Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PENDAHULUAN POLIP NASAL

I . DEFINISI

Polip nasal adalah lesi pada mukosa hidung atau sinus paranasal yang diakibatkan oleh
inflamasi atau infeksi kronis yang berupa massa yang lunak, berwarna putih keabu-abuan
agak transparan yang terdapat didalam rongga hidung. Bentuknya dapat bulat atau lonjong,
beertangkai, dan mudah digerakkan. Polip dapat membesar dan dapt memenuhi rongga
hidung dan sampai keluar ke nares anterior.

II . ETIOLOGI
Polip nasal biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada
mukosa hidung. Etiologi pada polip nasal masih belum diketahui secara pasti. Namun
terdapat beberapa faktor yang dapat dihubungkan denan terjadinya polip nasal, yaitu :
1. Alergi terutama rinitis alergi
2. Infeksi jamur
3. Sinusitis kronik
4. Iritasi
5. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka
III . PATOFISIOLOGI
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah
meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang
sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar
dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga
terbentuk polip. Gambaran penjabaran patofisiologi polip hidung dalam pohon masalah :
Reaksi Alergi/Hipersensitivitas

Edema
mukosa

Persisten

Polip Hidung

Ggn. Pola
nafas
IV . MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini
menetap, tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya sumbatan yang berat
dapat menyebabkan hilangnya indra penciuman. Gangguan drainase sinus dapat
menyebabkan nyeri kepala dan keluarnya sekret hidung. Bila penyebabnya alergi, penderita
mengeluh adanya iritasi hidung yang disertai bersin-bersin. Pada Rinoskopi anterior polip
hidung sering kali harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip ( Konka
Polipoid ).
V . KLASIFIKASI POLIP NASAL
A. Berdasarkan temuan histologis Hellquist HB mengklasifikasikan polip nasal menjadi
4 tipe yaitu :
1) Eosinofilik oedematus type (storma edematosa dengan eosinofil yang
melimpah.
2) Chronic inflamatory type / fibrotik type.
3) Seromucinous gland type.
4) Atypical stromal type.
B. Berdasarkan histopatologi umum polip nasal dibagi:
1) Eosinofil dominated inflammation
2) Neutrofil dominated inflammation
C. Menurut Stammberger H mengklasifikasikan polip berdasarkan endoskopis dan
klinis, respon terhadap terapi yang berbeda, serta hubungan dengan penyakit lain dan
penampilan mikroskopik. Dibagi menjda:
1) Polip antrochoanal
2) Polip besar terisolasi
3) Polip yang berhubungan dengan rinosinusitis kroniS (CRS) [Non esoinophil
dominated]
4) Polip yang berhubungan dengan CRS ( esoinophil dominated)
5) Polip yang berhubungan dengan penyakit tertentu.
VI . PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Naso-endoskopi
Endoskopi dapat memberi visualisasi yangbaik terutama polip keil di melitus medius.
Juga memperlihatkan asal dari polip dan abnormalitas anatomi. Endoskopi memakai
endoskop dengan sudut 0 dan 30 derajat, untuk melihat variasi anatomi dan polip di
daerah osteometal.

2. Pemeriksaan radiologi
Pemerikssaan plain X-rays sinus paranasal tidak sensitif dan tidak dapat menegakkan
diagnosis polip nasal, tetapi dapat memperlihatkan adanya opifikasi dari sinus yang
terkena. CT-Scan dapat memperlihatkan luas nya polip nasal dan variasi anatomi yang
diperlukan untuk operasi. Hal ini tidak dianjurkan untuk langkah primer untuk
menegakkan dioagnosis, kecuali ada tanda unilateral dan gejala dari sinus lain, tetapi
lebih ke riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan endoskopi setelah pengobatan
medikal gagal.

3. Pemeriksaan histoptologi
Pemeriksaan histoptologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi
jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Karena itu pemeriksaan ini merupakan
baku emas (gold standart) penegakkan diagnosa polip hidung.
VII . PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Medikamentosa
Pengobatan polip hidung secara medikamentosa adalah dengan menggunakan
preparat kortikosteroid baik lokal maupun sistemik. Pemberiannya bisa jangka lama
ataupun jangka pendek. Penggunaan steroid topikal dapat mengurangi ukuran polip
dan keluhan gejala akibat polip. Hal ini bermanfaat bagi penderita yang sering
mengalami polipektomi sehingga mengurangi
2. Pembedahan
Tehnik pembedahan dapat dlakukan dengan pendekatan eksternal intranasal Beberapa
cara pembedahan polip hidung adalah sebagai berikut:
 Polip Ekstraksi,
 Etmoidektomi
 Operasi Caldwell-Luc
 Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF),
VIII . PENGOBATAN

 Polip yang masih kecil mungkin dapat diobati secara konservatif dengan pemberian
kortikosteroid per oral. Lokal disuntikkan ke dalam polip atau topical sebagai
semprotan hidung.
 Polip yang sudah besar dilakukan ekstraksi polip / polipeptomi dan menggunakn
senar polip. Apabila terjadi infeksi sinus, irigasi perlu dilakukan dan cara ini
dilakukan dengan perlindungan antibiotic
 Pada kasus polip yang berulang-ulang perlu dilakuka operasi etmoidektomi karena
pada umumnya polip berasal dari sinus etmoid. Etmoidektomi ada 2 cara, yaitu :
a. Intra nasal
b. Ekstra nasal
Polip bisa tumbuh kembali oleh karena itu pada pengobatan perlu ditujukan pada
penyebabnya, misalnya alergi.
IX . DAFTAR PUSTAKA
Soepardi, M Efiaty Arsyad, Sp. THT. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Higler, Adams Boies. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC
Junadi, Purnaman dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.
Syaifuddin, H, AMK. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi
3.Jakarta : EGC.
Devi, Septia. 2020. Analisis Karakter Demografi dan Tipe Hispatologi pada Pasien Polip
Hidung. Universitas Sumatra Utara
Erna, M. Marbun . Penatalaksanaan Polip Aasal dengan Operasi Fungsional Endoskopik
Sinus

Anda mungkin juga menyukai