Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ADAT PERKAWINAN SUKU MAKASSAR

DOSEN PENGAMPUH

HMZ. Iqbal Moenaf, SH., MH.

DISUSUN OLEH

Salim Maula Abu Hudzaifah

20200210100164

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

FAKULTAS HUKUM

2020/2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 4

BAB I .......................................................................................................................................... 5

A. Latar Belakang ............................................................................................................. 5


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 6
1. Sejarah singkat Suku Makaassar. ............................................................................................ 6
2. Lagu-lagu Suku Makassar....................................................................................................... 6
3. Makanan khas dari Sulawesi Selatan. ..................................................................................... 6
4. Adat perkawinan Suku Makassar. ........................................................................................... 6
C. Tujuan........................................................................................................................... 6
1. Mengetahui sejarah singkat Suku Makassar. .......................................................................... 7
2. Mengetahui Lagu-lagu Suku Makassar................................................................................... 7
3. \Mengetahui makanan Khas Sulawesi Selatan. ....................................................................... 7
4. Mengetahui adat perkawinan Suku Makassar. ........................................................................ 7
BAB II ........................................................................................................................................ 8

1. Sejarah Suku Makassar ................................................................................................ 8


2. Lagu-lagu Suku Makassar .......................................................................................... 10
3. Makanan Khas dari Suku Makassar ........................................................................... 11
1. Coto Makassar ............................................................................................................................. 11
3. Pallubasa ..................................................................................................................................... 13
4. Pallumara..................................................................................................................................... 13
5. Barongko..................................................................................................................................... 14
6. Pisang Epe‟ .................................................................................................................................. 15
7. Es Pallu Butung............................................................................................................................ 16
8. Gogoso‟....................................................................................................................................... 17
9. Kapurung..................................................................................................................................... 17
10. Juku Pallu Ce‟la.......................................................................................................................... 18
11. Bebek Palekko............................................................................................................................ 19

2
12. Burasa‟ ...................................................................................................................................... 19
13. Songkolo Bagadang .................................................................................................................... 20
14. Sarabba...................................................................................................................................... 21
15. Konro Bakar............................................................................................................................... 21
4. Adat perkawinan Suku Makassar ...................................................................................... 22
A. Kesimpulan................................................................................................................. 34
B. Saran ........................................................................................................................... 36

3
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam

menyelesaikan makalah tepat waktu. tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan

mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita ke jalan yang lurus.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat kesehatan,

sehingga makalah “ADAT PERNIKAHAN SUKU MAKASSAR” dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Negara.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena

kesalahan dan kekurangan. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait

penulisan maupun bahasa yang digunakan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Gowa, 15 Maret 2021

Salim Maula Abu Hudzaifah

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan atau pernikahan sepertinya jadi salah satu fase penting dalam kehidupan

sebagian besar manusia. Tidak terkecuali orang dari suku Makassar. Bagi kami,

perkawinan yang mempertemukan dua mempelai dan sekaligus menyatukan dua keluarga

adalah sebuah momen penting dan krusial. Persiapannya sungguh menguras tenaga,

utamanya bagi kedua mempelai. Masa persiapannya kadang tidak hanya sebulan-dua

bulan, tapi bahkan bisa berbulan-bulan hingga setahun. Apalagi bagi mereka yang sangat

memegang teguh adat istiadat. Sejak zaman dahulu, perkawinan sebagai sesuatu yang

sakral bagi orang suku Makassar selalu dipandang penting. Selalu menjadi salah satu

bagian dari penyempurnaan kehidupan seorang anak manusia. Bagi orang suku Makassar,

mereka yang belum menikah belum dianggap utuh sebagai manusia atau disebut tau

sipue (manusia separuh). Ada pepatah dalam suku Makassar yang berbunyi; tenapa na

ganna se’re tau punna tenapa na situtu ulunna na salanggana. Pepatah ini berarti; belum

sah seorang disebut manusia bila belum terhubung antara kepala dan bahunya.

Perkawinan dianggap sebagai proses menyatukan kepala dan bahu, menjadikan seorang

manusia menjadi utuh. Suami dan istri dianggap akan saling melengkapi satu dan lain dan

menjadi manusia yang utuh. Karena itulah, anak bujang dan perawan yang sudah

dianggap cukup umur untuk menikah akan segera dicarikan jodohnya. Dalam suku

Makassar, pertimbangan pertama dalam mencari jodoh adalah kasiratangngang atau

kesepadanan. Kedua mempelai harus sepadan dan jangan sampai terjadi perbedaan yang

sangat mencolok. Dalam perkawinan suku Makassar, perkawinan paling ideal adalah

perkawinan dalam lingkup keluarga utamanya yang berada dalam garis horisontal.

