Anda di halaman 1dari 48

SAMBUTAN KEPALA DINAS

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, puja dan puji bagi Allah SWT, karena berkat
rahmatnya jualah akhirnya penyusunan buku ini bisa selesai. Tidak
lupa shalawat serta salam bagi Nabi Muhammad SAW. Saya
menyambut baik pada penyusunan buku ini dengan judul Upacara
Mandi Badudus. Kita tahu, negeri tercinta kita Indonesia memiliki
keberagaman suku dengan aneka budaya yang khas.
Dari para leluhur, budaya-budaya tradisi itu diwariskan ke
anak-cucu hingga sekarang ini, serta terus hidup dan terjaga di
lingkungan masyarakatnya, bahkan dikenal luas hingga ke manca
negara. Budaya-budaya tradisi ini tak ternilai, karena mengandung
kearifan-kearifan lokal yang khas, yang hanya menjadi milik
masyarakat setempat atau wilayah tertentu itu saja. Namun budaya
itu bisa juga dirasakan atau disaksikan oleh orang-orang lain diluar
lingkungan masyarakat setempat, dan mereka bisa menikmati
betapa budaya itu memiliki keluhuran yang tinggi sehingga bisa
menggugah rasa dan perhatian.
Tak terkecuali Kalimantan Selatan, yang juga memiliki

TRADISI MANDI BADUDUS i


budaya-budaya tradisi warisan leluhur yang tetap hidup dan
bertahan hingga kini. Seperti pada buku ini, yang memuat tentang
Upacara mandi badudus di desa Kuala Tambangan Kecamatan
Takisung Kabupaten Tanah Laut.
Zaman yang terus berubah, dan kemajuan teknologi begitu
cepat, kiranya budaya-budaya tradisi harus tetap dipertahankan.
Sebab budaya tradisi merupakan sebuah identitas yang selayaknya
tidak boleh tergerus apalagi lenyap begitu saja seiring waktu. Sebab
budaya tradisi itu lahir dari olah rasa dan olah karsa yang memiliki
nilai-nilai kearifan yang tinggi, dan mengandung kebijaksanaan dari
para leluhur.
Sebab itu, proses pendokumentasian budaya-budaya tradisi
dalam bentuk buku menjadi sangat penting. Dan ini juga bagian dari
budaya literasi kita yang hingga kini terus diupayakan untuk terus
ditingkatkan. Kita tahu, negara-negara besar yang tingkat
modernisasinya tinggi, justru juga memiliki budaya literasi yang
tinggi. Dengan dibukukan khasanah-khasanah budaya lokal ini,
maka ia akan menjadi pengetahuan yang bisa terus dibaca hingga
dalam waktu yang panjang dan lama.
Sebab ada sebuah ungkapan apa yang tercatat (dibukukan) ia
akan terus ada dan abadi, sedangkan yang terucap akan hilang

ii TRADISI MANDI BADUDUS


bersama angin. Pendokumentasian dalam bentuk buku ini tentu saja
hanyalah salah satu cara atau upaya untuk terus menjaga dan
melestarikan budaya-budaya lokal.
Lebih jauh, seluruh elemen masyarakat, juga pemerintah
tentunya, harus bersama-sama menjaga dan memeliharanya agar
terus lestari sebagai sebuah kekayaan nusantara, negeri ini, yang
menjadi kebanggaan kita bersama.
Akhirnya, selamat membaca dan menyimak. Semoga kita
semua mendapatkan pengetahuan dan manfaatnya. Banggalahh
kita menjadi orang Indonesia yang terus menjaga dan melestarikan
budaya-budaya tradisi para leluhur negeri ini. Wassalam,

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan


Provinsi Kalimantan Selatan,

Drs. H. Muhammad Yusuf Effendi, M.AP

TRADISI MANDI BADUDUS iii


SAMBUTAN KETUA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN SOSIOLOGI FKIP ULM

Bismillahirrahmanirrahim,
Sebagian orang memahami karya tulis ilmiah berupa skripsi,
hanya berakhir di rak perpustakaan, atau menjadi koleksi penulisnya
yakni mahasiswa bersangkutan. Kalaupun digunakan, terbatas pada
referensi mahasiswa berikutnya yang mengerjakan skripsi.
Namun skripsi mahasiswa prodi Pendidikan Sosiologi ini
membuktikan, bahwa skripsi terus berlanjut menjadi sebuah karya
tulis yang dilakukan penyesuaian agar menjadi sebuah buku dan
yang terpenting adalah sebagai sebuah karya olah intelektual yang
membanggakan bagi penulis dan program studi.
Jika sebuah skripsi ketat dengan aturan dan petunjuk teknis
penulisan karya ilmiah, Ketika menjadi buku, aturan tersebut
disesuaikan agar menjadi lebih sederhana sebab buku ditujukan
untuk pembaca yang lebih luas. Oleh karena itu, kami dari Program
Studi Pendidikan Sosiologi FKIP ULM, menyampaikan ucapakan
terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada Drs. H.
Muhammad Yusuf Effendi selaku Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Propinsi Kalimantan Selatan yang memprakarsai

iv TRADISI MANDI BADUDUS


pendokumentasian skripsi dalam bentuk buku ini. Terutama 15
naskah skripsi telah dibukukan ke dalam 15 buah buku.
Semoga dengan adanya buku-buku ini menjadi kebanggaan
penulis buku yang menjadi alumni prodi Pendidikan Sosiologi dan
juga memicu mahasiswa untuk meningkatkan kualitas skripsi agar
dapat digunakan untuk berbagai hal bermanfaat bagi masyarakat
luas.

Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi,


FKIP ULM

Syahlan Mattiro, M.Si

TRADISI MANDI BADUDUS v


DAFTAR ISI
SAMBUTAN KEPALA DISDIKBUD ........................................................................................................... i
SAMBUTAN KETUA PROGRAM STUDI FKIP UNLAM .......................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................................................................................... vi
PENDAHULUAN ...................................................................................................................................................... 1
KEBUDAYAAN ................................................................................................................................................... 5
RITUAL ...................................................................................................................................................................... 10
TRADISI ................................................................................................................................................................... 15
BAGIAN PERTAMA ................................................................................................................................................ 18
Gambaran Sejarah Lokasi Penelitian ...................................................................................... 18
A. Sejarah Singkat Desa Kuala Tambangan ........................................................ 18
B. Sejarah Singkat Pemerintahan Desa .................................................................. 19
Gambaran Tradisi Mandi Badudus Pantai Batu Lima ............................................. 20
A. Persiapan Pada Pelaksanaan Ritual ..................................................................... 20
B. Pelaksanaan Ritual Mandi Badudus .................................................................... 28
C. Penutup ............................................................................................................................................ 33
BAGIAN KEDUA ....................................................................................................................................................... 34
Fungsi Tradisi dari Upacara Mandi Badudus Pantai Batu Lima ................... 34
A. Untuk Menyucikan Diri ..................................................................................................... 34
B. Untuk Menolak Marabahaya ....................................................................................... 35
PENUTUP ....................................................................................................................................................................... 37
BAHAN BACAAN .................................................................................................................................................... 39
BIODATA PENULIS ................................................................................................................................................ 40

