Anda di halaman 1dari 91

RENCANA STRATEGIS

2020 – 2024

DIREKTORAT PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN


DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERACUN
BERBAHAYA
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
NOMOR : SK. 16 /PB3/TU/PLB.1/11/2020

TENTANG
RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PENGELOLAAN BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2020-2024

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTORAT PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN,

Menimbang :a. bahwa berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Menteri


Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.63/Menlhk/Setjen/ Set.1/10/2019 tentang Tata
Cara Penyusunan Rencana Strategis Lingkup
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun
2020-2024, Pimpinan Unit Kerja Eselon II atau UPT wajib
menyusun rancangan Renstra Unit Kerja Eselon II atau
Renstra UPT dengan berpedoman pada Renstra Unit Kerja
Eselon I;

b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a,


perlu menetapkan Surat Keputusan Direktur Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun tentang Rencana Strategis
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun,
Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan Tahun 2020-
2024;

Mengingat :1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem


Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
3. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
8)
4. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2020-2024 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 10)
5. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional;
6. Peraturan Menteri Perencanaan dan Pembangunan
Nasioanal/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga
Tahun 2020-2024 (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 663);
7. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P. 18/Menlhk-II/2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
713);
8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.63/Menlhk/Setjen/
Set.1/10/2019 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Strategis Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Tahun 2020-2024;
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.16/MenLHK/Setjen/
Set.1/8/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2020-2024;
10. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor SK.333/MenLHK/Setjen/Set.1/ 8/2020 Tentang
Indikator Kinerja Utama Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Tahun 2020-2024;

11. Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah


dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor
P.3/PSLB3/Set/Ren.0/9/2020 Tentang Rencana
Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah
Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2020-2024.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR PENGELOLAAN BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG
RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PENGELOLAAN
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2020-
2024.
Pasal 1

Rencana Strategis Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2020-2024 sebagaimana
tercantum dalam lampiran Keputusan ini.

Pasal 2
Rencana Strategis Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjadi pedoman dan arahan
dalam hal penyusunan kebijakan dan penentuan strategi Pelayanan Lingkup
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun
Berbahaya.

Pasal 3
Keputusan Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 November 2020

Direktur,

Ir. Yun Insiani, M.Sc


NIP. 19610308 198601 2 001
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

KATA PENGANTAR

Dokumen ini merupakan Rencana Strategis Tahun 2020 – 2024 Direktorat Pengelolaan
Bahan Berbahaya Beracun, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Bahan Berbahaya dan Beracun (Ditjen PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (Kementerian LHK). Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) ini merupakan
salah satu upaya menindaklanjuti mandat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Peraturan Presiden Nomor 18
Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Tahun 2020-2024, dimana untuk pelaksanaan RPJMN, Kementerian LHK sudah
menyusun Renstra Tahun 2020-2024.

Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.63/MENLHK/SETJEN/SET.1/10/2019


tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Strategis Lingkup Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Tahun 2020-2024 mengamanatkan setiap Eselon II selaku
penanggung jawab kegiatan dan Satuan Kerja, wajib menyusun Renstra yang
berpedoman pada Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun
2020-2024 dengan lingkup yang disesuaikan dengan tugas dan fungsi sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 766, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor : P.18/MENLHK-II/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pentingnya rencana dalam suatu
organisasi tersirat dalam kaidah manajemen dikenal dengan siklus “Plan – Do –
Check” dan “Plan – Organize – Act – Check”. Renstra merupakan manifestasi dari
“Plan”, yang merupakan salah satu mata-rantai siklus tersebut. Pentingnya
perencanaan juga tercermin dari peribahasa “if you fail to plan, you plan to fail”.

Renstra ini merupakan penjabaran dari Rencana Strategis Ditjen PSLB3, Kementerian
LHK, yang pelingkupannya disesuaikan dengan urusan, tugas dan fungsi Direktorat
Pengelolaan B3, serta permasalahan yang difokuskan pada isu aktual yang berkenaan
dengan pengelolaan B3 dalam kurun waktu tahun 2020 – 2024. Atas pertimbangan
tersebut maka dalam dokumen Renstra ini tidak memuat Visi dan Misi serta kerangka
kelembagaan, namun memuat Sasaran Kegiatan sebagai penjabaran dari Program
menuju pada pencapaian Sasaran Strategis.

i|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Dengan ditetapkannya Renstra ini maka diharapkan seluruh jajaran Direktorat


Pengelolaan B3 dapat melaksanakan kegiatan-kegiatannya secara lebih terencana,
sistematik, akuntabel, dan fokus pada pencapaian sasaran kegiatan pengelolaan
B3 yang menjadi tanggungjawabnya masing-masing secara proporsional sesuai
tugas/fungsinya, serta lebih terarah pada sasaran program PSLB3 yang menuju
pada sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah bekerja,
berpartisipasi, membantu dan memfasilitasi penyusunan Renstra ini.

Jakarta, Nopember 2020

Direktur Pengelolaan B3,

Ir. Yun Insiani, M.Sc


NIP. 19610308 198601 2 001

ii | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

LAMPIRAN-LAMPIRAN iv

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR TABEL vi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. KONDISI UMUM 7


1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN 28

BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN 2020-2024 36

2.1. VISI, MISI & SASARAN STARTEGIS KEMENTERIAN 37


LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
2.2. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS 41
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH,
LIMBAH, DAN BAHAN BERACUN BERBAHAYA

BAB III K E G I A T A N DAN KOMPONEN KEGIATAN 46

3.1. KEGIATAN, SASARAN KEGIATAN DAN OUTPUT 47


KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN B3
3.2. KOMPONEN KEGIATAN UNTUK MASING-MASING 49
OUTPUT KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN B3
3.3. PENGARUSUTAMAAN 57

BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN 60

4.1. PETA SASARAN PROGRAM, SASARAN KEGIATAN 61


DAN KOMPONEN KEGIATAN DIREKTORAT
PENGELOLAAN B3

4.2. TARGET KINERJA 62


4.3. KERANGKA PENDANAAN 66

BAB V PENUTUP 73

iii | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Matrik Kinerja dan Pendanaan Program, Kegiatan dan 76


Komponen

iv | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 - Susunan Organisasi Direktorat Pengelolaan B3 5
Gambar 1.2 - Rantai Nilai Direktorat Pengelolaan B3 5
Gambar 1.3 - Tahapan Penyusunan RENSTRA 2020 - 2024 6
Gambar 1.4 - Grafik Pemrosesan Permohonan Surat Keterangan Registrasi
B3, Notifikasi B3 dan Rekomendasi Pengangkutan B3 Periode
2015 - 2019 14
Gambar 1.5 - Jumlah Realisasi Impor B3 Berdasarkan Laporan Manual
Periode 2015 - 2019 17

Gambar 1.6 - Grafik Pencapaian Target B3 Terkelola Periode 2015 - 2019 18


Gambar 1.7 - Fasilitas Pengolahan Emas Non Merkuri di Kab. Luwu 22
Gambar 1.8 - Fasilitas Pengolahan Emas Non Merkuri di Kab. Pulang Pisau 22
Gambar 1.9 - Pengambilan sampel lingkungan 22

Gambar 1.10 - Penimbangan dalam perhitungan metode UN Toolkits 22


Gambar 1.11 - Peta Sebaran Kajian Kadar Merkuri di 7 Wilayah PESK
Prioritas 23

Gambar 1.12 - Data Perhitungan Penggunaan Merkuri dengan


Metode UN Toolkits 24
Gambar 1.13 - Contoh Peta Choropleth Sebaran PESK
Skala 1:100.000 25
Gambar 1.14 - Contoh Peta Indikatif Pencemaran Merkuri di Lokasi PESK 25
Skala
Gambar1 : 10.000
1.15 - Contoh Orthophoto UAV Drone di Kab. Lebak 25
Gambar 1.16 - Geoportal PESK-Merkuri 26
Gambar 1.17 - Dashboard Sistem Informasi Tata Kelola B3 dan Merkuri 27
Gambar 1.18 - Pengembangan Informasi dan Database Pengelolaan B3 27
Gambar 1.19 - Kwadran SWOT Direktorat Pengelolaan B3 35
Gambar 2.1 - Struktur ‘Sasaran’ pada Sistem Perencanaan KLHK 39
Gambar 2.2 - Sasaran Strategis (SS) Kementerian LHK 2020 - 2024 40
Gambar 2.3 - Sasaran Strategis KLHK beserta Indikator Kinerja Utamanya 41
Gambar 3.1 - PUG di PESK 58

Gambar 3.2 - Pemberdayaan Perempuan Mendorong PUG di PESK 59


Gambar 4.1 - Target Kinerja IKP 1 beserta Target IK Direktorat
Pengelolaan B3 2020-2024 62

v|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 - Daftar Rancangan Peraturan Pengelolaan B3 Yang Disusun 12
Periode 2015 - 2019
Tabel 1.2 - Lokasi Pengukuran Sampel Lingkungan Terdampak B3 16
Tabel 1.3 - Bidang Usaha Perusahaan Pelapor Realisasi Impor B3 17
Periode 2015 - 2019
Tabel 1.4 - Daftar B3 Dibatasi Periode 2015 – 2019 20
Tabel 1.5 - Pembangunan Fasilitas Pengolahan Emas Non Merkuri 21
Tabel 1.6 - Hasil Uji Laboratorium Kadar Merkuri Pada Sampel 23
Lingkungan
Tabel 1.7 - Faktor-faktor Kunci Lingkungan Internal 35
Tabel 1.8 - Faktor-faktor Kunci Lingkungan Eksternal 35
Tabel 2.1 - Struktur Sasaran Dalam Sistem Perencanaan Kementerian 39
LHK
Tabel 2.2 - Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja 42
Tabel 3.1 - Program, Sasaran Program dan Indikator Kinerja Program SS I
dan IKU I 47
Tabel 3.2 - Kegiatan, Sasaran Kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan 47
Tabel 3.3 - Sasaran Kegiatan dan Pengarustamaan (Renstra
PSLB3 2020-2024) 58
Tabel 4.1 - Sasaran Program dan Sasaran Kegiatan pada IKU I 62

Tabel 4.2 - Kerangka Pendanaan Bagi Direktorat Pengelolaan B3


Yang Dinyatakan Dalam Renstra Ditjen PSLB3 Tahun
2020 – 2024 66
Tabel 4.3 - Kerangka Anggaran Tahunan Direktorat Pengelolaan B3 66
Tabel 4.4 - Kerangka Anggaran Tahunan Tiap Sasaran Unit Kegiatan
Inventarisasi Penggunaan B3 67
Tabel 4.5 - Kerangka Anggaran Tahunan Tiap Sasaran Unit Kegiatan
Pengendalian B3 68
Tabel 4.6 - Kerangka Anggaran Tahunan Tiap Sasaran Unit Kegiatan
Penanganan B3 69
Tabel 4.7 - Kerangka Anggaran Tahunan Tiap Sasaran Unit Kegiatan
Penerapan Konvensi B3 71

vi | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

BAB I
PENDAHULUAN

1|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

BAB I
PENDAHULUAN

Kegiatan pengelolaan B3 adalah mata rantai yang melibatkan banyak pihak mulai dari
penyedia bahan B3, pengedar B3, pengangkut B3, penghasil B3, dan pengguna B3. Dari
mata rantai kegiatan tersebut diperlukan aturan-aturan ketentuan perundangan dan
perizinan yang wajib ditaati sesuai dengan karakteristik dan sifat B3 yang dikelola. Setiap
penanggung usaha dan atau kegiatan memiliki kewajiban mengelola B3 dan
menyampaikan pelaporan pengelolaan B3. Pelaporan ini digunakan oleh pemerintah
pusat dan daerah untuk memastikan kegiatan pengelolaan B3 sesuai dengan aturan
ketentuan yang berlaku.

Sebagaimana juga telah diamanatkan di Undang Undang No. 32 tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pasal 58 bahwa setiap orang
yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang,
mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
Pelanggaran/kesalahan pengelolaan B3 dari berbagai bentuk kegiatan dari hulu
sampai dengan hilir dapat berakibat pada pencemaran/kerusakan lingkungan baik
pada tingkatan skala kecil maupun besar.

Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persisten (POP), Konvensi
Rotterdam tentang Prosedur Persetujuan atas Dasar Informasi Awal untuk Bahan Kimia
dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan International dan Konvensi
Minamata tentang Merkuri, mengamanatkan setiap Negara yang turut meratifikasi
untuk menyediakan sistem dan mekanisme yang menunjang penerapan ketentuan
dalam ketiga konvensi tersebut. Indonesia telah meratifikasi ketiga konvensi tersebut
dengan diterbitkannya UU Nomor 19 tahun 2009 tentang Pengesahan Konvensi
Stockholm, UU Nomor 10 tahun 2013 tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam dan UU
Nomor 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri.

Penanganan bahan kimia yang memiliki klasifikasi sebagai B3 diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Mekanisme pengendalian B3 yang saat ini telah diberlakukan adalah kewajiban
meregistrasi B3 baik oleh penghasil dan atau pengimpor B3 di Kementerian Lingkungan

2|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu, PP No. 74 Tahun 2001 juga mengamanatkan
untuk penyediaan informasi bagi masyarakat sebagai media peningkatan kesadaran
masyarakat terutama dalam upaya pengendalian dampak terhadap lingkungan hidup
sebagai akibat kegiatan penggunaan bahan kimia.

Sebagai bentuk respon dari amanat tersebut dan dalam upaya peningkatkan layanan
publik pelaksanaan registrasi B3 dan kerangka mewujudkan implementasi Tatakelola B3
Nasional, maka telah dikembangkan Aplikasi Registrasi B3 Online Terintegrasi dengan
UPT/PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) dan Aplikasi Safe File Transfer Protocol (SFTP)
terintegrasi INSW (Indonesia National Single Window) Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian
Keuangan, serta Portal Sistem Informasi Tatakelola B3 dan POP (Pencemar Organik
Persisten) (SIB3POP) sebagai media pertukaran informasi, edukasi dan promosi dalam
upaya pengelolaan B3 dan POP di Indonesia.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan B3 (Ditjen PSLB3) telah


menerbitkan penetapan Rencana Strategis (Renstra) Ditjen PSLB3 untuk periode 2020-
2024 berdasarkan RPJMN 2020-2024, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan
penetapan Renstra unit kerja eselon II yang salah satunya adalah Rencana Strategis
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahya dan Beracun (Direktorat PB3). Rencana
kegiatan ini diususun berdasarkan pada baseline data hasil pelaksanaan pekerjaan
pada tahun 2015-2019 dengan tetap berupaya untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang dihadapi di bidang pengelolaan B3. Oleh sebab itu, data
pelaksanaan kegiatan pada periode sebelumnya menjadi penting sebagai dasar
perhitungan target kegiatan dan penentuan indikatornya. Rencana kegiatan di dalam
Renstra ini dengan memperhatikan kesetaraan akses, hak dan kesempatan kepada
seluruh pegawai dan stakeholders yang terlibat. Hal ini sesuai dengan ketentuan di
dalam Pedoman Pengarusutamaan Gender Nomor P.31/MenLHK/Setjen/SET/1/5/2017
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Lingkungan Hidup
dan Kehutanan.

Direktorat Pengelolaan B3 merupakan unit organisasi eselon dua yang kedudukannya di


bawah Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan
Beracun, yang selanjutnya disingkat dengan Ditjen PSLB3, Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. Tugas dan fungsi serta susunan organisasi Direktorat Pengelolaan
B3 diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.18/MENLH-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup

3|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

dan Kehutanan. Peraturan tersebut menetapkan bahwa tugas Direktorat Pengeloaan


B3 adalah melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan, koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis, evaluasi bimbingan teknis, supervisi
pelaksanaan urusan di daerah bidang pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pengelolaan B3
menyelenggarakan beberapa fungsi sebagai berikut:
a. penyiapan perumusan kebijakan penerapan konvensi, pengendalian,
inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya
dan beracun;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan penerapan konvensi, pengendalian,
inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya
dan beracun;
c. penyiapan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan penerapan konvensi,
pengendalian, inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan
berbahaya dan beracun;
d. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria penerapan konvensi,
pengendalian, inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan
berbahaya dan beracun;
e. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis
penerapan konvensi, pengendalian, inventarisasi penggunaan, pemantauan,
dan penanganan bahan berbahaya dan beracun;
f. supervisi atas pelaksanaan urusan penerapan konvensi, pengendalian,
inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya
dan beracun di daerah; dan
g. pelaksanaan administrasi Direktorat.

4|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Gambar 1.1 – Susunan Organisasi Direktorat Pengelolaan B3


Susunan organisasi Direktorat Pengelolaan B3 terdiri dari empat Sub Direktorat, dan tiap
Sub Direktorat membawahi dua Seksi. Susunan organisasi Direktorat Pengelolaan B3
dapat dilihat pada Gambar I.1.

Rantai nilai sebagaimana ditunjukkan berupa diagram pada Gambar I.2


dirumuskan berdasarkan tugas dan fungsi Direktorat Pengelolaan B3.

PENERAPAN KONVENSI B3

PENGENDALIAN B3
INVENTARISASI SASARAN
PENGGUNAAN B3 KEGIATAN
PENGELOLAAN
PENANGANAN B3
B3

DUKUNGAN MANAJEMEN
(Program, Anggaran, Tata Laksana, Hukum, Kepegawaian, Perlengkapan,
Data dan Informasi

Gambar 1.2. Rantai Nilai Direktorat Pengelolaan B3

5|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Rantai Nilai tersebut menunjukkan bahwa rangkaian pelaksanaan tugas dan fungsi oleh
unit-unit kerja di bawah Direktorat Pengelolaan B3 secara sistem mesti menuju pada
pencapaian Sasaran Kegiatan yang menjadi tanggung-jawab Direktorat Pengelolaan
B3.

Identifikasi Kondisi Umum

Identifikasi Potensi dan Permasalahn

Visi. Misi , Tujuan 2020-2024

Kegiatan, Sasaran Kegiatan dan Output Kegiatan

Komponen Kegiatan dan Pengarusutamaan

Peta Sasaran Program, Sasaran Kegiatan dan Komponen Kegiatan

Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan

Gambar 1.3. Tahapan Penyusunan RENSTRA 2020 - 2024

Penyusunan Renstra ini mengacu pada pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor:
P.63/MENLHK/SETJEN/SET.1/10/2019 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Strategis
Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2020-2024. Disamping
itu, juga mengacu pada Tata Cara Penyusunan Renstra K/L Tahun 2020-2024
Berpedoman pada Permen PPN/.Bappenas No. 05 Tahun 2019. Sesuai dengan
pedoman-pedoman tersebut di atas, penyusunan Renstra ini dilakukan melalui tahapan
seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.3.

