Anda di halaman 1dari 251

SINKRONISASI PROGRAM DAN

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
JANGKA PENDEK 2018 - 2020
KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN
INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEPULAUAN MALUKU
DAN PULAU PAPUA

PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR


BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
JUDUL:
Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020
Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku
dan Pulau Papua

PEMBINA:
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah:
Ir. Rido Matari Ichwan, MCP.

PENANGGUNG JAWAB:
Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR:
Ir. Harris H. Batubara, M.Eng.Sc.

PENGARAH:
Kepala Bidang Penyusunan Program: Sosilawati, ST., MT.

TIM EDITOR:
1. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program I: Amelia Handayani, ST., MSc.
2. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program II: Dr.(Eng.) Mangapul L. Nababan, ST., MSi.

PENULIS:
1. Kepala Bidang Penyusunan Program: Sosilawati, ST., MT.
2. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program II: Dr.(Eng.) Mangapul L. Nababan, ST., MSi.
3. Pejabat Fungsional Perencana: Ary Rahman Wahyudi, ST., MUrb&RegPlg.
4. Pejabat Fungsional Perencana: Zhein Adhi Mahendra , SE.
5. Staf Bidang Penyusunan Program: Wibowo Massudi, ST.
6. Staf Bidang Penyusunan Program: Sekar Utami, ST.

KONTRIBUTOR DATA:
1. Sekar Utami, ST.
2. Agus Sugiyanto, S.Pd.
3. Chafid Syahbi, SE.
4. Ika Juwita Rahayu, ST.

DESAIN SAMPUL DAN TATA LETAK:


1. Wantarista Ade Wardhana, ST.
2. Wibowo Massudi, ST.

TAHUN : 2017
ISBN : ISBN 978-602-61190-4-9
PENERBIT : PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR,
BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH,
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT.

i
KATA PENGANTAR
Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan
Infrastruktur PUPR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh;
Salam Sejahtera; Om Swastiastu; Namo Buddhaya.

Tahun 2017 adalah tahun ketiga perwujudan Nawa


Cita yang merupakan penjabaran visi dan misi
pemerintahan Kabinet Kerja Joko Widodo – Jusuf
Kalla (2014-2019) menuju Indonesia yang berdaulat
secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi
dan berkepribadian dalam kebudayaan
berlandaskan gotong royong. Pembangunan
infrastruktur merupakan salah satu fokus utama yang ingin diamanatkan dalam
Nawa Cita yang diharapkan dapat mewujudkan 4 (empat) hal penting terkait
dengan penyediaan infrastruktur PUPR, yaitu: (1) membangun dari pinggiran
dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan,
(2) meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, (3) meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional, dan (4) mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik.
World Economic Forums (WEF) tahun 2016 menunjukkan indeks daya saing
global Indonesia menempati peringkat 41 dan indeks daya saing infrastruktur
Indonesia menempati peringkat 60. WEF menekankan bahwa perlu perbaikan
penyelenggaraan infrastruktur dan perwujudan birokrasi yang lebih efisien.
Terkait dengan pembangunan infrastruktur, kita masih dihadapkan pada
keterbatasan kapasitas pendanaan, SDM, penguasaan teknologi, dan
kesenjangan wilayah. Untuk mengatasi tantangan tersebut, perlu upaya bersama
terpadu (terintegrasi) dan sinkron sehingga pemanfaatan sumber daya dalam
mewujudkan pembangunan infrastruktur dapat lebih optimal dan efisien.

Sebagai salah satu institusi strategis dalam perencanaan dan pemrograman


terkait infrastruktur PUPR, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW)
dituntut dapat memberikan solusi dan inovasi dalam penyelenggaraan
infrastruktur PUPR. BPIW sendiri telah memperkenalkan konsep pendekatan
Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) sebagai salah satu terobosan strategi
untuk memadukan pengembangan wilayah dengan pembangunan infrastruktur
PUPR. WPS diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk meningkatkan
keterpaduan perencanaan antara pengembangan kawasan dengan
pembangunan infrastruktur PUPR, meningkatkan sinkronisasi program dan

ii
pembiayaan program pembangunan infrastruktur PUPR, peningkatan kualitas
pekerjaan konstruksi, hingga peningkatan kualitas monitoring dan evaluasi.

Pada buku ini ditampilkan program jangka pendek 3 (tiga) tahunan (2018-2020)
pada setiap kawasan, WPS (antar kawasan), dan antar WPS didalamnya
menggunakan data yang bersumber dari UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN
2005-2025, Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019, Perpres No. 3
Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Direktif
Presiden, Peraturan Menteri PUPR No. 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian PUPR, serta berbagai produk perencanaan BPIW yang terkait yang
disusun berdasarkan arahan program dalam Master Plan dan Development Plan
yang diintegrasikan dengan Rencana Induk Pulau. Selain itu, penyusunan
program juga berpedoman kepada prioritas pembangunan pemerintah yang
ditetapkan oleh Bappenas untuk mewujudkan sinkronisasi program dan
pembiayaan pembangunan infrastruktur baik antar wilayah ataupun antar
tingkat pemerintahan.

Dalam proses penyusunan program 3 (tiga) tahunan tersebut, berbagai program


dianalisis untuk menentukan prioritas program berdasarkan kriteria
pemrograman. Hasil analisis tersebut berupa matriks program jangka pendek
yang terbagi berdasarkan 3 (tiga) sumber pembiayaan, yakni Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan
Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Saya menyadari bahwa peningkatan kualitas perencanaan maupun


pemrograman membutuhkan proses yang berkelanjutan dan buku ini merupakan
salah satu upaya untuk keberlangsungan proses tersebut. Semoga buku ini dapat
menjadi media diseminasi yang efektif kepada para akademisi serta praktisi di
bidang perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur PUPR.

Akhir kata, apresiasi setinggi-tingginya secara tulus saya sampaikan kepada


semua pihak yang terlibat dalam penulisan buku ini, baik di lingkungan
Kementerian PUPR, maupun di lingkungan pemerintah daerah di seluruh pelosok
Indonesia.

Jakarta, Desember 2016


Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR

(TTD)

Ir. Harris Hasudungan Batubara, M.Eng.Sc.

iii
KATA PENGANTAR
Kepala Bidang Penyusunan Program
Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om
Swastiastu; Namo Buddhaya.

Indonesia merupakan negara berkembang


dimana infrastruktur yang terbangun
memainkan peranan sangat penting bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat, sehingga perencanaan
pembangunan infrastruktur di Indonesia
dilakukan secara terpadu menggunakan
pendekatan pengembangan wilayah.

Tantangan pembangunan infrastruktur Indonesia saat ini, coba dijawab melalui


pembentukan Badan Pembangunan Infrastruktur Wilayah (BPIW) yang memiliki
peranan penting dalam memadukan pembangunan infrastruktur PUPR dengan
pengembangan wilayah melalui pendekatan 35 Wilayah Pengembangan Strategis
(WPS). Pembangunan berbasis WPS merupakan suatu pendekatan pembangunan
yang memadukan antara pengembangan wiayah dengan “market driven”
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta
memfokuskan pengembangan infrastruktur pada suatu wilayah strategis dalam
rangka mendukung percepatan pertumbuhan kawasan strategis dan mengurangi
disparitas antar kawasan di dalam WPS. Dalam konsep pengembangan wilayah,
diperlukan keterpaduan perencanaan antara infrastruktur dengan kawasan
pertumbuhan di dalam kawasan pertumbuhan, antar kawasan pertumbuhan
(WPS), antar WPS, selanjutnya dilakukan sinkronisasi program dan pembiayaan
keterpaduan pembangunan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR
untuk meningkatkan sinergi terkait fungsi, lokasi, waktu, besaran, dan dana.

Berbagai dokumen perencanaan dan pemrograman telah dihasilkan BPIW untuk


mendukung pengembangan wilayah di 35 WPS. Upaya mengintegrasikan
perencanaan dijabarkan melalui Master Plan, Development Plan, RIPP (Rencana
Induk Pengembangan Pulau), serta dokumen lainnya yang pada intinya menjadi
dasar penyusunan sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan
keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR (khususnya

iv
jalan dan jembatan, sumber daya air, keciptakaryaan, dan penyediaan
perumahan).

Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, kami menyusun program keterpaduan


pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR Tahun 2018 – 2020 dengan
melakukan Analisis Kelayakan untuk menentukan program infrastruktur PUPR
yang secara terpadu mendukung pengembangan kawasan/wilayah. Analisis ini
dilakukan dengan memperhatikan Kawasan Terdukung, Fungsi Kawasan
Terdukung, Jangka Waktu Berfungsinya Kawasan, Potensi dari Kawasan
Terdukung, Tantangan dan Isu Kawasan Terdukung. Proses penyusunan program
juga mempertimbangkan Kriteria Penyusunan Program yaitu: (a) Fungsi Kawasan
Terdukung; (b) Lokasi Program Jangka Pendek (kabupaten/kota); (c) Waktu
Pelaksanaan Program Jangka Pendek; (d) Besaran Program Jangka Pendek; (e)
Biaya Program Jangka Pendek; (f) Kewenangan (pusat/provinsi/
kabupaten/kota/swasta); (g) Kesiapan/Readiness Criteria (Kesesuaian RTRW, FS,
DED, Dokumen Lingkungan, dan Kesiapan Lahan).

Akhirnya, atas izin dari Allah SWT, serta segala upaya dari seluruh jajaran Badan
Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, kami harapkan dengan terbitnya buku ini dapat memberikan
manfaat dan menjadi acuan dalam penyusunan program tahunan yang
selanjutnya menjadi bahan referensi di forum-forum koordinasi pemrograman
seperti Konsultasi Regional Kementerian PUPR, Musrenbang, dan forum-forum
lainnya. Kami juga menyadari, kehadiran buku ini masih jauh dari sempurna dan
untuk itu kami sangat terbuka terhadap berbagai masukan dan saran untuk
perbaikan ke depan.

Jakarta,, Desember 2016

Kepala Bidang
pala Bidan Penyusunan ProgramTTD)
ng Pen

Sosilawati, S.T.,
ilawati,, SS.
.T.
T,MM.T.

v
KATA SAMBUTAN
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah

Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om
Swastiastu; Namo Buddhaya.

Puji syukur kami panjatkan ke


hadirat Allah, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, buku Sinkronisasi
Program dan Pembiayaan
Pembangunan Infrastruktur PUPR
Jangka Pendek 3 (tiga) Tahun
Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di 6 (enam) pulau dan
kepulauan dapat diterbitkan.

Buku ini, menjabarkan proses sinkronisasi program dan pembiayaan, yang dimulai dari
perencanaan infrastruktur PUPR di tingkat pulau dan kepuluan, perencanaan 35 (tiga
puluh lima) Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) yang mencangkup kawasan-
kawasan prioritas, kawasan perkotaan dan perdesaan strategis, yang kemudian
menghasilkan program-program prioritas jangka pendek. Buku ini, menjadi acuan dalam
upaya BPIW melakukan penajaman sinkronisasi program dan pembiayaan yang
selanjutnya menjadi materi program untuk dibahas dalam berbagai rapat koordinasi dan
konsultasi terkait pemrograman baik ditingkat nasional maupun provinsi dan
kabupaten/kota (Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), Konsultasi
Regional (Konreg), Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek), dan lain sebagainya.

Buku ini bertujuan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan dan kesinkronan


program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan
kawasan dengan infrastruktur PUPR. Melalui buku ini, program pembangunan

vi
infrastruktur PUPR yang menggunakan sumber daya yang dikelola oleh pemerintah,
khususnya melalui APBN, dapat terselenggara secara optimal dan efisien serta
mendukung berbagai agenda prioritas Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla yang diamanatkan dalam Nawa Cita.

Proses penyusunan buku ini melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan
perencanaan dan pemrograman baik di internal BPIW maupun seluruh kerabat
perencanaan dan pemrograman di lingkungan Kementerian PUPR. Selain itu, dalam
prosesnya juga melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) daerah baik
ditingkat provinsi maupun di kabupaten/kota, dalam hal ini Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah provinsi maupun kabupaten/kota, serta dinas yang membidangi
urusan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota.

Saya mengharapkan buku ini dapat menjadi referensi penting tidak hanya bagi
praktisi/pelaku perencanaan dan pemrograman di Kementerian PUPR, namun juga
dapat memberikan gambaran proses pelaksanaan perencanaan dan pemrogaman
infrastruktur PUPR bagi kalangan akademisi dan pemerhati infastruktur PUPR, baik di
pusat maupun di daerah.

Jakarta, Desember 2016


Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah

Ir. Ridho Matari Ichwan, MCP.

vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN
INFRASTRUKTUR PUPR ...........................................................................................I
KATA PENGANTAR KEPALA BIDANG PENYUSUNAN PROGRAM ............................................ III
KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH................ V
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ VII
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................IX
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................XI
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 Profil Kepulauan Maluku dan Papua ......................................................................... 2
1.1.1 Gambaran Umum Kepulauan Maluku ............................................................ 2
1.1.2 Gambaran Umum Pulau Papua .................................................................... 11
1.1.3 Gambaran Umum Provinsi Maluku .............................................................. 21
1.1.4 Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara .................................................... 23
1.1.5 Gambaran Umum Provinsi Papua Barat....................................................... 25
1.1.6 Gambaran Umum Provinsi Papua ................................................................ 27
1.2 Kondisi Umum Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
di Kepulauan Maluku dan Papua ............................................................................. 29
1.2.1 Sektor Sumber Daya Air ............................................................................... 29
1.2.2 Sektor Bina Marga ........................................................................................ 31
1.2.3 Sektor Cipta Karya ........................................................................................ 32
1.2.4 Sektor Penyediaan Perumahan .................................................................... 34
1.3 Kebijakan Pembangunan Kepulauan Maluku dan Papua ........................................ 35
1.3.1 Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang .................................................... 36
1.3.2 Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah ................................................ 37
1.3.3 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Lintas Kementerian
dan Lembaga ................................................................................................ 38
1.3.4 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Wilayah dan Infrastruktur
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ................................................... 49
1.4 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Kepulauan Maluku
dan Papua ................................................................................................................ 54
1.4.1 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur
di Kepulauan Maluku.................................................................................... 55
1.4.2 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Pulau Papua ..... 58
BAB II MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN
PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR ............................65
2.1 Definisi Umum Perencanaan dan Pemrograman .................................................... 65
2.2 Dasar Hukum Perencanaan dan Pemrograman Infrastruktur PUPR ....................... 66
2.3 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan,
dan Evaluasi dalam Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan
Infrastruktur PUPR................................................................................................... 68

viii
2.4 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan
Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR ....................... 72
2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan
Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan
Infrastruktur PUPR................................................................................................... 75
BAB III SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
JANGKA PENDEK 2018-2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN
DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR ..........................................................................77
3.1 Profil WPS dan Kawasan .......................................................................................... 77
3.1.1 Profil WPS ..................................................................................................... 78
3.1.2 Profil Kawasan dalam WPS ........................................................................... 96
3.2 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek 2018–2020 Kepulauan Maluku
dan Pulau Papua .................................................................................................... 110
3.2.1 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek dalam Kawasan ..................... 111
3.2.2 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan ...................... 149
3.2.3 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS ............................. 153
3.3 Kriteria Pemrograman Jangka Pendek 2018 – 2020 Kepulauan Maluku
dan Pulau Papua .................................................................................................... 170
3.4 Program Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan
Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua .......... 178
3.4.1 Program Jangka Pendek dalam Kawasan ................................................... 178
3.4.2 Program Jangka Pendek antar Kawasan .................................................... 204
3.4.3 Program Jangka Pendek antar WPS ........................................................... 206
3.5 Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan
Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua ...... 214
3.5.1 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur
PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2018 – 2020 ................ 215
3.5.2 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur
PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung
Kawasan, WPS, dan Antar WPS .................................................................. 217
3.5.3 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur
PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung
Prioritas Nasional ....................................................................................... 218
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................221
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................223

ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Provinsi Maluku Utara ......................................................................... 4
Gambar 1.2 Peta Administrasi Provinsi Maluku .............................................................. 5
Gambar 1.3 Grafik IPM Kepulauan Maluku Tahun 2011-2015 ....................................... 8
Gambar 1.4 PDRB Kepulauan Maluku ........................................................................... 10
Gambar 1.5 Peta Pulau Papua ....................................................................................... 12
Gambar 1.6 Grafik IPM Pulau Papua Tahun 2011-2015 ................................................ 17
Gambar 1.7 PDRB Pulau Papua ..................................................................................... 21
Gambar 1.8 PDRB Provinsi Maluku Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun
2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ................................. 22
Gambar 1.9 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku ............................. 23
Gambar 1.10 PDRB Provinsi Maluku Utara Berdasarkan Lapangan Usaha
Tahun 2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ...................... 24
Gambar 1.11 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku Utara .................... 25
Gambar 1.12 PDRB Provinsi Papua Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun
2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ................................. 26
Gambar 1.13 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat ..................... 27
Gambar 1.14 PDRB Provinsi Papua Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun
2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ................................. 28
Gambar 1.15 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua ............................... 29
Gambar 1.16 Proyek Pembangunan Bendung Wariori ................................................... 30
Gambar 1.17 Rencana Pembangunan Jalan Trans Papua ............................................... 31
Gambar 1.18 Pembangunan PLBN Skouw, Jayapura ...................................................... 33
Gambar 1.19 Tipikal Rumah Khusus ................................................................................ 35
Gambar 1.20 Konsepsi Wilayah Pengembangan Strategis .............................................. 52
Gambar 1.21 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua .......................................... 59
Gambar 1.22 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua .......................................... 59
Gambar 1.23 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua .......................................... 59
Gambar 2.1 Struktur Lembaga Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah .............. 69
Gambar 2.2 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program &
Pembiayaan, dan Evaluasi Pengembangan Kawasan dengan
Pembangunan Infrastruktur PUPR ............................................................ 70
Gambar 2.3 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Keterpaduan
Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR............................... 73
Gambar 2.4 Jadwal Rangkaian Kegiatan Perencanaan maupun Pemrograman
Pembangunan Nasional ............................................................................. 74

x
Gambar 2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan
Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan
Infrastruktur PUPR..................................................................................... 76
Gambar 3.1 Profil WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba .................................................... 79
Gambar 3.2 Peta Kawasan di WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba .................................. 80
Gambar 3.3 Profil WPS 30 Ambon – Masohi ................................................................. 82
Gambar 3.4 Peta Kawasan di WPS 30 Ambon – Masohi ............................................... 83
Gambar 3.5 Profil WPS 31 Sorong – Manokwari ........................................................... 85
Gambar 3.6 Peta Kawasan di WPS 31 Sorong – Manokwari ......................................... 86
Gambar 3.7 Profil WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni ................................................ 88
Gambar 3.8 Peta Kawasan di WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni .............................. 89
Gambar 3.9 Profil WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena ............................................. 91
Gambar 3.10 Peta Kawasan di WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena ........................... 92
Gambar 3.11 Profil WPS 34 Jayapura – Merauke ........................................................... 94
Gambar 3.12 Peta Kawasan di WPS 34 Jayapura – Wamena .......................................... 95
Gambar 3.13 Program Jangka Pendek Kawasan Morotai – Tobelo .............................. 179
Gambar 3.14 Program Jangka Pendek Kawasan Sofifi – Ternate – Tidore .................... 181
Gambar 3.15 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu
Seram....................................................................................................... 183
Gambar 3.16 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ambon ....................... 185
Gambar 3.17 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu dan Strategis
Pariwisata Sorong – Raja Ampat ............................................................. 187
Gambar 3.18 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari ........ 189
Gambar 3.19 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Migas
Manokwari – Bintuni ............................................................................... 191
Gambar 3.20 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Biak .................... 193
Gambar 3.21 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire ................ 195
Gambar 3.22 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Timika ................ 197
Gambar 3.23 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena ............ 199
Gambar 3.24 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru
Jayapura – Skouw .................................................................................... 201
Gambar 3.25 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru
Merauke – Salor Muting – Tanah Merah ................................................ 203
Gambar 3.26 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Papua Barat ............... 205
Gambar 3.27 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku Utara ................... 207
Gambar 3.28 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku ............................. 209
Gambar 3.29 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua Barat ...................... 211
Gambar 3.30 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua................................ 213

xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nama Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku ................................................ 3
Tabel 1.2 Nama Kabupaten/Kota di Pulau Papua ........................................................ 12
Tabel 1.3 Wilayah Sungai di Kepulauan Maluku .......................................................... 55
Tabel 1.4 Wilayah Sungai di Pulau Papua .................................................................... 60
Tabel 3.1 Pembagian WPS Berdasarkan Wilayah Administrasi ................................... 77
Tabel 3.2 Profil Kawasan KEK Morotai ......................................................................... 96
Tabel 3.3 Daftar Subkawasan di Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo ............................ 96
Tabel 3.4 Daftar Subkawasan di Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore.................. 98
Tabel 3.5 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi
Terpadu Seram ............................................................................................. 99
Tabel 3.6 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon ................... 101
Tabel 3.7 Daftar Subkawasan di Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan
Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat ................................................. 102
Tabel 3.8 Daftar Subkawasan di Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari .... 103
Tabel 3.9 Daftar Subkawasan di Kawasan (32.1) Strategis Migas
Manokwari – Bintuni .................................................................................. 104
Tabel 3.10 Daftar Subkawasan di Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak ................ 105
Tabel 3.11 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire ............ 106
Tabel 3.12 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika ............ 107
Tabel 3.13 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.3)Pertumbuhan Baru Wamena ......... 107
Tabel 3.14 Daftar Subkawasan di Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru
Jayapura – Skouw ....................................................................................... 108
Tabel 3.15 Daftar Subkawasan di Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru
Merauke – Salor – Muting – Tanah Merah ................................................ 109
Tabel 3.16 Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek dalam Kawasan 29.1
Kawasan Morotai – Tobelo ........................................................................ 172
Tabel 3.17 Perkiraan Indikasi Pagu KPJM dan Program New Development
Tahun 2018 – 2020 ..................................................................................... 214
Tabel 3.18 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2018 ...................................... 215
Tabel 3.19 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2019 ...................................... 216
Tabel 3.20 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2020 ...................................... 216
Tabel 3.21 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
berdasarkan Kawasan Pengembangan Tahun 2018 – 2020 ....................... 217

xii
Tabel 3.22 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
berdasarkan Dukungan Prioritas Nasional Tahun 2018 – 2020 ................. 218

xiii
BAB

I
PENDAHULUAN
1 BAB I
PENDAHULUAN
Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu
perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah dan menjaga
kelestarian hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat dibutuhkan untuk
mengkaji kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik, dan geografis secara terpadu yang
berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Penerapan konsep pengembangan
wilayah harus disesuaikan dengan potensi, permasalahan, dan kondisi nyata wilayah
bersangkutan.

Tujuan pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan


sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada dapat
optimal mendukung peningkatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan
sasaran program pembangunan yang diharapkan. Optimalisasi berarti tercapainya
tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan
lingkungan yang berkelanjutan.

Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral.


Pengembangan wilayah lebih berorientasi pada isu-isu dan permasalahan pokok wilayah
yang saling berkaitan, sedangkan pembangunan sektor berorientasi pada tugas dan
fungsi yang bertujuan untuk mengembangkan aspek atau bidang tertentu, tanpa
memperhatikan keterkaitan dengan sektor lainnya. Meskipun dua konsep itu berbeda
dalam prakteknya keduanya saling melengkapi. Artinya pengembangan wilayah tidak
akan terwujud tanpa adanya pengembangan sektoral secara terintegrasi. Sebaliknya,
pembangunan sektoral tanpa berorientasi pada pengembangan wilayah akan
menghasilkan suatu perencanaan sektoral yang tidak optimal dan menciptakan konflik
antarsektor.

Kepulauan Maluku dan Papua merupakan wilayah yang identik dengan bagian Indonesia
timur. Keduanya terletak pada lempeng Australia. Luas Kepulauan Maluku diketahui
2
sekitar 78.896,53 km dengan jumlah pulau sebanyak 2.896. Sedangkan Pulau Papua
2
memiliki luas yang jauh lebih besar, yakni 418.707,7 km yang terdiri dari 2.543 pulau.
Total persentase luas wilayah keduanya adalah 26% terhadap keseluruhan luas wilayah
Indonesia (BPS, 2016). Kegiatan perekonomian di kedua kepulauan tersebut, salah
satunya didukung oleh sektor utama yang sama, yakni sumber daya alam wilayahnya
yang melimpah.

Sumber daya alam yang dimiliki Kepulauan Maluku dan Papua sangat beragam.
Beberapa potensi yang sudah dikembangkan adalah pada sektor pertambangan di Pulau
Papua dan perikanan di Kepulauan Maluku. Adapun sektor lain yang kini tengah

1
digalakkan untuk dikembangkan adalah potensi pada sektor pariwisata alam pesisir di
kedua wilayah. Sektor-sektor tersebut diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi para
investor untuk menanamkan modalnya pada kedua kepulauan tersebut.

Pengembangan kegiatan ekonomi menuntut suatu daerah untuk dapat menyediakan


infrastruktur memadai yang mampu mendukung kelancaran aktivitas atau dapat pula
berlaku sebaliknya, dimana ketersediaan infrastruktur yang memadai mampu memicu
perkembangan ekonomi. Pada intinya, infrastruktur memegang peranan vital dalam
aktivitas ekonomi masyarakat. Di Kepulauan Maluku dan Papua, infrastruktur dasar yang
memadai masih sangat dibutuhkan untuk mendukung kawasan-kawasan potensial
seperti area pertambangan dan pertanian perikanan, seperti jalan yang masih harus
disesuaikan tonasenya dengan beban kawasan yang didukung. Selain jalan yang rusak,
beberapa ruas jalan juga harus segera dibangun untuk mendukung konektivitas antar
sumber-sumber produksi. Selain itu, tidak lupa yang harus diperhatikan adalah
penyediaan infrastruktur pertanian, seperti sistem saluran irigasi.

Penyusunan Buku Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek


2018-2020 Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Kepulauan
Maluku dan Pulau Papua oleh Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan
Infrastruktur PUPR, BPIW, dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan kawasan
strategis, kawasan perkotaan, dan kawasan lainnya. Pengembangan kawasan yang akan
didukung antara lain Kawasan Morotai – Tobelo, Kawasan Jayapura – Skouw, serta
Kawasan Merauke – Salor – Muting – Tanah Merah, yang termasuk di dalamnya
terdapat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Morotai, Pusat Kegiatan Strategis Nasional
(PKSN) Perbatasan Jayapura, dan PKSN Perbatasan Merauke. Untuk itu, dalam rangka
mendukung peran penting Kepulauan Maluku dan Papua dalam pembangunan ekonomi
Indonesia yang dinilai mampu menjadi kekuatan baru bagi perekonomian Indonesia di
masa depan, pemerintah perlu terus melakukan perbaikan penyediaan infrastruktur,
termasuk pengembangan infrastruktur bidang PUPR.

1.1 Profil Kepulauan Maluku dan Papua


1.1.1 Gambaran Umum Kepulauan Maluku
Kepulauan Maluku yang terletak di lempeng Australia didominasi oleh wilayah
perairan dengan potensi kekayaan alam yang melimpah. Oleh karena kekayaan
alamnya, pada zaman dahulu, Kepulauan Maluku mendapatkan julukan sebagai
Kepulauan Rempah-rempah. Komoditas rempah-rempah utama yang dihasilkan adalah
cengkeh dan pala. Saat ini, Kepulauan Maluku dikenal dengan kekayaan alam yang
dimiliki antara lain berupa sumber daya hayati laut dan pesisir. Salah satu potensi
perikanan, yakni ikan tuna, bahkan menjadi yang terbesar di dunia. Selain sektor
tersebut, Kepulauan Maluku juga memiliki sektor pertanian dan pertambangan sebagai

2
sumber perekonomian utama wilayah. Gugusan Kepulauan Maluku diapit oleh Pulau
Sulawesi di sebelah barat dan Pulau Papua di bagian Timur. Pada bagian utara,
Kepulauan Maluku berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik. Di antara Provinsi
Maluku dan Maluku Utara dipisahkan oleh Laut Seram. Pada bagian selatan, wilayah
Kepulauan Maluku dibatasi oleh Laut Arafura dan Samudera Indonesia.

A. Geografi Wilayah Kepulauan Maluku


Kepulauan Maluku merupakan bagian dari gugusan kepulauan di wilayah timur
yang turut membentuk Nusantara Indonesia. Kepulauan Maluku berada di lempeng
Australia yang berdekatan dengan Pulau Sulawesi di bagian barat, Papua Nugini di
bagian timur, Timor Leste di sebelah selatan, dan Palau di bagian timur laut. Kepulauan
Maluku memiliki kurang lebih 2.896 pulau. Persentase wilayah laut di Kepulauan Maluku
2
adalah 90% dengan total luas seluruh wilayahnya adalah 78.896,53 km , sehingga
2
kurang lebih luas wilayah perairannya adalah 71.006,88 km .

Secara administratif, Kepulauan Maluku terdiri dari 2 (dua) provinsi, yakni


Provinsi Maluku dengan ibukota Ambon dan Provinsi Maluku Utara dengan ibukota
Ternate. Secara administratif, Kepulauan Maluku dibagi menjadi beberapa kabupaten
dan kota seperti yang ditunjukkan pada tabel Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Nama Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku


Luas Nama Kabupaten/Kota
No. Provinsi 2
(km ) Kabupaten Kota

1. Maluku 31.982,5 1. Halmahera Barat 1. Ternate


Utara 2. Halmahera Tengah 2. Tidore Kep.
3. Halmahera Selatan
4. Halmahera Utara
5. Halmahera Timur
6. Kep. Sula
7. Pulau Morotai
8. Pulau Taliabu
2. Maluku 46.914,03 1. Maluku Tenggara 1. Ambon
Barat 2. Tual
2. Maluku Barat Daya
3. Maluku Tenggara
4. Maluku Tengah
5. Buru
6. Buru Selatan
7. Kep. Aru
8. Seram Bagian Barat
9. Seram Bagian Timur
Sumber: Rencana Induk Pengembangan Infastruktur PUPR, 2016

3
Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak pada 3° LU - 3° LS dan 124° -
129° BT, serta terbentang dari utara ke selatan sepanjang 770 km dan dari barat ke
timur sepanjang 660 km. Secara keseluruhan, Provinsi Maluku Utara memiliki luas
2
wilayah sebesar 31.982,5 km . Dapat dikatakan bahwa wilayah perairan mendominasi
wilayah provinsi ini sebesar 76,28%. Pada wilayah perairan Provinsi Maluku Utara
tersebut, terdapat 1.474 buah pulau yang terdiri dari pulau berpenghuni dan pulau tidak
berpenghuni. Komposisi gugusan pulau-pulau tersebut terdiri dari pulau-pulau besar
dan kecil. Adapun pulau yang tergolong besar diantaranya adalah Pulau Halmahera dan
pulau-pulau yang ukurannya relatif sedang antara lain Pulau Obi, Pulau Taliabu, Pulau
Bacan, dan Pulau Morotai. Pulau-pulau berukuran relatif kecil yaitu Pulau Ternate,
Tidore, Makian, dan Gebe.

Gambar 1.1 Peta Provinsi Maluku Utara

Secara geografis, Provinsi Maluku berlokasi di antara garis meridien 2°30' - 9°


Lintang Selatan dan di antara 124° - 136° Bujur Timur. Berbatasan langsung dengan
Pulau Papua di sebelah timur dan Pulau Sulawesi di sebelah barat. Pada bagian selatan
berbatasan langsung dengan Laut Arafura dan Samudera Indonesia. Di bagian utara
terdapat Laut Seram yang memisahkan provinsi ini dengan Provinsi Maluku Utara. Luas
2
wilayah provinsi ini adalah 46.914,03 km . Dari luas tersebut, diketahui bahwa 90% luas
wilayah provinsi ini adalah wilayah perairan, sedangkan 10% luas wilayah daratan terdiri
dari pulau-pulau besar dan kecil.

4
Provinsi Maluku merupakan gugusan pulau dengan segala keterkaitan yang
berjalan mengikuti pola aktivitas penduduk di bidang ekonomi dan interaksi sosial.
Keterkaitan wilayah di dalam Provinsi Maluku diwujudkan dalam pola interaksi antar
pusat-pusat pertumbuhan dan permukiman di wilayah yang memiliki hierarki/jenjang
sehingga membentuk pola jaringan transportasi wilayah secara regional. Berdasarkan
analisis pola pergerakan penduduk dan barang, maka jaringan pelayanan transportasi
internal wilayah Provinsi Maluku didasarkan pada pembagian orientasi gugus pulau.
Adapun pembagiannya terdiri dari 12 gugus pulau.

Gambar 1.2 Peta Administrasi Provinsi Maluku

B. Demografi Wilayah Kepulauan Maluku


Pada tahun 2010, jumlah penduduk yang bermukim di Kepulauan Maluku dan
Papua berjumlah tidak lebih dari 3% total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan 57,48% penduduk Indonesia yang bermukim di
Pulau Jawa. Meskipun demikian, fenomena kepadatan penduduk perkotaan lebih tinggi
dibanding perdesaan juga terjadi di Kepulauan Maluku. Berikut ini merupakan tabel
jumlah dan kepadatan penduduk di Provinsi Maluku pada tahun 2014.

Tabel 1.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku Tahun 2014
No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
1 Maluku Tenggara Barat 108.665 10,40
2 Maluku Tenggara 98.073 28,76

5
No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
3 Maluku Tengah 367.177 31,67
4 Buru 120.181 21,99
5 Kepulauan Aru 88.739 14,16
6 Seram Bagian Barat 168.134 41,55
7 Seram Bagian Timur 104.902 26,54
8 Maluku Barat Daya 71.707 15,65
9 Buru Selatan 57.188 15,13
10 Kota Ambon 379.615 1.006,94
11 Kota Tual 64.032 251,71
Provinsi Maluku 1.628.413 30,05
Sumber: BPS Provinsi Maluku, 2015

Pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk di wilayah perkotaan
lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk di wilayah perdesaan. Hal itu terjadi
terutama di ibukota provinsi, yakni Kota Ambon yang juga memiliki jumlah penduduk
tertinggi, yakni 379.615 jiwa dari total 1.628.413 penduduk Provinsi Maluku pada tahun
2014. Untuk mengetahui jumlah dan kepadatan penduduk di bagian Kepulauan Maluku
lainnya, yakni Provinsi Maluku Utara, dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku Utara Tahun 2013
No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
1 Halmahera Barat 106.791 62,66
2 Halmahera Tengah 47.079 17,74
3 Kepulauan Sula 91.406 27,66
4 Halmahera Selatan 211.682 25,98
5 Halmahera Utara 173.117 44,42
6 Halmahera Timur 80.526 12,25
7 Pulau Morotai 57.565 23,25
8 Pulau Taliabu 49.510 33,68
9 Ternate 202.728 1.819,98
10 Tidore Kepulauan 94.493 57,42
Provinsi Maluku Utara 1.114.897 34,86
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2014

Kondisi Provinsi Maluku Utara juga tidak berbeda dengan apa yang terjadi di
Provinsi Maluku. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Ternate yang
2
merupakan ibukota provinsi dengan kepadatan 1.819,98 jiwa/km . Akan tetapi, jika
dilihat dari jumlah penduduk secara umum, persentase jumlah penduduk di Kota

6
Ternate berada di bawah Kabupaten Halmahera Selatan, yakni sebesar 18,98%
berbanding 18,18%. Kabupaten Halmahera Selatan memiliki luas wilayah yang lebih
besar jika dibandingkan dengan Kota Ternate.

Dalam bidang kependudukan, permasalahan tidak berhenti pada tingginya


kepadatan penduduk suatu wilayah. Kesejahteraan penduduk menjadi salah satu hal
penting yang harus diperhatikan. Jumlah penduduk suatu wilayah hanya menjadi salah
satu variabel penentu tingkat kesejahteraan. Terdapat variabel lain yang menjadi
indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan penduduk, khususnya kualitas hidup
manusia yang merupakan aktor dalam pembangunan. Pada Gambar 1.3 ditampilkan
grafik yang menjelaskan mengenai kecenderungan perkembangan IPM per provinsi di
Kepulauan Maluku.

Pada grafik tersebut, terlihat bahwa nilai IPM secara umum di Kepulauan
Maluku meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan taraf
kualitas hidup manusia setiap tahunnya. Provinsi Maluku memiliki nilai IPM yang lebih
tinggi dibandingkan dengan Provinsi Maluku Utara. Salah satu faktor utama lebih
tingginya nilai IPM di Provinsi Maluku adalah sudah lebih stabilnya pemerintahan di
Provinsi Maluku, dibandingkan Provinsi Maluku Utara yang notabene merupakan
provinsi baru. Angka kesempatan hidup di Provinsi Maluku mengungguli angka yang
dimiliki oleh Provinsi Maluku Utara. Hal tersebut dapat dikarenakan masih sulit
diaksesnya beberapa wilayah di Provinsi Maluku Utara yang berkarakter pulau-pulau
kecil. Namun, pada sektor pendidikan, jika dilihat dari rata-rata lama sekolah, Provinsi
Maluku Utara lebih unggul dibandingkan dengan Provinsi Maluku. Pembangunan
infrastruktur merupakan jawaban atas permasalahan – permasalahan yang ada di
Provinsi tersebut, upaya pemerintah dalam membangun kualitas sumber daya manusia
harus didukung oleh pembangunan infrastruktur yang merata di setiap wilayah negara
Indonesia.

7
Gambar 1.3 Grafik IPM Kepulauan Maluku Tahun 2011-2015

Maluku Maluku Utara

66,74 67,05
66,09 65,91
65,43 65,18
64,75 64,78
63,93
63,19

2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: Hasil olahan data BPS Maluku dan Maluku Utara, 2016

C. Perekonomian Wilayah
Perekonomian Wilayah Kepulauan Maluku memiliki 2 (dua) sektor utama yang
menjadi potensi unggulan, yaitu sektor pertanian terutama perikanan, sektor
pertambangan terutama nikel dan tembaga, serta sektor pariwisata, terutama
pariwisata bahari. Berdasarkan RPJMN 2015-2019, potensi dan keunggulan wilayah
Kepulauan Maluku dijelaskan sebagai berikut.