vi TRADISI MANDI BADUDUS


PENDAHULUAN
Upacara tradisional merupakan kegiatan sosial yang
melibatkan para warga masyarakat dalam usaha kerja sama untuk
mencapai tujuan keselamatan bersama pula. Kerja sama antar warga
masyarakat itu sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial
(Ideham, et.al, 2007:95). Dari de nisi ini kerja sama yang dilakukan
manusia dalam mencari jalan keselamatan ternyata bukan semata-
mata secara sik belaka, melainkan juga secara psikologis dan
spiritual, caranya dengan melindungi diri, menyembunyikan diri
untuk mencari ketenangan, atau mencari perlindungan kepada yang
lebih senior dalam kolektifnya (Suhardi, 2009:3).
Pada dasarnya upaya pencarian jalan keselamatan spiritual
adalah semata-mata interes orang per-orang. Tetapi dalam praktek
ritus-ritusnya dapat dilakukan secara berjamaah. Baik ritus
perorangan maupun berjamaah, secara teoritis persepsual,
mengandung efek ganda, yaitu efek emosional dan efek sentimental
Masyarakat Kalimantan Selatan juga mengenal upacara tradisional
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja upacara kehamilan,
upacara kelahiran, upacara menjelang dewasa dan juga upacara

TRADISI MANDI BADUDUS 1


perkawinan. Masyarakat Kalimantan Selatan juga mengenal upacara
yang berkaitan dengan keselamatan seperti ritual upacara mandi
badudus yang dilaksanakan di Pantai batu Lima. Ritual upacara mandi
badudus merupakan sebuah ritual yang dilakukan untuk menolak
segala marabahaya yang datang.
Tujuan dilaksanakan ritual mandi badudus ini hampir mirip
dengan pelaksanaan ritual ruwatan yang dilakukan di pulau jawa.
Ruwatan dilaksanakan dengan maksud untuk membebaskan
seseorang (wong sukerta) dari pengaruh jahat atau kutukan dengan
cara antara lain dilakukan upacara dengan disertai pertunjukan
wayang kulit dengan lakon Murwakala (Thohir, 2007:144).
Badudus merupakan tradisi tolak bala masyarakat Banjar
Istilah badudus juga dikenal dengan sebutan Bapapai atau Mandi-
Mandi. Sesuai dengan namanya, makna badudus secara umum
adalah ritual yang dilakukan untuk membersihkan jiwa dan raga.
Badudus menjadi sarana untuk membentengi diri dari masalah
kejiwaan, yakni dari berbagai gangguan yang datang dari luar
maupun dalam atau sarana untuk menangkal penyakit, baik penyakit
lahir atau batin. pelaksanaannya ritual mandi badudus di Pantai Batu
Lima dilakukan oleh satu keluarga yang beranggotakan sepuluh
orang saudara, yang terdiri dari lima orang laki-laki dan lima orang

2 TRADISI MANDI BADUDUS


perempuan. Sebuah keluarga yang beranggotakan lima orang
saudara laki-laki merupakan hal yang sangat tabu di dalam
masyarakat.
Ada kepercayaan-kepercayaan yang berkembang di
masyarakat bahwa apabila di dalam satu keluarga memiliki lima
orang saudara laki-laki maka mereka akan terkena pengaruh jahat
menurut cerita-cerita mitologi. Upacara ritual mandi badudus ini
dilaksanakan di Pantai Batu Lima yang terletak di Desa Kuala
Tambangan Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut. Upacara
mandi badudus ini tidak begitu populer di kalangan masyarakat luar
selain masyarakat Desa Kuala Tambangan itu sendiri. Pantai Batu
Lima memiliki ciri khas nya sendiri dibandingkan dengan pantai-
pantai yang lain yang ada di Kalimantan Selatan.
Pantai ini memiliki 5 bongkahan batu yang besar sejajar yang
terletak 300 meter dari bibir pantai. Hal ini juga yang membuat
masyarakat Desa Kuala Tambangan menamakan pantai ini dengan
nama Pantai Batu Lima. Namun kepopuleran Pantai Batu Lima tidak
sebanding dengan keindahannya, masyarakat Kalimantan Selatan
tidak begitu mengenal dengan Pantai Batu Lima. Pantai Batu Lima
dipilih sebagai lokasi ritual mandi badudus karena di pantai tersebut
menurut cerita-cerita yang berkembang di masyarakat bahwa lima

TRADISI MANDI BADUDUS 3


buah batu yang ada di pantai batu lima merupakan tempat
pemandian lima orang putri.
Mandi badudus yang dilakukan di Pantai Batu Lima biasanya
rutin dilakukan setiap tahun sekali berdasarkan kalender islam
(hijriah), yaitu setiap 3 atau 4 hari sebelum menyambut datangnya
bulan ramadhan. Dalam pelaksanaan mandi badudus Pantai Batu
Lima ini biasanya dipimpin oleh pemuka agama atau tokoh
masyarakat desa setempat dan juga diikuti oleh masyarakat Desa
Kuala Tambangan maupun masyarakat dari luar desa. Di dalam
proses pelaksanaannya, mandi badudus yang dilakukan di Pantai
Batu Lima dilengkapi dengan sesajen.
Jika pada umumnya mandi badudus yang dilaksanakan di
wilayah lain seperti pada proses upacara perkawinan hanya
bertujuan untuk keselamatan kedua mempelai atau hanya individu
saja, berbeda dengan mandi badudus di Pantai Batu Lima. Proses
pelaksanaan upacara ritual mandi badudus oleh masyarakat desa
Kuala Tambangan ditujukan untuk mensucikan diri sebelum
menyambut bulan Ramadhan Penelitian ini bertempat di Desa Kuala
Tambangan Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut. Penelitian
ini menarik untuk diteliti karena berbeda dengan upacara-upacara
mandi badudus yang lain. Pada umumnya mandi badudus

4 TRADISI MANDI BADUDUS


dilaksanakan untuk tiga subjek yang berbeda, meski dengan tujuan
yang kurang lebih sama. Pertama, badudus untuk pengantin. Kedua,
badudus untuk orang yang akan menerima gelar kehormatan. Ketiga,
badudus untuk perempuan pada masa kehamilan pertama.
Keunikan dari mandi badudus di Pantai Batu Lima ini karena
tempat yang dijadikan upacara Mandi badudus adalah tempat
terbuka atau di lokasi Pantai, dan perbedaan paling mencolok
dengan upacara mandi badudus yang lain adalah mandi badudus
yang dilaksanakan di Pantai Batu Lima bukan untuk mandi
pengantin, menerima gelar kehormatan atau masa kehamilan
perempuan melainkan untuk tolak bala. Mandi badudus berkaitan
erat dengan kata kebudayaan, ritual dan tradisi. Berikut makna dari
kata kata tersebut.

