T
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI TAMAN NASIONAL RAWA AOPA WATUMOHAI
TENTANG
PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN KEPALA BALAI TAMAN NASIONAL RAWA AOPA
WATUMOHAI NOMOR SK.55/T.22/TU/REN/11/2020 TENTANG RENCANA
STRATEGIS BALAI TAMAN NASIONAL RAWA AOPA WATUMOHAI
TAHUN 2020 – 2024
MEMUTUSKAN:
(1) Rencana Strategis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024
(Revisi) adalah dokumen penyempurnaan atas Rencana Strategis Taman Nasional
Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024 dikarenakan adanya perubahan Rencana
Strategis Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
(2) Rencana Strategis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024
(Revisi) disusun dengan mengacu pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Tahun 2020-2024 (Revisi).
(3) Rencana Strategis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024
(Revisi) adalah sebagaimana dimuat dalam lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Kepala Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
ini.
Pasal 2
(1) Rencana Strategis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024
(Revisi) memuat penjabaran strategi pelaksanaan Program dan Kegiatan lingkup
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
(2) Rencana Strategis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024
(Revisi) berfungsi sebagai:
a. Acuan dalam melaksanakan program, kegiatan dan anggaran pembangunan
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai tahun 2020-2024 pada unit kerja Balai
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
b. Pedoman bagi seluruh unit organisasi dan pegawai di lingkup Balai Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai dalam menyusun Rencana Kerja pada Tahun
2020-2024 (Revisi).
(3) Para Kepala SPTN Wilayah dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha lingkup Balai
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai wajib menjabarkan target dan lokasi
kinerja kegiatan di dalam rencana sampai tingkat tapak.
(4) Rencana Strategis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024
(Revisi) dijabarkan lebih lanjut dalam rencana kerja tahunan.
(5) Penanggung Jawab Kegiatan melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan atas
pelaksanaan masing-masing Indikator Kinerja Kegiatan pada Rencana Strategis
Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024 (Revisi).
(6) Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan dilaksanakan secara berkala dengan
melibatkan para pihak yang berkepentingan sebagaimana ketentuan perundang-
undangan yang berlaku tentang pelaporan kinerja.
Pasal 3
(1) Target kinerja tahunan, lokasi target kinerja, dan kebutuhan pendanaan yang dimuat
dalam Rencana Strategis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun
2020-2024 (Revisi) ini bersifat indikatif.
(2) Rencana Strategis Balai Taman Nasional Rawa Aopa WatumohaiTahun 2020-2024
(Revisi) dapat diubah untuk menyesuaikan target dan lokasi target kinerja sesuai
ketersediaan anggaran.
(3) Perubahan target kinerja tahunan, lokasi target kinerja, dan kebutuhan pendanaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Rencana Kerja Tahunan.
Pasal 4
Peraturan Kepala Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohaiini berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Pasal 5
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Kepala Balai Taman Nasional Rawa
Aopa Watumohai Nomor P.55/T.22/TU/REN/11/202 tentang Rencana Strategis Balai
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024 resmi dihapus.
Ditetapkan di Tatangge
Pada tanggal 30 November 2022
Kepala Balai TN. Rawa Aopa Watumohai,
NOMOR: P.1/T.22/TU/REN/11/2022
TENTANG
Rencana Staretegis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024 (Revisi) untuk
miningkatkan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan pembangunan bidang lingkungan hidup dan
kehutanan, disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi organisasi Balai Taman Nasional Rawa
Aopa Watumohai dengan harapan berkontribusi bagi pencapaian tujuan dan sasaran strategis
bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistem. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
Rencana Staretegis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024 (Revisi)
mendetailkan sasaran dan target kinerja dalam upaya pencapaian output.
Dengan tersusunnya Rencana Staretegis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun
2020-2024 (Revisi) ini mudah-mudahan dapat dijadikan dasar dan pedoman dalam: (1) penyusunan
Rencana Kerja (Renja); (2) koordinasi perencanaan dan pengendalian kegiatan lingkup Balai
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai; (3) penyusunan Laporan Capaian Renja; dan (4)
penyusunan Laporan Kinerja (LKj) Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2020-2024.
Kami menyadari bahwa dalam penyajian Rencana Staretegis Balai Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai Tahun 2020-2024 (Revisi) ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu
koreksi dan saran sangat kami harapkan.
Ucapan terimakasih dan penghargaan kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan Renstra ini.
LAMPIRAN ………………………………………………………………………. 36
Lampiran 1 : Matrik Kinerja dan Pendanaan Program, Kegiatan dan
Komponen UPT BTNRAW 2020-2024 Revisi
Lampiran 2 : Matrik Rencana Pencapaian Target RENSTRA Balai
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai 2020-2024 Revisi
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) secara geografis terletak pada posisi 121°44’-
122°44’ Bujur Timur (BT) dan 4°22’-4°39’ Lintang Selatan (LS) BT, secara administratif
pemerintahan terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara pada 4 (empat) wilayah kabupaten, yaitu
Kabupaten Konawe (9.698,70 ha); Kabupaten Konawe Selatan (30.625,50 ha); Kabupaten
Kolaka Timur (20.663,64 ha); dan Kabupaten Bombana (44.206,16 ha), sehingga luas total
105.194 ha. Kawasan TNRAW berbatasan dengan wilayah :
Utara : Kec. Tirawuta (Kab. Kolaka Timur), Kec. Lambuya (Kab. Konawe);
Selatan : Kec. Tinanggea (Kab. Konawe Selatan), Kec. Rarowatu (Kab. Bombana),
Selat Tiworo;
Barat : Kec. Lambandia, Kec. Tangketada, Kec. Ladongi (Kab. Kolaka Timur);
Kec. Rarowatu (Kab. Bombana);
Timur : Kec. Lambuya, Kec. Puriala (Kab. Konawe); Kec. Angata, Kec. Benua,
Kec. Tinanggea (Kab. Konawe Selatan).
Pada mulanya TNRAW ini adalah sebuah kawasan hutan dengan fungsi sebagai hutan wisata
khususnya sebagai taman buru sesuai Keputusan Menteri Pertanian No.648/Kpts/Um/10/1976.
sebagai taman buru, arealnya meliputi hutan di sekitar G. Watumohai, diantara sungai Roraya
dan sungai Langkowala seluas 50.000 ha. Ada 2 faktor penting yang menjadi pertimbangan areal
hutan di sekitar Gunung Watumohai ditetapkan sebagai daerah wisata berburu. Pertama
pembinaan secara khusus olah raga berburu, rekreasi dan pariwisata, kedua keadaan populasi
vegetasi dan kondisi hutan di sekitar gunung watumohai memenuhi syarat untuk dilaksanakan
perburuan.