ƒ Potensi perikanan Wilayah Kepulauan Maluku menjadikan Indonesia sebagai salah


satu produsen makanan laut terbesar di Asia Tenggara. Kemudian dalam konteks
global, berdasarkan potensi sumber daya alam yang dimiliki, Wilayah Kepulauan
Maluku dikenal sebagai produsen skala besar komoditas perikanan di Indonesia
(terutama Provinsi Maluku Utara). Potensi terbesar dari sektor perikanan dan
kelautan Wilayah Kepulauan Maluku berasal dari perikanan tangkap. Produksi
perikanan tangkap dan budidaya tahun 2012 mencapai 688.241 ton dan untuk
perikanan budidaya sebesar 600.383 ton. Dalam hal produksi perikanan tuna,
Wilayah Kepulauan Maluku menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil tuna
terbesar, dengan peringkat ketiga dunia.
ƒ Selain potensi perikanan dan kelautan, Wilayah Kepulauan Maluku memiliki
potensi pertambangan dan energi yang cukup besar, terutama untuk nikel dan
tembaga. Wilayah Kepuluan Maluku merupakan penyumbang terbesar
pertambangan nikel di Indonesia dengan cadangan nikel sebesar 39% dan tembaga
sebesar 92.48% dari total nasional. Nikel dan tembaga merupakan sumber daya
alam yang cukup potensial di Wilayah Kepulauan Maluku, namun belum memiliki
hasil produksi yang bernilai tambah dan berdaya saing tinggi. Hasil ekstraksi
produk tambang nikel dan tembaga secara umum dilakukan tanpa melalui proses
pengolahan untuk memberikan nilai tambah bagi hasil produksi, sehingga

8
kontribusi sektor-sektor tersebut dalam memajukan perekonomian lokal kurang
optimal. Hal ini merupakan peluang investasi bagi investor untuk pengembangan
usaha disektor pertambangan di Wilayah Kepulauan Maluku.
ƒ Potensi pariwisata bahari di Wilayah Kepulauan Maluku antara lain taman laut
yang tersebar terutama di Provinsi Maluku. Selain itu Wilayah Kepulauan Maluku
juga mempunyai aneka ragam adat istiadat dan budaya yang apabila seluruh
potensi pariwisata tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, akan menjadikan
Wilayah Kepulauan Maluku sebagai salah satu tujuan utama pariwisata di
Indonesia bahkan dunia. Selama kurun waktu 2011-2013, jumlah kunjungan
wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara, ke Wilayah
Kepulauan Maluku meningkat pesat dari 16.004 wisatawan pada tahun 2011
menjadi 53.260 wisatawan pada tahun 2013.
Berdasarkan potensi dan keunggulan Wilayah Kepulauan Maluku, tema besar
Pembangunan Wilayah Kepulauan Maluku sebagai:
ƒ Produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional;
ƒ Percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui
pengembangan industri berbasis komoditas perikanan;
ƒ Pengembangan industri pengolahan berbasis nikel dan tembaga; dan
ƒ Pariwisata bahari.
Kepulauan Maluku berada dalam Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan
Maluku. Koridor perekonomian ini memiliki potensi sumber daya alam yang tersedia di
berbagai belahan pulau, akan tetapi terdapat beberapa masalah yang menjadi perhatian
dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Adapun pada Kepulauan
Maluku permasalahan yang harus diperhatikan, antara lain:
ƒ Rata-rata laju pertumbuhan PDRB per tahun pada tahun 2010-2015 di Kepulauan
Maluku tergolong relatif tinggi, yakni sebesar 6%, namun besaran PDRB tersebut
relatif kecil jika dibandingkan dengan koridor lainnya;

9
Gambar 1. 4 PDRB Kepulauan Maluku
70.000.000,00

60.000.000,00

50.000.000,00
Th 2010
40.000.000,00
Th 2011
30.000.000,00 Th 2012

20.000.000,00 Th 2013

10.000.000,00

-
Maluku Maluku Utara
Sumber: Hasil olahan data BPS Maluku dan Maluku Utara, 2016

ƒ PDRB Provinsi Maluku pada tahun 2015 mengalami perlambatan dibandingkan


tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Maluku tahun 2015 mencapai 5,44%
sedangkan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Maluku sebesar 6,61%. Struktur
lapangan usaha masyarakat Maluku masih didominasi oleh lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan. Selain itu, lapangan usaha usaha lainnya
yang memberikan sumbangan pendapatan terbesar adalah administrasi
pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, perdagangan besar dan
eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, dan konstruksi.
ƒ Selama tahun 2015 keadaan ekonomi Provinsi Maluku Utara cenderung membaik.
Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara tahun 2015 sebesar 6,10%
mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
mencapai 5,48%. Peningkatan ini diantaranya disebabkan oleh membaiknya kinerja
kategori Pertambangan dan Penggalian sebesar 6,54% Pengadaan Listrik dan Gas
(14,70 %). Sektor lain yang juga tumbuh cukup tinggi adalah Kategori Jasa
Keuangan dan Asuransi (10,38%), kategori Konstruksi (10,21%), serta kategori
Informasi dan Komunikasi (9,13%).
ƒ Perekonomian Provinsi Maluku Utara didominasi oleh 3 (tiga) lapangan usaha yang
utama, yakni kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, kategori Perdagangan
Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta kategori
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib.
ƒ Distribusi pendapatan antar golongan masyarakat di seluruh provinsi di Kepulauan
Maluku mengalami kenaikan kesenjangan pendapatan antar golongan. Hal ini

10
harus diperhatikan agar proses pembangunan terus melibatkan masyarakat secara
inklusif, sehingga hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara merata oleh
masyarakat.

1.1.2 Gambaran Umum Pulau Papua


Pulau Papua secara keseluruhan merupakan pulau terbesar kedua di dunia
setelah Greenland. Selain Indonesia, bentang Pulau Papua juga merupakan bagian dari
negara Papua Nugini di sebelah timur. Pada pulau yang bentuknya menyerupai burung
cendrawasih ini, terletak gunung tertinggi di Indonesia, yakni Gunung Jayawijaya dengan
Puncak Jaya sebagai titik tertingginya. Pegunungan Jayawijaya juga merupakan
pegunungan tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Papua memiliki sumber daya alam yang
menarik akibat dari kondisi tektonik berupa patahan dan lipatan, sehingga menghasilkan
material-material yang berada dari dalam mantel bumi terekspos. Kondisi tersebut
menghasilkan banyak sumber daya alam berupa bahan-bahan tambang, seperti emas,
tembaga, dan lain sebagainya.

A. Geografi Wilayah
Pulau Papua merupakan batas ujung timur Indonesia. Di Indonesia, pulau
dengan luas wilayah daratan paling besar dibandingkan pulau lainnya adalah Pulau
2
Papua. Pulau Papua memiliki luas ± 418.707,7 km atau merupakan ± 21% dari luas
wilayah Indonesia. Seluas lebih dari 75% wilayah Pulau Papua masih tertutup oleh
hutan-hutan tropis yang lebat, dengan ±80% penduduknya masih dalam keadaan semi
terisolir di daerah pedalaman (bagian tengah Papua). Secara geografis berada diantara
° ° ° °
garis meridian 0 19’ – 10 45 LS dan antara garis bujur 130 45’ – 141 48’ BT yang
°
membentang dari Barat ke Timur dengan silang 11 atau 1.200 km.

Secara geofisik, evolusi tektonik Wilayah Papua merupakan produk dari


pertumbukan benua yang dihasilkan dari tubrukan lempeng Samudera Pasifik dan
Lempeng Australia. Di Provinsi Papua Barat, Wilayah Manokwari merupakan daerah
yang paling rawan gempa. Kabupaten yang mengalami kejadian gempa cukup tinggi
antara lain Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Kabupaten
Tambrauw, Kota Sorong, dan Kabupaten Raja Ampat. Di Provinsi Papua, wilayah yang
potensial rawan gempa, antara lain adalah Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten
Nabire.
2
Tutupan lahan di Provinsi Papua Barat dengan total luas lahan 97.024,27 km
2
didominasi oleh hutan lahan kering primer (71.792,39 km ) dan hutan lahan kering
2
sekunder (14.168,92 km ). Adapun pada Provinsi Papua yang memiliki luas lahan
2
316.553,10 km , tututpan lahannya didominasi oleh hutan lahan kering primer (151,582
2 2
km ) dan hutan rawa primer (4.490,323 km ). Secara garis besar, topografi di Papua
terdiri dari: (1) zona utara, kondisinya mulai dari dataran rendah, dataran tinggi sampai
pegunungan dengan beberapa puncak yang cukup tinggi (dataran rendah Mamberamo,

11
pegunungan Arfak); (2) zona tengah (central high land) merupakan rangkaian
pegunungan dengan puncak yang diliputi salju dan dataran yang cukup luas (Puncak
Jaya, Lembah Jayawijaya); dan (3) zona selatan, pada umumnya terdiri dari dataran
rendah yang sangat luas (dari teluk Beraur sampai Digul fly depression). Topografinya
sangat bervariasi mulai dari yang sangat tinggi (Puncak Jaya 5.500 m, Puncak Trikora
5.160 m, dan Puncak Yamin 5.100) sampai dengan daerah rawa (lembah sungai Digul di
selatan dan lembah sungai Mamberami di sebelah utara).

Gambar 1.5 Peta Pulau Papua

Jika dilihat berdasarkan wilayah administratif, Pulau Papua terdiri dari 2 (dua)
provinsi, yakni Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Pembagian wilayah
administratif di Pulau Papua lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Pembagian
wilayah administratif di Pulau Papua lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.4 Nama Kabupaten/Kota di Pulau Papua


Nama Kabupaten/Kota
No. Provinsi Luas (km2)
Kabupaten Kota

1. Papua 99.671,63 1. Fakfak 1. Sorong


Barat 2. Kaimana
3. Raja Ampat
4. Sorong
5. Sorong
Selatan

12
Nama Kabupaten/Kota
No. Provinsi Luas (km2)
Kabupaten Kota

6. Tambraw
7. Maybrat
8. Teluk
Wondama
9. Pegunungan
Arfak
10. Manokwari
11. Manokwari
Selatan
12. Teluk Bintuni
2. Papua 319.036,05 1. Asmat 1. Jayapura
2. Biak Numfor
3. Kepulauan
Yapen
4. Waropen
5. Sarmi
6. Keerom
7. Jayapura
8. Pegunungan
Bintang
9. Kab. Boven
Digoel
10. Yahukimo
11. Mappi
12. Jayawijaya
13. Lanny Jaya
14. Puncak
15. Puncak Jaya
16. Tolikara
17. Paniai
18. Nabire
19. Mimika
20. Mamberamo
Raya
21. Mamberamo
Tengah

13
Nama Kabupaten/Kota
No. Provinsi Luas (km2)
Kabupaten Kota

22. Nduga
23. Deiyai
24. Dogiyai
25. Intan Jaya
26. Supiori
27. Yalimo
28. Merauke
Sumber: Rencana Induk Pengembangan Infastruktur PUPR
B. Demografi Wilayah
Pada tahun 2010, jumlah penduduk yang bermukim di Kepulauan Maluku dan
Papua berjumlah tidak lebih dari 3% total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan 57,48% penduduk Indonesia yang bermukim di
Pulau Jawa. Meskipun demikian, fenomena kepadatan penduduk perkotaan lebih tinggi
dibanding perdesaan juga terjadi di Pulau Papua. Berikut ini merupakan tabel jumlah
dan kepadatan penduduk di Provinsi Papua Barat pada tahun 2015.

Tabel 1.5 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2015
No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
1 Fakfak 73.468 6,66

2 Kaimana 54.165 3,33

3 Teluk Wondama 29.791 7,52

4 Teluk Bintuni 59.196 2,84

5 Manokwari 158.326 49,69

6 Sorong Selatan 43.036 6,53

7 Sorong 80.695 12,33

8 Raja Ampat 45.923 5,72

9 Tambrauw 13.615 1,18

10 Maybrat 37.529 6,87

11 Manokwari Selatan 21.907 7,79

12 Pegunungan Arfak 28.271 10,19

Provinsi Papua Barat 871.510 8,74


Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2015

14
Pada Tabel 1.5, dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk di wilayah perkotaan
lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk di wilayah perdesaan. Hal itu terjadi
terutama di ibukota provinsi, yakni Kabupaten Manokwari yang juga memiliki jumlah
penduduk tertinggi, yakni 158.326 jiwa dari total 871.510 proyeksi penduduk Provinsi
Papua Barat pada tahun 2015. Untuk mengetahui jumlah dan kepadatan penduduk di
bagian Pulau Papua lainnya, yakni Provinsi Papua, dapat dilihat pada Tabel 1.6.
Tabel 1.6 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Tahun 2013
Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
No. Kabupaten/Kota
(Jiwa) (Jiwa/km²)
1 Merauke 209.980 4,43
2 Jayawijaya 203.085 87,12
3 Jayapura 118.789 8,25
4 Nabire 137.283 30,17
5 Kepulauan Yapen 88.187 17,86
6 Biak Numfor 135.080 10,38
7 Paniai 161.324 7,80
8 Puncak Jaya 112.010 45,78
9 Mimika 196.401 85,38
10 Boven Digoel 60.403 2,45
11 Mappi 88.006 3,80
12 Asmat 85.000 3,44
13 Yahukimo 175.086 11,63
14 Pegunungan Bintang 69.304 4,73
15 Tolikara 125.326 20,38
16 Sarmi 35.508 2,54
17 Keerom 51.772 5,74
18 Waropen 26.905 5,00
19 Supiori 16.976 26,77
20 Mamberamo Raya 19.776 0,71
21 Nduga 85.894 14,75
22 Lanny Jaya 161.077 46,83
Mamberamo
23 42.687 12,61
Tengah
24 Yalimo 54.911 15,01
25 Puncak 99.926 17,78
26 Dogiyai 89.327 19,75
27 Intan Jaya 43.405 18,66

15
Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
No. Kabupaten/Kota
(Jiwa) (Jiwa/km²)
28 Deiyai 66.516 7,12
29 Kota Jayapura 272.544 286,77
Provinsi Papua 3.032.488 9,58
Sumber: BPS Provinsi Papua, 2014

Kondisi Provinsi Papua juga tidak berbeda dengan apa yang terjadi di Provinsi
Papua Barat. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Jayapura yang juga
2
merupakan ibukota provinsi dengan kepadatan 286,77 jiwa/km . Kota Jayapura juga
sekaligus merupakan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi di provinsi ini.
Berbanding terbalik dengan tingginya angka kepadatan penduduk di Kota Jayapura, di
bagian Provinsi Papua lainnya terdapat Kabupaten Mamberamo Raya yang angka
2
kepadatan penduduknya hanya berkisar pada angka 0,71 jiwa/km . Kondisi tersebut
diakibatkan oleh kondisi alam kabupaten ini yang berupa pegunungan dan merupakan
tempat bermukim dari beberapa suku pedalaman Papua.

Dalam bidang kependudukan, permasalahan tidak berhenti pada tingginya


kepadatan penduduk suatu wilayah. Kesejahteraan penduduk menjadi salah satu hal
penting yang harus diperhatikan. Jumlah penduduk suatu wilayah hanya menjadi salah
satu variabel penentu tingkat kesejahteraan. Terdapat variabel lain yang menjadi
indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan penduduk, khususnya kualitas hidup
manusia yang merupakan aktor dalam pembangunan. Pada Gambar 1.6, ditampilkan
grafik yang menjelaskan mengenai kecenderungan perkembangan IPM per provinsi di
Pulau Papua.

Pada grafik tersebut, terlihat bahwa nilai IPM secara umum di Pulau Papua
meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan taraf kualitas
hidup manusia setiap tahunnya. Provinsi Papua Barat memiliki nilai IPM yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Provinsi Papua. Adapun Provinsi Papua Barat mengungguli
Provinsi Papua pada setiap indikator penentu IPM, yakni angka harapan hidup, angka
harapan lama sekolah, serta pengeluaran per kapita. Karakter geografis Provinsi Papua
menjadi salah satu faktor utama lebih rendahnya angka IPM provinsi tersebut
dibandingkan Provinsi Papua Barat. Sulitnya akses konektivitas merupakan salah satu
bentuk nyata tantangan yang harus dihadapi untuk menaikkan angka IPM tersebut.
Pembangunan infrastruktur merupakan jawaban atas permasalahan – permasalahan
yang ada di Provinsi tersebut, upaya pemerintah dalam membangun kualitas sumber
daya manusia harus didukung oleh pembangunan infrastruktur yang merata di setiap
wilayah negara Indonesia.

16
Gambar 1.6 Grafik IPM Pulau Papua Tahun 2011-2015

Papua Papua Barat

61,73
60,91 61,28
59,90 60,30

57,25
56,75
56,25
55,55
55,01

2011 2012 2013 2014 2015


Sumber: Hasil olahan data BPS Papua Barat dan Papua, 2016

C. Perekonomian Wilayah
Wilayah Papua sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia berdasarkan
RPJMN 2015-2019 memiliki potensi sumber daya alam sangat besar di sektor
pertambangan, migas, dan pertanian. Potensi dan keunggulan wilayah di Pulau Papua
dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut.

o Komoditas sektor pertambangan dan penggalian yang paling dominan adalah


minyak, gas, emas, perak, nikel dan tembaga. Pada tahun 2013, sektor
pertambangan dan penggalian sudah berkontribusi sebesar 33,56% untuk seluruh
Wilayah Papua. Kontribusi sektor tersebut di Wilayah Papua terpusat di Provinsi
Papua yang menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi sektor pertambangan
nasional. Dengan bertumpunya perekonomian Wilayah Papua pada sektor
pertambangan dan penggalian menyebabkan fluktuasi pada sektor ini akan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
o Wilayah Papua memiliki potensi gas bumi sebesar 23,91 TSCF (Trillion Square Cubic
Feet) atau sebesar 23,45% dari potensi cadangan gas bumi nasional. Sementara itu,
cadangan minyak bumi di Wilayah Papua mencapai sekitar 66,73 MMSTB atau
sebesar 0,91% dari cadangan minyak bumi nasional yang mencapai 7.039,57
MMSTB (Million Stock Tank Barrels/Cadangan Minyak Bumi). Cadangan gas bumi
terdapat di sekitar Teluk Bintuni. Sementara itu, cadangan migas terbesar terdapat
di sekitar Sorong, Blok Pantai Barat Sarmi, dan Semai.

17
o Emas, perak, dan tembaga merupakan hasil tambang yang sangat potensial untuk
dikembangkan di Wilayah Papua karena memiliki lebih dari 45% cadangan tembaga
nasional yang sebagian eksplorasi dan pengolahannya terpusat di Timika
(Kabupaten Mimika). Cadangan bijih tembaga di Wilayah Papua diperkirakan
sekitar 2,6 milliar ton. Sementara itu, cadangan logam tembaga hanya sekitar 25
juta ton. Bahan tambang dan galian yang menjanjikan potensi lainnya adalah bijih
nikel, pasir besi, dan emas. Bijih nikel terdapat di daerah Tanah Merah, Jayapura.
Sebagian besar dari sumber daya tersebut masih dalam indikasi dan belum
dieksploitasi. Penambangan pasir besi, bijih tembaga, dan emas berlokasi di tempat
yang sama dengan penambangan biji tembaga di Timika.
o Pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food dan Energy Estate) dialokasikan
seluas 1,2 juta ha yang terdiri dari 10 Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP).
Empat Klaster Sentra Produksi Pertanian yang dikembangkan yaitu: Greater
Merauke, Kali Kumb, Yeinan, dan Bian di Kabupaten Merauke. Untuk jangka
menengah (kurun waktu 2015 – 2019) diarahkan pada terbangunnya kawasan
sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan
perkebunan, serta perikanan darat di Klaster Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji.
Sedangkan untuk jangka panjang (kurun waktu 2020 – 2030) diarahkan pada
terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura,
peternakan dan perkebunan.
o Potensi unggulan pertanian tanaman pangan di wilayah Papua meliputi komoditi
padi, palawija dan hortikultura. Tanaman palawija terdiri dari komoditi jagung, ubi
kayu, ubi jalar, buah merah kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau.
Sedangkan hortikultura terdiri dari komoditi sayur-sayuran serta buahbuahan.
Berdasarkan data BPS tahun 2013, produksi tanaman pangan di Wilayah Papua
terdiri dari produksi jagung sebesar 9.107 ton dari luas panen 4.255 ha, produksi
padi mencapai 199.362 ton dari luas panen 58.634 ha, produksi kedelai mencapai
5.219 ton dari luas panen sebesar 4.367 ha, produksi kacang tanah mencapai 2.693
ton dari luas panen sebesar 2.551 ha, produksi sagu sebesar 7.319 ton dari luas
panen 7.608 ha, dan produksi ubi jalar mencapai 455.742 ton dari luas panen
sebesar 34.100 ha (2012), serta ubi kayu yang memiliki produksi mencapai 51.120
ton dari luas panen 4.253 ha.
o Tanaman perkebunan di wilayah Pulau Papua dengan produksi dan luas areal
terbesar adalah kelapa sawit, kelapa, coklat, dan kopi. Penyebaran untuk produksi
kelapa sawit, kelapa dan kopi terbesar terdapat di Provinsi Papua. Perkembangan
perkebunan kelapa sawit cukup tinggi karena ekspansi perkebunan sawit banyak
dikembangkan di wilayah Papua. Selain kelapa sawit, produksi perkebunan karet di
Wilayah Papua secara keseluruhan cukup besar. Produksi karet di Wilayah Papua
mengalami peningkatan selama periode 2009-2013. Pada tahun 2013, produksi

18
karet di Wilayah Papua mencapai 2.308 ton dengan dominasi produksi dari Provinsi
Papua sebesar 2.281 ton. Wilayah Papua juga sangat berpotensi untuk menjadi
penghasil tebu yang besar karena memiliki lahan untuk produksi tebu terluas di luar
Jawa yaitu sebesar 500.000 ha atau 47% dari total lahan tebu di luar Pulau Jawa.
o Sedangkan untuk peternakan besar di Wilayah Papua, jumlah populasi terbesar
adalah babi, sapi potong, dan kambing. Sebaran populasi ternak babi terbesar di
Provinsi Papua sebesar 577.407 ekor di tahun 2012. Secara umum, jumlah populasi
untuk ternak, sebagian besar terdapat di Provinsi Papua dibandingkan di Provinsi
Papua Barat.
o Potensi perikanan dan kelautan di Wilayah Pulau Papua sangat melimpah. Wilayah
Papua memiliki teritorial perairan yang luas sekaligus memiliki potensi berbagai
jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor perikanan dan kelautan
menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Papua sumber Pendapatan Asli
Daerah. Oleh karena itu sektor ini mempunyai peluang yang sangat luas untuk terus
dipacu perkembangannya. Sebagian besar produksi perikanan terdiri dari perikanan
tangkap laut yang berada di Provinsi Papua. Selain itu terdapat juga potensi
perikanan budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina
padi). Sementara itu, perikanan budidaya laut terbesar terdapat di Provinsi Papua
Barat, sedangkan untuk perikanan budidaya kolam terbesar berada di Provinsi
Papua.
o Selain pengembangan sektor primer, Wilayah Papua juga memiliki beberapa
potensi untuk pengembangan sektor sekunder dan tersier. Di sektor sekunder,
untuk meningkatkan nilai tambah sektor unggulan, wilayah Papua memiliki potensi
untuk didirikan industri pengolahan sektor unggulan (industri hilir) terutama
industri buah merah, kakao dan kelapa, industri pengolahan turunan hasil
pertanian dan perikanan serta industri pertambangan, minyak dan gas. Sementara
di sektor tersier, dapat dikembangkan sektor pariwisata terutama wisata alam,
bahari dan budaya yang merupakan tujuan wisatawan mancanegara maupun
wisatawan lokal yang salah satunya terdapat di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat.
Berdasarkan potensi dan keunggulan wilayah yang sudah disebutkan di atas,
maka tema besar pembangunan Wilayah Papua, sebagai berikut:

o Percepatan pengembangan industri berbasis komoditas lokal yang bernilai tambah


di sektor/subsektor pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan;
o Percepatan pengembangan ekonomi kemaritiman melalui pengembangan industri
perikanan dan parawisata bahari;
o Percepatan pengembangan pariwisata budaya dan alam melalui pengembangan
potensi sosial budaya dan keanekaragaman hayati;
o Percepatan pengembangan hilirisasi industri pertambangan, minyak, gas bumi,
emas, perak, dan tembaga;

19
o Peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan untuk pembangunan
rendah karbon;
o Penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat; dan
o Pengembangan kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis wilayah
kampung masyarakat adat, melalui percepatan peningkatan kualitas sumberdaya
manusia Papua yang mandiri, produktif, dan berkepribadian.
Pulau Papua berada dalam Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku.
Koridor perekonomian ini memiliki potensi sumber daya alam yang tersedia di berbagai
belahan pulau, akan tetapi terdapat beberapa masalah yang menjadi perhatian dalam
rangka mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Adapun pada wilayah Pulau Papua
permasalahan yang harus diperhatikan, antara lain:
o Secara umum Pemerintah Provinsi di Wilayah Pulau Papua telah cukup berhasil
dalam menurunkan jumlah penduduk miskin, namun masih berada di atas angka
kemiskinan nasional;
o Distribusi pendapatan antar golongan masyarakat seluruh provinsi di Pulau Papua
mengalami kenaikan kesenjangan pendapatan antar golongan. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian agar proses pembangunan terus lebih melibatkan
masyarakat secara inklusif, sehingga hasil-hasil pembangunan tersebut dapat
dinikmati secara merata oleh masyarakat;
o Jika dibandingkan, maka pendapatan dari Provinsi Papua lebih besar dibanding
dengan Provinsi Papua Barat, sehingga pada dasarnya diperlukan optimalisasi dan
peningkatan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk dapat
meningkatkan pendapatan daerah Provinsi Papua Barat. Pemberdayaan sumber
daya manusia yang baik dapat meningkatkan pengembangan ekonomi lokal daerah
tersebut.

20
Gambar 1. 7 PDRB Pulau Papua
140000000,0

120000000,0

100000000,0
Th 2010
80000000,0
Th 2011
60000000,0 Th 2012

40000000,0 Th 2013

20000000,0

-
Papua Papua Barat
Sumber: BPS Papua dan Papua Barat, 2017

1.1.3 Gambaran Umum Provinsi Maluku


Provinsi Maluku dikenal sebagai gugusan pulau-pulau yang terdiri dari 1.422
pulau dan beberapa diantaranya masuk dalam golongan pulau besar. Adapun wilayah
daratan provinsi ini tidak lain merupakan gugusan gunung dan danau yang letaknya ada
di hampir seluruh kabupaten/kota. Adapun gunung dengan puncak tertinggi di Provinsi
Maluku berada di Puncak Binaya Kabupaten Maluku Tengah dengan ketinggian 3.055
MDPL. Selain itu, Kabupaten Maluku Tengah juga merupakan kabupaten dengan jumlah
kecamatan terbanyak, yakni sebanyak 18 kecamatan.

21
Gambar 1.8 PDRB Provinsi Maluku Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas
Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
8.000.000,00

7.000.000,00

6.000.000,00

5.000.000,00
Tahun 2010
4.000.000,00
Tahun 2011
3.000.000,00
Tahun 2012
2.000.000,00 Tahun 2013
1.000.000,00 Tahun 2014
0,00 Tahun 2015

Sumber: Hasil Analisis, 2017

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku atas dasar harga
konstan pada tahun 2010-2015 menurut lapangan usaha bergerak dengan baik. Hal
tersebut ditandai dengan adanya peningkatan rata-rata selama 2 tahun terakhir sebesar
4,06% pertahunnya. Sektor jasa-jasa konsisten menjadi kontributor terbesar dalam
PDRB. Pada tahun 2015, kontribusinya terhadap keseluruhan nilai PDRB mencapai
29,41%. Sektor pertanian dan perikanan yang menjadi unggulan di Kepulauan Maluku
berada di bawah sektor jasa-jasa dengan persentase kontribusi sebesar 23,79% pada
tahun 2015. Komoditas utama pada sektor lapangan usaha tersebut antara lain kelapa,
coklat, dan cengkeh dari sektor perkebunan. Pada sektor produksi hasil hutan terdapat
minyak putih dan kayu bulat, sedangkan komoditas unggulan pada sektor perikanan
adalah penangkapan ikan laut. Adapun sektor pertambangan yang diharapkan dapat
menjadi salah satu penyumbang utama dalam PDRB dari sektor eksplorasi sumber daya
alam, mengalami penurunan pada tahun 2014-2015 sebesar 0,96%.

Pada Gambar 1.9 di bawah dapat dilihat bahwa terjadi perkembangan IPM
pada seluruh kota/kabupaten di Provinsi Maluku. Terdapat penurunan nilai IPM pada
tahun 2013 menuju tahun 2014. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan
metode penghitungan IPM pada tahun tersebut. Akan tetapi, tren kenaikan IPM tetap
positif pada tahun 2014 menuju tahun 2015. Adapun kenaikan rata-rata nilai IPM

22
setelah menggunakan metode penghitungan baru pada periode tahun 2014-2015
adalah sebesar 0,82%. Nilai IPM tertinggi masih terdapat pada Kota Ambon. Posisi
Ambon sebagai ibukota provinsi sekaligus berperan sebagai PKN menjadikan kota
tersebut memiliki standar dalam memenuhi kebutuhan kegiatan-kegiatan dengan skala
nasional, sehingga juga dapat melayani beberapa provinsi. Setelah Kota Ambon,
terdapat Kota Tual, yang baru telah memisahkan diri dari Kabupaten Maluku Tenggara
pada tahun 2007. Kota tersebut telah berkembang menjadi salah satu poros maritim
dengan potensi unggulannya di bidang bahari dan perikanan. Tumbuhnya potensi
tersebut turut serta menjadi pendorong pembangunan berbagai aspek perkotaan,
termasuk naiknya IPM di Kota Tual.

Gambar 1.9 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku


90
80
70 Tahun 2010
60
Tahun 2011
50
40 Tahun 2012
30 Tahun 2013
20
10 Tahun 2014
0 Tahun 2015

Sumber: BPS Provinsi Maluku, 2016

1.1.4 Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara


Maluku Utara merupakan provinsi pecahan dari Provinsi Maluku yang dahulu
merupakan Kabupaten Maluku Utara. Di awal masa pendiriannya, Provinsi Maluku Utara
beribukota di Ternate, namun pada 4 Agustus 2010, ibukota provinsi dipindahkan ke
Kota Sofifi yang terletak di Pulau Halmahera. Geografis Maluku Utara yang terletak pada
Koordinat 3° 40' LS- 3° 0' LU123° 50' - 129° 50' BT. Provinsi Maluku Utara terkenal juga
dengan sebutan Moloku Kie Raha atau Kesultanan Empat Gunung di Maluku, karena
pada mulanya daerah ini merupakan wilayah 4 kerajaan besar Islam Timur Nusantara,
terdiri dari:

1. Kesultanan Bacan;
2. Kesultanan Jailolo;

23
3. Kesultanan Tidore; dan
4. Kesultanan Ternate.

Perekonomian wilayah di Maluku Utara utamanya digerakkan oleh


perekonomian rakyat yang bertumpu pada sektor pertanian, perikanan, dan jenis hasil
laut lainnya. Adapun komoditas utama yang mendukung nadi perekonomian di Maluku
Utara, meliputi kopra, buah pala, cengkeh, perikanan, emas, dan nikel. Berdasarkan
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2015, terlihat bahwa pendapatan kotor
daerah Provinsi Maluku Utara bergerak dengan baik ditandai dengan nilai PDRB yang
terus mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 6,01%. Meskipun
demikian, pada sektor lapangan usaha pertambangan dan penggalian pada tahun 2013-
2014 sempat mengalami penurunan sekitar 12%.

Secara umum, sektor yang menjadi unggulan berdasarkan data PDRB Tahun
2010-2015 adalah sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan. Nilai PDRB sektor
tersebut pada tahun 2011-2012 mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yakni
sebesar 10,59%. Kenaikan tersebut sekaligus menjadikan sektor pengolahan sumber
daya alam khususnya pertanian dan perikanan laut sebagai sektor penggerak ekonomi
utama di Provinsi Maluku Utara. Hal tersebut didukung dengan pengembangan KEK
Morotai yang salah satu kegiatan utamanya adalah industri pengolahan perikanan.

Gambar 1.10 PDRB Provinsi Maluku Utara Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-
2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
5.000.000,00
4.500.000,00
4.000.000,00
3.500.000,00
3.000.000,00
2.500.000,00 Tahun 2010
2.000.000,00 Tahun 2011
1.500.000,00
Tahun 2012
1.000.000,00
500.000,00 Tahun 2013
0,00 Tahun 2014
Tahun 2015

Sumber: Hasil Analisis, 2017

24
Terdapat persamaan pada pola pergerakan angka IPM di Provinsi Maluku dan
Maluku Utara pada tahun 2010-2015, yakni tren angka IPM bergerak positif. Hal
tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.11. Kecenderungan yang sama juga terjadi, yakni
angka IPM perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah kabupaten
disekitarnya. Dapat dilihat bahwa Kota Ternate memiliki rata-rata angka IPM tertinggi
pada tahun 2010-2015 di Provinsi Maluku Utara, yakni 76,27. Setelah Kota Ternate,
angka IPM tertinggi dimiliki oleh Kota Tidore Kepulauan dengan rata-rata pada tahun
2010-2015 adalah 65,86. IPM Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2015 adalah
69,55 poin, hanya Kota Ternate di Provinsi Maluku Utara yang dapat melampaui angka
tersebut. Kondisi tersebut didukung oleh penyediaan prasarana kesehatan dan
pendidikan yang baik di Kota Ternate.

Gambar 1.11 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku Utara


90
80
70
60
50 Tahun 2010

40 Tahun 2011

30 Tahun 2012

20 Tahun 2013
Tahun 2014
10
Tahun 2015
0

Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2016

1.1.5 Gambaran Umum Provinsi Papua Barat


Provinsi Papua Barat secara geografi merupakan provinsi yang terletak pada
area “leher dan kepala burung” di Pulau Papua. Pada bagian timur, provinsi ini
berbatasan dengan Provinsi Papua. Di sebelah selatan berbatasan langsung dengan Laut
Banda. Pada bagian barat, wilayahnya berbatasan dengan Laut Seram. Sedangkan pada
sebelah utara Provinsi Papua Barat berbatasan dengan Samudera Pasifik. Provinsi Papua
Barat mempunyai potensi yang luar biasa, baik itu pertanian, pertambangan, hasil hutan
maupun pariwisata. Mutiara dan rumput laut dihasilkan di kabupaten Raja Ampat,

25
sedangkan satu-satunya industri tradisional tenun ikat yang disebut kain Timor
dihasilkan di kabupaten Sorong Selatan. Selain itu, wisata alam juga menjadi salah satu
andalan Papua Barat, seperti Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang berlokasi di
Kabupaten Teluk Wondama. Taman Nasional ini membentang dari timur Semenanjung
Kwatisore sampai utara Pulau Rumberpon dengan panjang garis pantai 500 km, luas
darat mencapai 68.200 ha dan luas laut 1.385.300 ha (80.000 ha kawasan terumbu
karang dan 12.400 ha lautan).

Kondisi perekonomian wilayah Provinsi Papua Barat berdasarkan kontribusi


sektor lapangan usaha didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sektor industri
pengolahan memiliki kontribusi PDRB rata-rata pertahunnya sebesar 32,73%. Industri
pengolahan di Papua Barat cukup beragam, meliputi industri pengolahan kayu dan juga
migas. Kemudian, sektor yang juga memberikan kontribusi besar terhadap angka PDRB
Papua Barat adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan proporsi rata-rata
pertahunnya sebesar 24,48%. Kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB dari tahun 2011
hingga 2012 cenderung mengalami penurunan. Potensi pada sektor penggalian mineral
dan batubara tersebar di hampir seluruh wilayah provinsi.

Gambar 1.12 PDRB Provinsi Papua Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015
Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
18.000.000,00
16.000.000,00
14.000.000,00
12.000.000,00
10.000.000,00
8.000.000,00 Tahun 2010

6.000.000,00 Tahun 2011


4.000.000,00 Tahun 2012
2.000.000,00 Tahun 2013
0,00 Tahun 2014
Tahun 2015

Sumber: Hasil Analisis, 2017

26
Berdasarkan grafik IPM di Provinsi Papua Barat dalam kurun waktu tahun 2010-
2015, rata-rata pertumbuhan mencapai 8,37 poin pertahunnya. Pembangunan manusia
merupakan tolak ukur sebagai dampak dari tingkat kontribusi pendidikan yang baik,
standar hidup layak dan angka harapan hidup di daerah tersebut. Angka IPM paling
tinggi terdapat di Kota Sorong yang dikenal sebagai Kota Minyak. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kondisi pembangunan infrastruktur yang turut berkonstribusi pada
terlaksananya pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat.

Gambar 1.13 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat


80

70

60

50
Tahun 2010
40 Tahun 2011

30 Tahun 2012
Tahun 2013
20
Tahun 2014
10
Tahun 2015
0

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2016

1.1.6 Gambaran Umum Provinsi Papua


Provinsi Papua merupakan provinsi terluas di Indonesia dengan wilayah yang
luasnya tiga kali luas Pulau Jawa. Wilayah yang luas tersebut diperkaya dengan sumber
daya alam yang melimpah, seperti hasil hutan, perkebunan, pertanian, perikanan, dan
pertambangan. Pada bagian utara, Provinsi Papua berbatasan dengan Samudera Pasifik.
Di sebelah selatan, wilayahnya berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, Laut
Arafuru, Teluk Carpentaria, dan Australia. Pada bagian barat, provinsi ini bersisian
langsung dengan Papua Barat dan wilayah laut Kepulauan Maluku. Sedangkan di sebelah
timur, Provinsi Papua berbatasan dengan negara tetangga, yakni Papua Nugini.

