Anda di halaman 1dari 8

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat
1. Karakteristik responden
a. Jenis kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dikelompokkan menjadi
dua, yaitu laki-laki dan perempuan pada penelitian ini jenis kelamin laki-laki hanya
53 orang (54,6%) sedangkan jenis kelamin responden perempuan sebanyak 44 orang
(45,4%). Maka dapat disimpulkan bahwa responden perempuan lebih banyak dari
responden laki-laki.
Pendapat Budiman (2014), dimana jenis kelamin merupakan faktor

prediposisi yang mempengaruhi perilaku. Seseorang dengan jenis kelamin

laki-laki lebih memiliki tuntutan yang lebih besar terhadap kepuasan dibanding

seseorang dengan jenis kelamin perempuan. Pendapat tersebut didukung oleh

kajian sebelumnya yang dilakukan oleh Alrubaiee (2011), bahwa jenis kelamin

berpengaruh terhadap kepuasan pasien.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian St. Nurul Alwy (2018) tentang analisa
Kepuasan Pasien Di Rawat Inap Rumah Sakit Pemerintah RSUD Haji Makassar,
diketahui bahwa responden laki-laki lebih dominan dibandingkan dengan responden
perempuan. Dari hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa responden dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 107 (42,8 %) dan perempuan sebanyak 143 (57,2 %).
b. Umur
Karakteristik responden berdasarkan umur dikelmpokkan menjadi lima, yaitu
umur 18-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45 tahun, 46-55 tahun, 56-65 tahun,≥ 65 tahun.
Pengelompokan dimulai dari usia 18 tahun dikarenakan pasien anak termasuk dalam
kriteria eksklusi. Pada penelitian ini usia responden yang terbanyak yaitu pada
kelompok usia 36-45 tahun sebanyak 33 orang (34,0%).
Budiman (2014) juga mengemukakan hal yang sama, bahwa usia akan

mempengaruhi pola perilaku seseorang, dimana seseorang dengan usia lebih

muda cendering akan lebih banyak melakukan kritik terhadap pelayanan

kesehatan dasar yang diberikan, sementara pasien dengan usia lebih tua akan
lebih banyak bertanya kepada petugas kesehatan tentang bagaimana

perkembangan kesehatannya sehingga pemahaman tentang kesehatan akan

lebih mudah terpenuhi. Hasil penelitian Alrubaiee (2011) menunjukkan,

bahwa usia berpengaruh terhadap kepuasan pasien.

c. Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dikelompokkan menjadi

tiga, yaitu SMP, SMA,Perguruan Tinggi. pendidikan responden terbanyak

yaitu perguruan tinggi yaitu sebanyak 42 orang (42,3%).

Tingkat pendidikan seseorang akan cendrung membantunya untuk

membentuk suatu pengetahuan sikap dan perilakunya terhadap sesuatu.

Dengan pengetahuan yang baik seseorang dapat melakukan evaluasi berkaitan

dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek yang ditentukan. Semkain tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka daya untuk mengkritisi segala sesuatu akan meningkat.

Sehingga seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi semestinya akan

lebih kritis dalam menetukan apakah pelayanan yang telah diberikan dapt

memberikan rasa puas atau tidak. Peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap

layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapt terjadi

sebagai akibat dari semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga

membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif

(Lestari,dkk,2009).

d. Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan distribusi frekuensi

pekerjaandokelompokkan menjadi lima, yaitu Pelajar/Mahasiswa,PNS,

Swasta,Wiraswasta, Lain-lain. Pada penelitian ini karekteristik responden


berdasarkan pekerjaan yang terbanyak yaitu pada kelompok wiraswasta

sebanyak 31 orang (32,0%).

Menurut Notoadmodjo dalam Siti Misi (2016) pekerjaan adalah kegiatan

yang harus dilakukan seseorang dalam menunjang dan mempertahankan

kehidupan keluarganya. Pekerjaan erat kaitan dengan kejadian kesakitan

dimana timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yakni karena adanya faktor

lingkungan yang dapat menimbulkan kesakitan yang penuh dengan stres, ada

tidaknya gerak badan dalam lingkungan pekerjaan dan adanya kesibukan

akibat pekerjaan.

B. Komunikasi Terapeutik Perawat

Komunikasi terapeutik perawat dikategorikan menjadi tiga, yaitu Kurang baik,

Cukup, Baik. Komunikasi Terapeutik yang kurang baik dijawab oleh 20 responden

(20,6%), cukup dijawab oleh 40 responden (41,2%), sedangkan komunikasi terapeutik

yang baik dijawab oleh 37 responden (38,1%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

komunikasi teraupetik perawat cukup lebih banyak dijawab responden daripada

komunikasi teraupetik perawat yang kurang baik dan baik.