Rawa Aopa dan sekitarnya sendiri mulanya tidak memiliki status fungsi kawasan sebagai hutan
suaka maupun hutan wisata sebagaimana yang diatur dalam UU no. 5 tahun 1967. Status hutan
suaka baru melekat pada Rawa Aopa di tahun 1980 setelah Menteri Pertanian menunjuk areal
seluas 71.400 ha ini sebagai cadangan hutan untuk cagar alam berdasarkan Surat Menteri
Pertanian no. 22/Ment/III/1980 tanggal 10 Maret 1980, setelah melalui penelitian yang dilakukan
oleh Dr. Yacon seorang ahli botani dari Belanda bersama dengan staf Direktorat Perlindungan
dan Pengawetan Alam.
Pembicaraan mengenai taman nasional ini kemudian berlanjut di Kantor Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara tanggal 1 Maret 1983, yang dipimpin oleh Asisten II
Sekwilda dihadiri oleh berbagai dinas dan instansi daerah atau pusat di Sulawesi Tenggara.
Beberapa catatan penting dari rapat tersebut adalah :
Luas lokasi taman nasional belum dapat dipastikan dan oleh sebab itu untuk menjajaki
kemungkinan lebih lanjut maka Dinas Kehutanan, Sub Balai PPA Sulawesi Tenggara dan
Kantor Agraria diharuskan membuat peta situasi lokasi Gunung Watumohai-Rawa Aopa.
Sub Balai KSDA Sulawesi Tenggara ditugaskan pula untuk membuat uraian tentang
pembentukan taman nasional dalam jangka waktu satu minggu.
Dalam uraian Sub Balai PPA Sulawesi Tenggara 8 Maret 1983, dikatakan pengembangan Taman
Buru Gunung Watumohai dan Rawa Aopa untuk dicadangkan sebagai taman nasional adalah
upaya meningkatkan kegiatan konservasi sumberdaya alam, baik dari segi lokasi maupun tujuan
penetapannya dengan alasan “penyelamatan tipe-tipe ekosistem dan lokasi wisata berburu”.
Dari catatan sejarah ini dapat dikatakan bahwa Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang
dulu direncanakan bernama taman nasional Gunung Watumahai Rawa Aopa, sudah mulai
diwacanakan sebagai salah satu calon Taman nasional sejak tahun 1983, meskipun dalam
dokumen UU yang mengatur pengelolaan sumber daya hutan pada waktu itu belum ditemukan
kata taman nasional. Satu-satunya produk hukum yang menjai acuan pengelolaan hutan adalah
UU no. 5 tahun 1967 tentang ketntuan-ketentuan pokok kehutanan yang mana di dalam UU ini
kata taman nasional belum ditemukan kecuali kata taman wisata dan taman buru.
Memasuki tahun 1985 diskusi pembahasan rencana deklarasitaman nasional mulai muncul,
bersamaan dengan mulai adanya rencana kedatangan Presiden RI (Suharto) ke Kendari.
Berdasarkan surat ini kemudian pada pertengahan tahun 1985, secara resmi Menteri Kehutanan
menunjuk kelompok hutan Rawa Aopa seluas lebih kurang 55.560 ha sebagai hutan dengan
fungsi suaka margasatwa sesuai SK Menhut no. 138/Kpts-II/1985, begitu pula terhadap wilayah
Taman Buru sesuai SK Menhut no. 189/Kpts-II/1985 mengalami perubahan status menjadi suaka
margasatwa meskipun hanya sebagian dari wilayahnya yaitu seluas 41.244 ha dari total luasan
taman buru 50.000 ha (Dephut,1985).
Surat Keputusan Menteri Kehutanan yang kedua (SK Menhut no.189/Kpts-II/1985), selain
menyatakan perubahan status sebagian kawasan taman buru menjadi suaka margasatwa,
sesungguhnya juga merupakan sebuah keputusan untuk menggugurkan status hukum kelompok
hutan Rawa Aopa dan wilayah sekitarnya sebagai hutan suaka margasatwa yang baru berusia
45 hari sebagaimana yang sebelumnnya telah diatur dalam keputusan Menteri Kehutanan No.
138 tahun 1985, hal ini dapat dilihat dari isi dokumen tersebut “tentang perubahan status
sebagian Taman Buru Gunung Watumohai seluas ± 41.244 ha yang terletak di daerah tingkat I
Sulawesi Tenggara menjadi Suaka Margasatwa dengan nama Suaka Margasatwa Gunung
Watumohai dan menggabungkan jadi satu dengan suaka margasatwa Rawa Aopa.
Setelah Menteri Kehutanan Soedjarwo mengeluarkan dua surat keputusan tentang ini, diskusi
mengenai deklarasi taman nasional mengalami kemandegan selama sekitar 4 tahun.
Kemandekan ini terjadi karena, pertama, penunjukan kelompok hutan Rawa Aopa sebagai
kawasan hutan suaka margasatwa dan perubahan sebagian Taman Buru Gunung Watumohai
menjadi suaka margasatwa perlu ditindaklanjuti dengan pengukuran dan penataan batas di
lapangan; kedua, setelah rencana deklarasi taman nasional gagal dilakukan bersamaan dengan
kunjungan Presiden di Sulawesi Tenggara, belum ada momen yang baik untuk mendeklarasikan
Taman Nasional Rawa Aopa Gunung Watumohai; ketiga, dalam kurun waktu proses ini,
Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Umum yang diikuti dengan perubahan susunan kabinet
(sebagai contoh di Departemen Kehutanan pergantian menteri terjadi antara Soedjarwo kepada
Hasrul Harahap).
Di masa Hasrul Harahap inilah dalam rangkaian pelaksanaan Pekan Konservasi Alam di
Yogyakarta pada tanggal 1 April 1989, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (96.804 ha) di
Inilah tonggak sejarah bahwa Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai secara tegas dinyatakan
sebagai taman nasional pertama di Indonesia bersama-sama dengan Taman Nasional Bunaken
dan Way Kambas, sebagaimana isi Surat Pernyataan Menteri Kehutanan RI no. 444 tahun 1989
tentang taman-taman nasional. Dengan demikian secara de facto ketiganya menjadi taman
nasional tertua di Indonesia.