Secara substantif, Renstra ini mengacu pada Renstra Ditjen PSLB3 dan Renstra
Kementerian LHK, serta pada peraturan perundang-undangan yang berkenaan
dengan Pengelolaan B3. Lingkup Renstra ini disesuaikan dengan ranah tugas dan
fungsi Direktorat Pengelolaan B3, serta dengan mempertimbangkan kondisi, potensi
dan permasalahan aktualnya, terutama dalam kurun waktu tahun 2020 – 2024.

6|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

1.1. KONDISI UMUM

Undang Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berkenaan


dengan pembangunan nasional mengamanatkan untuk mewujudkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat, serta melestarikan fungsi lingkungan hidup bagi
pembangunan nasional. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) ditegaskan bahwa dua fungsi utama lingkungan hidup dalam pembangunan
adalah sebagai modal pembangunan dan sebagai penopang sistem kehidupan.
Dalam melaksanakan amanat tersebut mestinya Kementerian LHK memiliki
tanggung- jawab untuk berperan lebih besar relatif dibandingkan dengan
kementerian/lembaga lainnya.

Dalam rangka untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana
dimaksud di atas, salah satu upaya yang menjadi tugas dan wewenang Kementerian
LHK adalah pengelolaan B3 yang diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kondisi umum yang dimaksud dalam hal ini adalah kondisi yang secara umum
menunjukkan kondisi substantif pengelolaan B3. Adapun pengertian pengelolaan B3
mengacu pada Pasal 1 angka 21 UU 32/2009, dimana dalam UU 32/2009, selain
memuat batasan pengertian B3 juga ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan B3 yaitu
pada Pasal 58, Pasal 63, Pasal 69, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 102, dan Pasal 107, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan B3, yang selanjutnya
disingkat dengan PP 74/2001, serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Sedangkan
kurun waktu kondisinya adalah tahun 2020 – 2024, dan lingkup lokasi pengelolaannya
meliputi wilayah Indonesia, urusan lintas negara dengan Indonesia, dan urusan
global/regional yang berkaitan dengan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam
konvensi-konvensi mengenai pengelolaan B3.

Dalam beberapa dekade terakhir ini ilmu pengetahuan dan teknologi serta industri
telah berkembang amat pesat. Perkembangannya itu telah meningkatkan kualitas
hidup manusia, mengubah gaya hidup, pola konsumsi dan produksi. Perkembangan
tersebut juga telah memicu peningkatan kebutuhan atas produk- produk kimiawi
sintetik, baik ragamnya maupun jumlahnya. Sebagian dari bahan bahan kimiawi
tersebut merupakan “bahan berbahaya dan beracun”, yang lazim disingkat dengan
“B3”.

7|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Jumlah dan pertumbuhan penduduk Indonesia yang besar, serta pola konsumsi
masyarakat seperti sekarang ini akan menyebabkan jenis dan jumlah B3 semakin
meningkat dari waktu ke waktu. Apabila B3 terpapar ke lingkungan hidup, antara lain
sebagai akibat dari tidak dikelolanya B3 sebagaimana seharusnya dan/atau akibat
masuk dan/atau dimasukkannya B3 ke lingkungan hidup, maka hal itu akan
menimbulkan resiko berupa ancaman pada kesehatan dan atau keselamatan
manusia, serta ancaman pada kehidupan makhluk hidup lainnya, juga dapat
menimbulkan kecemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Dengan dilakukannya pengelolaan B3 maka akan mengurangi kemungkinan


terpaparnya B3 ke lingkungan hidup dan akan mengurangi jumlah polutan atau
kontaminan B3 yang masuk dan/atau dimasukkan ke lingkungan hidup. Dalam rangka
pertumbuhan ekonomi maka investasi akan didorong untuk meningkat, antara lain
dorongan untuk meningkatkan sektor-sektor pertanian, pertambangan, dan
perindustrian. Beberapa jenis usaha dan kegiatan ekonomi tersebut diketahui akan
menggunakan sejumlah B3. Statistik menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan
kebutuhan B3 di Indonesia semakin meningkat. Oleh karena di Indonesia belum ada
pabrik yang memproduksi B3 maka impor B3 ke Indonesia juga akan meningkat.
Pertumbuhan ekonomi memang dipacu untuk selalu meningkat, namun tidak berarti
tanpa rambu pengamanan, antara lain rambu- rambu mengenai pengelolaan B3,
yang pada hakekatnya untuk memastikan keberlanjutan pembangunan itu sendiri, dan
demi hak manusia atas kesehatan dan keselamatan. Keberhasilan berupa
pertumbuhan ekonomi tidak akan paripurna jika disertai dengan kotor dan cemar
serta rusaknya lingkungan hidup yang mengancam kesehatan dan keselamatan
manusia, serta kualitas sumberdaya alam, antara lain sumberdaya air, sumberdaya
perikanan dan sumberdaya pariwisata.

Gambaran mengenai kondisi umum dan capaian kinerja pengelolaan B3 di Indonesia


yang berada dalam bingkai tugas dan fungsi Direktorat Pengelolaan B3 meliputi isu-isu
pokok yang berkenaan dengan penerapan konvensi-konvensi mengenai pengelolaan
B3, pengendalian B3, inventarisasi penggunaan B3, dan penanganan B3, sebagaimana
diuraikan berikut ini.

8|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

A. Penerapan Konvensi

Pengelolaan B3 di Indonesia tidak bisa terlepas dari pengelolaan B3 di dunia.


Sehubungan dengan itu maka Indonesia telah meratifikasi tiga konvensi yang
berkenaan dengan pengelolaan B3, yaitu:
1. Konvensi Stockholm yang diratifikasi dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun
2009 Tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistant Organic
Pollutants (Konvensi Stockholm Tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persisten),
yang selanjutnya disingkat dengan UU 19/2009 – Konvensi Stockholm;
2. Konvensi Rotterdam yang diratifikasi dengan Undang Undang nomor 10 tahun
2013 tentang Pengesahan Rotterdam Convention On The Prior Informed Consent
Procedure For Certain Hazardous Chemicals And Pesticides In International Trade
(Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal
Untuk Bahan Kimia Dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan
Internasional), yang selanjutnya disingkat dengan UU 10/2013 – Konvensi
Rotterdam; dan
3. Konvensi Minamata yang diratifikasi dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun
2017 Tentang Pengesahan Minamata Convention On Mercury (Konvensi
Minamata Mengenai Merkuri), yang selanjutnya disingkat dengan UU 11/2017
– Konvensi Minamata.

Ketiga konvensi tersebut di atas pada intinya mendorong setiap Negara untuk menyusun
strategi kebijakan dalam bentuk rencana penerapan nasional (National Implementation
Plan, yang disingkat dengan NIP) serta melakukan pelaporan berkala kepada
Sekretariat Konvensi. Indonesia sebagai Negara Pihak Ketiga dari konvensi-konvensi
tersebut di atas maka Pemerintah Indonesia bertanggung jawab untuk menerapkan
amanat dan kewajiban dari konvensi-konvensi tersebut, serta agenda-agenda
kerjasama internasional yang bertalian dengan tema dari ketiga konvensi tersebut.

Sehubungan dengan itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang dalam
urusan ini diwakili oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan
Bracun Berbahaya, berperan sebagai National Focal Point dari Konvensi Stockholm dan
Konvensi Minamata, serta sebagai Designated National Authority dari Konvensi
Rotterdam. Sedangkan Direktur Pengelolaan B3 berperan sebagai Official Focal Point
Konvensi Rotterdam, Konvensi Stockholm dan Konvensi Minamata. Secara garis-besar,
tanggung jawab dari peran sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut:
1. mengkoordinasikan pelaksanaan konvensi di setiap sektor;

9|R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

2. memantau serta mengawasi pelaksanaan konvensi-konvensi tersebut di tingkat


nasional;
3. melaporkan perkembangan penerapan konvensi kepada Sekretariat
Konvensi; dan
4. menyebarluaskan informasi terkait pengaturan pengelolaan B3 kepada para
pemangku kepentingan di tingkat nasional.

Dalam rangka menjalankan peran termaksud di atas maka diperlukan dasar hukum
untuk melaksanakan sejumlah agenda, juga perlu untuk memutakhirkan peraturan
perundang-undangan mengenai pengelolaan B3 di Indonesia, terutama Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan B3, dengan ketentuan-
ketentuan baru dalam ketiga konvensi tersebut, dan meningkatkan kapasitas
implementatif yang bertalian dengan kewajiban-kewajiban yang dimandatkan, yaitu:
pengisian Import Response (IR), penyusunan Final Regulatory Action (FRA), pembuatan
laporan penerapan Konvensi Rotterdam, penyusunan dokumen Review & Update NIP
POPs, pembuatan laporan penerapan Konvensi Stockholm, pembuatan Biennial
National Reporting Konvensi Stockholm, penyusunan dan pelaksanaan Rencana Aksi
Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (PPM) pada 34 Provinsi, pembuatan
laporan tahunan pelaksanaan PPM, dan pemenuhan target PPM hingga tahun 2030
melalui penyelenggaraan fungsi Sekretariat pelaksanaan PPM.

Kondisi yang menjadi tantangan dan atau persoalan dalam penerapan ketiga konvensi
tersebut selama lima tahun kedepan adalah sebagai berikut:
1. Belum dimutakhirkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan B3 dengan ketiga konvensi mengenai B3 termaksud di atas, yaitu:
Konvensi Stockholm yang diratifikasi pada tahun 2009 dengan Undang Undang
Nomor 19 Tahun 2009, Konvensi Rotterdam yang diratifikasi pada tahun 2013
dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2013, dan Konvensi Minamata yang
diratifikasi pada tahun 2017 dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2017.
Dengan belum direvisinya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 termaksud
di atas maka petunjuk- petunjuk pelaksanaan dan rencana aksi dalam rangka
penerapan konvensi-kovensi tersebut belum diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2001. Sebetulnya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2001 telah dimulai sejak tahun 2015, namun sampai saat ini revisi peraturan
tersebut masih pada tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
2. Belum efektifnya fungsi sekretariat dan tim pelaksana penerapan Konvensi.

10 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

3. Belum adanya kesepahaman diantara para pemangku kepentingan dalam


penerapan ketiga konvensi terkait B3 sehingga terjadi resistensi dari beberapa
Kementerian/Lembaga tertentu dan sebagian pelaku industri dalam negeri.
4. Belum adanya data yang memadai untuk mengetahui kondisi stockpile,
persebaran dan penggunaan B3 yang diatur oleh ketiga Konvensi tersebut.
5. Belum semua bahan kimia yang diatur dalam peraturan nasional telah dikaji
secara teknis, sehingga sulit mendapatkan data/informasi minimal yang
dibutuhkan untuk pelaporan mengenai B3 yang dibatasi atau dilarang dalam
rangka penerapan ketiga konvensi tersebut.
6. Masih kurangnya kapasitas nasional dalam mengidentifikasi bahan Persistant
Organic Pollutants (POPs), terutama yang ada dalam produk, dan pengujian
kandungan POPs dalam media lingkungan hidup, seperti misalnya di air sungai, air
laut, udara, biota, dan lain sebagainya.
7. Masih rendahnya wawasan aparat di daerah dan masyarakat mengenai
kebahayaan B3, terutama POPs, merkuri dan beberapa pestisida tertentu.
8. Masih perlunya peningkatan peran Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan sebagai National Focal Point (NFP) dalam hal mengevaluasi dan
memastikan pencapaian target Rencana Aksi Nasional, khususnya yang
tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019.

Dalam kurun waktu tahun 2015 – 2019 telah disusun rancangan peraturan pelaksanaan
mengenai penerapan konvensi-konvensi B3. Salah satu diantaranya yang telah
disetujui dan diterbitkan adalah Peraturan Presiden Tentang Nomor 21 Tahun 2019
Tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri dan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 81 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan
Peraturan Presiden Nomor 21 Tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan
Penghapusan Merkuri.

Rancangan peraturan yang saat ini masih dalam proses harmonisasi dengan sektor
adalah rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan B3, yang merupakan
revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan B3. Berikut
adalah daftar rancangan peraturan dan pedoman yang telah disusun sepanjang
periode 2015 – 2019.

11 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Tabel 1.1. Daftar Rancangan Peraturan Pengelolaan B3 Yang Disusun Periode 2015 - 2019

Tahun Judul Peraturan/ Pedoman

2015 Naskah Akademis Rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun


2001 tentang Pengelolaan B3
2016 Draft teknis Rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001
tentang Pengelolaan B3
Draft National Implementation Plan Pengurangan dan Penghapusan
Merkuri
Naskah Akademis Pengesahan Konvensi Minamata
Draft Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang
Registrasi dan Notifikasi
Draft Teknis Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tentang Kategorisasi
2017 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata
Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 36 Tahun
2017 tentang Tata Cara Registrasi dan Notifikasi B3.
Pedoman Teknis Pembatasan B3.
Dokumen Tata Laksana Konvensi Stockholm, Rotterdam dan Minamata
Pedoman Teknis Penghapusan B3
Pedoman Umum Penghapusan Penggunaan Merkuri pada
Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK).
2018 Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional
Pengurangan dan Penghapusan Merkuri

Rancangan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang


Pengelolaan B3

2019 Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional
Pengurangan dan Penghapusan Merkuri
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 81 Tahun
2019 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019
Tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri
Pedoman penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan
Penghapusan Merkuri

B. Pengendalian B3

Untuk memastikan bahwa B3 yang beredar dan dipergunakan di Indonesia adalah


bukan B3 yang dilarang, dan masuknya B3 tersebut ke Indonesia dilakukan dengan
cara yang legal, serta B3 tersebut dikelola sebagaimana seharusnya dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan maka harus dilakukan
pengendalian. Peredaran dan penggunaan B3 perlu dikendalikan untuk mengurangi
12 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

kemungkinan terjadinya resiko terhadap lingkungan hidup. Pengendalian B3 juga


merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tata kelola B3 yang baik, melalui
kategorisasi, registrasi, notifikasi dan rekomendasi pengangkutan B3 terhadap para
importir, eksportir, produsen, distributor dan perusahaan jasa pengangkutan B3
sebagaimana yang diamanatkan oleh kebijakan yang dinyatakan dalam PP 74/2001.

Penetapan kategori atau kategorisasi B3 merupakan salah satu bagian bisnis proses
pengendalian B3, yang pada intinya adalah meng-klasifikasi B3 ke dalam tiga kategori,
yaitu: B3 yang dapat dipergunakan, atau B3 yang terbatas dipergunakan, atau B3 yang
dilarang dipergunakan.

Registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian nomor terhadap B3 yang ada di


wilayah Republik Indonesia. Data registrasi B3, yang didapat dari laporan realisasi
impor B3, merupakan modal dasar dalam upaya menghimpun informasi mengenai B3
yang diimpor ke Indonesia dan peredarannya di Indonesia. Laporan realisasi impor
B3 sebagaimana dimaksud di atas disampaikan oleh tiap pengimpor ke Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Notifikasi impor/ekspor B3 diatur dalam Konvensi Rotterdam. Apabila suatu bahan


kimia yang dilarang atau dibatasi oleh suatu pihak diekspor dari wilayahnya, pihak
tersebut wajib memberikan notifikasi ekspor kepada pihak pengimpor. Pihak Pengimpor
wajib memberitahukan tanda terima notifikasi ekspor selama 30 hari. Notifikasi ekspor
adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara pengekspor ke otoritas
negara penerima, dan negara transit apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas
batas B3 yang terbatas dipergunakan dan atau yang pertama kali diimpor.
Berdasarkan pendataan yang selama ini dilakukan diketahui bahwa tidak semua
perusahaan pengguna B3 melakukan importasi langsung, karena sebagian sebagian
darinya mendapat B3 melalui perdagangan domestik.

Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3 dari suatu tempat ke tempat


lain dengan menggunakan sarana angkutan. Ijin angkut B3 dapat diterbitkan oleh
Kementerian Perhubungan apabila telah memperoleh surat rekomendasi
pengangkutan B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pelaksanaan kegiatan registrasi dan notifikasi B3 mengacu pada Peraturan Menteri


Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 36 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Registrasi
13 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

dan Notifikasi B3. Dalam, pelayanan registrasi dan rekomendasi pengangkutan B3


sudah dilakukan secara online melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Proses
registrasi impor B3 juga semakin mudah dengan terhubung dalam kerangka Indonesia
National Single Window (INSW). Selain itu juga telah diterapkan aplikasi sistem tracking
registrasi B3, sebagai proses monitoring internal dalam percepatan pelayanan publik
bagi permohonan registrasi B3.

Dalam kurun waktu 2015 – 2019, telah diproses sebanyak 7.369 surat permohonan registrasi
B3, 339 surat permohonan notifikasi dan 397 surat permohonan rekomendasi
pengangkutan B3.

Pemrosesan Permohonan Surat Keterangan Registrasi B3, Notifikasi B3


dan Rekomendasi Pengangkutan B3

2.297

1.993
1.797

678
604

68 64 57 71 98 84 89 90 89
26

2015 2016 2017 2018 2019

Surat Keterangan Registrasi Surat Notifikasi Surat Rekomendasi Pengangkutan

Gambar 1.4. Grafik Pemrosesan Permohonan Surat Keterangan Registrasi B3, Notifikasi B3
dan Rekomendasi Pengangkutan B3 Periode 2015 - 2019

Dalam pelaksanaan notifikasi dan rekomendasi pengangkutan B3 masih banyak jenis


bahan kimia yang tidak termasuk dalam daftar B3 pada Lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001. Banyak jenis B3 baru yang masuk ke Indonesia
namun klasifikasi tiap jenis B3 tersebut belum diketahui atau belum ditentukan. Hal ini
dapat meningkatkan resiko kontaminasi, pencemaran, kerusakan lingkungan hidup,
dan atau bahaya terhadap kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu kegiatan

14 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

pengkategorisasian B3 perlu terus dilaksanakan, termasuk juga terus melaksanakan


dan meningkatkan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Meningkatkan tata kelola B3, baik terhadap jenis B3 yang tercantum dalam
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 maupun yang tidak
tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001;
2. Meningkatkan koordinasi dengan berbagai pihak untuk penyusunan
pedoman-pedoman mengenai tata kelola B3, antara lain penetapan kategorisasi,
kajian dan pemetaan B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001,
dan penetapan Komisi Nasional B3;
3. pengkategorisasian B3 yang beredar di Indonesia;
4. pemantauan terhadap B3 yang teregistrasi, ternotifikasi dan terekomendasi
pengangkutannya;
5. pelaksanaan bimbingan teknis dalam rangka menuju tata kelola B3 yang baik,
dan bimbingan teknis dalam rangka peningkatan kesadaran masyarakat terhadap
potensi dampak B3 yang timbul terhadap lingkungan.