PDRB Provinsi Papua atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha
bergerak positif dengan terus mengalami peningkatan, jika dilihat berdasarkan Produk

27
Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2015. Berdasarkan PDRB tahun 2010-
2015, sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang mendominasi
pendapatan regional Provinsi Papua. Rata-rata kontribusi sektor tersebut terhadap
PDRB provinsi adalah sebesar 44,76%, jauh mengungguli sektor-sektor lainnya. Sektor
pertambangan dan penggalian tetap mendominasi PDRB walaupun terdapat gejolak
dalam peraihan pendapatan setiap tahunnya. Penurunan persentase sektor tersebut
terhadap PDRB dibarengi dengan kenaikan di sektor-sektor lainnya. Kenaikan kontribusi
paling signifikan diperlihatkan oleh sektor bangunan yang diikuti oleh sektor jasa-jasa.
Adapun pada sektor-sektor lainnya, memperlihatkan kenaikan persentase walau tidak
signifikan, sedangkan sektor lainnya cenderung stagnan.

Gambar 1.14 PDRB Provinsi Papua Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas
Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
70.000.000,00
60.000.000,00
50.000.000,00
40.000.000,00
30.000.000,00 Tahun 2010
20.000.000,00 Tahun 2011
10.000.000,00
Tahun 2012
0,00
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015

Sumber: Hasil Analisis, 2017

Secara umum, pembangunan manusia yang terjadi di Provinsi Papua


mengalami perbaikan di setiap tahunnya jika dilihat berdasarkan tren angka IPM yang
bergerak positif. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.15. Terdapat kecenderungan
angka IPM perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah perdesaan. Kota
Jayapura yang berkedudukan sebagai ibukota provinsi memiliki angka IPM tertinggi. Hal
tersebut didukung oleh ketersediaan sarana prasarana perkotaan yang memadai
mengingat posisi kota tersebut sebagai PKN. Sedangkan wilayah dengan angka IPM
terendah adalah Kabupaten Nduga yang berada di area Lembah Baliem. Keterbatasan
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan serta kesehatan menyebabkan rendahnya

28
IPM di kabupaten tersebut. Distribusi pembangunan infrastruktur merupakan salah satu
jawaban terhadap tantangan peningkatan taraf pembangunan manusia.

Gambar 1.15 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua

Sumber: BPS Provinsi Papua, 2016

1.2 Kondisi Umum Infrastruktur Pekerjaan Umum dan


Perumahan Rakyat di Kepulauan Maluku dan Papua
1.2.1 Sektor Sumber Daya Air
Dengan predikatnya sebagai negara maritim, Indonesia menjadi negara dengan
cadangan air terbesar ke-5 di dunia, yang memiliki cadangan air sebesar 3.906 Miliar
m³/tahun. Di samping itu, Indonesia memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar
21% dari persediaan air Asia Pasifik. Namun, dari potensi air sebesar 3.906 Miliar m³/
3
tahun tersebut, hanya 17% (691,3 Miliar m /tahun) saja yang dapat dimanfaatkan,
sedangkan 83% air lainnya tidak dapat dimanfaatkan. Selanjutnya, dari 691,3 Miliar
3
m /tahun yang dapat dimanfaatkan, hanya 25% yang berhasil termanfaatkan hingga
saat ini, baik untuk domestik, perkotaan dan industri, serta irigasi.

Sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan
sumber daya air harus dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan
lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air secara

29
berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kewenangan pengelolaan
sumber daya air berada pada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.

Gambar 1.16 Proyek Pembangunan Bendung Wariori

Sumber: http://pu.go.id ,2015

A. Kepulauan Maluku
Satu diantara infrastruktur Sumber Daya Air yang ada di Kepulauan Maluku
adalah waduk/bendungan. Hingga saat ini Indonesia memiliki 286 buah bendungan
3
dengan volume tampungan sekitar 14.925,72 Miliar m , dimana yang telah
dimanfaatkan untuk PLTA sebesar 4.092,3 MW dan air baku dengan kapasitas 21.321
l/detik. Dari sekitar 286 bendungan tersebut, kapasitas tampungan air dan pemanfaatan
airnya belum mencapai angka 10% dari total kebutuhan air irigasi teknis dan belum
mencapai angka 7% dari seluruh potensi pembangkit listrik tenaga air. Pada tahun 2015
terdapat 2 (bendungan), yakni masing-masing 1 (satu) di Provinsi Maluku dan Provinsi
3 3
Maluku Utara dengan kapasitas waduk 275.000 m dan 4.969.700 m . Adapun total luas
3
genangan adalah 42.000 m .
Selain bendungan, terdapat infrastruktur bendung yang berfungsi dalam
meninggikan elevasi muka air dari sungai, sehingga dapat disadap dan dialirkan ke
bangunan pengambilan (intake infrastructure). Pada Kepulauan Maluku terdapat 2 (dua)
bendung yang tepatnya berada pada Provinsi Maluku. Guna menghindari kekurangan air
pada musim kemarau, terdapat setidaknya 38 embung pada Provinsi Maluku Utara dan
1 embung pada Provinsi Maluku Utara.
B. Pulau Papua
Hingga tahun 2015, berdasarkan data statistik Kementerian PUPR, tidak
terdapat bendungan di Pulau Papua. Untuk mendapatkan manfaat dari penyediaan
infrastruktur bendungan, di Pulau Papua telah direncanakan pembangunan Bendungan

30
Baliem di Provinsi Papua. Rencana tersebut masuk ke dalam proyek strategis
pembangunan 65 bendungan tahun 2014-2019.Untuk mendukung ketersediaan air baku
dan air minum, dibutuhkan infrastruktur bendung yang akan meninggikan elevasi muka
air dan mengalirkan ke bangunan pengambilan (intake infrastructure). Pada Pulau Papua
terdapat 4 (empat) bangunan bendung tepatnya di Provinsi Papua. Untuk
menanggulangi kekurangan air pada musim kemarau, dibangun infrastruktur embung.
Utamanya embung tersebut digunakan sebagai kolam tampungan air hujan dan air
limpahan atau air rembesan. Pulau Papua memiliki 21 buah embung yang tersebar di
Provinsi Papua Barat sebanyak 13 buah dan 8 buah di Provinsi Papua.

1.2.2 Sektor Bina Marga


Infrastruktur transportasi berupa jalan/jembatan merupakan objek vital dalam
pembangunan suatu wilayah. Jalan/jembatan menjadi sarana penghubung suatu
wilayah dengan wilayah lainnya yang memberikan akses dan kemudahan bagi mobilitas
manusia, barang, dan jasa. Berdasarkan statusnya, jalan dibedakan menjadi Jalan
Nasional (termasuk jalan tol), Jalan Provinsi, dan Jalan Daerah (Kabupaten dan Kota).
Hingga akhir tahun 2013 Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum telah
membangun jalan nasional sepanjang 38.569,82 km. Untuk meningkatkan mobilitas di
daerah maka Pemerintah Daerah telah menyediakan jalan provinsi sepanjang 46.164,43
km dan jalan daerah (kabupaten/kota) sepanjang 376.102,17 km pada tahun 2013.

Gambar 1.17 Rencana Pembangunan Jalan Trans Papua

Sumber: http://pu.go.id ,2017

A. Kepulauan Maluku
Berdasarkan Buku Statistik Infrastruktur PUPR 2015, pada Kepulauan Maluku
terdapat 1.066,65 km jalan nasional di Provinsi Maluku dan 511,89 km jalan nasional di
Provinsi Maluku Utara. Kondisi jalan nasional di Kepulauan Maluku secara umum

31
tergolong baik, yaitu terdapat 89,26% jalan tergolong baik di Provinsi Maluku dan
97,05% jalan yang digolongkan baik di Provinsi Maluku Utara. Secara umum, jalan
nasional di Kepulauan Maluku tergolong dalam kondisi mantap. Panjang jalan dengan
kondisi mantap di Provinsi Maluku adalah 1.026,25 km atau sebesar 96,21%. Sedangkan
pada Provinsi Maluku Utara terdapat 510,99 km jalan nasional dengan kondisi mantap
atau memiliki persentase sebesar 99,82%. Kondisi jalan nasional dengan kondisi mantap
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dengan kondisi tersebut, diharapkan dapat
mendorong konektivitas yang semakin baik di sektor transportasi. Saat ini pembangunan
jalan dilakukan salah satunya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah, seperti
yang akan dilaksanakan di Provinsi Maluku Utara, yakni Pembangunan Jalan Lingkar
Pulau Morotai untuk mendukung pengembangan KEK Morotai.
B. Pulau Papua
Jalan nasional di Pulau Papua berdasarkan Buku Statistik Infrastruktur PUPR
2015, memiliki panjang 963,24 km di Provinsi Papua Barat dan 2.111,44 di Provinsi
Papua. Sementara itu, kondisi jalan nasional tersebut tergolong cukup baik pada Provinsi
Papua Barat dengan persentase jalan tergolong baik sebesar 70,91%. Sedangkan pada
Provinsi Papua, jalan dengan kondisi sedang mendominasi sebesar 52,15%. Konektivitas
menjadi isu utama pada Pulau Papua secara umum, terutama pada Provinsi Papua
dimana secara geografis wilayahnya berada pada wilayah pegunungan. Secara umum,
jalan nasional di Pulau Papua tergolong dalam kondisi mantap. Panjang jalan dengan
kondisi mantap di Provinsi Papua Barat adalah 810,87 km atau sebesar 84,18%.
Sedangkan pada Provinsi Papua terdapat 1.871,10 km jalan nasional dengan kondisi
mantap atau memiliki persentase sebesar 88,62%. Jalan nasional dengan kondisi
mantap diharapkan meningkat persentasenya dari tahun ke tahun, sehingga dapat
mendorong konektivitas antar wilayah yang semakin baik. Upaya mendukung
konektivtias antar wilayah di Pulau Papua salah satunya adalah Pembangunan Jalan
Trans Papua dengan total panjang 4.330,07 km.

1.2.3 Sektor Cipta Karya


Dalam RPJMN 2015 – 2019, target pembangunan infrastruktur permukiman
atau cipta karya antara lain: (1) peningkatan akses air bersih/minum dan sanitasi; (2)
pengurangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat/PNPM perkotaan; dan (3)
peningkatan penataan bangunan dan perencanaan lingkungan. Sesuai dengan target
MDGs, diharapkan bahwa jumlah penduduk yang belum memiliki akses terhadap air
minum dan sanitasi dasar menurun 50% dari angka pada tahun 2009. Dengan kata lain
diharapkan pada tahun 2015 jumlah penduduk yang dapat mengakses air minum layak
dan sanitasi menjadi sebesar 68,87%. Selanjutnya pada tahun-tahun berikutnya
diharapkan terus meningkat, pada tahun 2020 sebesar 85%, dan tahun 2025 telah
terfasilitasi seluruhnya yaitu 100%. Pada sektor air minum, SPAM jaringan perpipaan

32
perkotaan melayani seluruh provinsi di Indonesia dengan persentase penduduk yang
terlayani sebesar 18,31% atau 41,86 juta jiwa.

Gambar 1.18 Pembangunan PLBN Skouw, Jayapura

Sumber: Paparan Ditjen Cipta Karya, 2016

A. Kepulauan Maluku
Pada Kepulauan Maluku, untuk melayani 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku
dan 8 kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara, terdapat masing-masing 18 unit SPAM.
Jika dibandingkan, cakupan pelayanan SPAM di Kepulauan Maluku lebih besar pada
Provinsi Maluku Utara, yakni 31,88% dibandingkan dengan Provinsi Maluku dengan
12,75%. Angka tersebut masih tergolong rendah yang beberapa diantaranya disebabkan
oleh pengelolaan pelayanan yang kurang efisien dan kurangnya pendanaan untuk
pengembangan sistem.
Selain permasalahan dalam penyediaan air minum, tantangan yang harus
dihadapi dalam mencapai target MDGs adalah penataan permukiman kumuh. Pada
tahun 2015, Kota Ternate di Provinsi Maluku Utara masuk ke dalam prioritas
penanganan kawasan permukiman kumuh. Penanganan permukiman kumuh pada area
perkotaan dilakukan dengan pola pencegahan dan peningkatan kualitas.
B. Pulau Papua
Pelayanan SPAM pada Pulau Papua, melayani 11 kabupaten/kota pada Provinsi
Papua Barat dan 28 kabupaten/kota pada Provinsi Papua. Pada Provinsi Papua Barat,
jaringan SPAM didukung oleh 35 unit jaringan, sedangkan Provinsi Papua didukung oleh
70 unit jaringan. Cakupan pelayanan SPAM di Pulau Papua masih sangat minim. Hal
tersebut terlihat berdasarkan persentase cakupan pelayanan SPAM di Papua Barat yang
hanya sebesar 18,78% dan pada Provinsi Papua hanya mencakup 7,04% penduduk.

33
Rendahnya cakupan pelayanan masih merupakan tantangan utama dalam sektor
penyediaan air minum.
Pada tahun 2015, terdapat 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di 3 (tiga)
provinsi. Salah satu provinsi yang akan dibangun PLBN adalah Provinsi Papua, tepatnya
pada Skouw, Kota Jayapura. PLBN Skouw merupakan salah satu pintu perbatasan
Indonesia dengan Papua Nugini. Pengembangan PLBN diantaranya meliputi
pembangunan gedung PLBN, wisma negara, kantor pemerintahan, monumen Pancasila,
area parkir, masjid atau sarana ibadah, peningkatan kapasitas jalan dan lain-lain.

1.2.4 Sektor Penyediaan Perumahan


Tingginya angka backlog menurut perkiraan Kementerian PUPR pada tahun
2015 mencapai angka 13,5 juta unit membuat Pemerintah harus hadir dalam mengatasi
permasalahan ini. Kebutuhan akan perumahan setiap tahun mencapai 800 ribu unit per
tahun, sedangkan kemampuan pemerintah dan pengembang hanya pada angka 400 ribu
unit per tahun. Bila kondisi ini tidak mengalami perubahan, maka backlog perumahan
nasional akan semakin tinggi, belum ditambah dengan angka pertumbuhan penduduk
rata – rata di indonesia yang mencapai 1,49% tiap tahunnya. Target utama Kementerian
PUPR hingga tahun 2019 adalah menurunkan angka backlog dari 13,5 juta unit menjadi
6,8 juta unit. Kemudian menurunkan angka Rumah Tidak layak Huni (RTLH) dari 3,4 juta
unit menjadi 1,9 juta unit. Terdapat beberapa kendala dalam menyediakan perumahan
khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai berikut :
a. Ketimpangan antara pasokan (supply) dan kebutuhan (demand).
b. Keterbatasan kapasitas pengembang (developer) yang belum didukung oleh regulasi
yang bersifat insentif.
c. Rendahnya keterjangkauan (affordability) MBR ,baik membangun atau membeli
rumah salah satu penyebab masih banyaknya MBR belum tinggal di rumahl ayak
huni (Potensi perumahan dan permukiman kumuh).
d. Pembangunan perumahan, khususnya di area perkotaan (urban area) terkendala
dengan proses pengadaan lahan.
e. Peran pemerintah pusat dan daerah sebagai enabler masih lemah.
Untuk mengatasi backlog yang terjadi, maka Pemerintah mencanangkan
program di bawah ini :
a. Pelaksanaan pilot project pendayagunaan tanah wakaf dalam pembangunan
perumahan rumah susun sewa/milik secara masif di perkotaan.
b. Reformasi kebijakan nasional percepatan pembangunan perumahan rakyat.
c. Integrasi tabungan perumahan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
d. Pembentukan sistem informasi perumahan
e. Industrialisasi perumahan yang tanggap kondisi dan kebutuhan lokal
f. Pembangunan perumahan sebagai bagian dalam penanganan permukiman kumuh.

34
Gambar 1.19 Tipikal Rumah Khusus

Sumber: http://pu.go.id ,2016

Upaya mengurangi backlog di Kepulauan Maluku salah satunya dilakukan


melalui pembangunan Rusunawa. Pembangunan Rusunawa yang dilakukan sejak tahun
2010-2014 pada Provinsi Maluku Utara sebanyak 421 unit, sedangkan pada Provinsi
Maluku telah dibangun sebanyak 234 unit. Pada Pulau Papua juga dilakukan
pembangunan Rusunawa sebagai upaya mengurangi backlog. Pembangunan Rusunawa
yang dilakukan sejak tahun 2010-2014 pada Provinsi Papua Barat sebanyak 263 unit,
sedangkan pada Provinsi Papua telah dibangun sebanyak 340 unit.
Pada sektor penyediaan perumahan, Pulau Papua memiliki kekhususan
tersendiri. Terdapat program pembangunan rumah khusus yang diperuntukkan bagi
wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat. Rumah khusus merupakan rumah yang
diselenggarakan bagi daerah-daerah yang memiliki kebutuhan khusus, salah satunya
adalah daerah perbatasan atau pulau terluar bagi penjaga keamanan dan kedaulatan
negara.

1.3 Kebijakan Pembangunan Kepulauan Maluku dan Papua


Dalam pelaksanaan pembangunan, instrumen kebijakan berperan sebagai
panduan untuk menentukan arah pembangunan. Kebijakan dalam pembangunan juga
digunakan sebagai penentu berbagai kebijakan turunan dibawahnya. Oleh karena itu,
penting dalam suatu kerangka penyusunan program infrastruktur untuk
mengintegrasikan suatu kebijakan dengan kebijakan terkait lainnya.

35
1.3.1 Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki rencana
pembangunan jangka panjang yang dinamakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional yang didukung oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Rencana - rencana
ini akan menjadi panduan utama dalam melaksanakan pembangunan nasional. Visi dari
pembangunan nasional yang harus dicapai adalah “INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU,
ADIL DAN MAKMUR” Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 itu mengarah pada
pencapaian tujuan nasional, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus
dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat kemandirian, kemajuan, keadilan dan
kemakmuran yang ingin dicapai. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional
tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:

1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan


beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan pembangunan
sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing.
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah memantapkan
kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh.
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun kekuatan
TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan
regional dan internasional.
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan
pembangunan daerah; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap
berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi.
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan
pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara
pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan
dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan.
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional.
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.
Saat ini RPJPN sudah mencapai tahapan RPJMN ketiga (2015 – 2019). Prioritas
tahap ketiga yaitu untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di
berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta
kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Daya saing perekonomian
Indonesia semakin kuat dan kompetitif dengan semakin terpadunya industri manufaktur
dengan pertanian, kelautan, dan sumber daya alam lainnya secara berkelanjutan;
terpenuhinya ketersediaan infrastruktur yang didukung oleh mantapnya kerja sama
pemerintah dan dunia usaha, makin selarasnya pembangunan pendidikan, ilmu

36
pengetahuan dan teknologi dan industri serta terlaksananya penataan kelembagaan
ekonomi untuk mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, penguasaan, dan
penerapan teknologi oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Dengan demikian
maka dapat disimpulkan bahwa prioritas pembangunannya adalah meningkatkan
potensi yang dimiliki sehingga juga memiliki daya saing dengan negara lain.

1.3.2 Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah


Berdasarkan RPJPN 2005 – 2025, saat ini sedang berlangsung rencana
pembangunan jangka menengah tahap ke 3, yaitu dari tahun 2015 – 2019. Rencana
pembangunan jangka menengah yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 yang didasarkan pada visi dan misi Presiden
Joko Widodo yang disebut Nawacita. Dalam pembangunan infrastruktur yang
dijalankan, kebijakan pemerintah untuk pembangunan jangka menengah saat ini adalah
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah – daerah dan desa
dalam keranga Negara Kesatuan. Kebijakan tersebut akan diaplikasikan melalui
peletakan dasar – dasar desentralisasi asimetris. Peletakan dasar – dasar desentralisasi
asimetris ini dilaksanakan dalam beberapa hal, yaitu:

1. Pengembangan kawasan perbatasan;


2. Pengembangan daerah tertinggal;
3. Pembangunan Perdesaan;
4. Penguatan tata kelola pemerintah daerah; dan
5. Penataan daerah otonom baru untuk kesejahteraan rakyat.

Sementara itu untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing,


diantaranya adalah dengan membangun konektivitas nasional untuk mencapai
keseimbangan pembangunan. Keseimbangan pembangunan ini sangat erat kaitannya
dengan pengembangan kawasan pinggiran yang juga menjadi prioritas utama dalam
RPJPN. Dengan demikian terlihat keselarasan, bahwa aspek utama yang harus dibangun
adalah pemerataan yang berkeadilan dengan mulai menerapkan desentralisasi asimetris
dan membangun Indonesia dari pinggiran.

Dalam konteks pengembangan wilayah mengingat sangat luasnya wilayah


nasional Indonesia, maka untuk memudahkan pengelolaannya, pengembangan wilayah
dibagi menurut wilayah Pulau/Kepulauan yang dikelompokkan ke dalam beberapa tipe
wilayah pengembangan yang diistilahkan “Wilayah Pengembangan Strategis (WPS)”
yang didalamnya melingkupi kawasan perkotaan, kawasan industri, dan kawasan
maritim berdasarkan pada tema atau potensi per pulau. Adapun tema besar untuk
Kepulauan Maluku adalah sebagai Produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional;
sentra pengembangan industri berbasis komoditas perikanan; sentra pengembangan
industri pengolahan berbasis nikel dan tembaga; serta pengembangan pariwisata
bahari. Sedangkan tema besar untuk Pulau Papua adalah Percepatan pengembangan

37
industri komoditas lokal perkebunan, peternakan, kehutanan; hilirisasi industri
pertambangan, migas dan tembaga; penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan
daerah dan masyarakat; percepatan pengembangan pariwisata budaya dan alam;
peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan; dan pengembangan
kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis wilayah kampung masyarakat
adat.

1.3.3 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Lintas Kementerian dan Lembaga


Kebijakan nasional yang ditetapkan terhadap pembangunan di wilayah
Kepulauan Maluku diarahkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki
skala ekonomi dengan orientasi daya saing nasional dan internasional berbasis
pengembangan produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional. Potensi tersebut
diarahkan untuk pengembangan industri berbasis komoditas perikanan serta
pengembangan industri pengolahan berbasis nikel dan tembaga.

Persebaran kawasan strategis berada di beberapa provinsi, meliputi:


(1) Provinsi Maluku terdapat Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Seram;
(2) Provinsi Maluku Utara terdapat 1 (satu) kawasan strategis, yaitu KEK Morotai di
Kabupaten Pulau Morotai; dan (3) Provinsi Maluku sebagai Kawasan Industri
pengolahan perikanan dan perkebunan.

Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai


berikut:
1. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah di Koridor Ekonomi Maluku
Pengembangan potensi ekonomi wilayah dimaksudkan untuk mempercepat
pertumbuhan dan memberdayakan masyarakat berbasis komoditas unggulan lokal.
Pengembangan potensi berbasis komoditas unggulan lokal ini diupayakan untuk
meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan. Adapun strategi
untuk dapat meningkatkan pengembangan potensi ekonomi wilayah yaitu:
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
1) Menyiapkan kawasan pengembangan komoditas perikanan dan pariwisata
bernilai tambah tinggi;
2) Mengembangkan pusat-pusat industri pengolahan produk perikanan, jasa
pariwisata dan logistik berdaya saing internasional; dan
3) Meningkatkan produktivitas hasil olahan perikanan di dalam dan sekitar
pusat industri.

38
b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET)
Dalam rangka mendukung pemerataan pertumbuhan dengan memanfaatkan
potensi sumber daya alam lokal dan memiliki daya saing tinggi, maka
diperlukan strategi sebagai berikut:
1) Menyiapkan kawasan pengelolaan klaster-klaster komoditas unggulan
kawasan berupa perikanan tangkap (ikan pelagis dan ikan demersal) dan
perkebunan (kelapa, cengkeh, pala, cokelat, dan kopi);
2) Meningkatkan produktivitas produk turunan dari kelapa, kakao, cengkih,
dan pala.
2. Percepatan Penguatan Konektivitas
Peningkatan konektivitas antara pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku
dan Maluku Utara dengan daerah sekitarnya, yaitu daerah tertinggal (Kabupaten
Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Maluku Tengah),
kawasan minapolitan (Pulau Geser, Pulau Gorom, Pulau Boano), kawasan
agropolitan (Kaloa, Warasiwa), kawasan industri yang direncanakan di Masohi,
serta KEK Morotai sebagai penunjang dalam peningkatan kinerja pembangunan
ekonomi kawasan dilakukan melalui:
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
1) Pengembangan dan rehabilitasi Bandar Udara Morotai, Bandar Udara di
Tual, dan Bandar Udara Sultan Babullah di Ternate;
2) Pengembangan Pelabuhan Sofifi-Kaiyasa; dan
3) Pembangunan terminal tipe A di Sofifi.
b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET)
1) Pembangunan fasilitas Pelabuhan Laut Ambon, Pelabuhan Tobelo,
Pelabuhan Matui-Jailolo dan Pelabuhan Labuha/Babang;
2) Pembangunan dermaga kapal di Waisamu, Pelabuhan Pengumpul Dokyar,
Pelabuhan Areate, dermaga laut di Makariki, pelabuhan kontainer di
Passo, dermaga penyeberangan Fatkayon, dermaga penyeberangan Gane
Timur, dermaga penyeberangan Bicoli-Maba Selatan, dermaga
penyeberangan Weda dan dermaga Ferry Airmanang;
3) Pengembangan Pelabuhan Sofifi-Kaiyasa, Pelabuhan Subaim, Pelabuhan
Malbufa, Pelabuhan Tikong, Pelabuhan Wayaluar-Obi, Pelabuhan Saketa,
Pelabuhan Bosua; dan
4) Pengembangan dan rehabilitasi Bandar Udara Oesman Sadik Labuha dan
Lapangan Terbang Kawa.
3. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)

39
1) Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola dan Administrator KEK
Morotai dan Pengelola Kawasan Industri di Maluku dalam bidang
perencanaan, penganggaran dan pengelolaan kawasan;
2) Pengembangan sarana prasarana pendidikan dan tenaga terampil untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja, khususnya di bidang perikanan,
perkebunan, perdagangan dan logistik;
3) Penyiapan tenaga kerja berkualitas di sekitar kawasan dalam bidang
industri pengolahan berteknologi tinggi;
4) Peningkatan koordinasi antara Badan Pengelola KEK, pemerintah pusat,
dan pemerintah daerah; dan
5) Pembangunan Science Park berteknologi tinggi sebagai sarana
peningkatan kualitas SDM kawasan.
b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET)
1) Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola KAPET Seram di bidang
perencanaan, penganggaran dan pengelolaan kawasan;
2) Memberikan pembinaan kelembagaan yang mendukung perubahan pola
pikir bisnis berorientasi daya saing secara komparatif dan kompetitif;
3) Pengembangan sarana prasarana pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan kualitas SDM pengelola komoditas unggulan agroindustri,
peternakan, perikanan, distribusi dan pemasaran;
4) Pembangunan Technology Park bidang pangan dan maritim untuk
meningkatkan inovasi teknologi.
4. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
1) Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan karakteristik wilayah
dan kompetitif, antara lain fasilitas fiskal disemua bidang usaha,
pembebasan PPN dan PPNBM untuk bahan dan barang impor yangakan
diolah dan digunakan di KEK;
2) Membuat regulasi terkait dengan pelimpahan kewenangan antara pusat,
daerah dan instansi terkait kepada administrator kawasan-kawasan
pertumbuhan; dan
3) Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem
Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi secara Elektronik (SPIPISE)
bidang perindustrian, perdagangan, pertanahan dan penanaman modal.
b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET)
1) Harmonisasi peraturan perundangan terkait dengan iklim investasi,
diantaranya adalah PP Nomor 147 Tahun 2000 Tentang Perlakuan
Perpajakan di KAPET;

40
2) Membuat regulasi terkait dengan pembagian kewenangan antara
Kabupaten/Kota di pusat-pusat pertumbuhan; dan
3) Melaksanakan sosialisasi terkait dengan pemanfaatan lahan sebagai
peruntukan investasi.
5. Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan untuk mewujudkan kota
layak huni yang aman dan nyaman di Kepulauan Maluku
a. Peningkatan aksesibilitas antar kota melalui penyediaan sarana transportasi
umum antarmoda khususnya transportasi laut dan udara secara terpadu dan
optimal;
b. Percepatan pemenuhan dan peningkatan pelayanan sarana prasarana
permukiman;
c. Penyediaan dan peningkatan sarana prasarana ekonomi, pengembangan jalur
pariwisata dan distribusi-koleksi kegiatan ekonomi wilayah yang mampu
mengakomodasi pasar tradisional, sektor informal termasuk kegiatan
koperasi dan Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM) serta dapat mendukung
kegiatan KAPET dan pengembangan ekonomi kawasan perbatasan untuk kota
Ambon;
d. Peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sosial budaya melalui
pengembangan sarana prasarana dan tenaga terampil di bidang kesehatan,
pendidikan, dan sosial; dan
e. Peningkatan keamanan kota melalui pencegahan, penyediaan fasilitas dan
sistem penanganan kriminalitas dan konflik, serta meningkatkan modal sosial
masyarakat kota.

Berdasarkan kebijakan nasional, pengembangan kawasan strategis bidang


ekonomi wilayah Pulau Papua dilakukan melalui pengembangan untuk meningkatkan
infrastruktur dasar pengembangan sumber daya manusia dan meningkatkan
konektivitas menuju dan dalam kawasan-kawasan strategis tersebut.

Persebaran kawasan strategis berada di beberapa provinsi, meliputi: (1)


Provinsi Papua Barat terdapat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong dan Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bia; (2) Provinsi Papua memiliki beberapa
kawasan strategis, diantaranya yaitu Kota Terpadu Mandiri (KTM) Salor dan Pusat
Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Perbatasan Jayapura; dan (3) Kawasan
Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat yang tersebar di berbagai lokasi.
Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut:

1. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah di Wilayah Papua


Kekayaan alam di Wilayah Papua selain sektor tambang dan mineral, sektor
pertanian dan perkebunan juga melimpah, dimana potensi ini dapat menjadi sektor
yang mempunyai prospek baik untuk dikembangkan menjadi kekuatan ekonomi yang

41
dapat diandalkan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan
demikian, dilakukan pemetaan wilayah-wilayah yang akan dijadikan basis industri
dengan mempertimbangkan potensi kekayaan alam yang menjadi komoditas unggulan
daerah baik di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

a. Provinsi Papua
Wilayah yang potensial untuk dijadikan sentra industri berbasis komoditas
unggulan, khususnya untuk Provinsi Papua dengan fokus 5 (lima) Kawasan
Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat yaitu:

1. KPE Saereri
o
Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Kepulauan Yapen, dan
Waropen.
o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: perikanan laut.
o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri
Pengalengan, Industri Perikanan Laut, Industri Pariwisata/MICE.
2. KPE Mamta
o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Mamberamo Raya, Jayapura, Keerom, Sarmi,
dan Kota Jayapura.
o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: kelapa sawit
dan cokelat.
o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri
Kelapa Sawit, Industri Cokelat dan Industri Pariwisata Danau Sentani.
3. KPE Me pago
o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Nabire, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya dan
Mimika.
o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: Sagu, Buah
Merah dan Ubi jalar.
o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Sagu,
Industri Buah Merah, Industri Ubi jalar dan Industri Pariwisata.
4. KPE La pago
o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Mamberamo Tengah, Jayawijaya, Lanny Jaya,
Nduga, Pegunungan Bintang, Tolikara, Yalimo, Yahukimo, Puncak dan Puncak
Jaya.
o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: Sagu, Buah
Merah dan Ubi Jalar.
o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Sagu,
Industri Buah Merah, Industri Ubi Jalardan Industri Pariwisata.

42
5. KPE Ha’anim
o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, dan Boven Digoel.
o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: Karet, Tebu,
Kelapa Sawit, Padi, Perikanan dan Peternakan.
o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Tebu,
Industri Kelapa Sawit, Industri Pengalengan Ikan, Industri Pangan dan Industri
Peternakan.
b. Provinsi Papua Barat
Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis di Provinsi Papua Barat
dilakukan dengan strategi sebagai berikut:

1. Pengembangan kawasan industri petrokimia;


2. Pengembangan Industri berbasis migas dan pupuk di Teluk Bintuni;
3. Peningkatan produktivitas ekspor untuk produk minyak-gas, pengolahan
pertambangan mineral, pertanian/ perkebunan dan hasil laut;
4. Pengembangan kawasan pertanian di Karas dan Teluk Arguni;
5. Pengembangan sentra ternak sapi Pola Ranch di Bomberai, Kebar dan Salawati;
6. Pengembangan Pala di Fakfak;
7. Pengembangan sagu rakyat dan investasi industri komoditas sagu di Sorong Selatan;
8. Pengembangan kawasan wisata bahari terpadu di kawasan Raja Ampat dan kawasan
wisata religi Mansinam;
9. Pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi kecil dan menengah guna
mendukung potensi sektor pariwisata, terutama industri kreatif dan makanan
olahan khas wilayah Sorong, Manokwari, dan Fakfak; serta Pembinaan terhadap
mutu produk usaha kecil dan menengah di Kawasan Sorong, Manokwari dan Fakfak.
Selain itu, di Provinsi Papua akan dikembangkan pula kawasan ekonomi khusus
(KEK) dan kawasan industri di lima wilayah adat yaitu Jayapura, Biak, Timika, Wamena,
dan Merauke; serta pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran
lainnya. Sedangkan di Provinsi Papua Barat, akan dikembangkan kawasan ekonomi
khusus dengan fokus industri petrokimia, pengembangan industri pengolahan
pertambangan mineral, dan kawasan industri Teluk Bintuni.

A. Percepatan Penguatan Konektivitas


Peningkatan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan
kawasan-kawasan penyangga sekitarnya meliputi:

43
a. Provinsi Papua
Kebutuhan infrastruktur konektivitas di masing-masing wilayah adat, adalah
sebagai berikut:

1. KPE Saereri
o Pembangunan ruas jalan, antara lain: Ruas Jalan Sarmi-Ampawar-Barapasi-
Sumiangga-Kimibay, Jalan Lingkar Numfor dan Kota Biak, Jalan Strategis
penunjang ekonomi Pulau Biak dan Yapen, termasuk penyelesaian jalan sesuai
Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka
Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;
o Mempercepat penyelesaian pembangunan transportasi darat, laut, dan udara,
antara lain:
i. Pengembangan Bandara Internasional Frans Kaisepo di Biak;
ii. Reaktivasi Pelabuhan Biak sebagai pendukung Tol Laut dan pelabuhan
internasional; dan
iii. Pembangunan Bandara di Yapen Waropen.
o Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi,
yaitu:
i. Pengembangan air bersih DAS Biak Utara dan Supiori;
ii. PLTA Supiori;
iii. Sejumlah PLTS yang tersebar di berbagai tempat; dan
iv. Pengembangan telekomunikasi Palapa Ring.
2. KPE Mamta
o Pembangunan ruas jalan, antara lain: Ruas Jalan Depapre-Bongkrang; ruas jalan
Warumbaim-Taja-Lereh-Tengon, ruas jalan Jayapura-Wamena-Mulia, jalan ring
road Kota Jayapura, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang
Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;
o Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi
yang terdiri dari:
i. Pengembangan air bersih Danau Sentani;
ii. PLTA Mamberamo;
iii. PLTA Genyem;
iv. PLTA Hotekamp;
v. PLTS yang tersebar di berbagai tempat; dan
vi. Pengembangan telekomunikasi Palapa Ring.
o Mempercepat pembangunan transportasi darat, udara, dan laut, yang terdiri dari:
i. Pengembangan Bandara Internasional Sentani;
ii. Pengembangan Pelabuhan Peti Kemas Depapre;
iii. Pengembangan Pelabuhan Jayapura;

44
iv. Pembangunan Terminal Tipe A di Kota Jayapura;
v. Pengembangan Terminal Tipe B di Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom,
dan Kota Jayapura;
vi. Penyelesaian pembangunan Jembatan Holtekamp.
3. KPE Me Pago dan KPE La Pago
o Mempercepat pembangunan infrastruktur listrik, air bersih, dan telekomunikasi
yang terdiri dari:
i. Pengembangan air bersih DAS Baliem;
ii. Pengembangan energi listrik dengan mengembangkan PLTA Urumuka, PLTA
Baliem, PLTMH yang tersebar di berbagai tempat, dan PLTS yang tersebar di
berbagai tempat;
iii. Pengembangan telekomunikasi Palapa Ring.
o Pembangunan transportasi darat, udara, dan laut yang terdiri dari:
i. Pengembangan Bandara Internasional Moses Kilangin;
ii. Pengembangan Pelabuhan Pomako Timika sebagai hub Tol Laut dan pusat
distribusi logistik ke wilayah Pegunungan Tengah;
iii. Pengembangan Bandara Wamena;
iv. Pengembangan Bandara Dekai;
v. Pengembangan Dermaga Kenyam;
vi. Pengembangan Dermaga Suru-suru;
o Pembangunan jaringan kereta api mulai dari Timika ke Pegunungan Tengah;
o Pembangunan ruas jalan, antara lain: ruas jalan Sumohai-Dekai-Oksibil-Iwur-
Waropko, ruas jalan Enarotali-Tiom, ruas jalan Wamena-Habema-Kenyam, ruas
jalan Timika-Potowaiburu-Wagete-Nabire, ruas jalan Yeti-Ubrub, termasuk
penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis
Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi
Papua Barat;
o Mempercepat daerah irigasi Nabire yang terdiri dari pengembangan jaringan
irigasi dan pengembangan pertanian.
4. KPE ha Anim
o Pembangunan ruas jalan, antara lain: ruas jalan Okaba–Sanomere–Bade, ruas
jalan Merauke-Okaba-Buraka- Wanam -Bian-Wogikel, ruas jalan Okaba-Kumbe-
Kuprik-Jagebob-Erambu, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012
tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;
o Mempercepat pembangunan transportasi darat, udara, dan laut yang terdiri dari:
i. Pengembangan Bandara Internasional Mopah;
ii. Pengembangan Pelabuhan Merauke.