Perkawinan antara sepupu satu kali (sampo sikali; Makassar) adalah perkawinan terbaik

5
dan disebut sialleang baji’na atau saling mengambil yang terbaik. Sementara urutan

terbaik berikutnya adalah antara sepupu dua kali (sampo pinruang; Makassar) yang

disebut nipassikaluki atau saling dikaitkan. Lalu yang ketiga adalah perkawinan antara

sepupu tiga kali (sampo pintallung; Makassar) yang disebut nipakabani

bellayya (mendekatkan yang telah jauh). Namun, tentu saja ketiganya tidak mengikat.

Orang Makassar bebas menikah dengan siapa saja, sepanjang keluarga besar menganggap

calonnya sepadan dan pantas. aman dahulu perkawinan suku Makassar adalah mutlak

menjadi urusan orang tua. Anak sama sekali tidak punya hak untuk menentukan dengan

siapa dia akan menikah, utamanya anak perempuan. Semua proses dari pemilihan jodoh

hingga perkawinan, semua menjadi hak dan tanggung jawab orang tua. Anak yang akan

jadi mempelai hanya menurut saja. Saat ini, hal tersebut tentu sudah tidak berlaku. Anak

sudah punya hak untuk memilih dan memutuskan dengan siapa dia akan menikah.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Sejarah singkat Suku Makaassar.

2. Lagu-lagu Suku Makassar.

3. Makanan khas dari Sulawesi Selatan.

4. Adat perkawinan Suku Makassar.

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapaia dalah sebagai

berikut :

6
1. Mengetahui sejarah singkat Suku Makassar.

2. Mengetahui Lagu-lagu Suku Makassar

3. \Mengetahui makanan Khas Sulawesi Selatan.

4. Mengetahui adat perkawinan Suku Makassar.

7
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Suku Makassar

Suku bangsa ini sendiri lebih suka menyebut diri mereka sebagai orang Mangasara.

Sebagian besar berdiam di Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Maros dan

Pangkajene di Provinsi Sulawesi Selatan. Sama seperti suku bangsa bugis, masyarakat ini

juga memiliki kebiasaan merantau melintasi laut. Sebagian di antara mereka merantau ke

berbagai daerah lain di Indonesia, serta terkenal pula sebagai pelaut dan pedagang antar pulau

yang gigih. Jumlah populasinya sekitar 2.000.000 jiwa.

Bahasa Makassar atau Mangasara dapat dibagi atas beberapa dialek, antara lain dialek

Lakiung, Turatea, Bantaeng, Konjo dan Selayar. Sama seperti bahasa Bugis,

bahasa Makassar juga pernah mengalami perkembangan dalam kesusasteraan tertulis yang

dikenal sebagai aksara lontarak, yaitu sistem huruf yang bersumber dari tulisan sansekerta.

Salah satu naskah yang terpenting adalah Sure Galigo atau La Galigo, yaitu sebuah kumpulan

mitologi tentang asal usul masyarakat dan kebudayaan Bugis. Selain itu

bahasa Makassar juga berkembang dalam berbagai bentuk puisi klasik, seperti kelong

(pantun) dan sinriti (prosa liris yang dinyanyikan). Pada dasarnya mata pencaharian orang

Makassar adalah menanam padi di sawah yang telah mengembangkan sistem irigasi

tradisional. Selain itu, pertanian sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman keras juga cukup

berkembang. Akan tetapi di mata masyarakat lain orang Makassar lebih terkenal sebagai

nelayan penangkap ikan, pedagang dan pelaut yang gigih. Mereka telah mengembangkan

tradisi dan pengetahuan kelautan yang mengagumkan. Jenis perahu Makassar yang disebut

pinisi terkenal sebagai perahu yang kuat dan ramping serta mampu mengarungi lautan luas

selama berbulan-bulan. Karena ciri kebudayaan seperti itu, maka orang Makassar sering

diidentikkan dengan orang Bugis, tidak heran kalau kedua nama itu sering ditulis oleh penulis

8
lama dalam kata majemuk Bugis-Makassar. Sistem hubungan kekerabatan yang berlaku

dalam masyarakat ini adalah bilateral, karena keluarga besar pihak ayah dan pihak ibu

dianggap sama-sama memiliki peran penting dalam kehidupan sosial seseorang. Tetapi

mereka mengkategorikan hubungan kekerabatan itu berdasarkan kedekatan dan keakrabatan.

