Anda di halaman 1dari 15

Cognitive and Behavoiur Impact of the Ketogenic Diet in

Children and Adolescent with Refractory Epilepsy :

A Randomized Controlled Trial

Abstrak

Tujuan: Diet ketogenik semakin sering digunakan untuk tatalaksana epilepsi


refrakter pada anak-anak karena efek yang bermanfaat terhadap pengurangan
kejang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai secara objektif kognitif dan
aspek perilaku selama 4 bulan pertama dari studi terkontrol secara acak pada
anak-anak dan remaja
Metode: Partisipan adalah pasien dari Pusat Epilepsi Tersier kemudian secara
acak dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok KD (intervensi) atau
Care Asual Group (CAU/control). Penilaian tindak lanjut kognitif dan perilaku
dilakukan 4 bulan setelah KD dimulai dengan cara kombinasi parent report
questionnaires dan tes psikologis kepada pasien.
Hasil : Total 50 pasien terdaftar pada penelitian ini, 28 pasien dari kelompok KD
dan 22 pasien dari kelompok CAU. Kelompok KD menunjukkan rendahnya
tingkat kecemasan dan perilaku gangguan mood. Tes kognitif menunjukkan
peningkatan aktivasi di kelompok KD.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan dampak positif KD terhadap perilaku
dan fungsi kognitif pada anak dan remaja dengan epilepsy refrakter. Lebih
spesifik terdapat aktivasi mood dan aktivasi kognitif yang diamati oleh orang tua
pasien yang diterapi dengan KD
Cognitive and Behavioral Impact of the Ketogenic diet in

Children and Adolescent with Refractory Epilepsy :

A Randomized Controlled Trial

Pendahuluan

Epilepsi adalah gangguan neurologis yang diterapi dengan obat

antiepilepsi. Namun terkadang obat antiepilepsi tidak efisien. Selain itu, pasien

sering merasakan efek samping yang menyebabkan penghentian obat. Untuk

pasien seperti ini, tersedia terapi nonfarmakologi, salah satunya adalah diet

ketogenik (DK).

Diet ketogenik dikembangkan pada tahun 1920 sebagai terapi bagi

epilepsy refrakter di saat hanya tersedia sedikit pilihan obat antiepilepsi. DK

adalah diet tinggi lemak, rendah karbohidrat yang meniru kondisi tubuh saat

berpuasa saat mempertahankan jumlah kalori normal. Energi yang dibutuhkan

oleh tubuh didapat dari lipolisis dan β oksidasi asam lemak dibandingkan

pemecahan karbohidrat. Mekanisme antikonvulsan pada DK masih belum dapat

dijelaskan. Efek samping dari DK antara lain konstipasi dan muntah.

Efek DK telah diteliti pada penelitian observasional multipel, review, dan

tiga Randomized Controlled Trial (RCTs). Penelitian RCT pada kelompok studi

kami menunjukkan bahwa DK efektif selama 4 bulan pertama pada anak-anak dan

remaja dengan epilepsy refrakter dibandingkan kelompok Care as Usual (CAU).

Laporan efek samping yang paling sering adalah keluhan gastrointestinal. Fokus
penelitian ini terutama pada analisis efikasi. Adapun tentang kemungkinan efek

positif dan negatif kurang diperhatikan pada penelitian ini.

Pada penelitian observasional, mayoritas orang tua melaporkan perilaku

dan fungsi kognitif, khusunya perhatian/kewaspadaan, tingkat aktivitas, dan

sosialisasi. Selanjutnya DK meningkatkan kualitas tidur pada anak dengan terapi

epilepsi resisten. Peningkatan kualitas tidur tampaknya berkontribusi terhadap

peningkatan perilaku atensi. Namun semua studi hanya di fokuskan pada aspek

perilaku dan hanya digunakan oleh laporan dari perwakilan berdasarkan kuisioner

yang diisi oleh orangtua.

Satu penelitian yang menggunakan kombinasi Cognitive-Oriented dan

Parent Report Questionnaire menunjukkan sedikitnya perkembangan fungsi

kognitif dan perburukan fungsi social. Namun ini adalah penelitian kecil dan

tanpa membandingkan dengan kelompok control/care as usual (CAU). Oleh

karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kognitif dan perilaku pada

studi prospektif acak terkontrol pada anak dan remaja.

