Anda di halaman 1dari 45

BAB I

Asuhan Keperawatan pada pasien Fraktur

A. Konsep Fraktur

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya integritas tulang dan tulang rawan yang

hidup, yang meliputi kerusakan pada sumsum tulang, perisoteum dan jaringan

lunak sekitarnya, yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak

langsung. Pada keadaan tertentu dimana tulang menjadi lemah seperti pada

penyakit Ostoporosis, beberapa kanker tulang, atau Osteogensis Imperfecta,

fraktur dapat terjadi hanya dengan trauma yang minimal, pada kondisi ini

dinamakan dengan fraktur patologis (Cross dan Swiontkowski, dalam Rizal,

2014).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontuinitas jaringan

tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa

(Sjamsuhidajat, 2005).

Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi

fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai

adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh

darah) danfraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung

pada paha (Helmi, 2012).


Jadi dapat disimpulkan bahwa fraktur femur adalah terputusnya

integritas tulang dan jaringan lunak yang berada di sekitarnya yang pada

umumnya di sebabkan oleh trauma langsung pada bagian femur atau paha.

2. Penyebab

Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer dan Bare,

2008). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan

yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki,

biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan

dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaam

kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering

mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan

meningkatkannya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan

hormon pada menopause (Reeves dalan Lukman dan Nurna, 2012).

Menurut Abdul Wahid (2013) penyebab fraktur adalah :

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis

patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempatkan yang

jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian

yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.


c. Kekerasan akibat tarikat otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi

Fraktur merupakan gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh

trauma. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat

menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang

dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga

mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai

jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan

udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan

integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma

gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada

umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan

immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen tulang yang telah

dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, dalam Andra., dkk

, 2013).

Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya

pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai

contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena ada

cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah


peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,

pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan

pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan

mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu

peningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga

dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,

bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin

lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas

pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme

kompensasi sedikit mengatur pengambilan darah (venous return) dengan cara

kontraksi volume darah didalam sistem vena sistemik. Cara yang paling

efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan

oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat

diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada

keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme

anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan

berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan

penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak

memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya

dan gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan retikulum

endoplasmik merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler

setelah itu tidak lama lagi akan diikuti cedera mitokondrial. Lisosom pecah

dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses

ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga terjadi penumpukan


kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler

yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini

memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi (Purwadinata, dalam

Wijaya., dkk , 2013).

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat

patah dan kedalaman jaringan lunak dan sekitar tulang tersebut. Jaringan

lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya

timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi

sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.

Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah

terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk

melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur

yang di sebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru

mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin dalam Andra.,

dkk, 2013).

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang

berkaitan dengan pembengakan yang tidak ditangani dapat menurunkan

asupan darah ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila

tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan

jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang

mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat

berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf

maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen

(Burnner and Suddarth, 2005).


4. WOC

Resiko cidera

Gambar 2.1
WOC Fraktur Femur (Abdul Wahid, 2013)
5. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis

a. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekatan ekstrermitas, krepitasi, pembengkakan lokal, dan

perubahan warna (Smeltzer dan Bare, 2005). Gejala umum fraktur

menurut Reeves dalam Lukman dan Nurna (2012) adalah rasa sakit,

pembengkakan, dan kelainan bentuk.

1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur

merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk

meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2) Setelah terjadinya fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan

dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)

bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat

maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketehui dengan

membandingkan ekstrermitas normal. Ektremitas tak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada

integritas tulang tempat melengketnya otot.

3) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah

tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkup satu sama lain

sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).


4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik

tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara

fragmen satu dengan yang lainnya. Uji krepitus dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi

sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau sehari setelah

cedera.

6. Dampak Dari Fraktur

a. Dampak awal

Menurut Abdul Wahid (2013) dampak awal dari fraktur adalah :

1) Kerusakan arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya

nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,

dan dingin pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakitt, tindakan

reduksi, dan pembedahan.