KEBUDAYAAN
Kata ”Kebudayaan” sendiri berasal dari kata sansekerta
buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti ”budi” atau
”akal”. Ke-budaya-an dapat diartikan : ”hal-hal yang bersangkutan
dengan akal”. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai
suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti ”daya
dari budi”. Karena itu mereka membedakan ”budaya” dari

TRADISI MANDI BADUDUS 5


”kebudayaan”.
Demikianlah ”budaya” adalah ”daya dari budi” yang berupa
cipta, karsa dan rasa, sedangkan ”kebudayaan” adalah hasil dari cipta,
karsa dan rasa itu. Dalam istilah ”antropologi-budaya” perbedaan itu
ditiadakan. Kata ”budaya” disini hanya dipakai sebagai suatu
singkatan saja dari ”kebudayaan” dengan arti sama
(Koentjaraningrat, 2000:181).
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi
manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan
bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan
dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai (Widyosiswoyo, 2004:31).
Menurut Ralph Linton (Ihromi, 1984;18) Kebudayaan adalah
seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak
hanya rnengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu dari bagian yang
oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan.
Kebudayaan menurut E. B. Tylor (Setiadi, et.al, 2006:2) adalah
suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan

6 TRADISI MANDI BADUDUS


kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Koentjaraningrat (Widyosiswoyo,
2004:35) menyebutkan bahwa paling sedikit ada tiga wujud
kebudayaan, yaitu :
1) sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
nonna, peraturan, dan sebagainya.
2) Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia
dalam masyarakat;
3) Sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Koentjaraningrat
mengenai wujud kebudayaan, Talcott Parson (Sosiolog) dan al
Kroeber (Antropolog) menganjurkan untuk membedakan wujud
kebudayaan secara tajam sebagai suatu sistem.
Dimana wujud kebudayaan itu adalah sebagai suatu
rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Demikian
pula J.J. Honigmann dalam bukunya The World of Man (1959)
membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu : ideas, activities, and
artifact (Setiadi, et.al, 2006:28).
Konsep kebudayaan dari Geertz (1992:3) adalah suatu pola
makna-makna yang diteruskan secara historis yang terwujud dalam
simbol-simbol, suatu sistem konsep-konsep yang diwariskan yang

TRADISI MANDI BADUDUS 7


terungkap dalam bentuk-bentuk simbolis yang dengannya manusia
berkomunik asi, melestarik an, dan memperkembangk an
pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap
kehidupan.
Konsep kebudayaan yang diajuk an oleh Keesing,
Goodenough, Tylor, dan Spradley (Thohir, 2007:29), inti dari
kebudayaan adalah seperangkat pengetahuan (knowledges) dan
symbol-simbol. Seperangkat pengetahuan itu berupa sistem-sistem
kategori atau peta-peta pengetahuan (cognitive maps). Dengan peta
kognitif yang dimiliki oleh masyarakat, memungkinkan yang
bersangkutan menginterpretasikan tingkah laku dan peristiwa-
peristiwa yang teramati, memilih dan mengklasi kasikan serta
menyusun rencana-rencana (plans) di dalam mencapai tujuannya.
Berdasarkan beberapa pandangan tentang de nisi kebudayaan
yang disampaikan oleh para ahli di atas, dari sudut pandang peneliti
menganggap bahwa ada kesamaan anggapan dari para ahli tersebut
dimana sifat kebudayaan yang evolusionisme.
Kebudayaan yang selalu berubah-ubah, baik itu dari tahapan
yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks, untuk
mencapai sesuatu tahap yang kompleks tersebut manusia
melaluinya dengan belajar. Hal ini dikuatkan dari de nisi kebudayaan

8 TRADISI MANDI BADUDUS


menurut Koentjaraningrat dan E. B. Tylor. Sedangkan de nisi
kebudayaan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara dan Ralph
Linton memiliki kesamaan yang lebih menekankan pada aspek
kehidupan manusia baik yang materiil ataupun non-materiil.
Beberapa wujud kebudayaan yang telah disampaikan oleh
Koentjaraningrat dan J.J. Honigmann memiliki kesamaan secara garis
besar dalam wujud kebudayaan. Mereka sama-sama membagi
wujud kebudayaan menjadi tiga yaitu : ide (pemikiran), aktivitas
(tindakan) dan artefak (karya sik).
Kemudian ditambahkan pula oleh Talcott Parson dan al
Kroeber bahwa kebudayaan adalah suatu sistem yang merangkai
tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Kemudian mengenai
konsep kebudayaan yang disampaikan oleh Geertz dengan Keesing,
Goodenough, Tylor, dan Spradley memiliki perbedaan yang
mencolok.
Dimana konsep kebudayaan Geer tz merujuk pada
kebudayaan dalam pandangan simbolik sedangkan konsep
kebudayaan yang disampaikan oleh Keesing, Goodenough, Tylor,
dan Spradley merupakan kebudayaan dalam pandangan kognitif.

TRADISI MANDI BADUDUS 9


RITUAL
Pengertian ritual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Tim Penyusun, 2001 : 959) adalah hal ihwal ritus atau tata cara dalam
upacara keagamaan. Sedangkan menurut Kamus Sosiologi Dan
Kependudukan (Kartasapoetra, Hartini, 2007 : 358) ritual atau
upacara agama adalah suatu sistem upacara atau prosedur magis
religius, biasanya dalam bentuk-bentuk khusus kata-kata, atau suatu
kosa kata khusus (dan rahasia), dan biasanya dihubungkan dengan
tindakan-tindakan atau kesempatan-kesempatan penting.
Menurut Koentjaraningrat (1990 : 190) upacara ritual adalah
sistem atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum
yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan
berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat
yang bersangkutan.
Selain itu, Radcliffe Brown (Morris, 2003:159) membagi ritual
berdasarkan nilai yaitu yang bersifat negatif seperti dalam ritual tolak
bala (ritual avoidance) maupun secara positif melalui pentahbisan
atau sakralisasi. Nilai ritual merupakan konsep yang sangat abstrak
yang mencakup konsep tabu, dan perhatian kita diarahkan pada
persoalan menginterpretasikan fenomena.
Radcliffe Brown menggunakan istilah ritual avoidance

10 TRADISI MANDI BADUDUS


mengacu kepada berbagai aturan tingkah laku yang dikaitkan
dengan suatu keyakinan bahwa suatu pelanggaran akan
mengakibatkan perubahan yang tidak dikehendaki terhadap status
ritual seseorang. Perubahan itu biasanya berupa kemungkinan yang
tidak menguntungkan.
Haviland (2004:207) telah mengklasi kasikan beberapa tipe
ritual yang berbeda-beda. Diantaranya upacara peralihan (rites of the
passage), yang mengenal tahapan-tahapan dalam siklus kehidupan
manusia, dan upacara intensi kasi (rites of intensi cation), yang
diadakan pada waktu kehidupan kelompok mengalami krisis dan
penting untuk mengikat orang-orang menjadi satu.
Ritus berhubungan dengan kekuatan supernatural dan
kesakralan sesuatu. Alam sekitar kita dipercayai punya kekuatan gaib
dalam bentuk animisme dan dinamisme, lalu memerlukan tindakan
khusus yang dinamakan ritus.
Kehidupan mereka tidak dikotomis antara sakral yang
profane, antara ritus dan kegiatan sehari-hari. Banyaknya upacara
ritual dan sesajen dalam masyarakat, mengingatkan bahwa
kehidupan mereka tidak lepas dari rangkaian ritus.
Memberikan sesajen adalah ritus yang dilakukan terhadap
sesuatu yang dianggap penting. Kehidupan mereka syarat dengan