Hal yang lebih istimewa dalam perkembangan sejarah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
adalah bahwa setahun setelah dideklarasikannya tiga kawasan hutan menjadi taman nasional
(tahun 1990), UU tentang KSDAHE diundangkan.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa dengan dikukuhkan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 756/ Kpts-II/1990 tanggal 17 Desember 1990
dengan luas 105.194 Ha, yang tahunnya bersamaan dengan diundangkannya UU no. 5 tahun
1990 tentang KSDAHE maka TNRAW menempati predikat sebagai salah satu taman nasional
yang pertama disahkan secara hukum. (San Afri Awang, et.all).
Kantor Balai TNRAW berada di Desa Tatangge, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kantor Balai TNRAW dapat dicapai melalui jalur darat dari
arah timur dengan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan kondisi jalan beraspal hotmix
dari Kota Kendari, yaitu Kota Kendari-Punggaluku-Andoolo-Tinanggea-Tatangge dengan jarak ±
120 km selama 2-3 jam, sedangkan dari arah barat melalui Kota Kolaka-Poleang-Kasipute-
Langkowala-Lanowulu dengan kondisi jalan beraspal dengan waktu tempuh 8-10 jam.
Kantor Balai TN Rawa Aopa Watumohai
Dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua dengan jarak + 120 km
dengan kondisi jalan yang baik dan dapat ditempuh dengan waktu + 2 Jam. Rute yang dilalui
yaitu Kendari – Punggaluku – Andoolo – Tinanggea – Tatangge (Palang I)
Kantor SPTN Wilayah I
Dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda 2 dan roda 4 dengan jarak tempuh + 60 km
dengan kondisi jalan yang baik dan dapat ditempuh dengan waktu 1 jam. Rute yang dilalui
adalah Kendari – Ranomeeto — Mowila — Angata — Aopa.
Kantor SPTN Wilayah II
Dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda 2 dan roda 4 dengan jarak + 140 Km dengan
kondisi jalan yang baik dan dapat ditempuh dengan waktu + 2,5 Jam. Rute yang dilewati
adalah Kendari – Punggaluku – Andoolo – Tinanggea – Tatangge (Palang I) – Lombakasih
(Palang II).
Kantor SPTN Wilayah III
Dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda 2 dan roda 4 dengan jarak + 140 Km dengan
kondisi jalan yang baik dan dapat ditempuh dengan waktu + 3 Jam. Rute yang dilewati
Kendari – Puuwatu - Wawotobi – Unaaha – Raterate – Ladongi.
a. Kantor Balai
Personil pada kantor Balai berjumlah 21 Orang, terdiri dari Kepala Balai, Kepala Sub Bagian
Tata Usaha dan staf Balai yang terdiri dari : (1) Struktural 2 Orang, (2) Fungsional Umum 8
Orang; (3) Fungsional tertentu (Pengendali Ekosistem Hutan 5 Orang, Penyuluh Kehutanan
3 Orang, Polisi Kehutanan 3 Orang). Tenaga PPNPN terdiri dari : (1) Brigdalkarhutla
sebanyak 15 Orang, honorer 8 Orang, serta tenaga pemelihara tumbuhan dan hewan 4
Orang
Personil pada kantor Kantor SPTN I berjumlah 11 Orang, terdiri dari Kepala SPTN Wilayah
I dan staf SPTN I yang terdiri dari : Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan 1 Orang, dan
Polisi Kehutanan 9 Orang). Tenaga PPNPN terdiri dari honorer 1 Orang dan TPHL 2 Orang
Personil pada kantor SPTN II berjumlah 18 Orang, terdiri dari Kapala SPTN Wilayah II dan
staf SPTN II yang terdiri dari : (1) Fungsional Umum 3 Orang; (2) Fungsional tertentu
(Pengendali Ekosistem Hutan 2 Orang, Penyuluh Kehutanan 1 Orang, Polisi Kehutanan 11
Orang). Tenaga PPNPN terdiri dari honorer 1 Orang dan TPHL 5 Orang
Personil pada kantor SPTN III berjumlah 12 Orang, terdiri dari Kepala SPTN Wilayah III dan
staf SPTN III yang terdiri dari : (1) Fungsional Umum 3 Orang; (2) Fungsional tertentu
(Pengendali Ekosistem Hutan 3 Orang, dan Polisi Kehutanan 5 Orang). Tenaga Pengamanan
Hutan Lainnya (TPHL) 3 Orang
Struktur Organisasi Balai TNRAW Tahun 2022 berdasrkan Keputusan Kepala Balai TN Rawa
Aopa Watumohai sebagai berikut :
E. Kondisi Fisik
a. Topografi, Geologi dan Tanah
Kawasan TNRAW umumnya mempunyai topografi datar bergelombang sampai berbukit.
Bentang alam daerah ini berupa hamparan pantai, dataran rendah sampai bergelombang
Berdasarkan peta geologi, kawasan TNRAW tersusun atas enam formasi geologi yaitu
Aluvium; Napal, kalsilutit dan batugamping pasiran; Fomasi boepinang; Kompleks ultranafik;
Kompleks poumpangeo; dan Formasi alangga. Jenis Tanah terbagi atas delapan jenis yaitu
Glei humus; Aluvial Hidromorf; Aluvial; Brown forest soil; Mediteran merah kuning; Podsolik
merah kuning; Litosol; dan Latosol.
b. Iklim
Menurut pembagian iklim berdasarkan Schmidt dan Ferguson, secara garis besar kawasan
TNRAW termasuk tipe iklim C dan D. Di bagian utara, sebagian besar kawasannya termasuk
ke dalam tipe C. Curah hujan bervariasi antara 1.500 mm/tahun sampai dengan 2.000
mm/tahun dan temperatur rata-rata antara 22,3oC sampai 30oC. Curah hujan tertinggi pada
bagian selatan kawasan adalah pada bulan Januari sampai Mei dan Oktober. Curah hujan
tertinggi pada bagian utara kawasan adalah bulan Januari, Maret, April, Mei, dan Juni.