2) Kompartement syndrom

Kompartement syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi

karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam

jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang

menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena

tekanan dari luar seperti gips yang terlalu kuat.


3) Fat emboli syndrom

Fat emboli syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering

terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel

lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah

dan menyebakan tingkat oksigen dalam darah yang ditandai

dengan gangguan pernapasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,

demam.

4) Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan

masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,

tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan

seperti pin dan plat.

5) Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau tergantung yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

6) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

b. Dampak lanjut

Menurut Abdul Wahid (2013) dampak lanjut dari fraktur adalah :

1) Delayed union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsilidasi sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

2) Non union

Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsilidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-

9 bulan. Non union lebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah

yang kurang.

3) Mal union

Mal union merupakan penyembuhan tulang dalam posisi yang

tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring yang ditandai

dengan menigkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk

(deformitas). Mal union dilakukan dengan pembedahan dan

reimobilisasi yang baik.

c. Dampak biologi, psikologis, sosial, dan spiritual

Menurut Hamdan Hariawan (2013) dampak biologi, psikologi, sosial

dan spiritual dari fraktur adalah :

1) Biologi (fisik)

Pada pasien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya

yang terkena trauma seperti perubahan ukuran pada ekstermitas

bahkan kehilangan ekstermitas yang disebabkan oleh amputasi,

peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan


tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan

biasanya terutama kalsium dan zat besi.

2) Psikologis

Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari

fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam

keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi

rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru

serta takutnya terjadi kecacatan pada dirinya.

3) Sosial

Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam

masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak

akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam

melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.

4) Spiritual

Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan

keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang

diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidak mampuannya.

7. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan

pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Burnner dan

Suddarth dalam Smeltzer, 2005). Reduksi fraktur berarti mengembalikan

fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk

mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat

frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling

berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat

dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi

disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu

memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang

direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,

atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang

dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi

dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan tehnik gips.

Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi eksterna. Menurut Andra

Saferi Wijaya dan Yessie Meriza Putri (2013) Prinsip penanganan fraktur

dikenal dengan empat “R” yaitu :

a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan

kemudian di rumah sakit.

b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang

yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.

c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk

mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan di bawah

fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur .

Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer dalam Andra., dkk (2013),

adalah sebagai berikut :

a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan

kesadaran, baru periksa patah tulang.

b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah

komplikasi.

c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan

pemantauan neuricirculatory pada daerah yang cedera.

d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan.

e. Mempertahankan kekuatan kulit.

f. Meningkatkan gizi

g. Mempertahankan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan

untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada

tempatnya sampai sembuh.


BAB II

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Fraktur Femur

Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah

keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-

masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta

mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul

Effendy dalam Andra, dkk. 2013). Menurut Andra dan Yessie (2013)

pengkajian keperawatan pada pasien dengan fraktur meliputi :

1. Pengka
jian

a. Identitas klien

Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,

pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis,

nomor registrasi.

b. Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dari lamanya serangan.

Implikasi pengkajian nyeri untuk melakuan intervensi keperawatan

yang harus di perhatikan oleh perawat adalah awitan nyeri, durasi

nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri dan faktor yang memperburuk nyeri

(Potter and Perry, 2006).

c. Riwayat kesehatan sekarang

Pada pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma

atau kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan

perdarahan, kerusakan jaringan yang mengakibatkan nyeri, bengkak,


kebiruan, pucat atau perubahan warna kulit dan kesemutan.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya tidak ada riwayat kesehatan dahulu pada fraktur, kecuali ada

fraktur patologis seperti adanya diagnosa sebelumnya yaitu

osteoporosis, kanker tulang, arthritis dan lainnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya penyakit keturunan dan penyakit menular yang memperburuk

keadaan pasien seperti penyakit tuberkolosis atau penyakit lain yang

sifatnya menular Yang akan memperberat pemulihan pada pasien

fraktur dan penyakit menurun seperti diabetesmelitus, hipertensi, dan

hemofilia.

f. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksanan hidup sehat

Biasanya pada fraktur akan mengalami perubahan atau

gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti

pakaian, BAB dan BAK di karenakan kesulitan untuk melakukan

kegiatan tersebut dan pasien biasa nya cenderung di bantu oleh

keluarga atau perawat.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Pada pasien fraktur biasanya tidak akan mengalami penurunan

nafsu makan.

