Anda di halaman 1dari 10

Penguatan Sistem Informasi

Pengadaan Tanah Terpadu Untuk


Mendukung Proyek Strategis
Nasional (1)
Posted on April 19, 2018 by ganangprakoso

Ganang Prakoso, ST, M.Sc (2)

Pembangunan infrastruktur merupakan prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang
tertuang dalam Nawacita. Pada tahun 2017, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden
Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang di dalamnya memuat 245 proyek, 1 program
kelistrikan, dan 1 program industri pesawat terbang. Ketersediaan tanah untuk pembangunan
proyek-proyek strategis tersebut wajib dilakukan oleh pemerintah sebagaimana amanat Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012. Percepatan pengadaan tanah untuk proyek strategis tersebut tidak
hanya ditentukan oleh tersedianya peraturan-peraturan yang mendukung, namun juga tata kelola
pemerintahan yang baik serta ketersediaan sistem informasi yang terpadu. Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai kementerian yang melaksanakan
pengadaan tanah telah membuat Sistem Informasi Pengadaan Tanah (SIPT) yang terintegrasi
dengan aplikasi KKP dan geoKKP untuk memproses permohonan pengadaan tanah. Di tingkat
lokal, Kantor Pertanahan Kabupaten Pemalang mengembangkan Sistem Manajemen Pengadaan
Tanah Instansi (Simpati). Namun pelaksanaan aplikasi SIPT belum diterapkan secara optimal di
seluruh Indonesia, sedangkan aplikasi Simpati masih bersifat lokal yang belum terintegrasi secara
nasional. Artikel ini akan membahas hambatan-hambatan yang dialami dalam pemanfaatan aplikasi
SIPT secara nasional dan membahas potensi pengembangan aplikasi Simpati secara nasional serta
mengembangkan sistem informasi terpadu pengadaan tanah yang bisa dipakai secara nasional dan
untuk semua pemangku kebijakan pengadaan tanah. Diharapkan dengan penguatan sistem
informasi pengadaan tanah terpadu maka proses pengadaan tanah dapat terlaksana dengan lebih
cepat, akuntabel dan optimal.

Kata Kunci: Pengadaan Tanah; Kementerian ATR/BPN; Sistem Informasi Terpadu; Proyek


Strategis Nasional (PSN)
I. Pendahuluan
Ketersediaan infrastruktur yang memadai masih menjadi salah satu faktor yang menjadi
penghambat daya saing Indonesia di dunia. World Economic Forum (WEF) (2016) menyatakan
bahwa peringkat daya saing Indonesia secara global pada periode tahun 2016-2017 berada pada
peringkat 41 dari 138 negara. Peringkat ini turun sebanyak 4 peringkat dari periode 2015-2016,
walaupun secara nilai masih berada pada angka 4.5. Peringkat daya saing Indonesia secara global
sejak periode 2012-2013 hingga 2016-2017 dapat dilihat pada Tabel 1. Survey yang dilaksanakan
terhadap Eksekutif WEF menempatkan ketersedian infrastruktur yang tidak mencukupi pada
peringkat ketiga faktor yang paling bermasalah dalam berbisnis di Indonesia dengan nilai 9.0 (WEF,
2016).

Tabel 1. Peringkat Daya Saing Indonesia Secara Global

Periode 2012-2013 sampai dengan Periode 2016-2017

Periode 2012-2013 2013-2014 2014-2015 2015-2016 2016-2017


Peringkat 50 dari 144 38 dari 148 34 dari 144 37 dari 140 41 dari 138
Negara Negara Negara Negara Negara
Nilai 4.4 4.5 4.6 4.5 4.5
Sumber: World Economic Forum (2016)

Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan daya saing secara global. Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Tahun 2005-2025 menyatakan bahwa salah satu misi pembangunan nasional adalah “Mewujudkan
Bangsa Yang Berdaya Saing” salah satunya dengan membangun infrastruktur yang maju.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang ada pada
periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ketiga dari RPJPN meneruskan fokus
pada pembangunan dan pemerataan infrastruktur. Hal ini diwujudkan dalam salah satu misi
pembangunan nasional 2015-2019 yaitu “Mewujudkan Bangsa Yang Berdaya Saing” yang
kemudian dijabarkan ke dalam Nawacita keenam yaitu “Meningkatkan Produktivitas Rakyat Dan
Daya Saing Di Pasar Internasional” (Kementerian PPN/Bappenas, 2014). Program-program
infrastruktur yang terdapat dalam RPJMN tersebut ada yang menjadi prioritas dan strategis bagi
pemerintah yang kemudian ditetapkan dengan Peraturan Presiden tentang Proyek Strategis
Nasional.

Ketersediaan tanah untuk mendukung pembangunan untuk kepentingan umum seperti proyek
strategis nasional tersebut dijamin oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Badan Pertanahan
Nasional (saat ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) ditunjuk
sebagai lembaga pertanahan yang melaksanakan tahapan pelaksanaan pengadaan tanah.
Percepatan pelaksanaan pengadaan tanah oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN
terutama untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) tidak hanya ditentukan dengan ketersediaan
peraturan yang mendukung, tata kelola pemerintahan yang baik dan Sumber Daya Manusia yang
bekompeten, namun juga harus didukung dengan penerapan Sistem Informasi yang terpadu.

Penerapan sistem informasi berbasis internet untuk pengadaan tanah wajib dilakukan. Banyaknya
pelaksanaan pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional mengakibatkan bertambahnya
jumlah arsip yang harus disimpan pada Kantor Wilayah BPN Provinsi. Diperlukan penambahan
ruang penyimpanan arsip dengan sistem managemen dan keamanan yang baik agar arsip tersebut
tidak rusak dan hilang. Selain itu, dengan pelaksanaan pengadaan tanah yang masih manual akan
mengakibatkan kesulitan untuk memantau progres pelaksanaan oleh pimpinan serta pelaporan hasil
kegiatan yang tidak dapat dilakukan secara cepat. Pengembangan sistem informasi ini akan
mempermudah personil dan Kantor Wilayah BPN Provinsi dalam pengelolaan arsip, pelaporan
progres pekerjaan serta mempermudah pimpinan untuk memantau pelaksanaan pengadaan tanah.

Makalah  ini akan membagi pembahasan menjadi 3 bagian yaitu berkaitan dengan pengadaan
tanah bagi proyek strategis nasional, bagian kedua tentang penerapan sistem informasi pengadaan
tanah pada kementerian agraria dan tata ruang/BPN, dan pada bagian ketiga tentang potensi
pengembangan sistem informasi pengadaan tanah terpadu. Diharapkan makalah ini dapat
memberikan masukan bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN khususnya dan pemangku
kebijakan pengadaan tanah umumnya agar dapat berkolaborasi mengembangkan sebuah sistem
informasi pengadaan tanah terpadu untuk mendukung proses pengadaan tanah bagi pembangunan
bagi kepentingan umum

II. Hasil Pembahasan


2.1. Pengadaan Tanah Bagi Proyek Strategis Nasional
Ketersediaan infrastruktur yang tidak mencukupi menjadi faktor yang paling bermasalah dalam
berbisnis di Indonesia (WEF, 2016). Peringkat daya saing infrastruktur Indonesia pada tahun 2016
berada pada posisi 60 dari 138 negara dengan nilai 4.2. Beberapa faktor yang dinilai untuk
menentukan peringkat daya saing infrastruktur antara lain kualitas jalan, kualitas jaringan kereta api,
kualitas pelabuhan serta ditambah dengan kualitas pasokan listrik dan jumlah saluran telepon tetap.
Peringkat kualitas jalan, jaringan kereta api dan pelabuhan di Indonesia dari 138 negara pada tahun
2016 masing-masing secara berurutan berada pada posisi 75 (dengan nilai 3.9), 39 (nilai 3.8) dan
75 (nilai 3.9) (WEF, 2016).