Dalam penelitian ini komunikasi terapeutik perawat yang kurang baik dijawab

oleh 20 responden (20,6%), dilihat dari kuesioner komunikasi terapeutik perawat yang

cukup pada tahap perkenalan yaitu seperti tidak memperkenalkan diri pada awal

pertemuan, perawat tidak menjelaskan tujuannya pada awal pertemuan, pada tahap

kerja perawat tidak menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, sedangkan pada tahap

terminasi yaitu seperti perawat tidak menanyakan keadaan/perasaan pasien setelah

dilakukan tindakan keperawatan,perawat tidak membuat kesepakatan untuk pertemuan

lanjutan dengan pasien (tempat,waktu,topik,dan tujuan yang sudah dibicarakan).


Penelitian ini sesuai denan penelitian Vanda Lucyana Walansendow (2017).

Gambaran dari teknik komunikasi terapeutik perawat pada pasien rawat inap di ruang

Eunike RSU GMIM Kalooran Amurang didapat bahwa dari 110 responden (80,0%),

sedangkan komunikasi teraupetik perawat yang tidak baik ada 22 responden (20,0%).

Pada penelitian ini penerapan komunikasi perawat yang cukup dijawab sebanyak

40 orang (41,2%), hal ini disebabkan karena sebagian perawat ada yang melakukan

komuniksi terapeutik dengan baik, namun tidak semua melakukannya ada juga

beberapa oknum perawat yang lalai akan hal komunikasi terapeutik perawat yang baik.

Demikian pula dengan situasi saat pasien banyak dan tindakan banyak komunikasi

terapeutik perawat berkurang karena hal tersebut timbullah kekurangan tingkat

kepuasan pasien.

Pada penelitian ini penerapan komunikasi perawat yang baik dijawab sebanyak

37 orang (38,1%), hal ini disebabkan karena penelitian ini dilakukan dirumah sakit

swasta yang lebih mengedepankan pelayanan demi kepercayaan pasien, karena

kelangsungan hidup rumah sakit berinti dari pasien yang menyebabkan perawat sebagai

ujung tombak pelayanan kesehatan kepada pasien. Dengan demikian, perawat perlu

menerapkam komunikasi terapeutik yang baik dan efektif untuk dapat meyakinkan

pasien bahwa pelayanan yang diterima benar-benar berkualitas.

C. Kepuasan Pasien

Pasien akan merasa puas ketika kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya

sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa

pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai

harapannya (Pohan 2007).

Pada penelitian ini kepuasan pasien diketegorikan menjadi tiga, yaitu rendah,

sedang, tinggi. Pasien yang menyatakan rendah sebanyak 21 responden (21,6%), pasien
yang menyatakan sedang sebanyak 42 responden (43,3%), sedangkan yang menyatakan

tinggi sebanyak 34 responden (35,1%). Sehingga dapat disimpukan bahwa responden

memiliki tingkat kepuasan sedang dengan komunikasi terapeutik perawat.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Marlina Andriani, Rahma

Fitri (2013) Hubungan Kinerja Perawat Dalam Pendokumentasian Askep Dengan

Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Yang Diberikan Di Ruang Rawat Inap RSUD

Kota Solok Tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 100

responden lebih dari sebagian menyatakan tidak puas dengan kinerja perawat, yaitu

sebanyak 57 orang (57%) yang disebabkan karena perawat tidak memperkenalkan

dirinya dan tanggung jawabnya serta memberi tahukan keberadaannya saat pasien

membutuhkan bantuan dari perawat, perawat sering menunda-nunda waktu dalam

memberikan pelayanan kepada pasien dan perawat tidak adil kepada pasien.

Menurut nursalam (2014) mengatakan bahwa kepuasan pasien apabila apa yang

menjadi kebutuhan, keinginan, harapan pasien dapat dipenuhi, maka pasien akan puas.

Tingkat pendidikan seseorang akan cendrung membantunya untuk membentuk

suatu pengetahuan sikap dan perilakunya terhadap sesuatu. Dengan pengetahuan yang

baik seseorang dapat melakukan evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek yang ditentukan.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka daya untuk mengkritisi segala

sesuatu akan meningkat. Sehingga seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi

semestinya akan lebih kritis dalam menentukan apakah pelayanan yang telah diberikan

dapat memberikan rasa puas atau tidak. Peningkatan ketidak puasan pasien terhadap

layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai

akibat dari semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka

lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif (Lestari, dkk 0,2009).
D. Analisa Bivariat

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi profesional bagi perawat yang telah

direncanakan dan dilakukan dengan tujuan membantu pasien dalam proses penyembuhan

dan pemulihan kesehatnnya. Keterampilan komunikasi terapeutik yang dilakukan

perawat, dapat dengan mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, dan hal

ini akan lebih efektif bagi perawat dalam memberikan kepuasan profesional dalam

asuhan keperawatan (Prasetyo Kusumo Mahendro, 2017).