3) Pola eliminasi

Biasanya pasen dengn fraktur kesulitan waktu miksi dan defekasi

dikarenakan imobilisasi, feses berwarna kuning, konsistensi

defekasi padat.

4) Pola istirahat dan tidur


Biasanya kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan

yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.

5) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas dan latihan mengalami perubahan atau gangguan yang

sisebabkan oleh fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu di

bantu oleh perawat atau keluarga.

6) Pola persepsi dan konsep diri

Pada pasien fraktur biasanya akan mengalami gangguan diri

karena terjadi perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur

hidup atau tidak dapat bekerja lagi.

7) Pola sensosri kognitif

Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan sedang pada pola

kognitif atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan.

8) Pola hubungan peran

Biasa nya pada pasien dengan fraktur akan terjadi perubahan peran

yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien

merasa malu atau harga diri rendah.

9) Pola penanggulangan stress

Perlu ditanyakan pada pasien apakah fraktur yang di alaminya

membuat pasien menjadi stress dan perlu di tanyakan apakah

masalah dipendam sendiri atau dirundingkan dengan keluarga.

10) Pola reproduksi seksual

Biasanya pasien dengan fraktur yang sudah berkeluarga dan

mempunyai anak, maka akan mengalami gangguan seksual, jika

belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.


11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien

meminta perlindungan atau mendekatkan diri pada Tuhan Yang

Maha Esa.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dibagi atas dua, yaitu pemeriksaan umum

(status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan

pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat

melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang sempit tetapi lebih mendalam.

1) Gambaran umum

Perlu menyebutkan :

Keadaan umum : kesadaran pasien tergantung pada keadaan pasien.

Nyeri pada pasien pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda

vital meningkat karena adanya gangguan baik fungsi maupun

bentuk.

2) Secara sitemik dari kepala sampai ujung kaki

a) Kepala

Tidak ada gangguan , simetris, tidak ada benjolan, tidak ada

nyeri kepala

b) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada benjolan, reflek

menelan positif.

c) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi

maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, dan tidak ada


oedema.
d) Mata

Bisa terjadi anemis (karena terjadi perdarahan)

e) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada

lesi atau nyeri tekan.

f) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernapasan cuping hidung.

g) Mulut dan faring

Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,

mukosa mulut tidak pucat.

h) Thoraks

Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

i) Paru

(1) Inspeksi

Pernapasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung

pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan

lainnya.
(4) Auskultas

nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainya

seperti stridor dan ronchi.

j) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus cordis

(2) Palpasi

iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur

k) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar, simetris

(2) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kali/menit

l) Sistem integumen

Terdapatnya erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,

oedema, nyeri tekan.


m) Ekstremitas

Terdapat luka terbuka pada femur, perbedaan ukuran pada

ekstermitas bawah kiri dan kanan, terdapat nyeri pada

ekstermitas yang fraktur.

g. Pemeriksaan diagnostik

3) Pemeriksaan radiologi

Menurut Abdul Wahid (2013) pemeriksaan radiologi pada pasien

dengan fraktur meliputi :

n) X-ray

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (X-ray). Untuk mendapatkan

gambaran tiga dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,

maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam

keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada

indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya

super posisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas

dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang hasilnya dibaca

sesuai dengan permintaan. Biasanya pasien pada fraktur tergambar

patahan tulang atau pergeseran tulang pada daerah femur nya.

Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik

khususnya seperti :

(1) Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi

struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus


ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak

pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya.