c. Hidrologi
Kawasan TNRAW yang terbentang pada ketinggian 0 – 981 m dpl merupakan daerah
tangkapan air utama (water catchment areas) bagi daerah-daerah di sekitarnya. Tidak kurang
dari 6 daerah tangkapan air di dalam kawasan merupakan sumber air bagi sungai-sungai
yang mengalir di bawahnya. Sub-DAS yang dimaksud meliputi Sub-DAS Aopa –
Andowengga, Sub-DAS Lambandia – Roraya, Sub-DAS Mempaho – Poleang, Sub-DAS
Laea, Sub-DAS Jawi-jawi – Lampopala, dan Sub-DAS Langkowala. Daerah dengan
kandungan sumber air tanah yang produktif adalah daerah kaki Gunung Mokaleleo di sekitar
Rawa Aopa, Sungai Lambandia – Roraya, dan Sungai Poleang di bagian selatan. Daerah
yang dipengaruhi oleh kondisi hidrologi dalam kawasan TNRAW tidak terbatas di sekitar
kawasan saja melainkan mencapai daerah Kendari dan Kolaka
a. Kependudukan
1) Kabupaten Konawe Selatan
Terdapat 5 (lima) kecamatan di Kabupaten Konawe Selatan yang berbatasan langsung
dengan kawasan TNRAW, yaitu Kecamatan Angata, Kecamatan Basala, Kecamatan
4) Kabupaten Bombana
Wilayah Kabupaten Bombana yang berbatasan dengan kawasan TNRAW sebanyak 9
desa pada 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Lantari Jaya dan Kecamatan Matausu.
Mayoritas pekerjaan penduduknya bersawah dan memiliki ternak sapi.
Secara umum, tata guna peruntukan lahan di sekitar wilayah TNRAW terdiri dari tanah negara
(11,23%), kebun (38,69%), penggembalaan/padang rumput (7,83%), pemukiman (9,94%),
ladang (6,59%), sawah (6,36%), dan lain-lain (19,36%). Matapencaharian pokok penduduk di
sekitar kawasan TNRAW adalah petani (84,00%). Selain petani, mata pencaharian lainnya
adalah nelayan (3,07%), buruh (3,72), wiraswasta (1,77%), pegawai negeri (2,33%),
TNI/POLRI (0,10%), dan lain-lain (5,01%).
Penduduk yang hidup di sekitar kawasan terdiri dari beragam suku, antara lain suku Tolaki,
suku Moronene, suku Jawa, suku Bali, suku Lombok, dan suku Bugis. Beberapa desa-desa
tersebut merupakan pemukiman transmigrasi penduduk dari Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara
Barat.
Fasilitas pendidikan tingkat SD dan sederajat tersedia cukup banyak, sedangkan SLTP dan
sederajat tersedia cukup merata di setiap kacamatan. SLTA dan sederajat hanya tersedia di
beberapa kecamatan. Keterbatasan ini menyebabkan penduduk yang ingin melanjutkan
pendidikan lanjutan atas harus mengeluarkan biaya yang cukup besar karena harus pergi ke
Blok Hutan terdekat yang memiliki fasilitas pendidikan SLTA. Akibatnya penduduk yang
berpendapatan rendah mengalami kesulitan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
Fasilitas kesehatan berupa rumah sakit hanya tersedia di ibukota kabupaten. Hampir setiap
desa sudah memiliki posyandu, namun fasilitas puskesmas hanya tersedia di ibukota
kabupaten.
c) Ekosistem rawa
Ekosistem rawa gambut terletak di Resort Aopa-Basala, Seksi Pengelolaan Taman
Nasional Wilayah I. Rawa yang menjadi batas kabupaten Konawe dan Konawe Selatan
memiliki banyak keunikan dan kekhasan. Rawa seluas 11.488 ha ini merupakan habitat
berbagai satwa liar terutama burung air (water bird). Ekosistem ini didominasi oleh
tumbuhan teratai merah, totole, Uti Baeckea frutescens, Holea Callophyllum Soulattri,
Wewu Planchonia valida, Sagu Metroxylon sagoo, dan lain-lain. Jenis satwa liar yang
mendominasi eksosistem ini pada umumnya adalah burung air seperti Wilwo Mycteria
cinerea, Bangau Egretta intermedia, Koak merah Nyctocorax caledonicus, Pecuk ular
a b c
Gambar 4. Tipe-tipe
ekosistem di TNRAW
4a. ekosistem
savana, 4b.
ekosistem mangrove
4c.ekosistem hutan
tropis dataran rendah
sampai dengan
pegunungan, 3d.
d ekosistem rawa
2. Flora
Secara keseluruhan didalam kawasan ini setidaknya terdapat 533 jenis tumbuhan dari 110
famili. 73 jenis tumbuhan diantaranya terdaftar dalam Appendix II CITES checklist dan 4 jenis
flora yang dilindungi oleh hukum Indonesia, yaitu Livistona spp, Nephentes sp, Phalaenopsis
amboinensis dan Dendrobium phalaenopsis. Sedangkan jenis tumbuhan hutan yang
dimanfaatkan masyarakat setidaknya ada 124 jenis, terdiri dari 68 jenis dimanfaatkan untuk
sumber pangan, 65 jenis untuk obat-obatan dan 10 jenis untuk kepentingan upacara adat.
3. Fauna
Satwa liar yang tercatat sebanyak 321 jenis, meliputi mamalia sebanyak 28 jenis (15 jenis
endemik Sulawesi), aves sebanyak 218 jenis (1 jenis endemik Sulawesi Tenggara, 51 jenis
endemik Sulawesi, dan 33 jenis migran), reptilia sebanyak 11 jenis, pisces sebanyak 28 jenis,
amphibia sebanyak 3 jenis, dan lain-lain. Jenis satwa tersebut sebagian diantaranya tercatat
dalam IUCN Red Data List dan Appendix II CITES serta dilindungi berdasarkan peraturan
perundangan Indonesia. Satwa prioritas nasional yang ada di kawasan TNRAW yaitu Anoa
(Bubalus sp), Kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea sulphurea) dan Maleo
(Macrocephalon maleo).
a b c
Gambar 6. Satwa-satwa prioritas nasional di kawasan TNRAW; 6a. Maleo (Macrocephalon maleo), 6b.
Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea sulphurea),
dan 6c. Anoa Dataran Rendah (Bubalus depresicornis)
Kawasan ini memiliki beberapa Obyek Wisata Alam (OWA), meliputi rawa aopa, air terjun
Pinanggosi, savana dan mangrove. Keempat OWA dimaksud telah diakomodir dalam zona
pemanfaatan, sehingga membuka peluang pemanfaatannya melalui Ijin Pengusahaan
Pariwisata Alam (IPPA). Namun demikian, pemanfataan wisata di kawasan ini masih sangat
terbatas.