Kerabat yang dianggap "dekat" disebut bija. Kerabat dekat ini dibedakan lagi menjadi bija

pammanaka, yaitu kerabat dekat karena hubungan darah, dan bija panreng-rengan, yaitu

kerabat dekat karena hubungan perkawinan. Bentuk pemilihan jodoh secara tradisional

cenderung endogami keluarga besar, terutama pilihan yang disebut saudara sepupu silang,

walaupun pada masa sekarang sudah amat sulit dipertahankan. Sedangkan pola menetap

sesudah menikah cenderung untuk bersifat virilokal, yaitu tinggal menetap di lingkungan

pihak orang tua lelaki suami. Pelapisan sosial masyarakat Makassar terpengaruh oleh sisa-

sisa sistem sosial zaman Kerajaan Tana (Buta) ri Gowa dan Kesultanan Makassar dulu. Pada

zaman dulu Kerajaan Gowa dibagi ke dalam beberapa daerah yang disebut bate. Masing-

masing diperintah oleh seorang kepala negeri yang disebut karaeng atau gollarang. Pada masa

sekarang para bangsawan keturunan raja-raja Gowa itu disebut ana' karaeng Maraenganaya.

Lapisan sosial orang biasa yang mayoritas, disebut maradeka. Pada zaman dulu dikenal pula

satu lapisan paling bawah, yaitu para hamba sahaya yang disebut ata. Orang Makassar sudah

sejak lama memeluk agama Islam. Walaupun begitu dalam kehidupan sehari-hari sebagian

masih mempertahankan sisa-sisa keyakinan pra-Islam. Sebelum kedatangan agama

Islam orang Makassar mempercayai adanya tokoh-tokoh dewa dan roh nenek moyang serta

makhluk gaib lainnya. Tokoh dewa tertinggi dalam keyakinan mereka itu disebut Patotoe

atau Dewata Seuae (Dewata Yang Tunggal). Keyakinan lama itu masih nampak dalam

pelaksanaan upacara-upacara setempat, terutama yang berkaitan dengan pertanian dan daur

hidup, serta pemeliharaan tempat-tempat yang dianggap keramat (saukang).

9
2. Lagu-lagu Suku Makassar

I. Anak Kukang

Anak Kukang adalah lagu daerah yang menceritakan tentang seorang anak

yang hidup sebatang kara. Tanpa alasan yang jelas, ibu dari anak tersebut

membuangnya. Banyak yang menduga bahwa anak tersebut dibuang karena

masalah ekonomi yang melilit keluarganya hingga akhirnya sang ibu lebih

memilih membuangnya. Kendati bercerita tentang kisah yang sedih, banyak

orang yang menyukai lagu ini. Sebab tak hanya enak untuk didengarkan,

namun irama dari lagu ini pun juga mudah untuk diikuti.

II. Anging Mammiri

Anging Mamiri adalah lagu yang diciptakan oleh Bora D.G.Irate. Anging

Mamiri artinya adalah angin yang bertiup dan membawa kesejukan serta pesan

rindu yang hendak disampaikan kepada orang tersayang. Namun ada juga

yang menyebutkan bahwa lagu Anging Mamiri bermakna sebagai ajakan agar

memohon atau berharap hanya kepada Tuhan saja. Sekalipun Anda memiliki

banyak keinginan, namun tetap Tuhanlah yang akan mengabulkan

permohonan tersebut dan pasti memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.

III. Ati Raja

Ati Raja juga menjadi salah satu lagu provinsi Sulawesi Selatan yang

diciptakan oleh Hoe engDjie. Lagu ini memiliki makna yang sangat dalam

mengenai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pecipta. Tak hanya itu, lagu ini

juga sekaligus memberi penegasan bahwa Tuhan itu Esa atau satu.

IV. Pakarena

Pakarena berasal dari kata pa yang artinya pelaku dan karena yang berarti

main atau pemain. Tak hanya itu, pakarena juga dapat diartikan sebagai laki-

10
laki atau jika diartikan dimaknai secara luas pakarena memiliki makna laki-

laki yang pintar memainkan berbagai macam permainan.

3. Makanan Khas dari Suku Makassar

Ada banyak makanan khas dari suku Makassar, berikut beberapa diantaranya

1. Coto Makassar

Ada yang kurang kalau kamu jalan-jalan ke Sulawesi Selatan tanpa mencoba

Coto Makassar. Makanan khas Makassar ini memang memberikan kesan mendalam

bagi siapa pun yang pernah menikmatinya. Hidangan ini kaya rempah, yang

menjadikan rasanya „sangat renyah‟ dan akan memberikan kesan mendalam kepada

siapa pun pennikmatnya.

Di Makassar, ada beberapa tempat yang direkomendasikan jika kamu tertarik mencoba

kuliner ini. Salah satunya, Coto Nusantara dimana kuliner ini disajikan dengan kuah kental

11
dan potongan daging besar, plus ekstra daun bawang dan bawang goreng yang disajikan

terpisah.