(2) Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami

kerusakan akibat trauma.

(3) Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak

karena ruda paksa pada daerah femur.

(4) Computed Tomografi-Scanning : menggambarkan potongan

secara transversal dari tulang dimana didaptkan suatu struktur

tulang yang rusak pada daerah femur.

o) Scan tulang, tonogram, CT-Scan/MRI

Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak (Andra, dkk. 2013).

p) Arteriogram

Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigia (Andra, dkk.

2013).

4) Pemeriksaan loboratorium

Menurut Abdul Wahid (2013) pemeriksaan Laboratorium pada

pasien dengan fraktur meliputi :

q) Kalsium serum dan fosfor serum

Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.
r) Alkalin fosfat

Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan

menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam pembentukan tulang.

s) Enzim otot

Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase

(LDH-5), Aspartat amino Transferase (AST), Aldolase yang

meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

t) Hitung darah lengkap

Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun

(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress

normal setelah trauma (Andra, dkk. 2013).

u) Profil koagulasi

Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi

multiple (Andra, dkk. 2013).

5) Pemeriksaan lain-lain

Menurut Abdul Wahid (2013) pemeriksaan lain yang harus di

lakukan pada pasien dengan fraktur adalah :

v) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas

Pada pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas :

didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.


w) Biopsi tulang dan otot

Pada biopsi tulang dan otot : pada intinya pemeriksaan ini

sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila

terjadi infeksi.

x) Elektromyografi

Pada elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang

di akibatkan fraktur.

y) Arthroscopy

Pada arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau

robek karena trauma yang berlebihan.

z) Indium Imaging

Pada Indium Imaging pada pemeriksaan ini di dapatkan adanya

infeksi pada tulang.

3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien

fraktur menurut Abdul Wahid (2013) adalah sebagai berikut :

h. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

oedema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi pen.

i. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan

aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus).

j. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,

emboli lemak, perubahan membran, alveolar atau kapiler.


k. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).

l. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,

pemasangan traksi.

m. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer

(kerusakan kulit, trauma jaraingan, prosedur invasif atau traksi tulang).

n. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpapar atau salah interpretasi terhadap

informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat atau lengkapnya informasi

yang ada.

o. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

p. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan fisik (nyeri).

q. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.

r. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran

darah, cidera vaskuler.

s. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh.