B. Permasalahan
Beberapa permasalahan dan isu strategis yang dihadapi saat ini dan menjadi landasan dalam
perumusan dan penetapan sasaran/ target dalam menetapkan indikator kinerja, adalah sebagai
berikut :
a. Batas kawasan dilapangan kurang jelas karena pal batas rusak dan hilang karena berbagai
sebab. Batas yang kurang jelas menjadi ancaman terhadap legitimasi keberadaan kawasan
TNRAW.
b. Penandaan batas zona belum dilaksanakan dan pengelolaan zona belum optimal.
c. Terjadinya kerusakan kawasan TNRAW akibat aktifitas perambahan maupun illegal logging
sehingga mengakibatkan perubahan sebagian penutupan lahan dari hutan menjadi lahan kritis,
perladangan dan pemukiman. Kerusakan kawasan juga mengakibatkan penurunan populasi
spesies rusa dan ancaman terhadap keberadaan satwa endemik dan dilindungi, akibat
perubahan habitat alami dan perburuan illegal.
d. Belum optimalnya manajemen pengelolaan kawasan TNRAW disetiap level pengelolaan (Balai,
SPTN Wilayah, Resort). Hal ini mangakibatkan persepsi pengelolaan yang berbeda-beda serta
lemahnya data dan informasi yang menjadi dasar pengambilan keputusan pengelolaan di tingkat
lapangan.
f. Temuan potensi sumberdaya mineral tambang (emas, nikel dan biji besi), bentang alam savana
yang datar dan luas serta semakin jarangnya rusa terlihat dipinggir jalan Lanowulu-Langkowala,
dan bentang alam rawa dalam kawasan TNRAW sangat potensial untuk pengembangan
pertambangan, pertanian dan perkebunan. Hal ini memunculkan keinginan Pemerintah Provinsi
untuk mengubah status fungsi kawasan TNRAW.
i. Persepsi masyarakat dan Pemda beragam, hal ini disebabkan karena pengetahuan dan
kepedulian relatif rendah serta belum dirasakannya manfaat potensi SDAHE kawasan TNRAW.
j. Kebakaran dan aktifitas illegal yang mengancam kawasan TNRAW dan potensinya diprediksi
terus terjadi.
k. Legalisasi perambahan dan pemukiman dalam kawasan TNRAW diprediksi akan terus terjadi
melalui upaya legalisasi pemekaran desa dalam kawasan dan usulan perubahan status fungsi
kawasan TNRAW. Hal ini kedepan diprediksi akan selalu menjadi komoditas politik dalam
menjaring suara masyarakat perambah menjelang Pemilu dan Pilkada.
Berdasarkan permasalahan diatas, serta hasil-hasil idntifikasi, monitoring dan evaluasi, maka
lingkungan strategis Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dapat dipetakan menurut
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sebagaimana berikut:
Berdasarkan penjabaran faktor-faktor tersebut, maka misi pengelolaan Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai selama 2020-2024, adalah :
2. Mewujudkan - Manfaatkan IPTEK dan lembaga penelitian untuk - Meningkatkan pemanfaatan jasa lingkungan
peranan, fungsi dan penggalian potensi SDAHE dan pemanfaatan dan wisata alam.
manfaat TNRAW jasling - Meningkatnya peran serta masyarakat dan
secara lestari - Manfaatkan potensi jasling dan wisata alam para pihak dalam pelestarian TNRAW
serta zonasi dalam rangka optimalisasi fungsi
kawasan, kontribusi PAD serta antisipasi
tekanan penduduk dan pemekaran wilayah.
- Tingkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar
kawasan dalam rangka antisipasi tekanan
penduduk
Kedua pilar ini harus didukung oleh tata kelola pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan
yang baik pada seluruh lingkup tugas, fungsi dan kewenangan KLHK, dari tingkat pusat hingga
tingkat tapak/lapangan.
Visi dan Misi tersebut kemudian diselaraskan untuk menjadi visi dan misi Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan Visi KLHK yaitu “Terwujudnya Keberlanjutan Sumber
Daya Hutan dan Lingkungan Hidup untuk Kesejahteraan Masyarakat“ dalam mendukung
“Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan
Gotong-Royong ”.
Pada pernyataan Visi KLHK di atas, terdapat dua kata kunci, yaitu keberlanjutan dan
kesejahteraan. Makna dari pernyataan Visi KLHK tersebut yakni :
1. Keberlanjutan, berarti pembangunan yang dilaksanakan oleh KLHK harus dapat menjaga
kelestarian sumber daya hutan, kualitas lingkungan hidup, kehidupan ekonomi dan sosial
masyarakat serta meningkatkan pembangunan yang inklusif disertai dengan pelaksanaan tata
kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat dari satu generasi
ke generasi berikutnya.
2. Kesejahteraan berarti tercapainya perbaikan kualitas dan taraf hidup masyarakat Indonesia.
Rumusan Misi Presiden dan Wakil Presiden yang terkait dengan KLHK adalah Misi ke-4 yaitu:
“Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan”. Untuk itu, rumusan Misi KLHK yaitu:
1. Mewujudkan Sumber Daya Hutan yang Lestari dan Lingkungan Hidup yang Berkualitas.
2. Mewujudkan Manfaat Hutan yang Berkeadilan dan Berkelanjutan.
3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia KLHK yang Inovatif dan Berdaya Saing.
4. Mewujudkan Tata Kelola Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang Baik.
Rumusan tujuan pembangunan KLHK di atas diselaraskan juga dengan tujuan pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDGs). Dengan berpedoman pada rumusan tujuan
dan memperhatikan keterkaitan dengan pernyataan Visi dan Misi Presiden serta dua pilar KLHK di
atas, maka rumusan sasaran strategis KLHK tersebut dibagi menjadi 4 (empat) sasaran strategis,
yaitu:
1. Terwujudnya lingkungan hidup dan hutan yang berkualitas serta tanggap terhadap perubahan
iklim.