Tahun 2015-2019 merupakan periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ketiga
dari RPJPN 2005-2025. Pada periode ini arahan prioritas kebijakan pembangunannya adalah
“memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan
pencapaian daya saing” sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1 (Kementerian PPN/Bappenas,
2014, hal. 2-3). Presiden Jokowi yang memerintah pada periode 2015-2019 memasukkan arahan
kebijakan pada RPJPN tersebut kedalam visi dan misi pembangunan 2015-2019 yang dijabarkan
kedalam Nawacita keenam. Nawacita keenam pada Buku 1 RPJMN terdapat 11 sub agenda
prioritas antara lain (1) Membangun Konektivitas Nasional untuk Mencapai Keseimbangan
Pembangunan; (2) Membangun Transportasi Massal Perkotaan; dan (3) Membangun
Infrastruktur/Prasarana Dasar.
Gambar 1. Tahapan Pembangungn dan Arahan Kebijakan RPJPN 2005-2025

Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2014, hal. 2-3

Proyek-proyek strategis yang mendukung sasaran pembangunan pada Nawacita keenam tersebut
ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Pada Tahun 2017, Pemerintah menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 yang merubah Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016
tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Peraturan Presiden ini tidak hanya
merubah jumlah dan proyek strategis namun juga merubah beberapa ketentuan tentang jangka
waktu pelaksanaan pengadaan tanahnya. Secara total terdapat 245 proyek strategis nasional dan
ditambah dengan 1 program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan serta 2 program industri
pesawat terbang. Khusus untuk pengembangan infrastruktur jalan (termasuk jalan tol), infrastruktur
kereta api, infrastruktur bandara dan pelabuhan secara berurutan berjumlah 74 proyek, 23 proyek, 8
proyek dan 10 proyek. Rincian PSN bidang infrastruktur dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Proyek Strategis Nasional Berdasarkan Jenis Proyek

No Jenis Proyek Jumlah Proyek


1. Proyek Pembangunan Infrastruktur Jalan Tol 69 proyek
2. Proyek Pembangunan Infrastruktur Jalan Nasional/Strategis Nasional 5 proyek
Non-Tol
3. Proyek Pembangunan Prasarana dan Sarana Kereta Api Antar Kota 15 proyek
4. Proyek Pembangunan Prasarana dan Sarana Kereta Api Dalam Kota 8 proyek
5. Proyek Revitalisasi Bandar Udara 4 proyek
6. Proyek Pembangunan Bandar Udara Baru 3 proyek
7. Proyek Bandar Udara Strategis Lainnya 1 proyek
8. Proyek Pembangunan Pelabuhan Baru dan Pengembangan Kapasitas 10 proyek
Sumber: Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum. Amanat tersebut terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Undang-
Undang tersebut juga telah menentukan kriteria pembangunan yang termasuk kepentingan umum
yang berjumlah 18 jenis pembangunan. Selain itu, undang-undang ini pun mengatur lebih jelas
tentang tahapan-tahapan dan penanggung jawab penyelenggaraan pengadaan tanah dimana dibagi
menjadi 4 tahapan yaitu (1) Tahap Perencanaan menjadi tanggung jawab Instansi yang memerlukan
tanah; (2) Tahap Persiapan menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi; (3) Tahap Pelaksanaan
menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN; dan (4) Tahap Penyerahan
Hasil menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Tahapan
penyelenggaraan pengadaan tanah secara singkat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan Penyelenggaraan Pengadaan Tanah

Sumber: Resume Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012


Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN melalui Kantor Wilayah BPN Provinsi berupaya keras
untuk mensukseskan pelaksanaan pengadaan tanah bagi Proyek Strategis Nasional. Beberapa
terobosan yang dilakukan adalah dengan melakukan revisi Peraturan Presiden tentang
penyelenggaraan pengadaan tanah serta Peraturan Menteri tentang pelaksanaan pengadaan tanah
dengan memangkas jangka waktu penyelesaian. Selain itu, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN pun mulai mengembangkan sebuah aplikasi pengadaan tanah berbasis internet yang
terintegrasi secara nasional. Penjelasan mengenai aplikasi ini akan diuraikan pada subbagian
selanjutnya.