2. Konro

Makanan khas Makassar ini tidak pas untuk para vegan ataupun vegetarian. Maklum, bahan

dasarnya adalah iga dan daging sapi yang direbus bersama kayu manis, air asam jawa dan

beragam bahan lain, termasuk kluwak, yang biasa dijadikan bumbu dasar untuk rawon Jawa

Timur. Sajian sup kaya rempah ini sangat nikmat dicicipi saat panas.

12
3. Pallubasa

Pallubasa merupakan hidangan yang mirip dengan Coto Makassar, terbuat dari jeroan sapi

atau kerbau, dengan semua bahan dimasak dalam waktu yang lama. Yang membedakan

dengan Coto Makassar adalah menu pendampingnya. Pallubasa dimakan bersama nasi putih,

sementara Coto Makassar dengan ketupat.

4. Pallumara

Lebih tertarik untuk menikmati seafood di Makassar, kamu bisa mencoba Palumara, makanan

berbahan dasar ikan. Sup berkuah kuning dari bumbu kunyit ini mirip dengan ikan asam

manis. Kepala kakap merah menjadi bahan dasarnya, dengan tongkol atau bandeng menjadi

pengganti.

13
Cara terbaik menikmati Palumara adalah dengan nasi hangat, ditemani dengan minumaan

dingin.

5. Barongko

Makassar tidak hanya terkenal dengan makanan beratnya. Kue-kue basah di Makassar juga

memiliki cita rasa yang maknyus. Salah satunya, Barongko.

14
Kue berbahan dasar pisang ini manis dan memiliki tekstur lembut. Kue dibuat dalam cetakan

khusus dan kemudian dibungkus dengan daun pisang sebelum disajikan. Cara menikmatinya

pun bisa sesuai selera, panas mau pun dingin.

6. Pisang Epe‟

Makanan khas Makassar dari bahan pisang kepok ini begitu ikonik. Pisang kepok setengah

masak dibakar di atas bara api hingga harum, dibelah dan ditekan hingga pipih, kemudian

dibakar kembali. Tambahkan topping campuran gula merah dan air daun pandan juga garam,

serta durian, jika ada, maka kamu akan mendapatkan camilan dengan rasa istimewa.

15
Momen paling pas menikmatinya saat sore hingga malam, sementara tempat ideal untuk

mencoba dessert Makassar ini adalah di sepanjang pantai Losari.

7. Es Pallu Butung

Kalau ingin menikmati es campur ala Makassar, silakan mencoba Es Palu Butung. Tidak

hanya menawarkan rasa yang manis, tapi juga menyajikan sensasi menyegarkan. Kuliner ini

paling cocok untuk dinikmati saat udara panas dan kamu dijamin akan minta tambah.

16
Es Palu Butung terdiri dari potongan pisang manis, bubur sumsum ditambah susu kental

manis, sirup merah dan es serut, disajikan dalam mangkuk.

8. Gogoso‟

Camilan ini „keluar‟ di waktu-waktu lebaran saja. Biasanya dihidangkan bersama telur asin,

gogoso merupakan camilan yang terbuat dari beras ketan yang dibakar dalam daun pisang.

Makanan khas Makassar ini banyak disukai warga keturunan Bugis-Makassar.

9. Kapurung

Apa jadinya ikan atau daging ayam dicampur bersama bermacam sayuran dan sari atau

tepung sagu? Kamu bisa mencicipinya langsung makanan khas Makassar bernama Kapurung.

Kuliner ini merupakan sajian tradisional khas Sulawesi Selatan, terutama di daerah Luwu,

Kota Palopo.

17
Meski merupakan makanan tradisional, rasanya yang manis dan asam memberikan kesegaran

bagi penikmatnya dan berhasil membuat Kapurung merambah ke daerah metropolitan,

termasuk Makassar.

10. Juku Pallu Ce‟la

Terbuat dari ikan Cakalang, atau bisa juga ikan Layang, Bolu, Sibula‟ atau Tembang, kuliner

Pallu Ce‟la dimasak dengan bumbu yang cukup sederhana, garam dan kunyit. Namun, karena

teknik memasak yang spesial, ada rasa yang begitu berkesan ketika kamu mencicipinya.

18
11. Bebek Palekko

Makanan khas Makassar dari bahan bebek? Bebek Palekko adalah kuliner yang harus kamu

cari. Untuk yang paling favorit, kamu bisa langsung menuju ke Palekko Makassar.

Hidangan ini merupakan makanan khas Bugis yang terbuat dari daging bebek yang

dicincang. Rasanya didesain sedemikian rupa untuk membuat penikmatnya bercucuran

keringat karena kepedasan.