2. Tercapainya optimalisasi manfaat ekonomi sumberdaya hutan dan lingkungan sesuai dengan
Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan
3. Terjaganya keberadaan, fungsi dan distribusi hutan yang berkeadilan dan berkelanjutan
4. Terselenggaranya tata kelola dan inovasi pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang
baik serta kompetensi SDM LHK yang berdaya saing
Sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, Direktorat Jenderal KSDAE yang bertugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan konservasi
sumberdaya alam dan ekosistemnya, diamanatkan untuk melaksanakan perlindungan, pengawetan
dan pemanfaatan ekosistem, spesies dan sumberdaya genetik untuk mewujudkan kelestarian
sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya dalam mendukung Tujuan
Pembangunan KLHK yaitu Meningkatkan kontribusi sumber daya hutan beserta ekosistemnya untuk
perekonomian nasional, sehingga sasaran yang ingin dicapai adalah kekayaan keanekaragaman
hayati dapat berfungsi dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan
manusia berasaskan keserasian dan keseimbangan.
Visi Direktorat Jenderal KSDAE adalah “Terwujudnya Kelestarian Sumber Daya Alam
Hayati untuk Kesejahteraan Masyarakat” yang mendukung “Terwujudnya Keberlanjutan
Sumber Daya Hutan dan Lingkungan Hidup untuk Kesejahteraan Masyarakat“ dalam
mendukung “Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong-Royong ”.
6. Mewujudkan tata kelola pembangunan konservasi sumber daya alam dan ekosistem yang
baik.
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem mempunyai sasaran antara
lain:
6. Meningkatnya tata kelola yang baik di lingkup direktorat jenderal konservasi sumber daya
alam dan ekosistem.
Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai menyelenggarakan fungsi yaitu:
5. Pengembangan dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar untuk kepentingan non
komersial;
6. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar beserta habitatnya serta sumberdaya genetik dan
pengetahuan tradisional di dalam kawasan;
9. Penyediaan data dan informasi, promosi dan pemasaran konservasi sumber daya alam dan
ekosistemnya;
13. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga serta kehumasan.
Komponen kegiatan dari masing-masing output yang menjadi target pelaksanaan Renstra
2020-2024 Revisi BTNRAW sebagai berikut:
5419 Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjen Konservasi Sumberdaya Alam
dan Ekosistem
Sasaran Kegiatan : Terwujudnya reformasi tata kelola kepemerintahan yang baik di lingkungan Direktorat Jenderal
KSDAE
1. Nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDAE minimal 80 Poin a. Program, anggaran, evaluasi, data
poin dan informasi
b. Pengelolaan kepegawaian, jabatan
fungsional, dan organisasi dan tata
laksana
c. Pengelolaan keuangan dan umum
d. Layanan perkantoran
e. Layanan sarana dan prasarana
internal
6739 Kegiatan Perencanaan Kawasan Konservasi
Sasaran Kegiatan: Terjaminnya penetapan (prakondisi) status dan fungsi Kawasan konservasi untuk peningkatan
nilai efektivitas
1. Luas Kawasan Hutan yang diinventarisasi dan Hektar a. Data inventarisasi, verifikasi
diverifikasi dengan nilai keanekaragaman tinggi potensi dan permasalahan KK
secara partisipatif b. Penyusunan data spasial potensi
dan permasalahan
c. Evaluasi kesesuaian fungsi
kawasan konservasi
3.3. Pengarustamaan
Arah kebijakan PUG adalah perwujudan kesetaraan gender, yang diupayakan dengan strategi
yaitu: (1) mengurangi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan
mengontrol sumber daya, salah satu contoh yang dilakukan Ditjen KSDAE adalah unit pelaksana
teknis lingkup Ditjen KSDAE bekerja sama dengan kelompok petani hutan yang mayoritas
perempuan dalam pemberian akses kemitraan konservasi untuk pemanfaatan HHBK; (2)
penyediaan dan pemanfaatan data terpilah serta sarana dan prasarana yang responsif gender,
dengan melaporkan jumlah masyarakat per jenis kelamin yang terlibat dalam pemberdayaan dan
pembangunan lingkup Ditjen KSDAE serta memberikan sarana dan prasarana ramah ibu seperti
ruang laktasi di kantor, ramah disabilitas seperti penyediaan akses masuk dan keluar kantor bagi
disabilitas; (3) penguatan pemahaman dan komitmen pemangku kepentingan, koordinasi dalam
pelaksanaan PUG, baik pelaksanaan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PRG)
maupun penguatan kebijakan dan regulasi yang responsif gender, Ditjen KSDAE rutin membuat
Gender Budget Statement (GBS) pada setiap penyusunan anggaran serta melakukan tagging output
yang responsif gender yaitu output terkait layanan dukungan manajemen dan output kemitraan
konservasi dan peningkatan usaha ekonomi produktif bagi masyarakat sekitar kawasan konservasi;
dan (4) berpartisipasi di seluruh proses pembangunan dan pengambilan keputusan serta dalam
memperoleh manfaat pembangunan, Ditjen KSDAE selalu mengikutsertakan perempuan dalam
kegiatan lapangan maupun proses seleksi jabatan, perempuan sangat berperan dalam pengambilan
keputusan dari tingkat Direktur sampai ke tingkat staf, dari tingkat Pusat sampai ke tingkat Daerah.
Berdasarkan Sasaran Strategis Kementerian LHK diturunkan menjadi Sasaran Program Ditjen
KSDAE yang kemudian diteruskan menjadi Sasaran Kegiatan, dimana masingmasing sasaran
memiliki Indikator-indikator yang menjadi target baik Target Kementerian LHK (IKU), Target Program
KSDAE (IKP), maupun Target Kegiatan (IKK). Peta Sasaran Program dan Sasaran Kegiatan pada
Balai TN MeBeti diadopsi langsung dari Peta Sasaran Program dan Sasaran Kegiatan (cascading)
Ditjen KSDAE. Sasaran kegiatan dan komponen kegiatan untuk mendukung pencapaian output
pada UPT BTNRAW.
