari kepala sumur ke stasiun pengumpul ; Bumi antar Instalasi pemrosesan, Instalasi penyimpanan,
c. Pipa Transmisi Minyak, adalah pipa untuk menyalurkan minyak pipa distribusi, pelanggan besar atau fasilitas lainnya; dan
dari stasiun pengumpul ke tempat pengolahan, dan dari tempat
pengolahan ke depot, dan dari depot ke depot atau dari depot ke c. pipa distribusi yaitu, pipa penyalur gas bumi dari pipa
pelabuhan dan atau sebaliknya ; transmisi menuju sistem meter pengukur dan/atau pengatur
d. Pipa Transmisi Gas, adalah pipa untuk menyalurkan gas bumi tekanan, umumnya bertekanan sedang atau rendah,
dari stasiun pengumpul ke sistem meter pengukur dan pengatur termasuk pipa induk dan servis sebagaimana diatur Standar
tekanan, dan atau ke pelanggan besar ; wajib.
e. Pipa Induk, adalah pipa untuk menyalurkan gas bumi dari sistem
meter pengukur dan pengatur tekanan sampai Pipa Servis ;
f. Pipa Servis, adalah pipa yang dipasang dalam persil pelanggan
yang menghubungkan Pipa Induk sampai dengan inlet pengatur
tekanan atau meter pelanggan;

Pasal 6

(1) Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum dimulainya


penggelaran, perubahan dan atau perluasan Pipa Penyalur,
Pengusaha wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada Kepala Inspeksi Tambang Mengenai :
a. lokasi geografis ;
b. denah penggelaran Pipa Penyalur ;
c. proses diagram ;
d. jumlah perincian tenaga kerja dan perubahannya
e. hal-hal yang dianggap perlu oleh Kepala Inspeksi Tambang.
Pasal 8 Pasal 20
(1) Pengusaha wajib menyediakan tanah untuk tempat digelarnya (1) Kontraktor dan Pemegang Izin Usaha wajib menyediakan lahan
Pipa Penyalur dan ruang untuk Hak Lintas Pipa (Right Of Way) di sekitar Instalasi Pipa Penyalur yang berada di darat untuk
serta memenuhi ketentuan Jarak Minimum. Hak Lintas Pipa.
(2) Penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan Pengusaha dengan cara membeli, membebaskan, (2) Penyediaan lahan sebagaimana pada ayat (1) dapat dilakukan
menyewa atau mendapatkan izin dari instansi pemerintah, dengan cara membeli, membebaskan, menyewa atau
badan hukum atau perorangan. mendapatkan izin dari instasi pemerintah.
(3) Pemegang hak atas tanah yang telah memberikan Hak Lintas
Pipa (Right Of Way) dilarang menghalang-halangi Pengusaha (3) Kontraktor dan Pemegang Izin Usaha wajib memastikan
dalam pelaksanaan penggelaran, pengoperasian dan keselamatan atas Instalasi Pipa Penyalur yang terdapat
pemeliharan Pipa Penyalur. kegiatan atau kepentingan lain yang dapat membahayakan
keselamatan instalasi Pipa Penyalur.

Pasal 7 Pasal 21
(1) Jarak minimum antara Instalasi Pipa Penyalur yang berada di
(1) Penggelaran Pipa Penyalur baik di darat maupun di laut dapat
darat dengan bangunan atau hunian tetap di sekitarnya adalah:
dilakukan dengan cara ditanam atau diletakkan di permukaan
a. 4 meter untuk pipa alir sumur; atau
tanah.
b. 9 meter untuk pipa transmisi.
(2) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan
(2) Perhitungan jarak minimum sebagaimana ayat (1) diatas,
wajib ditanam, dengan kedalaman minimum 1(satu) meter dari
dihitung dari sisi terluar Instalasi Pipa Penyalur.
permukaan tanah.
(3) Terhadap ketidaksesuaian sebagaimana ayat (1) dan ayat (2)
(3) Desain, konstruksi dan klasifikasi lokasi penggelaran Pipa
wajib dilakukan Analisis Risiko
Penyalur wajib memenuhi Standar Pertambangan Migas (SPM)
yang ditetapkan Menteri.
(4) Klasifikasi lokasi penggelaran Pipa Transmisi Minyak, Pipa
Transmisi Gas dan Pipa Induk ditetapkan sebagaimana
tercantum pada Lampiran I Keputusan Menteri ini.
(5) Penggelaran Pipa Alir Sumur Wajib memenuhi ketentuan Jarak
Minimum sekurang-kurangnya 4 (empat) meter.

