Master Soal Pts Gasal Xii 2019 2020 Cerita Sejarah
Master Soal Pts Gasal Xii 2019 2020 Cerita Sejarah
PILIHAN GANDA
Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan menghitamkan bulatan A, B, C, D, atau E
pada Lembar Jawab Komputer!
1. Novel sejarah dapat dikategorikan sebagai novel ulang (rekon), yaitu ....
a. rekon pribadi
b. rekon faktual
c. rekon imajinatif
d. rekon eksperimen
e. rekon laporan
Pernyataan yang mengacu pada pengertian novel sejarah yaitu nomor ... .
3. Secara umum teks novel sejarah memiliki struktur teks yang sama dengan struktur fiksi lainnya.
Struktur teks tersebut memiliki fungsi membangun terbentuknya sebuah teks cerita yang baik,
diantaranya adalah ... .
a. orientasi, alur cerita, komplikasi, klimaks, dan resolusi, coda
b. orientasi, pengungkapan peristiwa, menuju konflik, puncak konflik, resolusi, coda.
c. orientasi, komplikasi, rangkaian peristiwa, resolusi, evaluasi, coda
d. orientasi, pengungkapan peristiwa, penyebab konflik, puncak konflik, resolusi, koda.
e. orientasi, pengenalan situasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, koda
Judul-judul novel yang berlatar belakang sejarah terdapat pada nomor ... .
5. Salah satu ciri kebahasaan novel sejarah adalah menggunakan kata kerja mental (menyatakan
sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan). Kalimat-kalimat berikut yang menggunakan kata kerja
mental adalah ... .
a. Raja kertarajasa membacakan keputusan itu dengan lantang’
b. Senopati Gajah Engon mengarahkan senjatanya kepada musuh di depannya.
Cermati kutipan teks novel berikut, untuk menjawab soal nomor 28 dan 29.
(1) “Ditemukan mayat lagi, Kakang Gajah,” Gajah Enggon melaporkan. Gajah Mada memandangi
wajah samar-samar di depannya. “Mayat siapa?”
(2) “Prajurit bernama Klabang Gendis mati dengan anak panah menancap tepat di
tenggorokannya. (3) Tak ada jejak perkelahian apa pun, sasaran menjadi korban tanpa
menyadari arah bidikan anak panah tertuju kepadanya.”
(4) Gajah Mada merasa tak nyaman memperoleh laporan itu. (5) Orang yang mampu melepas
anak panah dengan sasaran sulit pastilah orang yang sangat menguasai sifat gendewa dan
anak panahnya. (6) Orang yang mampu melakukan hal khusus semacam itu amat terbatas
dan umumnya ada di barisan pasukan Bhayangkara. (7) Adakah prajurit bhayangkara yang
terlibat?
(8) “Dan kami temukan mayat kedua.”Gagak Bongol menambahkan.
(9) “Pelaku pembunuhan menggunakan anak itu mati dipatuk ular.
12. Kata bercetak miring dalam kutipan teks di atas yang merupakan verba mental adalah ... .
a. berhasil
b. bergelar
c. melupakan
d. membantu
e. diangkat
Fakta sejarah yang melatarbelakangi kutipan di atas terdapat pada nomor ... .
a. (1) dan (2)
b. (1) dan (3)
c. (2) dan (4)
d. (2) dan (3)
e. (3) dan (4)
15. Dari kutipan novel sejarah di atas dapat disimpulkan perwatakan Arya Tadah adalah ... .
a. Tidak peduli dengan kondisi dan situasi kerajaan Majapahit.
b. Senang dengan pujian dari sang Prabu Putri Sri Gitarja.
c. Berkemauan keras ingin lengser dari jabatannya.
d. Tinggi hati dan ingin disanjung karena telah memajukan kerajaan Majapahit.
e. Rendah hati dan mawas diri karena sudah tidak mampu menjabat karena usia tua.
16. Oleh karena itu, hamba mohon diperkenankan untuk lengser dari jabatan hamba sebagai patih
amangkubumi.
Arti kata yang dicetak tebal adalah ... .
a. naik jabatan
b. berhenti dari jabatan
c. pindah jabatan
d. merebut jabatan
e. memilih jabatan
17. Suasana menegangkan dalam kutipan di atas dapat dibuktikan pada kalimat bernomor ... .
a. (1) dan (3)
b. (2) dan (4)
c. (2) dan (5)
d. (3) dan (4)
e. (5) dan (6)
18. Permasalahan yang tampak dalam kutipan teks novel sejarah di atas adalah ... .
a. Orang yang memutuskan pengangkatan mahapatih hanyalah seorang perempuan.
19. Tokoh antagonis yang tampak dalam kutipan teks novel sejarah di atas adalah ... .
a. Arya Tadah
b. Dyah Mano
c. Gajah Mada
d. Mahamentri Halu
e. Dyah Wiyat
B. URAIAN
Ia dibawa ke kota. Tubuhnya dibalut kain dan kebaya yang tak pernah diimpikannya bakal
punya. Selembar kalung emas tipis sekarang menghias lehernya dan berbentuk medalion berbentuk
jantung dari emas, membuat kalung itu manis tertarik ke bawah. Kemarin malam ia telah dinikahkan.
Dinikahkan dengan sebilah keris. Detik itu ia tahu: kini ia bukan anak bapaknya lagi. Ia bukan anak
emaknya lagi. Kini ia istri sebilah keris, wakil seseorang yang tak pernah dilihatnya seumur hidup.
