Anda di halaman 1dari 4

Nama : Abdullah Ghanynafi

Jumlah Kata : 1006

NIM : 102011133218

Kelas : IKM 3D

Matkul : Dasar Administrasi Rumah Sakit dan Puskesmas

Resume Kuliah Tamu

“Act Now For Patient Safety”

Sumber daya manusia pada rumah sakit di Indonesia pada saat menghadapi pandemi
Covid-19 ini dapat dikatakan sangat kekurangan, oleh karena itu pada beberapa rumah sakit ada
yang harus mencari relawan dari berbagai pihak seperti mahasiswa baik yang masih menempuh
pendidikan maupun yang baru saja lulus, bahkan hingga merekrut karyawan kesehatan dari
rumah sakit yang lain, baik itu dokter ataupun perawat. Untuk saat ini tidak diadakan pelatihan
khusus terlebih dahulu untuk menjalankan tugas sebagai tenaga Kesehatan, tetapi pihak rumah
sakit menerapkan Standard Operational Procedure (SOP) untuk menggantikan pelatihan tersebut.
Karena Standard Operational Procedure dirasa cukup untuk mengarahkan para tenaga kesehatan
baru untuk memahami tentang tugas dan kewajiban serta batasan-batasan yang dapat dilakukan
dalam keadaan yang terdesak seperti saat ini, dimana jumlah pasien Covid-19 yang semakin
tidak terkendali.

Selain sumber daya manusia, rumah sakit di Indonesia juga banyak mengalami
kekurangan terutama pada kasur dan tempat untuk pasien atau ruangan. Hal ini terlihat seperti
pada rumah sakit banyak yang menambah kapasitas kasur hingga di halaman luar rumah sakit
dengan tenda-tenda darurat. Kemudian juga seringnya terdapat kesalahan atau masalah pada
proses administrasi, seperti halnya penataan ruangan, biasanya pasien akan dipindahkan ke
ruangan yang tidak sesuai dengan pelayanan apa yang seharusnya diperoleh. Selain itu juga pada
masalah diagnosis Covid-19 yang menggunakan swab test PCR, banyak kejadian jadwal yang
tidak sesuai dengan nama pasien. Kemungkinan dikarenakan oleh jumlah pasien yang melebihi
kapasitas, baik pada ruangan rumah sakit ataupun tenaga kesehatan sehingga menyebabkan
tenaga kesehatan kesulitan dalam mengatur dokumen yang ada.

Dalam upaya pencegahan serta mengontrol sebaran virus Covid-19 pada lingkungan
rumah sakit, khususnya pada tenaga Kesehatan yang bekerja. Rumah sakit sendiri telah
menetapkan aturan untuk wajib menggunakan masker double hingga triple, dikarenakan harga
masker bedah yang sangat mahal serta ditambah dengan keadaannya yang cukup langka
menyebabkan tidak memungkinkannya untuk tenaga kesehatan yang setiap harinya harus
berhadapan langsung dengan pasien yang kemungkinan besar terinfeksi virus Covid-19 itu harus
terus-menerus mengganti masker dengan harga yang tinggi atau dapat dikatakan cukup mahal
itu, demikian juga dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang hanya dapat digunakan
sekali saja. Apabila tenaga Kesehatan telah melepas alat pelindung diri tersebut diwajibkan
untuk langsung membuangnya dan menggunakan yang baru apabila ingin mulai bertugas lagi.
Pada saat awal pandemic semua harga dan distribusi alat-alat yang diperlukan oleh tenaga
Kesehatan cenderung memiliki harga yang sangat mahal dan juga langka. Sehingga untuk
menggantikan alat pelindung diri, para tenaga Kesehatan memutuskan untuk menggunakan jas
hujan.

Pada rumah sakit juga terjadi banyak insiden yang berakibat buruk bagi pasien selama
pandemic Covid-19 yang seharusnya tidak terjadi. Hal itu seperti saat ada pasien yang
melakukan swab test (PCR), itu membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui hasilnya.
Karena itupun banyak pasien yang terlambat mendapatkan perawatan intensif, sehingga pasien
ada yang meninggal ketika baru saja dirawat atau mendapatkan pelayanan dari pihak rumah
sakit. Selain itu itu juga terjadi penumpukan pasien yang berada di ruang gawat darurat,
dikarenakan kapasitas pasien yang lebih banyak dibanding dengan Kasur atau ruangan yang
tersedia. Kemudian juga komunikasi antara tenaga kesehatan yang kurang baik, sehingga bisa
menyebabkan miskomunikasi dan dapat juga menimbulkan misdiagnosa pada pasien yang
menyebabkan pasien mendapatkan pelayanan intensif yang kurang tepat.