TRADISI MANDI BADUDUS 11


sesajen, ada sesajen untuk tempat penting seperti ladang, kawah
gunung berapi, di bubungan atap, di laut, di sungai, dan lain
sebagainya (Agus, 2005:99).
Unsur-unsur dalam upacara (Koentjaraningrat, 1974:261) :
1. Tempat Upacara yang dikhususkan dan tidak boleh didatangi
sembarang orang. Tempatnya berupa bangunan khusus,
kuburan,sawah atau ladang, pantai dan laut. Ada juga tempat
upacara yang bisa didatangi semua orang yang tidak memerlukan
tempat tertentu.
2. Saat Upacara dilaksanakan pada saat yang penting dan gawat dan
penuh dengan bahaya gaib dan dapat ditolak dengan upacara.
Misalnya, kehamilan, kelahiran, perkawinan dan kematian.
3. Alat yang dipakai dalam menjalankan upacara keagamaan, yaitu
berupa tempat untuk mengandung, memuat dan juga alat yang
berfungsi sebagai penghasil bunyi-bunyian. Ada juga berupa
patung, dan topeng yang berfungsi sebagai lambang nenek
moyang.
4. Orang-orang yang Melakukan dan Pemimpin upacara dapat
dibagi dalam tiga golongan, yaitu: (a) pendeta, (b) dukun, (c)
syaman. Golongan pendeta adalah orang yang pendidikannya
lama menjadi ahli dalam memimpin upacara keagamaan,

12 TRADISI MANDI BADUDUS


sedangkan dukun adalah mereka yang memimpin upacara
mengundang roh nenek moyang dengan tubuhnya, bisa melalui
tari-tarian sehingga dia mengalami kerasukan. Syaman adalah
sebuah istilah yang dipakai untuk golongan dukun yang
melakukan upacara khusus.
Seluruh sistem upacara terdiri dari aneka macam upacara
yang bersifat harian, musiman, atau kadangkala. Upacara itu masing-
masing terdiri dari kombinasi dari berbagai macam unsur upacara,
seperti misalnya : berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makan
bersama, menari, dan menyanyi, berprosesi, bersenidrama suci,
berpuasa, intoxikasi, bertapa, bersamadi.
Acara-acara dan tata urut daripada unsur-unsur tersebut
sudah tentu buatan manusia dahulu kala, dan merupakan ciptaan
akal manusia. Apalagi peralatan dari upacara seperti gedung
pemujaan (mesjid, gereja, pagoda, stupa dan sebagainya), patung-
patung orang suci, patung-patung dewa, alat bunyi¬bunyian untuk
membuat musik suci (orgel, gendering, gong, seruling suci) dan
sebagainya, semuanya adalah hasil akal manusia, dan karena itu
merupakan bagian dari kebudayaan (Koentjaraningrat, 2004:147).
Berdasarkan beberapa pandangan mengenai de nisi ritual, baik itu
secara etimologi dan pendapat dari para ahli yang telah disampaikan

TRADISI MANDI BADUDUS 13


di atas, peneliti menyimpulkan bahwa sebuah upacara keagamaan
atau ritual merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada kejadian
yang dialami oleh masyarakat, dan upaya masyarakat untuk mencari
penyelesaiannya dengan prosedur magis.
Pengklasi kasian ritual antara Radcliffe Brown dan Haviland
memang berbeda. Jika Radcliffe Brown membagi ritual berdasarkan
nilainya antara negatif (ritual avoidance) dan juga positif (sakralisasi),
sedangkan Haviland membagi ritual antara upacara peralihan (rites
of the passage) dan upacara intensi kasi (rites of intensi cation).
Namun ada kesamaan antara ritual avoidance milik Radcliffe Brown
dengan rites of intensi cation milik Haviland, dimana teori ini sama-
sama melihat ritual sebagai alat dan juga sarana untuk memperbailki
keadaan yang tidak dikehendaki.
Secara garis besar unsur-unsur dalam upacara yang
disampaikan oleh Koentjaraningrat adalah tempat upacara, waktu
upacara, benda-benda upacara, dan yang terakhir adalah orang-
orang yang melakukan dan memimpin upacara.
Kemudian Agus menambahkan mengenai peran penting
dalam sebuah upacara. Sesajen juga mempunyai posisi-posisi yang
penting untuk meletakkannya seperti ladang, kawah gunung berapi,
di bubungan atap, di laut, di sungai, dan lain sebagainya.

14 TRADISI MANDI BADUDUS


Secara garis besar unsur-unsur dalam upacara yang
disampaikan oleh Koentjaraningrat adalah tempat upacara, waktu
upacara, benda-benda upacara, dan yang terakhir adalah orang-
orang yang melakukan dan memimpin upacara.

TRADISI
Sedangkan Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, tradisi dide nisikan sebagai penilaian atau
anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang
paling baik dan benar (Muchtar, 2009:15).
Kemudian Kamus Sosiologi Dan Kependudukan
(Kartasapoetra, Hartini, 2007 : 358) mende nisikan tradisi atau dalam
bahasa inggris disebut tradition adalah suatu kebiasaan dalam adat-
istiadat yang dipelihara turun-temurun mengenai kepercayaan,
misalnya upacara keagamaan yang disebut ”ngaben” di Bali.
Tradisi secara umum dipahami sebagai pengetahuan, doktrin,
kebiasaan, praktek, dan lain-lain yang diwariskan turun-temurun
termasuk cara penyampaian pengetahuan, doktrin, dan praktek
tersebut. Tradisi merupakan adat kebiasaan yang dilakukan turun
temurun dan masih terus - menerus dilakukan di masyarakat, di
setiap tempat atau suku berbeda-beda.Tradisi menurut Esten

TRADISI MANDI BADUDUS 15


(1999:60) adalah kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat
berdasarkan nilai budaya yang bersangkutan.
Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat
bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi
maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib dan atau keagamaan. di
dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan
manusia yang lain atau antara satu kelompok dengan kelompok
manusia yang lain, bagaimana manusia bertindak terhadap
lingkungannya dan bagaimana prilaku manusia terhadap alam yang
lain.
Menurut Kasmiran Wuryo, tradisi masyarakat merupakan
bentuk norma yang terbentuk dari bawah, sehingga sulit untuk
diketahui sumber asalnya. Oleh karena itu tampaknya tradisi sudah
terbentuk sebagai norma yang dibakukan dalam kehidupan
masyarakat. Tradisi menurut Parsudi Suparlan, merupakan unsur
sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat
dan sulit berubah (Jalaluddin, 1996:170).
Menurut van Peursen (Muchtar, 2009:22), bahwa tradisi dapat
diterjemaahkan dengan pewarisan atau penerusan norma-norma,
adat-istiadat, kaidah-kaidah. Tradisi lanjut Peursen, bukanlah sesuatu
yang dapat diubah; tradisi justru dapat diperpadukan dengan aneka