Pasal 9

(1) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan
dengan tekanan lebih dari 16 (enam belas) bar, harus dirancang
sesuai ketentuan klasifikasi lokasi kelas 2 (dua) serta
memenuhi ketentuan Pasal 7, dengan Jarak Minimum
ditetapkan sekurang-kurangnya 9 (sembilan) meter.
(2) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dirancang dengan
ketentuan klasifikasi lokasi kelas 1 (satu) dalam hal data
perencanaan lingkungan jangka panjang yang ditetapkan
Pemerintah Daerah setempat menjamin klasifikasi lokasi tidak
berubah, dengan ketentuan Jarak Minimum ditetapkan 9
(sembilan) meter.
(3) Dalam hal ketentuan Jarak Minimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) tidak dapat dipenuhi, desain konstruksi
dan klasifikasi lokasi ditetapkan minimal satu kelas lebih tinggi
dari kelas dan Jarak Minimum yang ditetapkan dengan
menggunakan tabel sebagaimana tercantum dalam lampiran II.
(4) Dalam hal ketentuan Jarak Minimum pada ayat (1) dan (2) tidak
dapat dipenuhi, Jarak Minimum tersebut dapat diperpendek
menjadi minimum 3 (tiga) meter dengan syarat :
a. untuk pipa dengan diameter lebih kecil dari 8 (delapan) inci,
faktor desain tidak lebih dari 0,4 (empat per sepuluh);
b. untuk pipa dengan diameter 8 (delapan) inci sampai 12 (dua
belas) inci, faktor desain tidak lebih dari 0,3 (tiga per
sepuluh);
c. untuk pipa dengan diameter lebih besar dari 12 (dua belas)
inci faktor desain 0,3 (tiga per sepuluh) dan ketebalan pipa
minimum 11,9 (sebelas dan sembilan per sepuluh) mm atau
0,468 (empat ratus enam puluh delapan per seribu) inci.
(5) Dalam hal persyaratan ketebalan pipa pada ayat (4) tidak dapat
dipenuhi, Jarak Minimum ditetapkan 3 (tiga) meter, dengan
ketentuan faktor desain sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
wajib dipenuhi dan harus dilengkapi dengan sarana pengaman
tambahan atau ketentuan lain yang ditetapkan oleh Kepala
Pelaksana Inspeksi Tambang.

Pasal 10

(1) Penggelaran Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang akan
dioperasikan pada tekanan dari 4 (empat) bar sampai dengan
16 (enam belas) bar, harus memenuhi klasifikasi kelas 4
(empat) dengan ketentuan Jarak Minimum ditetapkan 2 (dua)
meter, sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
(2) Dalam hal Jarak Minimum 2 (dua) meter sebagaimana
ditetapkan pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, harus memenuhi
klasifikasi lokasi kelas 4 (empat) dan faktor desain tidak lebih
dari 0,3 (tiga per sepuluh) dan dilengkapi dengan pengaman
tambahan atau dengan ketentuan lain yang ditetapkan oleh
Kepala Pelaksana Inspenksi Tambang.

Pasal 11

(1) Pipa Transmisi minyak di daratan yang dioperasikan dengan


tekanan yang dapat menimbulkan tegangan melingkar (hoop
stress) lebih besar dari 20% (dua puluh Persen) Kuat Ulur
Minimum Spesifikasi (KUMS) wajib ditanam sekurang-
kurangnya sedalam 1 (satu) meter dari permukaan tanah dan
mempunyai Jarak Minimum sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter.
(2) Pipa Transmisi Minyak di daratan yang dioperasikan dengan
tekanan yang dapat menimbulkan tegangan melingkar lebih
kecil dari 20% (dua puluh persen) KUMS, wajib disediakan jarak
yang cukup untuk kepentingan pemeliharaan pipa.

Pasal 13 Pasal 22
(1) Pipa Penyalur yang digelar melintasi sungai atau saluran irigasi (1) Pipa transmisi Gas Bumi sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat
wajib ditanam dengan kedalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) (2) yang berada di darat wajib dipendam dengan kedalaman
meter di bawah dasar normalisasi sungai atau saluran irigasi. minimum 1 meter dari permukaan tanah.
(2) Pipa Penyalur yang digelar melintasi daerah rawa-rawa wajib (2) Pipa transmisi Gas Bumi yang melewati sungai atau rawa wajib
ditanam dengan kedalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) meter dipendam dengan kedalaman minimum 2 meter dari dasar
di bawah dasar rawa serta dilengkapi dengan system pemberat sungai atau rawa.
sedemikian rupa sehingga pipa tidak akan tergeser maupun
berpindah, atau disangga dengan pipa pancang. (3) Instalasi Pipa Penyalur yang berada di perairan harus
(3) Pipa Penyalur yang digelar di laut wajib memenuhi ketentuan memenuhi persyaratan pemendaman sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut : terkait alur pelayaran.
a. Dalam hal kedalaman dasar laut kurang dari 13 meter maka
pipa harus ditanam sekurang-kuranganya 2 (dua) meter di
bawah dasar laut (sea bed), serta dilengkapi dengan sistem
pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah.
b. Dalam hal kedalaman dasar laut 13 (tiga belas) meter atau
lebih maka pipa dapat diletakkan di dasar laut, serta
dilengkapi dengan sistem pemberat agar pipa tidak tergeser
atau berpindah.
c. Setelah diselesaikannya penggelaran pipa, pada daerah
keberadaan pipa harus dilengkapi dengan Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 24 Pasal 23
(1) Pengusaha wajib memasang dan memelihara marka dan (1) Instalasi Pipa Penyalur wajib dilengkapi sistem pemantauan,
rambu, peringatan dan atau tanda batas yang jelas dan mudah pencegahan dan pengaman untuk dapat mengendalikan
dilihat. proses, mendeteksi dan mencegah bahaya dan sistem tanggap
(2) Marka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipasang pada darurat.
tiap jarak 100 (seratus) meter dan rambu dipasang setiap 500 (2) Sistem pemantauan, pencegahan dan pengamanan
(lima ratus) meter. sebagaimana dimaksut ayat (1) wajib dituangkan dalam
(3) Pada daerah yang terdapat atau padat hunian atau lalu lintas Penelaahan Desain dengan mengacu pada Standar dan kaidah
orang dan atau barang, jarak sebagaimana dimaksud pada ayat keteknikan yang baik.
(2) dapat diperpendek sesuai kebutuhan.
(4) Marka atau rambu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa tulisan yang jelas dalam huruf kapital dan berbunyi
“DILARANG, PERINGATAN, AWAS, BERBAHAYA, LINTASAN
SALURAN PIPA GAS” dan memuat nama perusahaan dengan
alamat dan nomor telepon, diletakkan pada ketinggian yang
cukup dan mudah dilihat.