Iring-iringan hanya terdiri dua dokar 'kretek', emaknya, bapaknya, dua orang pamannya, ia
sendiri, beberapa orang saudaranya, dan lurah kampungnya. Bawaannya beberapa lembar pesalin dan
kue-kue buatan kampung nelayan, dan makanan yang diberikan sejak berabad dari laut, berbagai
macam ikan dan rumput laut. Bedak tebal pada wajahnya telah berguris-guris mengelimantang oleh air
mata. Dan emaknya selalu memperbaikinya kembali,
"Sst. Jangan nangis. Jangan nangis. Hari ini kau jadi istri pembesar." Ia tak tahu apa yang di
hadapannya. Ia hanya tahu: ia kehilangan seluruh dunianya. Kadang dalam ketakutan ia bertanya:
mengapa tak boleh tinggal di mana ia suka, di antara orang-orang tersayang dan tercinta, di bumi
dengan pantai dan ombaknya yang amis.
"Sst. Jangan nangis. Mulai hari ini kau tinggal di gedung besar, nak. Tidak lagi di gubuk. Kau
tak lagi buang air di pantai. Kau tak lagi menjahit layar dan jala, tapi sutera, nak. Sst, ssst. Jangan
nangis." Empatbelas tahun umurnya. Dan tak pernah ia merasa keberatan buang air di pantai,
terkecuali di waktu bulan purnama - ia takut ular di waktu seperti itu.
"Sst. Jangan nangis, nak. Hari ini kau jadi istri orang kaya." Ia terisak-isak, tersedan, akhirnya
melolong. Ia tak pernah merasa miskin dalam empatbelas tahun ini.
Pemandangan pantai sepanjang jalan, tumbuhan laut yang jadi semaksemak, kadal-kadal laut
yang bercanda-ria dan ketam pasir yang mundar-mandir bermandi matahari, semua tak menarik
hatinya. Irama telapak kuda tak terdengar olehnya. Ia mengangkat kepala sebentar waktu dokar
berhenti dan bapaknya turun dari dokar di depan, menghampirinya, dan: "Kau mau diam, tidak?"
Dokar mulai memasuki jalanan dengan deretan toko orang Tionghoa. Semua itu pernah
dilihatnya dua tahun yang lalu, waktu dengan orangorang sekampung datang beramai ke kota, nonton
pasar malam. Ia masih ingat buaya yang dipajang di atas pintu toko sepatu. Ia masih ingat toko pabrik
tegel dengan bunga-bunganya yang berwarna-warni. Ia masih ingat gedung-gedung besar dengan
tiang-tiang yang tak dapat dipeluknya, putih, tinggi, bulat. Waktu dokar sampai di alun-alun, bapak
memperbaiki letak bajunya, terdengar mendaham dan menggaruk-garuk leher. Ia lihat ibunya gelisah
duduk di sampingnya dan nampak mulai ketakutan.
Dokar membelok ke kanan. Ia masih dapat mengingat sekolah rakyat negeri, kemudian masjid
raya. Di seberang alun-alun sana gedung kabupaten, di sampingnya sekolah rendah Belanda, di
samping lagi sebuah rumah bertingkat. Jantungnya berdeburan. Sekilas ia lihat bapaknya dengan
susah-payah turun dari dokar, buru-buru menghampiri dokarnya. Wajahnya pucat. Suaranya sangat
lembut: "Turun, nak," tapi matanya tertebar ke mana-mana, akhirnya berhenti pada gapura yang
hendak dilaluinya.
Tak seorang pun penyambut di gapura. "Mari, mari." Tapi ia sendiri tak beranjak dari tempatnya
berdiri. Sewaktu semua sudah turun, mereka menggerombol di pinggir jalan, tak tahu apa yang harus
diperbuat. Pagar tembok terlalu tinggi untuk dapat meninjau ke dalam. Emak menyentuh tangan bapak.
Seperti dengan sendiri bapak berbisik, "Mari, mari" tapi ia tetap tidak beranjak. Akhirnya emak yang
mulai mengganjur langkah. Melihat tak ada yang mengikutinya, ia terhenti menatap bapak. Dalam
kegugupannya bapak meraih tangan si Gadis Pantai - tak ada yang tahu siapa sebenarnya yang
terpapah. Dan bergeraklah iringan pengantin itu, selangkah demi selangkah. Mereka melewati rumah
tingkat yang sebenarnya tak lain dari sebuah paviliun gedung utama di sebelahnya.
Mereka berhenti di sebuah gang antara paviliun dan gedung utama. Seorang bujang berhenti
mengamati mereka dari kaki sampai kepala. "Mau apa?" tanyanya. "Bendoro ada?" "Baru beradu,"
kemudian pandangnya menjamah Gadis Pantai. Suasana lenggang, pemandangan di atas dihitami
oleh puncak pohonpohon beringin dan deburan ombak dari kejauhan, membuat hati iringan pengantin
menjadi beku.
Emak membuka mulut hendak bicara, tapi tak ada suara keluar dari mulutnya. "Kami datang
hendak menghadap Bendoro, kami baru datang dari kampung ...."
Tugas :
Analisislah struktur teks penggalan novel sejarah di atas dan berikan bukti secukupnya
saja!
---selesai---