Dari 6 (enam) sasaran program Direktorat Jenderal KSDA, Balai Taman Nasional Rawa
Aopa Watumohai mendukung 4 (empat) sasaran program yaitu:
Dalam mendukung pencapaian target dari Indikator Kinerja Program (IKP) Direktorat
Jenderal KSDAE selama tahun 2020-2024 (Revisi), Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
melaksanakan 6 (Enam) kegiatan. yaitu:
Indikator Kinerja Program (IKP) dari Sasaran Program Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem tersebut diuraikan sebagai berikut:
Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan tersebut akan dicapai melalui beberapa komponen
kegiatan yang akan dilakukan Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Masingmasing
kegiatan mempunya sasaran kegiatan dan indikator kinerja kegiatan, yang dijabarkan melalui
Keluaran (Output) pada Rencana Kerja Anggaran setiap tahunnya. Target kinerja pada Balai Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai tahun 2020-2024 disusun secara kumulatif sehingga jika target
kinerja pada tahun pertama sudah tercapai. Jika target selama 5 tahun dibagi dalam target tahunan,
maka bila target tahun pertama sudah tercapat target tersebut tetap dituliskan pada tahun berikutnya
ditambahkan target pada tahun berjalan secara kumulatif. Kegiatan, indikator kinerja kegiatan, dan
target capaian kinerja kegiatan beserta komponen kegiatan dari masing-masing kegiatan pada Balai
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai tahun 2020-2024 sebagaimana berikut ini.
Tabel 6. Indikator Kinerja Kegiatan Perencanaan Kawasan Konservasi Pada Balai TNRAW Tahun 2020-
2024 Revisi
Target Kinerja
No. Indikator Kinerja Kegiatan / Komponen Kegiatan
2020 2021 2022 2023 2024
1. Luas Kawasan Hutan yang diinventarisasi dan - 320 34.744 69.488 105.194
diverifikasi dengan nilai keanekaragaman tinggi
(Hektar)
Rencana pencapaian target kinerja kegiatan Perencanaan Kawasan Konservasi (RKK) sebagai berikut:
Skenario pencapaian target kinerja (RKK-1)) yaitu pada seluruh Kawasan setiap tahun selama periode
Renstra, dimana luas kawasan TNRAW berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor No. 756/ Kpts-
II/1990 tanggal 17 Desember 1990 dengan luas 105.194 Ha.
Skenario pencapaian target kinerja (RKK-2) yaitu pada unit Kawasan TNRAW setiap tahun selama periode
Renstra
Skenario pencapaian target kinerja (RKK-3) yaitu melalui kerjasama pengelolaan TNRAW sebagaimana
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.85/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Kerja Sama
Penyelenggaraan KSA dan KPA sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor P.44/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.85/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Kerja Sama Penyelenggaraan KSA dan KPA.
Tabel 7. Indikator Kinerja Kegiatan Pengelolaan Kawasan Konservasi Pada Balai TNRAW Tahun
2020 – 2024 Revisi
Rencana pencapaian target kinerja kegiatan Pengelolaan Kawasan Konservasi (PKK) sebagai berikut:
Skenario pencapaian target kinerja (PKK-1) berdasarkan surat Direktur Kawasan Konservasi Nomor
S.195/KK/BDPZPT/KSA.1/6/2020 tanggal 23 Juni 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencapaian IKK
Pendampingan Desa dan SK Direktur KK tentang Penetapan Desa Target Pendampingan Tahun 2020.
Pencapaian target tersebut merupakan target kumulatif setiap tahun, sehingga Tahun 2020 sebanyak 5
Desa, Tahun 2021 sebanyak 5 Desa, Tahun 2022 sebanyak 10 Desa, Tahun 2023 sebanyak 10 Desa, dan
Tahun 2024 sebanyak 15 Desa. Akumulasi periode pencapaian Renstra sebanyak 45 (empat puluh lima)
Desa yang menjadi target pemberdayaan masyarakat
Skenario pencapaian target kinerja (PKK-2) yaitu dengan memberikan ruang akses kelola kepada
masyarakat sekitar kawasan yang memanfaatkan HHBK di kawasan TNRAW yaitu pada zona tradisonal
yang telah ditetapkan pada blok hutan Hukaea, blok hutan Mangrove, dan blok hutan Rawa yang secara
keseluruhan seluas 1.600 hektar
Tabel 8. Indikator Kinerja Kegiatan Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Pada Balai
TNRAW Tahun 2020 – 2024 Revisi
Target Kinerja
No. Indikator Kinerja Kegiatan / Komponen Kegiatan
2020 2021 2022 2023 2024
1. Luas kawasan yang diinventarisasi dan diverifikasi 12 13 14 905 1.410
dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi secara
partisipatif (Hektar)
a. Intervensi Manajemen TSL di dalam 12 13 14 905 1.410
Kawasan Konsevasi
b. Intervensi Manajemen TSL di luar Kawasan - - - - -
Konsevasi
2. Jumlah entitas pemanfaatan keanekaragaman - - - 2 2
spesies dan genetik TSL (Entitas)
a. Intervensi Manajemen TSL Peredaran dan - - - 2 2
Penangkaran
b. Potensi pemanfaatan bioprospecting - - - - -
3. Jumlah entitas perlindungan dan pengawetan - - - 1 1
keanekaragaman spesies dan genetik TSL
(Entitas)
a. Penilaian Lembaga konservasi - - - - -
b. Pembuatan dokumen analisis resiko jenis - - - - -
invasif
Target Kinerja
No. Indikator Kinerja Kegiatan / Komponen Kegiatan
2020 2021 2022 2023 2024
1. Jumlah Destinasi Wisata Alam Science, 1 1 1 1 1
Academic, Voluntary, Education (Destinasi)
a. Penataan Tapak Pemanfaatan Jasa 1 1 1 1 1
Lingkungan Hutan Konservasi
b. Pengembangan ecoedutourism 1 1 1 1 1
c. Informasi dan promosi pengelolaan wisata 1 1 1 1 1
alam berbasis SAVE
2. Jumlah perizinan pemanfaatan jasa lingkungan air - - - - 1
(Entitas)
a. Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air/Energi Air - - - - 1
Rencana pencapaian target kinerja kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi (PJLKK) sebagai berikut:
Skenario pencapaian target kinerja (PJLHK1.b) berdasarkan target yang akan dicapai berdasarkan desain tapak yang