t. Resiko cidera berhubungan dengan imobilisasi


4. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Nyeri akut NOC NIC
a. Pain level Pain management :
b. Pain control a. Lakukan pengkajian
c. Comfort level nyeri secara
Kriteria hasil : komperhensif
termasuk lokasi,
a. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri, (tahu penyebab frekuensi, kualitas,
nyeri, mampu dan faktor presipitasi.
menggunakan teknik b. Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk nonverbal dari ketidak
mengurangi nyeri, nyamanan.
mencari bantuan). c. Gunakan teknik
b. Melaporkan bahwa komunikasi terapeutik
nyeri berkurang dengan untuk mengetahui
menggunakan pengalaman nyeri
manajemen nyeri. pasien.
c. Mampu mengenali d. Kontrol lingkungan
nyeri (skala,intensitas, yang dapat
frekuensi, dan tanda mempengaruhi nyeri
nyeri). seperti suhu ruangan,
d. Menyatakan rasa pencahayaan dan
nyaman setelah nyeri kebisingan.
berkurang e. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
f. Ajarkan teknik non
farmakologi.
Tingkatkan istirahat.
g. Kolaborasi dengan
dokter dalam emberian
analgetik.
Analgesica dministration
:
a. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat.
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi.
c. Cek riwayat alargi.
d. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat.
e. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala.
Resiko disfungsi NOC NIC
neurovaskuler perifer a. Circulation Status. Exercise Therapy
b.Tissue perfusion : a. Tentukan
cerebral. batasan pergerakan
Kriteria hasil : sendi dan efek dari
Mendemonstrasikan status fungsi
sirkulasi yang di tandai b. Monitor
dengan : lokasi ketidakn
a.Tekanan systole dan yamanan selama
diastole dalam rentang pergerakan
yang di harapkan. c. Dukung
b.Tidak ada ortostatik ambulasi
hipertensi. Circulatory Care
c.Tidak ada tanda-tanda a. Evaluasi
peningkatan tekanan terhadap edema dan
intrakranial. nadi
Mendemonstrasikan b. Inspeksi
kemampuan kognitif yang kulit terhadap ulser
ditandai dengan : c. Dukung
a.Berkomunikasi dengan pasien untuk latihan
jelas dan sesuai dengan sesuai toleransi
kemampuan. d. Kaji
b. Menunjukkan derajat ketidak
perhatian, konsentrasi dan nyamanan atau nyeri
orientasi. e. Turunkan
c.Memproses informasi. ekstremitas untuk
d. Membuat memperbaiki sirkulasi
keputusan dengan benar. arterial
Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-gerakan
involunter.
Gangguan pertukaran NOC NIC
gas a. Respiratory status : gas Airway management
exchange a. Atur posisi pasien
b. Respiratory status : untuk memaksimalkan
ventilation ventilasi
c. Vital sign b. Identifikasi pasien
status Kriteria perlu pemasangan alat
hasil : jalan napas bantuan.
a. Mendemonstrasikan c. Lakukan fisioterapi
peningkatan ventilasi dada jika pelu.
dan oksigenasi yang d. Keluarkan sekret
adekuat.
b. Memelihara kebersihan menggunakan batuk
paru-paru dan bebas dari efektif.
tanda-tanda distress e. Auskultasi suara
pernapasan. napas, catat adanya
c. Mendemonstrasikan suara tambahan.
batuk efektif dan suara f. Kolaborasi dengan
napas yang bersih, tidak dokter dalam
ada sianosis dan dyspneu pemberian
(mampu mengeluarkan bronkodilator bila
sputum, mampu perlu.
bernapas dengan mudah, g. Atur intake untuk
tidak ada pursed lips). cairan
d. Tanda-tanda vital dalam mengoptimalkan
rentang normal. keseimbangan.
h. Monitor respirasi dan
status O2.
Gangguan mobilitas NOC NIC
fisik a. Joint movement : active. Exercise therapy :
b. Mobility level. ambulation
c. Self care : ADL. a. Monitoring vital sign
d. Transfer sebelum dan sesudah
performance. Kriteria atau sebelum latihan
hasil : dan lihat respon pasien
a. Pasien meningkat dalam saat latihan.
aktivitas fisik. Mengerti b. Konsultasikan dengan
tujuan dari peningkatan terapi fisik tentang
mobilitas. rencana ambulasi
b. Memverbalisasikan sesuai dengan
perasaan dalam kebutuhan.
meningkatkan kekuatan c. Bantu klien untuk
dan kemampuan menggunakan tongkat
berpindah. saat berjalan dan
c. Memperagakan cegah terhadap cidera.
penggunaan alat. d. Kaji kemampuan
d. Bantu untuk mobilisasi pasien dalam
(walker). mobilisasi.
e. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADL secara mandiri
sesuai kemampuan.
f. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu pemenuhan
kebutuhan.
ADL
a.Berikan alat bantu jika
klien memerlukan.
b.Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
Gangguan integritas NOC NIC
kulit a. Tissue integrity : skin Pressure management :
and mucous. a. Anjurkan pasien untuk
b. Membranes. menggunakan pakaian
c. Hemodyalis yang longgar.
akses. Kriteria hasil : b. Jaga kebersihan kulit
a. Integritas kulit yang baik agar tetap bersih dan
bisa dipertahankan kering.