2.2. Penerapan Aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Tanah di Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah memulai
mengimplementasikan penerapan teknologi informasi pada proses pengadaan tanah. Pusat Data
dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, dan LP2B (Pusdatin) pada tahun 2015 memulai untuk
mengembangkan sebuah aplikasi pengadaan tanah yang diberi nama Sistem Informasi Pengadaan
Tanah (SIPT). Aplikasi ini kemudian mulai dipergunakan pada tahun 2016.

Sistem Informasi Pengadaan Tanah (SIPT) yang dikembangkan Pusdatin hanya mencakup tahapan
pelaksanaan pengadaan tanah yang menjadi tanggung jawab Kementerian ATR/BPN. SIPT
mengubah pola pelaksanaan pengadaan tanah di Kantor Wilayah BPN Provinsi atau Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota dari semula secara manual menjadi berbasis internet yang terhubung
dengan basis data pertanahan (KKP dan geoKKP) yang berada di Pusat. Pemograman aplikasi
SIPT mengacu pada tahapan pelaksanaan pengadaan tanah pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku mulai dari pendaftaran permohonan pengadaan tanah, pelimpahan atau tidak
pelimpahan pelaksanaan pengadaan tanah, proses satgas A dan Satgas B, penilaian ganti kerugian
hingga penyerahan hasil.

Pada tahun 2017, Pusdatin mengembangkan SIPT berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan pada
beberapa Kantor Wilayah BPN Provinsi atau Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang telah
mempergunakannya. Ada beberapa perbedaan antara SIPT Versi 1 dan SIPT Versi 2. Perbedaan
pertama, pada SIPT versi 1 saat petugas memasukan data permohonan pelaksanaan pengadaan
tanah, petugas diharuskan memasukan data koordinat lokasi yang terdapat pada peta Penetapan
Lokasi. Berbeda dengan Versi 1, pada Versi 2 dalam tahapan yang sama, petugas hanya diwajibkan
memasukan lokasi desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten letak pengadaan tanah.

Perbedaan kedua terletak pada mekanisme penggambaran peta keliling dan peta rincikan. Pada
Versi 1 SIPT, penggambaran peta keliling dan peta rincikan menggunakan aplikasi penggambaran
ArcGIS yang kemudian diintergrasikan dengan basis data KKP dan geoKKP. Sedangkan pada SIPT
versi 2, penggambarannya langsung dengan login ke aplikasi geoKKP dengan menggunakan
aplikasi penggambaran autocadMap.Perbedaan terakhir adalah pada pembuatan Surat Keputusan
dan Berita Acara pelaksanaan kegiatan. Pada SIPT Versi 1, Surat Keputusan dan Berita Acara
pelaksanaan kegiatan dibuat didalam sistem SIPT namun penomorannya masih manual diluar
sistem SIPT. Berbeda dengan Versi 1, pada SIPT Versi 2, Surat Keputusan dan Berita Acara
pelaksanaan kegiatan dibuat diluar sistem SIPT dengan penomoran berdasarkan sistem SIPT.
Perbedaan SIPT Versi 1 dan Versi 2 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.Perbedaan SIPT Versi 1 dan Versi 2
No Perbedaan Versi 1 Versi 2
1. Pemasukan Lokasi Menggunakan koordinat peta Menggunakan lokasi
Pengadaan Tanah Penetapan Lokasi Desa/Kelurahan, Kecamatan dan
Kabupaten
2. Penggambaran Peta Menggunakan Aplikasi ArcGIS Menggunakan geoKKP
Keliling dan Peta Rincikan
3. Surat Keputusan dan Berita SK dan Berita Acara dibuat oleh SK dan Berita Acara dibuat
Acara sistem dan penomoran manual manual diluar sistem dan
diluar sistem penomoran oleh sistem
Sumber: Analisis aplikasi dan Pusdatin, 2017