C. Inventarisasi Penggunaan B3

Inventarisasi penggunaan B3 merupakan salah satu tugas Direktorat


Pengelolaan B3. Inventarisasi penggunaan B3 selain diamanatkan oleh Undang Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3, juga merupakan
agenda internasional mengenai bahan kimia.

Inventarisasi penggunaan B3 dilakukan melalui pendataan penggunaan B3 yang


berasal dari kelompok sektor manufaktur, jasa, kesehatan dan pertanian, yang
(MJKP), serta kelompok sektor pertambangan, energi dan migas (PEM). Pendataan
dilakukan secara langsung melalui kunjungan lapangan dan pemantauan
pengelolaan B3 di lokasi perusahaan, dan secara tidak langsung melalui pelaporan
realisasi impor B3 yang disampaikan perusahaan baik secara manual maupun
elektronik melalui aplikasi pelaporan realisasi impor B3 online.
Pemantauan pengelolaan B3 di lokasi perusahaan dilakukan untuk mengklarifikasi
data pelaporan realisasi impor B3, melakukan pengamatan terhadap penggunaan B3
dalam proses produksi, pengecekan lokasi penyimpanan B3, pemenuhan persyaratan
pengelolaan B3 sesuai ketentuan peraturan yang berlaku serta kesiapan perusahaan
dalam menangani ketanggap daruratan B3.

15 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Data dan informasi yang terkumpul selanjutnya diolah dan disimpan dan diolah pada
pada database Sistem Informasi Tata Kelola B3. Data dan informasi yang telah diolah
digunakan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan serta dimanfaatkan untuk
pertukaran informasi dan edukasi dalam mendukung implementasi Konvensi Stockholm,
Konvensi Rotterdam, dan Konvensi Minamata. Pendataan B3 tersebut sejalan dengan
Rencana Aksi Global (Global Plan of Action) SAICM dan tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (SDGs). Jenis B3 yang prioritas dipantau adalah: merkuri, propana dan
butana, toluena disocyanate (tdi), natrium hidroksida, melamine, chrysotile asbestos,
pestisida, endosulfan dan paraquat dichloride.

Kegiatan inventarisasi juga mencakup pemantauan kualitas lingkungan terdampak B3,


khususnya kualitas lingkungan akibat penggunaan merkuri, paraquat dichloride dan POPs.
Sampel lingkungan yang diuji kadar terdampak B3 nya antara lain adalah tanah, air,
udara, biota, dan tanaman.

Tabel 1.2. Lokasi Pengukuran Sampel Lingkungan Terdampak B3

Tahun Merkuri POPs Paraquat Dichloryde

2018 1. Kab. Bolaang 1. Kab. Brebes 1. Kab. Sukabumi


Mongondow Timur 2. Kab. Lebak
2. Kab. Minahasa Utara
3. Kab. Lombok Barat
4. Kab. Wonogiri
5. Kab. Dharmasraya
6. Kab. Merangin
7. Kab. Kotawaringin Barat
2019 1. Kab. Pacitan
2. Kab. Kulon Progo
3. Kab. Bolaang
Mongondow Timur
2020 1. Kab. Bandung 1. Kab. Kerawang
2. Kab. Bogor 2. Kab.
3. Kab. Tasikmalaya Tasikmalaya
4. Kab. Sukabumi

Terhadap B3 yang telah diterbitkan surat keterangan registrasi B3, maka perusahaan
penerima surat keterangan registrasi B3 wajib menyampaikan laporan realisasi impor B3
setiap 6 bulan sekali kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jumlah
perusahaan yang menyampaikan laporan realisasi impor B3 dalam periode 2015 -2019
adalah sebanyak 1,324 perusahaan.
16 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Tabel 1.3. Bidang Usaha Perusahaan Pelapor Realisasi Impor B3 Periode 2015 - 2019

NO Bidang Usaha 2015 2016 2017 2018 2019

1 Importir distributor 86 104 206 115 50

2 Importir produsen 114 138 235 133 113


3 Importir distributor dan 4 6 7 3 -
produsen
4 Importir Umum - - - 1 -
5 Jasa Transportasi - - - 1 -
6 Jasa Pengolah Limbah - - - - 1
7 Tidak Diketahui - - - 5 2
Jumlah 204 248 448 258 166

Total jumlah realisasi impor B3 yang dilaporkan oleh perusahaan pada periode 2015
sampai dengan 2019 adalah sebesar 11.108.754.878,91 ton B3.

Jumlah Realisasi Impor B3 Berdasarkan Laporan Manual


Periode 2015 - 2019
(Ton)
8.587.380.950,00

2.021.331.327,00

18.927.268,91 480.910.776,00 204.557,00

2015 2016 2017 2018 2019

Gambar 1.5. Jumlah Realisasi Impor B3 Berdasarkan Laporan Manual Periode 2015 - 2019

Pada periode 2015 – 2019 telah dilakukan pemantauan dan inventarisasi peredaran dan
penggunaan B3 terhadap 161 perusahaan di sektor MJKP dan 32 perusahaan di sektor
PEM. Dari hasil pemantauan lapangan dan inventarisasi peredaran dan penggunaan B3
pada sektor MJKP dan PEM diperoleh data B3 terkelola periode 2015 – 2019 sebanyak
5.554.985,76 ton. Angka ini melampaui target B3 terkelola sebesar 3 juta ton dalam 5
tahun.

17 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Pencapaian Target B3 Terkelola


Sebanyak 3 Juta Ton Dalam Periode 2015 - 2019

2.778.094,15

1.423.257,00

592.898,89
362.558,79 398.176,93
900.000
300.000 600.000 600.000 600.000

2015 2016 2017 2018 2019


Target Capaian

Gambar 1.6. Grafik Pencapaian Target B3 Terkelola Periode 2015 - 2019

Sejak 2018, data realisasi impor B3 dapat diakses melalui apliasi Secure File Transfer
Protocol (SFTP) terintegrasi INSW, sehingga data yang diperoleh merupakan data real
time, meliputi data jumlah dan jenis B3 yang diimpor, tanggal impor, surat keterangan
registrasi impor B3, HS Code, perusahaan pengimpor, negara asal dan pelabuhan
bongkarnya.

Dalam mendukung program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam


pengelolaan lingkungan hidup (PROPER), Direktorat Pengelolaan B3 sejak tahun 2018
telah berpartisipasi dalam kegiatan evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan
hidup di kawasan pelabuhan (PROPER Pelabuhan). Evaluasi kinerja di kawasan
pelabuhan dilakukan terhdap kegiatan bongkar muat komoditi dengan
memperhatikan aspek pendataan B3 yang mencakup jenis dan jumlah B3,
ketersediaan dan kesesuaian MSDS, penempatan dan pengemasan B3 sesuai
dengan ketentuan yang berlaku serta pengangkutan B3 jika menjadi bagian dari jasa
yang diberikan oleh pelabuhan. Pada tahun 2018 PROPER Pelabuhan masih bersifat uji
coba dan pada tahun 2019 telah diterapkan secara penuh di 10 (sepuluh) pelabuhan
yaitu:

18 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

1. PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjung Priok;


2. Badan Pengelola Pelabuhan Batam, Pelabuhan Domestik Sekupang
Batam;
3. PT. Indodharma Corpora, Pelabuhan Internasional Sekupang Batam;
4. PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pelabuhan Belawan;
5. PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Teluk Bayur;
6. PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) Regional Jawa Tengah-Tanjung
Emas;
7. PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Regional Jawa Timur - Pelabuhan
Tanjung Perak;
8. PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Balikpapan;
9. PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Makassar; dan
10. PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Bitung.

D. Penanganan B3

Jumlah dan jenis bahan B3 cenderung bertambah banyak dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu perlu dilakukan pengaturan yang lebih berkapasitas, melalui penanganan B3
yang meliputi pembatasan dan penghapusan B3, serta penanganan B3 ilegal seperti
merkuri. Dalam upaya pembatasan dan penghapusan B3 tersebut dilakukan kegiatan
identifikasi B3 yang akan dibatasi dan dihapuskan sekaligus juga identifikasi alternatif B3
sebagai pengganti bagi B3 yang dibatasi ataupun dihapuskan serta identifikasi
teknologi yang tepat untuk penanganannya.

Proses pembatasan B3 mengacu pada Pedoman Teknis Pembatasan B3 y a n g telah


disusun pada tahun 2016. Pemilihan atau identifikasi B3 yang akan dibatasi dilakukan
dengan mempertimbangkan jumlah impor B3, kelengkapan informasi B3, ketersediaan
alternatif pengganti, serta masukan pakar. Draft rekomendasi pembatasan B3 saat ini
sebagian besar disusun berdasarkan telaahan terhadap data sekunder yang tersedia
dari media cetak ataupun elektronik. Selain itu, terdapat data primer yang dikumpulkan
melalui kunjungan lapangan dalam rangka profiling terhadap industri yang mengimpor
dan/atau menggunakan B3 yang akan dibatasi, serta uji laboratorium jika tersedia
laboratorium terakreditasi untuk analisis B3 tersebut. Draf rekomendasi pembatasan
belum memasukkan kajian pada aspek-aspek penilaian resiko, manajemen resiko,
maupun sosial ekonomi untuk B3 yang akan dibatasi atau masih memfokuskan pada
karakterisasi bahaya bahan kimia, sehingga masih memerlukan peningkatan kajian

19 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

pada aspek-aspek tersebut. Hingga akhir tahun 2019 telah dilakukan identifikasi jenis B3
yang dibatasi dan penyusunan kajian alternatif B3 pengganti.

Tabel 1.4. Daftar B3 Dibatasi Periode 2015 – 2019

Tahun Bahan Kimia (B3) Alternatif

2015 Bahan kimia yang dikaji (tidak ada kajian untuk alternatif pengganti)
adalah bahan kimia impor
baru yang terregistrasi
hingga Juli 2015
2016 - Decabromodiphenyl - C-Penta-BDE sebagai alternatif Deca-
Ether (Deca-BDE) BDE
- Perfluorooctane - Hexabromocyclododecane (HBCD)
Sulfonate (PFOS) sebagai alternatif PFOS
2017 - Parakuat Diklorida - Alternatif pengganti Parakuat Diklorida:
- Short Chain Chlorinated 2.4 D, diclosulam, benazolin-Ethyl,
Paraffin (SCCP) cletodhim, dicamba, fomesafen,
glufosinat, glifosat
- Terdapat 18 jenis bahan kimia yang
merupakan alternatif pengganti SCCP
2018 - Nonilfenol (NP) - Contoh usulan alternatif NP: C9-11
- Dibutil Ftalat (DBP) alcohols, ethoxylated (6 EO); oxirane,
methyl-, polymer with oxirane, mono(2-
ethylhexyl ether)
- Contoh usulan alternatif DBP: 2,2,4-
trimethyl1,3-pentanediol diisobutyrate,
Alkylsulphonic Phenylester, Di – isobutyl
phthalate
2019 - Diklorobenzena - Alternatif pengganti Diklorobenzena:
- Triklosan Benzil Benzoat
- Triazofos - Alternatif pengganti Triklosan: terdapat
12 bahan yang menjadi usulan alternatid
Triklosan

Kegiatan penghapusan B3 meliputi 2 jenis B3 yang akan dihapuskan yaitu PCBs dan
merkuri. PCBs merupakan salah satu jenis POPs yang sudah diatur untuk dihapuskan
pada Konvensi Stockholm. Sejalan dengan NIP pengelolaan PCBs di Indonesia, maka
peralatan yang mengandung PCBs harus sudah tidak digunakan pada tahun 2025
dengan target free PCBs pada 2028. Untuk mempersiapkan kegiatan penghapusan
tersebut maka pada akhir 2019 telah disusun rancangan peraturan pengelolaan PCBs
dan telah dilakukan kajian teknologi tepat guna untuk pemusnahan PCBs.

Dalam upaya penghapusan B3, sepanjang tahun 2015 hingga 2019 telah dilakukan
kegiatan persiapan yang meliputi : penyusunan pedoman penghapusan B3, penyusunan

20 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

feasibility study (fs) fasilitas dan teknologi pemusnahan pcbs, pengkajian tentang
keekonomian dan mekanisme pengoperasian fasilitas pemusnahan pcbs,
penyusunan rekomendasi penghapusan 8 jenis B3 yaitu: Commercial Penta Bromo
Diphenyl Ether (C-Pentabde); Hexa Bromo Cyclo Dodecane (HBCD); Hexa Chloro Buta
Diene (HCBD); C - Deca Bromo Diphenyl Ether (DECABDE); Penta Chloro Phenol (PCP);
Short Chain Chlorinated Paraffins (SCCP); Polychlorinated Nafthalene; Dan Dicofol, serta
pengurangan dan penghapusan merkuri.

Kegiatan penghapusan merkuri merupakan bagian dari program prioritas nasional


pengurangan dan penghapusan merkuri di lokasi PESK. Untuk mendukung kegiatan
tersebut maka telah dilakukan penyediaan fasilitas pengolahan emas non merkuri di
lokasi PESK prioritas, dan penanganan barang sitaan berupa merkuri yang ditemukan
dibeberapa lokasi sitaan di Indonesia.

E. Program Prioritas Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri

Kegiatan pengurangan dan penghapusan penggunaan merkuri di sektor pertambangan


emas skala kecil (PESK) menjadi salah satu program prioritas nasional yang dimulai sejak
tahun 2017. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi pembangunan fasilitas pengolahan
emas non merkuri, pemetaan dampak penggunaan merkuri terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia serta peningkatan kapasitas.

Pembangunan Fasilitas Pengolahan Emas Non Merkuri


Fasilitas pengolahan emas non merkuri yang dibangun sejak tahun 2017 hingga tahun
2019 ada sebanyak 7 fasilitas, yang berada di lokasi PESK di Kab. Lebak, Kab. Lombok
Barat, Kab. Luwu, Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Pulang Pisau, Kab. Pohuwato dan Kab.
Halmahera Selatan.

Tabel 1.5. Pembangunan Fasilitas Pengolahan Emas Non Merkuri

Tahun Lokasi PESK Teknologi Pengolahan Kapasitas

2017 Kab. Lebak Sianidasi 1,5 ton/batch

2018 Kab. Sekotong Sianidasi 0,75 ton/batch


Kab. Luwu Gravitasi Konsentrasi 0,75 ton/hari
Kab. Kotawarigin Barat Sianidasi 0,5 ton/batch
2019 Kab. Pulang Pisau Gravitasi Konsentrasi 0,18 ton/hari
Kab. Pohuwato Gravitasi Konsentrasi 0,15 ton/hari
Kab. Halmahera Selatan Sianidasi 1 ton/batch

21 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Gambar 1.7. Fasilitas Pengolahan Emas Non Gambar 1.8. Fasilitas Pengolahan Emas Non Merkuri
Merkuri di Kab. Luwu di Kab. Pulang Pisau

Pemetaan Merkuri
Pemetaan dampak merkuri ditujukan untuk mengetahui dampak merkuri terhadap
lingkungan dan kesehatan manusia. Kegiatan pemetaan yang dilakukan meliputi uji
laboratorium sampel lingkungan dan kesehatan, perhitungan penggunaan merkuri
dalam proses produksi emas dengan metode UN Toolkits, penginderaan jarak jauh
sebaran lokasi PESK, analisis data drone investigasi merkuri serta pemetaan web GIS
peredaran dan penggunaan merkuri di Indonesia.

Gambar 1.9. Pengambilan sampel lingkungan Gambar 1.10. Penimbangan dalam perhitungan
metode UN Toolkits

Lokasi PESK yang menjadi prioritas pelaksanaan pemetaan dampak merkuri pada tahun
2018 adalah Kab. Lombok Barat, Kab. Bolaang Mongondow Timur, Kab. Minahasa Utara,
Kab. Wonogiri, Kab. Merangin, Kab. Dharmasraya dan Kab. Kotawaringin Barat. Sampel
lingkungan yang diuji kadar merkurinya adalah sampel air bersih, air sungai, sedimen,
tanah, tanaman dan biota. Sedangkan sampel kesehatan yang diuji adalah rambut, kuku
darah dan urin.

22 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Gambar 1.11. Peta Sebaran Kajian Kadar Merkuri di 7 Wilayah PESK Prioritas

Pada tahun 2019, pemetaan dampak merkuri terhadap lingkungan dilakukan di Kab.
Kulon Progo, Kab. Pacitan dan Kab. Bolaang Mongondow Timur, dengan hasil
sebagaimana terdapat pada Tabel I.6

Tabel 1.6. Hasil Uji Laboratorium Kadar Merkuri Pada Sampel Lingkungan*
Kadar Merkuri
Mg/L
SAMPEL AMBANG
NO BOLAANG STANDAR
LINGKUNGAN KULON PACITAN BATAS
MONGONDOW
PROGO
TIMUR
PP No. 82 Tahun 2001
Tentang Pengelolaan
1 Air Permukaan <0,00004 <0,00004 <0,00004 0,002 Kualitas Air
danPengendalian
PencemaranAir,Kelas II
Permenkes
No.492/MENKES/PER/IV/20
2 Air Bersih <0,00004 <0,00004 <0,00004 0,001
10 tentang Persyaratan
Kualitas Air
Canadian Sediment Quality
3 Sedimen 0,4 0,2 3 0,17 Guidelines for The
Protectionof AquaticLife
Canadian Soil Quality
Guideline for The Protection
4 Tanah 0,9 0,3 13 6,6
of Environmental and
Human Health
SNI 7387:2009 Batas
5 Biota 0,6 0,2 2 0,03 Maksimum Cemaran
LogamBerat dalamPangan
*) Data yang disajikan adalah data hasil uji sampel lingkungan yang menunjukan kadar merkuri tertinggi

23 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Untuk melengkapi database jumlah merkuri yang digunakan atau terbuang ke


lingkungan dalam proses produksi emas, maka dilakukan perhitungan penggunaan
merkuri di 7 lokasi PESK pada tahun 2018 dan 2019 dengan menggunaan metode UN
Toolkits. Data hasil perhitungan merkuri dapat dilihat pada Gambar I.8.