2. Metode

2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah anak dan remaja dengan epilepsi intraktabel.

Pasien berhak untuk berpartisipasi jika mereka mengikuti kriteria sebagai berikut:

usia antara 1 dan 18 tahun dengan kejang tidak terkontrol setelah mencoba 1-2

AED. AED yang digunakan oleh partisipan saat periode inklusi dilanjutkan tanpa

ada perubahan selama periode penelitian, Kandidat yang memenuhi syarat dan
orang tua nya dirujuk ke Pusat Epilepsi diet ketogenic Kempenhaeghe di Belanda,

dimana mereka mendapat penjelasan tentang penelitian sebelum mereka

memberikan persetujuan ikut ke dalam penelitian. Penelitian ini disetujui oleh

Komite Etik Akademik Multisenter Utrecht, Belanda.

2.2 Prosedur

Pada bulan Juli 2010 dan Agustus 2014, subjek yang secara acak

dikelompokkan menjadi DK atau CAU setelah satu bulan periode baseline.

Kelompok DK memulai diet ketogenik setelah satu bulan periode baseline.

Kelompok kontrol diterapi dan dimonitor sesuai dengan standar praktik

kedokteran yang baik. Kedua kelompok melanjutkan konsumsi obat anti epilepsi

tanpa perubahan selama periode baseline (kecuali dengan indikasi medis). Selama

4 bulan menunggu oleh kelompok CAU, dan selama 4 bulan pengobatan dengan

KD. Pemeriksaan dilakukan pada baseline, sebelum randomisasi, dan setelah 4

bulan masa penelitian.

2.3 Mood dan Perilaku

-The Profile of Mood States (POMS) dikembangkan untuk mengidentifikasi dan

memeriksa transien, fluktuasi afektif mood: ketegangan/kecemasan,

depresi/kekesalan, kemarahan/permusuhan, semangat/aktivitas, kelelahan/inersia,

kebingungan. The POMS terdiri dari 65 laporan pribadi menggunakan 5 poin

skala Likert. Tes ini digunakan oleh PROXY dan membutuhkan orangtua untuk

menjelaskan setiap kata atau kalimat yang dirasakan oleh anak-anak mereka

minggu lalu. Semain tinggi skor yang didapatkan semakin besar gangguan mood.
- Penyesuaian Pribadi dan Skala Keterampilan Peran - Edisi Ketiga (PARS-III)

secara khusus dikembangkan untuk mengukur penyesuaian psikososial pada anak-

anak dengan penyakit kronis. Instrumen ini merupakan indeks singkat tentang

penyesuaian psikososial remaja yang diisi oleh orangtua. Terdiri atas 28 item dan

6 asuk enam subskala: hubungan teman sebaya, ketergantungan, permusuhan,

produktivitas, kecemasan-depresi, dan penarikan. Skor yang lebih tinggi

menunjukkan penyesuaian psikososial yang lebih baik. Skor yang lebih tinggi

menunjukkan penyesuaian psikososial yang lebih baik. PARS-III adalah indeks

penyesuaian psikososial remaja yang andal dan valid dan dapat digunakan untuk

skrining maupun penelitian.

-Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan (SDQ) adalah skrining yang mengukur

keeimbangan perilaku, emosi dan hubungan pada anak-anak dan remaja. SDQ

menanyakan tentang 25 atribut yang dibagi menjadi lima dimensi yang relevan:

gejala emosional, perilaku, masalah, hiperaktivitas, hubungan teman sebaya, dan

perilaku prososial. Untuk semua skala, kecuali skala prososial, skor yang lebih

tinggi menunjukkan lebih banyak masalah.

