Abstrak
Teori tentang fasisme berasal dari pemikiran yang menolak pemikiran rasional,
atau menolak adanya pencerahan (renaissance). Dan praktik dari Fasisme
dijalankan oleh negara yang berperang di Perang Dunia II, khususnya Blok Poros
(Jerman, Italia dan Jepang). Ketiga negara ini menjalankan praktik negara secara
ulatranasionalis atau dengan nasionalisme sempit chauvinistic dengan
menegasikan negara lain, baik yang berpaham liberal ataupun komunis. Namun,
pasca kalahnya ketiga negara tersebut di Perang Dunia II maka keberadaan
Fasisme sebagai penganut resmi oleh institusi negara secara formal tidak ada,
akan tetapi pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh beberapa
grup/kelompok politik terus dicoba. Dan secara substansi pokok pemikiran dari
Fasisme bisa dijumpai dari praktik berbagai kelompok politik -termasuk- di
Indonesia.
Pendahuluan
Istilah “fasisme” berasal dari kata latin “fasces”, artinya seberkas kayu
yang diikatkan ke gagang kapak bermata dua yang menandakan dan merujuk pada
otoritas kepemimpian di Kekaisaran Romawi kuno. Keberadaan fasisme berasal
dari suatu komunitas nasional yang menginginkan adanya suatu kesatuan kolektif
melalui suatu pemerintahan. Dengan demikian pemikiran totaliter yang
dimandatkan melaui negara menjadi sebuah keharusan, atau adanya suatu
lembaga politik yang memimpin dalam menjalankan nilai-nilai kejayaan bangsa
atau rasnya.
Jika kita melihat dalam sejarah, maka ideologi fasisme muncul di awal
abad-20, yaitu ketika memasuki fase Perang Dunia II. Keberadaan fasime secara
institusi dapat kita lacak melalui negara yang berada di Blok Poros, atau
penantang dari Blok Sekutu. Italia yang berada dibawah pimpinan Mussolini,
Jerman dibawah pemerintahan Nazi ataupun rezim Jepang yang berada di Asia.
Dan motivasi fasisme sebagai salah satu aliran politik yang menjunjung
tinggi patriorik kebangsaan serta peniadaan hak-hak individu dengan
mengorbankan diri demi tujuan negara memberikan nafas religius bagi kaum
fasisme. Semangat ini yang menjadi motivasi ideologis dari kaum fasis untuk
mendapatkan semacam keabadian. Manakala hak-hak negara terpenuhi dengan
pengorbanan individu, maka kejayaan akan didapatkan sesuai nilai-nilai yang
diyakininya.
Teori Fasisme
Konsep dan teori mengenai rumusan standar utama fasisme sulit untuk
diklasifikasikan secara umum. Bahkan terdapat perbedaan di kalangan ahli terkait
hal ini. Secara umum hal ini dikarenakan dua sebab. Pertama, adanya keraguan
besar memandang fasisme sebagai ideologi karena ketiadaannya inti rasional dan
koherensi tentang fasisme. Bahkan ide tentang Weltanschauung dari Hitler
cenderung merujuk pada fasisme sebagai sebuah aktivisme gerakan politik atau
bahkan agama politik daripada sebagai sebuah ideologi.
Dalam definisi tertentu fasisme bukan hanya ideologi politik, tetapi bisa
saja merupakan aktivisme politik. Pandangan fasisme yang dapat menstimulasi
aktivisme politik dikarenakan ada sebuah paham pandangan dunia yang diyakini
bahwa ada nilai-nilai lain yang unggul daripada nilai-nilai lain. Penegasan ini
dapat dilihat dalam praktik politik.
Dan hari ini keberadaan fasisme secara organisasi politik dalam ruang
formal, apalagi dalam skala negara sudah tidak ada negara yang menganutnya.
Tetapi, secara substansi pokok pemikiran fasisme bisa jadi muncul atau bahkan
berkembang dalam alam pikiran individu/organisasi. Dalam konteks Indonesia
kita tidak mendapati organisasi/lembaga yang berafiliasi atau bahkan menganut
ideologi fasisme secara resmi.
Dan ini dapat kita lihat untuk dianalisis bahwa ada potensi beberapa
kelompok / individu menganut ideologi fasisme, atau bahkan beberapa pandangan
dan ide dari fasisme dipakai sebagai acuan untuk melakukan gerakan aktivisme
politik khsusunya di Indonesia.
Dalam konteks dunia, globalisasi turut berkontribusi bagi pertumbuhan
keberagaman bentuk nasionalisme berbasis ras dan etnis sehingga melemahkan
negara-bangsa dan merusak bentuk-bentuk nasionalisme sipil. Beberapa ahli
bahkan menarik garis parallel antara kebangkitan fasisme dengan
fundamentalisme agama, bahkan melihat beberapa militansi Islam sebagai bentuk
“Islam-fasisme”.
Penutup
Pemikiran fasisme yang dianut oleh negara resmi saat ini sudah tidak ada.
Akan tetapi kebangkitan neo-fasime yang selaras beberapa pandangan dan ide nya
denga fasis berpotensi tumbuh atau bahkan dianut oleh beberapa kelompok. Dan
globalisasi berpengaruh terhadap hal ini. Dalam konteks Indonesia ideologi
fasisme secara substantif bisa saja berpotensi dianut oleh beberapa kelompok. Hal
ini dapat kita lihat beberapa peristiwa terrorisme yang terjadi, ataupun peristiwa
politik yang mengarah pada sebagian pandangan tentang fasisme.
Pustaka Acuan