NIM : J1D020054
A. Identitas Narasumber
Nama : YS dari purwokertokita.com
Link sumber : https://purwokertokita.com/kuliner/ini-cerita-tentang-nopia-
banyumas-yang-harus-kamu-tahu.php
B. Deskripsi Budaya
Nopia merupakan kue kering yang dibuat dari adonan tepung terigu
dengan isi gula merah, memiliki variasi rasa coklat, durian, nangka, pandan,
bawang merah goreng, serta rasa khas gula jawa (gula merah).
Kue kering yang mirip dengan pia ini memiliki tekstur kulit mirip
dengan cangkang telur yang renyah pada bagian luarnya. Nopia dimasak
dengan cara tradisional menggunakan tungku yang terbuat dari tanah liat
berbentuk menyerupai sumur dangkal. Nopia dimasak dengan cara
ditempelkan pada dinding tungku tradisional yang berfungsi sebagai tempat
pemanggang layaknya oven.
Proses pemanggangan yang unik ini juga menjadi daya tarik tersendiri
bagi wisatawan. Meski dengan mudah bisa didapatkan di toko oleh-oleh,
banyak wisatawan yang memilih membeli nopia langsung dengan berkunjung
ke rumah produksinya, alasannya agar bisa melihat langsung proses
pembuatan nopia sambil berwisata.
Nopia pada awalnya dipopulerkan oleh keluarga keturunan Tionghoa
yang tinggal di Banyumas sekitar tahun 1880. Kue kering ini kemudian
dikenalkan pada masyarakat lokal Banyumas tanpa mengenal etnik dan latar
belakangnya, hingga bisa diterima oleh masyarakat pada saat itu. Industri
kecil pembuatan nopia kemudian berkembang di beberapa desa di kawasan
Kota Lama Banyumas.
Hingga kini jejak perkembangannya dengan mudah bisa kita temui di
desa Sudagaran, Pakunden dan Kalisube Kecamatan Banyumas yang terletak
di kawasan Kota Lama Banyumas. Industri kecil ini menggeliat
membangkitkan perekonomian masyarakat sekitar hingga mengangkat nama
nopia sebagai salah satu kuliner khas Banyumas.
Awalnya nopia hanya memiliki satu varian rasa, yakni rasa bawang
merah goreng atau lebih dikenal dengan rasa brambang goreng. Namun kini
varian rasa itu terus berkembang seiring permintaan konsumen. Penggunaan
tungku tradisional yang menyerupai sumur dangkal pun masih terus
dipertahankan dan menjadi cerita unik tersendiri dari kue kering khas
Banyumas ini.
Tekstur kulit nopia yang mirip dengan cangkang telur menjadikan kue
ini memiliki banyak nama sebutan dari para penikmatnya. Ndog Gludhug
dalam bahasa Banyumasan yang memiliki arti telur halilintar sudah melekat
sebagai nama populer dari nopia. Sementara nopia yang dibuat dengan ukuran
yang lebih besar biasa disebut sebagai telur gajah.
Selain sebutan telur halilintar dan telur gajah, ada nama lain yang juga
populer untuk menyebut nopia, yakni mino. Mino adalah kependekan kata
dari Mini Nopia, alasannya mino dibuat dengan ukuran yang lebih kecil dari
ukuran nopia pada biasanya. Penyebutan nopia kecil dengan nama mino
sering membuat orang dari luar daerah Banyumas beranggapan bahwa nopia
dan mino adalah berbeda, padahal sebetulnya sama hanya mino dibuat dengan
ukuran yang lebih kecil.
Nopia merupakan kuliner akulturasi budaya yang hingga saat ini masih
dilestarikan oleh masyarakat Banyumas. Sejarah, rasanya yang khas, cara
pembuatan dan nama yang unik menjadikan kuliner khas Banyumas satu ini
diminati oleh wisatawan yang berkunjung ke daerah Banyumas dan
sekitarnya.
C. Pandangan Penulis
Menurut saya, nopia dan mino merupakan makanan khas Banyumas
yang memiliki rasa unik dan manis. Walaupun makanan tradisional, kedua
makanan ini banyak diminati oleh masyarakat, baik masyarakat Banyumas,
maupun masyarakat daerah lain. Hal ini dapat saya buktikan dengan hasil
survei yang telah saya lakukan pada hari Kamis, 1 Juli 2021 dengan jumlah
responden sebanyak 40 orang dari luar Banyumas. Berikut ini adalah hasil
survei tersebut.
Jumlah Orang yang Mengetahui Nopia dan Jumlah Orang yang Pernah Makan Nopia dan
Mino Mino
1
33 7.
% 5
68 8
% 2
.
5
Mengetahui nopia dan mino Pernah makan nopia dan mino
Tidak mengetahui nopia dan mino Tidak pernah makan nopia dan mino
30
70
Selain hasil survei di atas, saya juga meminta responden yang pernah
memakan nopia dan mino untuk memberikan komentar atau opininya mengenai
kedua makanan tersebut. Sebagian besar memberikan komentar bahwa nopia
dan mino memiliki rasa yang enak, manis, dan juga sekarang semakin banyak
varian rasanya. Namun, ada 2 orang yang menyatakan bahwa tekstur bagian
bawah kedua makanan tersebut terlalu keras dan rasa isiannya terlalu manis.
Meski begitu, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar orang yang pernah
memakan nopia dan mino menyukai rasanya.
Di sisi lain, saya merasa sedih dengan hasil survei yang telah saya
cantumkan di atas. Ternyata, dari 40 responden, hanya 12 orang saja yang
mengetahui bahwa nopia dan mino berasal dari Banyumas. Ini berarti, sebagian
orang yang pernah memakannya pun tidak mengetahui daerah asal nopia dan
mino. Hal ini sungguh disayangkan karena jika lebih banyak orang yang
mengetahui bahwa nopia dan mino berasal dari Banyumas,tentu saja itu akan
berdampak baik bagi Banyumas. Banyak orang yang akan tertarik untuk lebih
mengeksplor Banyumas karena telah mencoba nopia dan mino yang rasanya
enak.
Melihat banyaknya orang yang tidak mengetahui bahwa nopia dan mino
berasal dari Banyumas, saya akan memberikan beberapa saran dan solusi agar
nopia dan mino lebih dikenal sebagai makanan khas Banyumas. Pertama, Dinas
Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten
Banyumas hendaknya berupaya untuk mengenalkan nopia dan mino sebagai
makanan khas Banyumas. Pengenalan ini dapat dilakukan dengan cara
menggandeng Kakang dan Mbekayu Banyumas sebagai promotornya.
Tentunya, Kakang dan Mbekayu ini bisa mendapatkan banyak perhatian remaja
atau milenial karena Kakang dan Mbekayu Banyumas juga merupakan kaum
milenial yang cukup berpengaruh.
Itulah beberapa saran dan solusi saya mengenai upaya pengenalan nopia
dan mino kepada masyarakat luar Banyumas. Saya berharap, nopia dan mino
akan lebih berkembang, dikenali sebagai makanan khas Banyumas, dan lebih
banyak digemari agar berdampak positif bagi Kabupaten Banyumas, baik untuk
sektor ekonomi masyarakat, pariwisata, maupun sektor lainnya.