- The Hague Restrictions in Childhood Epilepsy Scale (HARCES) adalah skala 10

item yang dilengkapi orang tua untuk menilai gangguan dalam kehidupan sehari-

hari. Skala juga mengukur jumlah retriksi akibat kejang. Item menunjukkan

frekuensi anak mengambil peran dalam aktivitas seperti, berenang, mengendarai

sepeda, bermalam di suatu tempat, dan partisipasi dalam pendidikan fisik. Skala

berfokus pada sejauh mana epilepsi memengaruhi kemampuan anak untuk

mengambil peran dalam kehidupan masa kecil/sehari-hari. Responden menilai


setiap item menurut sejauh mana aktivitas anak dibatasi oleh epilepsy. Skor yang

berarti lebih banyak kecacatan. Selanjutnya, orang tua diminta untuk menilai

tingkat keparahan kejang, dari tidak parah (skor rendah) hingga sangat parah (skor

tertinggi).

- The Social Emotional Questionairre (SEV) adalah kuisioner yang berorientasi

pada DSM IV untuk memeriksa 4 domain disfungsi perilaku dan sosial

emosional: deficit ate, kecemasan dan depresi, dan gangguan spektrum autism.

Kuisioner terdiri dari 72 item dan hiperreaktivitas, perilaku menentang oposisi

dan gangguan perilaku spektrum autism. Kuisioner terdiri dari 72 item dan total

skor untuk tiap 4 domain. Skor yang lebih tinggi menunjukkan maslah yang lebih

berat.

2.4 Pemeriksaan Neurofisiologi

- Peabody Picture Test (PPVT-III) versi Bahasa jerman memeriksa kosakata

reseptif. Anak harus satu dari empat gambar sesuai dengan kata stimulus

oemeriksa. Skor mentah dapat dikonversikan menjadi skor yang setara dengan

umur (reta-rata 100, standar deviasi 15). Pengukuran ini sering digunakan sebagai

predictor fungsi kognitif pada anak dan dewasa.

- The Beery Developmental Test of VMI digunakan secara luas menggunakan

kertas dan pensil yang memeriksa sejauh mana indivisu dapat mengintegrasika

kemampuan visual dan motorik. Responden diminta untuk menyalin deret

pekembangan 24 bentuk geometri. Skor mentah dapat disesuaikan menjadi skor

standar (rata-rata: 100, standar deviasi 15).


- Selain itu, subtes yang berbeda dari Fepsy Neuropsychological Computerized

Battery dilakukan. Pengukuran waktu reaksi sederhana pada visual (kotak putih)

atau stimulus auditori untuk menilai fungsi kewaspadaan dan kecepatan aktivasi

informasi system pemrosesan pada pilihan. Dalam uji reaksi pilihan biner, subjek

harus bereaksi dengan cara berbeda terhadap dua rangsangan yang berbeda ( kotak

merah disajikan disisi layer dan kotak hijau disajikan di sisi kanan) yang menilai

kecepatan pusat pengolahan informasi. Pada kedua tugas reaksi waktu disediakan

dalam milidetik (dengan skor lebih tinggi menunjukkan reaksi waktu yang lebih

lama). Pada tugas penyadapan, kecepatan penyadapan jari diukur dengan index

jari tangan kanan dan tangan kiri terpisah. Jumlah ketukan dicatat, dan skor yang

lebih tinggi menunjukkan aktivasi motoric dan kelancaran.

2.5 Analisis Statistik

Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 21 untuk windows.

Tingkat signifikansi adalah p<0.059 (nilai p 2 sisi). Independen T test digunakan

untuk memeriksa perbedaan kelompok DK dan kelompok CAU saat awal dan

akhir (4 bulan). Korelasi antara pengurangan kejang dan perilaku dan kognitif

diperiksa menggunakan korelasi Pearson.

3. Hasil

Antara Agustus 2010-Agustus 2014, total 58 pasien dalam penelitian ini.

