PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
JANGKA PENDEK 2018 - 2020
KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN
INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
KEPULAUAN MALUKU
DAN PULAU PAPUA
PEMBINA:
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah:
Ir. Rido Matari Ichwan, MCP.
PENANGGUNG JAWAB:
Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR:
Ir. Harris H. Batubara, M.Eng.Sc.
PENGARAH:
Kepala Bidang Penyusunan Program: Sosilawati, ST., MT.
TIM EDITOR:
1. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program I: Amelia Handayani, ST., MSc.
2. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program II: Dr.(Eng.) Mangapul L. Nababan, ST., MSi.
PENULIS:
1. Kepala Bidang Penyusunan Program: Sosilawati, ST., MT.
2. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program II: Dr.(Eng.) Mangapul L. Nababan, ST., MSi.
3. Pejabat Fungsional Perencana: Ary Rahman Wahyudi, ST., MUrb&RegPlg.
4. Pejabat Fungsional Perencana: Zhein Adhi Mahendra , SE.
5. Staf Bidang Penyusunan Program: Wibowo Massudi, ST.
6. Staf Bidang Penyusunan Program: Sekar Utami, ST.
KONTRIBUTOR DATA:
1. Sekar Utami, ST.
2. Agus Sugiyanto, S.Pd.
3. Chafid Syahbi, SE.
4. Ika Juwita Rahayu, ST.
TAHUN : 2017
ISBN : ISBN 978-602-61190-4-9
PENERBIT : PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR,
BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH,
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT.
i
KATA PENGANTAR
Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan
Infrastruktur PUPR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh;
Salam Sejahtera; Om Swastiastu; Namo Buddhaya.
ii
pembiayaan program pembangunan infrastruktur PUPR, peningkatan kualitas
pekerjaan konstruksi, hingga peningkatan kualitas monitoring dan evaluasi.
Pada buku ini ditampilkan program jangka pendek 3 (tiga) tahunan (2018-2020)
pada setiap kawasan, WPS (antar kawasan), dan antar WPS didalamnya
menggunakan data yang bersumber dari UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN
2005-2025, Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019, Perpres No. 3
Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Direktif
Presiden, Peraturan Menteri PUPR No. 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian PUPR, serta berbagai produk perencanaan BPIW yang terkait yang
disusun berdasarkan arahan program dalam Master Plan dan Development Plan
yang diintegrasikan dengan Rencana Induk Pulau. Selain itu, penyusunan
program juga berpedoman kepada prioritas pembangunan pemerintah yang
ditetapkan oleh Bappenas untuk mewujudkan sinkronisasi program dan
pembiayaan pembangunan infrastruktur baik antar wilayah ataupun antar
tingkat pemerintahan.
(TTD)
iii
KATA PENGANTAR
Kepala Bidang Penyusunan Program
Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om
Swastiastu; Namo Buddhaya.
iv
jalan dan jembatan, sumber daya air, keciptakaryaan, dan penyediaan
perumahan).
Akhirnya, atas izin dari Allah SWT, serta segala upaya dari seluruh jajaran Badan
Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, kami harapkan dengan terbitnya buku ini dapat memberikan
manfaat dan menjadi acuan dalam penyusunan program tahunan yang
selanjutnya menjadi bahan referensi di forum-forum koordinasi pemrograman
seperti Konsultasi Regional Kementerian PUPR, Musrenbang, dan forum-forum
lainnya. Kami juga menyadari, kehadiran buku ini masih jauh dari sempurna dan
untuk itu kami sangat terbuka terhadap berbagai masukan dan saran untuk
perbaikan ke depan.
Kepala Bidang
pala Bidan Penyusunan ProgramTTD)
ng Pen
Sosilawati, S.T.,
ilawati,, SS.
.T.
T,MM.T.
v
KATA SAMBUTAN
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om
Swastiastu; Namo Buddhaya.
Buku ini, menjabarkan proses sinkronisasi program dan pembiayaan, yang dimulai dari
perencanaan infrastruktur PUPR di tingkat pulau dan kepuluan, perencanaan 35 (tiga
puluh lima) Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) yang mencangkup kawasan-
kawasan prioritas, kawasan perkotaan dan perdesaan strategis, yang kemudian
menghasilkan program-program prioritas jangka pendek. Buku ini, menjadi acuan dalam
upaya BPIW melakukan penajaman sinkronisasi program dan pembiayaan yang
selanjutnya menjadi materi program untuk dibahas dalam berbagai rapat koordinasi dan
konsultasi terkait pemrograman baik ditingkat nasional maupun provinsi dan
kabupaten/kota (Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), Konsultasi
Regional (Konreg), Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek), dan lain sebagainya.
vi
infrastruktur PUPR yang menggunakan sumber daya yang dikelola oleh pemerintah,
khususnya melalui APBN, dapat terselenggara secara optimal dan efisien serta
mendukung berbagai agenda prioritas Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla yang diamanatkan dalam Nawa Cita.
Proses penyusunan buku ini melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan
perencanaan dan pemrograman baik di internal BPIW maupun seluruh kerabat
perencanaan dan pemrograman di lingkungan Kementerian PUPR. Selain itu, dalam
prosesnya juga melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) daerah baik
ditingkat provinsi maupun di kabupaten/kota, dalam hal ini Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah provinsi maupun kabupaten/kota, serta dinas yang membidangi
urusan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota.
Saya mengharapkan buku ini dapat menjadi referensi penting tidak hanya bagi
praktisi/pelaku perencanaan dan pemrograman di Kementerian PUPR, namun juga
dapat memberikan gambaran proses pelaksanaan perencanaan dan pemrogaman
infrastruktur PUPR bagi kalangan akademisi dan pemerhati infastruktur PUPR, baik di
pusat maupun di daerah.
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN
INFRASTRUKTUR PUPR ...........................................................................................I
KATA PENGANTAR KEPALA BIDANG PENYUSUNAN PROGRAM ............................................ III
KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH................ V
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ VII
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................IX
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................XI
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 Profil Kepulauan Maluku dan Papua ......................................................................... 2
1.1.1 Gambaran Umum Kepulauan Maluku ............................................................ 2
1.1.2 Gambaran Umum Pulau Papua .................................................................... 11
1.1.3 Gambaran Umum Provinsi Maluku .............................................................. 21
1.1.4 Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara .................................................... 23
1.1.5 Gambaran Umum Provinsi Papua Barat....................................................... 25
1.1.6 Gambaran Umum Provinsi Papua ................................................................ 27
1.2 Kondisi Umum Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
di Kepulauan Maluku dan Papua ............................................................................. 29
1.2.1 Sektor Sumber Daya Air ............................................................................... 29
1.2.2 Sektor Bina Marga ........................................................................................ 31
1.2.3 Sektor Cipta Karya ........................................................................................ 32
1.2.4 Sektor Penyediaan Perumahan .................................................................... 34
1.3 Kebijakan Pembangunan Kepulauan Maluku dan Papua ........................................ 35
1.3.1 Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang .................................................... 36
1.3.2 Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah ................................................ 37
1.3.3 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Lintas Kementerian
dan Lembaga ................................................................................................ 38
1.3.4 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Wilayah dan Infrastruktur
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ................................................... 49
1.4 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Kepulauan Maluku
dan Papua ................................................................................................................ 54
1.4.1 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur
di Kepulauan Maluku.................................................................................... 55
1.4.2 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Pulau Papua ..... 58
BAB II MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN
PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR ............................65
2.1 Definisi Umum Perencanaan dan Pemrograman .................................................... 65
2.2 Dasar Hukum Perencanaan dan Pemrograman Infrastruktur PUPR ....................... 66
2.3 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan,
dan Evaluasi dalam Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan
Infrastruktur PUPR................................................................................................... 68
viii
2.4 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan
Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR ....................... 72
2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan
Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan
Infrastruktur PUPR................................................................................................... 75
BAB III SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
JANGKA PENDEK 2018-2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN
DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR ..........................................................................77
3.1 Profil WPS dan Kawasan .......................................................................................... 77
3.1.1 Profil WPS ..................................................................................................... 78
3.1.2 Profil Kawasan dalam WPS ........................................................................... 96
3.2 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek 2018–2020 Kepulauan Maluku
dan Pulau Papua .................................................................................................... 110
3.2.1 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek dalam Kawasan ..................... 111
3.2.2 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan ...................... 149
3.2.3 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS ............................. 153
3.3 Kriteria Pemrograman Jangka Pendek 2018 – 2020 Kepulauan Maluku
dan Pulau Papua .................................................................................................... 170
3.4 Program Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan
Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua .......... 178
3.4.1 Program Jangka Pendek dalam Kawasan ................................................... 178
3.4.2 Program Jangka Pendek antar Kawasan .................................................... 204
3.4.3 Program Jangka Pendek antar WPS ........................................................... 206
3.5 Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan
Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua ...... 214
3.5.1 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur
PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2018 – 2020 ................ 215
3.5.2 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur
PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung
Kawasan, WPS, dan Antar WPS .................................................................. 217
3.5.3 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur
PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung
Prioritas Nasional ....................................................................................... 218
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................221
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................223
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Provinsi Maluku Utara ......................................................................... 4
Gambar 1.2 Peta Administrasi Provinsi Maluku .............................................................. 5
Gambar 1.3 Grafik IPM Kepulauan Maluku Tahun 2011-2015 ....................................... 8
Gambar 1.4 PDRB Kepulauan Maluku ........................................................................... 10
Gambar 1.5 Peta Pulau Papua ....................................................................................... 12
Gambar 1.6 Grafik IPM Pulau Papua Tahun 2011-2015 ................................................ 17
Gambar 1.7 PDRB Pulau Papua ..................................................................................... 21
Gambar 1.8 PDRB Provinsi Maluku Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun
2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ................................. 22
Gambar 1.9 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku ............................. 23
Gambar 1.10 PDRB Provinsi Maluku Utara Berdasarkan Lapangan Usaha
Tahun 2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ...................... 24
Gambar 1.11 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku Utara .................... 25
Gambar 1.12 PDRB Provinsi Papua Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun
2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ................................. 26
Gambar 1.13 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat ..................... 27
Gambar 1.14 PDRB Provinsi Papua Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun
2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ................................. 28
Gambar 1.15 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua ............................... 29
Gambar 1.16 Proyek Pembangunan Bendung Wariori ................................................... 30
Gambar 1.17 Rencana Pembangunan Jalan Trans Papua ............................................... 31
Gambar 1.18 Pembangunan PLBN Skouw, Jayapura ...................................................... 33
Gambar 1.19 Tipikal Rumah Khusus ................................................................................ 35
Gambar 1.20 Konsepsi Wilayah Pengembangan Strategis .............................................. 52
Gambar 1.21 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua .......................................... 59
Gambar 1.22 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua .......................................... 59
Gambar 1.23 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua .......................................... 59
Gambar 2.1 Struktur Lembaga Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah .............. 69
Gambar 2.2 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program &
Pembiayaan, dan Evaluasi Pengembangan Kawasan dengan
Pembangunan Infrastruktur PUPR ............................................................ 70
Gambar 2.3 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Keterpaduan
Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR............................... 73
Gambar 2.4 Jadwal Rangkaian Kegiatan Perencanaan maupun Pemrograman
Pembangunan Nasional ............................................................................. 74
x
Gambar 2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan
Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan
Infrastruktur PUPR..................................................................................... 76
Gambar 3.1 Profil WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba .................................................... 79
Gambar 3.2 Peta Kawasan di WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba .................................. 80
Gambar 3.3 Profil WPS 30 Ambon – Masohi ................................................................. 82
Gambar 3.4 Peta Kawasan di WPS 30 Ambon – Masohi ............................................... 83
Gambar 3.5 Profil WPS 31 Sorong – Manokwari ........................................................... 85
Gambar 3.6 Peta Kawasan di WPS 31 Sorong – Manokwari ......................................... 86
Gambar 3.7 Profil WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni ................................................ 88
Gambar 3.8 Peta Kawasan di WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni .............................. 89
Gambar 3.9 Profil WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena ............................................. 91
Gambar 3.10 Peta Kawasan di WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena ........................... 92
Gambar 3.11 Profil WPS 34 Jayapura – Merauke ........................................................... 94
Gambar 3.12 Peta Kawasan di WPS 34 Jayapura – Wamena .......................................... 95
Gambar 3.13 Program Jangka Pendek Kawasan Morotai – Tobelo .............................. 179
Gambar 3.14 Program Jangka Pendek Kawasan Sofifi – Ternate – Tidore .................... 181
Gambar 3.15 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu
Seram....................................................................................................... 183
Gambar 3.16 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ambon ....................... 185
Gambar 3.17 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu dan Strategis
Pariwisata Sorong – Raja Ampat ............................................................. 187
Gambar 3.18 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari ........ 189
Gambar 3.19 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Migas
Manokwari – Bintuni ............................................................................... 191
Gambar 3.20 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Biak .................... 193
Gambar 3.21 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire ................ 195
Gambar 3.22 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Timika ................ 197
Gambar 3.23 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena ............ 199
Gambar 3.24 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru
Jayapura – Skouw .................................................................................... 201
Gambar 3.25 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru
Merauke – Salor Muting – Tanah Merah ................................................ 203
Gambar 3.26 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Papua Barat ............... 205
Gambar 3.27 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku Utara ................... 207
Gambar 3.28 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku ............................. 209
Gambar 3.29 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua Barat ...................... 211
Gambar 3.30 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua................................ 213
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nama Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku ................................................ 3
Tabel 1.2 Nama Kabupaten/Kota di Pulau Papua ........................................................ 12
Tabel 1.3 Wilayah Sungai di Kepulauan Maluku .......................................................... 55
Tabel 1.4 Wilayah Sungai di Pulau Papua .................................................................... 60
Tabel 3.1 Pembagian WPS Berdasarkan Wilayah Administrasi ................................... 77
Tabel 3.2 Profil Kawasan KEK Morotai ......................................................................... 96
Tabel 3.3 Daftar Subkawasan di Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo ............................ 96
Tabel 3.4 Daftar Subkawasan di Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore.................. 98
Tabel 3.5 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi
Terpadu Seram ............................................................................................. 99
Tabel 3.6 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon ................... 101
Tabel 3.7 Daftar Subkawasan di Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan
Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat ................................................. 102
Tabel 3.8 Daftar Subkawasan di Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari .... 103
Tabel 3.9 Daftar Subkawasan di Kawasan (32.1) Strategis Migas
Manokwari – Bintuni .................................................................................. 104
Tabel 3.10 Daftar Subkawasan di Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak ................ 105
Tabel 3.11 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire ............ 106
Tabel 3.12 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika ............ 107
Tabel 3.13 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.3)Pertumbuhan Baru Wamena ......... 107
Tabel 3.14 Daftar Subkawasan di Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru
Jayapura – Skouw ....................................................................................... 108
Tabel 3.15 Daftar Subkawasan di Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru
Merauke – Salor – Muting – Tanah Merah ................................................ 109
Tabel 3.16 Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek dalam Kawasan 29.1
Kawasan Morotai – Tobelo ........................................................................ 172
Tabel 3.17 Perkiraan Indikasi Pagu KPJM dan Program New Development
Tahun 2018 – 2020 ..................................................................................... 214
Tabel 3.18 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2018 ...................................... 215
Tabel 3.19 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2019 ...................................... 216
Tabel 3.20 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2020 ...................................... 216
Tabel 3.21 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
berdasarkan Kawasan Pengembangan Tahun 2018 – 2020 ....................... 217
xii
Tabel 3.22 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
berdasarkan Dukungan Prioritas Nasional Tahun 2018 – 2020 ................. 218
xiii
BAB
I
PENDAHULUAN
1 BAB I
PENDAHULUAN
Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu
perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah dan menjaga
kelestarian hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat dibutuhkan untuk
mengkaji kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik, dan geografis secara terpadu yang
berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Penerapan konsep pengembangan
wilayah harus disesuaikan dengan potensi, permasalahan, dan kondisi nyata wilayah
bersangkutan.
Kepulauan Maluku dan Papua merupakan wilayah yang identik dengan bagian Indonesia
timur. Keduanya terletak pada lempeng Australia. Luas Kepulauan Maluku diketahui
2
sekitar 78.896,53 km dengan jumlah pulau sebanyak 2.896. Sedangkan Pulau Papua
2
memiliki luas yang jauh lebih besar, yakni 418.707,7 km yang terdiri dari 2.543 pulau.
Total persentase luas wilayah keduanya adalah 26% terhadap keseluruhan luas wilayah
Indonesia (BPS, 2016). Kegiatan perekonomian di kedua kepulauan tersebut, salah
satunya didukung oleh sektor utama yang sama, yakni sumber daya alam wilayahnya
yang melimpah.
Sumber daya alam yang dimiliki Kepulauan Maluku dan Papua sangat beragam.
Beberapa potensi yang sudah dikembangkan adalah pada sektor pertambangan di Pulau
Papua dan perikanan di Kepulauan Maluku. Adapun sektor lain yang kini tengah
1
digalakkan untuk dikembangkan adalah potensi pada sektor pariwisata alam pesisir di
kedua wilayah. Sektor-sektor tersebut diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi para
investor untuk menanamkan modalnya pada kedua kepulauan tersebut.
2
sumber perekonomian utama wilayah. Gugusan Kepulauan Maluku diapit oleh Pulau
Sulawesi di sebelah barat dan Pulau Papua di bagian Timur. Pada bagian utara,
Kepulauan Maluku berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik. Di antara Provinsi
Maluku dan Maluku Utara dipisahkan oleh Laut Seram. Pada bagian selatan, wilayah
Kepulauan Maluku dibatasi oleh Laut Arafura dan Samudera Indonesia.
3
Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak pada 3° LU - 3° LS dan 124° -
129° BT, serta terbentang dari utara ke selatan sepanjang 770 km dan dari barat ke
timur sepanjang 660 km. Secara keseluruhan, Provinsi Maluku Utara memiliki luas
2
wilayah sebesar 31.982,5 km . Dapat dikatakan bahwa wilayah perairan mendominasi
wilayah provinsi ini sebesar 76,28%. Pada wilayah perairan Provinsi Maluku Utara
tersebut, terdapat 1.474 buah pulau yang terdiri dari pulau berpenghuni dan pulau tidak
berpenghuni. Komposisi gugusan pulau-pulau tersebut terdiri dari pulau-pulau besar
dan kecil. Adapun pulau yang tergolong besar diantaranya adalah Pulau Halmahera dan
pulau-pulau yang ukurannya relatif sedang antara lain Pulau Obi, Pulau Taliabu, Pulau
Bacan, dan Pulau Morotai. Pulau-pulau berukuran relatif kecil yaitu Pulau Ternate,
Tidore, Makian, dan Gebe.
4
Provinsi Maluku merupakan gugusan pulau dengan segala keterkaitan yang
berjalan mengikuti pola aktivitas penduduk di bidang ekonomi dan interaksi sosial.
Keterkaitan wilayah di dalam Provinsi Maluku diwujudkan dalam pola interaksi antar
pusat-pusat pertumbuhan dan permukiman di wilayah yang memiliki hierarki/jenjang
sehingga membentuk pola jaringan transportasi wilayah secara regional. Berdasarkan
analisis pola pergerakan penduduk dan barang, maka jaringan pelayanan transportasi
internal wilayah Provinsi Maluku didasarkan pada pembagian orientasi gugus pulau.
Adapun pembagiannya terdiri dari 12 gugus pulau.
Tabel 1.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku Tahun 2014
No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
1 Maluku Tenggara Barat 108.665 10,40
2 Maluku Tenggara 98.073 28,76
5
No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
3 Maluku Tengah 367.177 31,67
4 Buru 120.181 21,99
5 Kepulauan Aru 88.739 14,16
6 Seram Bagian Barat 168.134 41,55
7 Seram Bagian Timur 104.902 26,54
8 Maluku Barat Daya 71.707 15,65
9 Buru Selatan 57.188 15,13
10 Kota Ambon 379.615 1.006,94
11 Kota Tual 64.032 251,71
Provinsi Maluku 1.628.413 30,05
Sumber: BPS Provinsi Maluku, 2015
Pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk di wilayah perkotaan
lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk di wilayah perdesaan. Hal itu terjadi
terutama di ibukota provinsi, yakni Kota Ambon yang juga memiliki jumlah penduduk
tertinggi, yakni 379.615 jiwa dari total 1.628.413 penduduk Provinsi Maluku pada tahun
2014. Untuk mengetahui jumlah dan kepadatan penduduk di bagian Kepulauan Maluku
lainnya, yakni Provinsi Maluku Utara, dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku Utara Tahun 2013
No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
1 Halmahera Barat 106.791 62,66
2 Halmahera Tengah 47.079 17,74
3 Kepulauan Sula 91.406 27,66
4 Halmahera Selatan 211.682 25,98
5 Halmahera Utara 173.117 44,42
6 Halmahera Timur 80.526 12,25
7 Pulau Morotai 57.565 23,25
8 Pulau Taliabu 49.510 33,68
9 Ternate 202.728 1.819,98
10 Tidore Kepulauan 94.493 57,42
Provinsi Maluku Utara 1.114.897 34,86
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2014
Kondisi Provinsi Maluku Utara juga tidak berbeda dengan apa yang terjadi di
Provinsi Maluku. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Ternate yang
2
merupakan ibukota provinsi dengan kepadatan 1.819,98 jiwa/km . Akan tetapi, jika
dilihat dari jumlah penduduk secara umum, persentase jumlah penduduk di Kota
6
Ternate berada di bawah Kabupaten Halmahera Selatan, yakni sebesar 18,98%
berbanding 18,18%. Kabupaten Halmahera Selatan memiliki luas wilayah yang lebih
besar jika dibandingkan dengan Kota Ternate.
Pada grafik tersebut, terlihat bahwa nilai IPM secara umum di Kepulauan
Maluku meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan taraf
kualitas hidup manusia setiap tahunnya. Provinsi Maluku memiliki nilai IPM yang lebih
tinggi dibandingkan dengan Provinsi Maluku Utara. Salah satu faktor utama lebih
tingginya nilai IPM di Provinsi Maluku adalah sudah lebih stabilnya pemerintahan di
Provinsi Maluku, dibandingkan Provinsi Maluku Utara yang notabene merupakan
provinsi baru. Angka kesempatan hidup di Provinsi Maluku mengungguli angka yang
dimiliki oleh Provinsi Maluku Utara. Hal tersebut dapat dikarenakan masih sulit
diaksesnya beberapa wilayah di Provinsi Maluku Utara yang berkarakter pulau-pulau
kecil. Namun, pada sektor pendidikan, jika dilihat dari rata-rata lama sekolah, Provinsi
Maluku Utara lebih unggul dibandingkan dengan Provinsi Maluku. Pembangunan
infrastruktur merupakan jawaban atas permasalahan – permasalahan yang ada di
Provinsi tersebut, upaya pemerintah dalam membangun kualitas sumber daya manusia
harus didukung oleh pembangunan infrastruktur yang merata di setiap wilayah negara
Indonesia.