Hasil Perhitungan Penggunaan Merkuri Dalam Proses Pengolahan Emas


Berdasarkan Metode UN Toolkits

2
Kabupaten Pacitan
8

0,21
Kabupaten KulonProgo
2,78

11,72
Kabupaten Dharmasraya
2,82

3,64
Kabupaten Wonogiri
2,79

4,46
Kabupaten Kotawaringin Barat
14,36

3,14
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
62,17

2,52
Kabupaten Lombok Barat
8

0 10 20 30 40 50 60 70

Rasio Hg:Au Total merkuri yang digunakan (hilang ke lingkungan)

Gambar 1.12. Data Perhitungan Penggunaan Merkuri dengan Metode UN Toolkits

Dalam rangka melengkapi database “Geo Portal Merkuri" telah dilakukan


penginderaan jauh (peta citra satelit) untuk memetakan lokasi PESK dengan hasil
berupa peta chloropleth sebaran PESK di Indonesia skala 1:100.000, peta indikatif
pencemaran Merkuri di delapan lokasi prioritas PESK dengan skala 1:50.000, yaitu
di Kab. Wonogiri, Kab. Tatelu, Kab. Merangin, Kab. Dharmasraya, Kab. Lombok Barat,
Kab. Bolaang Mongondow Timur, Kab. Kotawaringin Barat dan Kota Palu, serta peta
indikatif pencemaran Merkuri dalam skala 1:10.000 di dua lokasi PESK yaitu di Kab. Lebak
dan Kab. Wonogiri. Contoh dari peta-peta tersebut di atas ditunjukkan pada Gambar
1.13, dan Gambar 1.14.

24 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Gambar 1.13. Contoh Peta Choropleth Sebaran PESK Gambar 1.14. Contoh Peta Indikatif Pencemaran
Skala 1:100.000 Merkuri di Lokasi PESK
Skala 1 : 10.000

Selain itu juga telah dilakukan pemutakhiran data spasial dengan menggunakan
UAV Drone di lokasi PESK di wilayah Kab. Lebak, Kab. Bogor, Kab. Bandung dan Kab.
Tasikmalaya.

Gambar 1.15. Contoh Orthophoto UAV Drone di Kab. Lebak

Data hasil pemetaan melalui penginderaan jarak jauh dan data dampak merkuri tersebut
kemudian disajikan dalam suatu peta Geoportal PESK-Merkuri yang berbasis geospasial.
Data yang disajikan dalam aplikasi geoportal PESK-Merkuri meliputi basis data dan
informasi peta kegiatan PESK, data pemantaan kadar merkuri di media lingkungan, data
lepasan emisi merkuri sektor prioritas, sumber merkuri sinabar (tambang dan pengolahan
sinabar), lokasi pemulihan merkuri, fasilitas pengolahan emas non merkuri serta lokasi
pembangunan fasilitas transformasi sosial dan ekonomi (transosek) sebagai alternatif
pengganti kegiatan PESK.

25 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Gambar 1.16. Geoportal PESK-Merkuri

Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Peningkatan Kesadaran Akan Bahaya Merkuri

Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat


terhadap bahaya penggunaan barang-barang yang mengandung merkuri. Sehingga
diharapkan para peserta kegiatan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman terkait merkuri pada lingkup bidang kesehatan, pada produk - produk
kosmetik, maupun barang - barang lain seperti baterai dan lampu yang mengandung
merkuri.
Kegiatan Bimbingan Teknis “Peningkatan Kesadaran Masyarakat Terhadap Bahaya
Merkuri” merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan dengan Komisi VII DPR-RI, dilaksanakan di Sulawesi Selatan (Wajo dan Maros)
dan dihadiri oleh peserta dari kalangan akademisi, pelaku usaha serta perwakilan dari
beberapa organisasi masyarakat termasuk para penambang emas.

F. Pengembangan Sistem Informasi Tata Kelola B3

Guna meningkatkan layanan publik dalam pengelolaan B3 sejak tahun 2015 sampai
dengan 2019 Direktorat Pengelolaan B3 telah membangun dan mengembangkan Sistem
Informasi Tata Kelola B3, yang dapat diakses melalui http://sitkB3.menlhk.go.id. Aplikasi
yang dibangun dan dikembangkan dalam sistem informasi tata Kelola B3 meliputi: Portal
SIB3POP, Sistem Pelaporan B3 Online, Aplikasi SFTP Terintegrasi INSW, Aplikasi Tracking
Sistem, Portal Info Merkuri, Portal Markas Merkuri, Geoportal Merkuri dan Aplikasi i-Merkuri
Mobile.

26 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Gambar 1.17. Dashboard Sistem Informasi Tata Kelola B3 dan Merkuri

Untuk menunjang pemutakhiran data dan informasi yang disajikan dalam system
informasi tata Kelola B3 maka dibangun pula database pengelolaan B3.

Gambar 1.18. Pengembangan Informasi dan Database Pengelolaan B3

27 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Untuk menunjang pemutakhiran data dan informasi yang ditayangkan di portal


SIB3POPs serta memastikan bahwa system berjalan dengan baik, telah dibentuk Tim
Pengelola Sistem Informasi Tata Kelola B3 dan POPs (SITKB3POPs) yang secara
berkala melakukan pertemuan untuk membahas hal-hal terkait masalah teknis
pengembangan system dan aplikasi serta pemutakhiran materi substansi yang akan
ditayangkan di portal SIB3POPs.

I.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN


A. POTENSI DAN PERMASALAHAN INTERNAL

Potensi Internal

Potensi internal merupakan kekuatan organisasi yang dapat menjadi factor pendorong
upaya mencapai sasaran organisasi. Adapun yang dimaksud dengan organisasi
dalam hal ini adalah Direktorat Pengelolaan B3. Hasil kajian atas perihal ini
menyimpulkan bahwa Direktorat Pengelolaan B3, dalam kurun waktu antara tahun
2020 – 2024, memiliki tiga faktor kekuatan utama, yaitu sebagai berikut:

i. Wewenang, Tugas dan Fungsi


Direktorat Pengelolaan B3 memiliki wewenang, tugas dan fungsi yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan, baik aturan yang mengenai organisasi
Kementerian LHK maupun yang berkenaan dengan pengelolaan B3, serta
amanat yang ditetapkan oleh Konvensi Minamata, Konvensi Rotterdam, dan
Konvensi Stockholm.
Kementerian LHK menjadi National Focal Point untuk penerapan Konvensi
Stockholm dan Konvensi Minamata, serta sebagai Designated National Authority
untuk Konvensi Rotterdam. Sehubungan dengan perihal tersebut, Direktur
Pengelolaan B3 yang mendapat mandat untuk berperan sebagai Official Focal
Point untuk Konvensi Rotterdam, Konvensi Stockholm dan Konvensi Minamata,
mempunyai tanggung jawab untuk mengkoordinir pelaksanaan konvensi di setiap
sektor, memantau dan mengawasi pelaksanaan Konvensi di tingkat nasional,
melaporkan perkembangan penerapan konvensi kepada Sekretariat Konvensi,
serta menyebarluaskan informasi terkait pengaturan pengelolaan B3 kepada para
pemangku kepentingan di tingkat nasional.

28 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

ii. Sumber Daya Manusia Aparatur


Direktorat Pengelolaan B3 memiliki sumber daya manusia aparatur yang
kualitasnya sangat potensial. Potensi tersebut terindikasi dari strata kelulusan
pendidikan formalnya, kompetensi pendidikan non formalnya,
pengalaman kerjanya, antara lain dalam kiprahnya di kancah internasional. Selain
itu, potensi ini juga nampak dari integritas, semangat, dedikasi, passion, dan
professionalismenya.

iii. Sarana dan Piranti Kerja


Sarana kerja yang mendasar sudah cukup memadai untuk melaksanakan tugas
dan fungsi organisasi, termasuk kerangka kerja dan piranti lunak yang diperlukan
untuk mengembangkan sistem informasi pengelolaan B3 di Indonesia.

Permasalahan Internal

Permasalahan internal merupakan kelemahan organisasi yang dapat menjadi faktor


penghambat upaya pencapaian sasaran organisasi. Hasil kajian atas perihal ini
menyimpulkan bahwa Direktorat Pengelolaan B3 dalam kurun waktu antara tahun
2020 – 2024 menghadapi tiga faktor kelemahan utama sebagai berikut:
i. Kapasitas Implementatif
Sesungguhnya sumber daya manusia aparatur di tingkatan manajerial cukup
potensial ditinjau dari strata kelulusan pendidikan formalnya, kompetensi
pendidikan non formalnya, dan pengalaman kerjanya. Namun karena beban
kerja dan kompleksitas pekerjaan yang begitu besar dan cukup rumit, maka
kapasitasnya pada tatanan implementasi (sebagai praktisi) masih harus
diperkuat, terutama dalam hal manajemen waktu, penentuan prioritas (tidak
gagal fokus), kemampuan cepat tanggap pada perubahan, kemampuan
menggalang dana, kemampuan menggalang kerjasama dan kemitraan, serta
kapasitas pada tingkatan teknis operasional, antara lain pada bidang
informatika, pengujian B3, dan legal drafting. Hal ini juga berkaitan dengan belum
ditetapkannya petunjuk teknis yang dibutuhkan oleh pelaksana operasional,
dan kendali mutunya.

ii. Sinergitas

29 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Sinergi antar Sub Dit di bawah Direktorat Pengelolaan B3 masih dapat


ditingkatkan, antara lain dengan menghilangkan “ego unit”, dan mengefektifkan
komunikasi serta kerjasama tim dalam upaya mencapai sasaran Direktorat.
iii. Data Aktual B3

Ketersediaan data aktual mengenai B3 dan resiko paparannya di Indonesia masih


merupakan kelemahan. Permasalahan ini nampak antara lain ketika diperlukan
data aktual untuk meyakinkan bahwa masalah B3 di Indonesia adalah masalah
urgen dan serius serta mendesak untuk segera diatasi. Penggambaran masalah
tersebut amat penting untuk meyakinkan para pengambil keputusan, baik pada
kalangan politik maupun para penyandang dana. Kelemahan termaksud di atas
dapat menjadi faktor penghambat, antara lain dalam upaya peningkatan target.

B. POTENSI DAN PERMASALAHAN EKSTERNAL

Potensi Eksternal

Potensi eksternal merupakan peluang bagi organisasi yang dapat dijadikan sebagai
pendorong upaya mencapai sasaran organisasi. Organisasi dalam hal ini adalah
Direktorat Pengelolaan B3. Hasil kajian atas perihal ini menunjukan bahwa Direktorat
Pengelolaan B3, dalam kurun waktu antara tahun 2020 – 2024, memiliki tiga peluang
utama sebagai berikut:
i. Landasan Hukum Normatif
Pengelolaan B3 telah diamanatkan dan diatur dalam empat Undang Undang
(UU), yaitu: UU tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU
mengenai ratifikasi Konvensi Stockholm, UU mengenai ratifikasi Konvensi
Rotterdam, dan UU mengenai ratifikasi Konvensi Minamata. Perundang-undangan
tersebut merupakan landasan hukum yang kuat sehingga dapat dijadikan
peluang, sebagai pendorong upaya, oleh Direktorat Pengelolaan B3 dalam
rangka mencapai sasarannya.

ii. Dukungan Para Pihak


Banyak lembaga internasional, terutama yang berkiprah pada bidang B3, baik
bilateral maupun multilateral, yang memberikan dukungan pada upaya
pengembangan dan atau peningkatan pelaksanaan pengelolaan B3 di
Indonesia, antara lain berupa bantuan untuk pengembangan kapasitas
sebagaimana dinyatakan dalam beberapa konvensi, seperti misalnya
transfer of technology dan pelatihan di bidang pengelolaan B3. Demikian juga
30 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

dukungan dari pihak-pihak di dalam negeri, antara lain kementerian dan


lembaga terkait, pemerintah daerah, perguruan tinggi, LSM, media massa, dan
dunia usaha, yang mau bekerja sama dalam upaya pelaksanaan pengelolaan
B3 di Indonesia. Kesemuanya itu merupakan peluang yang dapat
didayagunakan oleh Direktorat Pengelolaan B3 untuk pendorong upaya menuju
keberhasilan.

iii. National Focal Point


Kepercayaan yang diberikan kepada Kementerian LHK sebagai National
Focal Point pelaksanaan beberapa konvensi mengenai B3 di Indonesia. Oleh
karena itu, Kementerian LHK mempunyai tanggung jawab untuk
mengkoordinasikan penerapan konvensi di setiap sektor terkait mengawasi
pelaksanaan dan kepatuhan di tingkat nasional, melaporkan
perkembangan penerapan konvensi kepada Sekretariat Konvensi, serta
menyebarluaskan informasi terkait pengaturan pengelolaan B3 di tingkat
internasional kepada para pemangku kepentingan di tingkat nasional.
Kementerian LHK juga merupakan wakil Pemerintah Republik Indonesia pada
beberapa agenda global dan kerja sama teknik multilateral mengenaik
pengelolaan B3. Dalam pelaksanaannya, sebagian besar peran Kementerian
LHK termaksud di atas didelegasikan kepada Direktorat Pengelolaan B3.

B. Permasalahan Eksternal

Permasalahan eksternal merupakan ancaman bagi organisasi karena dapat menjadi


faktor penghambat upaya pencapaian sasaran organisasi sehingga harus diwaspadai
dan diatasi. Organisasi dalam hal ini adalah Direktorat Pengelolaan B3. Hasil telahan
atas perihal ini menunjukan bahwa Direktorat Pengelolaan B3, dalam kurun waktu
antara tahun 2020 – 2024, menghadapi tiga faktor ancaman utama, yaitu sebagai
berikut:
i. Revisi PP74/2001

Beberapa kebijakan yang ditetapkan dalam PP 74/2001 Tentang Pengelolaan


B3 perlu dimutakhirkan dengan perundang-undangan mengenai konvensi yang
berkenaan dengan pengelolaan B3, dan perkembangan situasi aktual. Seperti
diketahui bahwa PP tersebut ditetapkan pada tahun 2001, sedangkan
tiga UU mengenai konvensi yang berkenaan dengan B3 ditetapkan pada
tahun 2009, 2013, dan 2017, yaitu UU 19/2009 mengenai ratifikasi Konvensi

31 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Stockholm, UU 10/2013 mengenai ratifikasi Konvensi Rotterdam, dan UU 11/2017


mengenai ratifikasi Konvensi Minamata. Oleh karena itu maka PP tersebut perlu
direvisi. Draf rancangan revisi PP tersebut telah dibahas sejak tahun lalu namun
hingga saat ini belum selesai juga. Permasalahan ini menyebabkan ketidak-
pastian bagi penyusunan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, sehingga
menghambat proses penyusunan draf rancangan petunjuk-petunjuk tersebut.
Pada ujungnya, hal ini akan menghambat upaya pelaksanaan pada tingkatan
operasional.

ii. Tumpang Tindih Kewenangan


Urusan pengelolaan B3 tidak sepenuhnya berada dalam kewenangan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kewenangan mengelola B3 juga
berada di beberapa kementerian dan lembaga, antara lain: Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Batan Tenaga Atom
Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan seterusnya. Pada situasi
seperti ini maka akan ada grey area sehingga tumpah tindih kewenangan
dalam pengelolaan B3 sering tidak terhindarkan. Dengan demikian maka harus
diantisipasi dan disikapi dengan arif dan tepat, agar tidak menjadi faktor
penghambat dan tidak menjadi “loss-loss solution”, apalagi jika disertai dengan
ego sektoral.

iii. Ketergantungan Piranti dan Sarana Fisik


Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Pengelolaan B3
diperlukan piranti dan sarana fisik tertentu, antara lain untuk pelaksanaan kerja
yang berkenaan dengan sistem informasi B3 di Indonesia dan pemantauan akibat
dan dampak paparan B3 di Indonesia. Pekerjaan pengelolaan sistem informasi
mengenai B3 di Indonesia sangat tergantung pada piranti pendukungnya,
terutama server dan jaringan internet. Secara birokrasi, pengelolaan piranti-piranti
tersebut berada di Pusat Data dan Informasi (Pusdatin), sehingga upaya
peningkatan kapasitasnya tergantung pada dana yang tersedia di Pusdatin dan
skala prioritasnya Pusdatin.
Pekerjaan pengelolaan sistem informasi B3 di Indonesia juga sangat tergantung
pada penyediaan data dari sejumlah instansi terkait. Demikian pula halnya
dengan pekerjaan pemantauan akibat dan dampak paparan B3 di Indonesia.
Pekerjaan ini memerlukan peralatan dan perlengkapan pengujian di lapangan.

32 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Secara birokrasi, pengelolaan peralatan dan perlengkapan tersebut berada di


unit kerja lain, baik barangnya maupun tenaga operatornya. Pembahasan
mengenai potensi dan permasalahan institusional termaksud di atas merupakan
dasar untuk analisis dalam rangka penentuan strategi pencapaian sasaran
organisasi.

ANALISIS SWOT

Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan B3 melalui kegiatan pengelolaan B3,


Direktorat Pengelolaan B3 selain memiliki sejumlah potensi dan menghadapi
sejumlah permasalahan yang secara garis-besar terdiri dari potensi dan
permasalahan internal serta potensi dan permasalahan eksternal. Sebagaimana
telah dijelaskan dalam Bab Pertama, potensi dan permasalahan tersebut adalah
sebagai berikut:

Potensi Internal
Direktorat Pengelolaan B3, dalam kurun waktu antara tahun 2020 – 2024, memiliki tiga
faktor kekuatan utama, yaitu:
i. Wewenang, Tugas dan Fungsi;
ii. Sumber Daya Manusia Aparatur; dan
iii. Sarana dan Piranti Kerja.

Permasalahan Internal
Direktorat Pengelolaan B3 dalam kurun waktu antara tahun 2020 – 2024
menghadapi tiga faktor kelemahan utama sebagai berikut:
i. Kapasitas Implementatif;
ii. Sinergitas ; dan
iii. Data Aktual B3.

Potensi Eksternal
Direktorat Pengelolaan B3, dalam kurun waktu antara tahun 2020 – 2024, memiliki tiga
peluang utama sebagai berikut:
i. Landasan Hukum Normatif;
ii. Dukungan Para Pihak; dan
iii. National Focal Point.

33 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Permasalahan Eksternal
Direktorat Pengelolaan B3, dalam kurun waktu antara tahun 2020 – 2024,
menghadapi tiga faktor ancaman utama, yaitu sebagai berikut:
i. Revisi PP74/2001;
ii. Tumpang Tindih Kewenangan; dan
iii. Ketergantungan Piranti & Sarana Fisik.

Potensi dan permasalahan termaksud di atas merupakan dasar untuk analisis


penentuan strategi pencapaian sasaran dan tujuan organisasi. Adapun metoda yang
digunakannya adalah analisis “SWOT” (“Strength –Weekness – Opportunity – Threats”).
Analisis “SWOT” merupakan analisis terhadap faktor-faktor kunci keberhasilan (critical
success factors) organisasi, yang terdiri atas faktor-faktor eksternal dan internal.
Faktor-faktor eksternal terdiri atas faktor peluang (opportunity) dan faktor ancaman
(threats). Faktor-faktor internal terdiri dari faktor kekuatan (strength) dan faktor
kelemahan (weekness).