Satu pasien keluar dari penelitian sebelum randomisasi, dan 7 pasien keluar

setelah randomisasi : 6 dari kelompok CAU (karena tidak puas terhadap hasil

randomisasi dan satu pasien dari kelompok KD (karena pengurangan kejang


spontan), tersisa 50 pasien yang diperiksa saat baseline (28 pasien kelompok KD

(56%) dan 22 pasien kelompok CAU). Karakteristik demografis dan klinis dari

populasi penelitian ditunjukkan pada table 1. Selanjutnya dari 50 pasien ini, 8

pasien keluar sebelum titik akhir 4 bulan (5 pasien dari kelompok DK dan 3

pasien dari kelompok CAU). Efektivitas DK pada populasi penelitian dijelaskan

di tempat lain,
3.1 Mood dan Perilaku

Hasil mood dan perilaku dijelaskan pada table 2

Pada POMS, terdapat perbedaan antara kelompok pada baseline. Pasien

yang dikelompokan secara acak menjadi kelompok KD memiliki

ketegangan/tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Tingkat kecemasan/permusuhan

yang lebih tinggi, dan tingkat kebingungan/kekacauan yang lebih tinggi.

Perbedaan ini tidak bermakna secara statistic pada follow up bulan ke-4 karena

terdapat pengurangan kecemasan/ketegangan/permusuhan pada semua pasien diet

ketogenic. Pada bulan ke-4 follow, pasien dari kelompok diet ketogenic memiliki

skor kekuatan (energi) yang lebih tinggi dibandingkan pasien dari kelompok CAU

(p=0.005). Terdapat korelasi positif dengan pengurangan kejang pada kelompok

diet ketogenik (r=0.622, p=0.004). Semakin besar pengurangan kejang, semakin

tinggi skor vigor.

Pada PARS, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada baseline.

Pada follow up bulan ke-4, orang tua melaporkan pada kelompok diet ketogenic

memiliki skor subkala produktivitas dibandingkan kelompok CAU (p=0.039).

Tidak ada perbedaan korelasi signifikan dengan pengurangan kejang.

Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok pada SDG baik pada

baseline, maupun pada follow up 4 bulan.

Pada HARCES, tidak terdapat perbedaan saat baseline. Pada follow up 4

bulan, severitas kejang kelompok diet ketogenic lebih rendah dibandingkan

kelompok CAU (p=0.038). Terdapat korelasi negatif dengan pengurangan kejang


pada kelompok diet ketogenik (r—0.718, p≤0.000). Semakin berat kejang yang

dirasakan, semakin sedikit pengurangan kejang.

Pada SEV, tidak terdapat perbedaan pada baseline. Pada follow up 4

bulan, orang tua melaporkan kurangnya kecemasan dan gangguan mood pada

kelompok diaet ketogenic dibandingkan kelompok control (p=0.049). Tidak

terdapat korelasi signifikan dengan pengurangan kejang.

3.2 Pemeriksaan Neurofisiologi

Tabel 3 menunjukkan perbedaan neurofisiologi antara kedua kelompok

pada saat baseline dan titik akhir. Pada baseline dan titik akhir, terdapat perbedaan

secara statistic ditemukan antara kelompok DK dan kelompok control untuk

pemahaman kata pada Peabody Picture Test (baseline: p=0.36, titik akhir:
p=0.006). Pasien pada kelompok DK memiliki skor lebih tinggi dibandingkan

pasien dari kelompok control. Tidak terdapat perbedaan korelasi yang signifikan

dengan pengurangan kejang. Pada baseline, skor yang lebih tinggi ditemukan pada

2 atau 4 reaksi sederhana pada test aktivasi untuk kelompok diet ketogenic.

Perbedaan ini menghilang pada follow up bulan ke-4 karena perbaikan skor pada

kelompok diet ketogenic.

4. Diskusi

Penelitian RCT menunjukkan efek positif terhadap kognitif dan perilaku

DK pada anak dan remaja. Dengan memperhatikan mood pasien DK

menunjukkan level mood yang lebih tinggi pada baseline. Masalah masalah ini

menghilang pada bulan ke-4 pemantauan karena terjadi pengurangan pada tingkat

kecemasan/ketenganan/permusuhan pada pasien DK. Dengan memperhatikan

fungsi sosial emosional, pasien-pasien pada kelompok DK menunjukan tingkat

ansietas dan gangguan mood yang lebih rendah dalam 4 bulan. Yang bergantung

terhadap perbaikan kontrol kejang, lebih lanjut mereka memiliki produktivitas

yang lebih baik pada bulan ke-4 (mengerjakan pekerjaan hingga selesai, bahkan
meskipun hal tersebut sulit untuk dilakukan) yang tidak tergantung terhadap