Pada penelitian ini, dari hasil statistik tentang hubungan komunikasi terapeutik

perawat dengan tingkat kepuasan pasien di ruangan rawat inap Rumah Sakit Islam Ibnu

Sina Bukittinggi tahun 2021 diperoleh bahwa dari 20 responden dengan komunikasi

terapeutik perawat yang kurang baik menyatakan tingkat kepuasan rendah sebanyak 17

orang (81,0%), tingkat kepuasan pasien sedang sebanyak 2 orang (4,8%), sedangkan

pasien yang menyatakan tingkat kepuasan tinggi sebanyak 1 orang (2,9%), dari 40

responden dengan komunikasi terapeutik perawat yang cukup pasien menyatakan tingkat

kepuasan pasien rendah sebanyak 1 orang (4,8%), tingkat kepuasan pasien sedang

sebanyak 31 orang (73,8%), sedangkan pasien yang menyatakan tingkat kepuasan pasien

tinggi sebanyak 8 orang (23,5%). Sedangkan dari 37 responden dengan komunikasi

terapeutik perawat perawat yang baik pasien mennyatakan tingkat kepuasan pasien

rendah sebanyak 3 orang (14,3%), tingkat kepuasan pasien sedang sebanyak 9 orang

(21,4%), sedangkan pasien yang menyatakan tingkat kepuasan pasien tinggi sebanyak 25

orang (73,5%). Hasil uji statistik menunjukkan p-value = 0,000, dengan nilai r (korelasi)

0,646, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada derjad alpha 5% artinya ada

hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan

pasien di ruangan rawat inap Rumha Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021.
Wijino (2010) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan

pasien adalah komunikasi terapeutik perawat. Komunikasi terapeutik merupakan hal

yang sangat penting bagi perawat untuk mendukung proses keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sandra Rhona (2013) di

RSUP Dr. M. Djamil Padang, hasilnya menunjukkan bahwa dari 48 responden dengan

komunikasi terapeutik tidak dilakukan perawat, 38 orang (79,2%) pasien mengatakan

tidak puas dengan komunikasi terapeutik perawat. Sementara itu dari 29 responden

dengan komunikasi terapeutik dilakukan perawat, 23 orang (79,3%) pasien menyatakan

puas. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara komunikasi

terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan pasien di ruag isntalasi rawat inap non bedah

(penyakit dalam pria dan wanita).

Rorie Priscylia A.C (2014) dalam penelitiannya komunikasi terapeutik perawat

baik dan pasien merasa puas sebanyak 42 orang (91,3%), dan keterampilan komunikasi

terapeutik perawat baik dan pasien merasa kurang puas sebanyak 4 orang (8,7%). Untuk

keterampilan komunikasi terapeutik kurang baik dan pasien merasa puas sebanyak 5

orang (23,8%), dan keterampilan komunikasi terapeutik perawat kurang baik dan pasien

merasa kurang puas sebanyak 16 orang (76,2%). Hasil ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan

pasien.

Aswad Sutrisno (2015) dalam penelitiannya menunjukkan, bahwa dari 80

responden (100%) didapatkan pasien yang puas dengan komunikasi terapeutik perawat

yang baik sebanyak 70 responden (98,6%), dan pasien yang puas dengan komunikasi

terapeutik perawat yang tidak baik sebanyak 3 responden (33,3%), sedangkan pasien

yang tidak puas dengan komunikasi terapeutik perawat yang baik sebesar 1 responden
(1,4%), dan pasien tidak puas dengan komuniksi terapeutik yang tidak baik sebanyak 6

responden (66,7%). Dari hasil ini menunjukkan ada hubungan antara komunikasi

terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. H.

Chasan Boesoirie Ternate.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Moison, Welter dan White dalam

Anwar Khairul (2017) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

kepuasan pasien adalah faktor jasa dan bagaimana keluhan-keluhan pasien dengan cepat

diterima dan ditangani oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan

terhadap keluhan pasien, memberikan penjelasan yang tepat dan akurat sesuai kebutuhan

klien/pasien.

Anda mungkin juga menyukai