Di Indonesia, data mengenai kasus penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja di
rumah sakit yang sering terjadi di antaranya tertusuk jarum atau needle stick injury (NSI),
terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, penyakit infeksi dan lain-lain
(Kemenkes, 2007).
Setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat mempunyai potensi bahaya berupa bahaya fisik,
biologi, dan ergonomi. Bahaya fisik didapatkan pada pekerjaan yang menggunakan alat yang
tajam, seperti memasang infus dan menjahit luka. Bahaya biologi terdapat pada tindakan
invasif, merawat luka, memasang infuse, dan memberikan obat melalui rektal. Sedangkan
postur janggal ketika membungkuk merupakan bahaya pekerjaan karena faktor ergonomi.
Jenis pekerjaan yang pernah mengalami kecelakaan di instalasi gawat darurat meliputi
pengambilan sampel darah, pemasangan infus pasien, injeksi obat kepada pasien dan
penjahitan luka pada pasien.
Bahaya fisik
Menggunakan jarum suntik yang menyebabkan perawat tertusuk jarum suntik.
Bahaya biologi
Terjadi kontak dengan darah pasien yang berdampak tertular penyakit Hepatitis, AIDS, dan
HIV.
Bahaya perilaku
Tidak menggunakan alat pelindung diri yang berdampak mudah tertular penyakit Hepatitis,
AIDS, dan HIV.
Bahaya ergonomi
Membungkuk saat pengambilan darah pasien (postur janggal) yang berdampak nyeri otot
atau low back pain.
Pemasangan infus memiliki dua tahap yaitu penusukan jarum ke vena dan merapikan alat.
Penusukan jarum ke vena pasien memiliki bahaya fisik menggunakan jarum suntik yang
berdampak pada tertusuknya perawat dengan jarum suntik dan terpapar darah pasien yang
terjadi karena ketika jarum ditusukkan ke vena, pasien bergerak dan mengenai jari perawat
atau yang melakukan pembendungan pada pembuluh darah yang akan diinfus (stuwing) atau
bisa juga karena setelah pemasangan infus saat merapikan alat, jarum tidak ditutup atau
waktu menutup menggunakan dua tangan. Bahaya dari pekerjaan yang menggunakan jarum
ini sangat signifikan sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Manzoor et al. (2010)
mendapatkan data bahwa 71,9% perawat yang bekerja dalam satu tahun mengalami tertusuk
jarum. Apabila tertusuk jarum yang sudah dipakai, maka berisiko tertular HIV walaupun
persentasenya kecil dengan persentase 1%. Selain itu ada bahaya ergonomi yaitu
membungkuk saat penusukan jarum ke vena (postur janggal) yang berdampak nyeri otot atau
low back pain.
Pada penjahitan luka pada pasien memiliki tiga tahap pekerjaan yaitu menyiapkan obat
anastesi, penjahitan luka dan merapikan alat.
Pada tindakan menjahit luka, bahaya yang teridentifikasi adalah luka kena pecahan ampul
obat anestesi. Bahaya ini terjadi pada tahap menyiapkan obat anestesi, perawat memecahkan
ampul obat tanpa menggunakan APD atau pelindung lain sehingga pecahan ampul obat
langsung mengenai jari tangan. Tertusuk jarum jahit terjadi pada tahap penjahitan luka, hal
ini terjadi karena perawat menjahit tidak menggunakan pinset untuk menahan tepi luka, tetapi
menggunakan jari tangannya sendiri. Bahaya lain yang teridentifikasi adalah posisi kerja
yang tidak normal sehingga perawat harus membungkuk, postur tubuh yang janggal ini
karena sarana kerja yang tidak ergonomis. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Cho
et al. (2013) yang menyimpulkan mayoritas perawat (70,4%) di rumah sakit di Korea Selatan
mengalami luka akibat tertusuk jarum suntik atau jarum infus.
Pada saat merapikan alat juga terdapat bahaya fisik seperti jarum jahit luka (hecting) dan
instrumen tajam yang telah digunakan dalam proses penjahitan luka tidak langsung di buang
ke dalam safety box namun meletakkan jarum bekas pakai ke dalam tempat instrumen tajam.
Dampak dari bahaya tersebut bukan hanya luka tusuk jarum suntik tetapi ada juga bahaya
tertular penyakit menular yang di derita oleh pasien. Bahaya biologi dalam tahapan
merapikan alat pun sama dengan bahaya fisik yaitu kontak dengan darah pasien dan
dampaknya tertular penyakit hepatitis, HIV dan AIDS.
Alat Pelindung Diri terdiri dari berbagai macam yang berguna untuk melindungi seseorang
dalam melakukan pekerjaan yang fungsinya untuk mengisolasi tubuh tenaga kerja dari
potensi bahaya di tempat kerja.
Berdasarkan fungsinya, ada beberapa macam APD yang digunakan oleh tenaga kerja, antara
lain (Tarwaka, 2008) :
b) Tutup kepala
Alat ini berfungsi untuk melindungi/mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di
rambut dan kulit kepala petugas terhadap alatalat/daerah steril dan percikan bahan-bahan
dari pasien. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari kain katun.
c) Topi/Tudung
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari api, uap-uap korosif, debu, dan kondisi
cuaca buruk. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan api/korosi, kulit
dan kain tahan air.
b) Goggles
Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap, dan percikan larutan bahan
kimia. Goggles biasanya terbuat dari plastik transparan dengan lensa berlapis kobalt untuk
melindungi bahaya radiasi gelombang elegtromagnetik mengion.
a. Chemical Respirator
Merupakan catridge respirator terkontaminasi gas dan uap dengan tiksisitas rendah.
Catridge ini berisi adsorban dan karbon aktif, arang dan silicagel. Sedangkan canister
digunakan untuk mengadsorbsi khlor dan gas atau uap zat organik.
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya dari benda
tajam atau goresan, bahan kimia, benda panas dan dingin, kontak dengan arus listrik. Jenis
alat pelindung tangan antara lain:
1) Pakaian kerja
Pakaian kerja yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat isolasi seperti bahan dari wool,
katun, asbes, yang tahan terhadap panas.
2) Celemek
Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat kedap terhadap cairan dan
bahan-bahan kimia seperti bahan plastik atau karet.
3) Apron
Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan timbal yang dapat menyerap radiasi pengion.
1) Sepatu steril
Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang bedah, laboratorium,
ICU, ruang isolasi, ruang otopsi.
2) Sepatu kulit
Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang membutuhkan keamanan
oleh benda-benda keras, panas dan berat, serta kemungkinan tersandung, tergelincir,
terjepit, panas, dingin.
3) Sepatu boot
Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang membutuhkan keamanan
oleh zat kimia korosif, bahan-bahan yang dapat menimbulkan dermatitis, dan listrik.
DAFTAR PUSTAKA
Harwanti, N. 2009. Pemakaian Alat Pelindung Diri Dalam Memberikan Perlindungan Bagi
Tenaga Kerja Di Intalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Laporan
Khusus. Surakarta: Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Putri, O. Z., T. Mohamed, A. Hussin, dan H. Kasjono. 2017. Analisis Risiko Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pada Petugas Kesehatan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Akademik UGM. Jurnal Kesehatan. 10(1): 1-12.
Ramdan, I. M., dan A. Rahman. 2017. Analisis Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) pada Perawat. Jurnal Keperawatan Padjajaran. 5(3): 229-241.