pengurangan kejang. Hasil tes kognitif menunjukkan kosa kata yang lebih tinggi

pada pasien kelompok DK yang diuji random setelah 4 bulan, yang sudah ada

pada saat baseline dan hal tersebut tidak berhubungan dengan kontrol kejang. Hal

ini menunjukkan karakter saat baseline tanpa ada hubungannya dengan diet

ketogenik. Selain itu pasien pada kelompok diet ketogenik reaksi yang lebih

lambat saat baseline. Perlambatan mental menghilang pada bulan ke-4

pemantauan karena perbaikan terhadap akitivasi pada kelompok DK dan tampak

bukan efek dari perbaikan kontrol kejang. Kedua kelompok melanjutkan obat anti

epilepsi tanpa perubahan. Oleh karena itu, penelitian ini bukan penelitian efek

pengobatan. Gambar 1 merangkum DK berhubungan dengan mood dan kognitif.


Berdasarkan pengetahuan kami, ini adalah RCT pertama yang

mengevaluasi efek perilaku. Terlebih lagi, hanya sedikit penelitian yang telah

dilakukan pada anak-anak dan remaja, sehingga sulit untuk membandingkan hasil

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Aktivasi kognitif ditemukan di

penelitian ini konsisten dengan laporan sebelumnya pada anak dengan diet

ketogenic menunjukkan peningkatan kewaspadaan mental, peningkatan atensi,

peningkatan kognitif, Aktivasi mood dan perilaku selama diet ketogenic konsisten

dengan penemuan sebelumnya melaporkan perbaikan pada level aktivitas dan

sosialisasi namun kontras dengan penelitian observasional sebelumnya.

Berdasarkan perbaikan ini, pemeriksaan objektif neurofisiologi dan kuisioner

sistematik selama KD tampak tidak penting. Namun ini adalah pendekatan

kelompok. Tentu saja terdapat variabilitas individu, sehingga disarankan untuk

waspada dengan monitoring fungsi kognitif dan emosional yang baik. Selanjutnya

dibutuhkan penelitian yang focus pada efek kronik DK terhadap kognitif dan

perilaku.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Protokol DK klasik dan

MCT digunakan. Namun, penelitian ini dapat dibandingkan dalam hal efikasi dan

toleransi. Tingkat dropout pada studi populasi adalah 16% sehingga relatif tinggi.

Namun penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa 96% pengguna diet ketogenic

yang tidak melanjutkan diet akan merekomendasikan terapi nonfarmakologis ini

pada yang lainnya, dan lebih dari setengah dari mereka merekomendasikan untuk

memulai diet ketogenik sebelum mencoba AEDs. Hal ini menunjukkan bahwa

meskipun kepatuhan terhadap diet ketogenic sulit karena isu praktis, diet
ketogenic direkomendasikan. Kami menggunakan langkah-langkah proksi untuk

menilai efek diet ketogenik terhadap perilaku yang dapat dipengaruhi oleh efikasi

diet. Oleh karena itu hasil berhubungan dengan pengurangan kejang. Meskipun

kelompok DK memiliki tingkat kognitif yang lebih tinggi daripada kelompok

CAU, kami menggunakan pemeriksaan neurofisiologis yang dapat digunakan

pada mayoriytas pasien karena sesauai dengan tingkat usia kognitif dan usia

kronologis yang membuat perbandingan hasil di seluruh populasi kejadian.

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan efek positif DK terhadap perilaku

dan fungsi kognitif anak dan remaja dengan epilepsy refrakter. Selain itu beberapa

perbaikan selama terapi DK diobservasi di populasi. Ini daiktifkan oleh mood dan

kognitif yang tidak berhibungan dengan pengurangan frekuensi kejang dan sesuai

dengan efek diet ketogenic yang sudah diketahui. Hal ini meningkatrkan motivasi

untuk mempertimbankan DK sebagai pilihan teraapi pada anak-anak dengan

epilepsy refrakter.

Anda mungkin juga menyukai