16 TRADISI MANDI BADUDUS


ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya.
Manusialah yang membuat sesuatu dengan tradisi itu; ia
menerimanya, menolaknya, atau mengubahnya. Tradisi bukanlah
bagian dari kebudayaan, melainkan relasi yang mengandung
kesejajaran-kesejajaran yang bukan relasi sebab-akibat. Artinya,
kebudayaan bukan yang menyebabkan adanya tradisi dan
sebaliknya karena antara kebudayaan dan tradisi memiliki sumber
yang sama, yaitu pikiran manusia atau human mind (Syam, 2007:70).
Berdasarkan beberapa pandangan rnengenai de nisi tradisi
baik itu secara etimologi dan pendapat dari para ahli yang telah
disampaikan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tradisi adalah
suatu kebiasaan adat yang dilakukan tidak hanya sekali, melainkan
berkali-kali dan sudah diwariskan melalui beberapa generasi. Di
dalam tradisi terkandung nilai-nilai budaya yang terdapat pada
masyarakat bersangkutan.
Dari beberapa pendapat mengenai tradisi antara pendapat
yang dikemukakan oleh Kasmiran Wuryo dengan van Peursen, ada
kesamaan dari pendapat mereka bahwa tradisi merupakan sesuatu
yang tidak bisa berubah. Namun ditambahkan lagi oleh van Peursen
bahwa tradisi bisa digabungkan dengan perbuatan manusia,

TRADISI MANDI BADUDUS 17


BAGIAN PERTAMA
GAMBARAN SEJARAH LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Desa Kuala Tambangan
Kuala Tambangan terdiri dari dua kata, kuala dan tambangan.
kuala dalam bahasa Banjar adalah muara yang berarti tempat
pertemuan air laut dan air sungai, sedangkan Tambangan adalah
nama perahu zaman dahulu yang digunakan oleh masyarakat Banjar
untuk berlayar sebagai alat transportasi antar daerah dalam hal
berdagang dan hal-hal lainnya.

Kuala Tambangan menurut sejarah adalah pada zaman


dahulu para pedagang dari Negara (nama daerah di Kalimantan
Selatan), berlayar untuk berdagang dengan menggunakan perahu
Tambangan ke daerah pesisir pantai. Pada waktu itu angin laut
bertiup kencang, perahu Tambangan terdampar di muara (kuala)
sungai.

Maka sejak itulah desa ini diberi nama Desa Kuala Tambangan,
dan para pedagangnya menetap di desa tersebut berbaur dengan
penduduk setempat yang sampai sekarang menjadi sebuah desa di
daerah pesisir pantai. Dalam ruang lingkup Kecamatan Takisung, di
Wilayah Kabupaten Tanah Laut dengan Provinsi Kalimantan Selatan.

18 TRADISI MANDI BADUDUS


B. Sejarah Singkat Pemerintahan Desa
Desa Kuala Tambangan secara administratif masuk dalam
wilayah Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut, desa ini terletak
di pesisir pantai yang langsung berbatasan dengan Laut Jawa. Dulu
desa ini termasuk desa yang terisolasi dengan tidak adanya akses
jalan yang bagus untuk menuju desa-desa tetangga.

Pemerintah di Desa Kuala Tambangan berlangsung cukup


lama, hal ini dapat diketahui melalui beberapa kali pergantian kepala
desa, dan dengan jumlah populasi penduduk yang terus bertambah
dari tahun ke tahun juga ditambah dari penduduk luar daerah yang
datang dan menetap di desa ini untuk mencari mata pencaharian
yang rata-rata sebagai nelayan.

Jalan Akses Pertama Memasuki Wilayah Desa Kuala Tambangan

TRADISI MANDI BADUDUS 19


GAMBARAN TRADISI MANDI BADUDUS
PANTAI BATU LIMA

Ritual mandi badudus sebenarnya juga dikenal di wilayah lain


di Kalimantan Selatan. Namun ada yang membedakan antara mandi
badudus yang dilakukan di Desa Kuala Tambangan.

Jika di wilayah lain di Kalimantan Selatan, mandi badudus


merupakan sebuah rangkaian dalam upacara perkawinan. Berbeda
dengan di Desa Kuala Tambangan, ritual mandi badudus bukan
sebuah rangkaian dalam upacara perkawinan.

A. Persiapan Pada Pelaksanaan Ritual


Persiapan yang dilakukan terlebih dahulu dalam ritual mandi
badudus adalah mempersiapkan perlengkapan yang dipakai seperti
mempersiapkan sesajen yang digunakan dalam ritual mandi badudus
dan mengundang warga serta tokoh-tokoh masyarakat untuk turut
hadir pada proses berlangsungnya kegiatan mandi badudus tersebut.
Selain itu juga mengundang pejabat-pejab at pemerintahan di
wilayah Kabupaten Tanah Laut. Selain itu hal terpenting pada
pelaksanaan mandi badudus ini adalah pemakaian sesajen.

1. Mengundang Pejabat Desa dan Masyarakat Sekitar

persiapan sebelum pelaksanaan mandi badudus, biasanya


mengundang orang-orang yang ada dipemerintahan atau

20 TRADISI MANDI BADUDUS


pejabat pemerintah seperti Kepala Desa dan bahkan Bupati. selain
itu, mandi badudus dihadiri oleh banyak orang, baik itu mereka
yang berasal dari desa Kuala Tambangan maupun mereka yang
berasal dari luar desa Kuala Tambangan.

kemudian persiapan sebelum pelaksanaan mandi badudus


adalah mengolah bahan makanan yang akan dijadikan sesajen
dan menyiapkan pakaian untuk peserta ritual mandi badudus
yaitu pakaian adat banjar. Pihak-pihak yang terlibat dalam ritual
mandi badudus ini meliputi peserta ritual mandi badudus, semua
peserta ritual mandi Badudus merupakan satu keluarga dan
sedarah.

Kemudian pemimpin ritual saat pelaksanaan shalat hajad dan


mandi badudusnya, pemimpin ritual mandi badudus ditunjuk
orang yang mengerti dan menguasai tentang agama. Mandi
badudus juga didukung oleh pemerintah Desa Kuala Tambangan,
karena kegiatan seperti ini bisa menjadi daya tarik wisata.

Jumlah orang yang terlibat dalam pelaksanaan mandi


badudus yaitu satu orang pemimpin ritual yang menjadi imam
pada saat shalat hajad meadzankan dan yang menapung tawari
sebelum semua peserta ritual menuju batu.

Tentang jumlah yang terlibat dalam ritual mandi badarus ini

TRADISI MANDI BADUDUS 21


Bapak Yani menjelaskan bahwa “Mandi badudus ini yang terlibat itu
orangnya banyak sebenarnya. Mulai dari yang di mandii dulu
sepuluh orang, lalu imam shalat hajadnya satu orang, dan orang
yang menyaksikan mandi badudus. Yang membuat rame lah
istilahnya tu.

Tapi orang yang terlibat yang sangat penting itu orang yang
mau dimandikan dengan imam shalat hajadnya. Imam shalat hajad
ini tugasnya mengadzankan beliau juga. Dan yang menapung
tawari juga”. Menurut Bapak Yani pelaksanaan mandi badudus
orangnya tidak berubah.

Hal ini dikarenakan mandi badudus berkaitan dengan


keluarga beliau dan juga berawal dari keluarga beliau. Jadi
pelaksanaan mandi badudus ini tidak mungkin diwakilkan oleh
orang lain apabila ada salah satu dari peserta ritual tidak hadir.