Pasal 19

Pengusaha wajib membuat prosedur tertulis tentang


pengoperasian dan pemeliharan Pipa Penyalur sebagai berikut :

a. Prosedur pengoperasian dalam keadaan operasi normal dan


dalam keadaan reparasi ;
b. Program penanganan khusus dan atau luar biasa terhadap
fasilitas yang diperkirakan sangat berbahaya
c. Program khusus operasi dalam perubahan tekanan;
d. Program persyaratan inspeksi berkala dalam operasi;
e. Program pengawasan Pipa Penyalur secara periodik
f. Program pencegahan kerusakan Pipa Penyalur akibat
penggalian ;
g. Prosedur keadaan darurat dan analisa kecelakaan dan atau
kegagalan operasi ;
h. Prosedur pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta
pencemaran lingkungan .

Pasal 22
(1) Kepala Teknik wajib menyampaikan laporan secara periodik
selambat-lambatnya setiap 6 (enam) bulan, atas hal-hal sebagai
berikut:
a. Perbaikan dan/atau penggantian Pipa Penyalur;
b. Perubahan dan/atau penyimpangan fungsi Jarak Minimum
pada Hak Lintas Pipa (Right Of Way); dan
c. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan jalur Pipa
(seperti: lalu lintas, kepadatan penduduk atau alih fungsi
lahan);
(2) Dalam hal terjadi kerusakan, kebocoran, kegagalan dan
gangguan operasi lain, Kepala Teknik wajib menyampaikan
laporan terhadap hal tersebut kepada Kepala Inspeksi paling
lambat 1x24 jam.
(3) Kepala Teknik wajib menyimpan data dan informasi yang
berkaitan dengan kebocoran, perbaikan, dokumentasi
pengawasan jalur Instalasi Pipa Penyalur, data Inspeksi, dan
data lain yang diperlukan
(4) Dalam hal diperlukan, data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada Kepala
Inspeksi
(5) Dalam hal terjadi perubahan kondisi operasi, Kepala Teknik
wajib melaporkan kepada Kepala Inspeksi

Pasal 29

(1) Terhadap setiap bagian-bagian tertentu dari setiap instalasi Pipa


Penyalur dapat dilakukan analisis risiko secara terintegrasi yang
meliputi aspek keselamatan kerja, lindungan lingkungan, desain,
konstruksi, pemeliharaan dan operasi.

(2) Dalam hal terjadi perubahan kondisi operasi, Pengusaha wajib


membuat analisis risiko pada tempat perubahan terjadi untuk
menetapkan langkah pengamanan.
(3) Hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapatkan persetujuan dari Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang.