Dalam analisis SWOT, potensi internal akan menjadi faktor “kekuatan”, dan potensi
eksternal akan menjadi faktor “peluang”, yang keduanya dapat dijadikan pendorong
menuju keberhasilan. Permasalahan internal akan menjadi faktor “kelemahan”, dan
permasalahan eksternal akan menjadi faktor “ancaman”, yang keduanya dapat
dijadikan penghambat menuju keberhasilan.

Hasil analisis SWOT yang telah dilakukan menunjukkan bahwa resultante vektor dari
faktor-faktor kunci internal (vektor kekuatan dan vektor kelemahan) berada pada posisi
yang relatif lebih kuat (vektor-vektor kekuatan lebih besar daripada vektor-vektor
kelemahan), sedangkan resultante vektor dari faktor-faktor kunci eksternalnya (vektor
peluang dan vektor ancaman) berada pada posisi yang relatif lebih berpeluang
(vektor-vektor peluang lebih besar daripada vektor-vektor ancaman). Dengan
demikian maka resultante keseluruhannya berada dalam kuadran S-O sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1.19.

34 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Gambar 1.19. Kwadran SWOT Direktorat Pengelolaan B3

Dengan demikian maka strategi generiknya adalah strategi “tipe S-O”, yang tipikalnya
adalah bagaimana mendayagunakan faktor-faktor kunci kekuatan (strength) dan
faktor-faktor kunci peluang (opportunity), baik secara parsial maupun secara terpadu
atau sinergi, untuk mencapai sasaran menuju tujuan dan untuk mengatasi faktor-
faktor kunci ancaman (threats) dan faktor-faktor kelemahan (weekness) yang masih
ada. Adapun risalah dari faktor-faktor kunci SWOT Direktorat Pengelolaan B3, dalam
kurun waktu tahun 2020-2024, ditunjukkan pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

Tabel 1.7. Faktor-faktor Kunci Lingkungan Internal

Kekuatan Kelemahan

Wewenang, Tugas dan Fungsi Kapasitas Implementatif


Sumber Daya Manusia Aparatur Sinergitas
Sarana Pokok Data Aktual B3

Tabel 1.8. Faktor-faktor Kunci Lingkungan Eksternal

Peluang Ancaman

Landasan Hukum Revisi PP74/2001


Dukungan Para Pihak Tumpang Tindih Kewenangan
National Focal Point Ketergantungan Piranti, Sarana,
dan Data

35 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

BAB II

36 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

VISI, MISI, TUJUAN


2020-2024

37 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

1. Keberlanjutan berarti pembangunan yang dilaksanakan oleh KLHK harus dapat


menjaga kelestarian sumber daya hutan, kualitas lingkungan hidup, kehidupan
ekonomi dan sosial masyarakat serta meningkatkan pembangunan yang inklusif
disertai dengan pelaksanaan tata kelola yang mampu menjaga peningkatan
kualitas dan taraf hidup masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
2. Kesejahteraan berarti tercapainya perbaikan kualitas dan taraf hidup
masyarakat Indonesia baik laki-laki maupun perempuan secara adil dan setara.

B. Misi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dengan memperhatikan Misi Presiden dan Wakil Presiden serta berpedoman pada
tugas, fungsi dan kewenangan KLHK, sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang- Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
ditetapkan misi KLHK yaitu:
1. Mewujudkan hutan yang lestari dan lingkungan hidup yang berkualitas,
2. Mengoptimalkan manfaat ekonomi sumber daya hutan dan lingkungan secara
berkeadilan dan berkelanjutan,
3. Mewujudkan keberdayaan masyarakat dalam akses kelola hutan baik laki-laki
maupun perempuan secara adil dan setara, dan
4. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

C. Tujuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan


1. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kehutanan serta ketahanan

terhadap perubahan iklim,


2. Meningkatkan pemanfaatan potensi ekonomi dari sumber daya hutan dan

lingkungan hidup,
3. Meningkatkan akses kelola hutan bagi masyarakat baik laki-laki maupun

perempuan secara adil dan setara dengan tetap menjaga keberadaan dan
kelestarian fungsi hutan,
4. Meningkatkan tata kelola, inovasi dan daya saing bidang lingkungan hidup

dan kehutanan.

38 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

D. Sasaran Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan


Struktur ‘sasaran’ dalam pembentukan Rencana Strategis adalah seperti
ditunjukkan oleh Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur ‘Sasaran’ pada Sistem Perencanaan KLHK

Tabel 2.1 Struktur Sasaran Dalam Sistem Perencanaan Kementerian LHK


JENJANG SASARAN PENGERTIAN TINGKATAN ORGANISASI
Sasaran Strategis Kondisi yang akan Kementerian
dicapai secara nyata
oleh KLHK yang
mencerminkan
pengaruh yang
ditimbulkan oleh
adanya hasil satu atau
beberapa program.
Sasaran Program Hasil yang akan Unit Kerja Eselon 1
dicapai dari suatu
program untuk
pencapaian sasaran
strategis KLHK yang
mencerminkan
berfungsinya keluaran.
Sasaran Kegiatan Keluaran yang Unit Kerja Eselon 2, dan unit lain
dihasilkan oleh suatu yang merupakan penanggung-
kegiatan yang jawab kegiatan
dilaksanakan untuk
mendukung
pencapaian sasaran
dan tujuan program
dan kebijakan yang
dapat berupa barang
atau jasa

Dalam Rentra KLHK telah ditetapkan 4 Sasaran Strategis (SS) Kementerian LHK dengan
20 Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana gambar 2.1 berikut ini :

39 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Gambar 2.2 Sasaran Strategis (SS) Kementerian LHK 2020 - 2024

Adapun masing-masing Sasaran Strategis KLHK beserta Indikator Kinerja Utamanya


disajikan dalam gambar berikut:

40 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Gambar 2.3 Sasaran Strategis KLHK beserta Indikator Kinerja Utamanya

2.2. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL


PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERACUN BERBAHAYA

Visi Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 dirumuskan untuk


mendukung visi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai berikut:
“Terwujudnya Kualitas Lingkungan Hidup dan Kesehatan Masyarakat yang baik melalui
pengelolaan sampah, limbah dan bahan beracun berbahaya” dalam mendukung
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan “Terwujudnya Keberlanjutan Sumber
Daya Hutan dan Lingkungan Hidup untuk Kesejahteraan Masyarakat”.

A. MISI DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN B3


Misi Direktorat Jenderal PSLB3 mengacu pada misi KLHK dengan fokus pelaksanaan
pada misi KLHK nomor 1, 2 dan 4 yang dirumuskan sebagai berikut:

41 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

1. Mewujudkan pengelolaan sampah yang baik dengan penekanan pada


implementasi Ekonomi Sirkular;
2. Mewujudkan pengelolaan limbah bahan beracun berbahaya yang baik dengan
penekanan pada pemanfaatan limbah B3 sebagai sumber daya;
3. Mewujudkan pengelolaan B3 yang menekankan pada optimalisasi subtitusi B3
dengan bahan ramah lingkungan sebagai bahan baku proses produksi; dan
4. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

B. TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN B3


1. Meningkatkan kinerja pengelolaan sampah melalui penerapan Ekonomi Sirkular,

baik pada aspek pengurangan sampah maupun aspek penanganan sampah;


2. Meningkatkan iklim usaha dan/atau kegiatan pengelolaan limbah B3 yang

kondusif dan bertanggungjawab terutama pada sektor pemanfaatan limbah B3;


3. Meningkatkan kinerja pengelolaan B3 termasuk penghapusan penggunaan

merkuri melalui optimalisasi subtitusi B3 dengan bahan ramah lingkungan sebagai


bahan baku proses produksi; dan
4. Meningkatkan tata kelola, inovasi dan daya saing bidang pengelolaan sampah,

limbah dan B3. Keempat tujuan ini selanjutnya dirinci ke dalam penjabaran
Sasaran Program Ditjen PSLB3 yang mengacu pada Sasaran Strategis KLHK.

Keempat tujuan ini selanjutnya dirinci ke dalam penjabaran Sasaran Program


Ditjen PSLB3 yang mengacu pada Sasaran Strategis KLHK.

C. SASARAN STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN


B3
Sasaran Strategis beserta Indikator Kinerja Sasaran Strategis (Indikator Kinerja Utama)
yang telah ditetapkan dalam Renstra KLHK yang terkait dengan tugas, fungsi, dan/atau
kewenangan Ditjen PSLB3 adalah seperti ditunjukkan oleh Tabel 2.2

Tabel 2.2 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja


Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Sasaran Strategis
(Indikator Kinerja Utama)
SS I Terwujudnya lingkungan hidup IKU I Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
dan hutan yang berkualitas (IKLH)
serta tanggap terhadap IKU IV Indeks Kinerja Pengelolaan Sampah
perubahan iklim

42 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Indikator Kinerja Sasaran Strategis


Sasaran Strategis
(Indikator Kinerja Utama)
SS II Tercapainya optimalisasi IKU VII Kontribusi Sektor LHK Terhadap PDB
pemanfaatan sumber daya Nasional
hutan dan lingkungan sesuai
dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan
SS IV Terselenggaranya Tata Kelola IKU XVII Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi
dan Inovasi Pembangunan
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK) yang Baik
serta Kompetensi SDM LHK
yang Berdaya Saing

Mengacu pada Sasaran Strategis (SS) tersebut di atas, strategi pembangunan


Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 sebagaimana ditetapkan dalam Renstra
Direktorat Jenderal PSLB3 adalah”
1) Sasaran strategis pertama (SS-1) yakni “terwujudnya lingkungan hidup yang
berkualitas serta tanggap terhadap perubahan iklim”
Pada SS-1, pembangunan Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 fokus pada strategi
KLHK dalam Penanggulangan pencemaran dan kerusakan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup yang dilaksanakan dengan strategi:
a. Meningkatkan penanganan sampah melalui: (1) pengkajian atas pemenuhan
target penanganan sampah di 400 Kab./kota atau sekitar 70 % dari proyeksi
timbulan sampah berdasarkan Jakstranas; (2) penilaian melalui program
ADIPURA pada 350 Kab./kota yang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup
perkotaan/kebersihan termasuk dalam kategori baik (nilai ADIPURA > 71 poin); (3)
pengolahan sampah menjadi bahan baku dan/atau sumber energi; (4)
penerapan sistem penanganan sampah secara terpadu di 50 Kab./kota, baik
skala komunal maupun regional dengan metode 3R (Reuse, Reduce and
Recycle) atau pun dengan teknologi modern lainnya;
b. Melakukan pengurangan timbulan sampah sekitar 30 % dari proyeksi timbulan
sampah melalui: (1) pengkajian atas pemenuhan target pengurangan sampah
yang dilakukan oleh Kab./kota berdasarkan Jakstranas; (2) penerapan EPR dan
redesign kemasan untuk produsen; (3) fasilitasi dan pembinaan terhadap bank
sampah sebanyak 8.434 unit atau 75 % dari data baseline serta pembentukan

43 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

bank sampah induk; (4) peningkatan pendapatan nasabah bank sampah


dengan proyeksi sekitar 15 % dari baseline 2019; (5) meningkatkan jumlah unit
usaha pengolah limbah, sampah dan daur ulang untuk circular economy; (6)
penguatan keterlibatan masyarakat dan komitmen dunia usaha untuk
pencegahan dan pengurangan volume sampah dari sumbernya; (7) penguatan
komitmen pemerintah daerah untuk penanganan dan pengurangan sampah
sesuai dengan target Jakstranas melalui penyediaan anggaran, peneningkatan
kapasitas teknis, kelembagaan dan SDM pengelola sampah;
c. Melaksanakan pengurangan tingkat kebocoran sampah ke laut melalui
penanganan sampah di kab/kota, kawasan konservasi dan destinasi wisata
prioritas pesisir dan laut yang menerapkan pengolahan sampah terpadu;
d. Meningkatkan pengelolaan B3 melalui: (1) pembangunan sistem informasi dan
monitoring pengelolaan B3 dan senyawa POPs; (2) pemantauan pengelolaan
jumlah dan jenis B3 yang beredar; (3) pembatasan dan penghapusan jenis
senyawa B3 dan POPs tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (4)
peningkatan upaya penghapusan penggunaan Merkuri pada lokasi Penambang
Emas Skala Kecil (PESK), kemudian menggantinya dengan pembangunan fasilitas
pengolahan emas tanpa Merkuri di lokasi PESK yang berizin;
e. Melakukan Verifikasi pengelolaan limbah B3 dan Non B3 melalui: (1) pelayanan
perizinan serta penanganan kedaruratan limbah B3; (2) pembangunan fasilitas
pengelolaan limbah B3 terpadu di setiap region;
f. Melakukan pembinaan dan penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah
non-B3 melalui: (1) pembangunan fasilitas pengolahan limbah B3 dari sumber
fasilitas pelayanan kesehatan (limbah medis) secara terpadu; (2) pembinaan
terhadap usaha dan/atau kegiatan (industri) pengelolaan limbah B3 sekitar 40 %
dari jumlah total industri yang ada di Indonesia; (3) pemanfaatan limbah B3 untuk
mendapatkan nilai ekonomi sekitar 20 % dari baseline 2019;
g. Meningkatkan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 dari kegiatan institusi
dan non-institusi serta menerapkan sistem tanggap darurat limbah B3 di seluruh
provinsi di Indonesia.
2) Sasaran strategis kedua (SS-2) yakni “tercapainya optimalisasi manfaat ekonomi
sumber daya hutan dan lingkungan sesuai dengan daya dukung daya tampung
lingkungan” dimana pembangunan Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 fokus
pada strategi KLHK dengan memanfaatkan sampah dan limbah untuk perkuatan
sirkular ekonomi melalui bank sampah sekaligus mengatasi volume timbulan sampah

44 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

dan limbah non-B3 lainnya serta meningkatkan jumlah unit usaha pengolah limbah,
sampah dan daur ulang untuk circular economy;
3) Pada SS-4 yakni “terselenggaranya tata kelola dan inovasi pembangunan
lingkungan hidup dan kehutanan yang baik, serta kompetensi SDM LHK yang
berdaya saing”, pembangunan Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 fokus untuk
mendukung strategi KLHK dalam:
(1) Penerapan reformasi birokrasi dan dukungan manajemen yang profesional
untuk pelaksanaan tugas teknis lainnya dari Kementerian LHK, yang diupayakan
dengan strategi; (1) melakukan keterbukaan informasi publik serta perbaikan
pelayanan internal dan pelayanan publik/eksternal; (2) meningkatkan
pelayanan terpadu satu pintu yang berorientasi pada pelayanan prima; (3)
meningkatkan pelaksanaan kerjasama internasional dan antar lembaga; (4)
meningkatkan nilai PNBP dari sektor LHK; (5) membangun budaya kerja yang
profesional, berdisiplin, taat dan patuh pada aturan yang berlaku bagi ASN
KLHK; (6) membangun sistem perencanaan, pemantauan dan evaluasi
pengelolaan kinerja yang terstruktur;
(2) Peningkatan efisiensi, transparansi dan akuntabilitas keuangan KLHK, yang
dilaksanakan dengan strategi yaitu: (1) meningkatkan pengelolaan keuangan
yang efisien, transparan dan akuntabel serta memenuhi ketentuan yang
berlaku atas 45ystem pengendalian internal pemerintah; (2) mendapatkan hasil
opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) atas laporan keuangan KLHK.
Peningkatan pengawasan berkualitas dan akuntabilitas kinerja aparatur KLHK,
yang diupayakan dengan strategi; (1) melakukan evaluasi atas implementasi SAKIP
dan SPIP untuk jajaran KLHK; (2) mengevaluasi penetapan zona bebas korupsi
sebagai upaya pencegahan korupsi di lingkungan KLHK

45 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

BAB III
KEGIATAN DAN
KOMPONEN
KEGIATAN
46 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

BAB III
KEGIATAN DAN KOMPONEN KEGIATAN

3.1. KEGIATAN, SASARAN KEGIATAN DAN OUTPUT KEGIATAN


DIREKTORAT PENGELOLAAN B3

Sesuai dengan Permen LHK Nomor 63 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Strategis Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tahun 2020-
2024, dan Dokumen Renstra Ditjen PSLB3 Tahun 2020-2024, kegiatan, sasaran kegiatan
dan output kegiatan Direktorat Pengelolaan B3 disusun secara cascading dengan
mengacu pada sasaran program dan indikator unit kerja Ditjen PSLB3.