2. Pakaian Ritual

Biasanya pada kegiatan ritual, ada pakaian khusus yang


digunakan oleh para peserta ritual. hal ini serupa dengan kegiatan
ritual mandi badudus. Mandi badudus yang dilaksanakan di Pantai
Batu Lima D esa Kuala Tambangan, peser ta r itualnya
menggunakan pakaian adat Banjar.

Berikut kutipan wawancara yang telah diungkapkan oleh Ibu

22 TRADISI MANDI BADUDUS


Halimatus mengenai perelengkapan yang dipakai oleh peserta
ritual “beacaraan mandi tu kena bubuhan yang handak dimandii
tu kena memakai baju adat banjar yang memakai laung. Hal ini
dilakukan supaya seragam banarai sabarataan.

Mun sesajen tu kena pas sudah tuntung sembahyang hajad tu


kena dibawa ke pantai pas sudah tuntung beacaraannya hanyar
dimakani sebarataan. (acara mandi nanti mereka yang
dimandikan nanti memakai baju adat banjar yang memakai laung.
Hal ini dilakukan supaya semuanya seragam. Sesajen itu nanti
apabila sudah selesai shalat hajad kemudian dibawa ke pantai,
sesajennya dimakan bersama-sama setelah sebesar acaranya).

Bapak Arıang menambahkan mengenai pakaian adat Banjar


bahwa “di kegiatan mandi badudus ada tiga alat yang dipakai
hagan pelaksanaan mandi badudus nya ini. nang pertama itu
sesajen yang sudah disiapkan yang pas sudah tuntung acara kira
makani seberataan tuh, lalu pakaian adat, pakaian adat ini yang
dipakai lawan buhan yang besepuluh ni pakaian adat banjar.
Pakaian adat ni supaya seberataan tu sama, seragam jadi nyaman
kaytunah. Lalu yang terakhir tu mayang. Nah mayang ni dipakai
kena pas yang handak mandi ni mengelilingi batu di pantai batu
lima tu kena.

TRADISI MANDI BADUDUS 23


Jadi sebelum becabur kita anuakan mayang dulu, hanyar inya
becabur. (di kegiatan mandi badudus ada tiga alat yang dipakai
untuk pelaksanaan mandi badudus nya ini. Yang pertama itu
sesajen yang sudah disiapkan waktu selesai acara, kita makan
bersama itu, lalu pakaian adat, pakaian adat inni yang dipakai oleh
peserta upacara pakaian adat banjar. Pakaian adat ini agar semua
sama, seragam jadinya. Lalu yang terakhir itu mayang.

Mayang ini dipakai waktu mau mandi mengelilingi batu di


pantai batu lima. Jadi sebelum nyebur kita pukulkan mayangnya
dulu, baru dia nyebur).''Dari keterangan informan, dalam
pelaksanaan mandi badudus, peserta ritual menggunakan
pakaian adat Banjar. Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan
semua peserta ritual.

3. Sesajen

Selain pakaian adat, sesajen juga merupakan faktor


penunjang dalam ritual mandi badudus, berikut kutipan
wawancara dengan Ibu Halimatus yang menjelaskan tentang isi
dari sesajen tersebut “Surabi, Piduduk, isi dari piduduk itu beras,
nyiur, pisang raja dua sisir, gula habang sabiji. Lalu kembang tiga
macam isinya mawar, melati, kenanga.

Trus Cingkaruk, lakatan yang ditumbuk pakai gula habang

24 TRADISI MANDI BADUDUS


imbah tu disangrai. Trus duit, duit ni ada recehan ada duit kertas.
Trus roko. Lalu mayang , mayang yang masih kuncup belum
dibuka, mbah di mandii kena hanyar dıbuka pas dipukul. Lalu ni
satu sepuluh biji, wadainya

paket lagi intalu ayam kampung sasunduk lawang, lalu ada


Mendut lakatan yang ada intinya, surabi lagi habis sudah lalu
tepung tawar. (surabi, piduduk, isi dari piduduk itu beras, kelapa,
pisang raja dua sisir, gula merah satu biji. Lalu kembang tiga
macam isinya mawar, melati, kenanga. Trus cingkaruk, ketan yang
ditumbuk pakai gula merah kemudian disangrai.

Uang, isi dari uang ini ada uang recehan ada uang kertas,
rokok lalu mayang, mayang yang masih kuncup belum dibuka,
waktu mandi nantı baru dibuka setelah dipukul. Lalu satu paket
lagi telur ayam kampung sepuluh biji, kuenya sasunduk lawang,
lalu adı mendut ketan yang ada intinya, surabi dan yang terakhir
tepung tawar).

Menurut penjelasan Bapak Anang, sesajen sebagai syarat


dalam menyempumakan dan merupakan suatu keharusan yang
wajib dipenuhi demi kesempurnaan ritual mandi badudus
tersebut.

Bapak Anang yang menyatakan bahwa “mbah tuntung

TRADISI MANDI BADUDUS 25


sembahyang hajad tu biasanya sesajen ni kami andak dulu di
ruang tamu. mbah itu bila semuaan sudah siap hanyar kami bawa
ke pantai semuaan sesajen nih. Nah bilanya sudah tuntung yang
besepuluh tadi mandi badudusnya hanyar kami makani
sesajennya ini. (kalau sudah selesai shalat hajad biasanya sesajen
kami letakkan dulu di ruang tamu.

Setelah itu bila semua sudah siap baru kami bawa ke pantai
semua sesajennya. Apabila sudah selesai acara mandi
badudusnya baru kami makan sesajennya).”Bapak Anang
menjelaskan apabila selesai shalat hajad yang diadakan di rumah
beliau, sesajen diletakkan di ruang tamu sebelum nantinya
dibawa ke pantai Batu Lima.

sesajen yang dipersiapkan akan dibagikan ke masyarakat


apabila pelaksanaan mandi badudus selesai diadakan.

26 TRADISI MANDI BADUDUS


Sesajen Untuk Ritual Mandi Badudus

Sumber : Dokumen Pribadi

Seperti perlengkapan untuk penyediaan sesajen. Bantuan


dari masyarakat ada yang berupa uang dan adapula yang berupa
barang. Apabila uangnya sudah terkuınpul, bahan-bahan yang
dibutuhkan dalam sesajen dibeli di pasar. Sedangkan mengenai
pakaian adat Banjar yang digunakan peserta ritual diperoleh dari
menyewa.

TRADISI MANDI BADUDUS 27


B. Pelaksanaan Ritual Mandi Badudus
1. Pelaksanaan Sholat Hajat

Kegiatan dalam ritual mandi badudus diawali dengan shalat


hajad. Shalat hajad tidak dilaksanakan di pantai. Melainkan
dilaksanakan di rumah. Pada pelaksanaan shalat hajad hanya
dilakukan oleh pihak laki-laki yang melaksanakan mandi badudus.
Sedangkan untuk pihak perempuan menyiapkan sesajen untuk
mandi badudus tersebut.