BAB V BAB VI
ANALISIS RISIKO ANALISIS RISIKO

Pasal 20 Pasal 24
(1) Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha melaksanakan Analisis (1) Kontraktor dan Pemegang Izin Usaha dapat melaksanakan
Risiko sebagai dasar Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana Analisis Risiko sebagai dasar:
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b. a. Inspeksi Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(6) huruf b dan Pemeriksaan Keselamatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf b;
b. ketidaksesuaian sebagaimana dalam Pasal 15 ayat (3) dan
Pasal 21 ayat (3); dan
c. perubahan kondisi lingkungan pada Instalasi.
(2) Pelaksana Analisis Risiko paling sedikit memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. tenaga ahli yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang
sesuai dengan bidang pekerjaannya sebagaimana diatur
dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia;
b. memiliki sistem manajemen mutu yang tersertifikasi oleh
lembaga akreditasi; dan
c. menggunakan perangkat lunak yang berlisensi.
(3) Pelaksana Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Pelaksanaan Analisa Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Kepala Teknik atau dibantu oleh
(1) dapat dibantu Lembaga Enjiniring. Lembaga Enjiniring.
(4) Lembaga Enjiniring sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
paling sedikit memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2).
(5) Untuk Lembaga Enjiniring yang berbentuk perusahaan
enjiniring dan institusi akademis wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. perusahaan enjiniring wajib berbadan hukum Indonesia;
dan
b. institusi akademis wajib berbadan hukum Indonesia dan
memiliki akreditasi A.
(6) Pelaksana penilaian Analisis Risiko sebagaimana ayat (3) di
atas bukan merupakan perusahaan Inspeksi.
(7) Hasil Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a paling sedikit memuat:
a. daftar Instalasi dan/atau peralatan;
(3) Hasil Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling b. manajemen risiko;
sedikit memuat: c. metode dan teknik yang dipergunakan;
a. daftar Instalasi dan/atau peralatan; d. pelaksana Analisis Risiko; dan
b. manajemen risiko; e. rekomendasi interval dan metode inspeksi.
c. metode dan teknik yang dipergunakan; (8) Hasil Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
d. pelaksana Analisis Risiko; dan huruf b dan c paling sedikit memuat:
e. rekomendasiinterval dan metode Inspeksi. a. data desain;
b. daftar Instalasi dan/atau peralatan;
c. manajemen risiko;
d. metode dan teknik yang dipergunakan;
e. pelaksana Analisis Risiko;
f. perhitungan kemampuan Instalasi dan/atau peralatan; dan
g. metode pelaksanaan inspeksi yang perlu dilakukan.
(9) Pelaksanaan Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dapat dilakukan sepanjang Instalasi dan/atau
peralatan telah memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini.
Pasal 21 Pasal 25
Rekomendasi interval dan metode Inspeksi sebagaimana dimaksud (1) Rekomendasi interval dan metode inspeksi sebagaimana
dalam Pasal 20 ayat (3) huruf e menjadi acuan dalam pelaksanaan dimaksud dalam Pasal 24 ayat (7) huruf a menjadi acuan dalam
Inspeksi dan Pemeriksaan Keselamatan. pelaksanaan Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan
yang dituangkan kedalam rencana inspeksi sebagaimana Pasal
7 ayat (2).
(2) Kepala Teknik yang melaksanakan Inspeksi Teknis peralatan
dan/atau Instalasi berdasarkan hasil Analisis Risiko
sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 ayat (1) huruf a wajib
melaksanakan hasil Analisis Risiko termaksud.
(3) Dalam hal pelaksanaan Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan
Keselamatan sebagaimana ayat (1) tidak dilaksanakan, Kepala
Teknik wajib melaksanakan kembali Analisis Risiko terhadap
peralatan dan/atau Instalasi termaksud.
(4) Kepala Teknik wajib menyampaikan laporan hasil Analisis
Risiko sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1) kepada
Kepala Inspeksi.

Pasal 26
(1) Terhadap peralatan dan/atau Instalasi yang tidak memiliki
dokumen teknis wajib dilakukan enjiniring ulang (re-
engineering).
(2) Dokumen teknis sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain:
a. design basis;
b. perhitungan kapasitas;
c. penggunaan material;
d. gambar teknik;
e. sistem pengendalian korosi; dan/atau
f. dokumen teknis lainnya.
(3) Pelaksana enjiniring ulang sebagaimana dimaksud ayat (1)
mengacu pada ketentuan pada Pasal 24.

Pasal 22 Pasal 27
Lingkup pelaksanaan Analisis Risiko mengacu pada ketentuan Lingkup pelaksanaan Analisis Risiko mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan, Standar dan kaidah keteknikan peraturan perundang-undangan, Standar dan kaidah keteknikan
yang baik. yang baik.

BAB VI BAB VII


PERPANJANGAN SISA UMUR LAYAN PERPANJANGAN SISA UMUR LAYAN

Pasal 23 Pasal 28
(1) Instalasi dan/atau peralatan yang telah melewati batas umur (1) Instalasi dan/atau peralatan yang telah melewati batas umur
layan desain dapat tetap digunakan setelah dilakukan penilaian layan desain dapat tetap digunakan setelah dilakukan penilaian
sisa umur layan (Residual Life Assessment/RLA) dan sisa umur layan (Residual Life Assessment/RLA) dan dinyatakan
dinyatakan dapat diperpanjang umur layannya. dapat diperpanjang umur layannya.
(2) Penilaian perpanjangan sisa umur layan sebagaimana (2) Penilaian perpanjangan sisa umur layan sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan hasil analisis dengan pada ayat (1) sesuai dengan hasil analisis dengan
mengutamakan faktor keselamatan. mengutamakan faktor keselamatan.
(3) Penilaian perpanjangan sisa umur layan yang telah dilakukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan Inspeksi (3) Pelaksana penilaian perpanjangan sisa umur layan paling sedikit
dan Pemeriksaan Keselamatan. memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tenaga ahli yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang
sesuai dengan bidang pekerjaannya sebagaimana diatur
dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia;
b. memiliki sistem manajemen mutu yang tersertifikasi oleh
lembaga akreditasi; dan
c. menggunakan perangkat lunak yang berlisensi.
(4) Pelaksana penilaian perpanjangan sisa umur layan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh
Kepala Teknik atau dibantu oleh Lembaga Enjiniring.
(5) Lembaga Enjiniring sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling
sedikit memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3).
(6) Untuk Lembaga Enjiniring yang berbentuk perusahaan enjiniring
dan institusi akademis wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. perusahaan enjiniring wajib berbadan hukum Indonesia; dan
b. institusi akademis wajib berbadan hukum Indonesia dan
memiliki akreditasi A.