Selain Pusdatin, Kantor Pertanahan Kabupaten Pemalang juga mengembangkan sistem informasi
pengadaan tanah yang diberinama Sistem Informasi dan Managemen Pengadaan Tanah Instansi
(SIMPATI). Berbeda dengan SIPT Pusdatin, SIMPATI masih bersifat lokal dan belum terintegrasi
dengan basis data pertanahan yang terdapat dalam aplikasi KKP dan geoKKP. SIMPATI lebih
menekankan pada mekanisme dan kemudahan dalam melaksanakan pengadaan tanah serta
managemen arsip pengadaan tanah sehingga lebih mudah diakses sewaktu-waktu diperlukan.
Pengembangan serta sinkronisasi aplikasi SIPT dan SIMPATI oleh Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN dapat dilaksanakan agar diperoleh suatu sistem pengadaan tanah yang terpadu dan
dapat dipergunakan secara nasional.

2.3. Kendala, Solusi dan Pengembangan Aplikasi Pengadaan Tanah


Sistem Informasi Pengadaan Tanah (SIPT) yang dikembangkan oleh Pusdatin belum dilaksanakan
secara optimal. Hingga Tahun 2017 baru terdapat 11 Kantor Wilayah BPN Provinsi yang
menggunakan SIPT yaitu (1) Kanwil BPN Provinsi Riau; (2) Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan;
(3) Kanwil BPN Provinsi Bengkulu; (4) Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat; (5) Kanwil BPN Provinsi
Banten; (6) Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah; (7) Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur; (8) Kanwil
BPN Provinsi Bali; (9) Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Selatan; (10) Kanwil BPN Provinsi Sulawesi
Utara; (11) Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penerapan aplikasi SIPT masih menjadi kendala dikarenakan beberapa faktor yaitu (1) kekurangan
jumlah personil di bidang pengadaan tanah pada Kantor Wilayah BPN Provinsi untuk
mengoperasionalkan aplikasi SIPT; (2) sosialisasi yang dilaksanakan oleh Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/BPN masih belum optimal pada tahap-tahap awal pengembangan aplikasi SIPT; (3)
beberapa fitur pada aplikasi SIPT yang dianggap menyulitkan personil pada Kantor Wilayah BPN
Provinsi untuk dilaksanakan seperti memasukan koordinat peta penetapan lokasi pada SIPT Versi 1;
dan (4) Penerapan jangka waktu yang dikunci sesuai dengan peraturan yang masih tidak sesuai
dengan kondisi riil di lapangan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pusdatin sebagai pengembangan aplikasi berkoordinasi


dengan Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah sebagai penanggung jawab di Pusat serta Kantor
Wilayah BPN Provinsi sebagai pelaksana penggadaan tanah sekaligus pengguna aplikasi SIPT.
Pembandingan dengan aplikasi SIMPATI pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pemalang juga dapat
dilaksanakan sehingga dapat saling melengkapi untuk menciptakan sistem informasi pengadaan
tanah yang terpadu, interaktif dan dapat dimanfaatkan secara nasional. Beberapa pengembangan
aplikasi SIPT yang dapat diusulkan antara lain:

1. SIPT tidak hanya dipergunakan pada tahap pelaksanaan pengadan tanah oleh Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/BPN namun juga dikembangkan untuk dilaksanakan mulai dari tahap
persiapan pengadaan tanah oleh Pemerintah Daerah;
2. SIPT dapat dijadikan sebagai sistem terpadu pelayanan pengadaan tanah terutama pada
tahap perencanaan dimana Instansi yang memerlukan tanah dapat memperoleh informasi
mengenai perkiraan jumlah bidang tanah (baik yang bersertipikat maupun yang belum
bersertipikat), data perkiraan nilai ganti kerugian berdasarkan zona nilai tanah yang dibuat
Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta perkiraan jumlah masyarakat yang akan terkena
dampak pengadaan tanah;
3. Pelaporan SIPT pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN akan disinkronisasi dan
diintegrasi dengan aplikasi pelaporan SKMPP sehingga dapat dipantau progress pelaksanaan
pengadaan tanah oleh Menteri, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan pemangku kebijakan
lainnya di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Proses integrasi antara SIPT dan SKMPP
telah dimulai dikembangkan pada aplikasi SIPT Versi 2.
4. Untuk jangka panjang, pelaporan penyelenggaraan pengadaan tanah pada aplikasi SIPT
jika telah menjangkau semua tahapan penyelenggaraan pengadaan tanah tidak hanya dapat
dipantau oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Nantinya
progresse pelakasanaan pengadaan tanah terutama untuk Proyek Strategis Nasional dapat juga
dipantau oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) bahkan langsung
oleh Presiden.
 