12. Burasa‟

Burasa, sajian yang mirip lontong ini, terbuat dari beras dengan tekstur lembut dan dibungkus

daun pisang muda. Burasa dihidangkan dengan taburan bumbu kelapa kering, garam, gula

dan cabai.

19
13. Songkolo Bagadang

Kulineran tengah malam di Makassar, mengapa tidak? Ada Songkolo Bagadang yang patut

kamu coba. Nasi ketan hitam atau putih dengan serundeng atau parutan kelapa sangrai

sebagai toppingnya ini sangat menarik untuk dicicipi. Belum lagi tambahan ikan teri asin,

telur dan sambal kuning untuk menambah kenikmatan.

20
Makanan khas Makassar ini kerap dijumpai di acara-acara adat di Sulawesi Selatan.

14. Sarabba

Jika di daerah lain memiliki sekoteng, stmj dan wedang uwuh, Makassar juga menyajikan

minuman sejenis dengan nama Sarabba. Terbuat dari campuran jahe, kuning telur, gula aren

dan merica bubuk, kamu akan mendapatkan sensasi yang menghangatkan badan kala

mengonsumsi minuman ini.

15. Konro Bakar

Jika sudah pernah mencicipi Sop Konro, tidak ada salahnya mencoba Konro Bakar, yang

pastinya menawarkan sensasi berbeda dengan cita rasa yang istimewa.

21
Iga yang dibakar dan disajikan dalam kondisi panas ini harus dinikmati hingga tidak tersisa.

Tidak perlu malu akan belepotan karena sausnya karena itulah tanpa kamu menikmati

hidangan ini sepenuhnya.

4. Adat perkawinan Suku Makassar

a) Accini’ rorong

Di fase ini keluarga pihak lelaki akan mencoba menyelidiki apakah ada kemungkinan

mereka untuk masuk melamar seorang anak gadis yang dianggap pantas dan setara

untuk menjadi istri anak mereka.

b) Appesak-pesak

Seorang perempuan yang dipercaya akan diutus untuk menyelidiki lebih jauh, apakah

di anak gadis sudah ada yang melamar atau belum. Setelah semua dianggap aman,

maka keluarga pihak lelaki akan datang untuk menyampaikan maksud mereka secara

resmi.

22
c) Ajjangang-jangang

Proses ini disebut ajjangang-jangang atau menerbangkan burung. Satu delegasi yang

biasanya berisi tiga atau empat orang dari keluarga lelaki akan datang dan

menanyakan secara resmi apakah keluarga lelaki bisa datang meminang atau tidak.

Bila sudah disetujui, maka selanjutnya proses akan masuk ke fase berikutnya.

Delegasi tersebut akan memberitahukan waktu kedatangan perwakilan mempelai pria

untuk melamar.

d) Mange assuro

Di fase ini serombongan delegasi dari keluarga pihak lelaki datang secara resmi

mengajukan lamaran kepada pihak keluarga perempuan. Di acara ini disepakati jenis

dan jumlah sunrang (mas kawin), doe’ balanja (uang belanja atau kadang

disebut uang panaik) dan tanggal pernikahan.

e) Appanaik leko’ caddi

Di fase ini, wakil dari keluarga lelaki akan datang membawa 12 bosara’ . Untuk

keluarga bangsawan, bosara’ berjumlah 14. Bosara’ ini berisi barang hantaran berupa

beras segenggam, kelapa, gula merah, sirih, pinang dan kapur serta biasanya uang

belanja yang sudah disepakati serta cincin pengikat. Dengan selesainya fase ini berarti

resmilah kedua calon mempelai ini bertunangan. Keluarga keduanya kemudian akan

menyampaikan berita ini ke keluarga besar mereka serta kerabat dan tetangga.

f) Appanaik leko’ lompo

Hampir sama dengan fase sebelumnya, di fase ini rombongan dari keluarga lelaki

akan datang membawa bosara’ dan barang hantaran lain. Selain sirih, pinang, dan

kapur, bosara’ juga akan berisi tembakau, gula merah, kelapa, pisang, nenas, jeruk

dan berbagai macam buah-buahan lainnya. Hadir pula dalam hantaran itu berbagai

macam kue-kue adat seperti cucuru’ bayao, se’ro-se’ro, roko’ roko’ unti dan lain-lain.

23
Sebagai pelengkap, dibawa pula berbagai macam perhiasan, kebutuhan wanita dan

alat-alat kecantikan. Di fase ini, rombongan dari keluarga calon mempelai lelaki

biasanya diiring alunan musik tradisional seperti gandrang, gong dan pui-pui.

g) Abbarumbun / A’bu’bu

Prosesi ini dimaksudkan untuk membersihkan tubuh si mempelai perempuan agar

segar dan wangi di hadapan suaminya nanti.