Sasaran Program Ditjen PPSLB3 yang diacu adalah Program Kualitas Lingkungan Hidup.
Program ini pada Ditjen PSLB3 berkaitan dengan 2 (dua) Sasaran Strategis beserta 3
(tiga) IKU KLHK yang didukung dengan 3 (tiga) Sasaran Program beserta 5 (lima) Indikator
Kinerja Program (IKP) Ditjen PSLB3 sebagaimana uraian berikut:

Sasaran Strategis (SS) I: Terwujudnya lingkungan hidup dan hutan yang berkualitas serta
tanggap terhadap perubahan iklim.
Indikator Kinerja Utama (IKU) 1: Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)

Tabel 3.1. Program, Sasaran Program dan Indikator Kinerja Program SS I dan IKU I
PROGRAM SASARAN PROGRAM INDIKATOR PROGRAM
Kualitas Lingkungan Meningkatnya kesehatan Jumlah B3 yang terkelola
Hidup masyarakat serta kualitas sebesar 30 juta ton dalam 5
lingkungan hidup dengan tahun
menurunkan resiko akibat
paparan B3 dan limbah B3

Sasaran Program (SP I) selanjutnya diturunkan menjadi Sasaran Kegiatan (SK I) beserta
Indikator Kinerja Kegiatannya (IKK-1), sebagi berikut:

Tabel 3.2. Kegiatan, Sasaran Kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan


KEGIATAN SASARAN KEGIATAN INDIKATOR KEGIATAN
Pengelolaan B3 Terkelola jumlah dan jenis B3 Jumlah B3 yang dikelola
yang beredar sebesar 30 juta ton dalam 5
tahun
Terbentuk dan
terlaksananya system
informasi dan monitoring

47 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

KEGIATAN SASARAN KEGIATAN INDIKATOR KEGIATAN


pengelolaan B3 dan
senyawa POPs
Terlaksananya target
pembatasan dan
penghapusan senyawa B3
dan POPs
Meningkatnya upaya Terbangunnya fasilitas
penghapusasn pengolahan emas tanpa
penggunaan merkuri pada merkuri di PESK yang berizin
PESK sebanyak 25 unit dalam 5
tahun
Terlaksananya
penghapusan merkuri 80%
dari baseline tahun 2019
sebanyak 50 ton di 180
Kab./kota di 30 provinsi
selama 5 tahun

Sasaran kegiatan Direktorat Pengelolaan B3 ini akan dicapai melalui pelaksanaan


kegiatan yang meliputi:
1. inventarisasi peredaran dan penggunaan B3
2. pengendalian B3
3. penanganan B3
4. penerapan konvensi B3

Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) dari Kegiatan Pengelolaan B3 ini diindikasikan dengan:
persentase kinerja kegiatan pengelolaan B3 relatif dibandingkan dengan kinerja
akumulatifnya terhitung sejak tahun 2015 sebesar 68 %.
Besaran persentase tersebut merupakan angka rata-rata dari persentase kinerja
empat unit kegiatan tersebut di atas, dengan formula sebagai berikut:

3.2. K O M P O N E N KEGIATAN UNTUK MASING-MASING OUTPUT


KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN B3
48 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

A. Inventarisasi Penggunaan B3

Komponen kegiatan inventarisasi penggunaan B3 dilakukan berdasarkan Sasaran unit


kegiatan yaitu meningkatnya persentase kinerja akumulatif “Inventarisasi
Penggunaan B3” sebesar 66 %. Besaran persentase ini merupakan angka rata-rata dari
persentase kinerja sembilan IKUK di bawah unit kegiatan Inventarisasi Penggunaan B3.
Keberhasilan pencapaian sasaran unit kegiatan ini ditunjukkan dengan sembilan
Indikator Kinerja Unit Kegiatan (IKUK) dan output kegiatan sebagai berikut:

(1). Jumlah kegiatan/usaha yang akan dipantau terkait dengan peredaran dan
penggunaan B3 di sektor PEM dan MJKP sebanyak 250 kegiatan/usaha, dalam
kurun waktu 2020-2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja
akumulatifnya adalah sebesar 56 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan
catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 193 kegiatan/
usaha, maka pada akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya
menjadi 443 kegiatan/usaha, yaitu dari penjumlahan (193 + 250), sehingga
persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (250/443) x 100 % = 56 %.
(2). Jumlah lokasi pemantauan kualitas lingkungan hidup yang terpengaruh oleh
peredaran dan penggunaan B3, di sektor PEM dan MJKP, sebanyak 15 lokasi,
dalam kurun waktu 2020-2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan
kinerja akumulatifnya adalah sebesar 65 %. Persentase tersebut dihitung
berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 8
lokasi, maka pada akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya
menjadi 23 lokasi, yaitu dari penjumlahan (8 + 15), sehingga persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (15/23) x 100 % = 65 %.
(3). Jumlah usaha/kegiatan yang diinventarisasi status kinerjanya dalam
pengelolaan B3 sebanyak 45 usaha/kegiatan, dalam kurun waktu 2020-2024.
Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
sebesar 79 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa
kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 12 usaha/kegiatan, maka pada
akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 57
usaha/kegiatan, yaitu dari penjumlahan (45 + 12), sehingga persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (45/57) x 100 % = 79 %.
(4). Jumlah lokasi pemetaan dampak Merkuri pada lingkungan hidup sebanyak 25
lokasi yang terpetakan selama kurun waktu antara tahun 2020 - 2024. Ini
berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar

49 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

71 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada


tahun 2015 - 2019 adalah 10 lokasi, maka pada akhir tahun 2024 akan
menambah jumlah akumulatifnya menjadi 35 lokasi, yaitu dari penjumlahan
(25 + 10), sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (25/35)
x 100 % = 71 %.
(5). Jumlah kajian teknis pedoman pemantauan dan pedoman pelaporan impor
B3 secara elektronik sebanyak 2 kajian teknis selama kurun waktu antara tahun
2020 - 2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya
adalah sebesar 67 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan
bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 1 kajian, maka pada akhir
tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 3 kajian, yaitu dari
penjumlahan (2 + 1), sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya
adalah (2/3) x 100 % = 67 %.
(6). Jumlah kajian B3 terkelola tahunan sebanyak 5 kajian selama kurun waktu
antara tahun 2020 - 2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja
akumulatifnya adalah sebesar 100 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan
catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah nol kajian (belum
pernah dilakukan kajian ini), maka pada akhir tahun 2024 akan menambah
jumlah akumulatifnya menjadi 5 kajian, sehingga persentase peningkatan kinerja
akumulatifnya adalah (5/5) x 100 % = 100 %.
(7). Jumlah paket aplikasi dalam rangka pengembangan "sistem informasi tata
kelola B3" sebanyak 7 aplikasi selama kurun waktu 2020-2024. Ini berarti bahwa
persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar 50 %.
Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada
tahun 2015 - 2019 adalah 7 aplikasi, maka pada akhir tahun 2024 akan
menambah jumlah akumulatifnya menjadi 14 aplikasi, sehingga persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (7/14) x 100 % = 50 %.
(8). Jumlah paket aplikasi yang dipelihara dalam rangka pengoperasian "sistem
informasi tata kelola B3" sebanyak 13 aplikasi yang dipelihara selama kurun
waktu 2020-2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja
akumulatifnya adalah sebesar 65 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan
catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 7 aplikasi, maka pada
akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 20 aplikasi,
sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (13/20) x
100 % = 65 %.

50 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

(9). Piranti yang diterapkan dalam pelaksanaan sistem monitoring pengelolaan B3


berbasis teknologi informasi sebanyak 3 piranti selama kurun waktu 2020-2024.
Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
sebesar 43 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa
kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 4 paket pirati, maka pada akhir
tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 7 paket piranti,
sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (3/7) x 100 % =
43 %.

B. PENGENDALIAN B3

Sasaran unit kegiatan ini adalah meningkatnya persentase kinerja akumulatif


“Pengendalian B3” sebesar 55 %. Besaran persentase ini merupakan angka rata-rata
dari persentase kinerja delapan IKUK di bawah unit kegiatan Pengendalian B3.
Keberhasilan pencapaian sasaran unit kegiatan ini ditunjukkan dengan delapan
Indikator Kinerja Unit Kegiatan (IKUK), sebagai berikut:

(1). Jumlah jenis B3 yang dikategorisasikan sebanyak 25 jenis B3 dalam kurun waktu
2020-2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya
adalah sebesar 5 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa
kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 460 jenis B3, maka pada akhir tahun
2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 485 jenis B3, yaitu dari
penjumlahan (25 + 460), sehingga persentase peningkatan kinerja
akumulatifnya adalah (25/485) x 100 % = 5 %
(2). Jumlah surat keterangan registrasi B3 sebanyak 3.500 surat keterangan dalam
kurun waktu 2020-2024. Oleh karena jumlah permohonannya tidak dapat
ditargetkan maka jumlah layanan tersebut merupakan asumsi berdasarkan
statistik pada tahun-tahun sebelumnya. Pada prinsipnya adalah semua
permohonan akan dilayani. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja
akumulatifnya adalah sebesar 33 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan
catatan kinerja pada tahun 2015 - 2019 adalah 6.999 surat keterangan, maka
pada akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 10.499
surat keterangan, sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya
adalah (3.500/10.499) x 100 % = 33 %.
(3). Jumlah surat keterangan notifikasi B3 sebanyak 150 surat keterangan dalam
kurun waktu 2020-2024. Oleh karena jumlah permohonannya tidak dapat
ditargetkan maka jumlah layanan tersebut merupakan asumsi berdasarkan

51 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

statistik pada tahun-tahun sebelumnya. Pada prinsipnya adalah semua


permohonan akan dilayani.
Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
sebesar 31 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa
kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 339 surat keterangan, maka pada
akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 489 surat
keterangan, sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
(150/489) x 100 % = 31 %.
(4). Jumlah surat rekomendasi pengangkutan B3 sebanyak 450 surat rekomendasi
dalam kurun waktu 2020-2024. Oleh karena jumlah permohonannya tidak
dapat ditargetkan maka jumlah layanan tersebut merupakan asumsi
berdasarkan statistik pada tahun-tahun sebelumnya. Pada prinsipnya adalah
semua permohonan akan dilayani.
Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
sebesar 52 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa
kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 414 surat rekomendasi, maka pada
akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 864 surat
rekomendasi, sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
(450/864) x 100 % = 52 %
(5). Jumlah lokasi kerja upaya peningkatan kapasitas pengurangan dan
penghapusan Merkuri pada area PESK sebanyak 5 lokasi selama kurun waktu
2020 - 2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya
adalah sebesar 17 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan
bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 25 lokasi, maka pada akhir
tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 30 lokasi, sehingga
persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (5/30) x 100 % = 17 %
(6). Jumlah kajian teknis pedoman kategorisasi B3 sebanyak 1 kajian teknis dalam
kurun waktu 2020-2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja
akumulatifnya adalah sebesar 100 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan
catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah nol kajian, maka
pada akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 1
kajian, yaitu dari penjumlahan (0+1), sehingga persentase peningkatan kinerja
akumulatifnya adalah (1/1) x 100 % = 100 %
(7). Jumlah kajian teknis draft peraturan mengenai tim pakar kategorisasi B3 sebanyak
1 kajian teknis selama kurun waktu antara tahun 2020 - 2024.

52 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah


sebesar 100 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa
kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah nol kajian, maka pada akhir tahun
2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 1 kajian, sehingga
persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (1/1) x 100 % = 100 %
(8). Jumlah kajian teknis pedoman rekomendasi pengangkutan B3, dan pedoman
penyimpanan B3, serta pemutakhiran pedoman registrasi B3 sebanyak 3 kajian
teknis pedoman selama kurun waktu antara tahun 2020 - 2024.
Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
sebesar 100 %. Persentase peningkatan kinerja akumulatif tersebut dihitung
berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah nol
kajian, maka pada akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya
menjadi 3 kajian, sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya
adalah (3/3) x 100 % = 100 %.

C. PENANGANAN B3

Sasaran unit kegiatan ini adalah meningkatnya persentase kinerja akumulatif


“Penanganan B3” sebesar 84 %. Besaran persentase tersebut merupakan angka rata-
rata dari persentase kinerja delapan IKUK di bawah unit kegiatan Penanganan.
Keberhasilan pencapaian sasaran unit kegiatan ini ditunjukkan dengan delapan
Indikator Kinerja Unit Kegiatan (IKUK), sebagai berikut:

(1). Jumlah jenis B3 yang dikaji pembatasannya sebanyak 10 jenis B3 selama lima
tahun sejak 2020 sampai 2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan
kinerja akumulatifnya adalah sebesar 53 %. Persentase tersebut dihitung
berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 9 jenis
B3 yang telah dikaji pembatasannya, maka pada akhir tahun 2024 akan
menambah jumlah akumulatifnya menjadi 19 jenis B3, sehingga persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (10/19) x 100 % = 53 %.
(2). Jumlah jenis B3 yang dikaji penghapusannya sebanyak 10 jenis B3 selama lima
tahun sejak 2020 sampai 2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan
kinerja akumulatifnya adalah sebesar 59 %. Persentase tersebut dihitung
berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah 7 jenis
B3, maka pada akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi
17 jenis, sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (10/17)
x 100 % = 59 %.

53 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

(3). Jumlah kajian Merkuri yang terkurangi sebanyak 5 kajian teknis selama kurun
waktu antara tahun 2020 - 2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan
kinerja akumulatifnya adalah sebesar 100 %. Persentase tersebut dihitung
berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah nol
(belum pernah dilakukan pengkajian), maka pada akhir tahun 2024 akan
menambah jumlah akumulatifnya menjadi lima kajian, sehingga persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (5/5) x 100 % = 100 %.
(4). Jumlah Focus Group Discussion (FGD) mengenai hasil pengkajian pembatasan
dan penghapusan sebanyak 10 FGD selama lima tahun sejak 2020 sampai
2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
sebesar 100 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa

kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah nol (belum pernah dilakukan
sebelumnya), maka pada akhir tahun 2024 akan menambah jumlah
akumulatifnya menjadi 10 FGD, sehingga persentase peningkatan kinerja
akumulatifnya adalah (10/10) x 100 % = 100 %.
(5). Jumlah dokumen FS (Feasibility Study) dan dokumen DED (Detail Engineering
Design) instalasi pengolah emas non merkuri pada setiap lokasi PESK sebanyak
50 dokumen selama lima tahun sejak 2020 sampai 2024. Ini berarti bahwa
persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar 78 %.
Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada
tahun 2015 - 2019 adalah 14 dokumen FS dan DED, maka pada akhir tahun
2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 64 dokumen, sehingga
persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (50/64) x 100 % = 78 %.
(6). Jumlah panduan instalasi pengolahan emas non Merkuri sebanyak 2 panduan
selama kurun waktu antara tahun 2020 - 2024. Ini berarti bahwa persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar 100 %. Persentase tersebut
dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah
nol (belum ada panduan), maka pada akhir tahun 2024 akan menambah
jumlah akumulatifnya menjadi 2 panduan, sehingga persentase peningkatan
kinerja akumulatifnya adalah (2/2) x 100 % = 100 %.
(7). Jumlah unit fasilitas pengolahan Emas tanpa Merkuri di lokasi PESK yang berizin
sebanyak 25 unit selama lima tahun sejak 2020 sampai 2024. Ini berarti bahwa
persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar 78 %.
Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada
tahun 2015 - 2019 adalah 7 unit, maka pada akhir tahun 2024 akan menambah

54 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

jumlah akumulatifnya menjadi 32 unit, sehingga persentase peningkatan


kinerja akumulatifnya adalah (25/32) x 100 % = 78 %.
(8). Jumlah unit fasilitas pemusnahan PCB yang berhasil diadakan dan
dioperasikan sebanyak 3 unit selama lima tahun sejak 2020 sampai 2024. Ini
berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar
100 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya
pada tahun 2015 - 2019 adalah nol (belum ada), maka pada akhir tahun 2024
akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 3 unit, sehingga persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (3/3) x 100 % = 100 %.

D. PENERAPAN KONVENSI B3

Sasaran unit kegiatan ini adalah meningkatnya persentase kinerja akumulatif


“Penanganan B3” sebesar 67 %. Besaran persentase tersebut merupakan angka rata-
rata dari persentase kinerja sembilan IKUK di bawah unit kegiatan Penanganan B3.
Keberhasilan pencapaian sasaran unit kegiatan ini ditunjukkan dengan Sembilan
Indikator Kinerja Unit Kegiatan (IKUK), sebagai berikut:

(1). Jumlah rancangan peraturan dan/atau pedoman teknis mengenai


penerapan konvensi B3 sebanyak lima rancangan dalam kurun waktu 2020 -
2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
sebesar 39 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa
kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah delapan rancangan, maka pada
akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi 13
rancangan, sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
(5/13) x 100 % = 39 %.
(2). Jumlah rancangan peraturan dan atau pedoman teknis mengenai
pengurangan dan penghapusan Merkuri sebanyak tiga rancangan dalam kurun
waktu 2020 - 2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja
akumulatifnya adalah sebesar 30 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan
catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah tujuh rancangan,
maka pada akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi
10 rancangan, sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
(3/10) x 100 % = 30 %.
(3). Jumlah laporan mengenai pelaksanaan Konvensi Stockholm dan Konvensi
Rotterdam, sebanyak 10 dokumen laporan dalam kurun waktu 2020 - 2024. Ini
berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar

55 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

50 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada


tahun 2015 - 2019 adalah 10 laporan, maka pada akhir tahun 2024 akan
menambah jumlah akumulatifnya menjadi 20 laporan, sehingga persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (10/20) x 100 % = 50 %.
(4). Jumlah kegiatan dalam rangka penyelenggaraan fungsi Sekretariat Nasional
untuk RAN PPM sebanyak satu kegiatan tiap tahun atau lima kegiatan selama
periode tahun 2020 – 2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja

akumulatifnya adalah sebesar 83 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan


catatan bahwa kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah satu kegiatan,
maka pada akhir tahun 2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi
enam kegiatan, sehingga persentase peningkatan kinerja akumulatifnya
adalah (5/6) x 100 % = 83 %.
(5). Tersusunnya dokumen penelaahan dan pemutakhiran Konvensi Stockholm
mengenai NIP POPs sebanyak tiga dokumen dalam kurun waktu 2020 - 2024. Ini
berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar
75 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada
tahun 2015 - 2019 adalah satu dokumen, maka pada akhir tahun 2024 akan
menambah jumlah akumulatifnya menjadi empat dokumen, sehingga
persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (3/4) x 100 % = 75 %.

(6). Jumlah kegiatan pendampingan penyusunan RAD PPM pada 34 provinsi


sebanyak 34 kegiatan dalam kurun waktu 2020 - 2024. Ini berarti bahwa
persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar 100 %.
Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada
tahun 2015 - 2019 adalah nol kegiatan, maka pada akhir tahun 2024 akan
menambah jumlah akumulatifnya menjadi 34 kegiatan, sehingga persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (34/34) x 100 % = 100 %.
(7). Jumlah provinsi yang mendapatkan supervisi, bimbingan teknis dan
pendampingan teknis tentang penerapan konvensi B3 sebanyak 34 provinsi. Ini
berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar
74 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada
tahun 2015 - 2019 adalah 12 provinsi, maka pada akhir tahun 2024 akan
menambah jumlah akumulatifnya menjadi 46 provinsi, sehingga persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (34/46) x 100 % = 74 %.

56 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

(8). Jumlah P3E yang mendapatkan supervisi, bimbingan teknis dan


pendampingan teknis tentang penerapan konvensi B3 sebanyak enam P3E. Ini
berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah sebesar
67 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa kinerjanya pada
tahun 2015 - 2019 adalah tiga P3E, maka pada akhir tahun 2024 akan
menambah jumlah akumulatifnya menjadi Sembilan P3E, sehingga persentase
peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (6/9) x 100 % = 67 %.
(9). Jumlah model alih usaha PESK menjadi usaha alternatif (antara lain pariwisata
edukasi berbasis pertanian) sebanyak 5 model selama periode tahun 2020 –
2024. Ini berarti bahwa persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah
sebesar 83 %. Persentase tersebut dihitung berdasarkan catatan bahwa
kinerjanya pada tahun 2015 - 2019 adalah satu model, maka pada akhir tahun
2024 akan menambah jumlah akumulatifnya menjadi enam model, sehingga
persentase peningkatan kinerja akumulatifnya adalah (5/6) x 100 % = 83 %.

3.3. PENGARUSUTAMAAN

Pengarusutamaan (mainstreaming) adalah bentuk strategi pendekatan inovatif


yang akan menjadi katalis pembangunan nasional yang berkeadilan dan adaptif
sebagaimana ketentuan pada PermenLHK No. 63/2019. Terdapat enam
pengarusutamaan yang memiliki peran penting dalam menopang pembangunan
nasional dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan serta partisipasi dari
masyarakat. Keempat pengarusutamaan ini tersebut diantaranya: 1)
Pengarustamaan Gender (PUG), 2) Pembangunan Berkelanjutan (PB), 3) Modal
Sosial dan Budaya (MSB), dan 4) Transformasi Digital (TD).