7
Gambar 1.3 Grafik IPM Kepulauan Maluku Tahun 2011-2015
66,74 67,05
66,09 65,91
65,43 65,18
64,75 64,78
63,93
63,19
Sumber: Hasil olahan data BPS Maluku dan Maluku Utara, 2016
C. Perekonomian Wilayah
Perekonomian Wilayah Kepulauan Maluku memiliki 2 (dua) sektor utama yang
menjadi potensi unggulan, yaitu sektor pertanian terutama perikanan, sektor
pertambangan terutama nikel dan tembaga, serta sektor pariwisata, terutama
pariwisata bahari. Berdasarkan RPJMN 2015-2019, potensi dan keunggulan wilayah
Kepulauan Maluku dijelaskan sebagai berikut.
8
kontribusi sektor-sektor tersebut dalam memajukan perekonomian lokal kurang
optimal. Hal ini merupakan peluang investasi bagi investor untuk pengembangan
usaha disektor pertambangan di Wilayah Kepulauan Maluku.
Potensi pariwisata bahari di Wilayah Kepulauan Maluku antara lain taman laut
yang tersebar terutama di Provinsi Maluku. Selain itu Wilayah Kepulauan Maluku
juga mempunyai aneka ragam adat istiadat dan budaya yang apabila seluruh
potensi pariwisata tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, akan menjadikan
Wilayah Kepulauan Maluku sebagai salah satu tujuan utama pariwisata di
Indonesia bahkan dunia. Selama kurun waktu 2011-2013, jumlah kunjungan
wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara, ke Wilayah
Kepulauan Maluku meningkat pesat dari 16.004 wisatawan pada tahun 2011
menjadi 53.260 wisatawan pada tahun 2013.
Berdasarkan potensi dan keunggulan Wilayah Kepulauan Maluku, tema besar
Pembangunan Wilayah Kepulauan Maluku sebagai:
Produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional;
Percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui
pengembangan industri berbasis komoditas perikanan;
Pengembangan industri pengolahan berbasis nikel dan tembaga; dan
Pariwisata bahari.
Kepulauan Maluku berada dalam Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan
Maluku. Koridor perekonomian ini memiliki potensi sumber daya alam yang tersedia di
berbagai belahan pulau, akan tetapi terdapat beberapa masalah yang menjadi perhatian
dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Adapun pada Kepulauan
Maluku permasalahan yang harus diperhatikan, antara lain:
Rata-rata laju pertumbuhan PDRB per tahun pada tahun 2010-2015 di Kepulauan
Maluku tergolong relatif tinggi, yakni sebesar 6%, namun besaran PDRB tersebut
relatif kecil jika dibandingkan dengan koridor lainnya;
9
Gambar 1. 4 PDRB Kepulauan Maluku
70.000.000,00
60.000.000,00
50.000.000,00
Th 2010
40.000.000,00
Th 2011
30.000.000,00 Th 2012
20.000.000,00 Th 2013
10.000.000,00
-
Maluku Maluku Utara
Sumber: Hasil olahan data BPS Maluku dan Maluku Utara, 2016
10
harus diperhatikan agar proses pembangunan terus melibatkan masyarakat secara
inklusif, sehingga hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara merata oleh
masyarakat.
A. Geografi Wilayah
Pulau Papua merupakan batas ujung timur Indonesia. Di Indonesia, pulau
dengan luas wilayah daratan paling besar dibandingkan pulau lainnya adalah Pulau
2
Papua. Pulau Papua memiliki luas ± 418.707,7 km atau merupakan ± 21% dari luas
wilayah Indonesia. Seluas lebih dari 75% wilayah Pulau Papua masih tertutup oleh
hutan-hutan tropis yang lebat, dengan ±80% penduduknya masih dalam keadaan semi
terisolir di daerah pedalaman (bagian tengah Papua). Secara geografis berada diantara
° ° ° °
garis meridian 0 19’ – 10 45 LS dan antara garis bujur 130 45’ – 141 48’ BT yang
°
membentang dari Barat ke Timur dengan silang 11 atau 1.200 km.
11
pegunungan Arfak); (2) zona tengah (central high land) merupakan rangkaian
pegunungan dengan puncak yang diliputi salju dan dataran yang cukup luas (Puncak
Jaya, Lembah Jayawijaya); dan (3) zona selatan, pada umumnya terdiri dari dataran
rendah yang sangat luas (dari teluk Beraur sampai Digul fly depression). Topografinya
sangat bervariasi mulai dari yang sangat tinggi (Puncak Jaya 5.500 m, Puncak Trikora
5.160 m, dan Puncak Yamin 5.100) sampai dengan daerah rawa (lembah sungai Digul di
selatan dan lembah sungai Mamberami di sebelah utara).
Jika dilihat berdasarkan wilayah administratif, Pulau Papua terdiri dari 2 (dua)
provinsi, yakni Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Pembagian wilayah
administratif di Pulau Papua lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Pembagian
wilayah administratif di Pulau Papua lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
12
Nama Kabupaten/Kota
No. Provinsi Luas (km2)
Kabupaten Kota
6. Tambraw
7. Maybrat
8. Teluk
Wondama
9. Pegunungan
Arfak
10. Manokwari
11. Manokwari
Selatan
12. Teluk Bintuni
2. Papua 319.036,05 1. Asmat 1. Jayapura
2. Biak Numfor
3. Kepulauan
Yapen
4. Waropen
5. Sarmi
6. Keerom
7. Jayapura
8. Pegunungan
Bintang
9. Kab. Boven
Digoel
10. Yahukimo
11. Mappi
12. Jayawijaya
13. Lanny Jaya
14. Puncak
15. Puncak Jaya
16. Tolikara
17. Paniai
18. Nabire
19. Mimika
20. Mamberamo
Raya
21. Mamberamo
Tengah
13
Nama Kabupaten/Kota
No. Provinsi Luas (km2)
Kabupaten Kota
22. Nduga
23. Deiyai
24. Dogiyai
25. Intan Jaya
26. Supiori
27. Yalimo
28. Merauke
Sumber: Rencana Induk Pengembangan Infastruktur PUPR
B. Demografi Wilayah
Pada tahun 2010, jumlah penduduk yang bermukim di Kepulauan Maluku dan
Papua berjumlah tidak lebih dari 3% total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan 57,48% penduduk Indonesia yang bermukim di
Pulau Jawa. Meskipun demikian, fenomena kepadatan penduduk perkotaan lebih tinggi
dibanding perdesaan juga terjadi di Pulau Papua. Berikut ini merupakan tabel jumlah
dan kepadatan penduduk di Provinsi Papua Barat pada tahun 2015.
Tabel 1.5 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2015
No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
1 Fakfak 73.468 6,66
14
Pada Tabel 1.5, dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk di wilayah perkotaan
lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk di wilayah perdesaan. Hal itu terjadi
terutama di ibukota provinsi, yakni Kabupaten Manokwari yang juga memiliki jumlah
penduduk tertinggi, yakni 158.326 jiwa dari total 871.510 proyeksi penduduk Provinsi
Papua Barat pada tahun 2015. Untuk mengetahui jumlah dan kepadatan penduduk di
bagian Pulau Papua lainnya, yakni Provinsi Papua, dapat dilihat pada Tabel 1.6.
Tabel 1.6 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Tahun 2013
Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
No. Kabupaten/Kota
(Jiwa) (Jiwa/km²)
1 Merauke 209.980 4,43
2 Jayawijaya 203.085 87,12
3 Jayapura 118.789 8,25
4 Nabire 137.283 30,17
5 Kepulauan Yapen 88.187 17,86
6 Biak Numfor 135.080 10,38
7 Paniai 161.324 7,80
8 Puncak Jaya 112.010 45,78
9 Mimika 196.401 85,38
10 Boven Digoel 60.403 2,45
11 Mappi 88.006 3,80
12 Asmat 85.000 3,44
13 Yahukimo 175.086 11,63
14 Pegunungan Bintang 69.304 4,73
15 Tolikara 125.326 20,38
16 Sarmi 35.508 2,54
17 Keerom 51.772 5,74
18 Waropen 26.905 5,00
19 Supiori 16.976 26,77
20 Mamberamo Raya 19.776 0,71
21 Nduga 85.894 14,75
22 Lanny Jaya 161.077 46,83
Mamberamo
23 42.687 12,61
Tengah
24 Yalimo 54.911 15,01
25 Puncak 99.926 17,78
26 Dogiyai 89.327 19,75
27 Intan Jaya 43.405 18,66
15
Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
No. Kabupaten/Kota
(Jiwa) (Jiwa/km²)
28 Deiyai 66.516 7,12
29 Kota Jayapura 272.544 286,77
Provinsi Papua 3.032.488 9,58
Sumber: BPS Provinsi Papua, 2014
Kondisi Provinsi Papua juga tidak berbeda dengan apa yang terjadi di Provinsi
Papua Barat. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Jayapura yang juga
2
merupakan ibukota provinsi dengan kepadatan 286,77 jiwa/km . Kota Jayapura juga
sekaligus merupakan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi di provinsi ini.
Berbanding terbalik dengan tingginya angka kepadatan penduduk di Kota Jayapura, di
bagian Provinsi Papua lainnya terdapat Kabupaten Mamberamo Raya yang angka
2
kepadatan penduduknya hanya berkisar pada angka 0,71 jiwa/km . Kondisi tersebut
diakibatkan oleh kondisi alam kabupaten ini yang berupa pegunungan dan merupakan
tempat bermukim dari beberapa suku pedalaman Papua.
Pada grafik tersebut, terlihat bahwa nilai IPM secara umum di Pulau Papua
meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan taraf kualitas
hidup manusia setiap tahunnya. Provinsi Papua Barat memiliki nilai IPM yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Provinsi Papua. Adapun Provinsi Papua Barat mengungguli
Provinsi Papua pada setiap indikator penentu IPM, yakni angka harapan hidup, angka
harapan lama sekolah, serta pengeluaran per kapita. Karakter geografis Provinsi Papua
menjadi salah satu faktor utama lebih rendahnya angka IPM provinsi tersebut
dibandingkan Provinsi Papua Barat. Sulitnya akses konektivitas merupakan salah satu
bentuk nyata tantangan yang harus dihadapi untuk menaikkan angka IPM tersebut.
Pembangunan infrastruktur merupakan jawaban atas permasalahan – permasalahan
yang ada di Provinsi tersebut, upaya pemerintah dalam membangun kualitas sumber
daya manusia harus didukung oleh pembangunan infrastruktur yang merata di setiap
wilayah negara Indonesia.
16
Gambar 1.6 Grafik IPM Pulau Papua Tahun 2011-2015
61,73
60,91 61,28
59,90 60,30
57,25
56,75
56,25
55,55
55,01
C. Perekonomian Wilayah
Wilayah Papua sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia berdasarkan
RPJMN 2015-2019 memiliki potensi sumber daya alam sangat besar di sektor
pertambangan, migas, dan pertanian. Potensi dan keunggulan wilayah di Pulau Papua
dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut.
17
o Emas, perak, dan tembaga merupakan hasil tambang yang sangat potensial untuk
dikembangkan di Wilayah Papua karena memiliki lebih dari 45% cadangan tembaga
nasional yang sebagian eksplorasi dan pengolahannya terpusat di Timika
(Kabupaten Mimika). Cadangan bijih tembaga di Wilayah Papua diperkirakan
sekitar 2,6 milliar ton. Sementara itu, cadangan logam tembaga hanya sekitar 25
juta ton. Bahan tambang dan galian yang menjanjikan potensi lainnya adalah bijih
nikel, pasir besi, dan emas. Bijih nikel terdapat di daerah Tanah Merah, Jayapura.
Sebagian besar dari sumber daya tersebut masih dalam indikasi dan belum
dieksploitasi. Penambangan pasir besi, bijih tembaga, dan emas berlokasi di tempat
yang sama dengan penambangan biji tembaga di Timika.
o Pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food dan Energy Estate) dialokasikan
seluas 1,2 juta ha yang terdiri dari 10 Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP).
Empat Klaster Sentra Produksi Pertanian yang dikembangkan yaitu: Greater
Merauke, Kali Kumb, Yeinan, dan Bian di Kabupaten Merauke. Untuk jangka
menengah (kurun waktu 2015 – 2019) diarahkan pada terbangunnya kawasan
sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan
perkebunan, serta perikanan darat di Klaster Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji.
Sedangkan untuk jangka panjang (kurun waktu 2020 – 2030) diarahkan pada
terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura,
peternakan dan perkebunan.
o Potensi unggulan pertanian tanaman pangan di wilayah Papua meliputi komoditi
padi, palawija dan hortikultura. Tanaman palawija terdiri dari komoditi jagung, ubi
kayu, ubi jalar, buah merah kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau.
Sedangkan hortikultura terdiri dari komoditi sayur-sayuran serta buahbuahan.
Berdasarkan data BPS tahun 2013, produksi tanaman pangan di Wilayah Papua
terdiri dari produksi jagung sebesar 9.107 ton dari luas panen 4.255 ha, produksi
padi mencapai 199.362 ton dari luas panen 58.634 ha, produksi kedelai mencapai
5.219 ton dari luas panen sebesar 4.367 ha, produksi kacang tanah mencapai 2.693
ton dari luas panen sebesar 2.551 ha, produksi sagu sebesar 7.319 ton dari luas
panen 7.608 ha, dan produksi ubi jalar mencapai 455.742 ton dari luas panen
sebesar 34.100 ha (2012), serta ubi kayu yang memiliki produksi mencapai 51.120
ton dari luas panen 4.253 ha.
o Tanaman perkebunan di wilayah Pulau Papua dengan produksi dan luas areal
terbesar adalah kelapa sawit, kelapa, coklat, dan kopi. Penyebaran untuk produksi
kelapa sawit, kelapa dan kopi terbesar terdapat di Provinsi Papua. Perkembangan
perkebunan kelapa sawit cukup tinggi karena ekspansi perkebunan sawit banyak
dikembangkan di wilayah Papua. Selain kelapa sawit, produksi perkebunan karet di
Wilayah Papua secara keseluruhan cukup besar. Produksi karet di Wilayah Papua
mengalami peningkatan selama periode 2009-2013. Pada tahun 2013, produksi
18
karet di Wilayah Papua mencapai 2.308 ton dengan dominasi produksi dari Provinsi
Papua sebesar 2.281 ton. Wilayah Papua juga sangat berpotensi untuk menjadi
penghasil tebu yang besar karena memiliki lahan untuk produksi tebu terluas di luar
Jawa yaitu sebesar 500.000 ha atau 47% dari total lahan tebu di luar Pulau Jawa.
o Sedangkan untuk peternakan besar di Wilayah Papua, jumlah populasi terbesar
adalah babi, sapi potong, dan kambing. Sebaran populasi ternak babi terbesar di
Provinsi Papua sebesar 577.407 ekor di tahun 2012. Secara umum, jumlah populasi
untuk ternak, sebagian besar terdapat di Provinsi Papua dibandingkan di Provinsi
Papua Barat.
o Potensi perikanan dan kelautan di Wilayah Pulau Papua sangat melimpah. Wilayah
Papua memiliki teritorial perairan yang luas sekaligus memiliki potensi berbagai
jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor perikanan dan kelautan
menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Papua sumber Pendapatan Asli
Daerah. Oleh karena itu sektor ini mempunyai peluang yang sangat luas untuk terus
dipacu perkembangannya. Sebagian besar produksi perikanan terdiri dari perikanan
tangkap laut yang berada di Provinsi Papua. Selain itu terdapat juga potensi
perikanan budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina
padi). Sementara itu, perikanan budidaya laut terbesar terdapat di Provinsi Papua
Barat, sedangkan untuk perikanan budidaya kolam terbesar berada di Provinsi
Papua.
o Selain pengembangan sektor primer, Wilayah Papua juga memiliki beberapa
potensi untuk pengembangan sektor sekunder dan tersier. Di sektor sekunder,
untuk meningkatkan nilai tambah sektor unggulan, wilayah Papua memiliki potensi
untuk didirikan industri pengolahan sektor unggulan (industri hilir) terutama
industri buah merah, kakao dan kelapa, industri pengolahan turunan hasil
pertanian dan perikanan serta industri pertambangan, minyak dan gas. Sementara
di sektor tersier, dapat dikembangkan sektor pariwisata terutama wisata alam,
bahari dan budaya yang merupakan tujuan wisatawan mancanegara maupun
wisatawan lokal yang salah satunya terdapat di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat.
Berdasarkan potensi dan keunggulan wilayah yang sudah disebutkan di atas,
maka tema besar pembangunan Wilayah Papua, sebagai berikut:
19
o Peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan untuk pembangunan
rendah karbon;
o Penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat; dan
o Pengembangan kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis wilayah
kampung masyarakat adat, melalui percepatan peningkatan kualitas sumberdaya
manusia Papua yang mandiri, produktif, dan berkepribadian.
Pulau Papua berada dalam Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku.
Koridor perekonomian ini memiliki potensi sumber daya alam yang tersedia di berbagai
belahan pulau, akan tetapi terdapat beberapa masalah yang menjadi perhatian dalam
rangka mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Adapun pada wilayah Pulau Papua
permasalahan yang harus diperhatikan, antara lain:
o Secara umum Pemerintah Provinsi di Wilayah Pulau Papua telah cukup berhasil
dalam menurunkan jumlah penduduk miskin, namun masih berada di atas angka
kemiskinan nasional;
o Distribusi pendapatan antar golongan masyarakat seluruh provinsi di Pulau Papua
mengalami kenaikan kesenjangan pendapatan antar golongan. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian agar proses pembangunan terus lebih melibatkan
masyarakat secara inklusif, sehingga hasil-hasil pembangunan tersebut dapat
dinikmati secara merata oleh masyarakat;
o Jika dibandingkan, maka pendapatan dari Provinsi Papua lebih besar dibanding
dengan Provinsi Papua Barat, sehingga pada dasarnya diperlukan optimalisasi dan
peningkatan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk dapat
meningkatkan pendapatan daerah Provinsi Papua Barat. Pemberdayaan sumber
daya manusia yang baik dapat meningkatkan pengembangan ekonomi lokal daerah
tersebut.
20
Gambar 1. 7 PDRB Pulau Papua
140000000,0
120000000,0
100000000,0
Th 2010
80000000,0
Th 2011
60000000,0 Th 2012
40000000,0 Th 2013
20000000,0
-
Papua Papua Barat
Sumber: BPS Papua dan Papua Barat, 2017
21
Gambar 1.8 PDRB Provinsi Maluku Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas
Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
8.000.000,00
7.000.000,00
6.000.000,00
5.000.000,00
Tahun 2010
4.000.000,00
Tahun 2011
3.000.000,00
Tahun 2012
2.000.000,00 Tahun 2013
1.000.000,00 Tahun 2014
0,00 Tahun 2015
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku atas dasar harga
konstan pada tahun 2010-2015 menurut lapangan usaha bergerak dengan baik. Hal
tersebut ditandai dengan adanya peningkatan rata-rata selama 2 tahun terakhir sebesar
4,06% pertahunnya. Sektor jasa-jasa konsisten menjadi kontributor terbesar dalam
PDRB. Pada tahun 2015, kontribusinya terhadap keseluruhan nilai PDRB mencapai
29,41%. Sektor pertanian dan perikanan yang menjadi unggulan di Kepulauan Maluku
berada di bawah sektor jasa-jasa dengan persentase kontribusi sebesar 23,79% pada
tahun 2015. Komoditas utama pada sektor lapangan usaha tersebut antara lain kelapa,
coklat, dan cengkeh dari sektor perkebunan. Pada sektor produksi hasil hutan terdapat
minyak putih dan kayu bulat, sedangkan komoditas unggulan pada sektor perikanan
adalah penangkapan ikan laut. Adapun sektor pertambangan yang diharapkan dapat
menjadi salah satu penyumbang utama dalam PDRB dari sektor eksplorasi sumber daya
alam, mengalami penurunan pada tahun 2014-2015 sebesar 0,96%.
Pada Gambar 1.9 di bawah dapat dilihat bahwa terjadi perkembangan IPM
pada seluruh kota/kabupaten di Provinsi Maluku. Terdapat penurunan nilai IPM pada
tahun 2013 menuju tahun 2014. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan
metode penghitungan IPM pada tahun tersebut. Akan tetapi, tren kenaikan IPM tetap
positif pada tahun 2014 menuju tahun 2015. Adapun kenaikan rata-rata nilai IPM
22
setelah menggunakan metode penghitungan baru pada periode tahun 2014-2015
adalah sebesar 0,82%. Nilai IPM tertinggi masih terdapat pada Kota Ambon. Posisi
Ambon sebagai ibukota provinsi sekaligus berperan sebagai PKN menjadikan kota
tersebut memiliki standar dalam memenuhi kebutuhan kegiatan-kegiatan dengan skala
nasional, sehingga juga dapat melayani beberapa provinsi. Setelah Kota Ambon,
terdapat Kota Tual, yang baru telah memisahkan diri dari Kabupaten Maluku Tenggara
pada tahun 2007. Kota tersebut telah berkembang menjadi salah satu poros maritim
dengan potensi unggulannya di bidang bahari dan perikanan. Tumbuhnya potensi
tersebut turut serta menjadi pendorong pembangunan berbagai aspek perkotaan,
termasuk naiknya IPM di Kota Tual.
1. Kesultanan Bacan;
2. Kesultanan Jailolo;
23
3. Kesultanan Tidore; dan
4. Kesultanan Ternate.
Secara umum, sektor yang menjadi unggulan berdasarkan data PDRB Tahun
2010-2015 adalah sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan. Nilai PDRB sektor
tersebut pada tahun 2011-2012 mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yakni
sebesar 10,59%. Kenaikan tersebut sekaligus menjadikan sektor pengolahan sumber
daya alam khususnya pertanian dan perikanan laut sebagai sektor penggerak ekonomi
utama di Provinsi Maluku Utara. Hal tersebut didukung dengan pengembangan KEK
Morotai yang salah satu kegiatan utamanya adalah industri pengolahan perikanan.
Gambar 1.10 PDRB Provinsi Maluku Utara Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-
2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
5.000.000,00
4.500.000,00
4.000.000,00
3.500.000,00
3.000.000,00
2.500.000,00 Tahun 2010
2.000.000,00 Tahun 2011
1.500.000,00
Tahun 2012
1.000.000,00
500.000,00 Tahun 2013
0,00 Tahun 2014
Tahun 2015
24
Terdapat persamaan pada pola pergerakan angka IPM di Provinsi Maluku dan
Maluku Utara pada tahun 2010-2015, yakni tren angka IPM bergerak positif. Hal
tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.11. Kecenderungan yang sama juga terjadi, yakni
angka IPM perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah kabupaten
disekitarnya. Dapat dilihat bahwa Kota Ternate memiliki rata-rata angka IPM tertinggi
pada tahun 2010-2015 di Provinsi Maluku Utara, yakni 76,27. Setelah Kota Ternate,
angka IPM tertinggi dimiliki oleh Kota Tidore Kepulauan dengan rata-rata pada tahun
2010-2015 adalah 65,86. IPM Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2015 adalah
69,55 poin, hanya Kota Ternate di Provinsi Maluku Utara yang dapat melampaui angka
tersebut. Kondisi tersebut didukung oleh penyediaan prasarana kesehatan dan
pendidikan yang baik di Kota Ternate.