45
o Mempercepat pembangunan jaringan irigasi rawa di Merauke yang terdiri dari:
i. Pembangunan long storage,
ii. Pembangunan bendungan serta embung.
o Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi
yang terdiri dari:
i. Pengembangan air bersih di Kali Maro;
ii. Pembangkit Listrik Tenaga Ombak;
iii. PLTS Makro;
iv. Pengembangan Palapa Ring.
b. Provinsi Papua Barat
Kebutuhan infrastruktur konektivitas di Provinsi Papua Barat adalah sebagai
berikut:

i. Jaringan Jalan akses dari KI Teluk Bituni menuju ke pelabuhan;


ii. Konektivitas Kawasan Industri Arar, Kawasan Peternakan (Salawati, Bomberai,
Kebar), dan lumbung pangan Sorong Selatan, yang terhubungkan dengan
Kota Sorong dan
iii. Manokwari;
iv. Pengembangan pelabuhan Arar di Sorong;
v. Pembangunan Dermaga di Teluk Bintuni;
vi. Pembangunan Pelabuhan Seget sebagai bagian dari Tol Laut;
vii. Pembangunan bandara Segun di Kabupaten Sorong;
viii. Penyelesaian pembangunan ruas-ruas jalan strategis nasional sesuai
Peraturan Presiden RI No. 40 Tahun 2013 tentang Pembangunan Jalan
Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua
dan Provinsi Papua Barat;
ix. Pembangunan jaringan kereta api dari Sorong ke Manokwari;
x. Peningkatan kualitas jalan dari Manokwari ke Bintuni; dan
xi. Pembangunan Bandar Udara baru di Kabupaten Fakfak (Bandara Siboru).
B. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kapasitas kelembagaan di
tingkat pusat maupun di daerah, serta pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dilakukan dengan strategi:

a. Provinsi Papua
Pengembangan sumber daya manusia untuk mendukung pengembangan
kawasan ekonomi berbasis wilayah adat di Provinsi Papua, dilakukan dengan strategi
berikut:

46
o Pembentukan SDM Unggul, akan dibangun center of knowledge yang bertujuan
memperkuat penguasaan pendidikan dasar, menengah dan tinggi bagi penduduk
Papua khususnya yang berada dalam usia sekolah;
o Penguasaan IPTEK, melalui kerjasama teknis, aliansi strategis dan kerjasama riset,
serta pendidikan dan pemagangan dengan Badan Litbang Pemerintah dan
beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta;
o Pengembangan technopark sebagai center of excellence pada 5 sektor unggulan,
yaitu:
i. Pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan serta industri
pengolahannya di kawasan adat Ha-Anim;
ii. Pertanian, serta industri pengolahannya perkebunan, dan perikanan serta
industri pengolahannya di kawasan adat Saereri;
iii. Pertanian pangan, perkebunan, peternakan, dan pertambangan serta industri
pengolahannya di kawasan adat La-Pago;
iv. Pertanian pangan, perkebunan, peternakan dam pertambangan serta industri
pengolahannya di kawasan adat Mee-Pago; dan
v. Pertanian perkebunan dan perikanan, serta industri pengolahannya di kawasan
adat Mamta.
o Mewujudkan sumberdaya manusia tepat guna sesuai kebutuhan hingga tahun
2025, dalam rangka pencapaian daya saing tinggi;
o Pembangunan dan peningkatan Balai Latihan Kerja di Merauke, Biak, Timika,
Nabire dan Jayapura;
o Pembangunan politeknik agroindustri pengembangan komoditas unggulan di
masing-masing wilayah adat;
o Pengembangan SMK pertanian, pariwisata, dan pertambangan di Jayapura, Biak,
Sarmi, Merauke, Timika, Nabire dan Wamena;
o Pengembangan riset dan lembaga standarisasi mutu di Biak.
b. Provinsi Papua Barat
Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung
pengembangan kawasan ekonomi di Provinsi Papua Barat, dilakukan dengan strategi
berikut:
o Pembinaan kelembagaan pengelola kawasan untuk mendukung pengelolaan
kawasan yang berdaya saing;
o Penguatan kemampuan Pemda dalam menyusun peraturan pemanfaatan lahan
ulayat bersama masyarakat adat untuk memberikan kemudahan investasi.
o Penyiapan tenaga kerja berkualitas dengan kompetensi unggulan di bidang industri
petrokimia dan pengolahan pertambangan mineral, pertanian, kawasan Arar,
kawasan peternakan Bomberai, Kebar dan Salawati;

47
o Pembangunan Science Park berteknologi tinggi sebagai sarana peningkatan kualitas
SDM kawasan;
o Pelatihan dan pendampingan SDM untuk meningkatkan kompetensi untuk
mengelola produktivitas dan nilai tambah komoditas unggulan di masing-masing
kawasan pengembangan ekonomi;
o Peningkatan kapasitas Orang Asli Papua (OAP) untuk mendapatkan akses sumber
daya ekonomi;
o Pendampingan dalam proses produksi dan manajemen usaha-usaha masyarakat;
o Pembangunan Technology Park bidang pangan dan maritim untuk meningkatkan
inovasi teknologi;
o Restrukturisasi kelembagaan dalam pengelolaan kawasan pengembangan ekonomi.
C. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Dalam upaya pengembangan kawasan strategis di Wilayah Papua diperlukan
sinergisasi dan sinkronisasi regulasi melalui strategi berikut:

i. Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan karakteristik wilayah


dan kompetitif, antara lain fasilitas fiskal di semua bidang usaha, pembebasan
PPN dan PPNBM untuk bahan dan barang impor yang akan diolah dan
digunakan di KEK;
ii. Regulasi penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan kawasan industri
untuk mendorong pengembangan potensipotensi ekonomi di Provinsi Papua
dan Provinsi Papua Barat;
iii. Regulasi pembangunan kawasan pembangunan ekonomi berbasis wilayah
adat;
iv. Penetapan regulasi untuk mengatur pemanfaatan tanah ulayat dalam rangka
memudahkan investasi;
v. Pemetaan dan penegasan batas (deliniasi) hak ulayat khususnya pada
kawasan strategis yang dikembangkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi;
vi. Memfasilitasi terbitnya sertifikasi hak ulayat;
vii. Regulasi pelayanan minimum penyelesaian izin alih fungsi lahan untuk
pembangunan fasilitas layanan publik;
viii. Sosialisasi kepada masyarakat adat dan investor terhadap regulasi
pemanfaatan lahan ulayat untuk investasi di kawasan MIFEE dan kawasan
industri Arar, kawasan peternakan Bomberai, Kebar, dan Salawati;
ix. Pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi
dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di bidang perizinan
perindustrian, perdagangan, pertanahan, dan penanaman modal di Kawasan
MIFEE senbagai KEK, Kawasan Industri Arar sebagai KEK, dan Kawasan
Industri di Pulau Papua;

48
x. Pelimpahan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
instansi terkait kepada pengelola kawasan strategis nasional dan kawasan-
kawasan industri lainnya;
xi. Sosialisasi kepada masyarakat adat terhadap regulasi pemanfaatan lahan
ulayat untuk investasi di Kawasan Biak dan kawasan ekonomi berbasis
kesatuan adat;
xii. Pelibatan desa dan warga desa pemilik tanah adat sebagai pemegang saham
(shareholdings) dalam pelaksanaan program-program investasi pembangunan
perdesaan;
xiii. Pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi
dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di bidang perijinan
perindustrian, perdagangan, pertanahan di Kawasan Biak; serta
xiv. Regulasi pelibatan BUMN dan BUMD dalam pemasaran hasil-hasil produk
Papua dan Papua Barat di pasar yang lebih luas.
1.3.4 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Wilayah dan Infrastruktur Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
Pembangunan infrastruktur ke depan perlu diarahkan tidak hanya dititik
beratkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi wilayah (engine of
growth), namun perlu lebih bersinergi dengan kelestarian lingkungan dengan
memperhatikan carrying capacity suatu wilayah yang ingin dikembangkan. Hal ini
mengingat pembangunan infrastruktur merupakan pemicu (trigger) terciptanya pusat-
pusat pertumbuhan baru (new emerging growth center) yang menjadi cikal bakal
lahirnya kota-kota baru/ pusat permukiman baru yang dapat menjadi penyeimbang
pertumbuhan ekonomi wilayahdan mengurangi kesenjangan antar wilayah.

Selain itu pembangunan infrastruktur disamping diarahkan untuk mendukung


pengurangan disparitas antar wilayah (perkotaan, pedesaan dan perbatasan), juga
untuk pengurangan urbanisasi dan urban sprawl, peningkatan pemenuhan
kebutuhandasar serta peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang
padaahirnya untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional.

Oleh karena itu pembangunan infrastruktur perlu berlandaskan pada


pendekatan pengembangan wilayah secara terpadu oleh seluruh sektor yang bertitik
tolak dari sebuah rencana yang sinergi dan mengacu kepada aktivitas ekonomi, sosial,
keberlanjutan lingkungan hidup, potensi wilayah dan kearifan lokal, dan rencana tata
ruang wilayah. Dengan kata lain pembangunan wilayah perlu didukung kerjasama antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan melibatkan pihak swasta, mengingat pada
kenyataanya kawasan yang sudah berkembang akan lebih menarik banyak investor
daripada kawasan yang belum berkembang.

49
Tahun 2015 merupakan awal tahun perencanaan jangka menengah, juga
merupakan awal dari Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) 2015-2019, maupun dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Oleh karena itu sebagai langkah awal
menetapkan kebijakan, diperlukan identifikasi terhadap isu – isu strategis yang akan
diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur 2015 – 2019. Secara lebih rinci,
penjabaran isu-isu strategis terkait dengan pembangunan infrastruktur adalah sebagai
berikut:

a. Disparitas antar wilayah relatif masih tinggi terutama antara Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI).
b. Urbanisasi yang tinggi (meningkat 6 kali dalam 4 dekade) diikuti persoalan
perkotaan seperti urban sprawl dan penurunan kualitas lingkungan, pemenuhan
kebutuhan dasar, dan kawasan perdesaan sebagai hinterland belum maksimal
dalam memasok produk primer.
c. Belum mantapnya konektivitas antara infrastruktur di darat dan laut, serta
pengembangan kota maritim/pantai.
d. Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal dalam mendukung kedaulatan
pangan dan kemandirian energi.
e. Pengendalian pembangunan belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan
rencana tata ruang.
f. Belum terpadunya perencanaan pembangunan infrastruktur perhubungan laut dan
penyeberangan maupun pengembangan kota pesisir dengan pembangunan
infrastruktur PUPR.
g. Sinergi pembangunan infrastruktur belum optimal terkait dengan batasan
kewenangan pusat dan daerah.
Isu-isu sebagaimana tersebut di atas tentunya menjadi tantangan bagi
pembangunan infrastruktur selama jangka menengah. Untuk mengatasi isu-isu tersebut
pembangunan Infrastruktur PUPR diarahkan seperti berikut:

1. Pembangunan infrastruktur harus sinergi dengan kelestarian lingkungan,


memperhatikan carrying capacity suatu wilayah yang ingin dikembangkan;
2. Pembangunan infrastruktur PUPR mendukung pengurangan disparitas antar
wilayah terutama Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia
(KTI); dan
3. Pengurangan urbanisasi dan urban sprawl dan peningkatan kualitas lingkungan,
pemenuhan kebutuhan dasar, dan memaksimalkan kawasan perdesaan sebagai
hinterland dalam memasok produk primer.

Seluruh pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan dalam kurun waktu 5


tahun tersebut harus melalui pendekatan yang holistik-tematik, integratif, dan spasial.

50
Dengan demikian, dalam mengarahkan pembangunan infrastruktur PUPR di Kepulauan
Maluku dan Papua dalam kurun waktu 2015 – 2019, maka masing – masing unit
organisasi dalam lingkup Kementerian PUPR memiliki kebijakan tersendiri yang akan
mendukung terwujudnya target dalam Rencana Strategis. Kebijakan Pengembangan
Wilayah tersebut kemudian akan disebut sebagai WPS (Wilayah Pengembangan
Strategis). Pengembangan WPS tersebut berazaskan pada efisiensi yang berbasis daya
dukung, daya tampung dan fungsi lingkungan fisik terbangun, manfaat dalam skala
ekonomi (economic of scale) serta sinergitas dalam menyediakan infrastruktur
transportasi untuk konektivitas dalam lingkup nasional maupun internasional,
mengurangi kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan energi terbarukan untuk
tenaga listrik, pemenuhan kebutuhan layanan dasar permukiman yang layak bagi
masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, serta meningkatan
keandalan dan keberlanjutan layanan sumber daya air baik untuk pemenuhan air
minum, sanitasi, dan irigasi guna menunjang ketahanan air dan pangan dengan
mempertimbangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) pada setiap WPS.

Konsepsi pengembangan WPS diilustrasikan yaitu pembangunan infrastruktur


wilayah PUPR pada setiap WPS diarahkan untuk mempercepat pembangunan fisik di
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi kawasan sesuai dengan klasternya, terutama WPS di
luar Pulau Jawa (Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) dengan
memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah dan
peningkatan efisiensi dalam penyediaan infrastruktur dalam kawasan, antar kawasan
maupun antar WPS. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan
sektoral, regional dan makro ekonomi. Setiap WPS akan dikembangkan dengan
mempertimbangkan potensi dan keunggulannya, melalui pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan, industri manufaktur, industri pangan, industri maritim dan atau
pariwisata.

51
Gambar 1.20 Konsepsi Wilayah Pengembangan Strategis

Sumber: Paparan BPIW

Selanjutnya untuk mengetahui keberhasilan dari wilayah pengembangan


strategis tersebut, akan diukur aspek-aspek yang terkait diantaranya: pengurangan gap
pertumbuhan antara kawasan yang sudah berkembang dengan yang belum
berkembang, tingkat keterpaduan perencanaan pemrograman dengan pelaksanaan
(deviasi), tingkat sinkronisasi program (waktu, fungsi, lokasi, besaran), disparitas
kebutuhan dengan pemrograman, tingkat pemberian bimbingan teknis kepada
pemerintah daerah.

Konsep WPS bukanlah suatu konsep yang berjalan sendirian, namun juga
membutuhkan dukungan dari seluruh pihak khususnya unit organisasi di lingkungan
Kementerian PUPR. Oleh karena itu, di bawah ini adalah strategi kebijakan sebagai
wujud dukungan kepada WPS dari masing – masing bidang Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat untuk Pembangunan Infrastruktur di Kepulauan Maluku dan Papua :

52
a. Sumber Daya Air
Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat
untuk mendukung ketahanan air, kedaulatan pangan, dan ketahanan energi guna
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam rangka
kemandirian ekonomi. Agenda prioritas pembangunan nasional yang terkait
dengan pengelolaan sumber daya air adalah agenda mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Untuk
mewujudkan hal tersebut, bentuk dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat adalah melalui pengelolaan sumber daya air yang terpadu
untuk mewujudkan Ketahanan Air, Kedaulatan Pangan, dan Ketahanan Energi,
yang akan diwujudkan melalui sasaran strategis: (1) Meningkatnya dukungan
ketahanan air; (2) Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi,
dengan sasaran program: (a) Meningkatnya layanan sarana dan prasarana
penyediaan air baku; (b) Meningkatnya kapasitas tampung sumber-sumber air;
(c) Meningkatnya kinerja layanan irigasi; (d) Meningkatnya kapasitas pengendalian
daya rusak air (e) Meningkatnya upaya konservasi SDA; (f) Meningkatnya
keterpaduan tata kelola pengelolaan SDA; dan (g) Meningkatnya potensi energi
dna sumber-sumber air.
b. Bina Marga
Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat
untuk konektivitas nasional guna meningkatkan produktivitas, efisiensi dan
pelayanan sistem logistik nasional bagi penguatan daya saing bangsa di lingkup
global yang berfokus pada keterpaduan konektivitas daratan dan maritim. Dalam
rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional,
dicapai salah satunya dengan membangun konektivitas nasional untuk mencapai
keseimbangan. Selain itu untuk mempercepat pembangunan transportasi yang
mendorong penguatan industri nasional mendukung sislognas dan konektivitas
nasional serta membangun sistem dan jaringan transportasi yang terintegrasi
untuk mendukung investasi pada Koridor Ekonomi, Kawasan Industri Khusus,
Kompleks Industri dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-koridor
ekonomi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat akan dicapai melalui, sasaran strategis: (1) Meningkatnya
dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing dan (2) Meningkatnya
kemantapan jalan nasional. Sasaran strategis tersebut akan dicapai melalui sasaran
program (a) Menurunnya waktu tempuh pada koridor utama dari 2,7 Jam per 100
km menjadi 2,2 Jam per km; (b) Meningkatnya pelayanan jalan nasional dari 101
Miliar Kendaraan km menjadi 133 Miliar Kendaraan km; dan (c) Meningkatnya
fasilitasi terhadap jalan daerah untuk mendukung kawasan dari 0% menjadi 100%.

53
c. Cipta Karya
Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat
untuk mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak guna mewujudkan
kualitas hidup manusia Indonesia sejalan dengan prinsip ‘infrastruktur untuk
semua’. Dengan sasaran program yaitu: (1) Meningkatnya kontribusi terhadap
pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat; (2) Meningkatnya kontribusi
terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak; dan (3)
Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat.
d. Penyediaan Perumahan
Agenda prioritas pembangunan nasional yang terkait dengan penyediaan
perumahan adalah Agenda No. 5, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia
Indonesia. Agenda prioritas pembangunan nasional tersebut akan dijabarkan ke
dalam kebijakan dan strategi penyediaan perumahan. Bentuk dukungan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terhadap hal tersebut
diwujudkan melalui: 1) Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar
permukiman dan perumahan; 2) Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan
perumahan, dengan sasaran program menurunnya kekurangan tempat tinggal
(backlog) dan menurunnya rumah tidak layak huni.
Penyediaan perumahan diharapkan dapat memperluas akses terhadap tempat
tinggal yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai
untuk seluruh kelompok masyarakat secara berkeadilan, melalui pengembangan
multi-sistem penyediaan perumahan secara utuh dan seimbang, meliputi (1)
Pengendalian Perumahan Komersial, (2) Penguatan Perumahan Umum, (3)
Pemberdayaan Perumahan Swadaya, (4) Fasilitas Perumahan Khusus, dan (5)
Pengelolaan Rumah Negara.

1.4 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di


Kepulauan Maluku dan Papua
Kehadiran infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR)
dibutuhkan untuk menumbuhkan perekonomian pada suatu kawasan. Pembangunan
infrastruktur baik di kawasan kota baru, kawasan industri, infrastruktur jalan bebas
hambatan, air bersih, pembangkit listrik, dan juga pelabuhan, terbukti dapat tumbuh
dan menjadi motor pertumbuhan. Selain itu, kualitas infrastruktur multi-sektor perlu
dijaga, serta dibutuhkan kerjasama pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan
swasta. Penjelasan mengenai infrastruktur bidang PUPR secara khusus akan dijelaskan
dari beberapa sudut bagian dan pada bagian lainnya juga akan dijelaskan infrastruktur
selain PUPR yang turut serta mendukung pertumbuhan wilayah.

54
Secara umum, tantangan dan kendala yang dihadapi dalam upaya
pembangunan di Kepulauan Maluku dan Papua adalah sebagai berikut:
a. SUMBER DAYA MANUSIA, ditunjukkan oleh kualitas kesejahteraan manusia masih
rendah jika dilihat melalui indikator IPM yang dibandingkan dengan rata-rata
nasional;
b. PRASARANA WILAYAH, tingkat pelayanannya masih sangat terbatas terbatas,
seperti sistem perhubungan dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan air bersih,
serta fasilitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan dan pasar;
c. PENATAAN RUANG DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM, yang ditunjukkan
antara lain oleh terjadinya konflik ataupun tumpang tindih pemanfaatan ruang
(lahan) baik antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, maupun antar
kawasan budidaya seperti antara kegiatan pertambangan dan kehutanan yang
berkaitan dengan ekonomi daerah dan masyarakat;
d. KETERBATASAN SUMBER PENDANAAN, dimana pembangunan daerah perbatasan
kurang diberikan prioritas dibandingkan dengan daerah lainnya, sehingga semakin
memperlebar tingkat kesenjangan antardaerah; dan
e. TERBATASNYA KELEMBAGAAN DAN APARAT yang ditugaskan di daerah
perbatasan, dengan fasilitas yang kurang mencukupi, sehingga fungsi pelayanan
kepada masyarakat setempat relatif kurang memadai.

1.4.1 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Kepulauan Maluku


Beberapa permasalahan umum yang dihadapi di setiap sektor infrastruktur di
Kepulauan Maluku yaitu:

A. Sumber Daya Air


Pengelolaan sumber daya air berdasarkan regulasi yang ada didasarkan pada
Wilayah Sungai (WS). Secara keseluruhan Wilayah Sungai di Kepulauan Maluku
berjumlah 7 (tujuh) WS, yang terdiri dari 4 (empat) WS strategis nasional, 3 (tiga) WS
lintas kabupaten/kota. Secara lebih detil data WS disajikan pada Tabel 1.7.

Tabel 1.7 Wilayah Sungai di Kepulauan Maluku


No. Kode WS Nama WS Provinsi
WS Strategis Nasional
1. 06.01.A3 Halmahera Utara Maluku Utara
2. 06.02.A3 Halmahera Selatan Maluku Utara
3. 06.05.A3 Ambon Seram Maluku
Kepulauan Yamdena -
4. 06.07.A3 Maluku
Wetar
WS Lintas Kabupaten/Kota
1. 06.03.B Kepulauan Sula Obi Maluku Utara
2. 06.04.B Buru Maluku
3. 06.06.B Kepulauan Kei - Aru Maluku
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 4/Prt/M/2015 Tentang Kriteria
dan Penetapan Wilayah Sungai

55
Pemerintah telah mencanangkan terwujudnya swasembada pangan secara
nasional. Hal tersebut sejalan dengan RPJM karena dalam situasi dunia yang tidak
menentu, impor beras dan pangan lain tidak terjamin tiap tahun. Ketahanan pangan
adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pokok pangan untuk setiap rumah tangga
yang dicerminkan oleh ketersediaan pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman,
merata dan terjangkau. Ketahanan pangan secara umum didukung oleh sektor
pertanian tanaman pangan yaitu padi dan palawija melalui sawah irigasi dan tadah
hujan.

Terkait dengan isu ketahanan pangan maka luas irigasi di Kepulauan Maluku
mencapai 152,49 ribu ha atau sekitar 2% dari total daerah irigasi di seluruh Indonesia
yang tersebar di Maluku sekitar 62% dan Maluku Utara sekitar 38%. Daerah irigasi
tersebut terdiri atas kewenangan Pemerintah Pusat seluas 41,54 ribu ha, kewenangan
pemerintah provinsi 82,31 ribu ha dan kewenangan kabupaten 28,64 ribu ha.

Terkait dengan ketahanan energi, maka hingga saat ini di Kepulauan Maluku
belum ada pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA). Kebutuhan listrik dipenuhi dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

B. Transportasi Darat
Tingkat kemudahan aksesibilitas ke berbagai wilayah di Kepulauan Maluku
dapat dikategorikan masih rendah, selain karena belum terhubungnya wilayah-wilayah
tersebut dengan jaringan moda transportasi baik darat, air, maupun udara, jaringan
transportasi yang tersedia saat ini kondisinya kurang memadai untuk digunakan.

Keterbatasan kapasitas dalam memelihara prasarana dan sarana transportasi,


baik secara rutin maupun secara berkala, memberikan dampat terhadap banyaknya
prasarana transportasi yang lebih cepat rusak jika dibandingkan dengan umur ekonomis
prasarana dan sarana yang seharusnya.

Selain itu, kecepatan kerusakan jalan juga dipengaruhi oleh berat dan tekanan
gandar kendaraan (gross vehicle weight and axle configuration) yang melalui jalan
tersebut. Saat ini banyak kendaraan berat yang mengangkut muatan berlebih (vehicle
overloading), yang melebihi kapasitas beban jalan, melewati jalan-jalan lintas Trans
Maluku. Hal tersebut mengakibatkan kondisi jalan-jalan tersebut mengalami kerusakan
lebih cepat daripada umur teknis dan ekonomis yang seharusnya.
Adapun permasalahan lain yang muncul adalah peran dan fungsi jalan untuk
membuka dan mengembangkan wilayah tertinggal, terisolasi, dan wilayah pulau
terpencil, dirasakan masih sangat lambat laju pembangunannya. Di sisi lain, permintaan
untuk membuka akses daerah-daerah tersebut sudah sangat tinggi, terutama untuk
mempermudah pemasaran hasil-hasil produksi ke pusat pemasaran.

56
C. Air Minum
Pada sistem pelayanan air minum, yang menjadi permasalahan utama adalah
masih rendahnya cakupan pelayanan air minum. Tantangan pembangunan air minum
adalah meningkatkan kualitas pengelolaan air minum, meningkatkan kapasitas produksi
air minum dan jangkauan pelayanan, meningkatkan kompetensi kemanpuan SDM yang
bekerja di sektor air minum, serta menerapkan tarif yang sesuai dengan kemampuan
daya beli masyarakat.

D. Air Limbah
Pada sistem pelayanan air limbah, yang menjadi pokok permasalahan adalah
rendahnya cakupan pelayanan air limbah yang antara lain, disebabkan oleh masih
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam penanganan air limbah. Tantangan
pembangunan air limbah adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mengembangkan pelayanan sistem
pembuangan air limbah terpusat (sewerage system), sistem komunal dan on-site
system.

E. Persampahan
Pada pelayanan persampahan, permasalahan utama adalah menurunnya
kualitas pengelolaan persampahan yang mengakibatkan pencemaran udara dan air
yang, antara lain, disebabkan oleh menurunnya kualitas pengelolaan tempat
pembuangan akhir (TPA), meningkatnya volume sampah yang dibuang ke sungai, dan
makin terbatasnya lahan di kawasan perkotaan untuk TPA. Tantangan pembangunan
persampahan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ketidakpatutan
membuang sampah sembarangan, meningkatkan kerja sama antarpemerintah
kota/kabupaten dalam penanganan persampahan regional, meningkatkan kualitas
pengelolaan persampahan dan menerapkan teknologi dalam penanganan persampahan.

F. Drainase
Pada pelayanan drainase, permasalahan utama adalah makin meluasnya
daerah genangan yang disebabkan oleh makin berkurangnya lahan terbuka hijau, tidak
berfungsinya saluran drainase secara optimal, terpakainya saluran drainase untuk
pembuangan sampah, serta rendahnya operasi dan pemeliharaan saluran drainase.
Tantangan pembangunan drainase adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
tidak membuang sampah ke saluran drainase, mempertahankan luasan lahan terbuka
hijau, meningkatkan operasi dan pemeliharaan drainase, serta pembangunan saluran
drainase terpadu dengan pengendalian banjir.

G. Perumahan dan Permukiman


Permasalahan utama pada sektor penyediaan perumahan adalah makin
meningkatnya jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah meningkatnya luasan
kawasan kumuh dan belum mantapnya kelembagaan penyelenggara pembangunan

57
perumahan. Tantangan yang dihadapi adalah (1) meniadakan mismatch dalam
pembiayaan perumahan; (2) meningkatkan efisiensi dalam pembangunan perumahan;
(3) meningkatkan pasar perumahan; dan (4) mengembangkan pola subsidi yang efisien,
transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

1.4.2 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Pulau Papua


Beberapa tantangan dan hambatan yang dihadapi di pengembangan wilayah
Pulau Papua, bisa dilihat pada gambar 1.21 berikut.

58
Gambar 1.21 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua

Sumber: Rencana Induk Pengembangan Infrastruktur PUPR di Pulau Papua

59
Beberapa tantangan dan hambatan umum yang dihadapi di setiap sektor
infrastruktur di Pulau Papua yaitu:

A. Sumber Daya Air


Pengelolaan sumber daya air berdasarkan regulasi yang ada didasarkan pada
Wilayah Sungai (WS). Secara keseluruhan Wilayah Sungai di Pulau Papua berjumlah 5
(lima) WS, yang terdiri dari 1 (satu) WS Lintas Strategis Nasional, 2 (dua) WS Lintas
Negara, 1 (satu) WS Lintas Provinsi, dan 1 (satu). Secara lebih detil data WS disajikan
pada Tabel 1.8.

Tabel 1.8 Wilayah Sungai di Pulau Papua


No. Kode WS Nama WS Provinsi
WS Lintas Strategis Nasional
1. 07.01.A3 Kemundyan Sebyar Papua Barat
WS Lintas Negara
1. 07.04.A1 MamberamoTami-Apauvar Papua
2. 07.05.A1 Einlanden-Digul-Bikuma Papua
WS Lintas Provinsi
07.02.A2 Omba Papua-Papua Barat
WS Lintas Kab/Kot
07.03.B Wapoga-Mimika Papua
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 4/Prt/M/2015 Tentang Kriteria
dan Penetapan Wilayah Sungai
Pemerintah telah mencanangkan terwujudnya swasembada pangan secara
nasional. Hal tersebut berdasarkann RPJM karena dalam situasi dunia yang tidak
menentu impor beras dan pangan lain tidak terjamin tiap tahun. Ketahanan pangan
adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pokok pangan untuk setiap rumah tangga yang
dicerminkan oleh ketersediaan pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman, merata
dan terjangkau. Ketahanan pangan secara umum didukung oleh sektor pertanian
tanaman pangan yaitu padi dan palawija melalui sawah, irigasi dan tadah hujan.

Terkait dengan isu ketahanan pangan, Pulau Papua merupakan kawasan


potensial untuk pertanian yang salah satunya ditunjukkan dengan rencana
pembangunan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Kabupaten
Merauke, Provinsi Papua. Kendati demikian, untuk memulai langkah tersebut,
dibutuhkan perencanaan yang matang pada proses penyediaan infrastruktur pertanian,
seperti sistem saluran irigasi, yang meliputi pembangunan dan pengelolaan daerah
irigasi, pembangunan bendung-bendung irigasi dan penyediaan infrastruktur pendukung
lainnya.

60
Kondisi tanah di Provinsi Papua Barat banyak didapati berupa dataran lumpur
dan rawa gambut. Keadaan tersebut mengakibatkan sulitnya akses air bersih untuk
masyarakat. Air di dataran lumpur dan air rawa banyak mengandung minyak dan logam.
Sementara itu, sebagian besar masyarakat di Provinsi Papua Barat untuk mendapatkan
air bersih, seringkali masih mengandalkan air isi ulang dan air hujan (Susenas BPS, 2011).

B. Transportasi Darat
Di wilayah Papua, jalur transportasi udara masih menjadi pilihan utama sebagai
moda angkutan logistik orang dan barang, termasuk juga transportasi barang-barang
kebutuhan pokok. Adapun hal tersebut terjadi akibat masih tidak memadainya kondisi
infrastruktur jalan darat di sebagian besar wilayah Papua. Dampak dari minimnya
infrastruktur darat tersebut adalah melonjaknya biaya distribusi yang kemudian juga
berdampak pada kenaikan harga berbagai kebutuhan barang pokok. Hal tersebut
terutama dirasakan dampaknya oleh masyarakat yang bermukim di daerah pedalaman
yang masih sangat sulit dijangkau melalui jalur darat.

Isu keamanan menjadi perhatian besar dalam perencanaan pembangunan


infrastruktur transportasi darat. Namun demikian, pembangunan jalan sebagai
backbone pengembangan wilayah tetap menjadi prioritas yang akan memberikan efek
cepat pada kelancaran distribusi barang kebutuhan masyarakat. Selain isu keamanan,
tingginya harga pembangunan infrastruktur jalan di Papua juga merupakan kendala
lainnya, sehingga dibutuhkan perencanaan pembangunan yang mengedepankan
pendekatan efektif dan efisien.

Adapun permasalahan lain yang muncul adalah peran dan fungsi jalan untuk
membuka dan mengembangkan wilayah tertinggal, terisolasi, dan wilayah pulau
terpencil, dirasakan masih sangat lambat laju pembangunannya. Di sisi lain, permintaan
untuk membuka akses daerah-daerah tersebut sudah sangat tinggi, terutama untuk
mempermudah pemasaran hasil-hasil produksi ke pusat pemasaran.

C. Air Minum
Pada sistem pelayanan air minum, yang menjadi permasalahan utama adalah
masih rendahnya cakupan pelayanan air minum akibat adanya pemekaran kawasan dan
kondisi topografi wilayah Papua secara umum. Tantangan pembangunan air minum
adalah meningkatkan kualitas pengelolaan air minum, meningkatkan kapasitas produksi
air minum dan jangkauan pelayanan, serta menerapkan tarif yang sesuai dengan
kemampuan daya beli masyarakat.

D. Air Limbah
Pada sistem pelayanan air limbah, yang menjadi pokok permasalahan adalah
rendahnya cakupan pelayanan air limbah yang antara lain, disebabkan oleh masih
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam penanganan air limbah. Tantangan

61
pembangunan air limbah adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mengembangkan pelayanan sistem
pembuangan air limbah terpusat (sewerage system), sistem komunal, dan on-site
system. Secara khusus, sebagian wilayah Papua yang berkembang sebagai wilayah
pertambangan menimbulkan problema baru dengan munculnya limbah tambang. Selain
limbah domestik, limbah tambang yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari
aliran sungai di wilayah Papua, sehingga mengurangi kualitas air.

E. Persampahan
Pada pelayanan persampahan, permasalahan utama adalah menurunnya
kualitas pengelolaan persampahan akibat semakin tingginya volume sampah perharinya
dan berkurangnya kapasitas tampungan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang
disebabkan masih kurangnya jumlah Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tantangan
pembangunan persampahan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
ketidakpatutan membuang sampah sembarangan, meningkatkan kerja sama
antarpemerintah kota/kabupaten dalam penanganan persampahan regional,
meningkatkan kualitas pengelolaan persampahan dan menerapkan teknologi dalam
penanganan persampahan.

F. Drainase
Pada pelayanan drainase, permasalahan utama adalah makin meluasnya
daerah genangan yang disebabkan oleh tidak berfungsinya saluran drainase secara
optimal, terpakainya saluran drainase untuk pembuangan sampah, serta rendahnya
operasi dan pemeliharaan saluran drainase. Tantangan pembangunan drainase adalah
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke saluran
drainase, mempertahankan luasan lahan terbuka hijau, meningkatkan operasi dan
pemeliharaan drainase, serta pembangunan saluran drainase terpadu dengan
pengendalian banjir.

G. Perumahan dan Permukiman


Permasalahan utama pada sektor penyediaan perumahan adalah kebutuhan
akan rumah khusus makin meningkatnya jumlah rumah tangga yang belum memiliki
rumah layak huni, rendahnya daya beli masyarakat, dan belum mantapnya kelembagaan
penyelenggara pembangunan perumahan. Selain itu, pada sektor pengembangan
permukiman, yang menjadi isu utama adalah meningkatnya luasan kawasan kumuh,
tingginya kebutuhan akan pembangunan permukiman kembali akibat bencana alam,
perencanaan dan pembatasan bangunan, lahan-lahan terlantar, sarana prasana
permukiman yang tidak memadai akibat pembangunan skala kecil yang tidak tertata
dengan baik, ketidakteraturan dalam konteks ruang fisik akibat pembangunan formal
dan informal yang tidak terpadu mengikuti bentuk penguasaan lahan dalam berbagai
skala.

62
Tantangan utama yang dihadapi di wilayah Papua adalah (1) aspek kearifan lokal, seperti
kepemilikan hak ulayat atas lahan dan kultur masyarakat setempat; (2) penanganan
perumahan bagi pengembangan suku-suku yang terisolasi, terpencil, dan terabaikan; (3)
meniadakan mismatch dalam pembiayaan perumahan; (4) meningkatkan efisiensi dalam
pembangunan perumahan; (5) meningkatkan pasar perumahan; dan
(6) mengembangkan pola subsidi yang efisien, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.

63
BAB

II
MEKANISME PERENCANAAN DAN
PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN
PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PUPR
2 BAB II
MEKANISME PERENCANAAN DAN
PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN
PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN
INFRASTRUKTUR PUPR

Pada bab II ini akan dijelaskan definisi umum dari perencanaan dan
pemrograman pembangunan serta proses yang dilaksanakan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) cq Badan Pengembangan Infrastruktur
Wilayah (BPIW) dalam mewujudkan keterpaduan pengembangan kawasan dengan
pembangunan infrastruktur PUPR. Secara khusus, bab ini juga menjelaskan (1)
bagaimana pola kerja keterpaduan perencanaan, sinkronisasi program & pembiayaan,
dan evaluasi dalam pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR,
(2) bagaimana pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan keterpaduan
pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, dan (3) bagaimana pola kerja
sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduan
pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR.

2.1 Definisi Umum Perencanaan dan Pemrograman


Perencanaan dan pemrograman adalah 2 (dua) istilah yang umum digunakan
dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Secara semantik, istilah
perencanaan memiliki beberapa pengertian. Pertama, perencanaan adalah suatu proses
untuk membentuk masa depan, menentukan urutan, dengan memperhitungkan
ketersediaan sumber daya (Pemerintah Republik Indonesia 2004). Kedua, perencanaan
dipahami sebagai proses pengambilan keputusan terhadap sejumlah kegiatan untuk
menentukan masa depan, dengan memperhitungkan kapan, bagaimana, dan siapa yang
akan melakukan (Rasyidi et al. 2016).

Sama halnya dengan perencanaan, kata pemrograman juga memiliki beberapa


penafsiran. Penafsiran pertama, pemrograman adalah suatu proses pengelolaan
instrumen kebijakan, yang terdiri dari satu atau lebih kegiatan, dilakukan oleh instansi
pemerintah/lembaga untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan yang
melibatkan pengalokasian anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan
oleh instansi pemerintah (Pemerintah Republik Indonesia 2004). Kedua, pemrograman
dipahami sebagai rangkaian pengelolaan kegiatan yang saling berkaitan, terpadu, dan

65
menyeluruh/komprehensif untuk mencapai tujuan dan sasaran perencanaan yang
ditentukan, yang dirinci berdasarkan waktu, besaran biaya, besaran volume,
kewenangan, pelaku (actor), serta kriteria kesiapan (readiness criteria) (Rasyidi et al.
2016).