(sensasi, elastisitas, c. Mobilisasi pasien
temperatur, hidrasi, (ubah posisi pasien)
pigmentasi) tidak ada setiap dua jam sekali.
luka atau lesi pada kulit. Insision site care :
b. Perfusi jaringan baik. a. Membersihkan,
c. Menunjukkan mengganti, serta
pemahaman dalam memantau dan
proses perbaikan kulit meningkatkan proses
dan mencegah terjadinya penyembuhan luka
cidera berulang. yang ditutup dengan
d. Mampu melindungi kulit jahitan.
dan mempertahankan b. Monitor proses
kelembaban kulit dan kesembuhan area
perawatan alami. insisi.
c. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi.
Resiko infeksi NOC NIC
a. Immune status. Infection control (kontrol
b. Knowledge : infection infeksi) :
control a. Bersihkan lingkungan
c. Risk control setelah dipakai pasien
Kriteria hasil : lain.
a. Pasien bebas dari tanda b. Pertahankan teknik
dan gejala infeksi. isolasi.
b. Mendeskripsikan proses c. Batasi pengunjung
penularan penyakit, bila perlu.
faktor yang d. Intruksikan pada
mempengaruhi penularan pengunjung untuk
serta mencuci tangan saat
penatalaksanaannya. berkunjung dan
c. Menunjukkan setelah berkunjung.
kemampuan untuk e. Gunakan sabun
mencegah timbulnya antimikroba untuk
infeksi. cuci tangan.
d. Jumlah leukosit dalam f. Cuci tangan setiap
batas normal. sebelum dan sesudah
e. Menunjukkan perilaku melakukan tindakan
hidup sehat. keperawatan.
g. Gunakan alat
pelindung diri
sebagai pelindung.
h. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat.
i. Tingkatkan intake
nutrisi.
j. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antibiotik
bila perlu.
k. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal.
Kurangnya NIC NIC
pengetahuan a. Knowledge : disease Teaching : disease
proccess. process
b. Knowledge : health a. Berikan penilaian
behavior. tentang tingkat
Kriteria hasil : pengetahuan pasien
a. Pasien dan keluarga tentang proses
menyatakan paham penyakit yang
tentang penyakit, spesifik.
kondisi, prognosis dan b. Jelaskan patofisiologi
program pengobatan. dari penyakit dan
b. Pasien dan keluarga bagaimana hal ini
mampu menjelaskan berhubungan dengan
prosedur yang dijelaskan anatomi fisiologi,
secara benar. dengan cara yang
c. Pasien dan keluarga tepat.
mampu menjelaskan c. Gambarkan tanda dan
kembali apa yang gejala yang bisa
dijelaskan perawat atau muncul pada
tim kesehatan lainnya. penyakit, dengan cara
yang tepat.
d. Gambarkan proses
penyakit, dengan cara
yang tepat.
e. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat.
f. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisinya, dengan
cara yang tepat.
g. Sediakan bagi
keluarga atau pasien
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang
tepat.
h. Diskusikan
perubahan gaya hidup
yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi
di masa yang akan
datang dan atau
proses pengontrolan
penyakit.
i. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan penyakit
pasien.
j. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan.
k. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas lokal,
dengan cara yang
tepat.
l. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
perawat dengan cara
yang tepat.
Ansietas NOC NIC
a. Anxiety self-control Anxiety reduction
b. Anxiety level (penurunan kecemasan)
c. Coping a. Gunakan pendekatan
Kriteria hasil yang menyenangkan.
: b. Nyatakan dengan jelas
a. Klien mampu harapan terhadap
mengidentifikasi dan pelaku pasien.
mengungkapkan gejala c. Jelaskan semua
cemas.
b. Mengidentifikasi, prosedur dan apa yang
mengungkapkan dan dirasakan selama
menunjukkan tehnik prosedur.
untuk mengontrol cemas. d. Pahami prespektif
c. Vital sign dalam batas pasien terhadap situasi
normal. stres.
d. Postur tubuh, ekspresi e. Temani pasien untuk
wajah, bahasa tubuh dan memberikan
tingkat aktivitas keamanan dan
menunjukkan mengurangi takut.
berkurangnya kecemasan. f. Dorong keluarga
untuk menemani
pasien.
g. Identifikasi tingkat
kecemasan pasien.
h. Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan cemas.
i. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi.
j. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi.
k. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat untuk
mengurangi rasa
cemas.
Gangguan pola tidur NOC NIC
a. Anxiety reduction Sleep enhancement
b. Comfort level a. Determinasi efek-efek
c. Pain level medikal terhadap pola
d. Rest : Extent and pattern tidur.
e. Sleep : Extent and pattern b. Jelaskan pentingnya
Kriteria hasil : tidur yang adekuat.
a. Jumlah jam tidur dalam c. Fasilitas untuk
batas normal 6-8 mempertahankan
jam/hari. aktivitas sebelum tidur
b. Pola tidur, kualitas dalam (membaca).
batas normal. d. Ciptakan lingkungan
c. Perasaan segar sesudah yang nyaman.