40 Tahun 2011
30 Tahun 2012
20 Tahun 2013
Tahun 2014
10
Tahun 2015
0
25
sedangkan satu-satunya industri tradisional tenun ikat yang disebut kain Timor
dihasilkan di kabupaten Sorong Selatan. Selain itu, wisata alam juga menjadi salah satu
andalan Papua Barat, seperti Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang berlokasi di
Kabupaten Teluk Wondama. Taman Nasional ini membentang dari timur Semenanjung
Kwatisore sampai utara Pulau Rumberpon dengan panjang garis pantai 500 km, luas
darat mencapai 68.200 ha dan luas laut 1.385.300 ha (80.000 ha kawasan terumbu
karang dan 12.400 ha lautan).
Gambar 1.12 PDRB Provinsi Papua Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015
Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
18.000.000,00
16.000.000,00
14.000.000,00
12.000.000,00
10.000.000,00
8.000.000,00 Tahun 2010
26
Berdasarkan grafik IPM di Provinsi Papua Barat dalam kurun waktu tahun 2010-
2015, rata-rata pertumbuhan mencapai 8,37 poin pertahunnya. Pembangunan manusia
merupakan tolak ukur sebagai dampak dari tingkat kontribusi pendidikan yang baik,
standar hidup layak dan angka harapan hidup di daerah tersebut. Angka IPM paling
tinggi terdapat di Kota Sorong yang dikenal sebagai Kota Minyak. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kondisi pembangunan infrastruktur yang turut berkonstribusi pada
terlaksananya pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat.
70
60
50
Tahun 2010
40 Tahun 2011
30 Tahun 2012
Tahun 2013
20
Tahun 2014
10
Tahun 2015
0
PDRB Provinsi Papua atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha
bergerak positif dengan terus mengalami peningkatan, jika dilihat berdasarkan Produk
27
Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2015. Berdasarkan PDRB tahun 2010-
2015, sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang mendominasi
pendapatan regional Provinsi Papua. Rata-rata kontribusi sektor tersebut terhadap
PDRB provinsi adalah sebesar 44,76%, jauh mengungguli sektor-sektor lainnya. Sektor
pertambangan dan penggalian tetap mendominasi PDRB walaupun terdapat gejolak
dalam peraihan pendapatan setiap tahunnya. Penurunan persentase sektor tersebut
terhadap PDRB dibarengi dengan kenaikan di sektor-sektor lainnya. Kenaikan kontribusi
paling signifikan diperlihatkan oleh sektor bangunan yang diikuti oleh sektor jasa-jasa.
Adapun pada sektor-sektor lainnya, memperlihatkan kenaikan persentase walau tidak
signifikan, sedangkan sektor lainnya cenderung stagnan.
Gambar 1.14 PDRB Provinsi Papua Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas
Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
70.000.000,00
60.000.000,00
50.000.000,00
40.000.000,00
30.000.000,00 Tahun 2010
20.000.000,00 Tahun 2011
10.000.000,00
Tahun 2012
0,00
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
28
IPM di kabupaten tersebut. Distribusi pembangunan infrastruktur merupakan salah satu
jawaban terhadap tantangan peningkatan taraf pembangunan manusia.
Sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan
sumber daya air harus dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan
lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air secara
29
berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kewenangan pengelolaan
sumber daya air berada pada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
A. Kepulauan Maluku
Satu diantara infrastruktur Sumber Daya Air yang ada di Kepulauan Maluku
adalah waduk/bendungan. Hingga saat ini Indonesia memiliki 286 buah bendungan
3
dengan volume tampungan sekitar 14.925,72 Miliar m , dimana yang telah
dimanfaatkan untuk PLTA sebesar 4.092,3 MW dan air baku dengan kapasitas 21.321
l/detik. Dari sekitar 286 bendungan tersebut, kapasitas tampungan air dan pemanfaatan
airnya belum mencapai angka 10% dari total kebutuhan air irigasi teknis dan belum
mencapai angka 7% dari seluruh potensi pembangkit listrik tenaga air. Pada tahun 2015
terdapat 2 (bendungan), yakni masing-masing 1 (satu) di Provinsi Maluku dan Provinsi
3 3
Maluku Utara dengan kapasitas waduk 275.000 m dan 4.969.700 m . Adapun total luas
3
genangan adalah 42.000 m .
Selain bendungan, terdapat infrastruktur bendung yang berfungsi dalam
meninggikan elevasi muka air dari sungai, sehingga dapat disadap dan dialirkan ke
bangunan pengambilan (intake infrastructure). Pada Kepulauan Maluku terdapat 2 (dua)
bendung yang tepatnya berada pada Provinsi Maluku. Guna menghindari kekurangan air
pada musim kemarau, terdapat setidaknya 38 embung pada Provinsi Maluku Utara dan
1 embung pada Provinsi Maluku Utara.
B. Pulau Papua
Hingga tahun 2015, berdasarkan data statistik Kementerian PUPR, tidak
terdapat bendungan di Pulau Papua. Untuk mendapatkan manfaat dari penyediaan
infrastruktur bendungan, di Pulau Papua telah direncanakan pembangunan Bendungan
30
Baliem di Provinsi Papua. Rencana tersebut masuk ke dalam proyek strategis
pembangunan 65 bendungan tahun 2014-2019.Untuk mendukung ketersediaan air baku
dan air minum, dibutuhkan infrastruktur bendung yang akan meninggikan elevasi muka
air dan mengalirkan ke bangunan pengambilan (intake infrastructure). Pada Pulau Papua
terdapat 4 (empat) bangunan bendung tepatnya di Provinsi Papua. Untuk
menanggulangi kekurangan air pada musim kemarau, dibangun infrastruktur embung.
Utamanya embung tersebut digunakan sebagai kolam tampungan air hujan dan air
limpahan atau air rembesan. Pulau Papua memiliki 21 buah embung yang tersebar di
Provinsi Papua Barat sebanyak 13 buah dan 8 buah di Provinsi Papua.
A. Kepulauan Maluku
Berdasarkan Buku Statistik Infrastruktur PUPR 2015, pada Kepulauan Maluku
terdapat 1.066,65 km jalan nasional di Provinsi Maluku dan 511,89 km jalan nasional di
Provinsi Maluku Utara. Kondisi jalan nasional di Kepulauan Maluku secara umum
31
tergolong baik, yaitu terdapat 89,26% jalan tergolong baik di Provinsi Maluku dan
97,05% jalan yang digolongkan baik di Provinsi Maluku Utara. Secara umum, jalan
nasional di Kepulauan Maluku tergolong dalam kondisi mantap. Panjang jalan dengan
kondisi mantap di Provinsi Maluku adalah 1.026,25 km atau sebesar 96,21%. Sedangkan
pada Provinsi Maluku Utara terdapat 510,99 km jalan nasional dengan kondisi mantap
atau memiliki persentase sebesar 99,82%. Kondisi jalan nasional dengan kondisi mantap
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dengan kondisi tersebut, diharapkan dapat
mendorong konektivitas yang semakin baik di sektor transportasi. Saat ini pembangunan
jalan dilakukan salah satunya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah, seperti
yang akan dilaksanakan di Provinsi Maluku Utara, yakni Pembangunan Jalan Lingkar
Pulau Morotai untuk mendukung pengembangan KEK Morotai.
B. Pulau Papua
Jalan nasional di Pulau Papua berdasarkan Buku Statistik Infrastruktur PUPR
2015, memiliki panjang 963,24 km di Provinsi Papua Barat dan 2.111,44 di Provinsi
Papua. Sementara itu, kondisi jalan nasional tersebut tergolong cukup baik pada Provinsi
Papua Barat dengan persentase jalan tergolong baik sebesar 70,91%. Sedangkan pada
Provinsi Papua, jalan dengan kondisi sedang mendominasi sebesar 52,15%. Konektivitas
menjadi isu utama pada Pulau Papua secara umum, terutama pada Provinsi Papua
dimana secara geografis wilayahnya berada pada wilayah pegunungan. Secara umum,
jalan nasional di Pulau Papua tergolong dalam kondisi mantap. Panjang jalan dengan
kondisi mantap di Provinsi Papua Barat adalah 810,87 km atau sebesar 84,18%.
Sedangkan pada Provinsi Papua terdapat 1.871,10 km jalan nasional dengan kondisi
mantap atau memiliki persentase sebesar 88,62%. Jalan nasional dengan kondisi
mantap diharapkan meningkat persentasenya dari tahun ke tahun, sehingga dapat
mendorong konektivitas antar wilayah yang semakin baik. Upaya mendukung
konektivtias antar wilayah di Pulau Papua salah satunya adalah Pembangunan Jalan
Trans Papua dengan total panjang 4.330,07 km.
32
perkotaan melayani seluruh provinsi di Indonesia dengan persentase penduduk yang
terlayani sebesar 18,31% atau 41,86 juta jiwa.
A. Kepulauan Maluku
Pada Kepulauan Maluku, untuk melayani 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku
dan 8 kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara, terdapat masing-masing 18 unit SPAM.
Jika dibandingkan, cakupan pelayanan SPAM di Kepulauan Maluku lebih besar pada
Provinsi Maluku Utara, yakni 31,88% dibandingkan dengan Provinsi Maluku dengan
12,75%. Angka tersebut masih tergolong rendah yang beberapa diantaranya disebabkan
oleh pengelolaan pelayanan yang kurang efisien dan kurangnya pendanaan untuk
pengembangan sistem.
Selain permasalahan dalam penyediaan air minum, tantangan yang harus
dihadapi dalam mencapai target MDGs adalah penataan permukiman kumuh. Pada
tahun 2015, Kota Ternate di Provinsi Maluku Utara masuk ke dalam prioritas
penanganan kawasan permukiman kumuh. Penanganan permukiman kumuh pada area
perkotaan dilakukan dengan pola pencegahan dan peningkatan kualitas.
B. Pulau Papua
Pelayanan SPAM pada Pulau Papua, melayani 11 kabupaten/kota pada Provinsi
Papua Barat dan 28 kabupaten/kota pada Provinsi Papua. Pada Provinsi Papua Barat,
jaringan SPAM didukung oleh 35 unit jaringan, sedangkan Provinsi Papua didukung oleh
70 unit jaringan. Cakupan pelayanan SPAM di Pulau Papua masih sangat minim. Hal
tersebut terlihat berdasarkan persentase cakupan pelayanan SPAM di Papua Barat yang
hanya sebesar 18,78% dan pada Provinsi Papua hanya mencakup 7,04% penduduk.
33
Rendahnya cakupan pelayanan masih merupakan tantangan utama dalam sektor
penyediaan air minum.
Pada tahun 2015, terdapat 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di 3 (tiga)
provinsi. Salah satu provinsi yang akan dibangun PLBN adalah Provinsi Papua, tepatnya
pada Skouw, Kota Jayapura. PLBN Skouw merupakan salah satu pintu perbatasan
Indonesia dengan Papua Nugini. Pengembangan PLBN diantaranya meliputi
pembangunan gedung PLBN, wisma negara, kantor pemerintahan, monumen Pancasila,
area parkir, masjid atau sarana ibadah, peningkatan kapasitas jalan dan lain-lain.
34
Gambar 1.19 Tipikal Rumah Khusus
35
1.3.1 Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki rencana
pembangunan jangka panjang yang dinamakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional yang didukung oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Rencana - rencana
ini akan menjadi panduan utama dalam melaksanakan pembangunan nasional. Visi dari
pembangunan nasional yang harus dicapai adalah “INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU,
ADIL DAN MAKMUR” Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 itu mengarah pada
pencapaian tujuan nasional, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus
dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat kemandirian, kemajuan, keadilan dan
kemakmuran yang ingin dicapai. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional
tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:
36
pengetahuan dan teknologi dan industri serta terlaksananya penataan kelembagaan
ekonomi untuk mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, penguasaan, dan
penerapan teknologi oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Dengan demikian
maka dapat disimpulkan bahwa prioritas pembangunannya adalah meningkatkan
potensi yang dimiliki sehingga juga memiliki daya saing dengan negara lain.
37
industri komoditas lokal perkebunan, peternakan, kehutanan; hilirisasi industri
pertambangan, migas dan tembaga; penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan
daerah dan masyarakat; percepatan pengembangan pariwisata budaya dan alam;
peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan; dan pengembangan
kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis wilayah kampung masyarakat
adat.
38
b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET)
Dalam rangka mendukung pemerataan pertumbuhan dengan memanfaatkan
potensi sumber daya alam lokal dan memiliki daya saing tinggi, maka
diperlukan strategi sebagai berikut:
1) Menyiapkan kawasan pengelolaan klaster-klaster komoditas unggulan
kawasan berupa perikanan tangkap (ikan pelagis dan ikan demersal) dan
perkebunan (kelapa, cengkeh, pala, cokelat, dan kopi);
2) Meningkatkan produktivitas produk turunan dari kelapa, kakao, cengkih,
dan pala.
2. Percepatan Penguatan Konektivitas
Peningkatan konektivitas antara pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku
dan Maluku Utara dengan daerah sekitarnya, yaitu daerah tertinggal (Kabupaten
Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Maluku Tengah),
kawasan minapolitan (Pulau Geser, Pulau Gorom, Pulau Boano), kawasan
agropolitan (Kaloa, Warasiwa), kawasan industri yang direncanakan di Masohi,
serta KEK Morotai sebagai penunjang dalam peningkatan kinerja pembangunan
ekonomi kawasan dilakukan melalui:
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
1) Pengembangan dan rehabilitasi Bandar Udara Morotai, Bandar Udara di
Tual, dan Bandar Udara Sultan Babullah di Ternate;
2) Pengembangan Pelabuhan Sofifi-Kaiyasa; dan
3) Pembangunan terminal tipe A di Sofifi.
b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET)
1) Pembangunan fasilitas Pelabuhan Laut Ambon, Pelabuhan Tobelo,
Pelabuhan Matui-Jailolo dan Pelabuhan Labuha/Babang;
2) Pembangunan dermaga kapal di Waisamu, Pelabuhan Pengumpul Dokyar,
Pelabuhan Areate, dermaga laut di Makariki, pelabuhan kontainer di
Passo, dermaga penyeberangan Fatkayon, dermaga penyeberangan Gane
Timur, dermaga penyeberangan Bicoli-Maba Selatan, dermaga
penyeberangan Weda dan dermaga Ferry Airmanang;
3) Pengembangan Pelabuhan Sofifi-Kaiyasa, Pelabuhan Subaim, Pelabuhan
Malbufa, Pelabuhan Tikong, Pelabuhan Wayaluar-Obi, Pelabuhan Saketa,
Pelabuhan Bosua; dan
4) Pengembangan dan rehabilitasi Bandar Udara Oesman Sadik Labuha dan
Lapangan Terbang Kawa.
3. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
39
1) Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola dan Administrator KEK
Morotai dan Pengelola Kawasan Industri di Maluku dalam bidang
perencanaan, penganggaran dan pengelolaan kawasan;
2) Pengembangan sarana prasarana pendidikan dan tenaga terampil untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja, khususnya di bidang perikanan,
perkebunan, perdagangan dan logistik;
3) Penyiapan tenaga kerja berkualitas di sekitar kawasan dalam bidang
industri pengolahan berteknologi tinggi;
4) Peningkatan koordinasi antara Badan Pengelola KEK, pemerintah pusat,
dan pemerintah daerah; dan
5) Pembangunan Science Park berteknologi tinggi sebagai sarana
peningkatan kualitas SDM kawasan.
b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET)
1) Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola KAPET Seram di bidang
perencanaan, penganggaran dan pengelolaan kawasan;
2) Memberikan pembinaan kelembagaan yang mendukung perubahan pola
pikir bisnis berorientasi daya saing secara komparatif dan kompetitif;
3) Pengembangan sarana prasarana pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan kualitas SDM pengelola komoditas unggulan agroindustri,
peternakan, perikanan, distribusi dan pemasaran;
4) Pembangunan Technology Park bidang pangan dan maritim untuk
meningkatkan inovasi teknologi.
4. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
1) Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan karakteristik wilayah
dan kompetitif, antara lain fasilitas fiskal disemua bidang usaha,
pembebasan PPN dan PPNBM untuk bahan dan barang impor yangakan
diolah dan digunakan di KEK;
2) Membuat regulasi terkait dengan pelimpahan kewenangan antara pusat,
daerah dan instansi terkait kepada administrator kawasan-kawasan
pertumbuhan; dan
3) Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem
Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi secara Elektronik (SPIPISE)
bidang perindustrian, perdagangan, pertanahan dan penanaman modal.
b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET)
1) Harmonisasi peraturan perundangan terkait dengan iklim investasi,
diantaranya adalah PP Nomor 147 Tahun 2000 Tentang Perlakuan
Perpajakan di KAPET;
40
2) Membuat regulasi terkait dengan pembagian kewenangan antara
Kabupaten/Kota di pusat-pusat pertumbuhan; dan
3) Melaksanakan sosialisasi terkait dengan pemanfaatan lahan sebagai
peruntukan investasi.
5. Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan untuk mewujudkan kota
layak huni yang aman dan nyaman di Kepulauan Maluku
a. Peningkatan aksesibilitas antar kota melalui penyediaan sarana transportasi
umum antarmoda khususnya transportasi laut dan udara secara terpadu dan
optimal;
b. Percepatan pemenuhan dan peningkatan pelayanan sarana prasarana
permukiman;
c. Penyediaan dan peningkatan sarana prasarana ekonomi, pengembangan jalur
pariwisata dan distribusi-koleksi kegiatan ekonomi wilayah yang mampu
mengakomodasi pasar tradisional, sektor informal termasuk kegiatan
koperasi dan Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM) serta dapat mendukung
kegiatan KAPET dan pengembangan ekonomi kawasan perbatasan untuk kota
Ambon;
d. Peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sosial budaya melalui
pengembangan sarana prasarana dan tenaga terampil di bidang kesehatan,
pendidikan, dan sosial; dan
e. Peningkatan keamanan kota melalui pencegahan, penyediaan fasilitas dan
sistem penanganan kriminalitas dan konflik, serta meningkatkan modal sosial
masyarakat kota.
41
dapat diandalkan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan
demikian, dilakukan pemetaan wilayah-wilayah yang akan dijadikan basis industri
dengan mempertimbangkan potensi kekayaan alam yang menjadi komoditas unggulan
daerah baik di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
a. Provinsi Papua
Wilayah yang potensial untuk dijadikan sentra industri berbasis komoditas
unggulan, khususnya untuk Provinsi Papua dengan fokus 5 (lima) Kawasan
Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat yaitu:
1. KPE Saereri
o
Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Kepulauan Yapen, dan
Waropen.
o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: perikanan laut.
o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri
Pengalengan, Industri Perikanan Laut, Industri Pariwisata/MICE.
2. KPE Mamta
o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Mamberamo Raya, Jayapura, Keerom, Sarmi,
dan Kota Jayapura.
o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: kelapa sawit
dan cokelat.
o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri
Kelapa Sawit, Industri Cokelat dan Industri Pariwisata Danau Sentani.
3. KPE Me pago
o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Nabire, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya dan
Mimika.
o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: Sagu, Buah
Merah dan Ubi jalar.
o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Sagu,
Industri Buah Merah, Industri Ubi jalar dan Industri Pariwisata.
4. KPE La pago
o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Mamberamo Tengah, Jayawijaya, Lanny Jaya,
Nduga, Pegunungan Bintang, Tolikara, Yalimo, Yahukimo, Puncak dan Puncak
Jaya.
o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: Sagu, Buah
Merah dan Ubi Jalar.
o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Sagu,
Industri Buah Merah, Industri Ubi Jalardan Industri Pariwisata.
42
5. KPE Ha’anim
o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, dan Boven Digoel.
o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: Karet, Tebu,
Kelapa Sawit, Padi, Perikanan dan Peternakan.
o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Tebu,
Industri Kelapa Sawit, Industri Pengalengan Ikan, Industri Pangan dan Industri
Peternakan.
b. Provinsi Papua Barat
Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis di Provinsi Papua Barat
dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
43
a. Provinsi Papua
Kebutuhan infrastruktur konektivitas di masing-masing wilayah adat, adalah
sebagai berikut:
1. KPE Saereri
o Pembangunan ruas jalan, antara lain: Ruas Jalan Sarmi-Ampawar-Barapasi-
Sumiangga-Kimibay, Jalan Lingkar Numfor dan Kota Biak, Jalan Strategis
penunjang ekonomi Pulau Biak dan Yapen, termasuk penyelesaian jalan sesuai
Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka
Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;
o Mempercepat penyelesaian pembangunan transportasi darat, laut, dan udara,
antara lain:
i. Pengembangan Bandara Internasional Frans Kaisepo di Biak;
ii. Reaktivasi Pelabuhan Biak sebagai pendukung Tol Laut dan pelabuhan
internasional; dan
iii. Pembangunan Bandara di Yapen Waropen.
o Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi,
yaitu:
i. Pengembangan air bersih DAS Biak Utara dan Supiori;
ii. PLTA Supiori;
iii. Sejumlah PLTS yang tersebar di berbagai tempat; dan
iv. Pengembangan telekomunikasi Palapa Ring.
2. KPE Mamta
o Pembangunan ruas jalan, antara lain: Ruas Jalan Depapre-Bongkrang; ruas jalan
Warumbaim-Taja-Lereh-Tengon, ruas jalan Jayapura-Wamena-Mulia, jalan ring
road Kota Jayapura, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang
Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;
o Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi
yang terdiri dari:
i. Pengembangan air bersih Danau Sentani;
ii. PLTA Mamberamo;
iii. PLTA Genyem;
iv. PLTA Hotekamp;
v. PLTS yang tersebar di berbagai tempat; dan
vi. Pengembangan telekomunikasi Palapa Ring.
o Mempercepat pembangunan transportasi darat, udara, dan laut, yang terdiri dari:
i. Pengembangan Bandara Internasional Sentani;
ii. Pengembangan Pelabuhan Peti Kemas Depapre;
iii. Pengembangan Pelabuhan Jayapura;
44
iv. Pembangunan Terminal Tipe A di Kota Jayapura;
v. Pengembangan Terminal Tipe B di Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom,
dan Kota Jayapura;
vi. Penyelesaian pembangunan Jembatan Holtekamp.
3. KPE Me Pago dan KPE La Pago
o Mempercepat pembangunan infrastruktur listrik, air bersih, dan telekomunikasi
yang terdiri dari:
i. Pengembangan air bersih DAS Baliem;
ii. Pengembangan energi listrik dengan mengembangkan PLTA Urumuka, PLTA
Baliem, PLTMH yang tersebar di berbagai tempat, dan PLTS yang tersebar di
berbagai tempat;
iii. Pengembangan telekomunikasi Palapa Ring.
o Pembangunan transportasi darat, udara, dan laut yang terdiri dari:
i. Pengembangan Bandara Internasional Moses Kilangin;
ii. Pengembangan Pelabuhan Pomako Timika sebagai hub Tol Laut dan pusat
distribusi logistik ke wilayah Pegunungan Tengah;
iii. Pengembangan Bandara Wamena;
iv. Pengembangan Bandara Dekai;
v. Pengembangan Dermaga Kenyam;
vi. Pengembangan Dermaga Suru-suru;
o Pembangunan jaringan kereta api mulai dari Timika ke Pegunungan Tengah;
o Pembangunan ruas jalan, antara lain: ruas jalan Sumohai-Dekai-Oksibil-Iwur-
Waropko, ruas jalan Enarotali-Tiom, ruas jalan Wamena-Habema-Kenyam, ruas
jalan Timika-Potowaiburu-Wagete-Nabire, ruas jalan Yeti-Ubrub, termasuk
penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis
Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi
Papua Barat;
o Mempercepat daerah irigasi Nabire yang terdiri dari pengembangan jaringan
irigasi dan pengembangan pertanian.