2.2 Dasar Hukum Perencanaan dan Pemrograman Infrastruktur


PUPR
Pada tataran operasional, perencanaan maupun pemrograman di lingkungan
Kementerian PUPR cq BPIW senantiasa mengacu pada berbagai produk hukum yang
berlaku. Produk hukum dimaksud mulai dari yang tertinggi, yakni Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia 1945, hingga yang terendah seperti tingkat III (desa). Meski
jarang terjadi, ketika ada pertentangan substansi diantara produk hukum tersebut, “lex
superiori derogat legi inferiori” menjadi asas hukum yang digunakan BPIW dalam
menterpadukan perencanaan maupun mensinkronkan program dan pembiayaan
pembangunan infrastruktur PUPR. Sebuah asas dimana produk hukum yang secara
hirarkis lebih tinggi menegasi produk hukum yang lebih rendah.

Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional (SPPN) (Pemerintah Republik Indonesia 2004) secara garis besar
mengatur penyelenggaraan perencanaan makro pada setiap fungsi pemerintahan, di
setiap bidang kehidupan, yang dilakukan secara terpadu dalam lingkup wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang SPPN dijabarkan menjadi (1) Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM), dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan.

Produk hukum yang menjadi acuan berikutnya adalah UU Nomor 17 Tahun


2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-
2025 (Pemerintah Republik Indonesia 2007). RPJPN secara sederhana dipahami sebagai
dokumen perencanaan dengan masa berlaku 20 (dua puluh) tahun. Untuk periode
perencanaan RPJPN saat ini adalah dari tahun 2005 hingga tahun 2025. Secara garis
besar, substansi RPJPN menjabarkan berbagai tujuan/target dibentuknya Pemerintahan
Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, melalui rumusan visi, misi serta arah pembangunan nasional. RPJPN
sebagai produk perencanaan nasional juga dijadikan acuan dalam penyusunan RPJP
Daerah.

Pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla,
pemerintah kemudian berupaya menjalankan amanat pembangunan yang dikenal
dengan sebutan Nawa Cita, atau 9 (sembilan) agenda prioritas, yang kemudian
dijabarkan secara lebih detail dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015

66
tentang RPJMN Tahun 2015-2019, perpres ini merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan
RPJPN 2005-2025. Perpres ini menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dalam
menyusun rencana strategis kementerian/lembaga (Renstra-KL) dan menjadi bahan
pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun/menyesuaikan rencana
pembangunan daerahnya masing-masing dalam rangka pencapaian sasaran
pembangunan nasional.

Di tingkat kementerian/lembaga, dalam hal ini Kementerian PUPR, ditetapkan


Peraturan Menteri PUPR Nomor 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian PUPR Tahun 2015-2019. Permen ini mendetailkan apa yang dijabarkan
dalam RPJMN 2015-2019, berisi tentang arah kebijakan serta strategi pembangunan
infrastruktur PUPR untuk periode perencanaan 2015-2019. Pada permen PUPR ini,
Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) diperkenalkan sebagai salah satu strategi
Kementerian PUPR untuk menterpadukan pengembangan wilayah dengan
pembangunan infrastruktur PUPR.

Selain mengacu pada berbagai produk hukum, BPIW juga mengacu pada
berbagai produk perencanaan, baik yang terdokumentasi secara legal maupun yang
berupa naskah akademis. Diantara produk perencanaan tersebut adalah dokumen
Rencana Induk Pengembangan Pulau / RIPP, Rencana Utama (Master Plan/MP), dan
Rencana Pengembangan (Development Plan/DP). Adapun penjelasan masing-masing
produk perencanaan adalah sebagai berikut.

1. RIPP adalah produk perencanaan yang merupakan rencana pembangunan


Infrastruktur dengan masa perencanaan 20 (dua puluh) tahun. Substansi RIPP
secara umum berisikan keterpaduan rencana pembangunan infrastruktur PUPR
dengan lokus spasial pulau/kepulauan, dengan pertimbangan-pertimbangan seperti
ketersediaan sumber daya, kearifan lokal, dan potensi wilayah setempat. Dokumen
ini dirancang sebagai panduan perencanaan jangka panjang infrastruktur
pulau/kepulauan di lingkungan Kementerian PUPR (Rasyidi et al. 2016).
2. Master Plan (MP) Pembangunan Infrastruktur, secara umum dipahami sebagai
produk perencanaan yang berfungsi sebagai komplementer atau pelengkap produk
perencanaan telah berlaku, dengan durasi waktu perencanaan sepanjang 10
(sepuluh) tahun. Substansi kedua jenis produk perencanaan ini berisikan
keterpaduan rencana pembangunan infrastruktur PUPR dengan non infrastruktur
PUPR dengan basis spasial WPS. Master Plan Pembangunan Infrastruktur
ditetapkan oleh Menteri PUPR (Rasyidi et al. 2016).
3. Development Plan (DP) Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) adalah rencana
pengembangan yang terdiri atas berbagai program pembangunan infrastruktur
PUPR yang berbasis pendekatan WPS, rencana pengembangan juga dapat diartikan
sebagai program pembangunan infrastruktur dalam rentang waktu 5 (lima) tahun
(Rasyidi et al. 2016).

67
Antara produk hukum serta produk perencanaan sebagaimana penjelasan
diatas, dirancang untuk memiliki keterkaitan satu dengan yang lain, dengan demikian
amanat pembangunan atau agenda prioritas nasional yang telah dicanangkan oleh
presiden dan wakil presiden terpilih dapat berjalan dengan semestinya.

2.3 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program


& Pembiayaan, dan Evaluasi dalam Pengembangan Kawasan
dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR
Sebelum beranjak pada pola kerja keterpaduan perencanaan, sinkronisasi
program & pembiayaan pembangunan, dan evaluasi pengembangan kawasan dengan
infrastruktur PUPR, ada baiknya para pembaca terlebih dahulu mengenal dan
memahami apa dan bagaimana struktur badan yang bekerja dalam lingkup perencanaan
dan pemrograman pembangunan infrastruktur PUPR di lingkungan Kementerian PUPR.

BPIW adalah sebuah unit organisasi (unor) di lingkungan Kementerian PUPR


(Kementerian PUPR 2015). Sesuai khittahnya, BPIW dibentuk untuk menterpadukan
rencana serta mensinkronkan program pembangunan infrastruktur PUPR dalam upaya
mendukung perwujudan ketahanan air, kedaulatan pangan, kedaulatan energi,
penguatan konektivitas nasional, permukiman yang layak huni dan berkelanjutan,
penyediaan jasa konstruksi dan sistem investasi infrastruktur yang memadai, fasilitasi
penyediaan rumah, pengusahaan penyediaan pembiayaan, membina sumber daya
manusia konstruksi dan aparatur di lingkungan Kementerian PUPR. Berbagai tujuan
pembangunan nasional tersebut tersurat secara gamblang dalam Undang-Undang No.
39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Peraturan Presiden No. 165 tahun 2014
tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, dan Keputusan Presiden No. 121/P
tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet
Kerja Periode 2015-2019 (Pemerintah Republik Indonesia 2008; Pemerintah Republik
Indonesia 2014b; Pemerintah Republik Indonesia 2014a).

68
Secara hierarki, unor yang dipimpin
oleh Kepala Badan ini berkedudukan berada
di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Menteri PUPR. Adapun tugas dan
fungsi dari badan ini, sebagaimana diatur
dalam Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian PUPR, diamanatkan untuk
menyusun berbagai kebijakan teknis dan
strategi keterpaduan antara pengembangan
kawasan dengan infrastruktur PUPR. Dalam
menjalankan amanat tersebut, BPIW
didukung dengan beberapa fungsi yakni (a)
penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan
Gambar 2.1 Struktur Lembaga Badan
program keterpaduan pengembangan
Pengembangan Infrastruktur Wilayah
kawasan dengan infrastruktur PUPR, (b)
penyusunan strategi keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR,
(c) pelaksanaan sinkronisasi program antara pengembangan kawasan dengan
infrastruktur PUPR, (d) pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan
keterpaduan rencana dan sinkronisasi program antara pengembangan kawasan dengan
infrastruktur PUPR, serta (e) pelaksanaan fungsi lainnya yang diberikan oleh Menteri.
Mengimplementasi berbagai tugas dan fungsi tersebut, BPIW didukung oleh 5 unit
organisasi eselon 2 (dua), yakni 1 sekretariat dan 4 Pusat (Kementerian PUPR 2015).
Secara rinci, unit organisasi dimaksud terdiri dari (1) Sekretariat Badan, (2) Pusat
Perencanaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, (3) Pusat
Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR, (4) Pusat Kawasan
Pengembangan Kawasan Strategis, dan (5) Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan.
Ilustrasi terkait struktur kelembagaan BPIW dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Adapun informasi mengenai tugas dari masing-masing unor eselon 2 (dua)


tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, Sekretariat Badan, yang umumnya
dikenal dengan sebutan Setba, bertugas dalam pemberian dukungan pengelolaan
administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPIW. Kedua, Pusat
Perencanaan Infrastruktur PUPR, yang umum diketahui dengan sebutan Pusat 1 (satu),
bertugas dalam menyusun kebijakan teknis, strategi, rencana strategis, analisis manfaat,
serta rencana keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Ketiga,
Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR atau lebih dikenal
dengan sebutan Pusat 2 (dua) memiliki tugas dalam sinkronisasi program, pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur

69
PUPR. Keempat, Pusat Pengembangan Kawasan Strategis, dikenal dengan Pusat 3 (tiga),
memiliki tugas dalam penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program,
pengembangan area inkubasi di kawasan strategis pada wilayah pengembangan
strategis yang menterpadukan antara pengembangan kawasan dan infrastruktur PUPR,
serta fasilitasi pengadaan tanah. Terakhir dan kelima, Pusat Pengembangan Kawasan
Perkotaan, dikenal dengan sebutan Pusat 4 (empat), memiliki tugas dalam penyusunan
kebijakan teknis, rencana dan program, dan pengembangan area inkubasi di kawasan
perkotaan yang menterpadukan antara pengembangan berbagai kawasan dan
infastruktur PUPR di kawasan perkotaan, serta keterkaitan antara kawasan perkotaan
dengan kawasan perdesaan.

Setelah mampu memahami apa dan bagaimana struktur kelembagaan BPIW,


selanjutnya adalah memahami bagaimana alur atau pola kerja keterpaduan
perencanaan, sinkronisasi program & pembiayaan pembangunan, dan evaluasi
pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR di lingkungan BPIW.
Pada Gambar 2.2 berikut di bawah, menjabarkan secara baku alur atau pola kerja
tersebut.

Gambar 2.2 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan,
dan Evaluasi Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR

70
Penjelasan alur atau pola kerja gambar di atas, diawali dengan penetapan
wilayah/kawasan pertumbuhan prioritas oleh Pusat 1. Hasil penetapan wilayah/kawasan
pertumbuhan prioritas tersebut ditindak lanjuti dengan penyusunan Master Plan (MP)
Pembangunan Infrastruktur di WPS dan kawasan pertumbuhan prioritas tersebut dan
dilanjutkan dengan penyusunan Development Plan (DP) Pembangunan Infrastruktur
PUPR di Wilayah Pengembangan Strategis dan Kawasan Pertumbuhan dilaksanakan oleh
Pusat 3 dan Pusat 4 dimana Pusat 4 menyiapkan Master Plan dan Development Plan
untuk kawasan pekotaan, perdesaan dan metropolitan sedangkan Pusat 3 menyiapkan
Master Plan dan Development Plan untuk kawasan strategis dan antar kawasan
strategis. Master Plan Pembangunan Infrastruktur merupakan produk perencanaan
dengan jangka waktu selama 10 tahunan (2015-2025) untuk 35 WPS dan 97 kawasan
pertumbuhan. Development Plan Pembangunan Infrastruktur PUPR merupakan
dokumen perencanaan hasil penjabaran dari Master Plan Pembangunan Infrastruktur
dengan jangka waktu 5 tahun (2015-2019) untuk 35 WPS dan 97 Kawasan Pertumbuhan.
Arahan perencanaan dalam Master Plan dan Development Plan tersebut dipadukan
kedalam dokumen perencanaan infrastruktur pengembangan pulau (RIPP) yang
kemudian hasilnya digunakan sebagai masukan atau input dalam proses penyusunan
perencanaan keterpaduan pengembangan kawasan, antar kawasan, antar WPS dengan
Infrastruktur PUPR yang dilakukan oleh Pusat 1. Rencana tersebut kemudian dijabarkan
berdasarkan lokus penanganannya yaitu pulau dan kepulauan. RIPP ini terdiri dari 6
(enam) Pulau dan Kepulauan yakni (1) RIPP Sumatera, (2) RIPP Jawa dan Bali, (3) RIPP
Kalimantan, (4) RIPP Sulawesi, (5) RIP Kepulauan Maluku dan Papua, dan (7) RIPP Nusa
Tenggara.

Selain RIPP, Pusat 1 juga menghasilkan Rencana Strategis (Renstra)


Kementerian PUPR, Rencana Aksi (Tematik), Penyaringan Prioritas Program, dan
Kerjasama Regional serta Global (lihat Gambar 2.2). Khusus penyaringan prioritas
program, Pusat 1 menentukan peringkat berbagai program pembangunan infastruktur
PUPR yang akan masuk dalam produk perencanaan jangka panjang dan menengah, yang
kemudian hasilnya akan disinkronkan oleh Pusat 2 untuk kemudian disaring menjadi
prioritas program dan pembiayaan jangka pendek (3 (tiga) tahunan) dan tahunan. Dari
hasil penyaringan tersebut, kemudian dikoordinasikan dan disinergikan dengan Biro
Perencanaan Anggaran dan KLN Sekretariat Jenderal untuk pengalokasian anggaran.
Sementara itu Bidang Pemantauan dan Evaluasi Program melakukan pemantauan
program infrastruktur bidang PUPR serta melakukan evaluasi keterpaduan rencana,
kesinkronan program, dan keterpaduan pelaksanaan pembangunan bidang PUPR
berdasarkan: (i) rencana pengembangan; (ii) pemrograman pembangunan; dan (iii)
pelaksanaan pembangunan fisik.

71
2.4 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan
Pembangunan Keterpaduan Pengembangan Kawasan
dengan Infrastruktur PUPR
Dalam struktur kelembagaan BPIW, Pusat yang secara khusus melakukan
sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan keterpaduan pengembangan
kawasan dengan infastruktur PUPR adalah Pusat Pemrograman dan Evaluasi
Keterpaduan Infrastruktur PUPR atau Pusat 2. Adapun tugas Pusat ini adalah untuk
melaksanakan sinkronisasi program & pembiayaan pembangunan, pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur
bidang PUPR. Fungsi yang dimiliki Pusat ini meliputi:

1. Koordinasi dan penyusunan sinkronisasi program pembangunan jangka


pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang
PUPR;
2. Koordinasi dan penyusunan sinkronisasi serta penyusunan program tahunan
pembangunan infrastruktur bidang PUPR;
3. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kinerja pelaksanaan kebijakan dan
program keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang
PUPR; dan
4. Pelaksanaan penyusunan program dan anggaran serta urusan tata usaha
dan rumah tangga Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan
Infrastruktur PUPR.
Beranjak dari tugas dan fungsi tersebut, alur atau pola kerja sinkronisasi
program dan pembiayaan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur
PUPR diawali hasil perencanaan yang dilakukan oleh Pusat 1, dalam hal ini RIPP.
Substansi inti dari produk perencanaan tersebut adalah program pembangunan
infrastruktur PUPR jangka panjang dan dan jangka menengah. Kompilasi program
tersebut kemudian dianalisis manfaat serta biayanya, dan diseleksi atau diurutkan
berdasarkan prioritas untuk selanjutkan dilegalkan kedalam bentuk Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian PUPR Tahun 2015-2019 Seluruh proses penyusunan produk
perencanaan tersebut telah disesuaikan dan memperhitungkan berbagai produk
perencanaan yang berlaku, diantaranya seperti RPJPN/D, RPJMN/D, Perpres, Direktif
Presiden, Renstra SKPD, dan RTRW. Hasil dari program prioritas tersebut kemudian
ditindak lanjuti oleh Pusat 2 (dua) atau Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan
Infrastruktur PUPR untuk diproses menjadi sinkronisasi program & pembiayaan
pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek dan tahunan keterpaduaan
pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR.

72
Gambar 2.3 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Keterpaduan
Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR
Dalam proses pemrograman, berbagai program prioritas tersebut kemudian
dianalisis kelayakannya serta dilakukan kriteria pemrograman dilanjutkan dengan
fasilitasi dan koordinasi konsultasi daerah (prov, kab/kota) untuk menghasilkan program
& pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduaan pengembangan kawasan
dengan infrastruktur PUPR. Program Jangka Pendek tersebut dengan 3 (tiga) sumber
pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Alokasi Khusus
(DAK), dan Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Selanjutnya akan
dilakukan sinkronsasi program dan pembiayaan pembangunan menjadi program arahan
keterpaduan pengembangan wilayah dengan infrastruktur PUPR tahunan. Melalui
kegiatan Pra Konsultasi Regional dan Konsultasi Regional (Konreg) yang melibatkan unor
di lingkungan Kementerian PUPR, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi,
serta Dinas Provinsi yang membidangi pekerjaan umum dan perumahan rakyat,
program arahan tersebut disepakati dan akan menjadi bahan pembahasan dalam
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas). Seluruh proses

73
pemrograman tersebut diatas, menyesuaikan dengan jadwal perencanaan dan
pemrograman pembangunan nasional sebagaimana tergambar berikut dibawah ini.

Gambar 2.4 Jadwal Rangkaian Kegiatan Perencanaan maupun Pemrograman


Pembangunan Nasional
Lain halnya dengan sumber pembiayaan APBN diatas, untuk Harmonisasi Dana
Alokasi Khusus (DAK), program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR akan
disinkronkan melalui kegiatan Konsultasi dan DAK dengan hasil akhir berupa Matriks
Program Tahunan yang dibiayai DAK. Adapun jenis program pembangunan infrastruktur
PUPR yang didukung melalui sumber pembiayaan ini adalah program-program
pembangunan infrastruktur PUPR kewenangan daerah (provinsi, kabupaten, dan kota)
yang mendukung agenda prioritas pembangunan nasional.

Untuk KPBU, secara tahunan, program dan pembiayaan akan disinkronkan


melalui rapat koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Badan
Pengusahaan Jalan Tol (BPJT), Badan Pendukung Sistem Penyediaan Air Minum
(BPSPAM), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Jenis program
pembangunan infrastruktur PUPR yang didukung melalui sumber pembiayaan ini adalah
program-program pembangunan yang memiliki kelayakan finansial yang tinggi.

74
2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan
Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan
Kawasan dengan Infrastruktur PUPR
Secara kelembagaan, unit organisasi yang secara aktif melakukan sikronisasi
program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek adalah
bidang penyusunan program. Bidang Penyusunan Program adalah satu dari 4 (empat)
Unit Kerja Eselon III di lingkungan Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan
Infrastruktur PUPR yang mempunyai tugas: melaksanakan penyiapan dan penyusunan
program sinkronisasi pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan
kawasan dengan infrastruktur PUPR. Adapun fungsi dari bidang Penyusunan Program
adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan analisis kelayakan dan kriteria program keterpaduan


pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR;
2. Penyusunan program jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan
dengan infrastruktur bidang PUPR; dan
3. Pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemrograman, dan pembiayaan
pembangunan jangka pendek infrastruktur bidang PUPR.
Proses sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR
Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR,
berdasarkan dokumen perencaan sebagai berikut adalah (i) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025; (ii) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
tentang RPJMN 2015-2019; (iii) Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016; (iv) Direktif
Presiden; (v) Peraturan Menteri PUPR Nomor 13.1 Tahun 2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian PUPR; (vi) RIPP; (vii) Program Jangka Panjang Infrastruktur PUPR;
dan (viii) Program Jangka Menengah Infrastruktur PUPR. Berbagai data dan informasi
tersebut diinvetarisasi dan diolah sehingga menjadi rancangan awal Program Jangka
Pendek Tahun n+2, n+3, dan n+4.

Rancangan awal program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek


tahun n+2, n+3, dan n+4 kemudian dikoordinasikan dan dikonsultasikan kepada para
stakeholders (Unor Teknis, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya) melalui Rapat
Konsultasi Dearah Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek yang
diselenggarakan di seluruh provinsi. Dalam rapat konsultasi, proses sinkronisasi program
pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek dilakukan dengan mempertimbangkan
kriteria kesiapan (readiness criteria), dalam hal ini (i) kesesuaian RTRW; (ii) Feasibilty
Study; (iii) Dokumen Lingkungan; (iv) Detailed Engineering Design; dan (vi) Kesiapan
lahan. Selain melaksanakan rapat konsultasi, serta verifikasi program dilakukan
kunjungan lapangan, khususnya pada kawasan-kawasan yang menjadi prioritas nasional.

75
Setelah melakukan berbagai rangkaian rapat konsultasi serta kunjungan
lapangan tersebut, proses selanjutnya adalah melakukan finalisasi analisis kelayakan dan
kriteria pemograman. Dalam melakukan prioritas program pembangunan infrastruktur
PUPR dilakukan dengan mempertimbangkan aspek quick yield, rounding up, dan highest
leverage. Hal ini dilakukan dengan alasan terbatasnya pagu dalam kantong anggaran
(resources envelope) untuk pembangunan infrastruktur PUPR baru (new infrastructure
development). Hasil akhirnya adalah dokumen Sinkronisasi Program & Pembiayaan
Pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek tahun n+2, n+3, dan n+4.

Dokumen tersebut selanjutnya di-input kedalam Sistem Informasi


Pemrograman (SIP) menjadi output bidang Penyusunan Progam yaitu Sinkronisasi
Program & Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan
Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Tahun n,+2, n+3, n+4. Alur dan pola kerja
sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek pengembangan
kawasan dan infrastruktur PUPR dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka
Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR

76
BAB

III
SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018 - 2020
KETERPADUAN PENGEMBANGAN
KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR
3 BAB III
SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018-2020
KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN
DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR

3.1 Profil WPS dan Kawasan


Kepulauan Maluku terdiri dari dua Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), yaitu
WPS 29 Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang (Ternate – Sofifi – Daruba) dan
WPS 30 Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang (Ambon – Masohi). Pada Pulau
Papua terdapat empat WPS, yaitu WPS 31 Pusat Pertumbuhan Baru (Sorong –
Manokwari), WPS 32 Pusat Pertumbuhan Baru (Biak – Manokwari – Bintuni), WPS
33 Pusat Pertumbuhan Baru (Nabire – Enarotali – Wamena), dan WPS 34 Pusat
Pertumbuhan Baru (Jayapura – Merauke).

Berikut merupakan pembagian WPS di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua


berdasarkan wilayah administrasi.

Tabel 3.1 Pembagian WPS Berdasarkan Wilayah Administrasi


No. Provinsi WPS
1. Maluku Utara WPS 29 Pusat Pertumbuhan Sedang
Berkembang (Ternate – Sofifi – Daruba)
2. Maluku WPS 30 Pusat Pertumbuhan Sedang
Berkembang (Ambon – Masohi)
3. Papua Barat WPS 31 Pusat Pertumbuhan Baru (Sorong –
Manokwari)

WPS 32 Pusat Pertumbuhan Baru (Biak –


4. Papua Manokwari – Bintuni)

WPS 33 Pusat Pertumbuhan Baru (Nabire –


Enarotali – Wamena)
WPS 34 Pusat Pertumbuhan Baru (Jayapura
– Merauke)

77
3.1.1 Profil WPS
Di bawah ini merupakan penjelasan mengenai profil WPS yang berlokasi di
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua.

A. Profil WPS 29 (Ternate – Sofifi – Daruba)

WPS 29 (Ternate – Sofifi – Daruba) di dasari oleh daya dukung dan daya
tampung, lingkungan fisik terbangun, serta Nawacita dan RPJMN. Seluruh
kawasan di dalam WPS yang termasuk kategori pusat pertumbuhan sedang
berkembang ini masuk ke wilayah administrasi Provinsi Maluku Utara.
Adapun kota/kabupaten yang termasuk ke dalam WPS 29 adalah Kota
Ternate, Kabupaten Pulau Morotai, Kota Sofifi, Kabupaten Halmahera Utara,
Kota Tidore Kepulauan, dan Kabupaten Halmahera Barat. Pada WPS ini
terdapat beberapa simpul komoditas pertanian, seperti pala dan cengkeh,
dan perikanan laut. Kondisi geografis wilayah berupa kepulauan menjadikan
transportasi laut sebagai salah satu moda utama yang didukung dengan
keberadaan beberapa pelabuhan pengumpul, seperti Pelabuhan Sofifi dan
Pelabuhan Tobelo. Kemudian juga terdapat pelabuhan pengumpan regional,
yaitu Pelabuhan Daruba dan Pelabuhan Jailolo, serta terdapat pelabuhan
utama, yakni Pelabuhan Achmad Yani di Kota Ternate.

Selain Kota Ternate dan Kota Sofifi yang memiliki peran sebagai pusat
kegiatan perekonomian utama di Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Pulau
Morotai diarahkan sebagai area perekonomian baru. Kabupaten Pulau
Morotai ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
yang berkonsentrasi pada wisata bahari. Selain KSPN, kawasan ini juga
dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diarahkan
sebagai sentra kegiatan industri pengolahan perikanan, industri berbasis
kelapa dan tanaman obat, aneka industri, dan logistik.

Pada WPS 29 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi
Maluku Utara yaitu :

1. 29.1 Kawasan Morotai – Tobelo;


2. 29.2 Kawasan Sofifi – Ternate – Tidore.

78
79
Gambar 3. 1 Profil WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba
80
Gambar 3. 2 Peta Kawasan di WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba
B. Profil WPS 30 (Ambon – Masohi)

WPS 30 (Ambon – Masohi) merupakan WPS dengan kategori pusat


pertumbuhan sedang berkembang dimana keseluruhan kawasan yang
terdapat di dalam WPS ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi
Maluku. Adapun kota/kabupaten yang termasuk ke dalam WPS 30 adalah
Kota Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Maluku
Tengah. Pada WPS 30 terdapat simpul-simpul produksi hasil perikanan dan
perkebunan. Simpul produksi perikanan berada pada wilayah Kabupaten
Seram Bagian Barat, sedangkan simpul produksi perkebunan berada pada
Kota Ambon. Adapun komoditas utama pada sektor perkebunan adalah
cengkeh dan pala.

WPS 30 memiliki beberapa kawasan yang berpotensi sebagai pendorong


pertumbuhan perekonomian dimana terdapat PKN Ambon yang telah
dilengkapi beberapa infrastruktur transportasi utama, seperti Bandar Udara
Pattimura dan Pelabuhan Yos Sudarso. Kawasan lainnya yang juga berfungsi
sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi yaitu Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (KAPET) Seram dan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Kobisonta
di Kabupaten Maluku Tengah.

Pada WPS 30 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi
Maluku yaitu :

1. 30.1 Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram


2. 30.2 Kawasan Pertumbuhan Ambon

81
82
Gambar 3. 3 Profil WPS 30 Ambon – Masohi
83
Gambar 3. 4 Peta Kawasan di WPS 30 Ambon – Masohi
C. Profil WPS 31 (Sorong – Manokwari)

WPS 31 (Sorong – Manokwari) merupakan WPS dengan kategori pusat


pertumbuhan baru. Adapun keseluruhan kawasan pada WPS ini termasuk ke
dalam wilayah administrasi Provinsi Papua Barat. Kota/kabupaten yang
menjadi bagian WPS 31 adalah Kabupaten Manokwari, Kabupaten Raja
Ampat, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Tambraw, Kabupaten Sorong dan
Kota Sorong. Pada WPS 31, wilayah utama yang berfungsi sebagai pendorong
pertumbuhan perekonomian adalah Kota Sorong yang berkedudukan sebagai
PKN dan Kabupaten Manokwari sebagai PKW.

Posisi Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari sebagai pusat bangkitan


kegiatan disokong oleh beberapa infrastruktur pendukung konektivitas,
seperti pelabuhan dan bandar udara. Pada Kota Sorong terdapat Pelabuhan
Sorong dan Bandar Udara Sorong, sedangkan pada Kabupaten Manokwari,
terdapat Pelabuhan Manokwari dan Bandar Udara Rendani Manokwari.
Kelancaran konektivitas di WPS ini didukung oleh adanya Jalan Nasional
Papua Barat (Sorong – Manokwari) dengan kondisi mantap. Sementara itu,
dalam pemenuhan kebutuhan air baku di kedua kota tersebut terdapat
Bendungan Klasmesen di Kota Sorong dan Bendungan Prafi di Kabupaten
Manokwari.

Pada WPS 31 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi
Papua Barat, yaitu :

1. 31.1 Kawasan Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja


Ampat
2. 31.2 Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari

84
85
Gambar 3. 5 Profil WPS 31 Sorong – Manokwari
86
Gambar 3. 6 Peta Kawasan di WPS 31 Sorong – Manokwari
D. Profil WPS 32 (Biak – Manokwari – Bintuni)

WPS 32 (Biak – Manokwari – Bintuni) termasuk dalam kategori WPS Pusat


Pertumbuhan Sedang Berkembang. Posisi kawasan-kawasan dalam WPS 32
masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Papua dan Papua Barat.
Adapun kota/kabupaten yang menjadi bagian dari WPS 32 adalah Kabupaten
Biak dan Kabupaten Biak Numfor di Provinsi Papua, serta Kabupaten Teluk
Bintuni dan Kabupaten Manokwari di Provinsi Papua Barat. Dapat diketahui
bahwa pada Kabupaten Teluk Bintuni merupakan simpul kegiatan migas,
khususnya Liquefied Natural Gas (LNG). Selain itu, Teluk Bintuni juga
ditetapkan sebagai KSPN dengan daya tarik utamanya berupa pantai/bahari,
taman nasional, serta situs sejarah/tempat ibadah.

Di samping Kabupaten Teluk Bintuni, terdapat juga Kabupaten Biak yang


menjadi kawasan pendorong pertumbuhan ekonomi di WPS 32.
Pengembangan Kabupaten Biak didukung oleh adanya infrastruktur
transportasi utama, yakni Pelabuhan Biak dan Bandar Udara Frans Kaisiepo.
Salah satu potensi utama dari Kabupaten Biak adalah penetapan sebagai
KSPN. Adapun daya tarik utama KSPN Biak adalah bentang alam, wisata
bahari, flora dan fauna, situs-situs bersejarah, budaya/adat tradisi, serta
taman nasional laut.

Pada WPS 32 terdapat satu kawasan yang termasuk ke dalam wilayah


Provinsi Papua Barat dan satu kawasan lainnya termasuk ke dalam wilayah
Provinsi Papua, yakni:

1. Kawasan 32.1 Kawasan Strategis Migas Manokwari – Bintuni


2. Kawasan 32.2 Kawasan Pertumbuhan Baru Biak

87
88
Gambar 3. 7 Profil WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni
Gambar 3. 8 Peta Kawasan di WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni

89
E. Profil WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena

WPS 33 (Nabire – Enarotali – Wamena) merupakan WPS yang masuk dalam


kategori Pusat Pertumbuhan Baru. Posisi kawasan-kawasan dalam WPS 33
masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Papua. Adapun
kota/kabupaten yang menjadi bagian dari WPS 33 adalah Kabupaten
Jayawijaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai.
Pada WPS tersebut terdapat Kota Timika di Kabupaten Mimika yang
berkedudukan sebagai PKN. Adapun kegiatan penambangan emas di Kota
Timika menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
PKN Timika dalam pertumbuhannya didukung oleh adanya infrastruktur
transportasi utama, yakni Pelabuhan Pomako Timika dan Bandar Udara
Mozes Kilangin Timika. Selanjutnya, sebagai pembentuk WPS 33 terdapat
beberapa kota yang berkedudukan sebagai PKW dan PKL. Adapun pada
beberapa PKW sudah didukung oleh pelabuhan pada tingkat pengumpul.

Pada WPS 33 terdapat tiga kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi
Papua, yakni:
1. Kawasan 33.1 Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire
2. Kawasan 33.2 Kawasan Pertumbuhan Baru Timika
3. Kawasan 33.3 Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena

90
91
Gambar 3. 9 Profil WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena
92
Gambar 3. 10 Peta Kawasan di WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena
F. Profil WPS 34 Jayapura – Merauke

WPS 34 (Jayapura – Merauke) termasuk dalam kategori WPS Pusat


Pertumbuhan Baru. Posisi kawasan-kawasan dalam WPS 34 masuk ke dalam
wilayah administrasi Provinsi Papua. Adapun kota/kabupaten yang menjadi
bagian dari WPS 34 adalah Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Jayapura,
Kabupaten Keerom, Kabupaten Merauke, Kabupaten Pegunungan Bintang
dan Kota Jayapura. WPS 34 juga merupakan WPS Perbatasan Darat Negara
karena lokasinya berdampingan langsung dengan Negara Papua Nugini di sisi
timur.

Sebagai wilayah perbatasan darat negara, pada WPS 34 terdapat tiga PKSN
yang terletak di sepanjang garis perbatasan, yakni PKSN Arso, PKSN Merauke
dan PKSN Tanah Merah. Pada WPS ini juga terdapat dua kota yang berfungsi
sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, yakni Kota Jayapura dan
Kabupaten Merauke. Kota Jayapura memiliki fungsi sebagai PKN, sedangkan
Kabupaten Merauke memiliki fungsi sebagai PKW. Dalam perkembangan
kawasan tersebut didukung oleh adanya infrastruktur transportasi utama,
seperti bandar udara dan pelabuhan laut.

Pada WPS 34 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam Provinsi Papua,
yakni:

1. Kawasan 34.1 Kawasan Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw


2. Kawasan 34.2 Kawasan Pertumbuhan Baru Merauke – Salor – Muting –
Tanah Merah

93
94
Gambar 3. 11 Profil WPS 34 Jayapura – Merauke
95
Gambar 3. 12 Peta Kawasan di WPS 34 Jayapura – Wamena
3.1.2 Profil Kawasan dalam WPS
Di bawah ini merupakan penjelasan terkait profil kawasan dan subkawasan dalam
WPS yang berlokasi di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua.

A. Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo

Pada Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo, beberapa subkawasan yang dapat


diidentifikasi adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan minapolitan,
kawasan pariwisata, dan kawasan transmigrasi yang terletak di Pulau
Morotai Provinsi Maluku Utara. Secara umum, profil kawasan KEK Morotai
ditunjukkan oleh Tabel 3. 2. Kabupaten Morotai ditetapkan sebagai KEK
berdasarkan PP No. 50 tahun 2014. Untuk mendorong pengembangan
kawasan KEK Morotai maka dibutuhkan dukungan infrastruktur seperti air
baku, sumber energi, serta prasarana transportasi.

Tabel 3. 2 Profil Kawasan KEK Morotai


K E K Morotai
Lokasi Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara
Luas 245.000 Ha
Pengusul Gubernur Maluku Utara
Proyeksi Tenaga
50.000 Orang
Kerja
Memiliki potensi besar untuk pariwisata, industri pengolahan
Kegiatan perikanan, industri pertanian berbasis kelapa dan tanaman obat,
aneka industri, dan pusat logistik
Penyediaan infrastruktur dasar makro: jalur akses (lingkar dalam dan
Infrastruktur Dalam
lingkar luar/trans Morotai), pembangunan waduk sebagai sumber air
Kawasan
baku, energi listrik, irigasi, pariwisata, dan perikanan
Dukungan
Pembangunan dan penetapan dermaga di dalam KEK sebagai
Infrastruktur
dermaga (pelabuhan) internasional untuk kapal wisata asing
Wilayah
Dukungan
Pemberian keringanan pajak daerah dan kemudahan perizinan
Pemerintah Daerah
Investor PT. Jababeka Morotai
Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo
ditunjukkan pada Tabel 3. 3.

Tabel 3. 3 Daftar Subkawasan di Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo


Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
Maluku Kab. Pulau WPS Kawasan
KSPN Morotai KSPN
Utara Morotai 29 29.1
Maluku Kab. Pulau WPS Kawasan
PKSN Daruba PKSN
Utara Morotai 29 29.1

96
Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
KPPN Morotai Maluku Kab. Pulau WPS Kawasan
KPPN
Selatan (Daruba) Utara Morotai 29 29.1
KPPN Maba
Tengah, Wasile, Maluku Kab. Pulau WPS Kawasan
KPPN
Wasile Timur Utara Morotai 29 29.1
(Maba)
Maluku Kab. Pulau WPS Kawasan
KTM Morotai KTM
Utara Morotai 29 29.1
Maluku Kab. Pulau WPS Kawasan
KEK Morotai KEK
Utara Morotai 29 29.1
Kab.
Maluku WPS Kawasan
PKW Tobelo Halmahera PKW
Utara 29 29.1
Utara
Kab.
Pelabuhan Laut Maluku WPS Kawasan Pelabuhan
Halmahera PL
Bataka (PL) Utara 29 29.1 Laut
Barat
Kab.
Pelabuhan Laut Maluku WPS Kawasan Pelabuhan
Halmahera PR
Matui (PR) Utara 29 29.1 Laut
Barat
Kab.
Pelabuhan Laut Maluku WPS Kawasan Pelabuhan
Halmahera PL
Kedi (PL) Utara 29 29.1 Laut
Barat

B. Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore

Sejak tanggal 4 Agustus 2010, Kota Sofifi menggantikan posisi Kota Ternate
menjadi ibukota Provinsi Maluku Utara. Penetapan Kota Sofifi yang terletak
di Pulau Halmahera sebagai ibukota provinsi mundur dari waktu yang
dijadwalkan oleh karena belum siapnya infrastruktur perkotaan di kota
tersebut.

Kota Ternate menjadi sebuah kota otonom sejak tanggal 4 Agustus 2010,
sekaligus menjadi ibukota sementara Provinsi Maluku Utara sampai akhirnya
Kota Sofifi siap secara infrastruktur menjadi ibukota. Kota Ternate
merupakan kota kepulauan yang terdiri dari delapan pulau dengan luas
wilayah 547.736 km². Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau dan
Pulau Tifure merupakan lima pulau yang berpenghuni, sedangkan tiga pulau
lainnya seperti Pulau Maka, Pulau Mano dan Pulau Gurida merupakan pulau
berukuran kecil yang tidak berpenghuni. Infrastruktur transportasi utama
yang terdapat di Kota Ternate antara lain adalah Bandar Udara Sultan
Babullah dan Pelabuhan Laut Ahmad Yani.