Secara umum, keterlibatan keempat pengarusutamaan dengan komponen


kegiatan pada Unit Kerja Direktorat Pengelolaan B3 ini dapat dilihat dan mengacu
pada Sasaran Program dan/atau Sasaran Kegiatan yang disusun dalam Renstra
Ditjen PSLB3 (Tabel 3.4), yang mencakup 2 (dua) pengarustamaan yang terkait
sebagai berikut:
1. Pengarustamaan Gender (PUG)
Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan strategi untuk mengintegrasikan
perspektif gender ke dalam pembangunan, mulai dari penyusunan kebijakan,
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi.
Sesuai dengan tujuan pelaksanaan PUG di KLHK adalah menjamin terciptanya

57 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan bagi setiap masyarakat


yang seimbang antara perempuan dan laki-laki.

2. Pembangunan Berkelanjutan (PB)


Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan alat dan sarana untuk
mencapai agenda pembangunan nasional yang mensyaratkan partisipasi dan
kolaborasi semua pihak. Pembangunan berkelanjutan mencakup 17 (tujuh
belas) tujuan, yang saling terkait termasuk: kerentanan bencana dan perubahan
iklim, serta tata kelola pemerintahan yang baik.

Tabel 3.3 Sasaran Kegiatan dan Pengarustamaan (Renstra PSLB3 2020-2024)


No. Sasaran Program Sasaran Kegiatan Pengarustamaan
1. Meningkatnya kesehatan Terkelola jumlah dan jenis PB
masyarakat dan kualitas B3 yang beredar
lingkungan hidup dengan Meningkatnya upaya PB, PUG
berkurangnya resiko akibat
penghapusan
paparan B3, limbah B3,
penggunaan merkuri pada
dan sampah (SP1)
PESK

Pengarusutamaan Gender (PUG) pada


Sektor Pertambangan Emas Skala Kecil
(PESK).

Penggunaan merkuri di tambang emas


rakyat khususnya tambang ilegal telah
mengancam kesehatan perempuan,
anak, dan janin. Merkuri organik dari jenis
methyl mercury dapat memasuki plasenta
dan merusak janin pada wanita hamil,
Gambar 3.1 PUG di PESK
sehingga mengakibatkan cacat bawaan,
kerusakan DNA dan kromosom, mengganggu saluran darah ke otak, hingga
kerusakan otak.

58 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Gambar 3.2 Pemberdayaan Perempuan Mendorong PUG di PESK

59 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

BAB IV
TARGET KINERJA
DAN KERANGKA
PENDANAAN

60 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

Batasan pengertian dan penyusunan target kinerja dan kerangka pendanaan ini
mengacu pada Tata Cara Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga
Tahun 2020-2024 yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2019.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa “target kinerja” merupakan elaborasi
mengenai hasil dan satuan hasil yang akan dicapai dari setiap indikator kinerja,
yang dalam ini adalah Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) karena dokumen ini merupakan
Renstra setingkat unit kerja eselon dua. Dalam peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa
“kerangka pendanaan” merupakan elaborasi mengenai kebutuhan pendanaan
secara keseluruhan untuk mencapai target Sasaran, yang dalam hal ini adalah Sasaran
Kegiatan. Selain itu, dijelaskan juga sumber pendanaannya.

4.1. PETA SASARAN PROGRAM, SASARAN KEGIATAN DAN KOMPONEN KEGIATAN


DIREKTORAT PENGELOLAAN B3

Peta Sasaran Program dan Sasaran Kegiatan diperlukan untuk menggambarkan struktur
keselarasan kinerja dalam rangka mencapai Sasaran Strategis dari Renstra Kementerian
LHK, Sasaran Program mengacu pada Renstra Ditjen PSLB3 dan Sasaran Kegiatan serta
Komponen Kegiatan pada Unit Kerja Direktorat Pengelolaan B3 yang dinilai tepat untuk
mencapainya.

Peta dimaksud disajikan dalam bentuk pohon kinerja yang menggambarkan logic
model penurunan Sasaran Stategis dan Indikator Kinerja Utama, dengan Sasaran
Program dan Indikator Kinerja Program maupun Sasaran Kegiatan hingga Indikator
Kinerja Kegiatan (Output). Uraian Peta Sasaran Program dan Sasaran Kegiatan dijelaskan
sebagai berikut:

Sasaran Strategis (SS) I terhadap Sasaran Program dan Sasaran Kegiatan Direktorat Pengelolaan B3
Sasaran Program dan Sasaran Kegiatan Direktorat Pengelolaan B3 pada Sasaran
Strategis I mendukung pencapaian target Indikator Kinerja Utama (IKU) 1 dengan rincian
ditunjukan pada Tabel 4.1

SS I. Terwujudnya Lingkungan Hidup dan Hutan yang Berkualitas serta Tanggap


Terhadap Perubahan Iklim

61 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Tabel 4.1 Sasaran Program dan Sasaran Kegiatan pada IKU I


Sasaran Sasaran
IKU IKP IKK
Program Kegiatan
Indeks Meningkatnya Jumlah B3 Terkelola Jumlah B3 yang dikelola sebesar 30
Kualitas kesehatan yang terkelola jumlah dan juta ton dalam 5 tahun
Lingkungan masyarakat sebesar 30 jenis B3 yang Terbentuknya dan terlaksananya
Hidup (IKLH) serta kualitas juta ton dalam beredar sistem informasi dan monitoring
lingkungan 5 tahun pengelolaan B3 dan senyawa POPs
hidup dengan Terlaksananya target pembatasan
menurunkan dan penghapusan senyawa B3 dan
resiko akibat POPs
paparan B3 dan Meningkatnya Terbangunnya fasilitas pengolahan
limbah B3 upaya emas tanpa merkuri di PESK yang
penghapusan berizin sebanyak 25 unit dalam 5
penggunaan tahun
merkuri pada Terlaksananya penghapusan merkuri
PESK 80% dari baseline tahun 2019
sebanyak 50 ton di 180
kabupaten/kota di 30 provinsi
selama 5 tahun

4.2. TARGET KINERJA

Target kinerja menjelaskan mengenai hasil (outcome) dan satuan hasil yang akan
dicapai dari setiap Indikator Kinerja, baik itu Indikator Kinerja Program (outcome) dan
Indikator Kinerja Kegiatan (output). Oleh karena itu, dari peta sasaran program dan
sasaran kegiatan yang telah disampaikan sebelumnya, sehingga dapat menunjukan
outcome yang perlu ditetapkan berdasarkan target yang terukur. Pada Sasaran
Program 1 dengan Indikator Kinerja Program 1 menunjukan target Direktorat
Pengelolaan B3 yang perlu dicapai pada periode tahun 2020-2024 ditunjukan pada
Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Target Kinerja IKP 1 beserta Target IK Direktorat Pengelolaan B3 2020-2024

62 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Target dari Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Direktorat Pengelolaan B3 di atas dapat
diperinci sebagai berikut:
▪ Target jumlah B3 yang dikelola adalah 6 juta ton per tahun.
▪ 1 (satu) sistem informasi dan monitoring pengelolaan B3 dan senyawa POPs
ditargetkan terbentuk pada tahun 2020, dan 100% penerapannya ditargetkan
terjadi pada periode tahun 2021 – 2024.
▪ Target pembatasan dan penghapusan senyawa B3 dan POPs adalah 2 jenis B3
setiap tahun untuk periode tahun 2020 – 2024.
▪ Target terbangunnya fasilitas pengolahan emas tanpa merkuri di PESK yang
berizin adalah sebanyak 5 unit per tahun.
▪ Dari target kumulatif sebesar 80%, target penghapusan merkuri dirinci menjadi
10% pada tahun 2020 dan 2021, dan selanjutnya menjadi 20% pada periode
tahun 2022 -2024.

Berikut ini uraian target kinerja Direktorat Pengelolaan B3 yang disusun per unit
kegiatan.

4.2.1. Unit Kegiatan Inventarisasi Penggunaan B3

Target kinerja sasaran unit kegiatan ini dalam kurun waktu tahun 2020-2024 adalah
sebagai berikut:
(1). Jumlah kegiatan/usaha yang akan dipantau terkait dengan peredaran dan
atau penggunaan B3 di sektor PEM dan MJKP sebanyak 250 kegiatan/usaha,
(2). Jumlah lokasi pemantauan kualitas lingkungan hidup yang terpengaruh oleh
peredaran dan atau penggunaan B3, di sektor PEM dan MJKP, sebanyak 15
lokasi.
(3). Jumlah usaha/kegiatan yang diinventarisasi status kinerjanya dalam
pengelolaan B3 sebanyak 45 usaha/kegiatan.
(4). Jumlah lokasi pemetaan dampak Merkuri pada lingkungan hidup sebanyak 25
lokasi.
(5). Jumlah kajian teknis pedoman pemantauan dan pedoman pelaporan impor
B3 secara elektronik sebanyak 2 kajian.
(6). Jumlah kajian B3 terkelola tahunan sebanyak 5 kajian.
(7). Jumlah paket aplikasi dalam rangka pengembangan "sistem informasi tata
kelola B3" sebanyak 7 aplikasi.
(8). Jumlah paket aplikasi yang dipelihara dalam rangka pengoperasian
"sistem informasi tata kelola B3" sebanyak 13 aplikasi terpelihara.

63 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

(9). Piranti yang diterapkan dalam pelaksanaan sistem monitoring pengelolaan B3


berbasis teknologi informasi sebanyak 3 piranti.

4.2.2. Unit Kegiatan Pengendalian B3

Target kinerja sasaran unit kegiatan ini dalam kurun waktu tahun 2020-2024 adalah
sebagai berikut:
(1). Jumlah jenis B3 yang dikategorisasikan sebanyak 25 jenis B3.
(2). Jumlah surat keterangan registrasi B3 sebanyak 3.500 surat keterangan.
Oleh karena kuantifikasi layanan ini tergantung pada permohonan yang
diterima maka tidak dapat diprediksi jumlah pastinya, sehingga target
tersebut merupakan asumsi berdasarkan statistik pada tahun-tahun sebelumnya.
Pada prinsipnya adalah semua permohonan akan dilayani.
(3). Jumlah surat keterangan notifikasi B3 sebanyak 150 surat keterangan dalam
kurun waktu 2020-2024.
Oleh karena kuantifikasi layanan ini tergantung pada permohonan yang
diterima maka tidak dapat diprediksi jumlah pastinya, sehingga target
tersebut merupakan asumsi berdasarkan statistik pada tahun-tahun sebelumnya.
Pada prinsipnya adalah semua permohonan akan dilayani.
(4). Jumlah surat rekomendasi pengangkutan B3 sebanyak 450 surat rekomendasi
dalam kurun waktu 2020-2024.
Oleh karena kuantifikasi layanan ini tergantung pada permohonan yang
diterima maka tidak dapat diprediksi jumlah pastinya, sehingga target
tersebut merupakan asumsi berdasarkan statistik pada tahun-tahun sebelumnya.
Pada prinsipnya adalah semua permohonan akan dilayani.
(5). Jumlah lokasi kerja upaya peningkatan kapasitas pengurangan dan
penghapusan Merkuri pada area PESK sebanyak 5 lokasi.
(6). Jumlah kajian teknis pedoman kategorisasi B3 sebanyak 1 kajian teknis.

(7). Jumlah kajian teknis draft peraturan mengenai tim pakar kategorisasi B3
sebanyak 1 kajian teknis.
(8). Jumlah kajian teknis pedoman rekomendasi pengangkutan B3, dan pedoman
penyimpanan B3, serta pemutakhiran pedoman registrasi B3 sebanyak 3 kajian
teknis.

4.2.3. Unit Kegiatan Penanganan B3

Target kinerja sasaran unit kegiatan ini dalam kurun waktu tahun 2020-2024 adalah
sebagai berikut:

64 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

(1). Jumlah jenis B3 yang dikaji pembatasannya sebanyak 10 jenis B3.


(2). Jumlah jenis B3 yang dikaji penghapusannya sebanyak 10 jenis B3.
(3). Jumlah kajian Merkuri yang terkurangi sebanyak 5 kajian teknis.
(4). Jumlah Focus Group Discussion (FGD) mengenai hasil pengkajian pembatasan
dan penghapusan sebanyak 10 FGD.
(5). Jumlah dokumen FS (Feasibility Study) dan dokumen DED (Detail Engineering
Design) instalasi pengolah emas non merkuri pada setiap lokasi PESK sebanyak
50 dokumen.
(6). Jumlah panduan instalasi pengolahan emas non Merkuri sebanyak 2 panduan.
(7). Jumlah unit fasilitas pengolahan Emas tanpa Merkuri di lokasi PESK yang berizin
sebanyak 25 unit.
(8). Jumlah unit fasilitas pemusnahan PCB yang berhasil diadakan dan
dioperasikan sebanyak 3 unit.

4.2.4. Unit Kegiatan Penerapan Konvensi B3

Target kinerja sasaran unit kegiatan ini dalam kurun waktu tahun 2020-2024 adalah
sebagai berikut:
(1). Jumlah rancangan peraturan dan/atau pedoman teknis mengenai
penerapan konvensi B3 sebanyak lima rancangan.
(2). Jumlah rancangan peraturan dan atau pedoman teknis mengenai
pengurangan dan penghapusan Merkuri sebanyak tiga rancangan.
(3). Jumlah laporan pelaksanaan Konvensi Stockholm dan Konvensi Rotterdam,
sebanyak 10 dokumen laporan.
(4). Jumlah kegiatan dalam rangka penyelenggaraan fungsi Sekretariat Nasional
pelaksanaan RAN PPM sebanyak lima kegiatan.
(5). Jumlah dokumen penelaahan dan pemutakhiran Konvensi Stockholm
mengenai NIP POPs sebanyak tiga dokumen.
(6). Jumlah kegiatan pendampingan penyusunan RAD PPM pada 34 provinsi
sebanyak 34 kegiatan.
(7). Jumlah provinsi yang mendapatkan supervisi, bimbingan teknis dan
pendampingan teknis tentang penerapan konvensi B3 sebanyak 34 provinsi.
(8). Jumlah P3E yang mendapatkan supervisi, bimbingan teknis dan
pendampingan teknis tentang penerapan konvensi B3 sebanyak enam P3E.
(9). Jumlah model alih usaha PESK menjadi usaha alternatif (antara lain pariwisata
edukasi berbasis pertanian) sebanyak 5 model.

65 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

4.3. KERANGKA PENDANAAN

Kerangka pendanaan ini disusun berdasarkan Sasaran Kegiatan Pengelolaan B3,


sebagaimana dikemukakan dalam Bab Ketiga, dan dengan mengacu pada
kerangka pendanaan yang dinyatakan dalam Renstra Ditjen PSLB3 Tahun 2020 –
2024. Kerangka pendanaan tahun 2020-2024 yang dialokasikan bagi Direktorat
Pengelolaan B3 adalah sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 – Kerangka Pendanaan Bagi Direktorat Pengelolaan B3 Yang


Dinyatakan Dalam Renstra Ditjen PSLB3 Tahun 2020 – 2024

TAHUN DANA
2020 Rp. 42.700.000.000
2021 Rp. 47.550.000.000
2022 Rp. 53.300.000.000
2023 Rp. 58.300.000.000
2024 Rp. 64.650.000.000
Jumlah Rp. 226.500.000.000

Sumber pendanaan tersebut semuanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan


Belanja Negara (APBN). Bertolak pada kerangka pendanaan yang di dinyatakan
dalam Renstra Ditjen PSLB3 Tahun 2020 – 2024, sebagaimana tersebut di atas,
kemudian ditetapkan kerangka anggaran tahunan Direktorat Pengelolaan B3
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.3 Kebutuhan anggaran tahunan dalam
jangka lima tahun tersebut ditentukan berdasarkan target tahunan dari tiap sasaran
unit kegiatan.

Tabel 4.3 – Kerangka Anggaran Tahunan Direktorat Pengelolaan B3


( Rp x 1.000.000 )

TAHUN
UNIT KEGIATAN TOTAL
2020 2021 2022 2023 2024
Penerapan Konvensi 62.800 9.800 11.000 12.600 13.800 15.600
Pengendalian B3 40.900 5.000 6.100 8.500 9.750 11.550
Inventarisasi
63.800 8.400 10.900 12.500 14.800 17.200
Penggunaan B3
Penanganan B3 99.000 19.500 19.550 19.700 19.550 20.300
Jumlah 266.500 42.700 47.550 53.300 58.300 64.650

66 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Adapun rincian alokasi anggaran tahunan dalam jangka lima tahun tiap Indikator
Kinerja Unit Kegiatan (IKUK) adalah sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.4 sampai
dengan Tabel 4.7 berikut ini. Sedangkan uraian selengkapnya mengenai Indikator
Kinerja Unit Kegiatan (IKUK) adalah sebagaimana pada Bab sebelumnya.

Tabel 4.4 – Kerangka Anggaran Tahunan Tiap Sasaran Unit Kegiatan Inventarisasi
Penggunaan B3 ( Rp x 1.000.000 )

TAHUN
INDIKATOR KINERJA UNIT
TOTAL
KEGIATAN
2020 2021 2022 2023 2024

1). Jumlah kegiatan/usaha


yang akan dipantau terkait
dengan peredaran
dan/atau penggunaan B3 3.500 500 600 700 800 900
di sektor PEM dan MJKP
sebanyak 250
kegiatan/usaha.

2). Jumlah lokasi pemantauan


kualitas lingkungan hidup
yang terpengaruh oleh
peredaran dan/atau 3.500 500 600 700 800 900
penggunaan B3, di sektor
PEM dan MJKP, sebanyak
15 lokasi.

3). Jumlah usaha/kegiatan


yang diinventarisasi status
kinerja upayanya dalam 3.000 600 600 600 600 600
pengelolaan B3 sebanyak
45 usaha/kegiatan.

4). Jumlah lokasi pemetaan


dampak Merkuri terhadap
lingkungan hidup 25.000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000
sebanyak 25 lokasi
terpetakan.

5). Jumlah kajian teknis


pedoman pemantauan
dan pedoman pelaporan 1.200 500 700 0 0 0
impor B3 secara elektronik
sebanyak 2 kajian teknis.

67 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

TAHUN
INDIKATOR KINERJA UNIT
TOTAL
KEGIATAN
2020 2021 2022 2023 2024

6). Jumlah kajian B3 terkelola


tahunan sebanyak 5 2.500 500 500 500 500 500
kajian.