4. KPE ha Anim
o Pembangunan ruas jalan, antara lain: ruas jalan Okaba–Sanomere–Bade, ruas
jalan Merauke-Okaba-Buraka- Wanam -Bian-Wogikel, ruas jalan Okaba-Kumbe-
Kuprik-Jagebob-Erambu, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012
tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;
o Mempercepat pembangunan transportasi darat, udara, dan laut yang terdiri dari:
i. Pengembangan Bandara Internasional Mopah;
ii. Pengembangan Pelabuhan Merauke.
45
o Mempercepat pembangunan jaringan irigasi rawa di Merauke yang terdiri dari:
i. Pembangunan long storage,
ii. Pembangunan bendungan serta embung.
o Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi
yang terdiri dari:
i. Pengembangan air bersih di Kali Maro;
ii. Pembangkit Listrik Tenaga Ombak;
iii. PLTS Makro;
iv. Pengembangan Palapa Ring.
b. Provinsi Papua Barat
Kebutuhan infrastruktur konektivitas di Provinsi Papua Barat adalah sebagai
berikut:
a. Provinsi Papua
Pengembangan sumber daya manusia untuk mendukung pengembangan
kawasan ekonomi berbasis wilayah adat di Provinsi Papua, dilakukan dengan strategi
berikut:
46
o Pembentukan SDM Unggul, akan dibangun center of knowledge yang bertujuan
memperkuat penguasaan pendidikan dasar, menengah dan tinggi bagi penduduk
Papua khususnya yang berada dalam usia sekolah;
o Penguasaan IPTEK, melalui kerjasama teknis, aliansi strategis dan kerjasama riset,
serta pendidikan dan pemagangan dengan Badan Litbang Pemerintah dan
beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta;
o Pengembangan technopark sebagai center of excellence pada 5 sektor unggulan,
yaitu:
i. Pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan serta industri
pengolahannya di kawasan adat Ha-Anim;
ii. Pertanian, serta industri pengolahannya perkebunan, dan perikanan serta
industri pengolahannya di kawasan adat Saereri;
iii. Pertanian pangan, perkebunan, peternakan, dan pertambangan serta industri
pengolahannya di kawasan adat La-Pago;
iv. Pertanian pangan, perkebunan, peternakan dam pertambangan serta industri
pengolahannya di kawasan adat Mee-Pago; dan
v. Pertanian perkebunan dan perikanan, serta industri pengolahannya di kawasan
adat Mamta.
o Mewujudkan sumberdaya manusia tepat guna sesuai kebutuhan hingga tahun
2025, dalam rangka pencapaian daya saing tinggi;
o Pembangunan dan peningkatan Balai Latihan Kerja di Merauke, Biak, Timika,
Nabire dan Jayapura;
o Pembangunan politeknik agroindustri pengembangan komoditas unggulan di
masing-masing wilayah adat;
o Pengembangan SMK pertanian, pariwisata, dan pertambangan di Jayapura, Biak,
Sarmi, Merauke, Timika, Nabire dan Wamena;
o Pengembangan riset dan lembaga standarisasi mutu di Biak.
b. Provinsi Papua Barat
Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung
pengembangan kawasan ekonomi di Provinsi Papua Barat, dilakukan dengan strategi
berikut:
o Pembinaan kelembagaan pengelola kawasan untuk mendukung pengelolaan
kawasan yang berdaya saing;
o Penguatan kemampuan Pemda dalam menyusun peraturan pemanfaatan lahan
ulayat bersama masyarakat adat untuk memberikan kemudahan investasi.
o Penyiapan tenaga kerja berkualitas dengan kompetensi unggulan di bidang industri
petrokimia dan pengolahan pertambangan mineral, pertanian, kawasan Arar,
kawasan peternakan Bomberai, Kebar dan Salawati;
47
o Pembangunan Science Park berteknologi tinggi sebagai sarana peningkatan kualitas
SDM kawasan;
o Pelatihan dan pendampingan SDM untuk meningkatkan kompetensi untuk
mengelola produktivitas dan nilai tambah komoditas unggulan di masing-masing
kawasan pengembangan ekonomi;
o Peningkatan kapasitas Orang Asli Papua (OAP) untuk mendapatkan akses sumber
daya ekonomi;
o Pendampingan dalam proses produksi dan manajemen usaha-usaha masyarakat;
o Pembangunan Technology Park bidang pangan dan maritim untuk meningkatkan
inovasi teknologi;
o Restrukturisasi kelembagaan dalam pengelolaan kawasan pengembangan ekonomi.
C. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Dalam upaya pengembangan kawasan strategis di Wilayah Papua diperlukan
sinergisasi dan sinkronisasi regulasi melalui strategi berikut:
48
x. Pelimpahan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
instansi terkait kepada pengelola kawasan strategis nasional dan kawasan-
kawasan industri lainnya;
xi. Sosialisasi kepada masyarakat adat terhadap regulasi pemanfaatan lahan
ulayat untuk investasi di Kawasan Biak dan kawasan ekonomi berbasis
kesatuan adat;
xii. Pelibatan desa dan warga desa pemilik tanah adat sebagai pemegang saham
(shareholdings) dalam pelaksanaan program-program investasi pembangunan
perdesaan;
xiii. Pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi
dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di bidang perijinan
perindustrian, perdagangan, pertanahan di Kawasan Biak; serta
xiv. Regulasi pelibatan BUMN dan BUMD dalam pemasaran hasil-hasil produk
Papua dan Papua Barat di pasar yang lebih luas.
1.3.4 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Wilayah dan Infrastruktur Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
Pembangunan infrastruktur ke depan perlu diarahkan tidak hanya dititik
beratkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi wilayah (engine of
growth), namun perlu lebih bersinergi dengan kelestarian lingkungan dengan
memperhatikan carrying capacity suatu wilayah yang ingin dikembangkan. Hal ini
mengingat pembangunan infrastruktur merupakan pemicu (trigger) terciptanya pusat-
pusat pertumbuhan baru (new emerging growth center) yang menjadi cikal bakal
lahirnya kota-kota baru/ pusat permukiman baru yang dapat menjadi penyeimbang
pertumbuhan ekonomi wilayahdan mengurangi kesenjangan antar wilayah.
49
Tahun 2015 merupakan awal tahun perencanaan jangka menengah, juga
merupakan awal dari Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) 2015-2019, maupun dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Oleh karena itu sebagai langkah awal
menetapkan kebijakan, diperlukan identifikasi terhadap isu – isu strategis yang akan
diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur 2015 – 2019. Secara lebih rinci,
penjabaran isu-isu strategis terkait dengan pembangunan infrastruktur adalah sebagai
berikut:
a. Disparitas antar wilayah relatif masih tinggi terutama antara Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI).
b. Urbanisasi yang tinggi (meningkat 6 kali dalam 4 dekade) diikuti persoalan
perkotaan seperti urban sprawl dan penurunan kualitas lingkungan, pemenuhan
kebutuhan dasar, dan kawasan perdesaan sebagai hinterland belum maksimal
dalam memasok produk primer.
c. Belum mantapnya konektivitas antara infrastruktur di darat dan laut, serta
pengembangan kota maritim/pantai.
d. Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal dalam mendukung kedaulatan
pangan dan kemandirian energi.
e. Pengendalian pembangunan belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan
rencana tata ruang.
f. Belum terpadunya perencanaan pembangunan infrastruktur perhubungan laut dan
penyeberangan maupun pengembangan kota pesisir dengan pembangunan
infrastruktur PUPR.
g. Sinergi pembangunan infrastruktur belum optimal terkait dengan batasan
kewenangan pusat dan daerah.
Isu-isu sebagaimana tersebut di atas tentunya menjadi tantangan bagi
pembangunan infrastruktur selama jangka menengah. Untuk mengatasi isu-isu tersebut
pembangunan Infrastruktur PUPR diarahkan seperti berikut:
50
Dengan demikian, dalam mengarahkan pembangunan infrastruktur PUPR di Kepulauan
Maluku dan Papua dalam kurun waktu 2015 – 2019, maka masing – masing unit
organisasi dalam lingkup Kementerian PUPR memiliki kebijakan tersendiri yang akan
mendukung terwujudnya target dalam Rencana Strategis. Kebijakan Pengembangan
Wilayah tersebut kemudian akan disebut sebagai WPS (Wilayah Pengembangan
Strategis). Pengembangan WPS tersebut berazaskan pada efisiensi yang berbasis daya
dukung, daya tampung dan fungsi lingkungan fisik terbangun, manfaat dalam skala
ekonomi (economic of scale) serta sinergitas dalam menyediakan infrastruktur
transportasi untuk konektivitas dalam lingkup nasional maupun internasional,
mengurangi kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan energi terbarukan untuk
tenaga listrik, pemenuhan kebutuhan layanan dasar permukiman yang layak bagi
masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, serta meningkatan
keandalan dan keberlanjutan layanan sumber daya air baik untuk pemenuhan air
minum, sanitasi, dan irigasi guna menunjang ketahanan air dan pangan dengan
mempertimbangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) pada setiap WPS.
51
Gambar 1.20 Konsepsi Wilayah Pengembangan Strategis
Konsep WPS bukanlah suatu konsep yang berjalan sendirian, namun juga
membutuhkan dukungan dari seluruh pihak khususnya unit organisasi di lingkungan
Kementerian PUPR. Oleh karena itu, di bawah ini adalah strategi kebijakan sebagai
wujud dukungan kepada WPS dari masing – masing bidang Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat untuk Pembangunan Infrastruktur di Kepulauan Maluku dan Papua :
52
a. Sumber Daya Air
Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat
untuk mendukung ketahanan air, kedaulatan pangan, dan ketahanan energi guna
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam rangka
kemandirian ekonomi. Agenda prioritas pembangunan nasional yang terkait
dengan pengelolaan sumber daya air adalah agenda mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Untuk
mewujudkan hal tersebut, bentuk dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat adalah melalui pengelolaan sumber daya air yang terpadu
untuk mewujudkan Ketahanan Air, Kedaulatan Pangan, dan Ketahanan Energi,
yang akan diwujudkan melalui sasaran strategis: (1) Meningkatnya dukungan
ketahanan air; (2) Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi,
dengan sasaran program: (a) Meningkatnya layanan sarana dan prasarana
penyediaan air baku; (b) Meningkatnya kapasitas tampung sumber-sumber air;
(c) Meningkatnya kinerja layanan irigasi; (d) Meningkatnya kapasitas pengendalian
daya rusak air (e) Meningkatnya upaya konservasi SDA; (f) Meningkatnya
keterpaduan tata kelola pengelolaan SDA; dan (g) Meningkatnya potensi energi
dna sumber-sumber air.
b. Bina Marga
Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat
untuk konektivitas nasional guna meningkatkan produktivitas, efisiensi dan
pelayanan sistem logistik nasional bagi penguatan daya saing bangsa di lingkup
global yang berfokus pada keterpaduan konektivitas daratan dan maritim. Dalam
rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional,
dicapai salah satunya dengan membangun konektivitas nasional untuk mencapai
keseimbangan. Selain itu untuk mempercepat pembangunan transportasi yang
mendorong penguatan industri nasional mendukung sislognas dan konektivitas
nasional serta membangun sistem dan jaringan transportasi yang terintegrasi
untuk mendukung investasi pada Koridor Ekonomi, Kawasan Industri Khusus,
Kompleks Industri dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-koridor
ekonomi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat akan dicapai melalui, sasaran strategis: (1) Meningkatnya
dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing dan (2) Meningkatnya
kemantapan jalan nasional. Sasaran strategis tersebut akan dicapai melalui sasaran
program (a) Menurunnya waktu tempuh pada koridor utama dari 2,7 Jam per 100
km menjadi 2,2 Jam per km; (b) Meningkatnya pelayanan jalan nasional dari 101
Miliar Kendaraan km menjadi 133 Miliar Kendaraan km; dan (c) Meningkatnya
fasilitasi terhadap jalan daerah untuk mendukung kawasan dari 0% menjadi 100%.
53
c. Cipta Karya
Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat
untuk mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak guna mewujudkan
kualitas hidup manusia Indonesia sejalan dengan prinsip ‘infrastruktur untuk
semua’. Dengan sasaran program yaitu: (1) Meningkatnya kontribusi terhadap
pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat; (2) Meningkatnya kontribusi
terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak; dan (3)
Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat.
d. Penyediaan Perumahan
Agenda prioritas pembangunan nasional yang terkait dengan penyediaan
perumahan adalah Agenda No. 5, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia
Indonesia. Agenda prioritas pembangunan nasional tersebut akan dijabarkan ke
dalam kebijakan dan strategi penyediaan perumahan. Bentuk dukungan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terhadap hal tersebut
diwujudkan melalui: 1) Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar
permukiman dan perumahan; 2) Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan
perumahan, dengan sasaran program menurunnya kekurangan tempat tinggal
(backlog) dan menurunnya rumah tidak layak huni.
Penyediaan perumahan diharapkan dapat memperluas akses terhadap tempat
tinggal yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai
untuk seluruh kelompok masyarakat secara berkeadilan, melalui pengembangan
multi-sistem penyediaan perumahan secara utuh dan seimbang, meliputi (1)
Pengendalian Perumahan Komersial, (2) Penguatan Perumahan Umum, (3)
Pemberdayaan Perumahan Swadaya, (4) Fasilitas Perumahan Khusus, dan (5)
Pengelolaan Rumah Negara.
54
Secara umum, tantangan dan kendala yang dihadapi dalam upaya
pembangunan di Kepulauan Maluku dan Papua adalah sebagai berikut:
a. SUMBER DAYA MANUSIA, ditunjukkan oleh kualitas kesejahteraan manusia masih
rendah jika dilihat melalui indikator IPM yang dibandingkan dengan rata-rata
nasional;
b. PRASARANA WILAYAH, tingkat pelayanannya masih sangat terbatas terbatas,
seperti sistem perhubungan dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan air bersih,
serta fasilitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan dan pasar;
c. PENATAAN RUANG DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM, yang ditunjukkan
antara lain oleh terjadinya konflik ataupun tumpang tindih pemanfaatan ruang
(lahan) baik antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, maupun antar
kawasan budidaya seperti antara kegiatan pertambangan dan kehutanan yang
berkaitan dengan ekonomi daerah dan masyarakat;
d. KETERBATASAN SUMBER PENDANAAN, dimana pembangunan daerah perbatasan
kurang diberikan prioritas dibandingkan dengan daerah lainnya, sehingga semakin
memperlebar tingkat kesenjangan antardaerah; dan
e. TERBATASNYA KELEMBAGAAN DAN APARAT yang ditugaskan di daerah
perbatasan, dengan fasilitas yang kurang mencukupi, sehingga fungsi pelayanan
kepada masyarakat setempat relatif kurang memadai.
55
Pemerintah telah mencanangkan terwujudnya swasembada pangan secara
nasional. Hal tersebut sejalan dengan RPJM karena dalam situasi dunia yang tidak
menentu, impor beras dan pangan lain tidak terjamin tiap tahun. Ketahanan pangan
adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pokok pangan untuk setiap rumah tangga
yang dicerminkan oleh ketersediaan pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman,
merata dan terjangkau. Ketahanan pangan secara umum didukung oleh sektor
pertanian tanaman pangan yaitu padi dan palawija melalui sawah irigasi dan tadah
hujan.
Terkait dengan isu ketahanan pangan maka luas irigasi di Kepulauan Maluku
mencapai 152,49 ribu ha atau sekitar 2% dari total daerah irigasi di seluruh Indonesia
yang tersebar di Maluku sekitar 62% dan Maluku Utara sekitar 38%. Daerah irigasi
tersebut terdiri atas kewenangan Pemerintah Pusat seluas 41,54 ribu ha, kewenangan
pemerintah provinsi 82,31 ribu ha dan kewenangan kabupaten 28,64 ribu ha.
Terkait dengan ketahanan energi, maka hingga saat ini di Kepulauan Maluku
belum ada pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA). Kebutuhan listrik dipenuhi dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
B. Transportasi Darat
Tingkat kemudahan aksesibilitas ke berbagai wilayah di Kepulauan Maluku
dapat dikategorikan masih rendah, selain karena belum terhubungnya wilayah-wilayah
tersebut dengan jaringan moda transportasi baik darat, air, maupun udara, jaringan
transportasi yang tersedia saat ini kondisinya kurang memadai untuk digunakan.
Selain itu, kecepatan kerusakan jalan juga dipengaruhi oleh berat dan tekanan
gandar kendaraan (gross vehicle weight and axle configuration) yang melalui jalan
tersebut. Saat ini banyak kendaraan berat yang mengangkut muatan berlebih (vehicle
overloading), yang melebihi kapasitas beban jalan, melewati jalan-jalan lintas Trans
Maluku. Hal tersebut mengakibatkan kondisi jalan-jalan tersebut mengalami kerusakan
lebih cepat daripada umur teknis dan ekonomis yang seharusnya.
Adapun permasalahan lain yang muncul adalah peran dan fungsi jalan untuk
membuka dan mengembangkan wilayah tertinggal, terisolasi, dan wilayah pulau
terpencil, dirasakan masih sangat lambat laju pembangunannya. Di sisi lain, permintaan
untuk membuka akses daerah-daerah tersebut sudah sangat tinggi, terutama untuk
mempermudah pemasaran hasil-hasil produksi ke pusat pemasaran.
56
C. Air Minum
Pada sistem pelayanan air minum, yang menjadi permasalahan utama adalah
masih rendahnya cakupan pelayanan air minum. Tantangan pembangunan air minum
adalah meningkatkan kualitas pengelolaan air minum, meningkatkan kapasitas produksi
air minum dan jangkauan pelayanan, meningkatkan kompetensi kemanpuan SDM yang
bekerja di sektor air minum, serta menerapkan tarif yang sesuai dengan kemampuan
daya beli masyarakat.
D. Air Limbah
Pada sistem pelayanan air limbah, yang menjadi pokok permasalahan adalah
rendahnya cakupan pelayanan air limbah yang antara lain, disebabkan oleh masih
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam penanganan air limbah. Tantangan
pembangunan air limbah adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mengembangkan pelayanan sistem
pembuangan air limbah terpusat (sewerage system), sistem komunal dan on-site
system.
E. Persampahan
Pada pelayanan persampahan, permasalahan utama adalah menurunnya
kualitas pengelolaan persampahan yang mengakibatkan pencemaran udara dan air
yang, antara lain, disebabkan oleh menurunnya kualitas pengelolaan tempat
pembuangan akhir (TPA), meningkatnya volume sampah yang dibuang ke sungai, dan
makin terbatasnya lahan di kawasan perkotaan untuk TPA. Tantangan pembangunan
persampahan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ketidakpatutan
membuang sampah sembarangan, meningkatkan kerja sama antarpemerintah
kota/kabupaten dalam penanganan persampahan regional, meningkatkan kualitas
pengelolaan persampahan dan menerapkan teknologi dalam penanganan persampahan.
F. Drainase
Pada pelayanan drainase, permasalahan utama adalah makin meluasnya
daerah genangan yang disebabkan oleh makin berkurangnya lahan terbuka hijau, tidak
berfungsinya saluran drainase secara optimal, terpakainya saluran drainase untuk
pembuangan sampah, serta rendahnya operasi dan pemeliharaan saluran drainase.
Tantangan pembangunan drainase adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
tidak membuang sampah ke saluran drainase, mempertahankan luasan lahan terbuka
hijau, meningkatkan operasi dan pemeliharaan drainase, serta pembangunan saluran
drainase terpadu dengan pengendalian banjir.
57
perumahan. Tantangan yang dihadapi adalah (1) meniadakan mismatch dalam
pembiayaan perumahan; (2) meningkatkan efisiensi dalam pembangunan perumahan;
(3) meningkatkan pasar perumahan; dan (4) mengembangkan pola subsidi yang efisien,
transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
58
Gambar 1.21 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua
59
Beberapa tantangan dan hambatan umum yang dihadapi di setiap sektor
infrastruktur di Pulau Papua yaitu:
60
Kondisi tanah di Provinsi Papua Barat banyak didapati berupa dataran lumpur
dan rawa gambut. Keadaan tersebut mengakibatkan sulitnya akses air bersih untuk
masyarakat. Air di dataran lumpur dan air rawa banyak mengandung minyak dan logam.
Sementara itu, sebagian besar masyarakat di Provinsi Papua Barat untuk mendapatkan
air bersih, seringkali masih mengandalkan air isi ulang dan air hujan (Susenas BPS, 2011).
B. Transportasi Darat
Di wilayah Papua, jalur transportasi udara masih menjadi pilihan utama sebagai
moda angkutan logistik orang dan barang, termasuk juga transportasi barang-barang
kebutuhan pokok. Adapun hal tersebut terjadi akibat masih tidak memadainya kondisi
infrastruktur jalan darat di sebagian besar wilayah Papua. Dampak dari minimnya
infrastruktur darat tersebut adalah melonjaknya biaya distribusi yang kemudian juga
berdampak pada kenaikan harga berbagai kebutuhan barang pokok. Hal tersebut
terutama dirasakan dampaknya oleh masyarakat yang bermukim di daerah pedalaman
yang masih sangat sulit dijangkau melalui jalur darat.
Adapun permasalahan lain yang muncul adalah peran dan fungsi jalan untuk
membuka dan mengembangkan wilayah tertinggal, terisolasi, dan wilayah pulau
terpencil, dirasakan masih sangat lambat laju pembangunannya. Di sisi lain, permintaan
untuk membuka akses daerah-daerah tersebut sudah sangat tinggi, terutama untuk
mempermudah pemasaran hasil-hasil produksi ke pusat pemasaran.
C. Air Minum
Pada sistem pelayanan air minum, yang menjadi permasalahan utama adalah
masih rendahnya cakupan pelayanan air minum akibat adanya pemekaran kawasan dan
kondisi topografi wilayah Papua secara umum. Tantangan pembangunan air minum
adalah meningkatkan kualitas pengelolaan air minum, meningkatkan kapasitas produksi
air minum dan jangkauan pelayanan, serta menerapkan tarif yang sesuai dengan
kemampuan daya beli masyarakat.
D. Air Limbah
Pada sistem pelayanan air limbah, yang menjadi pokok permasalahan adalah
rendahnya cakupan pelayanan air limbah yang antara lain, disebabkan oleh masih
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam penanganan air limbah. Tantangan
61
pembangunan air limbah adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mengembangkan pelayanan sistem
pembuangan air limbah terpusat (sewerage system), sistem komunal, dan on-site
system. Secara khusus, sebagian wilayah Papua yang berkembang sebagai wilayah
pertambangan menimbulkan problema baru dengan munculnya limbah tambang. Selain
limbah domestik, limbah tambang yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari
aliran sungai di wilayah Papua, sehingga mengurangi kualitas air.