Sementara yang menjadi imam pada shalat hajad dari ritual


mandi badudus ini dipimpin oleh Bapak Jauharni. Seperti yang telah
dijelaskan oleh Bapak Piderani bahwa “sebelum dilaksanakan mandi
badudus ini kan kita sembahyang hajad dulu di rumah pa Anang.
Sembahyang hajad ini imamnya bapa jauharni. Sidin ini begawi di
kantor KUA.

Selain tugas sidin ni imam pas sembahyang hajad, sidin jua


meadzankan waktu handak mandi badudusnya. Lawan jua sidin ni
jua yang menapung tawari dan memukul mayangnya kena. (sebelum
dilaksanakan mandi badudus ini kita shalat hajad dulu di rumah pa
Anang. Shalat hajad ini imamnya bapak jauharni.

Beliau ini bekerja di kantor KUA. Selain tugas beliau sebagai


imam waktu shalat hajad, beliau juga meadzankan waktu mau mandi

28 TRADISI MANDI BADUDUS


badudusnya. Dan juga beliau tawari dan memukul mayangnya
nanti). yang menapung Dari penjelasan informan bahwa yang
memimpin upacara ritual mandi badudus ini dipimpin oleh Bapak
Jauharni.

Beliau merupakan salah satu pegawai yang bekerja di kantor


KUA. Selain tugas beliau sebagai imam waktu Shalat hajad, beliau
juga yang melakukan adzan sebelum peserta ritual menuju batu
yang ada di pantai.

Dan juga tugas beliau adalah menapung tawari dan memukul


mayangnya dalam pelaksanaan mandi badudus. Kemudian peneliti
juga menanyakan hubungan antara peserta ritual yang terlibat
dalam kegiatan mandi badudus ini.

Shalat hajad tidak dilaksanakan di pantai. Melainkan


dilaksanakan di rumah. Pada pelaksanaan shalat hajad hanya
dilakukan oleh pihak laki-laki yang melaksanakan mandi badudus.
Sedangkan untuk pihak perempuan menyiapkan sesajen untuk
mandi badudus tersebut.

TRADISI MANDI BADUDUS 30


Gambar Shalat Hajad Dalam Ritual Mandi Badudus

Sumber : Dokumen Pribadi

2. Pembacaan Doa dan Menapung Tawari


Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, apabila
selesai shalat hajad di rumah Bapak Anang, semua kegiatan mandi
badudus dilanjutkan di Pantai Batu Lima dengan lokasi shalat hajad
tidak terlalu jauh, sekitar 0.6 mil. Semua peserta ritual berjalan kaki
dari rumah Bapak Anang menuju Pantai Batu Lima.
Bapak Anang adalah suami dari Ibu Halimatus yang juga
merupakan kerabat dekat dengan informan-informan yang lain
seperti Bapak Yani, Bapak Ali Imran dan Bapak Piderani. Beliau
menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan ritual upacara mandi
badudus di pantai Batu Lima.
Kemudian proses mandi badudus yang lainnya dilanjutkan di
pantai Batu Lima, dimana peserta ritual mengelilingi lima buah batu

30 TRADISI MANDI BADUDUS


yang ada di pantai sebanyak tujuh kali. Sebelum semua peserta ritual
mengelilingi batu yang ada di pantai, terlebih dahulu mereka
Diadzankan oleh pemimpin ritual.

Pelaksanaan Ritual Mandi Badudus Pantai Batu Lima

Sumber : Dokumen Pribadi

Prosesi yang dilakukan semua peserta ritual mandi badudus


ketika berada di pantai batu lima dimulai dengan pembacaan doa
dari pemimpin ritual. Peserta ritual dibuat berjejer dua bari, baris
depan diisi oleh pihak laki-laki dan baris belakang ditempati oleh
pihak perempuan. Pada proses ini semua peserta ritual diadzankan
oleh pemimpin ritual.
Kemudian dilanjutkan dengan manapung tawari semua
peserta ritual sebelum peserta ritual melakukan mandi badudus.
Proses Mengumandangkan Adzan Pada Mandi Badudus

TRADISI MANDI BADUDUS 31


Sumber : Dokumen Pribadi

3. Proses Mandi Badudus


Apabila tahap pembacaan doa dan menapung tawari sudah
dilewati. Proses selanjutnya yang dilakukan dalam ritual mandi
badudus adalah kegiatan mandinya. Mandi pada ritual mandi
badudus dimana kepada peserta ritual yang laki-laki mengelilingi
lima buah batu yang ada di pantai sebanyak tujuh kali. sedangkan
untuk peserta perempuan hanya menunggu di pinggir pantai. Pada
proses ini, ada aturan dalam mengelilingi batu tersebut, yaitu untuk
batu yang posisinya disebelah kanan untuk peserta ritual yang lebih
tua, sedangkan batu paling kiri untuk peserta paling muda.

32 TRADISI MANDI BADUDUS


Melepas Pakaian Adat Saat Hendak Mandi Badudus

Sumber : Dokumen Pribadi

Tahap berakhirnya ritual mandi badudus

Sumber : Dokumen Pribadi

C. Penutupan
Tahap terakhir pada kegiatan mandi badudus adalah
pembagian sesajen yang dibuat dalam mandi badudus tersebut. Dari
penjelasan informan, mayoritas dari isi sesajen adalah makanan tapi
tidak semua sesajen biasanya untuk dimakan. Ada beberapa sesajen
yang diminta oleh masyarakat untuk dijadikan papikat, seperti uang
receh dan uang kertas yang ada dalam sesajen.

TRADISI MANDI BADUDUS 33


BAGIAN KEDUA
FUNGSI TRADISI DARI UPACARA MANDI BADUDUS
Ritual upacara seperti mandi badudus yang dilaksanakan di
Pantai Batu Lima tentu memiliki fungsi. Awalnya pelaksanaan mandi
badudus dilakukan karena wasiat atau perintah orang tua dari para
peserta ritual mandi badudus saja. Akan tetapi, lama-kelamaan
kegiatan tersebut terus dilaksanakan secara rutin setiap tahun. Dari
penelitian yang dilakukan oleh peneliti di lapangan, ada dua fungsi
yang didapat dalam pelaksanaan ritual mandi badudus di pantai Batu
Lima Desa Kuala Tambangan, yaitu :

A. Untuk Menyucikan Diri


Bapak Piderani yang menyatakan bahwa kegiatan mandi
badudus dilaksanakan karena ingin menyambut bulan puasa, yang
dilangsungkan waktu tanggal 27 syaban. 3 hari sebelum bulan
puasa. dengan melaksanakan mandi badudus berfungsi untuk
mensucikan diri dan menolak marabahaya. Ada perubahan yang
dirasakan setelah melaksanakan ritual upacara mandi badudus. Hal
ini dibenarkan oleh Bapak Piderani, Menurut Bapak Piderani ada
perubahan yang dirasakan saat beliau melaksanakan mandi
badudus. Tidak pernah ada lagi terjadi kerasukan diantara keluarga

34 TRADISI MANDI BADUDUS


beliau.