tidur atau istirahat. e. Kolaborasi dengan
d. Mampu dokter dalam
mengidentifikasikan hal- pemberian obat tidur.
hal yang meningkatkan f. Diskusikan dengan
tidur. keluarga dan pasien
tentang teknik dan
kebiasaan tidur pasien.
g. Monitor waktu tidur
pasien.
h. Monitor dan catat
kebutuhan tidur pasien
setiap hari.
Resiko syok NOC NIC
a. Syok prevention syok prevention :
b. Syok management a. Monitor status
Kriteria hasil : sirkulasi blood
a. Nadi dalam batas yang preasure, warna kulit,
diharapkan. suhu, denyut jantung,
b. Irama jantung dalam HR, dan ritme, nadi
batas yang diharapkan. perifer, dan kapilari
c. Frekuensi nafas dalam refill.
batas yang diharapkan. b. Monitor suhu dan
d. Irama pernapasan dalam pernapasan.
batas yang diharapkan. c. Monitor input dan
e. Natrium serum dalam output.
batas normal d. Pantau nilai labor :
f. Kalium serum dalam HB, HT, AGD dan
batas normal. elektrolit.
g. Klorida serum dalam e. Monitor tanda awal
batas normal. syok.
h. Kalsium serum dalam f. Berikan cairan iv atau
batas normal. oral yang tepat.
i. Magnesium serum dalam g. Berikan vasodilator
batas normal. yang tepat.
j. PH darah serum dalam h. Ajarkan keluarga dan
batas normal. pasien tentang tanda
Hidrasi indikator : dan gejala datangnya
a. Mata cekung tidak syok.
ditemukan. i. Ajarkan keluarga dan
b. Demam tidak ditemukan. pasien tentang langkah
c. Tekanan darah dalam untuk mengatasi
batas normal. gejala syok.
d. Hematokrit dalam batas
normal.
Gangguan perfusi NOC NIC
jaringan a. Circulation status Peripheral sensation
b. Tissue perfusion : management
cerebral (manajemen sensasi
Kriteria hasil : perifer)
mendemonstrasikan status a. Monitor adanya
sirkulasi yang di tandai paretese.
dengan : b. Instruksikan keluarga
a. Tekanan systole dan untuk mengobservasi
diastole dalam rentang kulit jika ada isi atau
yang di harapkan. laserasi.
b. Tidak ada ostatik c. Gunakan sarung
hipertensi. tangan untuk proteksi
c. Tidak adak tanda-tanda d. Kolaborasi dengan
peningkatan tekanan dokter dalam
intrakranial (tidak lebih pemberian analgetik
dari 15 mmHg) e. Monitor adanya
mendemonstrasikan tromboplebitis
kemampuan kognitif yang f. Diskusikan mengenai
di tandai dengan : penyebab perubahan
a. Berkomunikasi dengan sensasi.
jelas dan sesuai dengan
kemampuan.
b. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi.
c. Membuat keputusan
dengan benar.
Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter.
Harga diri rendah NOC NIC
situasional a. Body image, disturbed. Self esteem ebhancement
b. Coping, ineffective. a. Tunjukkan rasa
c. Personal identity, percaya diri terhadap
disturbed. kemampuan pasien
d. Health behavior, risk untuk mengatasi
e. Self esteem situasional, situasi.
low b. Dorong pasien
Kriteria hasil : mengidntifikasi
a. Adaptasi terhadap kekuatan dirinya.
ketunadayaan fisik : c. Ajarkan keterampilan
respon adaptif klien perilaku yang positif.
terhadap tantangan d. Dukung peningkatan
fungsional penting akibat tanggung jawab diri,
ketunadayaan fisik. jika perlu.
b. Resolusi berduka : e. Buat statement positif
penyesuaian dengan terhadap pasien.
kehilangan aktual atau f. Monitor frekuensi
kehilangan yang akan komunikasi verbal
terjadi. pasien yang negatif.
c. Penyesuaian psikososial, g. Dukung pasien untuk
perubahan hidup : respon menerima tantangan
psikososial adaptiv baru.
individu terhadap h. Kaji alasan-alasan
perubahan bermakna untuk mengkritik atau
dalam hidup. menyalahkan diri
d. Menunjukkan penilaian sendiri.
pribadi tentang harga diri. i. Kolaborasi dengan
e. Mengungkapkan tenaga kesehatan lain
penerimaan diri dan pelayanan
komunikasi terbuka. keagamaan.
f. Mengatakan optimisme Body image
tentang masa depan. enhancement counseling
g. Menggunakan strategi a. Menggunakan proses
koping efektif. pertolongan interaktif
yang berfokus pada
kebutuhan, masalah,
atau perasaan pasien
dan orang terdekat
untuk meningkatkan
atau mendukung
koping, pemecahan
masalah
Coping Enhancement
Resiko cidera NOC NIC
a. Risk kontrol Environment
kriteria hasil : management
a. Klien terbebas dari ( Manajemen lingkungan
cidera. )
b. Klien mampu a. Sediakan lingkungan
menjelaskan cara yang aman untuk
mencegah cidera pasien
Mampu memodifikasi gaya b. Memasang side rail
hidup untuk mencegah tempat tidur
injury c. Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien
d. Menghindari
lingkungan yang
berbahaya bagi
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Ratna Kusuma. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. A Dengan Close
Fraktur Femur 1/3 Tengah Sinistra Di Rso Prof. Dr. R. Soeharso
Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/22045/21/NASKAH_PUBLIKASI.pdf.
Diakses pada tanggal 26 Januari 2016.