(7) Pelaksana penilaian perpanjangan sisa umur layan


sebagaimana ayat (4) di atas bukan merupakan Perusahaan
Inspeksi.
(8) Penilaian perpanjangan sisa umur layan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. penelaahan dokumen teknis Instalasi dan/atau peralatan;
b. penentuan mekanisme kerusakan;
c. penentuan lingkup inspeksi terhadap mekanisme
kerusakan;
d. pemeriksaan bagian Instalasi dan/atau peralatan;
e. pemeriksaan uji tidak merusak sesuai lingkup Inspeksi;
f. pemeriksaan uji merusak, apabila diperlukan;
g. fitness for services atau metode lain sesuai dengan jenis
peralatan dan/atau Instalasi;
h. penilaian risiko terhadap Instalasi dan/atau peralatan;
i. penentuan sisa umur layan; dan
j. penentuan metode dan interval Inspeksi selama
perpanjangan umur layan.
(9) Kepala Teknik atau Lembaga Enjiniring yang melaksanakan
penilaian perpanjangan umur layan menerbitkan sertifikat RLA
yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama pengguna dan pemilik Instalasi atau peralatan;
b. nama dan jenis Instalasi atau peralatan;
c. kondisi operasi yang direkomendasikan;
d. perpanjangan umur layan (dalam bulan); dan
e. metode dan interval inspeksi.
(10) Kepala Teknik menyampaikan laporan hasil penilaian
perpanjangan umur layan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
dan sertifikat RLA sebagaimana ayat (9) kepada Kepala
Inspeksi.
(11) Rekomendasi kondisi operasi dan interval inspeksi
sebagaimana dimaksud ayat (9) huruf c dan e menjadi acuan
dalam pelaksanaan Inspeksi dan Pemeriksaan Keselamatan
yang dituangkan kedalam rencana inspeksi.
Pasal 24
(1) Penilaian perpanjangan sisa umur layan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala
Teknik.
(2) Dalam melaksanakan penilaian perpanjangan sisa umur layan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Teknik dapat
dibantu Lembaga Enjiniring sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5.
(3) Penilaian perpanjangan sisa umur layan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. penelaahan dokumen teknis Instalasi dan/atau peralatan;
b. penentuan mekanisme kerusakan;
c. penentuan lingkup Inspeksi terhadap mekanisme
kerusakan;
d. pemeriksaan bagian Instalasi dan/atau peralatan;
e. pemeriksaan uji tidak merusak sesuai lingkup Inspeksi;
f. pemeriksaan uji merusak, apabila diperlukan;
g. fitness for services;

h. penilaian risiko terhadap Instalasi dan/atau peralatan;


i. penentuan sisa umur layan; dan
j. penentuan metode dan interval Inspeksi selama
perpanjangan umur layan.

Pasal 25
Instalasi dan/atau peralatan yang tidak memiliki dokumen teknis
dan/atau tidak diketahui umur layan desain hanya dapat diberikan
perpanjangan umur layan apabila telah dilakukan desain ulang (re-
engineering) dan penilaian sisa umur layan.

Pasal 26 Pasal 29
Lingkup penilaian perpanjangan sisa umur layan mengacu pada Lingkup penilaian perpanjangan sisa umur layan mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan dan Standar. ketentuan peraturan perundang-undangan dan Standar.