24
h) Appatamma’

Acara ini biasanya dilaksanakan sebelum melaksanakan salah satu acara yaitu

akkorontigi yang dimana dimaksudkan untuk menamatkan bacaan Al-Qur‟an

mempelai.

25
i) Akkorontigi

Acara ini semacam pelepasan untuk si calon mempelai perempuan. Wakil dari

keluarga besarnya akan bergantian memberikan ramu-ramuan daun pacar di tangan si

calon mempelai.

26
j) Appabattu Nikkah

Tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Mempelai lelaki datang dengan diantar oleh

rombongan keluarga besarnya. Salah seorang pria akan ditugaskan untuk

membawa sunrang atau mas kawin, mendampingi sang mempelai. Rombongan ini

juga dilengkapi dengan alunan musik tradisional.Rombongan akan diterima oleh

wakil dari mempelai perempuan di depan pagar atau di depan tangga rumah. Setelah

alunan musik yang disebut tunrung pakanjarak selesai, wakil mempelai perempuan

akan menyambut dengan tari-tarian yaitu tari paddupa, selanjutnya adalah Anggaru

(bersumpah) didepan pihak mempelai pria. Adapun teks anggaru tersebut sebagai

berikut:

27
TEKS ANGGARU

Ata karaeng
Tabe‟ kipammoporang mama‟
Ridallekang malabbiritta
Risa‟ri karatuanta
Riempoang matinggita

Inakkemi anne karaeng


Lambara tatassallanna
Nakareppekangi sallang karaeng

28
Pangngulu ri barugayya
Nakatepokangi sallang karaeng
Pasorang attangnga parang

Inai-naimo sallang karaeng,

Tamappatojengi tojenga,

amappiadaki adaka
Kusalagai siri‟na,

Kuisara parallakkenna
Berangja kunipatebba,

Pangkulu kunisoeyang

Ikatte anging karaeng,

Naikambe lekok kayu


Amirikko anging namarunang lekok kayu
Iya sani madidiyaji nurunang

Ikatte je‟ne karaeng,

Naikambe matang mamayu


Solongko je‟ne Namamayu batang kayu
Iya sani sompo bonangpi kianyu

Ikatte jarung karaeng,

Naikambe bannang panjai


Ta‟leko jarung namminawang bannang panjai
Iya sani lambusuppi nakontu tojeng

Makkanamamaki mae karaeng,

29
Naikambe mappajari
Mannyabbu mamaki mae karaeng,

Naikambe mappa‟rupa

Punna sallang takammayya, Aruku ri dallekanta


Pangkai jerakku, Tinra bate onjokku
Pauwang ana‟ ri boko, Pasang ana‟ tanjari
Tumakkanayya karaeng Natanarupai

Sikammajinne aruku ri dallekanta


Dasi nadasi tarima pa‟ngaruku
Salama‟

Selanjutnya adalah mendendangkan syair yang disebut pakkiyo bunting (pemanggil

pengantin). Isi syair ini sangat dalam dan filosofis, menggambarkan kebesaran hati

keluarga mempelai perempuan menerima si lelaki dan bagaimana mereka berharap

keduanya akan menua bersama, hingga maut memisahkan.Salah satu isi pakkiyo

bunting tersebut adalah :

TEKS PAKKIYO’ BUNTING

Ia dendek, ia dendek

Niak tojemmi daeng bunting

Bunting salloa kutayang

Salloa kuantaiai

Nampako ri ujung borikku

Ri cappak pakrasangangku
30
Na kupanragiangko berasak

Ri mangkok kebok

Kupaammeung rappo bauk ri pallakku

Kupannaroangko pole

Bunting manaikmo mae

Ri ballakna matoannu

Matoang kamase-mase

Iparak kasiasinu

Sarikbattang matunanu.

Sikatutuiko tope deng bunting

Numassassa mole-mole

Tenamo antu

Parekanna maloloa

Bunting ta bunting

Naik ngasengmaki mae !

Setelah prosesi selesai, mempelai lelaki dan rombongannya dipersilakan masuk ke dalam

rumah dan acara akad nikah dimulai. Saat itu mempelai perempuan tidak dihadirkan.

Mempelai perempuan akan berada di dalam kamar, menanti kedatangan lelaki yang akan

31
resmi menjadi suaminya. Setelah akad nikah selesai, mempelai lelaki akan dibawa ke kamar

tempat perempuan yang sekarang resmi menjadi istrinya telah menunggu. Namun,

perjalanannya tidak akan mudah karena akan ada beberapa orang yang menghalanginya

termasuk penjaga pintu yang tidak mau membukakan pintu. Si penjaga itu baru mau

membuka pintu setelah salah seorang pendamping mempelai lelaki memberinya uang. Ini

disebut pannyungke pakke’bu’ atau pembuka pintu.Setelah pintu terbuka, maka bertemulah

dua insan yang telah sah menjadi pasangan suami dan istri.

k) Nilekka

Setelah semua acara pernikahan selesai termasuk resepsi, maka kedua mempelai

kemudian diarak ke rumah keluarga mempelai lelaki untuk mengadakan pesta

dirumah pihak lelaki.