97
2
Kota Tidore Kepulauan memiliki luas wilayah 13.862,86 km yang terdiri dari
2 2
luas lautan 4.746 km dan luas daratan 9.116,36 km yang meliputi Pulau
Tidore dan beberapa pulau disekitarnya, serta sebagian wilayah di Pulau
Halmahera. Sebagai kota dengan wilayah kepulauan yang dikelilingi oleh
lautan, Kota Tidore Kepulauan terdiri dari dua belas pulau dan secara
administratif terdiri dari delapan kecamatan. Jika dilihat, profil perairan Kota
Tidore Kepulauan menunjukkan cukup besarnya potensi perikanan bagi
pengembangan industri perikanan. Secara keseluruhan, penggunaan lahan di
Kota Tidore Kepulauan didominasi oleh penggunaan lahan hutan.
Penggunaan lahan yang dominan salah satunya adalah perkebunan.
Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun berupa kampung/permukiman
menempati lahan proporsi yang relatif kecil. Dilihat dari penyebarannya,
kampung/permukiman menyebar di seluruh kecamatan. Pola penyebaran
secara spasial, kawasan budidaya perkotaan dan budidaya pertanian di Kota
Tidore Kepulauan berlokasi di kawasan pesisir pantai seluruh pulau. Dilihat
dari luasannya, kawasan budidaya perkotaan dan budidaya pertanian
menempati lahan yang masih sedikit. Hal ini menunjukkan masih luasnya
kesempatan untuk meningkatkan produktivitas lahan di wilayah Kota Tidore
Kepulauan.

Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate –


Tidore ditunjukkan pada Tabel 3. 4.

Tabel 3. 4 Daftar Subkawasan di Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore


Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
Maluku WPS Kawasan
PPN Ternate Kota Ternate PPN
Utara 29 29.2
Maluku WPS Kawasan
Kota Baru Sofifi Kota Sofifi Kota Baru
Utara 29 29.2
Maluku WPS Kawasan
PKN Ternate Kota Ternate PKN
Utara 29 29.2
Pelabuhan
Maluku WPS Kawasan Pelabuhan
Umum Ternate Kota Ternate
Utara 29 29.2 Umum
A. Yani
Maluku WPS Kawasan
PKW Tidore Kota Ternate PKW
Utara 29 29.2
Pelabuhan
Penyeberangan Maluku Kota Tidore WPS Kawasan Pelabuhan
-
Kepulauan Utara Kepulauan 29 29.2 Penyeberangan
Tidore
Pelabuhan Laut
Maluku Kota Tidore WPS Kawasan
Maidi / Lifofa PL Pelabuhan Laut
Utara Kepulauan 29 29.2
(PL)

98
C. Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram

Pada Kawasan (30.1) Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram


terdapat salah satu kawasan yang dapat diidentifikasi, yakni Kawasan
Ekonomi Terpadu (KAPET) Seram. Pengembangan pembangunan KAPET pada
kawasan ini diarahkan ke sektor pertanian, perkebunan, pariwisata bahari,
perindustrian, perikanan, dan pertambangan mineral. Terdapat tiga
kabupaten di Pulau Seram, yaitu Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten
Maluku Tengah, dan Kabupaten Seram Bagian Timur. Adapun subkawasan
yang terdapat pada Kawasan (30.1) Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu
Seram ditunjukkan pada Tabel 3. 5.

Tabel 3. 5 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi


Terpadu Seram
Kabupaten Dalam Kemenhub/Sur
Kawasan Provinsi WPS Jenis
/ Kota Kawasan at
Kab. Seram
KPPN Seram Utara, WPS Kawasan
Maluku Bagian KPPN
Timur Seti, Bula (Bula) 30 30.1
Barat
Kab.
WPS Kawasan
KTM Kobisonta Maluku Maluku KTM
30 30.1
Tengah
Kab.
WPS Kawasan
PKW Masohi Maluku Maluku PKW
30 30.1
Tengah
Kab. Seram
WPS Kawasan
PKW Kairatu Maluku Bagian PKW
30 30.1
Barat
Kab.
WPS Kawasan
PKW Wahai Maluku Maluku PKW
30 30.1
Tengah
Kab.
Pelabuhan WPS Kawasan Pelabuhan
Maluku Maluku -
Penyeberangan Wahai 30 30.1 Penyeberangan
Tengah
Kab.
Pelabuhan Toyando WPS Kawasan
Maluku Maluku PL
(PL) 30 30.1
Tengah
Pelabuhan Kab. Seram
WPS Kawasan Pelabuhan
Penyeberangan Maluku Bagian -
30 30.1 Penyeberangan
Waipirit Barat
Kab. Seram
WPS Kawasan
Pelabuhan Laut Ariate Maluku Bagian Pelabuhan Laut
30 30.1
Barat
Pelabuhan Kab.
WPS Kawasan Pelabuhan
Penyeberangan Maluku Maluku PKW
30 30.1 Penyeberangan
Hunimua Tengah
Kab. Seram
WPS Kawasan
Pelabuhan Kairatu (PL) Maluku Bagian PL
30 30.1
Barat

99
Kabupaten Dalam Kemenhub/Sur
Kawasan Provinsi WPS Jenis
/ Kota Kawasan at
Kawasan
Pengembangan Kab. Maluk WPS Kawasan
Maluku KSN No. 64
Ekonomi Terpadu u Tengah 30 30.1
Seram
Kab. Maluk WPS Kawasan
Kawasan Laut Banda Maluku KSN No. 65
u Tengah 30 30.1
Pusat
- DI
Perm
ukaa
Kab.
WPS Kawasan n-
D.I. Kobi Maluku Maluku P-1-D192
30 30.1 Utuh
Tengah
Kabu
pate
n/Kot
a
Pusat
- DI
Perm
ukaa
Kab.
WPS Kawasan n-
D.I. Samal Maluku Maluku P-1-D193
30 30.1 Utuh
Tengah
Kabu
pate
n/Kot
a

D. Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon

Kota Ambon berkedudukan sebagai PKN yang wilayahnya sebagian besar


0
berada dalam wilayah Pulau Ambon. Secara geografis terletak pada posisi 3 -
0 ° °
4 Lintang Selatan dan 128 -129 Bujur Timur. Wilayahnya secara keseluruhan
berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah.

Terdapat setidaknya tiga usaha yang menonjol di Kota Ambon sampai


dengan tahun 2008, yakni UKM, perdagangan dan jasa, serta industri. Selain
itu, juga terdapat beberapa kawasan yang difungsikan sebagai pusat
pengembangan aktivitas perekonomian. Kota Ambon pada wilayah
perairannya memiliki sumber daya perikanan yang sangat potensial ditinjau
dari besaran stok maupun peluang pemanfaatan dan pengembangannya.
Investasi sektor perikanan dapat dikembangan dalam bentuk perikanan
budidaya dan perikanan tangkap. Selain potensi perikanan, wilayah perairan
Kota Ambon di lima wilayah juga memiliki potensi wisata bahari. Dengan
kondisi alam yang ada, dapat dirancang dan direncanakan ekowisata.

Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (30.2) Pertumbuhan


Ambon ditunjukkan pada Tabel 3. 6.

100
Tabel 3. 6 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon
Kabupaten/ Dalam Kemenhub
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan /Surat
Kawasan
PPN Ambon Maluku Kota Ambon WPS 30 PPN
30.2
Pelabuhan Kawasan Pelabuhan
Maluku Kota Ambon WPS 30
Umum Ambon 30.2 Umum
Kawasan
PKN Ambon Maluku Kota Ambon WPS 30 PKN
30.2

E. Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja


Ampat

Sebagai penunjang kegiatan perekonomian di Kota Sorong tersedia satu


pelabuhan, yaitu Pelabuhan Sorong (Port of Sorong) dan satu bandar udara,
yaitu Bandar Udara Domine Eduard Osok. Sebelum adanya bandar udara ini,
Kota Sorong menggunakan Bandar Udara Jeffman di Pulau Jeffman. Untuk
mencapai bandar udara tersebut dengan menggunakan angkutan kapal dari
Kota Sorong. Saat ini bandar udara tersebut sudah tidak digunakan lagi.

Secara administratif, Kota Sorong terdiri dari sepuluh distrik (setingkat


dengan kecamatan), yaitu Sorong, Sorong Barat, Sorong Kepulauan, Sorong
Timur, Sorong Utara, Sorong Manoi, Sorong Kota, Malaimsimsa, Klaurung
dan Maladom Mes. Kemudian dibagi lagi atas 41 kelurahan yang tersebar
pada masing-masing distrik tersebut. Adapun komoditi unggulan Kota Sorong
yaitu sektor pertanian, perkebunan, dan jasa. Pada sub sektor perkebunan,
komoditi yang diunggulkan berupa kakao, kelapa, dan cengkeh. Potensi
pariwisata di Kota Sorong meliputi wisata alam, wisata adat dan budaya.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Sorong dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 nilainya telah mencapai
sekitar 4.206.112,83 juta rupiah atau mengalami peningkatan sebesar
14,43% dibandingkan tahun 2011. PDRB Provinsi Papua Barat dipengaruhi
oleh perkembangan nilai PDRB Kota Sorong.

Kabupaten Raja Ampat dideklarasikan sebagai kabupaten baru berdasarkan


UU No. 26 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten
Kerom, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Raja Ampat tanggal 3 Mei
tahun 2002. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten
Sorong dan termasuk salah satu dari 14 kabupaten baru di Tanah Papua. Saat
ini, Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Provinsi Papua Barat yang
terdiri dari 4 pulau besar yaitu Pulau Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool,

101
dan 1.847 pulau-pulau kecil. Pusat pemerintahan berada di Waisai, Distrik
Waigeo Selatan, sekitar 36 mil dari Kota Sorong.

Sebagai wilayah kepulauan, daerah ini memiliki 35 pulau yang berpenghuni


dengan panjang garis pantai 753 km. Daerah ini didominasi oleh wilayah
perairan dengan perbandingan wilayah darat dan laut yaitu 1 : 6. Potensi
sumber daya alam Kepulauan Raja Ampat antara lain adalah terletak di
jantung pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle) dan merupakan pusat
keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia saat ini.

Kepulauan ini berada di bagian paling barat pulau induk Papua, Indonesia,
membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta ha. Raja Ampat memiliki
kekayaan dan keunikan spesies yang tinggi dengan ditemukannya 1.318 jenis
ikan, 699 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. Tidak
hanya jenis ikan, Raja Ampat juga kaya akan keanekaragaman terumbu
karang, hamparan padang lamun, hutan mangrove, dan pantai tebing
berbatu yang indah. Potensi menarik lainnya adalah pengembangan usaha
ekowisata dan wilayah ini telah pula diusulkan sebagai Lokasi Warisan Dunia
(World Herritage Site) oleh Pemerintah Indonesia.

Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu


dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat ditunjukkan pada Tabel 3. 7.

Tabel 3. 7 Daftar Subkawasan di Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan


Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat
Kabupaten Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
/Kota Kawasan Surat
Pelabuhan Umum Papua Kota WPS Kawasan Pelabuhan
Sorong Barat Sorong 31 31.1 Umum
Papua Kota WPS Kawasan
PKN Sorong PKN
Barat Sorong 31 31.1
Papua Kota WPS Kawasan
Kota Baru Sorong Kota Baru
Barat Sorong 31 31.1
Papua Kota WPS Kawasan
KEK Sorong KEK
Barat Sorong 31 31.1
Pelabuhan ASDP Papua Kota WPS Kawasan
ASDP
Sorong Barat Sorong 31 31.1
Pelabuhan ASDP Papua Kab. Raja WPS Kawasan
ASDP
Folley Barat Ampat 31 31.1
Pelabuhan ASDP Papua Kab. Raja WPS Kawasan
ASDP
Salawati Barat Ampat 31 31.1
KPPN Kepulauan 9
Papua Kab. Raja WPS Kawasan
Misool, Salawati KPPN
Barat Ampat 31 31.1
(Misool)
Pelabuhan
Papua WPS Kawasan Pelabuhan
Penyeberangan Kab. Sorong -
Barat 31 31.1 Penyeberangan
Sorong

102
Kabupaten Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
/Kota Kawasan Surat
Pelabuhan ASDP
Papua Kab. Raja WPS Kawasan Pelabuhan
Penyeberangan ASDP
Barat Ampat 31 31.1 Penyeberangan
Folley
Pelabuhan Laut Papua WPS Kawasan
Kab. Sorong PL Pelabuhan Laut
Seigun (PL) Barat 31 31.1
Kawasan
Konservasi Papua Kab. Raja WPS Kawasan
KSN No. 68
Keanekaragaman Barat Ampat 31 31.1
Hayati Raja Ampat

F. Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari

Kabupaten Manokwari adalah ibukota Provinsi Papua Barat. Kabupaten ini


beribukota di Kota Manokwari. Kota ini memiliki luas wilayah 1.556,94 km²
dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 210.488 jiwa. Posisi Manokwari
berada di pantai utara daerah “kepala burung” Pulau Papua. Manokwari
membentang di Teluk Doreri dan di tengah perbukitan rendah yang
didominasi oleh Pegunungan Arfak di selatan.

Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru


Manokwari ditunjukkan pada Tabel 3. 8.

Tabel 3. 8 Daftar Subkawasan di Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru


Manokwari
Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
KPPN Barat, Prafi, Papua Kab. WPS Kawasan
KPPN
Sidey (Manokwari) Barat Manokwari 31 31.2
Papua Kab. WPS Kawasan
PKW Manokwari PKW
Barat Manokwari 31 31.2
Pusat - DI
Papua Kab. WPS Kawasan Permukaan
D.I. Aimasi Cs P-1-D198
Barat Manokwari 31 31.2 - Utuh
Kab./Kota
Pusat - DI
Papua Kab. WPS Kawasan Permukaan
D.I. Oransbari P-1-D199
Barat Manokwari 31 31.2 - Utuh
Kab./Kota
Pusat - DI
Papua Kab. WPS Kawasan Permukaan
D.I. Wariori P-1-D200
Barat Manokwari 31 31.2 - Utuh
Kab./Kota

G. Kawasan (32.1) Strategis Migas Manokwari – Bintuni

Kabupaten Teluk Bintuni hanya terdiri dari sepuluh distrik pada awal
pembentukannya. Namun, sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 3

103
Tahun 2007 tentang Pembentukan Distrik di Wilayah Kabupaten Teluk
Bintuni, maka Kabupaten Teluk Bintuni terdiri dari 24 distrik. Berdasarkan
hasil pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten
Teluk Bintuni sementara adalah 52.403 jiwa, yang terdiri atas 29.022 laki-laki
dan 23.381 perempuan. Dari hasil Sensus Penduduk 2010 tersebut, tampak
bahwa penyebaran penduduk Kabupaten Teluk Bintuni bertumpu di Distrik
Bintuni yakni sebesar 35,40%, kemudian diikuti oleh Distrik Sumuri sebesar
12,5%, dan Distrik Manimeri sebesar 10,14% sedangkan distrik-distrik lainnya
di bawah 7%.

Distrik Bintuni, Distrik Sumuri, dan Distrik Manimeri adalah 3 distrik dengan
urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing-
masing berjumlah 18.552 jiwa, 6.571 jiwa, dan 5.313 jiwa. Dengan luas
2
wilayah Kabupaten Teluk Bintuni sekitar 18.637 km yang didiami oleh
52.403 jiwa maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Teluk
2
Bintuni adalah sebanyak 3 jiwa/km .

Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (32.1) Kawasan Strategis


Migas Manokwari – Bintuni ditunjukkan pada Tabel 3. 9.

Tabel 3. 9 Daftar Subkawasan di Kawasan (32.1) Strategis Migas Manokwari


– Bintuni
Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
Kab. Teluk WPS Kawasan
KI Teluk Bintuni Papua Barat KI
Bintuni 32 32.1
Kawasan Konservasi
Kab. Teluk WPS Kawasan
Keanekaragaman Papua Barat KSN No. 74
Bintuni 32 32.1
Hayati Teluk Bintuni

H. Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak

Kabupaten Biak Numfor terletak di Teluk Cenderawasih pada titik 0°21'-1°31'


LS, 134°47'-136°48' BT dengan ketinggian 0 - 1.000 m di atas permukaan laut.
Kabupaten ini merupakan gugusan pulau yang berada di sebelah utara
daratan Papua dan berseberangan langsung dengan Samudera Pasifik. Posisi
ini menjadikan Kabupaten Biak Numfor sebagai salah satu tempat yang
strategis dan penting untuk berhubungan dengan dunia luar terutama
negara-negara di kawasan Pasifik, Australia atau Filipina. Letak geografis ini
memberikan kenyataan bahwa posisinya sangat strategis untuk membangun
kawasan industri, termasuk industri pariwisata.

104
Berdasarkan proyeksi penduduk pertengahan tahun dengan dasar data hasil
Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Biak Numfor
Tahun 2011 adalah 130.593 jiwa yang terdiri dari 67.194 laki-laki dan 63.399
perempuan. Jumlah penduduk paling besar berada di Distrik Biak Kota
2
sebesar 43.134 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.005,69 jiwa/km .

Industri pariwisata yang diharapkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli


Daerah (PAD) belum membuahkan hasil. Kondisi ini menjadi tantangan bagi
pemerintah daerah Biak Numfor untuk memajukan industri pariwisata.
Pembenahan infrastruktur di bidang pariwisata mutlak dilakukan agar
wisatawan mancanegara/ lokal merasa nyaman dalam melakukan kunjungan
ke objek-objek wisata. Perkembangan investasi di Kabupaten Biak Numfor
dirasakan sangat lambat disebabkan oleh kendala utama yaitu masalah
kepastian hukum atas tanah yang dirasakan investor. Seringkali terjadi
gugatan masyarakat adat terhadap tanah mengakibatkan mundurnya minat
investor dalam berinvestasi.

Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru


Biak ditunjukkan pada Tabel 3. 10.

Tabel 3. 10 Daftar Subkawasan di Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak


Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
WPS Kawasan
PKW Biak Papua Kab. Biak PKW
32 32.2
Bandar
Bandar Udara WPS Kawasan
Papua Kab. Biak Udara
Kargo Biak 32 32.2
Kargo
Pelabuhan ASDP WPS Kawasan
Papua Kab. Biak ASDP
Numfor 32 32.2
Kawasan
Pengembangan Kab. Biak WPS Kawasan
Papua KSN No. 69
Ekonomi Terpadu Numfor 32 32.2
Biak
Kawasan Stasiun
Kab. Biak WPS Kawasan
Bumi Satelit Cuaca Papua KSN No. 70
Numfor 32 32.2
dan Lingkungan
Kawasan Stasiun
Telemetry Tracking
Kab. Biak WPS Kawasan
and Command Papua KSN No. 71
Numfor 32 32.2
Wahana Peluncur
Satelit

105
I. Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire

Kabupaten Nabire terletak pada bagian “leher burung” Pulau Papua atau
tepatnya berada di kawasan Teluk Cenderawasih, Provinsi Papua dan
Samudera Pasifik yang berada di atas tiga lempengan bumi, sehingga
mengakibatkan rawan akan terjadinya bencana gempa bumi. Secara
administratif, pada tahun 2012 luas wilayah Kabupaten Nabire adalah
12.075,00 km² dan panjang garis pantai 473 km² serta luas lautan 914.056,96
ha. Kabupaten Nabire terbagi menjadi 15 distrik, 72 kampung dan 9
kelurahan.

Sektor perkebunan di Kabupaten Nabire merupakan potensi yang sangat


besar peluangnya dalam menggerakkan perekonomian masyarakat.
Tersedianya lahan perkebunan yang memadai sebagai salah satu modal
utama pengembangan komoditi perkebunan. Hasil survei Bakosurtanal dan
Badan Pertahanan Provinsi Papua menunjukkan bahwa lahan potensial untuk
perkebunan di Kabupaten Nabire seluas 2.231.049 ha yang sesuai untuk
komoditas antara lain kelapa, kelapa sawit, kakao, kopi, dan lada.

Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru


Nabire ditunjukkan pada Tabel 3. 11.

Tabel 3. 11 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru


Nabire
Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
PKW Nabire Papua Kab. Nabire WPS Kawasan PKW
33 33.1
D.I. Kalibumi Papua Kab. Nabire WPS Kawasan Pusat - DI P-1-D202
33 33.1 Permukaan - Utuh
Kabupaten/Kota
D.I. Papua Kab. Nabire WPS Kawasan Pusat - DI P-1-D203
Yahukimo 33 33.1 Permukaan - Utuh
Kabupaten/Kota

J. Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika

Kota Timika merupakan ibukota Kabupaten Mimika di Provinsi Papua.


2
Kabupaten Mimika memiliki luas wilayah 21.633,00 km . Berdasarkan potensi
yang dimiliki, Timika ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
sebagai salah satu dari lima belas lokasi sentra pengembangan kelautan dan
perikanan terpadu. Selain potensi kelautan dan perikanan, Kota Timika juga
memiliki potensi pertambangan dengan besarnya cadangan emas dan
tembaga. Cadangan emas di Timika diperkirakan sebagai yang terbesar di
dunia.

106
Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru
Timika ditunjukkan pada Tabel 3. 12.

Tabel 3. 12 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika


Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
WPS Kawasan
PKN Timika Papua Kab. Mimika PKN
33 33.2
WPS Kawasan
Kawasan Timika Papua Kab. Mimika KSN No. 72
33 33.2

K. Kawasan (33.3) Pertumbuhan Baru Wamena

Wamena merupakan ibukota Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua. Di


Wamena terletak lapangan terbang yang menghubungkan wilayah
Jayawijaya dengan Jayapura dan kabupaten pemekaran lainnya seperti
Kabupaten Lanny Jaya, Yahukimo, Tolikara dan lainnya. Wamena merupakan
satu-satunya kota terbesar yang terletak di pegunungan tengah Papua.

Berbeda dengan kota-kota besar lainnya di Papua, seperti Timika, Jayapura,


Sorong dan Merauke, Wamena merupakan mutiara yang belum banyak
tersentuh di pedalaman pegunungan tengah Papua. Kota yang terletak di
Lembah Baliem dan dialiri oleh Sungai Baliem serta diapit Pegunungan
Jayawijaya di bagian selatan ini memiliki ketinggian sekitar 1.800 m di atas
permukaan laut. Kota Wamena memiliki udara yang segar dan jauh dari
polusi udara seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Seperti kebanyakan kota-kota di Pegunungan Papua lainnya, kota ini


berkembang sesuai dengan pola perkembangan sekitar bandar udara. Kota
yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara ini memiliki
alam yang indah dan asri. Pada musim pesta budaya Papua yang
diselenggarakan di Distrik Wosilimo, kota ini dibanjiri oleh para wisatawan
baik lokal dan mancanegara.

Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (33.3) Pertumbuhan Baru


Wamena ditunjukkan pada Tabel 3. 13.

Tabel 3. 13 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.3)Pertumbuhan Baru


Wamena
Kabupaten Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
/Kota Kawasan Surat
Kab. WPS Kawasan
PKW Wamena Papua PKW
Jayawijaya 33 33.3
Kawasan Taman Kab. WPS Kawasan
Papua KSN No. 73
Nasional Lorentz Jayawijaya 33 33.3

107
L. Kawasan (34.1) Pertumbuhan Jayapura – Skouw

Perbatasan Republik Indonesia dan Papua Nugini sudah jadi objek wisata
alternatif yang unik di bagian ujung timur Indonesia khususnya di Papua.
Pintu perbatasan ini terletak di Desa Skouw, Distrik Muara Tami, Kota
Jayapura. Apabila dilihat dari Papua Nugini, pintu perbatasan ini terletak di
Desa Wutung, Provinsi Sandaun, Papua Nugini. Gerbang perbatasan RI-PNG
di Desa Skouw merupakan wilayah Kota Jayapura yang sebenarnya juga
adalah kota pantai. Kota Jayapura secara morfologi merupakan sebuah kota
di teluk yang terlindungi dan memiliki panorama yang luar biasa cantik, akan
tetapi pantainya kurang dijaga. Kota yang terletak di Teluk Humboldt ini
memiliki struktur wilayah yang berbukit yang langsung berbatasan dengan
Pegunungan Cyclops. Kota ini sendiri secara resmi berdiri pada 7 Maret 1910
dengan nama Hollandia.

Secara geografi ada 4 bagian wilayah Kota Jayapura, yaitu pusat kota yang
letaknya memang di kota lama Hollandia di ujung muara Sungai Numbai,
wilayah daratan langsung bertemu dengan Teluk Humboldt. Bagian kedua
adalah wilayah perbukitan sepanjang pusat kota sampai Waena, meliputi
area wilayah perbukitan mulai dari Trikora, Angkasa, sampai ke wilayah
Uncen. Bagian ketiga adalah wilayah hinterland pantai yang juga berdekatan
dengan Danau Sentani yaitu wilayah Abepura dan Waena, dimana Abepura
merupakan bagian wilayah yang memiliki morfologi yang datar, sedangkan
Waena merupakan wilayah bergelombang dan langsung bertemu dengan
Pegunungan Cyclops. Bagian keempat adalah daerah dataran mulai dari
Abepura, menyusuri pantai ke wilayah Arso - Skouw Distrik Muara Tami atau
perbatasan, tempat yang indah bagi pengembangan kota.

Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru


Jayapura – Skouw ditunjukkan pada Tabel 3. 14.

Tabel 3. 14 Daftar Subkawasan di Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru


Jayapura – Skouw
Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
Pelabuhan Umum Papua Kota WPS Kawasan Pelabuhan
Jayapura Jayapura 34 34.1 Umum
Bandar Udara Papua Kab. WPS Kawasan Bandar
Kargo Jayapura Jayapura 34 34.1 Udara
Kargo
Pelabuhan Depapre Papua Kab. WPS Kawasan PP
(PP) Jayapura 34 34.1
KPPN Heram, Papua Kota WPS Kawasan KPPN
Muara Tami Jayapura 34 34.1

108
Kabupaten/ Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
Kota Kawasan Surat
Kota Baru Jayapura Papua Kota WPS Kawasan Kota Baru
Jayapura 34 34.1
PKSN Jayapura Papua Kota WPS Kawasan PKSN
Jayapura 34 34.1
PLBN Skouw Papua Kota WPS Kawasan PLBN
Jayapura 34 34.1
PKN Jayapura Papua Kota WPS Kawasan PKN
Jayapura 34 34.1
Kawasan Papua Kota WPS Kawasan KSN No. 75
Perbatasan Darat RI Jayapura 34 34.1
dengan negara
Papua Nugini
D.I. Koya Papua Kota WPS Kawasan Pusat - DI P-1-D201
Jayapura 34 34.1 Permukaan
- Utuh
Kabupaten/
Kota

M. Kawasan (34.2) Petumbuhan Baru Merauke – Salor – Muting – Tanah


Merah

Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua,


Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Merauke. Kabupaten ini adalah
kabupaten terluas sekaligus paling timur di Indonesia. Merauke memiliki
potensi pada sektor pertanian yang diarahkan pada kemampuan dalam
swasembada pangan, sehingga direncanakan akan dikembangkan pertanian
terpadu yang dikenal sebagai Merauke Integrated Food and Energy Estate
(MIFEE).

Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru


Merauke – Salor – Muting – Tanah Merah ditunjukkan pada Tabel 3. 15.

Tabel 3. 15 Daftar Subkawasan di Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru Merauke – Salor


– Muting – Tanah Merah
Kabupaten Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
/Kota Kawasan Surat
Kab. Kawasan Bandar
Bandar Udara Baru Koroway Batu Papua WPS 34
Merauke 34.2 Udara Baru
KPPN Kurik, Malind, Tanah Miring Kab. Kawasan
Papua WPS 34 KPPN
( Merauke) Merauke 34.2
Kab. Kawasan
KTM Salor Papua WPS 34 KTM
Merauke 34.2
Kab. Kawasan
KTM Muting Papua WPS 34 KTM
Merauke 34.2
Kab. Kawasan
KEK Merauke Papua WPS 34 KEK
Merauke 34.2

109
Kabupaten Dalam Kemenhub/
Kawasan Provinsi WPS Jenis
/Kota Kawasan Surat
Kab. Kawasan
PKSN Merauke Papua WPS 34 PKSN
Merauke 34.2
Kab. Kawasan
PKW Muting Papua WPS 34 PKW
Merauke 34.2
Kab. Kawasan
PKW Merauke Papua WPS 34 PKW
Merauke 34.2
Kab. Kawasan
Kawasan Taman Nasional Lorentz Papua WPS 34 KSN No. 73
Merauke 34.2
Kawasan Perbatasan Darat RI Kab. Kawasan
Papua WPS 34 KSN No. 75
dengan negara Papua Nugini Merauke 34.2
Kawasan Pusat - DI
D.I. Kurik Papua Merauke WPS 34 P-3-2
34.2 Pompa
Kawasan Pusat - DI
D.I. Semangga Papua Merauke WPS 34 P-3-3
34.2 Pompa
Kawasan Pusat - DI
D.I. Tanah Miring Papua Merauke WPS 34 P-3-4
34.2 Pompa
Kawasan Pusat - DI
D.I. Jegabob Papua Merauke WPS 34 P-3-5
34.2 Pompa
Kawasan Pusat - DI
D.I. Sermayam Papua Merauke WPS 34 P-3-6
34.2 Pompa

3.2 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek 2018–2020


Kepulauan Maluku dan Pulau Papua
Analisis kelayakan program jangka pendek adalah analisis terkait kebutuhan
infrastruktur PUPR seluruh kawasan strategis baik yang ada dalam kawasan, antar
kawasan, ataupun antar WPS dalam program pembangunan jangka pendek 2018
– 2020. Merujuk pada pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan
pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan
infrastruktur PUPR, terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam analisis
kelayakan program yaitu (1) identifikasi kawasan terdukung sesuai dengan
program prioritas yang telah diarahkan oleh pusat perencanaan infrastruktur
PUPR; (2) identifikasi fungsi kawasan terdukung; (3) identifikasi jangka waktu
berfungsinya kawasan terdukung; (4) potensi; dan (5) tantangan. Berdasarkan
kriteria-kriteria tersebut akan dihasilkan indikasi program yang selanjutnya
diintegrasikan dengan kriteria pemrograman.

Pada bagian ini, analisis kelayakan akan terbagi kedalam tiga bagian yaitu
(1) Analisis Kelayakan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek
dalam Kawasan; (2) Analisis Kelayakan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR
Jangka Pendek Antar Kawasan dalam WPS; dan (3) Analisis Kelayakan Program
Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar WPS. Berikut merupakan

110
analisis kelayakan program pembangunan jangka pendek 2018-2020
keterpaduaan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR.

3.2.1 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek dalam Kawasan

A. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo.

1. KTM Morotai

Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) Morotai yang memiliki luas 250 ha berada
di Kabupaten Pulau Morotai dengan potensi berupa pertanian, perkebunan
dan perikanan. Konektivitas di kawasan ini didukung oleh Pelabuhan
Penyeberangan Daruba dan Bandar Udara Pitu.

Terdapat beberapa tantangan dan potensi kerusakan pada KTM Morotai


yaitu sebagai berikut :
x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air
bersih yang mendukung KTM
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung kawasan KTM
Morotai
x Kurang tersedianya penyaluran pipa distribusi air minum
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan KTM Morotai, yaitu:
x Pembangunan sistem pengembangan air baku
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan SPAM
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
2. KSPN Morotai

Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Morotai merupakan salah satu


dari 10 destinasi pariwisata prioritas yang terletak di Kabupaten Pulau
Morotai. Pada tahun 2016 dilakukan penyusunan Master Plan KSPN Morotai.
KSPN ini mempunyai potensi wisata alam dan budaya yang cukup potensial
untuk dikembangkan. Terdapat beberapa prioritas pengembangan pada
KSPN Morotai yaitu pengembangan kepariwisataan, pengembangan
pemasaran dan promosi, pengembangan produk usaha, pengembangan
sarana dan prasarana, pengembangan SDM, serta kelembagaan. KSPN

111
Morotai juga memiliki potensi pendukung kawasan berupa pariwisata bahari
dan sejarah.

Terdapat beberapa tantangan dan potensi kerusakan pada KSPN Morotai


yaitu sebagai berikut :
x Kurang tersedianya air baku di lokasi pariwisata
x Terjadi abrasi di sekitar pantai akibat terjangan gelombang dan ombak
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung kawasan
pariwisata
x Masih kurangnya penyaluran pipa distribusi air bersih di kawasan
pariwisata
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan KSPN Morotai, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan dan pelebaran jalan
x Pembangunan SPAM
3. KEK Morotai

Penetapan wilayah Morotai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tertera


dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2014 tanggal 1 Juli 2014
tentang Kawasan Ekonomi Khusus Morotai. Kawasan yang terletak dalam
wilayah Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai ini memiliki
luas 1.101,76 ha. KEK Morotai terdiri dari empat zona, yaitu zona pengolahan
ekspor, zona logistik, zona industri, dan zona pariwisata. KEK Morotai
memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan perikanan,
pertanian, dan pariwisata.

Beberapa dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan KEK


Morotai, yaitu sebagai berikut :
x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air
bersih yang menunjang KEK Morotai
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
menuju KEK Morotai
x Diperlukan penyaluran pipa distribusi ke kawasan KEK Morotai
x Diperlukan infrastruktur fasilitas pengolahan akhir sampah
Adapun indikasi program utama untuk memenuhi dukungan yang
dibutuhkan dalam pengembangan KEK Morotai, yaitu :
x Pembangunan sistem penyediaan air baku

112
x Peningkatan dan pelebaran jalan
x Pembangunan infrastruktur SPAM
x Pembangunan fasilitas pengolahan akhir sampah
4. PKSN Daruba

Daruba sebagai ibukota Kecamatan Morotai Selatan ditetapkan menjadi


Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN) berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Pada
tahun 2013, Kota Daruba memiliki jumlah penduduk sebanyak 57.565 jiwa
dengan nilai PDRB perkapita 2.210.857,12 dan nilai IPM 67,03. Kota yang
memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan perikanan,
2
pertanian, dan pariwisata ini mempunyai luas wilayah 2.476 km .

Beberapa tantangan dan dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan


kawasan PKSN Daruba, yaitu sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Kurang tersedianya penyaluran pipa distribusi air minum
x Diperlukan pengembangan perumahan
Adapun indikasi program utama untuk memenuhi dukungan yang
dibutuhkan dalam pengembangan PKSN Daruba, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pengembangan sarana air minum
x Pembangunan rumah khusus bagi TNI/POLRI dan rumah swadaya bagi
MBR

5. KPPN Daruba

Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN) Daruba berada di Kabupaten


Pulau Morotai dengan potensi yang dimiliki yaitu potensi pertanian,
perkebunan, perikanan, dan potensi alam kawasan pendukung sebagai
pariwisata. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada
KPPN Daruba adalah sebagai berikut :
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan
perdesaan

113
x Masih kurangnya pipa distribusi penyaluran air minum
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan KPPN Daruba, yaitu :

x Pembangunan sarana dan prasarana air baku


x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Pembangunan jalan poros dan jembatan
x Pembangunan SPAM perdesaan berbasis masyarakat
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

6. PKW Tobelo

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Tobelo berada di Kabupaten Halmahera Utara.


Dokumen RTRW yang memuat PKW Tobelo disusun pada tahun 2006 yang
disesuaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Adapun
dokumen tersebut telah ditetapkan lewat Peraturan Daerah RTRW
Kabupaten Halmahera Utara Nomor 09 Tahun 2012. PKW Tobelo ditetapkan
sebagai kawasan perkotaan, pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa,
pariwisata, serta industri kecil dan menengah. Kawasan kota pelabuhan ini
2
memiliki area seluas 33 km dengan jumlah penduduk 33.564 jiwa. Potensi
eksisting kawasan pendukung yaitu memiliki Pelabuhan Penyeberangan
Tobelo dan memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan
perikanan, pertanian, dan pariwisata.

Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Tobelo
adalah sebagai berikut :

x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari


x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Bangunan kota tua di Tobelo banyak yang tidak terawat dengan baik
serta kumuh tak terawat
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

114
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PKW Tobelo, yaitu :

x Pembangunan sarana dan prasarana air baku


x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kota tua Tobelo dan kawasan kumuh sekitarnya
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

7. Pelabuhan Bataka

Pelabuhan Bataka yang berada di Kabupaten Halmahera Barat menjadi salah


satu tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan
perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan
Pelabuhan Bataka yaitu diperlukannya peningkatan jaringan jalan yang
mendukung konektivitas menuju pelabuhan. Untuk memenuhi dukungan
tersebut maka indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran
jalan menuju pelabuhan.

8. Pelabuhan Matui

Pelabuhan Matui berada di Kabupaten Halmahera Barat. Pelabuhan ini


menjadi tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan
perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan
Pelabuhan Matui adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang
mendukung konektivitas menuju pelabuhan sehingga indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
Dukungan lainnya yang dibutuhkan yaitu diperlukan penyediaan perumahan
layak huni sehingga indikasi program utamanya yaitu pembangunan rumah
bagi MBR.

9. Pelabuhan Kedi

Pelabuhan Kedi berada di Kabupaten Halmahera Barat. Subkawasan ini


menjadi salah satu tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang
kegiatan perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam
pengembangan Pelabuhan Kedi yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan

115
yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan sehingga indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

B. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate –


Tidore

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate –
Tobelo.

1. PPN Ternate
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate berada di Kota Ternate
dengan fasilitas tambatan perahu 40 GT, panjang dermaga 150 m, dan
kedalaman kolam 5 m. Pelabuhan ini memiliki kapasitas penampungan ikan
dengan volume ikan sebesar 30 ton/hari.

Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PPN Ternate
adalah sebagai berikut :

x Diperlukan peningkatan kualitas jalan dari PPN Ternate ke jalan nasional


x Diperlukan penyediaan dan pengembangan sarana air minum
x Banyaknya sampah dan limbah ikan yang dibuang sembarangan
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PPN Ternate, yaitu :

x Peningkatan dan pelebaran Jalan


x Pembangunan SPAM Kawasan PPN
x Pembangunan TPS

2. Kota Baru Sofifi


Kota Baru Sofifi termasuk ke dalam kawasan Kota Tidore Kepulauan sebelum
berstatus sebagai ibukota provinsi. Kawasan ini berpotensi untuk kegiatan
pelayanan tingkat regional, pemerintahan, pendidikan, dan pengembangan
industri. Ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Provinsi Maluku Utara (Malut), Sofifi merupakan sebuah
kelurahan. Sofifi terletak di Pulau Halmahera, termasuk wilayah Kecamatan
Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan. Kota Sofifi memiliki potensi eksisting
kawasan pendukung berupa pelabuhan penyeberangan dan potensi alam.
Fungsi kawasan pendukung ini juga sebagai pengembangan kota baru, pusat
pemerintahan, dan pusat perdagangan dan jasa.