Budiarto, Eko. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC.

Burnner dan Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.

Dinarti, dkk. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : CV Trans Info Media.

Fadliyah, N. 2014. Penatalaksanaan Post Fraktur 1/3 Distal Fibula Sinistra


Dengan Pemasangan Wire Di Rsud Sukoharjo.
http://eprints.ums.ac.id/30916/2/BAB_I.pdf. Diakses pada tanggal 26
Januari 2016.

Hariawan, Hamdan. 2013. Asuhan Keperawatan Fraktur. http://hamdan-


hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88417-Askep Konsep % 20
Fraktur .html. Diakses pada tanggal 04 Februari 2016.

Helmi, Zairin Noor. 2011. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta :


Salemba Medika.

Lukman dan Nurna Ningsih. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta :
Mediaction Jogja.

Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Volume 2. Jakarta : EGC

Riandini, Isnu Lucky., dkk. 2015. Gambaran Luka Korban Kecelakaan Lalu
Lintas yang Dilakukan Pemeriksaan di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/283/270. Diakses
pada tanggal 28 Januari 2016.

Rizal, Ahmad., dkk. 2014. Penatalaksanaan Orthopedi Terkini Untuk Dokter


Layanan Primer. Jakarta : Mitra Wacana Media.
Smeltzer dan Bare. 2008. Buku ajar keperawatan medikal bedah Vol.3. Jakarta :
EGC.

Sugiyono, dkk. 2012. Memahami Penelitian Kulitatif. Bandung : Alfabeta.

Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta : Trans Info Media.

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal
Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh ASKEP. Jakarta :Nuha Med

Anda mungkin juga menyukai