32
l) Nilekka Pinruang (A’matoang)

Pada prosesi ini mempelai perempuan dengan diantar oleh keluarganya kerumah

mempelai pria untuk bermalam 3 malam. . Keduanya akan menghabiskan beberapa

malam di rumah keluarga mempelai lelaki sebelum akhirnya mereka berdua pamit

(appala’ kana). Si perempuan yang sekarang sudah resmi menjadi bagian dari

keluarga besar si lelaki akan menyerahkan sarung kepada mertuanya. Sarung ini

sebagai persembahan menantu kepada mertuanya dan dibalas pula oleh sang mertua

dengan sarung.

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Suku bangsa ini sendiri lebih suka menyebut diri mereka sebagai orang Mangkasara.

Sebagian besar berdiam di Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Maros dan

Pangkajene di Provinsi Sulawesi Selatan. Sama seperti suku bangsa bugis, masyarakat ini

juga memiliki kebiasaan merantau melintasi laut. Sebagian di antara mereka merantau ke

berbagai daerah lain di Indonesia, serta terkenal pula sebagai pelaut dan pedagang antar

pulau yang gigih. Jumlah populasinya sekitar 2.000.000 jiwa.

Bahasa Makassar atau Mangasara dapat dibagi atas beberapa dialek, antara lain dialek

Lakiung, Turatea, Bantaeng, Konjo dan Selayar. Sama seperti bahasa Bugis,

bahasa Makassar juga pernah mengalami perkembangan dalam kesusasteraan tertulis

yang dikenal sebagai aksara lontarak, yaitu sistem huruf yang bersumber dari tulisan

sansekerta. Salah satu naskah yang terpenting adalah Sure Galigo atau La Galigo, yaitu

sebuah kumpulan mitologi tentang asal usul masyarakat dan kebudayaan Bugis. Selain itu

bahasa Makassar juga berkembang dalam berbagai bentuk puisi klasik, seperti kelong

(pantun) dan sinriti (prosa liris yang dinyanyikan). Pada dasarnya mata pencaharian orang

Makassar adalah menanam padi di sawah yang telah mengembangkan sistem irigasi

tradisional. Selain itu, pertanian sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman keras juga

cukup berkembang. Akan tetapi di mata masyarakat lain orang Makassar lebih terkenal

sebagai nelayan penangkap ikan, pedagang dan pelaut yang gigih. Mereka telah

mengembangkan tradisi dan pengetahuan kelautan yang mengagumkan. Jenis perahu

Makassar yang disebut pinisi terkenal sebagai perahu yang kuat dan ramping serta

mampu mengarungi lautan luas selama berbulan-bulan. Karena ciri kebudayaan seperti

itu, maka orang Makassar sering diidentikkan dengan orang Bugis, tidak heran kalau

34
kedua nama itu sering ditulis oleh penulis lama dalam kata majemuk Bugis-Makassar.

Sistem hubungan kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat ini adalah bilateral, karena

keluarga besar pihak ayah dan pihak ibu dianggap sama-sama memiliki peran penting

dalam kehidupan sosial seseorang. Tetapi mereka mengkategorikan hubungan

kekerabatan itu berdasarkan kedekatan dan keakrabatan. Kerabat yang dianggap "dekat"

disebut bija. Kerabat dekat ini dibedakan lagi menjadi bija pammanaka, yaitu kerabat

dekat karena hubungan darah, dan bija panreng-rengan, yaitu kerabat dekat karena

hubungan perkawinan. Bentuk pemilihan jodoh secara tradisional cenderung endogami

keluarga besar, terutama pilihan yang disebut saudara sepupu silang, walaupun pada masa

sekarang sudah amat sulit dipertahankan. Perkawinan atau pernikahan sepertinya jadi

salah satu fase penting dalam kehidupan sebagian besar manusia. Tidak terkecuali orang

dari suku Makassar. Bagi kami, perkawinan yang mempertemukan dua mempelai dan

sekaligus menyatukan dua keluarga adalah sebuah momen penting dan krusial.