E. Persampahan
Pada pelayanan persampahan, permasalahan utama adalah menurunnya
kualitas pengelolaan persampahan akibat semakin tingginya volume sampah perharinya
dan berkurangnya kapasitas tampungan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang
disebabkan masih kurangnya jumlah Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tantangan
pembangunan persampahan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
ketidakpatutan membuang sampah sembarangan, meningkatkan kerja sama
antarpemerintah kota/kabupaten dalam penanganan persampahan regional,
meningkatkan kualitas pengelolaan persampahan dan menerapkan teknologi dalam
penanganan persampahan.
F. Drainase
Pada pelayanan drainase, permasalahan utama adalah makin meluasnya
daerah genangan yang disebabkan oleh tidak berfungsinya saluran drainase secara
optimal, terpakainya saluran drainase untuk pembuangan sampah, serta rendahnya
operasi dan pemeliharaan saluran drainase. Tantangan pembangunan drainase adalah
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke saluran
drainase, mempertahankan luasan lahan terbuka hijau, meningkatkan operasi dan
pemeliharaan drainase, serta pembangunan saluran drainase terpadu dengan
pengendalian banjir.
62
Tantangan utama yang dihadapi di wilayah Papua adalah (1) aspek kearifan lokal, seperti
kepemilikan hak ulayat atas lahan dan kultur masyarakat setempat; (2) penanganan
perumahan bagi pengembangan suku-suku yang terisolasi, terpencil, dan terabaikan; (3)
meniadakan mismatch dalam pembiayaan perumahan; (4) meningkatkan efisiensi dalam
pembangunan perumahan; (5) meningkatkan pasar perumahan; dan
(6) mengembangkan pola subsidi yang efisien, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
63
BAB
II
MEKANISME PERENCANAAN DAN
PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN
PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PUPR
2 BAB II
MEKANISME PERENCANAAN DAN
PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN
PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN
INFRASTRUKTUR PUPR
Pada bab II ini akan dijelaskan definisi umum dari perencanaan dan
pemrograman pembangunan serta proses yang dilaksanakan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) cq Badan Pengembangan Infrastruktur
Wilayah (BPIW) dalam mewujudkan keterpaduan pengembangan kawasan dengan
pembangunan infrastruktur PUPR. Secara khusus, bab ini juga menjelaskan (1)
bagaimana pola kerja keterpaduan perencanaan, sinkronisasi program & pembiayaan,
dan evaluasi dalam pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR,
(2) bagaimana pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan keterpaduan
pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, dan (3) bagaimana pola kerja
sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduan
pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR.
65
menyeluruh/komprehensif untuk mencapai tujuan dan sasaran perencanaan yang
ditentukan, yang dirinci berdasarkan waktu, besaran biaya, besaran volume,
kewenangan, pelaku (actor), serta kriteria kesiapan (readiness criteria) (Rasyidi et al.
2016).
Pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla,
pemerintah kemudian berupaya menjalankan amanat pembangunan yang dikenal
dengan sebutan Nawa Cita, atau 9 (sembilan) agenda prioritas, yang kemudian
dijabarkan secara lebih detail dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015
66
tentang RPJMN Tahun 2015-2019, perpres ini merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan
RPJPN 2005-2025. Perpres ini menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dalam
menyusun rencana strategis kementerian/lembaga (Renstra-KL) dan menjadi bahan
pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun/menyesuaikan rencana
pembangunan daerahnya masing-masing dalam rangka pencapaian sasaran
pembangunan nasional.
Selain mengacu pada berbagai produk hukum, BPIW juga mengacu pada
berbagai produk perencanaan, baik yang terdokumentasi secara legal maupun yang
berupa naskah akademis. Diantara produk perencanaan tersebut adalah dokumen
Rencana Induk Pengembangan Pulau / RIPP, Rencana Utama (Master Plan/MP), dan
Rencana Pengembangan (Development Plan/DP). Adapun penjelasan masing-masing
produk perencanaan adalah sebagai berikut.
67
Antara produk hukum serta produk perencanaan sebagaimana penjelasan
diatas, dirancang untuk memiliki keterkaitan satu dengan yang lain, dengan demikian
amanat pembangunan atau agenda prioritas nasional yang telah dicanangkan oleh
presiden dan wakil presiden terpilih dapat berjalan dengan semestinya.
68
Secara hierarki, unor yang dipimpin
oleh Kepala Badan ini berkedudukan berada
di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Menteri PUPR. Adapun tugas dan
fungsi dari badan ini, sebagaimana diatur
dalam Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian PUPR, diamanatkan untuk
menyusun berbagai kebijakan teknis dan
strategi keterpaduan antara pengembangan
kawasan dengan infrastruktur PUPR. Dalam
menjalankan amanat tersebut, BPIW
didukung dengan beberapa fungsi yakni (a)
penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan
Gambar 2.1 Struktur Lembaga Badan
program keterpaduan pengembangan
Pengembangan Infrastruktur Wilayah
kawasan dengan infrastruktur PUPR, (b)
penyusunan strategi keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR,
(c) pelaksanaan sinkronisasi program antara pengembangan kawasan dengan
infrastruktur PUPR, (d) pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan
keterpaduan rencana dan sinkronisasi program antara pengembangan kawasan dengan
infrastruktur PUPR, serta (e) pelaksanaan fungsi lainnya yang diberikan oleh Menteri.
Mengimplementasi berbagai tugas dan fungsi tersebut, BPIW didukung oleh 5 unit
organisasi eselon 2 (dua), yakni 1 sekretariat dan 4 Pusat (Kementerian PUPR 2015).
Secara rinci, unit organisasi dimaksud terdiri dari (1) Sekretariat Badan, (2) Pusat
Perencanaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, (3) Pusat
Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR, (4) Pusat Kawasan
Pengembangan Kawasan Strategis, dan (5) Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan.
Ilustrasi terkait struktur kelembagaan BPIW dapat dilihat pada Gambar 2.1.
69
PUPR. Keempat, Pusat Pengembangan Kawasan Strategis, dikenal dengan Pusat 3 (tiga),
memiliki tugas dalam penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program,
pengembangan area inkubasi di kawasan strategis pada wilayah pengembangan
strategis yang menterpadukan antara pengembangan kawasan dan infrastruktur PUPR,
serta fasilitasi pengadaan tanah. Terakhir dan kelima, Pusat Pengembangan Kawasan
Perkotaan, dikenal dengan sebutan Pusat 4 (empat), memiliki tugas dalam penyusunan
kebijakan teknis, rencana dan program, dan pengembangan area inkubasi di kawasan
perkotaan yang menterpadukan antara pengembangan berbagai kawasan dan
infastruktur PUPR di kawasan perkotaan, serta keterkaitan antara kawasan perkotaan
dengan kawasan perdesaan.
Gambar 2.2 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan,
dan Evaluasi Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR
70
Penjelasan alur atau pola kerja gambar di atas, diawali dengan penetapan
wilayah/kawasan pertumbuhan prioritas oleh Pusat 1. Hasil penetapan wilayah/kawasan
pertumbuhan prioritas tersebut ditindak lanjuti dengan penyusunan Master Plan (MP)
Pembangunan Infrastruktur di WPS dan kawasan pertumbuhan prioritas tersebut dan
dilanjutkan dengan penyusunan Development Plan (DP) Pembangunan Infrastruktur
PUPR di Wilayah Pengembangan Strategis dan Kawasan Pertumbuhan dilaksanakan oleh
Pusat 3 dan Pusat 4 dimana Pusat 4 menyiapkan Master Plan dan Development Plan
untuk kawasan pekotaan, perdesaan dan metropolitan sedangkan Pusat 3 menyiapkan
Master Plan dan Development Plan untuk kawasan strategis dan antar kawasan
strategis. Master Plan Pembangunan Infrastruktur merupakan produk perencanaan
dengan jangka waktu selama 10 tahunan (2015-2025) untuk 35 WPS dan 97 kawasan
pertumbuhan. Development Plan Pembangunan Infrastruktur PUPR merupakan
dokumen perencanaan hasil penjabaran dari Master Plan Pembangunan Infrastruktur
dengan jangka waktu 5 tahun (2015-2019) untuk 35 WPS dan 97 Kawasan Pertumbuhan.
Arahan perencanaan dalam Master Plan dan Development Plan tersebut dipadukan
kedalam dokumen perencanaan infrastruktur pengembangan pulau (RIPP) yang
kemudian hasilnya digunakan sebagai masukan atau input dalam proses penyusunan
perencanaan keterpaduan pengembangan kawasan, antar kawasan, antar WPS dengan
Infrastruktur PUPR yang dilakukan oleh Pusat 1. Rencana tersebut kemudian dijabarkan
berdasarkan lokus penanganannya yaitu pulau dan kepulauan. RIPP ini terdiri dari 6
(enam) Pulau dan Kepulauan yakni (1) RIPP Sumatera, (2) RIPP Jawa dan Bali, (3) RIPP
Kalimantan, (4) RIPP Sulawesi, (5) RIP Kepulauan Maluku dan Papua, dan (7) RIPP Nusa
Tenggara.
71
2.4 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan
Pembangunan Keterpaduan Pengembangan Kawasan
dengan Infrastruktur PUPR
Dalam struktur kelembagaan BPIW, Pusat yang secara khusus melakukan
sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan keterpaduan pengembangan
kawasan dengan infastruktur PUPR adalah Pusat Pemrograman dan Evaluasi
Keterpaduan Infrastruktur PUPR atau Pusat 2. Adapun tugas Pusat ini adalah untuk
melaksanakan sinkronisasi program & pembiayaan pembangunan, pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur
bidang PUPR. Fungsi yang dimiliki Pusat ini meliputi:
72
Gambar 2.3 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Keterpaduan
Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR
Dalam proses pemrograman, berbagai program prioritas tersebut kemudian
dianalisis kelayakannya serta dilakukan kriteria pemrograman dilanjutkan dengan
fasilitasi dan koordinasi konsultasi daerah (prov, kab/kota) untuk menghasilkan program
& pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduaan pengembangan kawasan
dengan infrastruktur PUPR. Program Jangka Pendek tersebut dengan 3 (tiga) sumber
pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Alokasi Khusus
(DAK), dan Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Selanjutnya akan
dilakukan sinkronsasi program dan pembiayaan pembangunan menjadi program arahan
keterpaduan pengembangan wilayah dengan infrastruktur PUPR tahunan. Melalui
kegiatan Pra Konsultasi Regional dan Konsultasi Regional (Konreg) yang melibatkan unor
di lingkungan Kementerian PUPR, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi,
serta Dinas Provinsi yang membidangi pekerjaan umum dan perumahan rakyat,
program arahan tersebut disepakati dan akan menjadi bahan pembahasan dalam
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas). Seluruh proses
73
pemrograman tersebut diatas, menyesuaikan dengan jadwal perencanaan dan
pemrograman pembangunan nasional sebagaimana tergambar berikut dibawah ini.
74
2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan
Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan
Kawasan dengan Infrastruktur PUPR
Secara kelembagaan, unit organisasi yang secara aktif melakukan sikronisasi
program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek adalah
bidang penyusunan program. Bidang Penyusunan Program adalah satu dari 4 (empat)
Unit Kerja Eselon III di lingkungan Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan
Infrastruktur PUPR yang mempunyai tugas: melaksanakan penyiapan dan penyusunan
program sinkronisasi pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan
kawasan dengan infrastruktur PUPR. Adapun fungsi dari bidang Penyusunan Program
adalah sebagai berikut:
75
Setelah melakukan berbagai rangkaian rapat konsultasi serta kunjungan
lapangan tersebut, proses selanjutnya adalah melakukan finalisasi analisis kelayakan dan
kriteria pemograman. Dalam melakukan prioritas program pembangunan infrastruktur
PUPR dilakukan dengan mempertimbangkan aspek quick yield, rounding up, dan highest
leverage. Hal ini dilakukan dengan alasan terbatasnya pagu dalam kantong anggaran
(resources envelope) untuk pembangunan infrastruktur PUPR baru (new infrastructure
development). Hasil akhirnya adalah dokumen Sinkronisasi Program & Pembiayaan
Pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek tahun n+2, n+3, dan n+4.
Gambar 2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka
Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR
76
BAB
III
SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018 - 2020
KETERPADUAN PENGEMBANGAN
KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR
3 BAB III
SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018-2020
KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN
DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR
77
3.1.1 Profil WPS
Di bawah ini merupakan penjelasan mengenai profil WPS yang berlokasi di
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua.
WPS 29 (Ternate – Sofifi – Daruba) di dasari oleh daya dukung dan daya
tampung, lingkungan fisik terbangun, serta Nawacita dan RPJMN. Seluruh
kawasan di dalam WPS yang termasuk kategori pusat pertumbuhan sedang
berkembang ini masuk ke wilayah administrasi Provinsi Maluku Utara.
Adapun kota/kabupaten yang termasuk ke dalam WPS 29 adalah Kota
Ternate, Kabupaten Pulau Morotai, Kota Sofifi, Kabupaten Halmahera Utara,
Kota Tidore Kepulauan, dan Kabupaten Halmahera Barat. Pada WPS ini
terdapat beberapa simpul komoditas pertanian, seperti pala dan cengkeh,
dan perikanan laut. Kondisi geografis wilayah berupa kepulauan menjadikan
transportasi laut sebagai salah satu moda utama yang didukung dengan
keberadaan beberapa pelabuhan pengumpul, seperti Pelabuhan Sofifi dan
Pelabuhan Tobelo. Kemudian juga terdapat pelabuhan pengumpan regional,
yaitu Pelabuhan Daruba dan Pelabuhan Jailolo, serta terdapat pelabuhan
utama, yakni Pelabuhan Achmad Yani di Kota Ternate.
Selain Kota Ternate dan Kota Sofifi yang memiliki peran sebagai pusat
kegiatan perekonomian utama di Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Pulau
Morotai diarahkan sebagai area perekonomian baru. Kabupaten Pulau
Morotai ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
yang berkonsentrasi pada wisata bahari. Selain KSPN, kawasan ini juga
dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diarahkan
sebagai sentra kegiatan industri pengolahan perikanan, industri berbasis
kelapa dan tanaman obat, aneka industri, dan logistik.
Pada WPS 29 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi
Maluku Utara yaitu :
78
79
Gambar 3. 1 Profil WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba
80
Gambar 3. 2 Peta Kawasan di WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba
B. Profil WPS 30 (Ambon – Masohi)
Pada WPS 30 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi
Maluku yaitu :
81
82
Gambar 3. 3 Profil WPS 30 Ambon – Masohi
83
Gambar 3. 4 Peta Kawasan di WPS 30 Ambon – Masohi
C. Profil WPS 31 (Sorong – Manokwari)
Pada WPS 31 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi
Papua Barat, yaitu :
84
85
Gambar 3. 5 Profil WPS 31 Sorong – Manokwari
86
Gambar 3. 6 Peta Kawasan di WPS 31 Sorong – Manokwari
D. Profil WPS 32 (Biak – Manokwari – Bintuni)
87
88
Gambar 3. 7 Profil WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni
Gambar 3. 8 Peta Kawasan di WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni
89
E. Profil WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena
Pada WPS 33 terdapat tiga kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi
Papua, yakni:
1. Kawasan 33.1 Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire
2. Kawasan 33.2 Kawasan Pertumbuhan Baru Timika
3. Kawasan 33.3 Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena
90
91
Gambar 3. 9 Profil WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena
92
Gambar 3. 10 Peta Kawasan di WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena
F. Profil WPS 34 Jayapura – Merauke
Sebagai wilayah perbatasan darat negara, pada WPS 34 terdapat tiga PKSN
yang terletak di sepanjang garis perbatasan, yakni PKSN Arso, PKSN Merauke
dan PKSN Tanah Merah. Pada WPS ini juga terdapat dua kota yang berfungsi
sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, yakni Kota Jayapura dan
Kabupaten Merauke. Kota Jayapura memiliki fungsi sebagai PKN, sedangkan
Kabupaten Merauke memiliki fungsi sebagai PKW. Dalam perkembangan
kawasan tersebut didukung oleh adanya infrastruktur transportasi utama,
seperti bandar udara dan pelabuhan laut.
Pada WPS 34 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam Provinsi Papua,
yakni:
93
94
Gambar 3. 11 Profil WPS 34 Jayapura – Merauke
95
Gambar 3. 12 Peta Kawasan di WPS 34 Jayapura – Wamena
3.1.2 Profil Kawasan dalam WPS
Di bawah ini merupakan penjelasan terkait profil kawasan dan subkawasan dalam
WPS yang berlokasi di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua.
96
Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
KPPN Morotai Maluku Kab. Pulau WPS Kawasan
KPPN
Selatan (Daruba) Utara Morotai 29 29.1
KPPN Maba
Tengah, Wasile, Maluku Kab. Pulau WPS Kawasan
KPPN
Wasile Timur Utara Morotai 29 29.1
(Maba)
Maluku Kab. Pulau WPS Kawasan
KTM Morotai KTM
Utara Morotai 29 29.1
Maluku Kab. Pulau WPS Kawasan
KEK Morotai KEK
Utara Morotai 29 29.1
Kab.
Maluku WPS Kawasan
PKW Tobelo Halmahera PKW
Utara 29 29.1
Utara
Kab.
Pelabuhan Laut Maluku WPS Kawasan Pelabuhan
Halmahera PL
Bataka (PL) Utara 29 29.1 Laut
Barat
Kab.
Pelabuhan Laut Maluku WPS Kawasan Pelabuhan
Halmahera PR
Matui (PR) Utara 29 29.1 Laut
Barat
Kab.
Pelabuhan Laut Maluku WPS Kawasan Pelabuhan
Halmahera PL
Kedi (PL) Utara 29 29.1 Laut
Barat
Sejak tanggal 4 Agustus 2010, Kota Sofifi menggantikan posisi Kota Ternate
menjadi ibukota Provinsi Maluku Utara. Penetapan Kota Sofifi yang terletak
di Pulau Halmahera sebagai ibukota provinsi mundur dari waktu yang
dijadwalkan oleh karena belum siapnya infrastruktur perkotaan di kota
tersebut.
Kota Ternate menjadi sebuah kota otonom sejak tanggal 4 Agustus 2010,
sekaligus menjadi ibukota sementara Provinsi Maluku Utara sampai akhirnya
Kota Sofifi siap secara infrastruktur menjadi ibukota. Kota Ternate
merupakan kota kepulauan yang terdiri dari delapan pulau dengan luas
wilayah 547.736 km². Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau dan
Pulau Tifure merupakan lima pulau yang berpenghuni, sedangkan tiga pulau
lainnya seperti Pulau Maka, Pulau Mano dan Pulau Gurida merupakan pulau
berukuran kecil yang tidak berpenghuni. Infrastruktur transportasi utama
yang terdapat di Kota Ternate antara lain adalah Bandar Udara Sultan
Babullah dan Pelabuhan Laut Ahmad Yani.
97
2
Kota Tidore Kepulauan memiliki luas wilayah 13.862,86 km yang terdiri dari
2 2
luas lautan 4.746 km dan luas daratan 9.116,36 km yang meliputi Pulau
Tidore dan beberapa pulau disekitarnya, serta sebagian wilayah di Pulau
Halmahera. Sebagai kota dengan wilayah kepulauan yang dikelilingi oleh
lautan, Kota Tidore Kepulauan terdiri dari dua belas pulau dan secara
administratif terdiri dari delapan kecamatan. Jika dilihat, profil perairan Kota
Tidore Kepulauan menunjukkan cukup besarnya potensi perikanan bagi
pengembangan industri perikanan. Secara keseluruhan, penggunaan lahan di
Kota Tidore Kepulauan didominasi oleh penggunaan lahan hutan.
Penggunaan lahan yang dominan salah satunya adalah perkebunan.
Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun berupa kampung/permukiman
menempati lahan proporsi yang relatif kecil. Dilihat dari penyebarannya,
kampung/permukiman menyebar di seluruh kecamatan. Pola penyebaran
secara spasial, kawasan budidaya perkotaan dan budidaya pertanian di Kota
Tidore Kepulauan berlokasi di kawasan pesisir pantai seluruh pulau. Dilihat
dari luasannya, kawasan budidaya perkotaan dan budidaya pertanian
menempati lahan yang masih sedikit. Hal ini menunjukkan masih luasnya
kesempatan untuk meningkatkan produktivitas lahan di wilayah Kota Tidore
Kepulauan.
98
C. Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram
99
Kabupaten Dalam Kemenhub/Sur
Kawasan Provinsi WPS Jenis
/ Kota Kawasan at
Kawasan
Pengembangan Kab. Maluk WPS Kawasan
Maluku KSN No. 64
Ekonomi Terpadu u Tengah 30 30.1
Seram
Kab. Maluk WPS Kawasan
Kawasan Laut Banda Maluku KSN No. 65
u Tengah 30 30.1
Pusat
- DI
Perm
ukaa
Kab.
WPS Kawasan n-
D.I. Kobi Maluku Maluku P-1-D192
30 30.1 Utuh
Tengah
Kabu
pate
n/Kot
a
Pusat
- DI
Perm
ukaa
Kab.
WPS Kawasan n-
D.I. Samal Maluku Maluku P-1-D193
30 30.1 Utuh
Tengah
Kabu
pate
n/Kot
a
100
Tabel 3. 6 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon
Kabupaten/ Dalam Kemenhub
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan /Surat
Kawasan
PPN Ambon Maluku Kota Ambon WPS 30 PPN
30.2
Pelabuhan Kawasan Pelabuhan
Maluku Kota Ambon WPS 30
Umum Ambon 30.2 Umum
Kawasan
PKN Ambon Maluku Kota Ambon WPS 30 PKN
30.2
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Sorong dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 nilainya telah mencapai
sekitar 4.206.112,83 juta rupiah atau mengalami peningkatan sebesar
14,43% dibandingkan tahun 2011. PDRB Provinsi Papua Barat dipengaruhi
oleh perkembangan nilai PDRB Kota Sorong.
101
dan 1.847 pulau-pulau kecil. Pusat pemerintahan berada di Waisai, Distrik
Waigeo Selatan, sekitar 36 mil dari Kota Sorong.
Kepulauan ini berada di bagian paling barat pulau induk Papua, Indonesia,
membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta ha. Raja Ampat memiliki
kekayaan dan keunikan spesies yang tinggi dengan ditemukannya 1.318 jenis
ikan, 699 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. Tidak
hanya jenis ikan, Raja Ampat juga kaya akan keanekaragaman terumbu
karang, hamparan padang lamun, hutan mangrove, dan pantai tebing
berbatu yang indah. Potensi menarik lainnya adalah pengembangan usaha
ekowisata dan wilayah ini telah pula diusulkan sebagai Lokasi Warisan Dunia
(World Herritage Site) oleh Pemerintah Indonesia.