116
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Kota Baru Sofifi
adalah sebagai berikut:

x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari


x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan Kota Baru Sofifi, yaitu :

x Pembangunan sarana dan prasarana air baku


x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah bagi PNS dan MBR
3. PKN Ternate
Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Ternate berada di Kota Ternate. Luas
Kotamadya Ternate berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1999
2
adalah 5.681,30 km dengan jumlah penduduk 16.039 jiwa. Kedudukan Kota
Ternate adalah sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan yang
sangat strategis dan penting sekali di kawasan ini. Di Kota Ternate terdapat
Pelabuhan Samudera Ahmad Yani dan Bandar Udara Babullah. Kota Ternate
memiliki posisi yang sangat potensial karena berada di pesisir timur Pulau
Ternate dan menghadap Pulau Halmahera sehingga kota ini memiliki
peranan yang sangat penting dalam ekonomi perdagangan lintas Halmahera.
PKN Ternate memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan
perikanan, pertanian, pariwisata, perdagangan dan jasa.

Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKN Ternate
adalah sebagai berikut :

x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari


x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan

117
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Bangunan Pusaka banyak yang tidak terawat dengan baik serta kumuh
tak terawat
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PKW Tobelo, yaitu :

x Pembangunan sarana dan prasarana air baku


x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kota pusaka dan kawasan kumuh sekitarnya
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

4. Pelabuhan Ternate
Pelabuhan Ternate merupakan salah satu Pelabuhan Cabang Kelas II di
2
lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) dengan luas 22.254 m .
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang dihadapi pada kawasan
Pelabuhan Ternate adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Diperlukan peningkatan jaringan air bersih di kawasan pelabuhan
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan Pelabuhan Ternate, yaitu :

x Pembangunan sarana dan prasarana air baku


x Pembangunan dan peningkatan SPAM

5. PKW Tidore
PKW Tidore berada di Kota Tidore Kepulauan dengan luas wilayah 13.862,86
2 2
km . Luas wilayahnya terdiri dari luas lautan 4.746 km dan luas daratan
2
9.116,36 km yang meliputi Pulau Tidore, beberapa pulau disekitarnya, dan
sebagian wilayah di Pulau Halmahera. Jumlah penduduk di Kota Tidore
sebesar 19.357 jiwa. Sebagai wilayah kepulauan yang dikelilingi oleh lautan,

118
Kota Tidore Kepulauan memiliki 12 pulau dan secara administratif terdiri dari
8 kecamatan.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Tidore
adalah sebagai berikut :

x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari


x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Sering meluapnya air sungai Kolibale pada waktu hujan
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Masih banyaknya kawasan kumuh di bantaran sungai dan pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PKW Tidore, yaitu :

x Pembangunan sarana dan prasarana air baku


x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Pembangunan turab sungai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kawasan kumuh
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
6. Pelabuhan Kepulauan Tidore
Pelabuhan yang berlokasi di Kota Tidore Kepulauan ini menjadi tempat
kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan yang
melayani rute Kepulauan Tidore – Ternate. Adapun dukungan yang
dibutuhkan dalam pengembangan pelabuhan ini yaitu diperlukan
peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan,
sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan
menuju pelabuhan.

119
7. Pelabuhan Maidi/Lifofa
Pelabuhan Maidi/Lifofa yang berada di Kota Tidore Kepulauan ini menjadi
tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan
perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan
pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung
konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu
peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

C. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (30.1) Pertumbuhan


Ekonomi Terpadu Seram

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (30.1) Pertumbuhan
Ekonomi Terpadu Seram.

1. KTM Kobisonta
KTM Kobisonta berada di Kabupaten Maluku Tengah bagian utara yaitu di
Kecamatan Seram Utara. Kawasan ini memiliki potensi di sektor pertanian
dan perkebunan, perikanan, serta pariwisata. KTM Kobisonta menjadi salah
satu pemasok bahan pangan di Pulau Maluku yang didukung dengan potensi
eksisting kawasan pendukung, yakni pelabuhan penyeberangan, serta
memiliki potensi alam, yakni kawasan perikanan dan pertanian.

Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KTM Kobisonta


adalah sebagai berikut :
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Kurang tersedianya penyaluran pipa distribusi air minum
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan KTM Kobisonta, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan SPAM
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
2. PKW Masohi
PKW Masohi berada di Kabupaten Maluku Tengah yang berfungsi sebagai
pusat pemerintahan, serta perdagangan dan jasa. Kota ini merupakan kota
pelabuhan dengan luas 37,30 km² dan jumlah penduduk sebanyak 31.958

120
jiwa (2010). PKW Masohi memiliki beberapa potensi eksisting seperti
pelabuhan penyeberangan dan Bandar Udara Amahai, serta memiliki potensi
alam yaitu antara lain kawasan perikanan, pertanian, pariwisata, serta
perdagangan dan jasa.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Masohi
adalah sebagai berikut :

x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari


x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PKW Masohi, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

3. PKW Kairatu
PKW Kairatu berada di Kabupaten Seram Bagian Barat. Sektor perekonomian
yang banyak berkembang di Kairatu adalah pertanian, seperti pengusahaan
tanaman pada sawah, ubi kayu, ubi jalar, jagung dan kacang tanah. PKW
Kairatu berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa. Saat ini memiliki
fungsi sebagai kawasan pendukung dengan adanya pelabuhan
penyeberangan yang masih berpotensi untuk dikembangkan lagi, serta
memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan perikanan,
pertanian, pariwisata, perdagangan dan jasa.

Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Kairatu


adalah sebagai berikut :

121
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan PKW Kairatu, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

4. PKW Wahai
PKW Wahai berada di Kabupaten Maluku Tengah dengan memiliki potensi
alam antara lain cengkeh, pala, kopra, damar, sagu, ikan, dan minyak.
Terdapat satu taman nasional, yaitu Taman Nasional Manusela dan terdapat
potensi eksisting kawasan pendukung, yaitu pelabuhan penyeberangan dan
memiliki Bandar Udara Wahai, serta memiliki potensi alam kawasan
pendukung, yaitu sebagai kawasan perikanan, pertanian, pariwisata, serta
perdagangan dan jasa.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Wahai
adalah sebagai berikut :
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga

122
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PKW Wahai, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

5. Pelabuhan Penyeberangan Wahai


Pelabuhan Penyeberangan Wahai berada di Kabupaten Maluku Tengah.
Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar
pulau. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan pelabuhan
ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan
dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

6. Pelabuhan Penyeberangan Waipirit


Pelabuhan Penyeberangan Waipirit berada di Kabupaten Seram Bagian Barat.
Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar
pulau dengan rute Pulau Ambon-Pulau Seram. Adapun dukungan yang
dibutuhkan dalam pengembangan pelabuhan ini yaitu diperlukan
peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan,
sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan
menuju pelabuhan.

7. Pelabuhan Pengumpan Lokal Ariate


Pelabuhan yang berada di Kabupaten Seram Bagian Barat ini merupakan
tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan
perdagangan. Konstruksi pelabuhan terbuat dari beton dengan tipe T-Shape.
Tantangan dan potensi kerusakan yang dimiliki oleh Pelabuhan Pengumpan
Lokal Ariate adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung
konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu
peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

123
8. Pelabuhan Penyeberangan Hunimua
Pelabuhan Penyeberangan Hunimua berada di Kabupaten Maluku Tengah.
Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar
pulau. Tantangan dan potensi kerusakan yang dimiliki oleh Pelabuhan
Penyeberangan Hunimua adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang
mendukung konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

9. Pelabuhan Pengumpan Lokal Kairatu


Pelabuhan Pengumpan Lokal Kairatu berada di Kabupaten Seram Bagian
Barat, merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang
kegiatan perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam
pengembangan pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan
yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

10. KAPET Seram


Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Seram berada di
Kabupaten Maluku Tengah. KAPET Seram ditetapkan melalui Keppres Nomor
2
165 Tahun 1998 dengan luas wilayah 18.625 km . Cakupan wilayah KAPET
Seram meliputi 9 kecamatan, yaitu Seram Barat, Tanwel, Kairatu, Teon Nila
Serua (TNS), Seram Utara, Tehoru, Bula, Werinama dan Seram Timur. KAPET
Seram memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan
perikanan, pertanian, dan perkebunan.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KAPET Seram
adalah sebagai berikut :
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan KAPET Seram, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal

124
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

11. Kawasan Laut Banda


Laut ini terdapat di Kabupaten Maluku Tengah, Kepulauan Maluku. Luas Laut
2
Banda sekitar 470.000 km , terpisah dari Samudra Pasifik oleh beratus pulau,
serta Laut Halmahera dan Seram. Laut ini memiliki potensi alam berupa
keanekaragaman hayati laut yang mendukung Maluku sebagai kawasan
lumbung ikan nasional.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan pada Kawasan Laut Banda, antara
lain sebagai berikut:
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air
bersih
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan yang terdapat
pada Kawasan Laut Banda, yaitu :

x Pembangunan sarana dan prasarana air baku


x Penyediaan dan pengembangan sarana air minum

D. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (30.2) Pertumbuhan


Ambon

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (30.2) Pertumbuhan
Ambon.

1. PPN Ambon
Pada tahun 2000 PPN Ambon yang berada di Kota Ambon ditingkatkan
kelasnya menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara (Pelabuhan Tipe B) dengan
status sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) pusat yang berada di bawah
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan.
PPN Ambon memiliki potensi alam sebagai kawasan penggerak dan
pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah dan timur. Terdapat
potensi kerusakan yang ditemukan di PPN Ambon, yaitu banyaknya sampah
dan limbah ikan yang dibuang sembarangan, sehingga indikasi program
utamanya yaitu pembangunan TPS.

2. Pelabuhan Ambon
Pelabuhan Ambon berada di Kota Ambon dengan daya tampung 75.000
box/tahun. Pada pelabuhan terdapat potensi sebagai kawasan penggerak
dan pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah dan timur.

125
Adapun dukungan yang dibutuhkan oleh Pelabuhan Ambon, yaitu :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Diperlukan peningkatan jaringan air bersih di kawasan pelabuhan

Adapun indikasi program utama untuk Pelabuhan Ambon, yaitu :


x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan dan peningkatan SPAM

3. PKN Ambon
Posisi Kota Ambon sebagian besar berada dalam wilayah Pulau Ambon, di
mana secara umum Kota Ambon meliputi wilayah di sepanjang pesisir dalam
Teluk Ambon dan pesisir luar Jazirah Leitimur dengan panjang garis pantai
102,7 km. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas wilayah
2
Kota Ambon seluruhnya seluas 377 km . Kota Ambon merupakan pusat
perdagangan rempah terkenal, membentuk pengembangan kota sebagai
penghubung dan pusat perdagangan, pendidikan, budaya dan
pengembangan. PKN Ambon memiliki potensi eksisting, yaitu pelabuhan
penyeberangan, Pelabuhan Yos Sudarso dan Bandara Pattimura. PKN Ambon
juga memiliki potensi alam sebagai kawasan perikanan, pertanian,
pariwisata, serta perdagangan dan jasa.
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKN Ambon
adalah sebagai berikut :
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Masih banyaknya kawasan kumuh di bantaran sungai dan pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan PKN Ambon, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan

126
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kawasan kumuh
x Pembangunan rumah bagi MBR

E. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu


dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan
Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat.

1. PKN Sorong
Berdasarkan RTRW Provinsi Papua Barat, potensi kawasan Kota Sorong
sebagai pusat SWP 1 dengan arahan industri pertambangan dan penggalian,
perkebunan, kehutanan, pertanian, industri perikanan, serta perdagangan
dan jasa. Kota Sorong memiliki luas wilayah 1.105 km², jumlah penduduk
tahun 2014 mencapai 349.041 jiwa, dan kepadatan penduduk 316 jiwa/km².
Nilai PDRB tahun 2014 yaitu Rp. 7.317,73 Miliar dan nilai PDRB/Kapita
Rp. 33,44 Juta. Potensi eksisting PKN Sorong adalah dilalui jalan Trans Papua
dan dilalui beberapa sungai besar yaitu Sungai Bian dan Sungai Warsamson.
Kota Sorong sebagai kota jasa dan perdagangan didukung dengan adanya
Bandara Dominique Edward Osok, Pelabuhan Sorong, dan Pelabuhan ASDP
Sorong. Potensi alam yang dimiliki antara lain pada sektor perikanan,
perkebunan, tambang, dan pariwisata (Pantai Tanjung Kasuari, Tembok
Berlin, Pulau Dofior).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam PKN Sorong
adalah sebagai berikut :
x Memerlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan
x Sering terjadi genangan di beberapa lokasi karena letaknya di tepi laut
maka berpotensi terhadap intrusi air laut ke daratan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih

127
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan
x Pengendali banjir dan penanganan abrasi pantai
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan

2. Kota Baru Sorong


Dalam pengembangan Kota Baru Sorong terdapat beberapa tantangan dan
potensi kerusakan yang ada seperti pada sektor SDA, yaitu perlu penanganan
terhadap banjir sungai, abrasi pantai, dan kurangnya air baku. Pada sektor
BM, antara lain ketersediaan akses jalan dan jembatan yang masih perlu
ditingkatkan. Untuk sektor CK, diperlukan penanganan limbah rumah tangga,
air minum, persampahan, dan lingkungan kumuh. Sedangkan pada sektor
PnP, yaitu kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat di daerah
perbatasan.
Untuk itu, indikasi program utama yang dibutuhkan adalah sebagai berikut,
yaitu (1) pembangunan infrastruktur penampungan air baku; (2) pengendali
banjir dan penanganan abrasi pantai; (3) pembangunan infrastruktur jalan
dan jembatan; (4) pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, dan penataan
lingkungan kumuh; serta (5) pembangunan infrastruktur rumah khusus dan
swadaya.

3. Pelabuhan Sorong
Pelabuhan Sorong (feeder) yang berada di Kota Sorong ini merupakan
pelabuhan penumpang dan peti kemas. Beberapa kapal yang singgah di
Pelabuhan Sorong diantaranya KM Dorolonda dengan rute Ambon – Bau-Bau
– Fakfak – Jayapura – Makassar – Manokwari – Nabire – Serui – Sorong –
Surabaya, KM Bukit Siguntang dengan rute Ambon – Banda – Bau-Bau –
Fakfak – Kupang – Makassar – Sorong – Surabaya – Tg Priok – Tual, KM
Kelimutu, KM Laborar, KM Nggapulu serta KM Sinabung.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di Pelabuhan Sorong adalah
sebagai berikut :
x Truk kontainer long vehicle yang lalu lalang keluar masuk pelabuhan,
berbaurnya kendaraan kecil dan besar, dan daya dukung jalan
x Kebutuhan air baku yang besar,
x Terdapat limbah dan sanitasi kawasan pelabuhan

128
x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir
Adapun indikasi program utama pada Pelabuhan Sorong adalah sebagai
berikut :
x Pembangunan jalan dan jembatan khusus kendaraan berat
x Peningkatan dan pembangunan intake air baku
x Pembangunan IPAL, IPLT dan TPS kawasan pelabuhan
x Pembangunan perumahan layak huni

4. Pelabuhan ASDP Sorong


Pelabuhan ASDP Sorong merupakan pelabuhan rakyat yang berada di Kota
Sorong. Pelabuhan ini dijadikan sebagai pelabuhan pariwisata dan juga
melayani penyeberangan kapal ferry yang melayani rute Papua Barat dan
Sorong Raya.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Pelabuhan ASDP
Sorong, yaitu :
x Perlu penanganan terhadap abrasi pantai
x Kemantapan jalan aksesibilitas menuju pelabuhan
x Kawasan pelabuhan yang cenderung kumuh
x Limbah dan persampahan yang belum tertangani dengan baik
x Ketersediaan air bersih dan air minum di kawasan pelabuhan
x Masih banyaknya rumah kurang layak huni
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan pada Pelabuhan ASDP
Sorong adalah sebagai berikut :
x Pembangunan pengaman pantai
x Peningkatan jalan
x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan
x Pembangunan pengelolaan limbah dan persampahan
x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan
x Pembangunan rumah layak huni

5. KEK Sorong
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong ditetapkan berdasarkan PP Nomor 31
Tahun 2016. KEK ini terletak di Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong dengan
lahan seluas 523,7 ha. Nilai investasi pembangunan kawasan ini
diestimasikan mencapai Rp. 2,4 Triliun hingga tahun 2020. Sektor arahan
pengembangan sebagai industri penunjang logistik yaitu berupa industri
galangan kapal dan komponennya. Proyeksi jumlah tenaga kerja diperkirakan
berjumlah 15.024 orang hingga tahun 2020. Terdapat dua infrastruktur di
dalam KEK Sorong, yang pertama infrastruktur dalam kawasan tahap 1 yaitu

129
jalan kawasan menuju KEK, jaringan listrik, instalasi air bersih/sumber air
baku permukaan dari Sungai Warsamson. Dilihat dari kondisi potensi
eksisting kawasan pendukung yaitu merupakan kawasan yang dilalui jalan
Trans Papua, dilalui beberapa sungai besar seperti Sungai Warsamson,
rencana Bandar Udara Segun, memiliki Pelabuhan Arar (peti kemas) dan
Pelabuhan Katapop (perikanan). Selain itu, kawasan ini memiliki potensi alam
pendukung diantaranya potensi perikanan, perkebunan, tambang (batubara
dan minyak), dan pariwisata (Taman Wisata Klamono, Cagar Alam Markoor,
dan Pantai Sausapor).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di KEK Sorong
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan sumber air baku yang berkesinambungan
x Berpotensi terjadi instrusi air laut ke daratan karena letaknya di tepi laut
x Diperlukan dukungan aksesibilitas antar kawasan untuk menghubungkan
wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang
dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan
x Kebutuhan perumahan, air bersih, serta pengelolaan limbah dan
persampahan
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di KEK Sorong, yaitu :
x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan
x Pengendali banjir dan penanganan abrasi pantai
x Pembangunan jalan dan jembatan menuju dan di kawasan KEK Sorong
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus, rumah susun dan swadaya
x Pembangunan infrastruktur SPAM Regional/Perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan.

6. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat


Sebagai gugusan pulau-pulau kecil, Kabupaten Raja Ampat memiliki
keanekaragaman hayati laut yang melimpah. Gugus pulau kecil ini terletak di
wilayah "Coral Triangle" yang merupakan jantung keanekaragaman terumbu
karang di dunia dengan segala biota yang berasosiasi dengannya, seperti
jenis ikan-ikan karang, moluska, dan krustasea. Telah teridentifikasi sebanyak
2000 jenis biota pada 45 titik penyelaman, yaitu 450 jenis karang dimana 7
jenis diantaranya belum pernah ditemukan di dunia, 950 jenis ikan karang
dimana 4 jenis tergolong baru bagi dunia, dan 600 jenis moluska.
Sebagai kawasan yang dilindungi dan mempunyai daya tarik wisata, terdapat
tantangan dan potensi kerusakan di kawasan ini, yaitu :
x Diperlukan sumber air baku yang berkesinambungan
x Ketersediaan akses jalan dan jembatan masih perlu ditingkatkan

130
x Kebutuhan air baku yang besar, serta limbah dan sanitasi kawasan
pelabuhan
x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir
Untuk itu, indikasi program utama yang dibutuhkan di kawasan ini, yaitu :
x Pembangunan pengaman pantai
x Pembangunan jalan menuju pelabuhan
x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan
x Pembangunan rumah layak huni

7. Pelabuhan ASDP Folley


Pelabuhan ASDP Folley berada di Kampung Folley, Distrik Misool Timur.
Pelabuhan ini melayani rute pelayaran dari Folley menuju Sorong.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Pelabuhan ASDP
Folley adalah sebagai berikut :
x Diperlukan penanganan terhadap abrasi pantai
x Kemantapan jalan akses menuju pelabuhan
x Kawasan pelabuhan yang cenderung kumuh, limbah dan persampahan
yang belum tertangani dengan baik
x Kebutuhan air bersih dan air minum di kawasan pelabuhan
x Masih banyaknya rumah kurang layak huni
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di Pelabuhan ASDP Folley,
yaitu :
x Pembangunan pengaman pantai
x Pembangunan jalan menuju pelabuhan
x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya

8. Pelabuhan ASDP Salawati


Pelabuhan ASDP Salawati berada di Pulau Bataka, Kabupaten Raja Ampat.
Pelabuhan ini merupakan salah satu akses keluar masuk menuju Kabupaten
Raja Ampat. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di
Pelabuhan ASDP Salawati adalah sebagai berikut :
x Diperlukan penanganan terhadap abrasi pantai
x Kemantapan jalan akses menuju pelabuhan

131
x Kawasan pelabuhan yang cenderung kumuh, limbah dan persampahan
yang belum tertangani dengan baik
x Kebutuhan air bersih dan air minum di kawasan pelabuhan
x Masih banyaknya rumah kurang layak huni
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di Pelabuhan ASDP
Salawati, yaitu :
x Pembangunan pengaman pantai
x Pembangunan jalan menuju pelabuhan
x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya

9. KPPN Kepulauan 9 Misool, Salawati (Misool)


KPPN Misool memiliki posisi sebagai pusat pertumbuhan perdesaan di
Kabupaten Raja Ampat. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang
terdapat di kawasan ini adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap abrasi pantai
x Kemantapan jalan akses menuju pelabuhan
x Kawasan pelabuhan yang cenderung kumuh, limbah dan persampahan
yang belum tertangani dengan baik
x Kebutuhan air bersih dan air minum di kawasan pelabuhan
x Masih banyaknya rumah kurang layak huni
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di kawasan ini, yaitu :
x Pembangunan pengaman pantai
x Pembangunan jalan menuju pelabuhan
x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya
F. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (31.2) Pertumbuhan
Baru Manokwari

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru
Manokwari.

132
1. PKW Manokwari
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua Barat, Manokwari termasuk
dalam satuan wilayah pengembangan 1 (swp 1) dengan arahan industri,
pertanian, perikanan tangkap budidaya, dan kehutanan. Ibukota Provinsi
Papua Barat ini memiliki luas wilayah 8.664,76 km², jumlah penduduk tahun
2013 mencapai 150.179 jiwa, dengan kepadatan penduduk 10,54 jiwa/km².
Nilai PDRB Manokwari tahun 2013 yaitu Rp. 5.077,65 Miliar. Sektor yang
diunggulkan adalah industri serta perdagangan dan jasa. Potensi eksisting
kawasan pendukung yang ada di PKW Manokwari yaitu dilalui jalan Trans
Papua dan dilalui beberapa sungai besar yaitu Sungai Bian dan Sungai
Kamundan. Kota Manokwari sebagai kota pusat pemerintahan, perdagangan
dan jasa memiliki Bandar Udara Rendani dan Pelabuhan Manokwari dengan
potensi alam kawasan pendukung berupa potensi perikanan, perkebunan
(kelapa sawit), pertanian (padi), tambang, dan pariwisata (Pulau Mansinam,
Taman Wisata Alam Gunung Meja, Danau Anggi Giji dan Anggi Gita,
Panorama Gunung Botak, Bendungan di Sungai Prafi).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW
Manokwari adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Pengendali banjir sungai
x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Manokwari
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan

133
2. KPPN Barat, Prafi, Sidey
KPPN ini berkedudukan sebagai pusat pertumbuhan perdesaan di Kabupaten
Manokwari selain itu juga sebagai pusat kegiatan pertahanan dan keamanan
negara; pusat pemerintahan; pusat perdagangan dan jasa skala internasional,
nasional, dan regional; pusat pengembangan agropolitan dan agroforestri.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan aksesibilitas antar desa dan akses menuju pusat kegiatan
perkotaan
x Sanitasi dan sumber air perumahan belum terlayani dan memenuhi
syarat kesehatan
x Rumah masyarakat yang belum layak huni
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan jalan poros desa menuju jalan perkotaan
x Pembangunan MCK, IPAL, IPLT dan SPAM
x Pembangunan jalan lingkungan perdesaan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya

G. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (32.1) Strategis Migas


Manokwari – Bintuni

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (32.1) Strategis Migas
Manokwari – Bintuni.

1. KI Teluk Bintuni
KI Teluk Bintuni berada di Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni. Pada
tahun 1996, PT. Varita Majutama membuka perkebunan kelapa sawit di
sekitar kampung Tofoi untuk menjadi salah satu pelopor sawit di Tanah
Papua. Setelah itu, pada tahun 2005 proyek gas alam cair tangguh Liquified
Natural Gas (LNG) mulai dibangun sebagai hasil kerjasama perusahaan
raksasa dari seluruh dunia dengan BP sebagai pemegang saham utama. Nilai
investasi KI Teluk Bintuni mencapai Rp. 31 Triliun dengan fokus industri
adalah industri pupuk dan petrokimia, anchor industrinya adalah PT. Pupuk
Indonesia dengan penyerapan tenaga kerja secara keseluruhan mencapai
51.000 orang. Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki
Bandar Udara Babo dan Pelabuhan Penyeberangan Babo. Untuk potensi alam
kawasan pendukungnya berupa potensi perikanan, perkebunan (kelapa

134
sawit), pertanian, tambang (LNG) dan pariwisata (Pantai Teluk Bintuni dan
Danau Tanimaot).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan aksesibilitas pengangkutan bahan baku dan hasil industri
x Kebutuhan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan
x Produksi limbah yang berpotensi merusak alam
x Jumlah tenaga kerja yang besar dan terkonsentrasi di pusat kota
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan jalan poros untuk mendukung KI Teluk Bintuni
x Pembuatan tampungan air
x Pembuatan fasilitas pengelolaan limbah
x Pemenuhan kebutuhan air minum
x Pengelolaan sampah lingkungan

2. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni


Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni merupakan
kawasan yang dilindungi dan mempunyai daya tarik wisata. Beberapa
tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini adalah
sebagai berikut :
x Diperlukan peningkatan ketersediaan akses jalan menuju kawasan
x Diperlukan penanganan limbah rumah tangga dan sampah yang
mencemari lingkungan
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan dan peningkatan jalan
x Pembangunan infrastruktur IPAL dan persampahan

H. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (32.2) Pertumbuhan


Baru Biak

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru
Biak.

1. PKW Biak
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, Biak termasuk dalam KPE –
Saeri dengan arahan pengembangan industri kecil dan menengah,
pariwisata, dan perikanan. PKW Biak merupakan ibukota Kabupaten Biak

135
Numfor dengan luas wilayah 21.572 km² dan jumlah penduduk pada tahun
2014 mencapai 156.023 jiwa. Biak memiliki sektor potensial berupa industri
kecil dan menengah. Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki
Bandar Udara Frans Kaiseipo dan Pelabuhan Penyeberangan Biak. Adapun
potensi alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi perikanan
(rumput laut, ikan mas, dan udang galah), perkebunan, perikanan, tambang,
dan pariwisata.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Biak
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Biak
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur rumah layak huni
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan

2. Pelabuhan ASDP Numfor


Pelabuhan ASDP Numfor berada di Kabupaten Biak Numfor sebagai salah
satu akses keluar masuk Kabupaten Biak Numfor.

3. KAPET Biak
KAPET Biak ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1998.
Cakupan wilayah KAPET Biak terdiri dari Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten
Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten
Nabire, Kabupaten Mimika, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni,
2
dan Kabupaten Teluk Wondama dengan luas 101.748,56 km .

136
I. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (33.1) Pertumbuhan
Baru Nabire

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru
Nabire.

1. PKW Nabire
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, Kabupaten Nabire termasuk
dalam KPE - Meepago, dengan arahan pengembangan industri besar,
pertambangan (semen, smelter), dan pertanian. PKW Nabire merupakan
ibukota Kabupaten Nabire dengan luas wilayah 6.861,65 km², jumlah
penduduk mencapai 130.314 jiwa, dengan kepadatan penduduk 18,99
jiwa/km². Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu kawasan ini dilalui
jalan Trans Papua serta memiliki Bandar Udara Yos Sudarso Nabire dan
Pelabuhan Samabusa. Adapun potensi alam kawasan pendukungnya yaitu
berupa potensi industri besar, pertambangan, dan pertanian.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Nabire
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Biak
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur rumah layak huni
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan

137
J. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (33.2) Pertumbuhan
Baru Timika

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru
Timika.

1. PKN Timika
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, PKN Timika termasuk dalam
KPE - Meepago, dengan arahan pengembangan industri besar,
pertambangan (semen, smelter), alam, perkebunan (kopi dan buah merah),
peternakan (babi), dan pertanian holtikultura. Kota Timika sebagai ibukota
Kabupaten Mimika merupakan pusat perdagangan dan jasa. Timika memiliki
luas wilayah 19.592 km², jumlah penduduk mencapai 183.633 jiwa, dengan
kepadatan penduduk 9,37 jiwa/km². Potensi eksisting kawasan
pendukungnya yaitu memiliki Bandar Udara Moses Kilangin dan Pelabuhan
Poumako Timika. Adapun potensi alam kawasan pendukung yaitu berupa
industri besar, pertambangan, dan pertanian.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKN Timika
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan
x Sering terjadi genangan di beberapa lokasi akibat saluran sungai yang
meluap dan drainase kurang berfungsi dengan baik
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan
x Pengendali banjir akibat sungai yang meluap
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur rumah layak huni
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan

138
K. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (33.3) Pertumbuhan
Baru Wamena

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (33.3) Pertumbuhan Baru
Wamena.

1. PKW Wamena
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, PKW Wamena termasuk dalam
KPE – Meepago dengan arahan pengembangan industri besar, pertambangan
(semen, smelter), pertanian alam, perkebunan (kopi dan buah merah),
peternakan (babi), dan pertanian holtikultura. Kota Wamena sebagai ibukota
Kabupaten Jayawijaya memiliki luas 6.585 km² dengan jumlah penduduk
mencapai 196.085 jiwa. Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu
memiliki Bandar Udara Wamena, adapun potensi alam kawasan pendukung
dari sektor potensial yaitu pertanian (ubi jalar, keladi, jagung), perkebunan
(kopi), dan peternakan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Wamena
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan rumah khusus dan swadaya
x Pembangunan infrastruktur sanitasi lingkungan (MCK, air bersih, dan
sampah)

2. Kawasan Taman Nasional Lorentz


Taman Nasional Lorentz adalah sebuah taman nasional yang secara geografis
° 0 0
terbentang pada 3 41’ - 5°30’ LS dan 136 6’ - 139 9’ BT. Kawasan Taman

139
Nasional Lorentz meliputi beberapa wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten
Jayawijaya, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Pania, Kabupaten Asmat, Kabupaten Nduga, Kabupaten
Lanni Jaya, Kabupaten Puncak dan Kabupaten Intan Jaya. Luas wilayah taman
nasional ini sebesar 2.236.297,32 ha. Penetapan Taman Nasional Lorentz
melalui SK. Menteri Kehutanan No.154/KPTS-II/1997 tanggal 19 Maret 1997.
Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki Bandar Udara Moses
Kilangin dan Pelabuhan Poumako Timika. Untuk potensi alam kawasan
pendukungnya yaitu berupa potensi industri besar, pertambangan, dan
pertanian.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan penanganan air baku
x Ketersediaan akses jalan menuju Kawasan Taman Nasional Lorentz
masih perlu ditingkatkan
x Diperlukan penanganan limbah rumah tangga dan air minum
x Kurang tersedianya perumahan untuk pemukiman masyarakat kurang
mampu
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pembangunan infrastruktur sanitasi (MCK), air bersih, dan persampahan
x Pembangunan rumah khusus dan swadaya

L. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (34.1) Pertumbuhan


Baru Jayapura – Skouw

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru
Jayapura – Skouw.

1. PKN Jayapura
Kota Jayapura merupakan ibukota Provinsi Papua yang berkedudukan
sebagai pusat perdagangan, jasa, dan pemerintahan. Luas wilayahnya
940 km² dan jumlah penduduknya pada tahun 2014 mencapai 315.872 jiwa.
Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, PKN Jayapura termasuk dalam
KPE - Mamta, dengan arahan pengembangan industri kecil dan menengah,
dan perkebunan (kakao, kelapa sawit, kelapa, dan sagu). Potensi eksisting
kawasan pendukungnya yaitu memiliki Pelabuhan Jayapura. Adapun potensi

140
alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi pertanian, perikanan, dan
pariwisata.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKN Jayapura
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan
x Sering terjadi genangan di beberapa lokasi karena letaknya di tepi laut
sehingga berpotensi terhadap intrusi air laut ke daratan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan
x Pengendali banjir dan penanganan abrasi pantai
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan infrastruktur sanitasi lingkungan (MCK, air bersih, dan
sampah)

2. Pelabuhan Jayapura (Feeder)


Pelabuhan Jayapura (Feeder) berada di Kota Jayapura. Pelabuhan ini
mendukung program Tol Laut dan merupakan Hub Utama Papua dan
Maluku. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di Pelabuhan Jayapura
adalah sebagai berikut :
x Truk kontainer long vehicle yang lalu lalang keluar masuk pelabuhan,
berbaurnya kendaraan kecil dan besar, dan daya dukung jalan
x Kebutuhan air baku yang besar
x Terdapat limbah dan sanitasi kawasan pelabuhan
x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir
Adapun indikasi program utama pada Pelabuhan Jayapura, yaitu :
x Pembangunan jalan dan jembatan khusus kendaraan berat
x Peningkatan dan pembangunan intake air baku
x Pembangunan IPAL, IPLT, dan TPS kawasan pelabuhan
x Pembangunan perumahan layak huni

141
3. KPPN Heram, Muara Tami
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Rentan terhadap ketersediaan air baku dan perlu pengendalian banjir
x Diperlukan aksesibilitas antar desa dan akses menuju pusat kegiatan
perkotaan
x Sanitasi dan sumber air perumahan belum terlayani dan memenuhi
syarat kesehatan
x Diperlukan jalan akses dalam lingkungan perdesaan yang layak
x Rumah masyarakat yang belum layak huni
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Pembangunan jalan poros desa menuju jalan perkotaan
x Pembangunan MCK, IPAL, IPLT, dan SPAM
x Pembangunan jalan lingkungan perdesaan
x Pembangunan perumahan layak huni

4. PKSN Jayapura
PKSN Jayapura berada di Kecamatan Muara Tami, Kota Jayapura. Pada PKSN
ini yang berbatasan langsung dengan Papua New Guinea adalah Kampung
Skouw Sae, Skouw Yambe, dan Skouw Mabo. PKSN Jayapura mempunyai
fungsi sebagai pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara, pusat
pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional,
dan regional, pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian,
hasil hutan, perkebunan, dan perikanan, pusat promosi pariwisata dan
komoditas unggulan berbasis potensi lokal.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam
pengembangan PKSN Jayapura adalah sebagai berikut :
x Infrastruktur jalan yang sudah rusak dan kurang memadai
x Kurang tersedianya air baku untuk segala kebutuhan
x Masih minimnya infrastruktur persampahan dan air bersih
x Kurang tersedianya perumahan di wilayah perbatasan
Adapun indikasi program utama dalam pengembangan PKSN Jayapura, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan TPST dan distribusi air bersih

142
x Penataan lingkungan kumuh
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus

5. PLBN Skouw
PLBN Skouw merupakan kawasan perlintasan darat dengan Papua New
Guinea di Kota Jayapura dengan tipologi tradisional/darat.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PLBN Skouw
adalah sebagai berikut :
x Infrastruktur jalan yang sudah rusak dan kurang memadai
x Kurang tersedianya air baku untuk segala kebutuhan
x Masih minimnya infrastruktur persampahan dan air bersih
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat di wilayah perbatasan
Adapun indikasi program utama pada PLBN Skouw, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di perbatasan
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan TPST dan distribusi air bersih
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus

6. Kota Baru Jayapura


Kota Baru Jayapura termasuk ke dalam wilayah Kota Jayapura yang
pembangunannya dimaksudkan untuk memperluas pengembangan Kota
Jayapura. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di
Kota baru Jayapura adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap banjir akibat luapan air sungai, abrasi
pantai, dan kurangnya air baku
x Ketersediaan akses jalan dan jembatan masih perlu ditingkatkan
x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan
lingkungan kumuh
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat di wilayah perbatasan
Adapun indikasi program utama pada Kota Baru Jayapura, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Penanganan abrasi pantai
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan dan penataan
lingkungan kumuh
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya

143
7. Kawasan Perbatasan Darat Negara RI dengan Negara Papua New
Guinea
Kawasan Perbatasan Darat RI dengan PNG, meliputi Kota Jayapura,
Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven
Digoel, dan Kabupaten Merauke. Luas kawasan perbatasan Papua
berdasarkan luas distrik yang berbatasan langsung dengan Papua New
2
Guinea adalah 37.061 km . Distrik Merauke merupakan distrik terbesar
2
dengan luas wilayah 8.960 km , sedangkan yang terkecil adalah adalah Distrik
2
Batom dengan luas wilayah 440 km .
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik
karena luapan air sungai dan kurangnya air baku
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan
lingkungan kumuh
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat di wilayah perbatasan
Adapun indikasi program utama untuk kawasan ini, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan, dan penataan
lingkungan kumuh
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya

M. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (34.2) Pertumbuhan


Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah

Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka


pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru
Merauke – Salor Muting – Tanah Merah.