BAB VII BAB VIII


KEPALA TEKNIK KEPALA TEKNIK

Pasal 27 Pasal 30
(1) Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha wajib memiliki Kepala (1) Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha wajib memiliki Kepala
Teknik sebelum melaksanakan Kegiatan Usaha Minyak dan Teknik sebelum melaksanakan Kegiatan Usaha Minyak dan
Gas Bumi. Gas Bumi.
(2) Kepala Teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (2) Kepala Teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
merupakan pimpinan tertinggi di Kontraktor atau Pemegang merupakan pimpinan tertinggi di Kontraktor atau Pemegang
Izin Usaha. Izin Usaha.
(3) Kepala Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (3) Kepala Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab atas dilaksanakan dan ditaatinya bertanggung jawab atas dilaksanakan dan ditaatinya
ketentuan Keselamatan Migas yang menjadi kewajiban ketentuan Keselamatan Migas yang menjadi kewajiban
Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha. Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha.
(4) Kepala Teknik wajib memiliki kompetensi di bidang
pengawasan Keselamatan Migas yang telah diberlakukan
secara wajib oleh Menteri.
(4) Pimpinan tertinggi kontraktor atau Pemegang Izin Usaha (5) Dalam hal pimpinan tertinggi kontraktor atau Pemegang Izin
dapat menugaskan pejabat yang berada di bawah tanggung Usaha tidak memiliki kompetensi sebagaimana dimaksud
jawabnya sebagai Kepala Teknik. ayat (4) dapat menugaskan pejabat yang berada di bawah
tanggung jawabnya sebagai Kepala Teknik.
(5) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diikuti (6) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diikuti
dengan kewenangan secara mutlak terhadap Keselamatan dengan kewenangan secara mutlak terhadap Keselamatan
Migas. Migas.
(6) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memiliki
kemampuan untuk melakukan pengawasan Keselamatan
Migas.
(7) Kepala Teknik dapat menunjuk wakil Kepala Teknik dalam (7) Kepala Teknik dapat menunjuk pejabat yang memiliki
membantu pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya kompetensi di bidang pengawasan Keselamatan Migas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3). sebagai wakil Kepala Teknik dalam membantu pelaksanaan
tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
Pasal 28 Pasal 31
(1) Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha wajib menyampaikan (1) Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha wajib menyampaikan
penunjukan Kepala Teknik kepada Kepala Inspeksi. penunjukan Kepala Teknik kepada Kepala Inspeksi.
(2) Dalam hal Kepala Teknik menunjuk wakil Kepala Teknik (2) Dalam hal Kepala Teknik menunjuk wakil Kepala Teknik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (7), Kepala Teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (7), Kepala Teknik
menyampaikan penunjukan tersebut kepada Kepala Inspeksi. menyampaikan penunjukan tersebut kepada Kepala Inspeksi.
(3) Kepala Teknik wajib menyampaikan pelaporan Keselamatan
Migas kepada Kepala Inspeksi.
(4) Pelaporan Keselamatan Migas sebagaimana dimaksud ayat (3)
terdiri atas:
a. kecelakaan kerja;
b. kecelakaan Instalasi dan peralatan;
c. kecelakaan lingkungan;
d. gangguan ketertiban umum;
e. unplanned shutdown;
f. planned Shutdown;
g. kompetensi para pekerja; dan
h. laporan rutin (jam kerja aman, rekapitulasi kecelakaan,
pemantauan lingkungan, dan pengelolaan bahan peledak).
(5) Pelaporan sebagaimana ayat (4) butir a, b, c, d, dan e
disampaikan paling lambat 1 x 24 jam melalui pesan singkat dan
2 x 24 jam secara tertulis.
(6) Pelaporan sebagaimana ayat (4) butir f disampaikan pada awal
tahun berjalan dan apabila ada perubahan disampaikan paling
lambat 1 (satu) bulan sebelum kegiatan berlangsung.
(7) Pelaporan sebagaimana ayat (4) butir g disampaikan setiap tiga
bulan sekali.
(8) Pelaporan sebagaimana ayat (4) butir h disampaikan paling
lambat minggu kedua bulan berikutnya.
(9) Tata laksana dan ketentuan pelaporan Keselamatan Migas
ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Inspeksi.
Pasal 29 Pasal 32
Dalam hal Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha pada saat Dalam hal Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha pada saat
dimulainya kegiatan usahanya tidak menyampaikan penunjukan dimulainya kegiatan usahanya tidak menyampaikan penunjukan
Kepala Teknik kepada Kepala Inspeksi sebagaimana dimaksud Kepala Teknik kepada Kepala Inspeksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1), pimpinan tertinggi dari Kontraktor atau dalam Pasal 31 ayat (1), pimpinan tertinggi dari Kontraktor atau
Pemegang Izin Usaha secara langsung menjabat sebagai Kepala Pemegang Izin Usaha secara langsung menjabat sebagai Kepala
Teknik. Teknik.

BAB IX
DAERAH TERBATAS TERLARANG
Pasal 36 Pasal 33
(1) Setiap Instalasi yang berada di perairan secara tetap atau (1) Kepala Inspeksi atas nama Menteri menetapkan Daerah
permanen wajib memiliki penetapan Daerah Terbatas Terlarang Terbatas Terlarang pada setiap Instalasi yang berada di perairan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) huruf f. secara tetap atau permanen.
(2) Penetapan Daerah Terbatas Terlarang sebagaimana ayat (1) di
atas ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(3) Kepala Teknik mengajukan penetapan Daerah Terbatas
Terlarang sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan melampirkan
paling sedikit: (2) Kepala Teknik mengajukan permohonan penetapan Daerah
(a) Surat rekomendasi penetapan Daerah Terbatas Terlarang Terbatas Terlarang sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan
dari Kementerian yang menyelenggarakan urusan melampirkan paling sedikit:
pemerintahan di bidang perhubungan; (a) Surat rekomendasi penetapan Daerah Terbatas Terlarang
(b) Data teknis Instalasi; dan dari Kementerian yang menyelenggarakan urusan
(c) Data koordinat Instalasi. pemerintahan di bidang perhubungan;
(b) data teknis Instalasi; dan
(c) data koordinat Instalasi.
BAB VIII BAB X
SANKSI SANKSI