102
Kabupaten Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
/Kota Kawasan Surat
Pelabuhan ASDP
Papua Kab. Raja WPS Kawasan Pelabuhan
Penyeberangan ASDP
Barat Ampat 31 31.1 Penyeberangan
Folley
Pelabuhan Laut Papua WPS Kawasan
Kab. Sorong PL Pelabuhan Laut
Seigun (PL) Barat 31 31.1
Kawasan
Konservasi Papua Kab. Raja WPS Kawasan
KSN No. 68
Keanekaragaman Barat Ampat 31 31.1
Hayati Raja Ampat
Kabupaten Teluk Bintuni hanya terdiri dari sepuluh distrik pada awal
pembentukannya. Namun, sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 3
103
Tahun 2007 tentang Pembentukan Distrik di Wilayah Kabupaten Teluk
Bintuni, maka Kabupaten Teluk Bintuni terdiri dari 24 distrik. Berdasarkan
hasil pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten
Teluk Bintuni sementara adalah 52.403 jiwa, yang terdiri atas 29.022 laki-laki
dan 23.381 perempuan. Dari hasil Sensus Penduduk 2010 tersebut, tampak
bahwa penyebaran penduduk Kabupaten Teluk Bintuni bertumpu di Distrik
Bintuni yakni sebesar 35,40%, kemudian diikuti oleh Distrik Sumuri sebesar
12,5%, dan Distrik Manimeri sebesar 10,14% sedangkan distrik-distrik lainnya
di bawah 7%.
Distrik Bintuni, Distrik Sumuri, dan Distrik Manimeri adalah 3 distrik dengan
urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing-
masing berjumlah 18.552 jiwa, 6.571 jiwa, dan 5.313 jiwa. Dengan luas
2
wilayah Kabupaten Teluk Bintuni sekitar 18.637 km yang didiami oleh
52.403 jiwa maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Teluk
2
Bintuni adalah sebanyak 3 jiwa/km .
104
Berdasarkan proyeksi penduduk pertengahan tahun dengan dasar data hasil
Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Biak Numfor
Tahun 2011 adalah 130.593 jiwa yang terdiri dari 67.194 laki-laki dan 63.399
perempuan. Jumlah penduduk paling besar berada di Distrik Biak Kota
2
sebesar 43.134 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.005,69 jiwa/km .
105
I. Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire
Kabupaten Nabire terletak pada bagian “leher burung” Pulau Papua atau
tepatnya berada di kawasan Teluk Cenderawasih, Provinsi Papua dan
Samudera Pasifik yang berada di atas tiga lempengan bumi, sehingga
mengakibatkan rawan akan terjadinya bencana gempa bumi. Secara
administratif, pada tahun 2012 luas wilayah Kabupaten Nabire adalah
12.075,00 km² dan panjang garis pantai 473 km² serta luas lautan 914.056,96
ha. Kabupaten Nabire terbagi menjadi 15 distrik, 72 kampung dan 9
kelurahan.
106
Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru
Timika ditunjukkan pada Tabel 3. 12.
107
L. Kawasan (34.1) Pertumbuhan Jayapura – Skouw
Perbatasan Republik Indonesia dan Papua Nugini sudah jadi objek wisata
alternatif yang unik di bagian ujung timur Indonesia khususnya di Papua.
Pintu perbatasan ini terletak di Desa Skouw, Distrik Muara Tami, Kota
Jayapura. Apabila dilihat dari Papua Nugini, pintu perbatasan ini terletak di
Desa Wutung, Provinsi Sandaun, Papua Nugini. Gerbang perbatasan RI-PNG
di Desa Skouw merupakan wilayah Kota Jayapura yang sebenarnya juga
adalah kota pantai. Kota Jayapura secara morfologi merupakan sebuah kota
di teluk yang terlindungi dan memiliki panorama yang luar biasa cantik, akan
tetapi pantainya kurang dijaga. Kota yang terletak di Teluk Humboldt ini
memiliki struktur wilayah yang berbukit yang langsung berbatasan dengan
Pegunungan Cyclops. Kota ini sendiri secara resmi berdiri pada 7 Maret 1910
dengan nama Hollandia.
Secara geografi ada 4 bagian wilayah Kota Jayapura, yaitu pusat kota yang
letaknya memang di kota lama Hollandia di ujung muara Sungai Numbai,
wilayah daratan langsung bertemu dengan Teluk Humboldt. Bagian kedua
adalah wilayah perbukitan sepanjang pusat kota sampai Waena, meliputi
area wilayah perbukitan mulai dari Trikora, Angkasa, sampai ke wilayah
Uncen. Bagian ketiga adalah wilayah hinterland pantai yang juga berdekatan
dengan Danau Sentani yaitu wilayah Abepura dan Waena, dimana Abepura
merupakan bagian wilayah yang memiliki morfologi yang datar, sedangkan
Waena merupakan wilayah bergelombang dan langsung bertemu dengan
Pegunungan Cyclops. Bagian keempat adalah daerah dataran mulai dari
Abepura, menyusuri pantai ke wilayah Arso - Skouw Distrik Muara Tami atau
perbatasan, tempat yang indah bagi pengembangan kota.
108
Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
Kota Baru Jayapura Papua Kota WPS Kawasan Kota Baru
Jayapura 34 34.1
PKSN Jayapura Papua Kota WPS Kawasan PKSN
Jayapura 34 34.1
PLBN Skouw Papua Kota WPS Kawasan PLBN
Jayapura 34 34.1
PKN Jayapura Papua Kota WPS Kawasan PKN
Jayapura 34 34.1
Kawasan Papua Kota WPS Kawasan KSN No. 75
Perbatasan Darat RI Jayapura 34 34.1
dengan negara
Papua Nugini
D.I. Koya Papua Kota WPS Kawasan Pusat - DI P-1-D201
Jayapura 34 34.1 Permukaan
- Utuh
Kabupaten/
Kota
109
Kabupaten Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
/Kota Kawasan Surat
Kab. Kawasan
PKSN Merauke Papua WPS 34 PKSN
Merauke 34.2
Kab. Kawasan
PKW Muting Papua WPS 34 PKW
Merauke 34.2
Kab. Kawasan
PKW Merauke Papua WPS 34 PKW
Merauke 34.2
Kab. Kawasan
Kawasan Taman Nasional Lorentz Papua WPS 34 KSN No. 73
Merauke 34.2
Kawasan Perbatasan Darat RI Kab. Kawasan
Papua WPS 34 KSN No. 75
dengan negara Papua Nugini Merauke 34.2
Kawasan Pusat - DI
D.I. Kurik Papua Merauke WPS 34 P-3-2
34.2 Pompa
Kawasan Pusat - DI
D.I. Semangga Papua Merauke WPS 34 P-3-3
34.2 Pompa
Kawasan Pusat - DI
D.I. Tanah Miring Papua Merauke WPS 34 P-3-4
34.2 Pompa
Kawasan Pusat - DI
D.I. Jegabob Papua Merauke WPS 34 P-3-5
34.2 Pompa
Kawasan Pusat - DI
D.I. Sermayam Papua Merauke WPS 34 P-3-6
34.2 Pompa
Pada bagian ini, analisis kelayakan akan terbagi kedalam tiga bagian yaitu
(1) Analisis Kelayakan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek
dalam Kawasan; (2) Analisis Kelayakan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR
Jangka Pendek Antar Kawasan dalam WPS; dan (3) Analisis Kelayakan Program
Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar WPS. Berikut merupakan
110
analisis kelayakan program pembangunan jangka pendek 2018-2020
keterpaduaan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR.
1. KTM Morotai
Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) Morotai yang memiliki luas 250 ha berada
di Kabupaten Pulau Morotai dengan potensi berupa pertanian, perkebunan
dan perikanan. Konektivitas di kawasan ini didukung oleh Pelabuhan
Penyeberangan Daruba dan Bandar Udara Pitu.
111
Morotai juga memiliki potensi pendukung kawasan berupa pariwisata bahari
dan sejarah.
112
x Peningkatan dan pelebaran jalan
x Pembangunan infrastruktur SPAM
x Pembangunan fasilitas pengolahan akhir sampah
4. PKSN Daruba
5. KPPN Daruba
113
x Masih kurangnya pipa distribusi penyaluran air minum
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan KPPN Daruba, yaitu :
6. PKW Tobelo
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Tobelo
adalah sebagai berikut :
114
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PKW Tobelo, yaitu :
7. Pelabuhan Bataka
8. Pelabuhan Matui
9. Pelabuhan Kedi
115
yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan sehingga indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
1. PPN Ternate
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate berada di Kota Ternate
dengan fasilitas tambatan perahu 40 GT, panjang dermaga 150 m, dan
kedalaman kolam 5 m. Pelabuhan ini memiliki kapasitas penampungan ikan
dengan volume ikan sebesar 30 ton/hari.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PPN Ternate
adalah sebagai berikut :
116
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Kota Baru Sofifi
adalah sebagai berikut:
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKN Ternate
adalah sebagai berikut :
117
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Bangunan Pusaka banyak yang tidak terawat dengan baik serta kumuh
tak terawat
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PKW Tobelo, yaitu :
4. Pelabuhan Ternate
Pelabuhan Ternate merupakan salah satu Pelabuhan Cabang Kelas II di
2
lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) dengan luas 22.254 m .
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang dihadapi pada kawasan
Pelabuhan Ternate adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Diperlukan peningkatan jaringan air bersih di kawasan pelabuhan
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan Pelabuhan Ternate, yaitu :
5. PKW Tidore
PKW Tidore berada di Kota Tidore Kepulauan dengan luas wilayah 13.862,86
2 2
km . Luas wilayahnya terdiri dari luas lautan 4.746 km dan luas daratan
2
9.116,36 km yang meliputi Pulau Tidore, beberapa pulau disekitarnya, dan
sebagian wilayah di Pulau Halmahera. Jumlah penduduk di Kota Tidore
sebesar 19.357 jiwa. Sebagai wilayah kepulauan yang dikelilingi oleh lautan,
118
Kota Tidore Kepulauan memiliki 12 pulau dan secara administratif terdiri dari
8 kecamatan.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Tidore
adalah sebagai berikut :
119
7. Pelabuhan Maidi/Lifofa
Pelabuhan Maidi/Lifofa yang berada di Kota Tidore Kepulauan ini menjadi
tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan
perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan
pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung
konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu
peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
1. KTM Kobisonta
KTM Kobisonta berada di Kabupaten Maluku Tengah bagian utara yaitu di
Kecamatan Seram Utara. Kawasan ini memiliki potensi di sektor pertanian
dan perkebunan, perikanan, serta pariwisata. KTM Kobisonta menjadi salah
satu pemasok bahan pangan di Pulau Maluku yang didukung dengan potensi
eksisting kawasan pendukung, yakni pelabuhan penyeberangan, serta
memiliki potensi alam, yakni kawasan perikanan dan pertanian.
120
jiwa (2010). PKW Masohi memiliki beberapa potensi eksisting seperti
pelabuhan penyeberangan dan Bandar Udara Amahai, serta memiliki potensi
alam yaitu antara lain kawasan perikanan, pertanian, pariwisata, serta
perdagangan dan jasa.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Masohi
adalah sebagai berikut :
3. PKW Kairatu
PKW Kairatu berada di Kabupaten Seram Bagian Barat. Sektor perekonomian
yang banyak berkembang di Kairatu adalah pertanian, seperti pengusahaan
tanaman pada sawah, ubi kayu, ubi jalar, jagung dan kacang tanah. PKW
Kairatu berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa. Saat ini memiliki
fungsi sebagai kawasan pendukung dengan adanya pelabuhan
penyeberangan yang masih berpotensi untuk dikembangkan lagi, serta
memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan perikanan,
pertanian, pariwisata, perdagangan dan jasa.
121
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
4. PKW Wahai
PKW Wahai berada di Kabupaten Maluku Tengah dengan memiliki potensi
alam antara lain cengkeh, pala, kopra, damar, sagu, ikan, dan minyak.
Terdapat satu taman nasional, yaitu Taman Nasional Manusela dan terdapat
potensi eksisting kawasan pendukung, yaitu pelabuhan penyeberangan dan
memiliki Bandar Udara Wahai, serta memiliki potensi alam kawasan
pendukung, yaitu sebagai kawasan perikanan, pertanian, pariwisata, serta
perdagangan dan jasa.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Wahai
adalah sebagai berikut :
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
122
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PKW Wahai, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
123
8. Pelabuhan Penyeberangan Hunimua
Pelabuhan Penyeberangan Hunimua berada di Kabupaten Maluku Tengah.
Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar
pulau. Tantangan dan potensi kerusakan yang dimiliki oleh Pelabuhan
Penyeberangan Hunimua adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang
mendukung konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
124
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
1. PPN Ambon
Pada tahun 2000 PPN Ambon yang berada di Kota Ambon ditingkatkan
kelasnya menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara (Pelabuhan Tipe B) dengan
status sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) pusat yang berada di bawah
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan.
PPN Ambon memiliki potensi alam sebagai kawasan penggerak dan
pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah dan timur. Terdapat
potensi kerusakan yang ditemukan di PPN Ambon, yaitu banyaknya sampah
dan limbah ikan yang dibuang sembarangan, sehingga indikasi program
utamanya yaitu pembangunan TPS.
2. Pelabuhan Ambon
Pelabuhan Ambon berada di Kota Ambon dengan daya tampung 75.000
box/tahun. Pada pelabuhan terdapat potensi sebagai kawasan penggerak
dan pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah dan timur.
125
Adapun dukungan yang dibutuhkan oleh Pelabuhan Ambon, yaitu :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Diperlukan peningkatan jaringan air bersih di kawasan pelabuhan
3. PKN Ambon
Posisi Kota Ambon sebagian besar berada dalam wilayah Pulau Ambon, di
mana secara umum Kota Ambon meliputi wilayah di sepanjang pesisir dalam
Teluk Ambon dan pesisir luar Jazirah Leitimur dengan panjang garis pantai
102,7 km. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas wilayah
2
Kota Ambon seluruhnya seluas 377 km . Kota Ambon merupakan pusat
perdagangan rempah terkenal, membentuk pengembangan kota sebagai
penghubung dan pusat perdagangan, pendidikan, budaya dan
pengembangan. PKN Ambon memiliki potensi eksisting, yaitu pelabuhan
penyeberangan, Pelabuhan Yos Sudarso dan Bandara Pattimura. PKN Ambon
juga memiliki potensi alam sebagai kawasan perikanan, pertanian,
pariwisata, serta perdagangan dan jasa.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKN Ambon
adalah sebagai berikut :
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Masih banyaknya kawasan kumuh di bantaran sungai dan pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
126
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kawasan kumuh
x Pembangunan rumah bagi MBR
1. PKN Sorong
Berdasarkan RTRW Provinsi Papua Barat, potensi kawasan Kota Sorong
sebagai pusat SWP 1 dengan arahan industri pertambangan dan penggalian,
perkebunan, kehutanan, pertanian, industri perikanan, serta perdagangan
dan jasa. Kota Sorong memiliki luas wilayah 1.105 km², jumlah penduduk
tahun 2014 mencapai 349.041 jiwa, dan kepadatan penduduk 316 jiwa/km².
Nilai PDRB tahun 2014 yaitu Rp. 7.317,73 Miliar dan nilai PDRB/Kapita
Rp. 33,44 Juta. Potensi eksisting PKN Sorong adalah dilalui jalan Trans Papua
dan dilalui beberapa sungai besar yaitu Sungai Bian dan Sungai Warsamson.
Kota Sorong sebagai kota jasa dan perdagangan didukung dengan adanya
Bandara Dominique Edward Osok, Pelabuhan Sorong, dan Pelabuhan ASDP
Sorong. Potensi alam yang dimiliki antara lain pada sektor perikanan,
perkebunan, tambang, dan pariwisata (Pantai Tanjung Kasuari, Tembok
Berlin, Pulau Dofior).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam PKN Sorong
adalah sebagai berikut :
x Memerlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan
x Sering terjadi genangan di beberapa lokasi karena letaknya di tepi laut
maka berpotensi terhadap intrusi air laut ke daratan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
127
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan
x Pengendali banjir dan penanganan abrasi pantai
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
3. Pelabuhan Sorong
Pelabuhan Sorong (feeder) yang berada di Kota Sorong ini merupakan
pelabuhan penumpang dan peti kemas. Beberapa kapal yang singgah di
Pelabuhan Sorong diantaranya KM Dorolonda dengan rute Ambon – Bau-Bau
– Fakfak – Jayapura – Makassar – Manokwari – Nabire – Serui – Sorong –
Surabaya, KM Bukit Siguntang dengan rute Ambon – Banda – Bau-Bau –
Fakfak – Kupang – Makassar – Sorong – Surabaya – Tg Priok – Tual, KM
Kelimutu, KM Laborar, KM Nggapulu serta KM Sinabung.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di Pelabuhan Sorong adalah
sebagai berikut :
x Truk kontainer long vehicle yang lalu lalang keluar masuk pelabuhan,
berbaurnya kendaraan kecil dan besar, dan daya dukung jalan
x Kebutuhan air baku yang besar,
x Terdapat limbah dan sanitasi kawasan pelabuhan
128
x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir
Adapun indikasi program utama pada Pelabuhan Sorong adalah sebagai
berikut :
x Pembangunan jalan dan jembatan khusus kendaraan berat
x Peningkatan dan pembangunan intake air baku
x Pembangunan IPAL, IPLT dan TPS kawasan pelabuhan
x Pembangunan perumahan layak huni
5. KEK Sorong
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong ditetapkan berdasarkan PP Nomor 31
Tahun 2016. KEK ini terletak di Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong dengan
lahan seluas 523,7 ha. Nilai investasi pembangunan kawasan ini
diestimasikan mencapai Rp. 2,4 Triliun hingga tahun 2020. Sektor arahan
pengembangan sebagai industri penunjang logistik yaitu berupa industri
galangan kapal dan komponennya. Proyeksi jumlah tenaga kerja diperkirakan
berjumlah 15.024 orang hingga tahun 2020. Terdapat dua infrastruktur di
dalam KEK Sorong, yang pertama infrastruktur dalam kawasan tahap 1 yaitu
129
jalan kawasan menuju KEK, jaringan listrik, instalasi air bersih/sumber air
baku permukaan dari Sungai Warsamson. Dilihat dari kondisi potensi
eksisting kawasan pendukung yaitu merupakan kawasan yang dilalui jalan
Trans Papua, dilalui beberapa sungai besar seperti Sungai Warsamson,
rencana Bandar Udara Segun, memiliki Pelabuhan Arar (peti kemas) dan
Pelabuhan Katapop (perikanan). Selain itu, kawasan ini memiliki potensi alam
pendukung diantaranya potensi perikanan, perkebunan, tambang (batubara
dan minyak), dan pariwisata (Taman Wisata Klamono, Cagar Alam Markoor,
dan Pantai Sausapor).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di KEK Sorong
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan sumber air baku yang berkesinambungan
x Berpotensi terjadi instrusi air laut ke daratan karena letaknya di tepi laut
x Diperlukan dukungan aksesibilitas antar kawasan untuk menghubungkan
wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang
dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan
x Kebutuhan perumahan, air bersih, serta pengelolaan limbah dan
persampahan
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di KEK Sorong, yaitu :
x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan
x Pengendali banjir dan penanganan abrasi pantai
x Pembangunan jalan dan jembatan menuju dan di kawasan KEK Sorong
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus, rumah susun dan swadaya
x Pembangunan infrastruktur SPAM Regional/Perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan.
130
x Kebutuhan air baku yang besar, serta limbah dan sanitasi kawasan
pelabuhan
x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir
Untuk itu, indikasi program utama yang dibutuhkan di kawasan ini, yaitu :
x Pembangunan pengaman pantai
x Pembangunan jalan menuju pelabuhan
x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan
x Pembangunan rumah layak huni
131
x Kawasan pelabuhan yang cenderung kumuh, limbah dan persampahan
yang belum tertangani dengan baik
x Kebutuhan air bersih dan air minum di kawasan pelabuhan
x Masih banyaknya rumah kurang layak huni
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di Pelabuhan ASDP
Salawati, yaitu :
x Pembangunan pengaman pantai
x Pembangunan jalan menuju pelabuhan
x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya
132
1. PKW Manokwari
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua Barat, Manokwari termasuk
dalam satuan wilayah pengembangan 1 (swp 1) dengan arahan industri,
pertanian, perikanan tangkap budidaya, dan kehutanan. Ibukota Provinsi
Papua Barat ini memiliki luas wilayah 8.664,76 km², jumlah penduduk tahun
2013 mencapai 150.179 jiwa, dengan kepadatan penduduk 10,54 jiwa/km².
Nilai PDRB Manokwari tahun 2013 yaitu Rp. 5.077,65 Miliar. Sektor yang
diunggulkan adalah industri serta perdagangan dan jasa. Potensi eksisting
kawasan pendukung yang ada di PKW Manokwari yaitu dilalui jalan Trans
Papua dan dilalui beberapa sungai besar yaitu Sungai Bian dan Sungai
Kamundan. Kota Manokwari sebagai kota pusat pemerintahan, perdagangan
dan jasa memiliki Bandar Udara Rendani dan Pelabuhan Manokwari dengan
potensi alam kawasan pendukung berupa potensi perikanan, perkebunan
(kelapa sawit), pertanian (padi), tambang, dan pariwisata (Pulau Mansinam,
Taman Wisata Alam Gunung Meja, Danau Anggi Giji dan Anggi Gita,
Panorama Gunung Botak, Bendungan di Sungai Prafi).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW
Manokwari adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Pengendali banjir sungai
x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Manokwari
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
133
2. KPPN Barat, Prafi, Sidey
KPPN ini berkedudukan sebagai pusat pertumbuhan perdesaan di Kabupaten
Manokwari selain itu juga sebagai pusat kegiatan pertahanan dan keamanan
negara; pusat pemerintahan; pusat perdagangan dan jasa skala internasional,
nasional, dan regional; pusat pengembangan agropolitan dan agroforestri.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan aksesibilitas antar desa dan akses menuju pusat kegiatan
perkotaan
x Sanitasi dan sumber air perumahan belum terlayani dan memenuhi
syarat kesehatan
x Rumah masyarakat yang belum layak huni
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan jalan poros desa menuju jalan perkotaan
x Pembangunan MCK, IPAL, IPLT dan SPAM
x Pembangunan jalan lingkungan perdesaan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya
1. KI Teluk Bintuni
KI Teluk Bintuni berada di Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni. Pada
tahun 1996, PT. Varita Majutama membuka perkebunan kelapa sawit di
sekitar kampung Tofoi untuk menjadi salah satu pelopor sawit di Tanah
Papua. Setelah itu, pada tahun 2005 proyek gas alam cair tangguh Liquified
Natural Gas (LNG) mulai dibangun sebagai hasil kerjasama perusahaan
raksasa dari seluruh dunia dengan BP sebagai pemegang saham utama. Nilai
investasi KI Teluk Bintuni mencapai Rp. 31 Triliun dengan fokus industri
adalah industri pupuk dan petrokimia, anchor industrinya adalah PT. Pupuk
Indonesia dengan penyerapan tenaga kerja secara keseluruhan mencapai
51.000 orang. Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki
Bandar Udara Babo dan Pelabuhan Penyeberangan Babo. Untuk potensi alam
kawasan pendukungnya berupa potensi perikanan, perkebunan (kelapa
134
sawit), pertanian, tambang (LNG) dan pariwisata (Pantai Teluk Bintuni dan
Danau Tanimaot).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan aksesibilitas pengangkutan bahan baku dan hasil industri
x Kebutuhan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan
x Produksi limbah yang berpotensi merusak alam
x Jumlah tenaga kerja yang besar dan terkonsentrasi di pusat kota
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan jalan poros untuk mendukung KI Teluk Bintuni
x Pembuatan tampungan air
x Pembuatan fasilitas pengelolaan limbah
x Pemenuhan kebutuhan air minum
x Pengelolaan sampah lingkungan
1. PKW Biak
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, Biak termasuk dalam KPE –
Saeri dengan arahan pengembangan industri kecil dan menengah,
pariwisata, dan perikanan. PKW Biak merupakan ibukota Kabupaten Biak
135
Numfor dengan luas wilayah 21.572 km² dan jumlah penduduk pada tahun
2014 mencapai 156.023 jiwa. Biak memiliki sektor potensial berupa industri
kecil dan menengah. Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki
Bandar Udara Frans Kaiseipo dan Pelabuhan Penyeberangan Biak. Adapun
potensi alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi perikanan
(rumput laut, ikan mas, dan udang galah), perkebunan, perikanan, tambang,
dan pariwisata.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Biak
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Biak
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur rumah layak huni
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
3. KAPET Biak
KAPET Biak ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1998.