III. KESIMPULAN DAN SARAN


Pemerintahan Presiden Jokowi periode Tahun 2015-2019 berada pada periode RPJM ketiga dari
RPJPN 2005-2025 dimana salah satu fokus pembangunan adalah pada penyediaan infrasturktur
untuk mendukung daya saing Indonesia di dunia. Pada Tahun 2017, Presiden Jokowi menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 yang memuat jumlah Proyek Strategis Nasional yaitu
sebanyak 245 proyek strategis nasional dan ditambah dengan 1 program pembangunan
infrastruktur ketenagalistrikan serta 2 program industri pesawat terbang.

Penyediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum termasuk proyek strategis nasional
dijamin oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Tahapan penyelenggaraan pengadaan tanah
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN sebagai
lembaga pertanahan mendapat tanggung jawab pada tahapan pelakasanaan dan tahapan
penyerahan hasil. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN telah berupaya maksimal untuk
mensukseskan pengadaan tanah bagi proyek strategis nasional dengan melakukan beberapa
terobosan antara lain merevisi peraturan-peraturan terkait pengadaan tanah dengan memangkas
jangka waktu pelaksanaan.

Untuk mendukung proses pengadaan tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN telah
mengembangkan Sistem Informasi Pengadaan Tanah (SIPT). SIPT ini mengakomodir seluruh
tahapan pelaksanaan pengadaan tanah dan penyerahan hasil. Namun implementasi dari aplikasi ini
belum maksimal dimana tercatat baru 10 Kantor Wilayah BPN Provinsi yang menggunakan aplikasi
ini. Selain SIPT yang dikembangkan oleh Pusdatin, Kantor Pertanahan Kabupaten Pemalang pun
mengembangkan aplikasi pengadaan tanah yang bersifat lokal yang diberi nama Sistem Informasi
dan Managemen Pengadaaan Tanah Instansi (SIMPATI).

Beberapa saran yang dapat diberikan untuk pengembangan aplikasi SIPT agar tercipta sistem
informasi pengadaan tanah terpadu yang dapat dilaksanakan oleh seluruh Kantor Wilayah BPN
Provinsi secara khusus dan seluruh pemangku kebijakan pengadaan tanah secara umum:

1. Pengembangan SIPT tidak hanya untuk pelaksanaan tugas Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN namun juga pemangku kebijakan pengadaan tanah lainnya seperti Pemerintah
Provinsi pada tahap persiapan;
2. SIPT dapat dikembangkan sebagai sistem informasi terpadu pelayanan pengadaan tanah
pada tahap perencanaan yang memberikan informasi kepada instansi yang memerlukan tanah;
3. Pelaporan SIPT pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN akan disinkronisasi dan
diintegrasi dengan aplikasi pelaporan SKMPP yang telah dimulai pada Versi 2;.
4. Untuk jangka panjang, pelaporan penyelenggaraan pengadaan tanah pada aplikasi SIPT
juga dapat dipantau oleh KPPIP bahkan oleh Presiden.
 

IV. DAFTAR PUSTAKA


Kementerian PPN/Bappenas. (2014). Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019: Buku
1 Agenda Pembangunan Nasional, Jakarta.

Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 3
Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, dan LP2B. (2016). Panduan Aplikasi Sistem
Informasi Pengadaan Tanah, Jakarta.

Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, dan LP2B. (2017). Sistem Informasi Pengadaan
Tanah. Disampaikan dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah 2017, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.

World Economic Forum. (2016). The Global Competitiveness Report 2016–2017, Switzerland. ISBN


13: 978-1-944835-04-0.

Anda mungkin juga menyukai