Pasal 30 Pasal 34
(1) Kontraktor dan Pemegang Izin Usaha, yang melakukan (1) Kontraktor dan Pemegang Izin Usaha, yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Menteri ini pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Menteri ini
dikenakan sanksi berupa: dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis; a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau b. penghentian sementara pengoperasian Instalasi dan/atau
c. pencabutan Persetujuan Layak Operasi. peralatan;
c. pencabutan Persetujuan Layak Operasi; dan/atau
d. pembatalan penunjukan Kepala Teknik.
(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a (2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diberikan oleh Kepala Inspeksi. diberikan oleh Kepala Inspeksi.
(3) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) (3) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
tidak dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) (2) tidak dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)
bulan, Direktur Jenderal melalui Kepala Inspeksi dapat bulan, Direktur Jenderal melalui Kepala Inspeksi dapat
melakukan penghentian penggunaan Instalasi dan peralatan melakukan penghentian sementara pengoperasian Instalasi
untuk sementara waktu. dan/atau peralatan untuk sementara waktu dan/atau Kepala
(4) Dalam hal setelah penghentian sementara kegiatan Inspeksi melakukan pembatalan penunjukan Kepala Teknik.
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kontraktor dan (4) Dalam hal setelah penghentian sementara pengoperasian
Pemegang Izin Usaha tidak melakukan upaya untuk Instalasi dan/atau peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat
meniadakan pelanggaran dalam jangka waktu paling lama 1 (3), Kontraktor dan Pemegang Izin Usaha tidak melakukan
(satu) bulan, Direktur Jenderal melalui Kepala Inspeksi dapat upaya untuk meniadakan pelanggaran dalam jangka waktu
melakukan pembatalan Persetujuan Layak Operasi. paling lama 1 (satu) bulan, Direktur Jenderal melalui Kepala
Inspeksi dapat melakukan pencabutan Persetujuan Layak
Operasi dan/atau Kepala Inspeksi melakukan pembatalan
penunjukan Kepala Teknik.
Pasal 31 Pasal 35
(1) Perusahaan Inspeksi dan Lembaga Enjiniring, yang (1) Perusahaan Inspeksi dan Lembaga Enjiniring, yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan
Menteri ini dikenakan sanksiberupa: Menteri ini dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis; dan/atau a. teguran tertulis;
b. pencabutan Surat Kemampuan Usaha Penunjang. b. pencabutan surat pengesahan Perusahaan Inspeksi; dan
(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a c. pencabutan Surat Kemampuan Usaha Penunjang.
diberikan oleh Kepala Inspeksi. (2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
(3) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat diberikan oleh Kepala Inspeksi.
(2) tidak dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) (3) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
hari kerja, Direktur Jenderal dapat mencabut Surat (2) tidak dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima)
Kemampuan Usaha Penunjang untuk Perusahaan Inspeksi hari kerja, Direktur Jenderal dapat mencabut surat
dan perusahaan enjiniring. pengesahan Perusahaan Inspeksi dan/atau Surat
Kemampuan Usaha Penunjang untuk perusahaan enjiniring.
(4) Perusahaan Inspeksi yang telah mendapatkan teguran tertulis
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a sebanyak 3 (tiga) kali
secara kumulatif, dapat dilakukan pencabutan surat
pengesahan Perusahaan Inspeksi.

BAB IX BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 32 Pasal 36
Biaya yang ditimbulkan dalam pelaksanaan Penelaahan Desain, Biaya yang ditimbulkan dalam pelaksanaan Penelaahan Desain,
Inspeksi dan/atau Pemeriksaan Keselamatan, Analisis Risiko, dan Inspeksi dan/atau Pemeriksaan Keselamatan, Analisis Risiko, dan
penilaian sisa umur layan, merupakan tanggung jawab Kontraktor penilaian sisa umur layan, merupakan tanggung jawab Kontraktor
atau Pemegang Izin Usaha. atau Pemegang Izin Usaha.

Pasal 33 Pasal 37
(1) Persetujuan Layak Operasi sebagaimana dimaksud dalam (1) Persetujuan Layak Operasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dapat diberikan kepada perusahaan usaha penunjang Pasal 13 dapat diberikan kepada perusahaan usaha penunjang
pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi yang memiliki dan pemegang Surat Kemampuan Usaha Penunjang Minyak dan
mengoperasikan Instalasi dan/atau peralatan. Gas Bumi yang memiliki dan mengoperasikan Instalasi.
(2) Persetujuan Layak Operasi sebagaimana dimaksud dalam (2) Persetujuan Layak Operasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dapat diberikan kepada badan usaha yang Pasal 13 dapat diberikan kepada badan usaha yang
mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal untuk mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal untuk
pembangunan dan pengoperasian Instalasi untuk kepentingan pembangunan dan pengoperasian Instalasi untuk kepentingan
sendiri. sendiri.
(3) Untuk mendapatkan Persetujuan Layak Operasi sebagaimana (3) Untuk mendapatkan Persetujuan Layak Operasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), perusahaan usaha dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), perusahaan usaha
penunjang atau badan usaha wajib mengikuti ketentuan dalam penunjang atau badan usaha wajib mengikuti ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini. Peraturan Menteri ini.
(4) Permohonan perusahaan usaha penunjang atau badan usaha (4) Permohonan perusahaan usaha penunjang atau badan usaha
untuk mendapatkan Persetujuan Layak Operasi sebagaimana untuk mendapatkan Persetujuan Layak Operasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), diajukanoleh direksi perusahaan usaha dimaksud pada ayat (3), diajukan oleh direksi perusahaan
penunjang atau badan usaha kepada Kepala Inspeksi. usaha penunjang atau badan usaha kepada Kepala Inspeksi.