Cakupan wilayah KAPET Biak terdiri dari Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten
Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten
Nabire, Kabupaten Mimika, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni,
2
dan Kabupaten Teluk Wondama dengan luas 101.748,56 km .
136
I. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (33.1) Pertumbuhan
Baru Nabire
1. PKW Nabire
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, Kabupaten Nabire termasuk
dalam KPE - Meepago, dengan arahan pengembangan industri besar,
pertambangan (semen, smelter), dan pertanian. PKW Nabire merupakan
ibukota Kabupaten Nabire dengan luas wilayah 6.861,65 km², jumlah
penduduk mencapai 130.314 jiwa, dengan kepadatan penduduk 18,99
jiwa/km². Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu kawasan ini dilalui
jalan Trans Papua serta memiliki Bandar Udara Yos Sudarso Nabire dan
Pelabuhan Samabusa. Adapun potensi alam kawasan pendukungnya yaitu
berupa potensi industri besar, pertambangan, dan pertanian.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Nabire
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Biak
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur rumah layak huni
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
137
J. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (33.2) Pertumbuhan
Baru Timika
1. PKN Timika
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, PKN Timika termasuk dalam
KPE - Meepago, dengan arahan pengembangan industri besar,
pertambangan (semen, smelter), alam, perkebunan (kopi dan buah merah),
peternakan (babi), dan pertanian holtikultura. Kota Timika sebagai ibukota
Kabupaten Mimika merupakan pusat perdagangan dan jasa. Timika memiliki
luas wilayah 19.592 km², jumlah penduduk mencapai 183.633 jiwa, dengan
kepadatan penduduk 9,37 jiwa/km². Potensi eksisting kawasan
pendukungnya yaitu memiliki Bandar Udara Moses Kilangin dan Pelabuhan
Poumako Timika. Adapun potensi alam kawasan pendukung yaitu berupa
industri besar, pertambangan, dan pertanian.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKN Timika
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan
x Sering terjadi genangan di beberapa lokasi akibat saluran sungai yang
meluap dan drainase kurang berfungsi dengan baik
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan
x Pengendali banjir akibat sungai yang meluap
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur rumah layak huni
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
138
K. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (33.3) Pertumbuhan
Baru Wamena
1. PKW Wamena
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, PKW Wamena termasuk dalam
KPE – Meepago dengan arahan pengembangan industri besar, pertambangan
(semen, smelter), pertanian alam, perkebunan (kopi dan buah merah),
peternakan (babi), dan pertanian holtikultura. Kota Wamena sebagai ibukota
Kabupaten Jayawijaya memiliki luas 6.585 km² dengan jumlah penduduk
mencapai 196.085 jiwa. Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu
memiliki Bandar Udara Wamena, adapun potensi alam kawasan pendukung
dari sektor potensial yaitu pertanian (ubi jalar, keladi, jagung), perkebunan
(kopi), dan peternakan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Wamena
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan rumah khusus dan swadaya
x Pembangunan infrastruktur sanitasi lingkungan (MCK, air bersih, dan
sampah)
139
Nasional Lorentz meliputi beberapa wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten
Jayawijaya, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Pania, Kabupaten Asmat, Kabupaten Nduga, Kabupaten
Lanni Jaya, Kabupaten Puncak dan Kabupaten Intan Jaya. Luas wilayah taman
nasional ini sebesar 2.236.297,32 ha. Penetapan Taman Nasional Lorentz
melalui SK. Menteri Kehutanan No.154/KPTS-II/1997 tanggal 19 Maret 1997.
Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki Bandar Udara Moses
Kilangin dan Pelabuhan Poumako Timika. Untuk potensi alam kawasan
pendukungnya yaitu berupa potensi industri besar, pertambangan, dan
pertanian.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan penanganan air baku
x Ketersediaan akses jalan menuju Kawasan Taman Nasional Lorentz
masih perlu ditingkatkan
x Diperlukan penanganan limbah rumah tangga dan air minum
x Kurang tersedianya perumahan untuk pemukiman masyarakat kurang
mampu
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pembangunan infrastruktur sanitasi (MCK), air bersih, dan persampahan
x Pembangunan rumah khusus dan swadaya
1. PKN Jayapura
Kota Jayapura merupakan ibukota Provinsi Papua yang berkedudukan
sebagai pusat perdagangan, jasa, dan pemerintahan. Luas wilayahnya
940 km² dan jumlah penduduknya pada tahun 2014 mencapai 315.872 jiwa.
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, PKN Jayapura termasuk dalam
KPE - Mamta, dengan arahan pengembangan industri kecil dan menengah,
dan perkebunan (kakao, kelapa sawit, kelapa, dan sagu). Potensi eksisting
kawasan pendukungnya yaitu memiliki Pelabuhan Jayapura. Adapun potensi
140
alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi pertanian, perikanan, dan
pariwisata.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKN Jayapura
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan
x Sering terjadi genangan di beberapa lokasi karena letaknya di tepi laut
sehingga berpotensi terhadap intrusi air laut ke daratan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan
x Pengendali banjir dan penanganan abrasi pantai
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan infrastruktur sanitasi lingkungan (MCK, air bersih, dan
sampah)
141
3. KPPN Heram, Muara Tami
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Rentan terhadap ketersediaan air baku dan perlu pengendalian banjir
x Diperlukan aksesibilitas antar desa dan akses menuju pusat kegiatan
perkotaan
x Sanitasi dan sumber air perumahan belum terlayani dan memenuhi
syarat kesehatan
x Diperlukan jalan akses dalam lingkungan perdesaan yang layak
x Rumah masyarakat yang belum layak huni
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Pembangunan jalan poros desa menuju jalan perkotaan
x Pembangunan MCK, IPAL, IPLT, dan SPAM
x Pembangunan jalan lingkungan perdesaan
x Pembangunan perumahan layak huni
4. PKSN Jayapura
PKSN Jayapura berada di Kecamatan Muara Tami, Kota Jayapura. Pada PKSN
ini yang berbatasan langsung dengan Papua New Guinea adalah Kampung
Skouw Sae, Skouw Yambe, dan Skouw Mabo. PKSN Jayapura mempunyai
fungsi sebagai pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara, pusat
pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional,
dan regional, pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian,
hasil hutan, perkebunan, dan perikanan, pusat promosi pariwisata dan
komoditas unggulan berbasis potensi lokal.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam
pengembangan PKSN Jayapura adalah sebagai berikut :
x Infrastruktur jalan yang sudah rusak dan kurang memadai
x Kurang tersedianya air baku untuk segala kebutuhan
x Masih minimnya infrastruktur persampahan dan air bersih
x Kurang tersedianya perumahan di wilayah perbatasan
Adapun indikasi program utama dalam pengembangan PKSN Jayapura, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan TPST dan distribusi air bersih
142
x Penataan lingkungan kumuh
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus
5. PLBN Skouw
PLBN Skouw merupakan kawasan perlintasan darat dengan Papua New
Guinea di Kota Jayapura dengan tipologi tradisional/darat.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PLBN Skouw
adalah sebagai berikut :
x Infrastruktur jalan yang sudah rusak dan kurang memadai
x Kurang tersedianya air baku untuk segala kebutuhan
x Masih minimnya infrastruktur persampahan dan air bersih
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat di wilayah perbatasan
Adapun indikasi program utama pada PLBN Skouw, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di perbatasan
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan TPST dan distribusi air bersih
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus
143
7. Kawasan Perbatasan Darat Negara RI dengan Negara Papua New
Guinea
Kawasan Perbatasan Darat RI dengan PNG, meliputi Kota Jayapura,
Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven
Digoel, dan Kabupaten Merauke. Luas kawasan perbatasan Papua
berdasarkan luas distrik yang berbatasan langsung dengan Papua New
2
Guinea adalah 37.061 km . Distrik Merauke merupakan distrik terbesar
2
dengan luas wilayah 8.960 km , sedangkan yang terkecil adalah adalah Distrik
2
Batom dengan luas wilayah 440 km .
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik
karena luapan air sungai dan kurangnya air baku
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan
lingkungan kumuh
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat di wilayah perbatasan
Adapun indikasi program utama untuk kawasan ini, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan, dan penataan
lingkungan kumuh
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya
1. PKW Merauke
PKW Merauke mempunyai fungsi sebagai pusat kegiatan pertahanan dan
keamanan negara, pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa skala
internasional, nasional dan regional, dan pusat pengembangan agropolitan
dan agroforestri. Potensi eksisting kawasan pendukung PKW Merauke yaitu
144
memiliki Bandar Udara Mopah dan Pelabuhan Merauke. Adapun potensi
alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi industri, pertanian (padi),
pariwisata dan perikanan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Merauke
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di
Merauke
x Pembangunan rumah khusus dan swadaya
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
2. PKW Muting
Potensi kawasan pendukung PKW Muting adalah sebagai pusat kegiatan
pertahanan dan keamanan negara, pusat pemerintahan, pusat perdagangan
dan jasa skala internasional, nasional dan regional, pusat pengembangan
agropolitan dan agroforestri, serta simpul transportasi sekunder di kawasan
perbatasan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di
PKW Muting adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik
karena luapan air sungai dan kurangnya air baku
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
145
x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan
lingkungan kumuh
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat
Adapun indikasi program utama untuk PKW Muting, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di
Muting
x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan, dan penataan
lingkungan kumuh
x Pembangunan perumahan layak huni
3. KTM Salor
KTM Salor berada di Kabupaten Merauke yang terdiri dari 5 kecamatan yaitu
Distrik Kurik, Distrik Animba, Distrik Semangga, Distrik Tanah Miring, dan
Distrik Malind. Pusat KTM berada di Kampung Salor dengan luas kawasan
481.006 ha. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di
KTM Salor adalah sebagai berikut :
x Pengembangan sektor tanaman pangan dan perikanan
x Aksesibilitas antar KTM dengan kawasan Merauke
x Penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, dan infrastruktur lingkungan
KTM (jalan lingkungan)
x Perumahan yang belum layak huni
4. KTM Muting
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KTM Muting
adalah sebagai berikut :
x Pengembangan sektor tanaman pangan dan perikanan
x Aksesibilitas antar KTM dengan kawasan Merauke
146
x Penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, dan infrastruktur lingkungan
KTM (jalan lingkungan)
x Perumahan yang belum layak huni
6. PKSN Merauke
PKSN Merauke mempunyai fungsi sebagai pusat kegiatan pertahanan dan
keamanan negara, pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa skala
internasional, nasional dan regional, serta pusat industri pengolahan dan
147
industri jasa hasil pertanian, hasil hutan, perkebunan dan perikanan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKSN
Merauke adalah sebagai berikut:
x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan dan
pengendalian banjir
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga diperlukan perumahan, air
bersih, pengelolaan limbah, dan persampahan
Adapun indikasi program utama untuk KEK Merauke, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pembangunan saluran irigasi
x Pengendalian banjir
x Pembangunan jalan dan jembatan menuju dan di kawasan PKSN
Merauke
x Pembangunan perumahan
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
148
3.2.2 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan
1. Kawasan Sidangoli
Kawasan Sidangoli terletak di Kabupaten Halmahera Barat. Kawasan ini
merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan perekonomian dengan
pengembangan pada sektor pendidikan dan industri. Kawasan Sidangoli
mempunyai potensi perdagangan dan jasa, perkebunan, industri
pertambangan, kawasan pertambangan, pariwisata, permukiman,
pengolahan, dan penangkapan perikanan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Kurang optimalnya pemanfaatan dan pengembangan potensi sumber
daya air
x Terdapat kawasan yang rawan terkena abrasi pantai
x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air
bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan pengamanan pantai
x Penyediaan dan pengembangan sarana air minum
1. PKW Ayamaru
PKW Ayamaru berada di Kabupaten Maybrat dengan luas wilayah 5.461,69
km² dan jumlah penduduk pada tahun 2013 mencapai 35.798 jiwa. Jumlah
PDRB kabupaten ini Rp. 394,64 Miliar dengan PDRB/Kapita Rp. 10,78 Juta.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Ayamaru
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
149
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Utara Ayamaru
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di
Ayamaru
x Pembangunan perumahan masyarakat Ayamaru
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
150
3. Pelabuhan Laut Segun (PL)
Pelabuhan Laut Segun berada di Kabupaten Sorong Selatan. Beberapa
tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Pelabuhan Laut Segun
adalah sebagai berikut :
x Kebutuhan air baku
x Peningkatan akses jalan dan jembatan
x Kebutuhan air baku yang besar, serta limbah dan sanitasi kawasan
pelabuhan
x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di Pelabuhan Laut Segun,
yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pembangunan jalan dan jembatan menuju pelabuhan
x Peningkatan dan pembangunan intake air baku
x Pembangunan IPAL, IPLT dan TPS kawasan pelabuhan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus, rumah susun, dan swadaya
1. PKW Arso
PKW Arso berada di Kabupaten Keerom dengan luas wilayahnya 9.365 km²
dan jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 53.041 jiwa. PKW Arso
terdiri dari 7 distrik dan 61 kampung. Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi
Papua, Arso termasuk dalam KPE – Mamta dengan arahan pengembangan
wilayah sebagai sentra pengembangan industri kecil dan menengah serta
perkebunan (kakao, kelapa sawit, kelapa, dan sagu).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Arso
adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik
karena luapan air sungai dan kurangnya air baku
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
151
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan
lingkungan kumuh
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat
Adapun indikasi program utama untuk PKW Arso, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di
Arso
x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan, dan penataan
lingkungan kumuh
x Pembangunan perumahan masyarakat Arso
2. KTM Senggi
KTM Senggi berada di Kampung Usku, Distrik Senggi, Kabupaten Keerom.
KTM Senggi diarahkan untuk budidaya tanaman pangan berupa tanaman
kedelai. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KTM
Senggi adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap banjir akibat luapan air sungai
x Ketersediaan jaringan jalan di KTM Senggi masih sangat terbatas
x Diperlukan penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan infrastruktur
lingkungan KTM
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan KTM Senggi, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur pengendali banjir di KTM
x Pembangunan jalan lingkungan KTM
x Pembangunan distribusi air bersih, persampahan, dan pengelolaan air
limbah
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya
152
Potensi wilayah ini diarahkan sebagai sentra produksi pertanian, perkebunan
(kopi), peternakan, dan perikanan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam
pengembangan PKSN Tanah Merah adalah sebagai berikut :
x Ketersediaan sarana dan prasarana dasar di kawasan perbatasan belum
memadai, khususnya untuk sarana dan prarasana transportasi serta
sarana dan prasarana dasar sosial dan ekonomi
x Perlu penanganan terhadap banjir akibat luapan air sungai dan
kekurangan air bersih
x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, dan persampahan
x Kurang tersedianya perumahan untuk pemukiman masyarakat kurang
mampu
Adapun indikasi program utama dalam pengembangan PKSN Tanah Merah,
yaitu :
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku, jaringan irigasi, dan
pengendalian banjir
x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, dan penataan lingkungan
kumuh
x Pembangunan rumah khusus dan swadaya
1. KI Buli
Kawasan Industri Buli/Halmahera Timur berada di Kecamatan Buli,
Kabupaten Halmahera Timur dengan luas hingga 300 ha. Beberapa
infrastruktur pendukung kawasan ini yaitu terdapat jaringan jalan provinsi
yang menghubungkan Kota Maba ke Buli sepanjang 1,5 km, Bandara Buli,
serta Pelabuhan milik PT. Antam. Saat ini sedang dibangun smelter
pengolahan biji nikel. Buli mempunyai potensi perdagangan dan jasa,
perkebunan, kawasan dan industri pertambangan, pariwisata, permukiman,
pengolahan, dan penangkapan perikanan.
Beberapa tantangan dan dukungan infrastruktur yang diperlukan KI Buli
adalah sebagai berikut :
x Kurang tersedianya air baku untuk kebutuhan masyarakat
x Diperlukan peningkatan infrastruktur jalan menuju kawasan
153
x Diperlukan penyediaan perumahan bagi pekerja di kawasan industri
Adapun indikasi program utama dalam pengembangan KI Buli, yaitu :
x Pembangunan sarana/prasarana air baku
x Peningkatan dan pelebaran jalan menuju kawasan industri
x Pembangunan rumah susun untuk pekerja
2. KPPN Maba
Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional Maba yang berada di Kabupaten
Halmahera Timur mempunyai potensi budidaya perikanan, distribusi kayu,
perkebunan, dan pariwisata. Kawasan ini berpotensi pada sektor
perdagangan dan jasa, perkebunan, pariwisata, dan permukiman. Beberapa
tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada KPPN Maba adalah
sebagai berikut :
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan
perdesaan
x Masih kurangnya pipa distribusi penyaluran air minum
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
154
4. Pelabuhan Pengumpan Lokal Subaim
Pelabuhan Pengumpan Lokal Subaim yang berada di Kabupaten Halmahera
Timur merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang
kegiatan industri dan perdagangan. Pelabuhan ini mendukung potensi di
sektor perdagangan dan jasa, pariwisata, permukiman, serta pengolahan dan
penangkapan perikanan. Adapun tantangan dan potensi kerusakan di
kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung
konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya
adalah peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
5. PKW Labuha
PKW Labuha adalah ibukota atau pusat pemerintahan dari Kabupaten
Halmahera Selatan yang merupakan sebuah kabupaten di sebelah selatan
wilayah Provinsi Maluku Utara. Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi
yang relatif baru hasil pemekaran dari Provinsi Maluku. Kabupaten
Halmahera Selatan resmi berdiri pada tanggal 9 Juni tahun 2003. Semenjak
resmi menjadi kabupaten, kontrol pemerintahan wilayah ini dipusatkan di
Kota Labuha. Kota Labuha sendiri terletak di Pulau Bacan, salah satu pulau
terbesar yang dimiliki Kabupaten Halmahera Selatan. PKW Labuha
mempunyai potensi budidaya dan penangkapan perikanan, pertambangan,
perkebunan, dan pariwisata.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Labuha
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
155
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kawasan kumuh
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
9. PKW Sanana
PKW Sanana merupakan ibukota dari Kabupaten Kepulauan Sula. Kota ini
merupakan hasil pemekaran wilayah yang berdasarkan Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003. Total luas wilayah Sanana
156
adalah 429,44 km² dengan pusat pertumbuhan Gugus Kepulauan Sula Bagian
Barat dan Gugus Kepulauan Sula Bagian Timur. PKW Sanana memiliki potensi
di sektor perikanan, pertanian, pertambangan, pariwisata, perdagangan dan
jasa, serta permukiman.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Sanana
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
157
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Sering meluapnya air Sungai Werinama pada waktu hujan
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
158
x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
159
kecil yang terdiri dari 66 pulau dimana 13 pulau diantaranya berpenghuni,
memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang melimpah serta kondisi
pulau-pulau kecil dan pesisir yang indah permai karena dikelilingi pasir putih.
Kota Tual mempunyai potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan
dan pariwisata. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat
pada PKW Tual adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
160
15. Pelabuhan ASDP Tayando
Pelabuhan ASDP Tayando yang berada di Kota Tual melayani perpindahan
muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan rute Tayando-Tam dan
Tayando-Kur. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor perikanan dan
pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di Pelabuhan ASDP
Tayando yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung
konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya
yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
161
17. Bandar Udara Namniwel
Bandar Udara Namniwel berada di Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru.
Bandar udara yang berjarak sekitar 6 km dari Kota Namlea ini memiliki
ukuran landasan pacu 750 m × 23 m. Bandar udara ini mempunyai potensi di
sektor pertambangan dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi
kerusakan di bandar udara ini yaitu diperlukan peningkatan infrastruktur
jalan menuju kawasan bandar udara, maka dari itu indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju kawasan bandar
udara.
162
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
163
x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan
perbatasan
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PKSN Dobo, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan jalan poros
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah khusus bagi TNI/POLRI
164
27. Pelabuhan Pengumpan Lokal Seira
Pelabuhan Pengumpan Lokal Seira yang berada di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat ini merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan
penunjang kegiatan perdagangan dengan rute Seira – Saumlaki dan Seira -
Wunlah. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu
diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju
pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan
pelebaran jalan menuju pelabuhan.
165
30. Pelabuhan ASDP Wunlah
Pelabuahan ASDP Wunlah berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Salah satu kegiatan di pelabuhan ini adalah sebagai tempat kegiatan alih
moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan dengan rute
Wunlah – Seira dan Wunlah - Larat. Pelabuhan ini mempunyai potensi di
sektor perikanan dan pariwisata. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam
pengembangan Pelabuhan ASDP Wunlah adalah diperlukan peningkatan
jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, untuk itu
indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju
pelabuhan.
1. PKW Fakfak
PKW Fakfak adalah ibukota dari Kabupaten Fakfak. Luas wilayah PKW Fakfak
2
adalah 14.320 km yang terdiri 9 distrik, 5 kelurahan, dan 118 kampung.