Persiapannya sungguh menguras tenaga, utamanya bagi kedua mempelai. Masa

persiapannya kadang tidak hanya sebulan-dua bulan, tapi bahkan bisa berbulan-bulan

hingga setahun. Apalagi bagi mereka yang sangat memegang teguh adat istiadat. Sejak

zaman dahulu, perkawinan sebagai sesuatu yang sakral bagi orang suku Makassar selalu

dipandang penting. Selalu menjadi salah satu bagian dari penyempurnaan kehidupan

seorang anak manusia. Bagi orang suku Makassar, mereka yang belum menikah belum

dianggap utuh sebagai manusia atau disebut tau sipue (manusia separuh). Ada pepatah

dalam suku Makassar yang berbunyi; tenapa na ganna se’re tau punna tenapa na situtu

ulunna na salanggana. Pepatah ini berarti; belum sah seorang disebut manusia bila belum

terhubung antara kepala dan bahunya. Perkawinan dianggap sebagai proses menyatukan

kepala dan bahu, menjadikan seorang manusia menjadi utuh. Suami dan istri dianggap

akan saling melengkapi satu dan lain dan menjadi manusia yang utuh. Karena itulah, anak

35
bujang dan perawan yang sudah dianggap cukup umur untuk menikah akan segera

dicarikan jodohnya. Dalam suku Makassar, pertimbangan pertama dalam mencari jodoh

adalah kasiratangngang atau kesepadanan. Kedua mempelai harus sepadan dan jangan

sampai terjadi perbedaan yang sangat mencolok. Dalam perkawinan suku Makassar,

perkawinan paling ideal adalah perkawinan dalam lingkup keluarga utamanya yang

berada dalam garis horisontal. Perkawinan antara sepupu satu kali (sampo sikali;

Makassar) adalah perkawinan terbaik dan disebut sialleang baji’na atau saling

mengambil yang terbaik. Sementara urutan terbaik berikutnya adalah antara sepupu dua

kali (sampo pinruang; Makassar) yang disebut nipassikaluki atau saling dikaitkan. Lalu

yang ketiga adalah perkawinan antara sepupu tiga kali (sampo pintallung; Makassar)

yang disebut nipakabani bellayya (mendekatkan yang telah jauh). Namun, tentu saja

ketiganya tidak mengikat. Orang Makassar bebas menikah dengan siapa saja, sepanjang

keluarga besar menganggap calonnya sepadan dan pantas. aman dahulu perkawinan suku

Makassar adalah mutlak menjadi urusan orang tua. Anak sama sekali tidak punya hak

untuk menentukan dengan siapa dia akan menikah, utamanya anak perempuan. Semua

proses dari pemilihan jodoh hingga perkawinan, semua menjadi hak dan tanggung jawab

orang tua. Anak yang akan jadi mempelai hanya menurut saja. Saat ini, hal tersebut tentu

sudah tidak berlaku. Anak sudah punya hak untuk memilih dan memutuskan dengan siapa

dia akan menikah.

B. Saran
Demikianlah pembahasan terkait “Adat Perkawinan Suku Makassar” semoga
makalah ini dapat bermanfaaat. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, saya
selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritikan yang membangun, baik dari pihak dosen, maupun
masyarakat pada umumnya agar makalah ini dapat disusun lebih baik lagi dilain
kesempatan.

36
DAFTAR PUSTAKA

i. Wahid, Sugira (2008). Manusia Makassar. Makassar: Pustaka Refleksi.

ii. Rivai, Abu (1975). Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Sulawesi Selatan. Jakarta:

Departemen Pendidkan dan kebudayaan.

iii. Wahid, Sugira (1992). Metafora Bahasa Makassar. Makassar: PPs Universitas

Hasanuddin.

iv. Daeng, Kembong (2016). Pappilajarang Basa Siagang Sasetera Mangkasarak.

Makassar: UD MANDIRI. ISBN 978-602-1347-41-6.

v. Labbiri, Labbiri (2018). Sastra Kelong. Makassar: CV Kanaka Media. ISBN 978-623-

7029-09-0.

vi. Daeng, Kembong (2008). Bahan Ajar Bahasa Makassar. Makassar: FBS

UNM. ISBN 978-602-1347-41-6.

vii. Wahid, Sugira (2008). Manusia Makassar. Makassar: Pustaka Refleksi. hlm. 100–

124. ISBN 9793570245.

viii. “Manusia Makassar”, Prof. DR. Hj. Sugira Wahid, Penerbit Pustaka Refleksi.

ix. Daeng, Kembong (2016). Pappilajarang Basa Siagang Sasetera Mangkasarak.

Makassar: jilid 7 UD Mandiri

x. Mattuladda, 1974. Bugis Makassar, Manusia dan Kebudayaan. Makassar. Berita

Antropologi No. 16 Fakultas Sastra UNHAS.

37

Anda mungkin juga menyukai