7). Jumlah paket aplikasi


dalam rangka
pengembangan "sistem 3.600 500 600 700 800 1,000
informasi tata kelola B3"
sebanyak 7 aplikasi.

8). Jumlah paket aplikasi yang


dipelihara dalam rangka
pengoperasian "sistem
1,500 300 300 300 300 300
informasi tata kelola B3"
sebanyak 13 aplikasi
terpelihara.

9). Piranti yang diterapkan 20.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000
dalam pelaksanaan sistem
monitoring pengelolaan B3
berbasis teknologi informasi
sebanyak 3 piranti.

JUMLAH TOTAL 63.800 8.400 10.900 12.500 14.800 17.200

Tabel 4.5 – Kerangka Anggaran Tahunan Tiap Sasaran Unit Kegiatan


Pengendalian B3 ( Rp x 1.000.000 )

TAHUN
INDIKATOR KINERJA UNIT
TOTAL
KEGIATAN
2020 2021 2022 2023 2024

1). Jumlah jenis B3 yang


dikategorisasikan sebanyak 10,000 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000
25 jenis B3.

2). Jumlah surat keterangan


registrasi B3 yang terlayani
4,800 500 700 1,000 1,250 1,350
sebanyak 3.500 surat
keterangan.

3). Jumlah surat keterangan


notifikasi B3 yang terlayani
4,800 500 700 1,000 1,250 1,350
sebanyak 150 surat
keterangan.

68 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

TAHUN
INDIKATOR KINERJA UNIT
TOTAL
KEGIATAN
2020 2021 2022 2023 2024

4). Jumlah surat rekomendasi


pengangkutan B3 yang
4,800 500 700 1,000 1,250 1,350
terlayani sebanyak 450
surat rekomendasi.

5). Jumlah lokasi kerja upaya


peningkatan kapasitas
pengurangan dan
10,000 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000
penghapusan Merkuri pada
area PESK sebanyak 5
lokasi.

6). Jumlah kajian teknis


pedoman kategorisasi B3 2,000 500 500 500 500 500
sebanyak 1 kajian teknis.

7). Jumlah kajian teknis draft 2,500 500 500 500 500 500
peraturan mengenai tim
pakar kategorisasi B3
sebanyak 1 kajian teknis.

8). Jumlah kajian teknis


pedoman rekomendasi
pengangkutan B3, dan
pedoman penyimpanan 1,500 500 0 500 0 500
B3, serta pemutakhiran
pedoman registrasi B3
sebanyak 3 kajian teknis.

JUMLAH TOTAL 40,400 5,000 6,100 8,500 9,750 11,550

Tabel 4.6 – Kerangka Anggaran Tahunan Tiap Sasaran Unit Kegiatan


Penanganan B3 ( Rp x 1.000.000 )

TAHUN
INDIKATOR KINERJA UNIT
TOTAL
KEGIATAN
2020 2021 2022 2023 2024

1). Jumlah jenis B3 yang dikaji


pembatasannya sebanyak 2,000 400 400 400 400 400
10 jenis B3.

2). Jumlah jenis B3 yang dikaji


penghapusannya 2,000 400 400 400 400 400
sebanyak 10 jenis B3.

69 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

TAHUN
INDIKATOR KINERJA UNIT
TOTAL
KEGIATAN
2020 2021 2022 2023 2024

3). Jumlah kajian Merkuri yang


terkurangi sebanyak 5 2,500 500 500 500 500 500
kajian teknis.

4). Jumlah Focus Group


Discussion (FGD) mengenai
hasil pengkajian
1,500 200 250 300 350 400
pembatasan dan
penghapusan sebanyak
10 FGD.

5). Jumlah dokumen FS


(Feasibility Study) dan
dokumen DED (Detail 13,500 2,500 2,500 2,700 2,800 3,000
Engineering Design)
instalasi pengolah emas
non merkuri pada setiap
lokasi PESK sebanyak 50
dokumen.

6). Jumlah panduan instalasi


pengolahan emas non
600 300 300 0 0 0
Merkuri sebanyak 2
panduan.

7). Jumlah unit fasilitas


pengolahan Emas tanpa
75,900 15,000 15,000 15,200 15,300 15,400
Merkuri di lokasi PESK yang
berizin sebanyak 25 unit.

8). Jumlah unit fasilitas


pemusnahan PCB yang
berhasil diadakan dan 1,000 200 200 200 200 200
dioperasikan sebanyak 3
unit.

JUMLAH TOTAL 99,000 19,500 19,550 19,700 19,950 20,300

70 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Tabel 4.7 – Kerangka Anggaran Tahunan Tiap Sasaran Unit Kegiatan Penerapan
Konvensi B3 ( Rp x 1.000.000 )

TAHUN
INDIKATOR KINERJA UNIT
TOTAL
KEGIATAN
2020 2021 2022 2023 2024

1). Jumlah rancangan


peraturan mengenai
1,000 200 200 200 200 200
penerapan konvensi B3
sebanyak lima rancangan.

2). Jumlah rancangan


peraturan mengenai
pengurangan dan 600 200 0 200 0 200
penghapusan Merkuri
sebanyak tiga rancangan.

3). Jumlah laporan tahunan


pelaksanaan Konvensi
2,000 400 400 400 400 400
Stockholm dan Konvensi
Rotterdam sebanyak 10
dokumen laporan.

4). Jumlah kegiatan dalam


rangka penyelenggaraan
fungsi Sekretariat Nasional 5,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
untuk RAN PPM sebanyak
lima kegiatan.

5). Jumlah dokumen


penelaahan dan
pemutakhiran Konvensi
1,500 200 250 300 350 400
Stockholm mengenai NIP
POPs sebanyak tiga
dokumen.

6). Jumlah kegiatan


pendampingan
penyusunan RAD PPM 12,200 2,000 2,200 2,400 2,600 3,000
pada 34 provinsi sebanyak
34 kegiatan.

71 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

TAHUN
INDIKATOR KINERJA UNIT
TOTAL
KEGIATAN
2020 2021 2022 2023 2024

7). Jumlah provinsi yang


mendapatkan supervisi,
bimbingan teknis dan
pendampingan teknis 3,500 500 600 700 800 900
tentang penerapan
konvensi B3 sebanyak 34
provinsi.

8). Jumlah P3E yang


mendapatkan supervisi,
bimbingan teknis dan
pendampingan teknis 2,000 300 350 400 450 500
tentang penerapan
konvensi B3 sebanyak
enam P3E.

9). Jumlah model alih usaha


PESK menjadi usaha
alternatif (antara lain
35,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000
pariwisata edukasi berbasis
pertanian) sebanyak 5
model.

JUMLAH TOTAL 62,800 9,800 11,000 12,600 13,800 15,600

72 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

BAB V
PENUTUP

73 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

BAB V
PENUTUP

Rencana Strategis, yang disingkat dengan Renstra, merupakan dokumen


perencanaan lima tahunan, yang akan digunakan sebagai acuan dalam
penyusunan rencana-rencana tahap berikutnya, antara lain penyusunan Rencana
Kinerja Tahunan, dan penyusunan dokumen-dokumen dalam rangka rencana
penganggaran tahunan. Selain itu, Renstra merupakan bagian dari Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Renstra juga merupakan pedoman
bagi semua unit kerja dalam jajaran organisasinya, agar tugas dan fungsi organisasi
serta program prioritas dapat dilaksanakan untuk mencapai sasaran-sasaran yang
ditetapkan, melalui proses pencapaiannya secara berjenjang.

Dokumen ini merupakan Renstra Direktorat Pengelolaan B3 yang mestinya menjadi


acuan bagi semua unit kerja di bawahnya. Dengan adanya dokumen Renstra ini
maka diharapkan bahwa seluruh aparatur di jajaran Direktorat Pengelolaan B3 akan
mengetahui perihal:
• apa yang semestinya dicapai dari tahun ke tahun;
• apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai target-target tahunan dari
tiap sasaran yang ditetapkan;
• dengan siapa bermitra dan/atau bekerjasama; serta
• bagaimana agar sasaran dapat dicapai secara lebih efektif dan efisien.
Selain itu, dengan adanya rencana strategis ini maka dapat ditentukan proses kendali
atau kontrol dan evaluasi kinerja yang lebih sistematis dan lebih akuntabel.

Diharapkan Renstra ini dapat dilaksanakan secara sinergi di seluruh jajaran unit
kerja Direktorat Pengelolaan B3, dan dengan selaras dengan menggunakan alur
logis. Renstra ini hanya akan efektif dan efisien jika rencana-rencananya dapat
terlaksana dengan baik dan benar. Oleh karena itu maka dalam prosesnya perlu
monitoring dan evaluasi serta pengendaliannya yang dilakukan secara berkala, untuk
memastikan bahwa pelaksanaannya berjalan sesuai dengan kinerja yang
diharapkan.

74 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

LAMPIRAN

75 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
LAMPIRAN 1
MATRIKS KINERJA DAN PENDANAAN DIREKTORAT PENGELOLAAN B3

Sasaran Strategis/Indikator Kinerja Utama Target Alokasi (dalam juta rupiah)


Sasaran Program/Indikator Kinerja Utama Unit
Program/Kegiatan Kegiatan/Indikator Kinerja Kegiatan Satuan Organisasi Lokasi
(Output) 2020 2021 2022 2023 2024 2020 2021 2022 2023 2024 Pelaksana
Komponen Kegiatan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Sasaran Strategis:
Terwujudnya lingkungan hidup yang
berkualitas serta tanggap terhadap
perubahan iklim
Indikator Kinerja Utama:
Indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH)
Program: Kualitas Lingkungan
Sasaran Program:
Meningkatnya kesehatan masyarakat serta
kualitas lingkungan hidup dengan
menurunkan resiko akibat paparan B3 dan
limbah B3
Indikator Kinerja Program: Ton 6 juta 6 juta 6 juta 6 juta 6 juta
Jumlah B3 yang terkelola sebesar 30 juta ton
dalam 5 tahun
Kegiatan: Pengelolaan B3 42.700 47.550 53.300 58.300 64.650
Sasaran Kegiatan 1:
1. Terkelola jumlah dan jenis B3 yang
beredar
Indikator Kinerja Kegiatan: Ton 6 juta 6 juta 6 juta 6 juta 6 juta
1.1. Jumlah B3 yang dikelola sebesar 30 juta
ton dalam 5 tahun
Output
Komponen
1.1.1. Jumlah kegiatan/usaha yang akan Kegiatan/ 50 50 50 50 50 Subdit 3
dipantau terkait dengan peredaran usaha
dan/atau penggunaan B3 di sektor
PEM dan MJKP.
1.1.2. Jumlah lokasi pemantauan kualitas Lokasi 3 3 3 3 3 Subdit 3
lingkungan hidup yang terpengaruh
oleh peredaran dan/atau penggunaan
B3, di sektor PEM dan MJKP.
1.1.3. Jumlah usaha/kegiatan yang Kegiatan/ 9 9 9 9 9 Subdit 3
diinventarisasi status kinerja upayanya usaha
dalam pengelolaan B3
1.1.4. Jumlah kajian teknis pedoman Kajian 0 1 0 1 0 Subdit 3
pemantauan dan pedoman
pelaporan impor B3 secara
elektronik
1.1.5. Jumlah kajian B3 terkelola tahunan Kajian 1 1 1 1 1 Subdit 3

76 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Sasaran Strategis/Indikator Kinerja Utama Target Alokasi (dalam juta rupiah)
Sasaran Program/Indikator Kinerja Utama Unit
Program/Kegiatan Kegiatan/Indikator Kinerja Kegiatan Satuan Organisasi Lokasi
(Output) 2020 2021 2022 2023 2024 2020 2021 2022 2023 2024 Pelaksana
Komponen Kegiatan
1.1.6. Jumlah surat keterangan registrasi B3 Surat 700 700 700 700 700 Subdit 2
yang terlayani
1.1.7. Jumlah surat keterangan notifikasi B3 Surat 30 30 30 30 30 Subdit 2
yang terlayani
1.1.8. Jumlah surat rekomendasi Surat 90 90 90 90 90 Subdit 2
pengangkutan B3 yang terlayani
1.1.9. Jumlah kajian teknis pedoman Kajian 0 1 0 1 1 Subdit 2
rekomendasi pengangkutan B3, dan
pedoman penyimpanan B3, serta
pemutakhiran pedoman registrasi B3
Indikator Kinerja Kegiatan: Sistem 1 1 1 1 1
1.2. Terbentuknya dan terlaksananya sistem
informasi dan monitoring pengelolaan
B3 dan senyawa POPs
Output
Komponen
1.2.1. Jumlah paket aplikasi dalam rangka Aplikasi 1 2 1 2 1 Subdit 3
pengembangan "sistem informasi tata
kelola B3".
1.2.2. Jumlah paket aplikasi yang dipelihara Aplikasi 2 3 3 3 2 Subdit 3
dalam rangka pengoperasian "sistem terpelihara
informasi tata kelola B3" sebanyak 13
aplikasi terpelihara
1.2.3. Piranti yang diterapkan dalam Piranti 0 1 1 0 1 Subdit 3
pelaksanaan sistem monitoring
pengelolaan B3 berbasis teknologi
informasi
Indikator Kinerja Kegiatan: Jenis 2 2 2 2 2
1.3. Terlaksananya target pembatasan
dan penghapusan senyawa B3 dan
POPs
Output
Komponen
1.3.1. Jumlah jenis B3 yang dikaji Jenis 2 2 2 2 2 Subdit 4
pembatasannya
1.3.2. Jumlah jenis B3 yang dikaji Jenis 2 2 2 2 2 Subdit 4
penghapusannya
1.3.3. Jumlah Focus Group Discussion FGD 2 2 2 2 2 Subdit 4
(FGD) mengenai hasil
pengkajian pembatasan dan
penghapusan
1.3.4. Jumlah unit fasilitas pemusnahan PCB Unit 0 1 1 0 1 Subdit 4
yang berhasil diadakan dan
dioperasikan
1.3.5. Jumlah laporan tahunan pelaksanaan Laporan 2 2 2 2 2 Subdit 1
Konvensi Stockholm dan Konvensi
Rotterdam

77 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Sasaran Strategis/Indikator Kinerja Utama Target Alokasi (dalam juta rupiah)
Sasaran Program/Indikator Kinerja Utama Unit
Program/Kegiatan Kegiatan/Indikator Kinerja Kegiatan Satuan Organisasi Lokasi
(Output) 2020 2021 2022 2023 2024 2020 2021 2022 2023 2024 Pelaksana
Komponen Kegiatan
1.3.6. Jumlah dokumen penelaahan dan Dokumen 1 0 1 0 1 Subdit 1
pemutakhiran Konvensi Stockholm
mengenai NIP POPs
1.3.7. Jumlah jenis B3 yang Jenis 5 5 5 5 5 Subdit 2
dikategorisasikan
1.3.8. Jumlah kajian teknis pedoman Kajian 0 0 1 0 0 Subdit 2
kategorisasi B3
1.3.9. Jumlah kajian teknis draft peraturan Kajian 0 1 0 0 0 Subdit 2
mengenai tim pakar kategorisasi B3
Sasaran Kegiatan 2:
2. Meningkatnya upaya penghapusan
penggunaan merkuri pada PESK
Indikator Kinerja Kegiatan:
2.1. Terbangunnya fasilitas pengolahan Unit 5 5 5 5 5
emas tanpa merkuri di PESK yang
berizin sebanyak 25 unit dalam 5 tahun
Output
Komponen
2.1.1. Jumlah dokumen FS (Feasibility Study) Dokumen 10 10 10 10 10 Subdit 4
dan dokumen DED (Detail Engineering
Design) instalasi pengolah emas non
merkuri pada setiap lokasi PESK
2.1.2. Jumlah panduan instalasi pengolahan Panduan 0 1 0 1 0 Subdit 4
emas non merkuri
2.1.3. Jumlah unit fasilitas pengolahan Emas Unit 5 5 5 5 5 Subdit 4
tanpa merkuri di lokasi PESK yang
berizin
2.1.4. Jumlah lokasi pemetaan dampak Lokasi 5 5 5 5 5 Subdit 3
Merkuri terhadap lingkungan hidup
2.1.5. Jumlah lokasi kerja upaya peningkatan Lokasi 1 1 1 1 1 Subdit 4
kapasitas pengurangan dan
penghapusan merkuri pada area PESK.
Indikator Kinerja Kegiatan: Ton 10 10 10 10 10
2.2. Terlaksananya penghapusan merkuri
80% dari baseline tahun 2019 sebanyak
50 ton di 180 kabupaten/kota di 30
provinsi selama 5 tahun
Output
Komponen
2.2.1. Jumlah rancangan peraturan mengenai Rancangan 1 1 1 1 1 Subdit 1
penerapan konvensi B3
2.2.2. Jumlah rancangan peraturan mengenai Rancangan 0 1 1 0 1 Subdit 1
pengurangan dan penghapusan
merkuri
2.2.3. Jumlah kegiatan dalam rangka Kegiatan 1 1 1 1 1 Subdit 1
penyelenggara an fungsi Sekretariat
Nasional untuk RAN PPM
2.2.4. Jumlah kegiatan pendampingan Kegiatan 6 7 7 7 7 Subdit 1
penyusunan RAD PPM pada 34 provinsi

78 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
Sasaran Strategis/Indikator Kinerja Utama Target Alokasi (dalam juta rupiah)
Sasaran Program/Indikator Kinerja Utama Unit
Program/Kegiatan Kegiatan/Indikator Kinerja Kegiatan Satuan Organisasi Lokasi
(Output) 2020 2021 2022 2023 2024 2020 2021 2022 2023 2024 Pelaksana
Komponen Kegiatan
2.2.5. Jumlah provinsi yang mendapatkan Propinsi 6 7 7 7 7 Subdit 1
supervisi, bimbingan teknis dan
pendampingan teknis tentang
penerapan konvensi B3
2.2.6. Jumlah kajian merkuri yang terkurangi Kajian 1 1 1 1 1 Subdit 4
2.2.7. Jumlah P3E yang mendapatkan P3E 1 1 2 1 1 Subdit 1
supervisi, bimbingan teknis dan
pendampingan teknis tentang
penerapan konvensi B3
2.2.8. Jumlah model alih usaha PESK menjadi Model 1 1 1 1 1 Subdit 1
usaha alternatif (antara lain pariwisata
edukasi berbasis pertanian)

Keterangan
• Subdit Penerapan B3 (Subdit 1)
• Subdit Pengendalian B3 (Subdit 2)
• Subdit Inventarisasi Penggunaan B3 (Subdit 3)
• Subdit Penanganan B (Subdit 4)

79 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4
80 | R e n c a n a S t r a t e g i s 2 0 2 0 - 2 0 2 4

Anda mungkin juga menyukai