disusun tahun 2018 yang akan ditargetkan peningkatan pengelolaannya selama tahun 2022-2024 sebanyak 5 (lima)
Lokasi yaitu site Mandu-mandula, site mangrove, site rawa, site hutan Pendidikan tatangge, dan site air terjun pinanggosi
dengan melibatkan masyarakat
Target Kinerja
No. Indikator Kinerja Kegiatan / Komponen Kegiatan
2020 2021 2022 2023 2024
1. Luas ekosistem yang dipulihkan (Hektar) 205 405 605 805 1.005
a. Penanaman intensif bersama masyarakat - - - - -
b. Pemeliharaan bersama masyarakat - - - - -
c. Pemulihan ekosistem lamun dan terumbu - - - - -
karang bersama masyarakat
d. Pemulihan ekosistem melalui mekanisme - - - - -
alam
e. Pengendalian jenis invasif - - - - -
f. Penanaman pengkayaan bersama masyarkat 205 405 605 805 1.005
g. Penyusunan rencana pemulihan ekosistem - - - - 1
Target Kinerja
No. Indikator Kinerja Kegiatan
2020 2021 2022 2023 2024
1. Nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDA dan Ekosistem minimal 80,00 (Poin)
a. Penyusunan rencana program; dan Penyusunan 3 6 9 12 16
rencana anggaran (16 Dokumen)
b. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi (30 6 12 18 24 30
Dokumen)
c. Pengelolaan keuangan (5 Dokumen) 1 2 3 4 5
d. Pengelolaan kepegawaian (15 Dokumen) 3 6 9 12 15
e. Pelayanan umum dan perlengkapan (10 2 4 6 8 10
Dokumen)
Rencana pencapaian target kinerja kegiatan Sekretariat Ditjen KSDAE sebagai berikut:
Skenario pencapaian target kinerja (SET1.a) yaitu berupa penyusunan rencana kerja dan anggaran untuk setiap tahun
selama periode 2020 -2024 (16 dokumen)
Skenario pencapaian target kinerja (SET1.b) yaitu berupa penyusunan laporan capaian renja dan kinerja untuk setiap
tahun selama periode 2020 -2024 (30 dokumen)
Skenario pencapaian target kinerja (SET1.b) yaitu berupa penyusunan laporan keuangan untuk setiap tahun selama
periode 2020 -2024 (5 dokumen)
Skenario pencapaian target kinerja (SET1.b) yaitu berupa penyusunan laporan pengembangan pegawai untuk setiap
tahun selama periode 2020 -2024 (15 dokumen)
Skenario pencapaian target kinerja (SET1.b) yaitu berupa penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan umum dan
perlengkapan untuk setiap tahun selama periode 2020 -2024 (10 dokumen)
Skenario pencapaian target kinerja (SET2.a) yaitu berupa pembayaran gaji dan tunjangan pegawai BTNRAW selama
periode 2020 -2024 (5 dokumen)
Skenario pencapaian target kinerja (SET2.a) yaitu berupa operasional dan pemeliharaan BTNRAW selama periode 2020
-2024 (5 dokumen)
Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Program Konservasi Sumber Daya Alam
dan Ekosistem dalam tahun 2020-2024 Revisi pada UPT BTNRAW adalah sebesar
150.776.120.000,-. Besaran pendanaan tersebut untuk mendukung pembiayaan Belanja Gaji,
Operasional dan Non Operasional UPT BTNRAW. Rincian kebutuhan pembiayaan tersebut setiap
tahunnya secara indikatif adalah sebagai berikut:
Tabel 12. Kebutuhan Pendanaan Pelaksanaan Pengelolaan Taman Nasional
Rencana Strategis ini merupakan panduan dan pedoman dalam pelaksanaan Program
KSDAE pada kawasan BTNRAW dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan
efisen serta memberikan manfaat sumberdaya alam hayati.
Indikator Kinerja Program Satuan Target Indikator Kinerja Kegiatan Satuan Target Komponen Satuan Target
Luas Kawasan yang terverifikasi 70 Juta Hektar RKK. Luas kawasan hutan yang 27 Juta Ha 1. Inventarisasi, verifikasi potensi dan 105.194 Ha
sebagai Perlindungan diinventarisasi dan diverifikasi dengan permasalahan kawasan
Keanekaragaman Hayati nilai keanekaragaman tinggi secara
2. Penyusunan data spasial potensi dan 1 Dokumen
partisipatif di dalam Kawasan
permasalahan
Konservasi
KKHSG. Luas kawasan yang 65 Juta Ha Intervensi manajemen TSL di dalam 105.194 Ha
diinventarisasi dan diverifikasi dengan kawasan konservasi
nilai keanekaragaman tinggi secara
partisipatif
KKHSG. Jumlah Pusat Perlindungan 5 Unit FS dan DED PPS 1 Unit
dan Penyelamatan Satwa Liar yang
dibangun
PKK. Luas opened area di kawasan 1,8 Juta Ha 1. Penyelesaian konflik tenurial di kawasan 20.333,36 Ha
konservasi yang ditangani konservasi
2. Pemulihan ekosistem di kawasan 1.005 Ha
konservasi Bersama masyarakat Desa
Jumlah Nilai PNBP dari 1.100 Milyar PJLKK. Jumlah entitas Pemanfaatan 100 Entitas Pemanfaatan jasa lingkungan air/energi air 2 Entitas
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Jasa Lingkungan Non Wisata Alam
Kawasan Konservasi dan TSL
Jumlah Desa yang mendapatkan 4.500 Desa PKK. Jumlah desa di kawasan 2.500 Desa 1. Pengembangan kelembagaan/kelompok 45 Desa
akses pengelolaan Kawasan konservasi yang mendapatkan masyarakat di sekitar KK
Konservasi dan Peningkatan pendampingan dalam rangka
2. Pendampingan dalam rangka 45 Desa
Usaha Ekonomi Produktif pemberdayaan masyarakat
pemberdayaan masyarakat (kumulatif)
3. Pengelolaan usaha ekonomi produktif 45 Desa
masyarakat desa di sekitar KK
PKK. Luas pemberian akses 400.000 Hektar 1. Identifikasi dan verifikasi wilayah 2.000 Hektar
pemanfaatan tradisional kepada kemitraan konservasi
masyarakat di kawasan konservasi
2. Pemberian akses kelola kepada 2.000 Hektar
melalui kemitraan konservasi
masyarakat
Nilai Efektivitas Pengelolaan 62,5 poin RKK. Jumlah Unit kawasan konservasi 150 Unit KK 2. Penataan zonasi/blok kawasan 1 Dokumen
Kawasan Konservasi pada 27 juta yang dilakukan pemantapan (prakondisi) konservasi
ha kawasan konservasi status dan fungsi serta penilaian
3. Penyelesaian permasalahan kawasan 20.333,36 Ha
efektivitas kawasan konservasi
konservasi
4. Kerjasama penyelenggaraan kawasan 1 Unit KK
konservasi