(5) Terhadap peralatan pesawat angkat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 6 ayat (3) huruf d yang dimiliki oleh perusahaan
usaha penunjang pemegang Surat Kemampuan Usaha
Penunjang Minyak dan Gas Bumi wajib mengikuti ketentuan
dalam Peraturan Menteri ini.
(6) Pemberian Persetujuan Layak Operasi kepada perusahaan
(5) Pemberian Persetujuan Layak Operasi kepada perusahaan usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat
menghilangkan tanggung jawab Kontraktor atau Pemegang Izin (5) tidak menghilangkan tanggung jawab Kontraktor atau
Usaha. Pemegang Izin Usaha.

Pasal 34 Pasal 38
Terhadap sistem alat ukur serah terima sebagaimana dimaksud Terhadap sistem alat ukur serah terima sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b pada saatunjuk kerja akurasi wajib dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b pada saat unjuk kerja akurasi wajib
dilakukan Pemeriksaan Keselamatan. dilakukan Pemeriksaan Keselamatan.
Pasal 39
Kepala Inspeksi berwenang menetapkan ketentuan lebih lanjut dari
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri
ini.

BAB X BAB XII


KETENTUAN PERALIHAN KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 35 Pasal 40
(1) Persetujuan Penggunaan, Persetujuan Layak Operasi, (1) Persetujuan Layak Operasi, Sertifikat Kelayakan Penggunaan
Sertifikat Kelayakan Penggunaan Instalasi, Sertifikat Kelayakan Instalasi, Izin Penggunaan dan/atau Sertifikat Kelayakan
Penggunaan Peralatan, Izin Penggunaan, Persetujuan Konstruksi Anjungan Lepas Pantai (Platform) yang telah
Penggunaan dan/atau Sertifikat Kelayakan Konstruksi
Anjungan Lepas Pantai (Platform)yang telah diterbitkan diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini,
sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dinyatakan tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir.
berlaku sampai masa berlakunya berakhir.
(2) Terhadap permohonan Sertifikat Kelayakan Penggunaan
Instalasi yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini dan telah atau sedang dilaksanakan Pemeriksaan (2) Terhadap Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan
Keselamatan tetap dapat dilanjutkan prosesnya untuk yang telah memiliki rencana inspeksi dan telah disepakati oleh
diterbitkan Persetujuan Layak Operasi. semua pihak sampai dengan tahap permohonan Persetujuan
Layak Operasi yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini, tetap dapat dilanjutkan prosesnya paling lama 6
(3) Terhadap Persetujuan Layak Operasi sebagaimana dimaksud (enam) bulan sejak diterbitkan Peraturan Menteri ini.
pada ayat (2), tidak dipersyaratkan hasil penelaahan desain. (3) Terhadap Instalasi yang sedang dalam tahap pembangunan
sebelum Peraturan Menteri ini, agar mengikuti ketentuan
(4) Terhadap permohonan Persetujuan Desain, Sertifikat dalam Peraturan Menteri ini.
Kelayakan Penggunaan Peralatan, Sertifikat Kelayakan
Konstruksi Anjungan Lepas Pantai (Platform), Izin Penggunaan, (4) Terhadap Perusahaan Inspeksi yang belum memiliki surat
dan/atau Persetujuan Penggunaan yang telah diajukan pengesahan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (1), tetap
sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, pelaksanaan dapat melaksanakan Inspeksi Teknis dan wajib memiliki surat
Penelaahan Desain, Pemeriksaan Keselamatan, dan Inspeksi pengesahan Perusahaan Inspeksi paling lama 6 (enam) bulan
dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini. setelah Peraturan Menteri ini diterbitkan.
(5) Permohonan Persetujuan Penggunaan dan/atau Persetujuan
Layak Operasi yang telah diajukan sebelum berlakunya
Peraturan Menteri ini dan belum dilaksanakan Pemeriksaan
Keselamatan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini.
(6) Terhadap surat pengesahan sementara sebagai Perusahaan
Inspeksi yang telah diterbitkan sebelum peraturan ini berlaku
dinyatakan tetap berlaku hingga 1 (satu) tahun sejak
diterbitkannya surat pengesahan sementara.
(7) Surat pengesahan sebagai Perusahaan Inspeksi yang telah
diterbitkan oleh Direktur Jenderal sebelum berlakunya
Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
jangka waktu berlaku surat pengesahan.

Pasal 41
Terhadap Kepala Teknik dan/atau Wakil Kepala Teknik yang belum
memiliki kompetensi di bidang pengawasan Keselamatan Migas
paling lama 1 (satu) tahun wajib menyesuaikan sesuai peraturan
Menteri ini.
BAB XI BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36 Pasal 42
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku Peraturan Menteri Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 38 Tahun 2017 tentang
Pemeriksaan Keselamatan Instalasi dan PeralatanPada Kegiatan a. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18
Usaha Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 tentang Pemeriksaan Keselamatan Instalasi dan
Tahun 2017 Nomor 753), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peralatan Pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 356); dan
b. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.
300.K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur
Minyak dan Gas Bumi,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 37 Pasal 43
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta Ditetapkan di Jakarta


pada tanggal 2 Maret 2018 pada tanggal … Desember 2020
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA, REPUBLIK INDONESIA,
ttd ttd

IGNASIUS JONAN ARIFIN TASRIF

Draft
*terhadap Kepmentamben 300K/38/M.PE/1997 yang tidak tertulis, dinyatakan tidak berlaku

Anda mungkin juga menyukai