Kesimpulannya yang dapat ditarik antara lain yaitu dapat dipastikan bahwa tidak ada
rumah sakit du penjuru dunia yang siap dalam menghadapi pandemi Covid-19, namun dalam
waktu satu tahun pandemic banyak rumah sakit yang telah memperhatikan tingkat kesiapannya,
tetapi tidak pada keselamatan pasien. Kesiagaan rumah sakit sangat dipengaruhi oleh akreditasi
atau status kepemilikan rumah sakit. Patient safety incident telah terjadi terlepas dari status
rumah sakit dengan perawatan tertunda menjadi insiden yang paling umum serta kesalahan
administrasi yang terjadi pada rumah sakit selama pandemic Covid-19 ini. Harapan untuk riset
kedepannya yaitu manajemen Kesehatan sebaiknya lebih fokus pada peningkatan kualitas
perawatan selama pandemic serta memperkenalkan inisiatif yang dapat berlaku untuk semua
rumah sakit. Selain itu pembuat kebijakan juga harus lebih memperhatikan kualitas operasi yang
dilakukan di rumah sakit sementara atau darurat.

SURGICAL PUBLIC HEALTH: WHO AND THE SAFETY SURGERY SAVES LIVES
CAMPAIGN

Terdapat 3 masalah utama pada keselamatan bedah, antara lain yaitu kurang mengenali
tentang masalah pada kesehatan masyarakat, kurangnya data, serta kesalahgunaan dalam
penggunaan alat-alat pengaman yang ada. Cara yang dapat dilakukan agar dapat menekankan
atau mengurangi terjadinya masalah-masalah tersebut yakni harus dilakukannya promosi atau
pendidikan terkait dengan keselamatan bedah sebagai masalah dalam kesehatan masyarakat.
Dengan harapan agar kedepannya masalah ini juga menjadi fokus yang tidak dihiraukan lagi.
Kemudian juga perlu menerapkan checklist untuk mengembangkan standar pelayanan yang ada
di rumah sakit. Checklist juga digunakan dengan tujuan antara lain untuk mengurangi risiko
komplikasi pasca-operasi, mengurangi terjadinya infeksi, serta menjadikan kerja sama antar
tenaga kesehatan menjadi lebih efektif. Keuntungan yang didapatkan dalam penerapan checklist,
yaitu dapat menyesuaikan sesuai dengan kondisi serta kebutuhan dari daerah masing-masing,
kebijakan atau aturan yang didukung dengan fakta, hasil evaluasi dari berbagai aturan di seluruh
dunia, meningkatkan ketaatan dalam melakukan langkah pencegahan atau keselamatan, serta
sumber daya manusia atau tenaga kesehatan yang ada diwajibkan untuk melaksanakan safety
intervention.

WHO menyatakan terdapat sepuluh hal yang terkait dengan dilakukannya safe surgery,
yaitu tenaga kesehatan akan mengambil langkah yang tepat, baik pada pasien maupun tempat
yang digunakan. Tenaga Kesehatan akan menggunakan metode yang tepat guna melindungi
pasien dari rasa sakit dan cedera akibat operasi. Tenaga Kesehatan akan mempersiapkan langkah
apa yang harus dilakukan dengan baik terkait risiko kematian yang mungkin saja terjadi serta
apabila terjadi gangguan akibat operasi pada saluran pernapasan yang paling utama. Tenaga
Kesehatan juga akan mempersiapkan dengan sangat baik dan akan mengambil langkah efektif
apabila pasien mengalami kekurangan darah yang berlebih akibat operasi yang dilakukan.
Tenaga Kesehatan akan menghindari dari penggunaan berbahaya, seperti alkohol, drug, dsb pada
pasien yang memiliki risiko tinggi. Tenaga Kesehatan akan konsisten dalam penggunaan metode
yang aman serta dapat mengurangi risiko infeksi pada pasien. Tenaga Kesehatan pun juga akan
mengurangi terjadinya ketidaksengajaan yang tidak diinginkan. Tenaga Kesehatan akan menjaga
serta menjamin semua alat dan bahan yang akan digunakan. Tim akan senantiasa bertukar
informasi penting guna menjaga operasi tetap berjalan dengan lancar dan aman. Kemudian
rumah sakit dan pihak kesehatan masyarakat akan selalu melakukan evaluasi terkait sistem yang
digunakan.

Anda mungkin juga menyukai