B. Untuk Menolak Marabahaya


Ritual mandi badudus adalah sebuah rutinitas yang dilakukan
setiap tahun, seperti yang sudah dijelaskan oleh Bapak Piderani
bahwa ritual upacara mandi badudus merupakan sebuah rutinitas
yang harus dilaksanakan. Pelaksanaan mandi badudus saat
memasuki bulan ramadhan atau bulan puasa. Apabila mungkin ada
kendala dalam pelaksanaan mandi badudus ini, maka biasanya
digantikan dengan menggelar selamatan kecil-kecilan yang
dilaksanak an hanya di rumah saja jik a kondisinya tidak
memungkinkan.

Kemudian dari pertanyaan peneliti kepada informan yang


menanyakan apakah pernah kejadian jika tidak melaksanakan ritual
mandi badudus ini menyebabkan situasi menjadi semakin buruk.
Informan yang bernama Bapak Ali Imran menjawab bahwa tidak
pernah merasakan sesuatu yang buruk apabila tidak melaksanakan
ritual mandi badudus.

Kemudian ditambahkan lagi oleh Bapak Yani sesuatu yang


buruk hanya pernah terjadi sebelum beliau mengadakan mandi
badudus tersebut. Dimana ada salah satu dari keluarga mereka yang
kesurupan, namun saat pelaksanaan mandi badudus ini tidak pernah

TRADISI MANDI BADUDUS 35


lagi terjadi suatu hal yang tidak diinginkan. Peneliti juga
mewawancarai tentang kaitan ritual mandi badudus dengan hal-hal
gaib. Seperti yang sudah peneliti wawancarai dengan Ibu Halimatus
yang menyatakan bahwa ritual mandi badudus juga berhubungan
dengan hal-hal gaib.

Dari kutipan wawancara informan diatas yang didapat


peneliti dilapangan, peneliti mendapatkan data tentang bentuk
kegiatan dalam ritual mandi badudus. Dari keterangan Bapak Anang,
tahap awal mandi badudus adalah Shalat hajad yang dilangsungkan
di rumah beliau.

Kemudian proses ritual mandi badudus dilanjutkan di Pantai


Batu Lima yaitu lima laki-laki dari peserta ritual mengelilingi lima
buah batu yang ada di pantai sebanyak tujuh kali. akan tetapi
sebelum pelaksanaan tersebut terlebih dahulu peserta ritual
ditapung tawari serta didoakan dan di adzankan oleh pemimpin
ritual. Selain itu, kegiatan mandi badudus mengundang orang-orang
dari instansi pemerintah dan warga sekitar desa yang ikut hadir.

36 TRADISI MANDI BADUDUS


PENUTUP
Masyarakat melakukan ritual mandi badudus dilatarbelakangi
oleh kejadian yang menimpa keluarga dari Ibu Halimatus yang
memulai ritual upacara mandi badudus yang dilaksanakan di Pantai
Batu Lima. Kejadiannya dimulai ketika ayah dari Ibu Halimatus
sebelum meninggal meminta kepada sepuluh orang anaknya untuk
mengembalikan keris yang dimiliki oleh ayah dari Ibu Halimatus
tersebut ke Pantai Batu Lima.
Sebuah keris dalam keluarga Ibu Halimatus yang dimiliki oleh
ayahnya dianggap sebagai suatu benda yang sakral dan perlu
diperlakukan khusus. Perlakuan khususnya yaitu dengan membawa
keris tersebut ke Pantai Batu Lima dan melaksanakan ritual mandi
badudus. Sejak kejadian itu kegiatan mandi badudus terus
dilaksanakan di Pantai Batu Lima oleh keluarga Ibu Halimatus.
Proses pelaksanaan ritual upacara mandi badudus di Pantai
Batu Lima di Desa Kuala Tambangan, Kabupaten Tanah Laut yaitu
dimulai dengan acara shalat hajad. Setelah shalat hajad selesai
dilakukan baru mempersiapkan semua sesajen yang akan dibawa ke
pantai. Ketika semua peserta ritual melakukan mandi badudus,

TRADISI MANDI BADUDUS 37


terlebih dahulu semua peserta di adzankan oleh pemimpin ritual.
Kemudian dilanjutkan dengan proses dimana lima orang laki-laki
mengelilingi lima buah batu yang ada di Pantai Batu Lima.
Sedangkan lima orang perempuan menunggu di pinggir pantai. Batu
yang terletak disebelah kanan itu akan dikelilingi oleh peserta ritual
yang paling tua dari peserta ritual yang lainnya. Kemudian untuk batu
yang di sebelah kiri dikelilingi oleh peserta ritual yang lebih muda.
Jik a semua kegiatan ritual tersebut sudah selesai
dilaksanakan baru semua sesajen tadi dimakan bersama-sama.
Fungsi dari upacara mandi badudus bagi masyarakat Desa Kuala
Tambangan adalah untuk mensucikan diri dan terhindar dari
marabahaya menjelang masyarakat memasuki bulan suci ramadhan.
Selain itu juga menghindari hal-hal yang tidak baik dan mungkin bisa
menganggu pada saat memasuki bulan suci Ramadhan.

38 TRADISI MANDI BADUDUS


BAHAN BACAAN
Agus, Bustanuddin.2006. Agama dalam Kehidupan Manusia. Jakarta : PT.
Raja Gra ndo Persada
Cremers, Agus. 1995.Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut
James W. Fowler. Yogyakarta : Kanisius
Esten, Mursal. 1999. Desentralisai Kebudayaan. Bandung : Angkasa
Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta : Kanisius
Haviland, William A. 1985. Anthropology 4th edition. Diterjemaahkan dari
bahasa inggris oleh R.G. Soekadijo. Jakarta : Erlangga
Ideham, Sjarifuddin. 2007. Urang Banjar dan Kebudayaannya. Banjarmasin :
Pustaka Banua
Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta : PT. Raja Gra ndo Persada
Koentjaraningrat. 1974. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian
Rakyat
Radam, Noerid Haloei. 2001. Religi Orang Buklt Suatu Lukisan Struktur dan
fungsi Dalam Kehidupan S osial-Ekonomi.Yogyak ar ta Yayasan
Semesta
Setiadi, Elly M. 2006. Ilmu Sosial Dan Budcrya Dasar. Jakarta : Kencana
Suhardi. 2009.
Syam, Nur. 2007. Madzhab-madzhab Antropologi. Yogyakarta : LKIS Thohir
Mudjahirin.
Widyasiswoyo, Supartono. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Bogor : Ghalia
indonesia

TRADISI MANDI BADUDUS 39


BIODATA PENULIS
Sarwani dilahirkan di Pelaihari pada tanggal 05 Oktober
Tahun 1988. Saat ini tinggal di Jalan Sidorejo No. 72 RT. 11 RW. 02 Kel.
Guntung Manggis Kec. Landasan Ulin Kota Banjarbaru. Jenjang
pendidikan pertama diawali dari SDN Pelaihari 3 lulus pada tahun
2000.
Melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Pelaihari lulus pada tahun
2003. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA PGRI Pelaihari lulus
pada tahun 2007. Melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi Negeri di
Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Ilmu Keguruan dan
Pendidikan Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi
Pendidikan Sosiologi.
Tuntung Nurdiyana, S. Sos, M. A, M. Pd dan Nasrullah, S. Sos,I. M.A
adalah Dosen Prodi Pendidikan Sosiologi FKIP ULM

40 TRADISI MANDI BADUDUS

Anda mungkin juga menyukai