Jumlah penduduk pada tahun 2013 mencapai 71.069 jiwa dengan kepadatan
2
penduduk mencapai 4,96 jiwa/km . Tingkat kemiringan/kelerengan sebagian
besar merupakan wilayah pegunungan dengan kemiringan >400 dengan luas
wilayah mencapai 2.297.964 ha atau sekitar 61% dari total luas. Potensi
wisata yang ada di PKW Fakfak antara lain adalah Pantai Patawana, Air Terjun
Kiti Kiti, dan Goa Kokas. PKW Fakfak memiliki prasarana transportasi
pendukung yaitu Bandara Torea dan Pelabuhan Kokas.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Fakfak
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan penanganan terhadap abrasi pantai
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
166
x Perlindungan terhadap abrasi pantai
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan perumahan masyarakat Fakfak
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
C. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS 32 Biak – Manokwari –
Bintuni dan WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena
167
x Ketersediaan akses jalan menuju Pelabuhan ASDP Waren masih perlu
ditingkatkan
x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air
bersih untuk kebutuhan masyarakat
x Kurangnya ketersediaan pasokan air minum untuk kebutuhan pelabuhan
dan masyarakat sekitarnya,
x Terdapat penumpukan sampah karena tidak memadainya tempat
pembuangan sampah yang ada
x Diperlukan peningkatan kualitas rumah bagi nelayan
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di kawasan pelabuhan ini,
yaitu :
x Peningkatan jalan menuju pelabuhan
x Pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana air baku
x Pengembangan dan peningkatan sarana/prasarana distribusi air bersih
dan pembuangan sampah
x Pembangunan rumah layak huni
1. PKW Sarmi
PKW Sarmi adalah ibukota dari Kabupaten Sarmi yang terdiri dari 10
kecamatan, 2 kelurahan, dan 66 desa. PKW Sarmi memiliki luas wilayah
17.740 km² dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 mencapai 32.200
jiwa. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW
Sarmi adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik
karena luapan air sungai dan kurangnya air baku
x Ketersediaan akses jalan dan jembatan masih perlu ditingkatkan
x Perlu penanganan limbah rumah tangga dan persampahan
x Kurang tersedianya perumahan untuk pemukiman masyarakat kurang
mampu
x Banyaknya rumah-rumah yang sudah tidak layak huni
Adapun indikasi program utama untuk PKW Sarmi, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur IPAL dan persampahan
x Pembangunan rumah khusus dan swadaya
168
2. PKW Bade dan Pelabuhan Bade (PP)
PKW Bade merupakan ibukota Distrik Edera, Kabupaten Mappi. PKW Bade
memiliki luas wilayah 28.518 km² dengan jumlah penduduk pada tahun 2014
mencapai 87.156 jiwa. Pelabuhan Bade berada di pusat kota Kabupaten
Mappi yang dilalui KM R 44 dengan jalur pelayaran meliputi Merauke,
Kimaam, Wanam, Bade, Mur, dan Keppi (PP); KM R 44 dengan jalur pelayaran
Merauke, Kimaam, Wanam, Bade, Asiki, dan Getentiri (PP); dan KM R 46
dengan jalur pelayaran Merauke, Bade, Agats, Parako, Dobo, Tual, Kaimana,
Fakfak, Gorong, Geser, Bintuni, Babo, dan Sorong (PP).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik
karena luapan air sungai dan kurangnya air baku
x Belum maksimalnya aksesibilitas antar kawasan untuk menghubungkan
wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang
dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan menuju
Pelabuhan Bade
x Perlu penanganan limbah rumah tangga dan persampahan
x Diperlukan peningkatan kualitas rumah bagi nelayan
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat
Adapun indikasi program utama untuk PKW Bade, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur IPAL dan persampahan
x Pembangunan rumah layak huni
169
Adapun indikasi program utama pada Pelabuhan Depapre, yaitu :
x Pembangunan jalan menuju pelabuhan
x Peningkatan dan pembangunan intake air baku
x Pembangunan IPAL, IPLT, dan TPS kawasan pelabuhan
x Pembangunan perumahan layak huni
170
Pada bagian ini, kriteria pemrograman akan terbagi kedalam 3 bagian yaitu
(1) Kriteria Pemrograman Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka
Pendek dalam Kawasan; (2) Kriteria Pemrograman Program Pembangunan
Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar Kawasan dalam WPS; dan (3) Kriteria
Pemrograman Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar
WPS.
171
Tabel 3.16 Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek dalam Kawasan 29.1 Kawasan Morotai – Tobelo
Besaran
Readines Criteria
172
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
WPS 29 29.1. Kawasan KTM Morotai A. Unor SDA
Pusat Morotai-
Pertumb Tobelo Pembangunan
uhan Sistem Tidak ada
sedang Pengembangan program
Berkemb Air Baku
ang B. Unor BM
Ternate-
Sofifi- Peningkatan
Tidak ada Kab.
Morotai jaringan jalan & m Pusat
program Pulau 3,00
Jembatan
Morotai
C. Unor CK
Pembangunan Tidak ada
SPAM program
D. Unor Pnp
Pembangunan
Tidak ada
rumah swadaya
program
bagi MBR
KSPN
A. Unor SDA
Morotai
Pembangunan
Sarana dan Tidak ada
Prasarana Air program
Kab.
Baku
Pulau
DED
Morotai
Pembangunan
Pembangunan
Konstruksi
Konstruksi Dok Pusat
Penahan 1,00
Pengaman Pantai
Ombak Morotai
Selatan
Besaran
Readines Criteria
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
Pembangunan
Konstruksi
Penahan
Km Pusat
Ombak Pantai 1,00
Morotai Selatan
Tahap I
Pembangunan
Konstruksi
Pengaman
Km Pusat
Pantai Morotai 1,00
Selatan Tahap
II
B. Unor BM
Peningkatan & Tidak ada
m Pusat 2015
Pelebaran Jalan program 16,00
C. Unor CK
Pembangunan Tidak ada
SPAM program
D. Unor Pnp
Tidak ada
Tidak ada program
program
A. Unor SDA
DED
Pembangunan
Kab.
Pembangunan Embung untuk 1 Dok Pusat 2016
KEK Morotai Pulau
Sistem sumber air baku
Morotai
Pengembangan KEK Morotai
Air Baku Pembangunan
Tanggul Sungai 2.000 m Pusat 2016
Ake Pageo
173
Besaran
Readines Criteria
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama
174
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
Pembangunan
Embung untuk
1 Unit Pusat
sumber air baku
KEK Morotai
B. Unor BM
Pembangunan
Peningkatan &
Jalan km 2017 Siap
Pelebaran Jalan 24,00
Wayabula-Sopi
C. Unor CK
Pembangunan Tidak ada
Infrastruktur SPAM program
Pembangunan
Fasilitas Tidak ada
Pengolahan Akhir program
Sampah
Terbangunnya
infrastruktur air
limbah sistem Tidak ada
terpusat skala program
kawasan &
Komunal
D. Unor Pnp
Pembangunan
Rusunawa
4 4 4 TB Pusat
untuk pekerja
Pembangunan
KEK Morotai
perumahan bagi
Rumah
Pekerja Pk Pusat
Swadaya 1.500,
Rumah Khusus
Unit Pusat
Nelayan 300,00
Besaran
Readines Criteria
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
Rumah Khusus
Unit Pusat
Perbatasan 300,00
A. Unor SDA
Pembangunan
Sarana dan Tidak ada
Prasarana Air program
Baku
B. Unor BM
Peningkatan
Tidak ada
jaringan jalan & m Pusat
program Kab. 20,00
Jembatan
PKSN Daruba Pulau
C. Unor CK Morotai
Pengembangan Tidak ada
sarana air minum program
D. Unor Pnp
Pembanguanan
Rumah Khusus
Tidak ada
bagi TNI/POLRI &
program
Rumah Swadaya
Bagi MBR
A. Unor SDA
Pembangunan
Kawasan Tidak ada
sarana/prasarana
Perdesaan program Kab.
air baku
Prioritas Pulau
Pembangunan
Nasional Tidak ada Morotai
Konstruksi
Daruba program
Pengaman Pantai
B. Unor BM
175
Besaran
Readines Criteria
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama
176
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
Pembangunan
Tidak ada
Jalan Poros & m Pusat 2015
program 40,00 - -
Jembatan
C. Unor CK
Pembangunan
SPAM Perdesaan Tidak ada
Berbasis program
Masyarakat
D. Unor Pnp
Pembangunan
Tidak ada
rumah swadaya
program
bagi MBR
A. Unor SDA
Pembangunan
Sarana dan Tidak ada
Prasarana Air program
Baku
Pembangunan
Tidak ada
Konstruksi
program
Pengaman Pantai
Kab.
PKW Tobelo B. Unor BM Halmahe
ra Utara
Peningkatan
Tidak ada
jaringan jalan & 7,5 Km Provinsi 2017 Siap
program
Jembatan
C. Unor CK
Pembangunan Tidak ada
Kws Pusat 2017
SPAM IKK program 1,00
Penataan Kota Tidak ada
Paket Pusat 2017 Siap
Tua Tobelo & program 1,00
Besaran
Readines Criteria
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
Kawasan kumuh
sekitarnya
Pembangunan
sistem air limbah Tidak ada
Kws Pusat 2017 2017
terpusat skala kota program 1,00
& Komunal
Pembangunan Tidak ada
Drainase program
Pembangunan Tidak ada
TPST/3R program
Pembangunan
Rumah Khusus Unit Pusat
350,00
Pembanguanan Nelayan
Rumah Swadaya Peningkatan
bagi MBR Kualitas
Unit Pusat
Rumah 3.000
Swadaya
177
3.4 Program Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan
Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua
Pembangunan yang berjalan haruslah didasarkan pada suatu rencana yang
terpadu dan didukung oleh program yang tersinkronisasi atas beberapa kriteria,
seperti (a) fungsi kawasan terdukung; (b) lokasi program (kota/kabupaten); (c)
waktu pelaksanaan program; (d) besaran program; (e) biaya program; dan
(f) kewenangan (pusat/provinsi/kabupaten/kota/swasta). Program Jangka Pendek
keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR di Kepulauan
Maluku dan Pulau Papua ini akan menjelaskan terkait program – program yang
akan dilaksanakan dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah serta
mendukung pengembangan kawasan selama tahun 2018 – 2020.
Program jangka pendek dalam kawasan adalah program – program yang disusun
untuk mendukung kawasan – kawasan prioritas yang telah ditetapkan dalam
Wilayah Pengembangan Strategis.
178
179
Gambar 3.13 Program Jangka Pendek Kawasan Morotai – Tobelo
B. Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore
Kota Ternate dan Tidore Kepulauan merupakan salah satu kawasan padat
penduduk yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa. Berdasarkan
kondisi tersebut, pada sektor Bina Marga akan dibangun Jembatan Ternate –
Tidore sebagai upaya meningkatkan mobilitas antar kawasan. Dari sektor
Sumber Daya Air terdapat program pembangunan embung yang
diperuntukkan bagi Kota Ternate dan Tidore. Pembangunan embung
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai ruang penyimpanan air limpahan hujan
sehingga dapat menjadi sumber pasokan air bagi pertanian, domestik, dan
industri. Selain itu, guna mencukupi kebutuhan penyediaan air minum,
terutama pada Kota Ternate akan dibangun dan dikembangkan SPAM.
180
181
Gambar 3. 14 Program Jangka Pendek Kawasan Sofifi – Ternate – Tidore
C. Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram
Selain program sektor Sumber Daya Air dan Bina Marga, pengembangan
kawasan ini juga didukung oleh program-program infrastruktur permukiman
dan penyediaan perumahan. Program penyediaan rumah dimaksudkan untuk
mengakomodasi kebutuhan perumahan yang layak bagi nelayan dan pekerja.
Selain itu, pada sektor Cipta Karya terdapat program pembangunan SPAM
Perkotaan IKK Nusalaut, IKK Seti, IKK Haya, dan IKK Sahulau, serta
pembangunan SPAL pada Kawasan Masohi.
182
183
Gambar 3.15 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram
D. Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon
Pada kawasan ini terdapat kawasan pertanian dan daerah irigasi yang
merupakan kewenangan pemerintah pusat. Untuk mendukung potensi
tersebut, program pembangunan yang terkait di dalamnya antara lain adalah
pembangunan waduk dan embung di Kota Ambon untuk mendukung
pertumbuhan produksi hasil pertanian. Selain itu, pada sektor Sumber Daya
Air juga terdapat program pembangunan pengaman pantai di Kota Ambon.
Program tersebut merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan abrasi
yang diakibatkan oleh air laut yang mengakibatkan terkikisnya jalan lingkar
Pulau Ambon sehingga akses jalan terhambat yang menghubungkan
beberapa kawasan di Kota Ambon. Kemudian, salah satu upaya mendukung
program sanitasi perkotaan oleh sektor Cipta Karya dilakukan pembangunan
TPS dan TPA.
184
185
Gambar 3.16 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ambon
E. Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja
Ampat
186
187
Gambar 3.17 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat
F. Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari
188
189
Gambar 3.18 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari
G. Kawasan (32.1) Strategis Migas Manokwari – Bintuni
Sebagai pertahanan terhadap daya rusak air pada sektor Sumber Daya Air
terdapat program SID pembangunan pengaman pantai serta pengendalian
banjir. Selanjutnya pada sektor Cipta Karya guna mendukung penyediaan air
minum kawasan, terdapat program pembangunan SPAM IKK yang tersebar di
beberapa lokasi. Selain itu, pada sektor ini juga terdapat program
penyusunan RTBL kawasan industri sebagai upaya penataan kawasan.
Kemudian, pada sektor Penyediaan Perumahan terdapat program
penyediaan rumah khusus bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
dan juga terdapat pembangunan rusunawa yang diperuntukkan bagi pekerja.
190
191
Gambar 3.19 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Migas Manokwari – Bintuni
H. Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak
192
193
Gambar 3.20 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Biak
I. Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire
194
195
Gambar 3.21 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire
J. Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika
196
197
Gambar 3.22 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Timika
K. Kawasan (33.3) Pertumbuhan Baru Wamena
198
199
Gambar 3.23 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena
L. Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw
200
201
Gambar 3.24 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw
M. Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah
202
203
Gambar 3.25 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah
3.4.2 Program Jangka Pendek antar Kawasan
204
205
Gambar 3.26 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Papua Barat
3.4.3 Program Jangka Pendek antar WPS
206
207
Gambar 3.27 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku Utara
B. Provinsi Maluku
208
209
Gambar 3.28 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku
C. Provinsi Papua Barat
210
211
Gambar 3.29 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua Barat
D. Provinsi Papua
212
213
Gambar 3. 30 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua
3.5 Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan
Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua
Dalam melakukan pemrograman jangka pendek tahun 2018 – 2020, Pusat
Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR cq Bidang
Penyusunan Program mengacu kepada pagu Kementerian PUPR dalam Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) yang telah disusun oleh Kementerian
Keuangan. Hal ini dipandang sangat strategis agar penyusunan program yang
diusulkan juga memperhatikan kemampuan pendanaan.
Mengingat Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina Marga mengalokasikan
anggaran lebih banyak untuk belanja modal dibandingkan Ditjen Cipta Karya dan
Ditjen Penyediaan Perumahan maka dilakukan asumsi perhitungan yang berbeda
untuk setiap Unor dalam menentukan besarnya kapasitas pembiayaan terhadap
program/kegiatan yang bersifat new development. Adapun hasil perhitungan
setiap Unor untuk 3 tahun ke depan dijabarkan pada Tabel 3.17.
Tabel 3.17 Perkiraan Indikasi Pagu KPJM dan Program New Development Tahun 2018
– 2020
2018 (Rp. . Juta) 2019 (Rp. . Juta) 2020 (Rp. . Juta)
UNOR
New New New
KPJM KPJM KPJM
Development Development Development
Pagu PUPR 105.037.789 108.702.663 111.966.694
214
2018 (Rp. . Juta) 2019 (Rp. . Juta) 2020 (Rp. . Juta)
UNOR
New New New
KPJM KPJM KPJM
Development Development Development
(Setjen, Itjen,
Ditjen Bina
Konstruksi, Ditjen
Pembiayaan
Perumahan,
BPSDM, BPIW,
Balitbang)
SubTotal (4 Unor) 102.325.458 35.962.764 105.897.315 37.218.475 109.076.692 38.335.799
Ditjen Sumber
34.424.275 6.884.855 35.625.045 7.125.009 36.694.848 7.338.970
Daya Air
Ditjen Bina Marga 42.838.917 10.709.729 44.334.462 11.083.616 45.665.480 11.416.370
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa prioritas pembangunan untuk tahun
anggaran 2018 di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua adalah pada sektor Bina
215
Marga melalui pembangunan jalan dan jembatan. Salah satu kegiatan utama
pembangunan di Pulau Papua adalah pembangunan Jalan Trans Papua dan
pembangunan jalan nasional pararel perbatasan Indonesia dengan Papua New
Guinea. Kemudian sektor berikutnya yang dengan jumlah anggaran tertinggi
adalah sektor Sumber Daya Air yang bertujuan untuk penyediaan air baku untuk
mendukung program ketahanan pangan dan pembangunan pengaman pantai
untuk kawasan strategis seperti di Pulau Morotai, Maluku Utara.
Selanjutnya untuk tahun anggaran 2019, alokasi anggaran tertinggi adalah untuk
sektor Penyediaan Perumahan khususnya perumahan khusus dan perumahan
swadaya di Provinsi Papua dan Maluku Utara. Kemudian untuk sektor Sumber
Daya Air untuk penyediaaan air baku dan pengaman pantai berada pada urutan
kedua dalam hal alokasi anggaran.
216
3.5.2 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung Kawasan, WPS,
dan Antar WPS
217
2018 2019 2020
NO DUKUNGAN KAWASAN
JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA
Kawasan Perbatasan Laut
35.35 4 20,000,000,000 3 43,305,387,200 1 17,702,308,800
Pulau Bras
Kawasan Perbatasan Laut
35.37 1 1,000,000,000 2 2,000,000,000 2 20,600,000,000
Pulau Liki
Kawasan Perbatasan Laut
35.40 18 150,250,000,000 2 6,360,000,000 2 6,720,000,000
Pulau Budd
Kawasan Perbatasan Laut
35.44 1 4,959,375,000 1 4,562,625,000 2 104,779,818,750
Pulau Panambulai
2 ANTAR KAWASAN 150 2,208,541,448,700 201 3,387,144,723,000 41 1,706,915,992,190
3 ANTAR WPS 54 758,287,000,000 66 1,468,571,921,600 14 741,061,529,500
218
2018 2019 2020
NO PRIORITAS NASIONAL
JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA
Pengembangan Dunia
5 27 786,225,000,000 8 450,860,000,000 4 346,720,000,000
Usaha dan Pariwisata
Perumahan dan
6 23 53,032,873,700 39 490,470,000,000 12 775,397,400,000
Permukiman
TOTAL 444 5,262,499,797,700 487 8,482,819,641,700 108 5,507,166,387,250
Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020
219
BAB
IV
PENUTUP
4 BAB IV
PENUTUP
Pengembangan Kepulauan Maluku dan Pulau Papua melalui dukungan Program Jangka
Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR juga
mengusung beberapa isu strategis menjadi prioritas. Isu utama yang dijadikan dasar
dalam pembangunan infrastruktur di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua adalah
peningkatan konektivitas antar wilayah. Oleh karena itu, program-program yang ada
diharapkan mampu mendukung isu-isu tersebut. Selain itu, terdapat isu strategis lainnya
yang menyertai isu utama tersebut, yakni pada Kepulauan Maluku seperti diperlukannya
pengembangan subsektor perhubungan laut serta penyediaan infrastruktur pelabuhan,
jalan, dan telekomunikasi yang mendukung pengembangan sektor perikanan dan
pertanian. Pada wilayah Pulau Papua, isu yang mengemuka tentunya adalah rencana
pengembangan Trans Papua, pengembangan kawasan perbatasan, ketahanan pangan,
serta pengembangan sektor pariwisata.
221
konektivitas, dukungan infrastruktur diantaranya dilakukan dengan pembangunan Jalan
Lingkar Trans Morotai, pembangunan Jembatan Ternate–Tidore, pembangunan Fly Over
Sudirman di Kota Ambon, serta pembangunan Jalan Trans Papua Kenyam–Dekai.
Selanjutnya dalam mendukung ketahanan pangan nasional, akan dibangun bendungan
untuk menjamin ketersediaan air baku dan irigasi. Terdapat masing-masing satu
bendungan baru yang dibangun di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. Pada sektor
pengembangan pariwisata, terdapat Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Morotai. Pembangunan juga dilangsungkan guna menjaga pulau-pulau kecil terluar yang
menjadi garda depan Indonesia. Dukungan infrastruktur yang dilakukan diantaranya
seperti pembangunan pengaman pantai di lokasi-lokasi pulau kecil terluar. Selain itu,
dukungan juga diberikan pada daerah-daerah pedalaman tertinggal, berupa
pembangunan rumah khusus masyarakat daerah tertinggal.
222
DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang - Undangan
Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;
Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025;
Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
Undang-Undang No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara;
Undang-Undang No. 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus;
Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006 tentang Jalan;
Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional;
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Kepariwisataan
tahun 2010 – 2025;
Peraturan Pemerintah No. 100 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 2 tahun 2011 tentang Penyelenggaran Kawasan Ekonomi
Khusus;
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol.
Peraturan Presiden No.32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan Dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025;
Peraturan Presiden No. 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet
Kerja
Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Tahun 2015-2019;
Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.;
Peraturan Presiden No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek
Strategis Nasional;
Keputusan Presiden No. 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan
Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;
223
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 04/PRT/M/2015
tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 13.1/PRT/M/2015
tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat tahun 2015 – 2019;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 14/PRT/M/2015
tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi;
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 248/KPTS/M/2015
tahun 2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer
Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri (JAP) dan Jalan Kolektor - 1 (JKP-1);
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 290/KPTS/M/2015
tahun 2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan
Nasional.
Buku dan Dokumen Lainnya
Badan Pusat Statistik. (2016). Statistik Indonesia 2016. Jakarta. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2014). Provinsi Maluku Utara dalam Angka. Ternate. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2014). Provinsi Papua dalam Angka. Jayapura. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Maluku dalam Angka. Ambon. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Papua Barat dalam Angka. Manokwari. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Maluku dalam Angka. Ambon. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Maluku Utara dalam Angka. Ternate. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Papua dalam Angka. Jayapura. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Papua Barat dalam Angka. Manokwari. BPS.
Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas. (2015). Penyediaan Hunian
Layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Jakarta.
Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman. (2016). Paparan Laporan
Pelaksanaan Kegiatan TA 2016 Pengembangan Kawasan Permukiman
Khusus Perbatasan (PLBN dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman).
Kementerian PUPR. Jakarta.
Kemetenterian Koordinator Bidang Perekonomian. (2011). Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta.
Pusat Data dan Teknologi Informasi. (2015). Informasi Statistik Infrastruktur
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2015. Kementerian PUPR. Jakarta.
224
Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR. (2015). Program
Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur
PUPR. Kementerian PUPR. Jakarta.
Pusat Perencanaan Infrastruktur BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Induk
Pengembangan Infrastruktur PUPR di Kepulauan Maluku. Kementerian
PUPR. Jakarta.
Pusat Perencanaan Infrastruktur BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Induk
Pengembangan Infrastruktur PUPR di Pulau Papua. Kementerian PUPR.
Jakarta.
Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015).
Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 31
Sorong-Manokwari. Kementerian PUPR. Jakarta.
Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015).
Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 32
Biak-Manokwari-Bintuni. Kementerian PUPR. Jakarta.
Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015).
Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 33
Nabire-Enarotali-Wamena. Kementerian PUPR. Jakarta.
Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015).
Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 34
Jayapura-Merauke. Kementerian PUPR. Jakarta.
Rasyidi, M.S. et al., 2016. Kamus Istilah Pengembangan Wilayah 1st ed., Jakarta,
Indonesia: Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Simanjuntak, Entatarina et al (2015). Profil Investasi Infrastruktur Bidang Pekerjaan
Umum. Jakarta. Pusat Kajian Strategis Kementerian Pekerjaan Umum.
225