1. PKW Merauke
PKW Merauke mempunyai fungsi sebagai pusat kegiatan pertahanan dan
keamanan negara, pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa skala
internasional, nasional dan regional, dan pusat pengembangan agropolitan
dan agroforestri. Potensi eksisting kawasan pendukung PKW Merauke yaitu

144
memiliki Bandar Udara Mopah dan Pelabuhan Merauke. Adapun potensi
alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi industri, pertanian (padi),
pariwisata dan perikanan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Merauke
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di
Merauke
x Pembangunan rumah khusus dan swadaya
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan

2. PKW Muting
Potensi kawasan pendukung PKW Muting adalah sebagai pusat kegiatan
pertahanan dan keamanan negara, pusat pemerintahan, pusat perdagangan
dan jasa skala internasional, nasional dan regional, pusat pengembangan
agropolitan dan agroforestri, serta simpul transportasi sekunder di kawasan
perbatasan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di
PKW Muting adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik
karena luapan air sungai dan kurangnya air baku
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan

145
x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan
lingkungan kumuh
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat
Adapun indikasi program utama untuk PKW Muting, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di
Muting
x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan, dan penataan
lingkungan kumuh
x Pembangunan perumahan layak huni

3. KTM Salor
KTM Salor berada di Kabupaten Merauke yang terdiri dari 5 kecamatan yaitu
Distrik Kurik, Distrik Animba, Distrik Semangga, Distrik Tanah Miring, dan
Distrik Malind. Pusat KTM berada di Kampung Salor dengan luas kawasan
481.006 ha. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di
KTM Salor adalah sebagai berikut :
x Pengembangan sektor tanaman pangan dan perikanan
x Aksesibilitas antar KTM dengan kawasan Merauke
x Penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, dan infrastruktur lingkungan
KTM (jalan lingkungan)
x Perumahan yang belum layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan KTM Salor, yaitu :
x Pembangunan daerah dan jaringan irigasi
x Pembangunan tampungan air dan intake air baku
x Pembangunan jalan dan jembatan yang menghubungkan kawasan
x Pembangunan SPAM, IPLT, IPAL, dan TPA
x Pembangunan jalan lingkungan KTM
x Pembangunan perumahan layak huni

4. KTM Muting
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KTM Muting
adalah sebagai berikut :
x Pengembangan sektor tanaman pangan dan perikanan
x Aksesibilitas antar KTM dengan kawasan Merauke

146
x Penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, dan infrastruktur lingkungan
KTM (jalan lingkungan)
x Perumahan yang belum layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan KTM Muting, yaitu :
x Pembangunan daerah dan jaringan irigasi
x Pembangunan tampungan air dan intake air baku
x Pembangunan jalan dan jembatan yang menghubungkan kawasan
x Pembangunan SPAM, IPLT, IPAL, dan TPA
x Pembangunan jalan lingkungan KTM
x Pembangunan perumahan layak huni
5. KEK Merauke
KEK Merauke masuk dalam Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP) kawasan
MIFFE, dengan komoditi padi sawah, jagung, dan padi gogo.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KEK Merauke
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan dan
pengendalian banjir
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga diperlukan perumahan, air
bersih, pengelolaan limbah, dan persampahan
Adapun indikasi program utama untuk KEK Merauke, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pembangunan saluran irigasi
x Pengendalian banjir
x Pembangunan jalan dan jembatan menuju dan di kawasan KEK Merauke
x Pembangunan perumahan
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan

6. PKSN Merauke
PKSN Merauke mempunyai fungsi sebagai pusat kegiatan pertahanan dan
keamanan negara, pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa skala
internasional, nasional dan regional, serta pusat industri pengolahan dan

147
industri jasa hasil pertanian, hasil hutan, perkebunan dan perikanan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKSN
Merauke adalah sebagai berikut:
x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan dan
pengendalian banjir
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga diperlukan perumahan, air
bersih, pengelolaan limbah, dan persampahan
Adapun indikasi program utama untuk KEK Merauke, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pembangunan saluran irigasi
x Pengendalian banjir
x Pembangunan jalan dan jembatan menuju dan di kawasan PKSN
Merauke
x Pembangunan perumahan
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan

7. KPPN Kurik, Malind, Tanah Miring (Kab. Merauke)


Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini
adalah sebagai berikut:
x Diperlukan aksesibilitas antar desa dan akses menuju pusat kegiatan
perkotaan
x Sanitasi dan sumber air perumahan belum terlayani dan memenuhi
syarat kesehatan
x Diperlukan jalan akses dalam lingkungan perdesaan yang layak
x Rumah masyarakat yang belum layak huni
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan jalan poros desa menuju jalan perkotaan
x Pembangunan MCK, IPAL, IPLT dan SPAM
x Pembangunan jalan lingkungan perdesaan
x Pembangunan perumahan layak huni

148
3.2.2 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan

A. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan (29.1) Morotai –


Tobelo dan Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore

1. Kawasan Sidangoli
Kawasan Sidangoli terletak di Kabupaten Halmahera Barat. Kawasan ini
merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan perekonomian dengan
pengembangan pada sektor pendidikan dan industri. Kawasan Sidangoli
mempunyai potensi perdagangan dan jasa, perkebunan, industri
pertambangan, kawasan pertambangan, pariwisata, permukiman,
pengolahan, dan penangkapan perikanan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Kurang optimalnya pemanfaatan dan pengembangan potensi sumber
daya air
x Terdapat kawasan yang rawan terkena abrasi pantai
x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air
bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan pengamanan pantai
x Penyediaan dan pengembangan sarana air minum

B. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan (31.1) Ekonomi


Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat dan Kawasan (31.2)
Pertumbuhan Baru Manokwari

1. PKW Ayamaru
PKW Ayamaru berada di Kabupaten Maybrat dengan luas wilayah 5.461,69
km² dan jumlah penduduk pada tahun 2013 mencapai 35.798 jiwa. Jumlah
PDRB kabupaten ini Rp. 394,64 Miliar dengan PDRB/Kapita Rp. 10,78 Juta.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Ayamaru
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan

149
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku
x Pembangunan drainase perkotaan
x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Utara Ayamaru
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di
Ayamaru
x Pembangunan perumahan masyarakat Ayamaru
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan

2. Bandar Udara Werur


Bandar Udara Werur berada di Kabupaten Tambrauw dengan panjang
landasan 1.200 m. Bandar udara ini melayani akses penerbangan antar
kabupaten dan menuju pusat provinsi.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di Bandar Udara Werur adalah
sebagai berikut :
x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air
bersih untuk menunjang kegiatan Bandar Udara Werur
x Ketersediaan akses jalan menuju Bandar Udara Werur masih perlu
ditingkatkan
x Kurangnya ketersediaan pasokan air minum di beberapa tempat dan
terdapat penumpukan sampah karena tidak memadainya tempat
pembuangan sampah
Adapun indikasi program utama pada Bandar Udara Werur adalah sebagai
berikut :
x Pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan jalan dan jembatan menuju Bandar Udara Werur
x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan bandar udara
x Penyediaan TPS
x Pembangunan perumahan masyarakat

150
3. Pelabuhan Laut Segun (PL)
Pelabuhan Laut Segun berada di Kabupaten Sorong Selatan. Beberapa
tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Pelabuhan Laut Segun
adalah sebagai berikut :
x Kebutuhan air baku
x Peningkatan akses jalan dan jembatan
x Kebutuhan air baku yang besar, serta limbah dan sanitasi kawasan
pelabuhan
x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di Pelabuhan Laut Segun,
yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pembangunan jalan dan jembatan menuju pelabuhan
x Peningkatan dan pembangunan intake air baku
x Pembangunan IPAL, IPLT dan TPS kawasan pelabuhan
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus, rumah susun, dan swadaya

C. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan (33.1)


Pertumbuhan Baru Nabire dan Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika

1. Kawasan Taman Nasional Lorentz


(Profil kawasan ini sudah dijelaskan pada Subbab 3.2.1)

D. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan (34.1)


Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw dan Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru
Merauke – Salor Muting – Tanah

1. PKW Arso
PKW Arso berada di Kabupaten Keerom dengan luas wilayahnya 9.365 km²
dan jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 53.041 jiwa. PKW Arso
terdiri dari 7 distrik dan 61 kampung. Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi
Papua, Arso termasuk dalam KPE – Mamta dengan arahan pengembangan
wilayah sebagai sentra pengembangan industri kecil dan menengah serta
perkebunan (kakao, kelapa sawit, kelapa, dan sagu).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Arso
adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik
karena luapan air sungai dan kurangnya air baku
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan

151
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan
lingkungan kumuh
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat
Adapun indikasi program utama untuk PKW Arso, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di
Arso
x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan, dan penataan
lingkungan kumuh
x Pembangunan perumahan masyarakat Arso

2. KTM Senggi
KTM Senggi berada di Kampung Usku, Distrik Senggi, Kabupaten Keerom.
KTM Senggi diarahkan untuk budidaya tanaman pangan berupa tanaman
kedelai. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KTM
Senggi adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap banjir akibat luapan air sungai
x Ketersediaan jaringan jalan di KTM Senggi masih sangat terbatas
x Diperlukan penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan infrastruktur
lingkungan KTM
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan KTM Senggi, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur pengendali banjir di KTM
x Pembangunan jalan lingkungan KTM
x Pembangunan distribusi air bersih, persampahan, dan pengelolaan air
limbah
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya

3. Kawasan Perbatasan Darat Negara RI dengan PNG (Kab. Keerom, Kab.


Boven Digoel, dan Kab. Pegunungan Bintang)
(Profil kawasan ini sudah dijelaskan pada Subbab 3.2.1)

4. PKSN Tanah Merah


PKSN Tanah Merah berada di Kabupaten Boven Digoel dengan luas wilayah
sebesar 27.837 km² dan jumlah penduduk tahun 2014 mencapai 58.840 jiwa.

152
Potensi wilayah ini diarahkan sebagai sentra produksi pertanian, perkebunan
(kopi), peternakan, dan perikanan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam
pengembangan PKSN Tanah Merah adalah sebagai berikut :
x Ketersediaan sarana dan prasarana dasar di kawasan perbatasan belum
memadai, khususnya untuk sarana dan prarasana transportasi serta
sarana dan prasarana dasar sosial dan ekonomi
x Perlu penanganan terhadap banjir akibat luapan air sungai dan
kekurangan air bersih
x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, dan persampahan
x Kurang tersedianya perumahan untuk pemukiman masyarakat kurang
mampu
Adapun indikasi program utama dalam pengembangan PKSN Tanah Merah,
yaitu :
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku, jaringan irigasi, dan
pengendalian banjir
x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, dan penataan lingkungan
kumuh
x Pembangunan rumah khusus dan swadaya

3.2.3 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS

A. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS 29 Ternate – Sofifi –


Daruba dan WPS 30 Ambon – Masohi

1. KI Buli
Kawasan Industri Buli/Halmahera Timur berada di Kecamatan Buli,
Kabupaten Halmahera Timur dengan luas hingga 300 ha. Beberapa
infrastruktur pendukung kawasan ini yaitu terdapat jaringan jalan provinsi
yang menghubungkan Kota Maba ke Buli sepanjang 1,5 km, Bandara Buli,
serta Pelabuhan milik PT. Antam. Saat ini sedang dibangun smelter
pengolahan biji nikel. Buli mempunyai potensi perdagangan dan jasa,
perkebunan, kawasan dan industri pertambangan, pariwisata, permukiman,
pengolahan, dan penangkapan perikanan.
Beberapa tantangan dan dukungan infrastruktur yang diperlukan KI Buli
adalah sebagai berikut :
x Kurang tersedianya air baku untuk kebutuhan masyarakat
x Diperlukan peningkatan infrastruktur jalan menuju kawasan

153
x Diperlukan penyediaan perumahan bagi pekerja di kawasan industri
Adapun indikasi program utama dalam pengembangan KI Buli, yaitu :
x Pembangunan sarana/prasarana air baku
x Peningkatan dan pelebaran jalan menuju kawasan industri
x Pembangunan rumah susun untuk pekerja

2. KPPN Maba
Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional Maba yang berada di Kabupaten
Halmahera Timur mempunyai potensi budidaya perikanan, distribusi kayu,
perkebunan, dan pariwisata. Kawasan ini berpotensi pada sektor
perdagangan dan jasa, perkebunan, pariwisata, dan permukiman. Beberapa
tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada KPPN Maba adalah
sebagai berikut :
x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan
perdesaan
x Masih kurangnya pipa distribusi penyaluran air minum
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan KPPN Maba, yaitu :
x Pembangunan sarana/prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Pembangunan jalan poros
x Pembangunan SPAM perdesaan berbasis masyarakat
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

3. Pelabuhan Laut Dorosagu


Pelabuhan Laut Dorosagu yang berada di Kabupaten Halmahera Timur
merupakan pintu gerbang kegiatan perekonomian dan tempat distribusi
muatan atau barang. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor
perdagangan dan jasa, pariwisata, permukiman, serta pengolahan dan
penangkapan perikanan. Adapun tantangan dan potensi kerusakan di
kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung
konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya
yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

154
4. Pelabuhan Pengumpan Lokal Subaim
Pelabuhan Pengumpan Lokal Subaim yang berada di Kabupaten Halmahera
Timur merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang
kegiatan industri dan perdagangan. Pelabuhan ini mendukung potensi di
sektor perdagangan dan jasa, pariwisata, permukiman, serta pengolahan dan
penangkapan perikanan. Adapun tantangan dan potensi kerusakan di
kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung
konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya
adalah peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

5. PKW Labuha
PKW Labuha adalah ibukota atau pusat pemerintahan dari Kabupaten
Halmahera Selatan yang merupakan sebuah kabupaten di sebelah selatan
wilayah Provinsi Maluku Utara. Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi
yang relatif baru hasil pemekaran dari Provinsi Maluku. Kabupaten
Halmahera Selatan resmi berdiri pada tanggal 9 Juni tahun 2003. Semenjak
resmi menjadi kabupaten, kontrol pemerintahan wilayah ini dipusatkan di
Kota Labuha. Kota Labuha sendiri terletak di Pulau Bacan, salah satu pulau
terbesar yang dimiliki Kabupaten Halmahera Selatan. PKW Labuha
mempunyai potensi budidaya dan penangkapan perikanan, pertambangan,
perkebunan, dan pariwisata.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Labuha
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan PKW Labuha, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai

155
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kawasan kumuh
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

6. Pelabuhan Pengumpan Lokal Pigaraja


Pelabuhan Pengumpan Lokal Pigaraja yang berada di Kabupaten Halmahera
Selatan merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang
kegiatan perdagangan. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor
perikanan, pariwisata, dan perdagangan. Tantangan dan potensi kerusakan di
kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung
konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya
yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

7. Pelabuhan Pengumpan Lokal Pelita


Pelabuhan Pengumpan Lokal Pelita yang berada di Kabupaten Halmahera
Selatan merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang
kegiatan perdagangan. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor
perikanan, pariwisata dan perdagangan. Tantangan dan potensi kerusakan di
kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung
konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya
yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

8. Pelabuhan ASDP Wayaloar


Pelabuhan ASDP Wayaloar yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan
melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan
ruteWayaloar-Sanana dan Wayaloar-Seram Utara. Pelabuhan ini mendukung
potensi di sektor perikanan, pariwisata dan perdagangan. Tantangan dan
potensi kerusakan di kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan
jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi
program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju
pelabuhan.

9. PKW Sanana
PKW Sanana merupakan ibukota dari Kabupaten Kepulauan Sula. Kota ini
merupakan hasil pemekaran wilayah yang berdasarkan Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003. Total luas wilayah Sanana

156
adalah 429,44 km² dengan pusat pertumbuhan Gugus Kepulauan Sula Bagian
Barat dan Gugus Kepulauan Sula Bagian Timur. PKW Sanana memiliki potensi
di sektor perikanan, pertanian, pertambangan, pariwisata, perdagangan dan
jasa, serta permukiman.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Sanana
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan PKW Sanana, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

10. PKW Werinama


PKW Werinama berada di Kabupaten Seram Bagian Timur sebagai pusat
pengembangan perikanan dan kelautan berbasis riset pengembangan
kelautan, pengembangan prasarana dan sarana perkotaan untuk mendukung
kegiatan perdagangan dan jasa dan mempunyai potensi di sektor perikanan,
pertanian, pertambangan, pariwisata, perdagangan dan jasa serta
permukiman.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW
Werinama adalah sebagai berikut:
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum

157
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Sering meluapnya air Sungai Werinama pada waktu hujan
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan PKW Werinama, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Pembangunan turap sungai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kawasan kumuh
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
11. PKW Bula
PKW Bula merupakan ibukota Kabupaten Seram Bagian Timur dengan luas
wilayah Kabupaten Seram Bagian Timur seluruhnya ± 15.887,92 km² yang
terdiri dari luas lautan 11.935,84 km² dan luas daratan 3.952,08 km². PKW
Bula memiliki potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan,
pariwisata, perdagangan dan jasa, serta permukiman.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Bula
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih

158
x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan PKW Bula, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kawasan kumuh
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

12. KPPN Bula


Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional Bula yang berada di Kabupaten Seram
Bagian Timur memiliki potensi di sektor, pertanian, dan perkebunan.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada KPPN Bula
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan
perdesaan
x Masih kurangnya pipa distribusi penyaluran air minum
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan KPPN Bula, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Pembangunan jalan poros
x Pembangunan SPAM perdesaan berbasis masyarakat
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

13. PKW Tual


PKW Tual berada di Kota Tual dengan luas wilayah 19.088,29 km² yang terdiri
dari luas daratan 352,66 km² (1,33 %) dan luas lautan 18.736 km² (98,67%).
Kota Tual Kepulauan (city of small islands) merupakan gugusan pulau - pulau

159
kecil yang terdiri dari 66 pulau dimana 13 pulau diantaranya berpenghuni,
memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang melimpah serta kondisi
pulau-pulau kecil dan pesisir yang indah permai karena dikelilingi pasir putih.
Kota Tual mempunyai potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan
dan pariwisata. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat
pada PKW Tual adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Sering terjadi genangan ketika hujan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan PKW Tual, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan drainase
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kawasan kumuh
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

14. PPN Tual


PPN Tual berada di Kabupaten Maluku Tenggara merupakan pelabuhan
dengan tipe Jetty yang berukuran 150 m x 6 m dengan cause way 2 (60 m x 2
m). PPN Tual mempunyai potensi di sektor perikanan, pertanian,
pertambangan dan pariwisata. Terdapat tantangan di PPN Tual yaitu
banyaknya sampah dan limbah ikan yang dibuang sembarangan, maka dari
itu indikasi program utamanya yaitu dibutuhkan pembangunan TPS.

160
15. Pelabuhan ASDP Tayando
Pelabuhan ASDP Tayando yang berada di Kota Tual melayani perpindahan
muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan rute Tayando-Tam dan
Tayando-Kur. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor perikanan dan
pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di Pelabuhan ASDP
Tayando yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung
konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya
yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

16. PKW Namlea


PKW Namlea merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Buru. Kecamatan
Namlea merupakan ibukota Kabupaten Buru yang terdiri dari 11 desa dan 9
dusun dengan luas wilayah 951,15 km². PKW Namlea mempunyai potensi di
sektor perikanan, pertanian, pertambangan, dan pariwisata.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Namlea
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang
x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas
kawasan
x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai
x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan PKW Namlea, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
x Pembangunan TPST/3R
x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
x Pembangunan SPAM IKK
x Penataan kawasan kumuh
x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR

161
17. Bandar Udara Namniwel
Bandar Udara Namniwel berada di Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru.
Bandar udara yang berjarak sekitar 6 km dari Kota Namlea ini memiliki
ukuran landasan pacu 750 m × 23 m. Bandar udara ini mempunyai potensi di
sektor pertambangan dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi
kerusakan di bandar udara ini yaitu diperlukan peningkatan infrastruktur
jalan menuju kawasan bandar udara, maka dari itu indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju kawasan bandar
udara.

18. Pelabuhan Air Buaya


Pelabuhan Air Buaya berada di Kabupaten Buru merupakan tempat kegiatan
alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan yang melayani
rute Air Buaya-Leksula dan Air Buaya-Taniwel. Pelabuhan yang memiliki
konstruksi pelabuhan beton dengan tipe T-Shape ini mempunyai potensi di
sektor perikanan dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan
di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang
mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

19. Pelabuhan Pengumpan Lokal Bilorro (Teluk Bara)


Pelabuhan Pengumpan Lokal Bilorro (Teluk Bara) berada di Kabupaten Buru
Selatan merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang
kegiatan perdagangan. Pelabuhan yang memiliki konstruksi pelabuhan beton
dengan tipe T-Shape ini mempunyai potensi di sektor perikanan dan
pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu
diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju
pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan
pelebaran jalan menuju pelabuhan.

20. PKSN Ilwaki


PKSN Ilwaki berada di Kabupaten Maluku Barat Daya, yang berbatasan laut
dengan Negara Timor Leste. Kawasan ini mempunyai potensi di sektor
perikanan, pertanian, pertambangan, dan pariwisata. Beberapa tantangan
dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKSN Ilwaki adalah sebagai
berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan
perbatasan

162
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan PKSN Ilwaki, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan jalan poros
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah khusus bagi TNI/POLRI

21. Pelabuhan ASDP Moa


Pelabuhan ASDP Moa berada di Kabupaten Maluku Barat Daya. Pelabuhan ini
melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan
rute Moa - Lakor dan Moa - Leti. Pelabuhan yang memiliki konstruksi
pelabuhan beton dengan ukuran 38 m x 8 m ini mempunyai potensi di sektor
perikanan, pertanian, pertambangan, dan pariwisata. Terdapat tantangan
dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan
jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari
itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan
menuju pelabuhan.

22. Pelabuhan ASDP Leti


Pelabuhan ASDP Leti berada di Kabupaten Maluku Barat Daya. Pelabuhan ini
melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan
rute Leti - Moa & Leti - Kisar/Wonreli. Pelabuhan yang memiliki konstruksi
pelabuhan beton tipe L-Shape dengan ukuran 70 m x 8 m ini mempunyai
potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan, dan pariwisata.
Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan
peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan,
maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran
jalan menuju pelabuhan.

23. PKSN Dobo


PKSN Dobo berada di Kabupaten Kepulauan Aru yang berbatasan laut
dengan Negara Australia. Potensi yang dimiliki bernilai ekonomis yang sangat
besar terutama potensi sumber daya alam berupa hasil hutan, tambang dan
mineral, perikanan, dan kelautan. Beberapa tantangan dan potensi
kerusakan yang terdapat pada PKSN Dobo adalah sebagai berikut :
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum

163
x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan
perbatasan
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam
pengembangan PKSN Dobo, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan jalan poros
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah khusus bagi TNI/POLRI

24. Pelabuhan Penyebrangan Dobo


Pelabuhan Penyebrangan Dobo berada di Kabupaten Kepulauan Aru.
Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar
pulau dengan rute Kota Tual, Banda, Tanimbar, Yamdena, bahkan sampai ke
Merauke. Pelabuhan ini mempunyai potensi di sektor perikanan dan
pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu
diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju
pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan
pelebaran jalan menuju pelabuhan.

25. Pelabuhan ASDP Weda


Pelabuhan ASDP Weda berada di Kabupaten Halmahera Tengah. Pelabuhan
ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau
selain memiliki potensi di sektor perikanan dan pariwisata. Terdapat
tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan
peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan,
maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran
jalan menuju pelabuhan.

26. Pelabuhan Pengumpan Lokal Sepo


Pelabuhan Pengumpan Lokal Sepo yang berada di Kabupaten Halmahera
Tengah ini merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan
penunjang kegiatan perdagangan. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan
di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang
mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

164
27. Pelabuhan Pengumpan Lokal Seira
Pelabuhan Pengumpan Lokal Seira yang berada di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat ini merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan
penunjang kegiatan perdagangan dengan rute Seira – Saumlaki dan Seira -
Wunlah. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu
diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju
pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan
pelebaran jalan menuju pelabuhan.

28. PKSN Saumlaki


PKSN Saumlaki yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat merupakan
kawasan yang berbatasan laut dengan Negara Timor Leste dan Australia.
Kawasan ini memiliki potensi di sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan
rumput laut. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada
PKSN Saumlaki adalah sebagai berikut:
x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum
x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan
perbatasan
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni

Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam


pengembangan PKSN Saumlaki, yaitu :
x Pembangunan sarana dan prasarana air baku
x Pembangunan jalan poros
x Pembangunan SPAM IKK
x Pembangunan rumah khusus bagi TNI/POLRI

29. Pelabuhan Pengumpan Lokal Wolu


Pelabuhan Pengumpan Lokal Wolu berada di Kabupaten Maluku Tengah.
Salah satu kegiatan di pelabuhan ini adalah sebagai tempat kegiatan alih
moda transportasi selain sebagai penunjang dalam kegiatan perdagangan.
Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan Pelabuhan
Pengumpan Lokal Wolu adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang
mendukung konektivitas menuju pelabuhan, untuk itu indikasi program
utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.

165
30. Pelabuhan ASDP Wunlah
Pelabuahan ASDP Wunlah berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Salah satu kegiatan di pelabuhan ini adalah sebagai tempat kegiatan alih
moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan dengan rute
Wunlah – Seira dan Wunlah - Larat. Pelabuhan ini mempunyai potensi di
sektor perikanan dan pariwisata. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam
pengembangan Pelabuhan ASDP Wunlah adalah diperlukan peningkatan
jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, untuk itu
indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju
pelabuhan.

B. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS 31 Sorong –


Manokwari dan WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni

1. PKW Fakfak
PKW Fakfak adalah ibukota dari Kabupaten Fakfak. Luas wilayah PKW Fakfak
2
adalah 14.320 km yang terdiri 9 distrik, 5 kelurahan, dan 118 kampung.
Jumlah penduduk pada tahun 2013 mencapai 71.069 jiwa dengan kepadatan
2
penduduk mencapai 4,96 jiwa/km . Tingkat kemiringan/kelerengan sebagian
besar merupakan wilayah pegunungan dengan kemiringan >400 dengan luas
wilayah mencapai 2.297.964 ha atau sekitar 61% dari total luas. Potensi
wisata yang ada di PKW Fakfak antara lain adalah Pantai Patawana, Air Terjun
Kiti Kiti, dan Goa Kokas. PKW Fakfak memiliki prasarana transportasi
pendukung yaitu Bandara Torea dan Pelabuhan Kokas.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Fakfak
adalah sebagai berikut :
x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk
masyarakat perkotaan
x Diperlukan penanganan terhadap abrasi pantai
x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk
menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas
jalan
x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan
yang padat dan kumuh
x Kurangnya pasokan air bersih
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing
tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah :
x Pembangunan embung dan intake air baku

166
x Perlindungan terhadap abrasi pantai
x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan
x Pembangunan perumahan masyarakat Fakfak
x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan
x Pembangunan IPAL dan persampahan
C. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS 32 Biak – Manokwari –
Bintuni dan WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena

1. Pelabuhan ASDP Kaonda dan Pelabuhan Laut Dawai


Pelabuhan ASDP Kaonda berada di Distrik Poom, Kabupaten Kepulauan
Yapen, sedangkan Pelabuhan Dawai berada di Kampung Dawai, Distrik Yapen
Timur, Kabupaten Kepulauan Yapen. Kedua pelabuhan ini dilalui KM. Sabuk
Nusantara 29 dengan rute pelayaran melewati Pelabuhan Sarmi, Kaipuri,
Waren, Serui dan Nabire. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang
terdapat di kawasan pelabuhan ini adalah sebagai berikut :
x Ketersediaan akses jalan menuju Pelabuhan ASDP Kaonda dan
Pelabuhan Laut Dawai masih perlu ditingkatkan
x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air
bersih untuk kebutuhan masyarakat
x Kurangnya ketersediaan pasokan air minum untuk kebutuhan pelabuhan
dan masyarakat sekitarnya
x Terdapat penumpukan sampah karena tidak memadainya tempat
pembuangan sampah yang ada
x Diperlukan peningkatan kualitas rumah bagi nelayan
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di kawasan pelabuhan ini,
yaitu :
x Peningkatan jalan menuju pelabuhan
x Pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana air baku
x Pengembangan dan peningkatan sarana/prasarana distribusi air bersih
dan pembuangan sampah
x Pembangunan rumah layak huni

2. Pelabuhan ASDP Waren


Pelabuhan ASDP Waren berada di di Kampung Ronggaiwa, Distrik Ureifaisei,
Kabupaten Waropen. Pelabuhan ini dilalui KM. Sabuk Nusantara 29 dengan
rute pelayaran melewati Pelabuhan Sarmi, Kaipuri, Waren, Serui dan Nabire.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di kawasan
pelabuhan ini adalah sebagai berikut :

167
x Ketersediaan akses jalan menuju Pelabuhan ASDP Waren masih perlu
ditingkatkan
x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air
bersih untuk kebutuhan masyarakat
x Kurangnya ketersediaan pasokan air minum untuk kebutuhan pelabuhan
dan masyarakat sekitarnya,
x Terdapat penumpukan sampah karena tidak memadainya tempat
pembuangan sampah yang ada
x Diperlukan peningkatan kualitas rumah bagi nelayan
Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di kawasan pelabuhan ini,
yaitu :
x Peningkatan jalan menuju pelabuhan
x Pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana air baku
x Pengembangan dan peningkatan sarana/prasarana distribusi air bersih
dan pembuangan sampah
x Pembangunan rumah layak huni

D. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS 33 Nabire – Enarotali –


Wamena dan WPS 34 Jayapura – Merauke

1. PKW Sarmi
PKW Sarmi adalah ibukota dari Kabupaten Sarmi yang terdiri dari 10
kecamatan, 2 kelurahan, dan 66 desa. PKW Sarmi memiliki luas wilayah
17.740 km² dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 mencapai 32.200
jiwa. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW
Sarmi adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik
karena luapan air sungai dan kurangnya air baku
x Ketersediaan akses jalan dan jembatan masih perlu ditingkatkan
x Perlu penanganan limbah rumah tangga dan persampahan
x Kurang tersedianya perumahan untuk pemukiman masyarakat kurang
mampu
x Banyaknya rumah-rumah yang sudah tidak layak huni
Adapun indikasi program utama untuk PKW Sarmi, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur IPAL dan persampahan
x Pembangunan rumah khusus dan swadaya

168
2. PKW Bade dan Pelabuhan Bade (PP)
PKW Bade merupakan ibukota Distrik Edera, Kabupaten Mappi. PKW Bade
memiliki luas wilayah 28.518 km² dengan jumlah penduduk pada tahun 2014
mencapai 87.156 jiwa. Pelabuhan Bade berada di pusat kota Kabupaten
Mappi yang dilalui KM R 44 dengan jalur pelayaran meliputi Merauke,
Kimaam, Wanam, Bade, Mur, dan Keppi (PP); KM R 44 dengan jalur pelayaran
Merauke, Kimaam, Wanam, Bade, Asiki, dan Getentiri (PP); dan KM R 46
dengan jalur pelayaran Merauke, Bade, Agats, Parako, Dobo, Tual, Kaimana,
Fakfak, Gorong, Geser, Bintuni, Babo, dan Sorong (PP).
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di kawasan ini
adalah sebagai berikut :
x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik
karena luapan air sungai dan kurangnya air baku
x Belum maksimalnya aksesibilitas antar kawasan untuk menghubungkan
wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang
dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan menuju
Pelabuhan Bade
x Perlu penanganan limbah rumah tangga dan persampahan
x Diperlukan peningkatan kualitas rumah bagi nelayan
x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat
Adapun indikasi program utama untuk PKW Bade, yaitu :
x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku
x Pengendalian banjir
x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
x Pembangunan infrastruktur IPAL dan persampahan
x Pembangunan rumah layak huni

3. Pelabuhan Depapre (PP)


Pelabuhan Depapre berada di Teluk Merah, Kabupaten Jayapura, sekitar 30
km dari Sentani. Pelabuhan ini berfungsi sebagai pelabuhan peti kemas,
curah air dan curah kering. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di
Pelabuhan Depapre adalah sebagai berikut :
x Truk kontainer long vehicle yang lalu lalang keluar masuk pelabuhan,
berbaurnya kendaraan kecil dan besar, dan daya dukung jalan
x Kebutuhan air baku yang besar
x Terdapat limbah dan sanitasi kawasan pelabuhan
x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir

169
Adapun indikasi program utama pada Pelabuhan Depapre, yaitu :
x Pembangunan jalan menuju pelabuhan
x Peningkatan dan pembangunan intake air baku
x Pembangunan IPAL, IPLT, dan TPS kawasan pelabuhan
x Pembangunan perumahan layak huni

4. Bandar Udara Kargo Sentani (Jayapura)


Bandar udara yang sebelumnya merupakan bandar udara kelas 1 khusus ini
merupakan bandar udara terbesar di Papua dan hub utama untuk menuju
wilayah pedalaman Papua. Bandar udara ini terletak di Kota Sentani,
Kabupaten Jayapura dengan jarak kurang lebih 40 km dari pusat Kota
Jayapura.
Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di Bandar Udara Kargo Sentani
adalah sebagai berikut :
x Diperlukan penanganan terhadap banjir akibat luapan air sungai di
sekitar bandara
x Ketersediaan akses jalan menuju bandar udara masih perlu ditingkatkan
x Kurangnya ketersediaan pasokan air bersih dan air minum
x Limbah dan persampahan yang belum tertangani dengan baik
x Diperlukan pengembangan perumahan bagi MBR
Adapun indikasi program utama pada Bandar Udara Kargo Sentani adalah
sebagai berikut :
x Pembangunan akses jalan bandara
x Pembangunan infrastruktur pengendali banjir sungai
x Pengembangan dan peningkatan sarana/prasarana distribusi air bersih,
limbah, dan pembuangan sampah
x Pembangunan infrastruktur rumah khusus, susun, dan swadaya

3.3 Kriteria Pemrograman Jangka Pendek 2018 – 2020 Kepulauan


Maluku dan Pulau Papua
Mengintegrasikan analisis kelayakan yang telah dibahas pada subbab sebelumnya
dengan kriteria pemrograman pada bagian ini adalah dengan mendeskripsikan
serta merinci indikasi program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek
menggunakan kriteria (1) lokasi dimana pembangunan infrastruktur PUPR itu
diprogramkan; (2) kapan waktu pelaksanaan program; (3) berapa besaran
volume; (4) berapa besaran biaya; dan (5) kewenangan pembangunan dilakukan
oleh siapa.

170
Pada bagian ini, kriteria pemrograman akan terbagi kedalam 3 bagian yaitu
(1) Kriteria Pemrograman Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka
Pendek dalam Kawasan; (2) Kriteria Pemrograman Program Pembangunan
Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar Kawasan dalam WPS; dan (3) Kriteria
Pemrograman Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar
WPS.

Berikut adalah salah satu contoh kriteria program pembangunan infrastruktur


PUPR jangka pendek 2018-2020 Kawasan Morotai – Tobelo. Informasi rinci terkait
dengan keseluruhan analisis kriteria program jangka pendek pembangunan
infrastruktur PUPR 2018-2020 Kepulauan Maluku dan Pulau Papua dapat dilihat
pada Buku II.

171
Tabel 3.16 Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek dalam Kawasan 29.1 Kawasan Morotai – Tobelo
Besaran
Readines Criteria

172
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
WPS 29 29.1. Kawasan KTM Morotai A. Unor SDA
Pusat Morotai-
Pertumb Tobelo Pembangunan
uhan Sistem Tidak ada
sedang Pengembangan program
Berkemb Air Baku
ang B. Unor BM
Ternate-
Sofifi- Peningkatan
Tidak ada Kab.
Morotai jaringan jalan & m Pusat
program Pulau 3,00
Jembatan
Morotai
C. Unor CK
Pembangunan Tidak ada
SPAM program
D. Unor Pnp
Pembangunan
Tidak ada
rumah swadaya
program
bagi MBR
KSPN
A. Unor SDA
Morotai
Pembangunan
Sarana dan Tidak ada
Prasarana Air program
Kab.
Baku
Pulau
DED
Morotai
Pembangunan
Pembangunan
Konstruksi
Konstruksi Dok Pusat
Penahan 1,00
Pengaman Pantai
Ombak Morotai
Selatan
Besaran
Readines Criteria
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
Pembangunan
Konstruksi
Penahan
Km Pusat
Ombak Pantai 1,00
Morotai Selatan
Tahap I
Pembangunan
Konstruksi
Pengaman
Km Pusat
Pantai Morotai 1,00
Selatan Tahap
II
B. Unor BM
Peningkatan & Tidak ada
m Pusat 2015
Pelebaran Jalan program 16,00
C. Unor CK
Pembangunan Tidak ada
SPAM program
D. Unor Pnp
Tidak ada
Tidak ada program
program
A. Unor SDA
DED
Pembangunan
Kab.
Pembangunan Embung untuk 1 Dok Pusat 2016
KEK Morotai Pulau
Sistem sumber air baku
Morotai
Pengembangan KEK Morotai
Air Baku Pembangunan
Tanggul Sungai 2.000 m Pusat 2016
Ake Pageo

173
Besaran
Readines Criteria
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama

174
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
Pembangunan
Embung untuk
1 Unit Pusat
sumber air baku
KEK Morotai
B. Unor BM
Pembangunan
Peningkatan &
Jalan km 2017 Siap
Pelebaran Jalan 24,00
Wayabula-Sopi
C. Unor CK
Pembangunan Tidak ada
Infrastruktur SPAM program
Pembangunan
Fasilitas Tidak ada
Pengolahan Akhir program
Sampah
Terbangunnya
infrastruktur air
limbah sistem Tidak ada
terpusat skala program
kawasan &
Komunal
D. Unor Pnp
Pembangunan
Rusunawa
4 4 4 TB Pusat
untuk pekerja
Pembangunan
KEK Morotai
perumahan bagi
Rumah
Pekerja Pk Pusat
Swadaya 1.500,
Rumah Khusus
Unit Pusat
Nelayan 300,00
Besaran
Readines Criteria
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
Rumah Khusus
Unit Pusat
Perbatasan 300,00
A. Unor SDA
Pembangunan
Sarana dan Tidak ada
Prasarana Air program
Baku
B. Unor BM
Peningkatan
Tidak ada
jaringan jalan & m Pusat
program Kab. 20,00
Jembatan
PKSN Daruba Pulau
C. Unor CK Morotai
Pengembangan Tidak ada
sarana air minum program
D. Unor Pnp
Pembanguanan
Rumah Khusus
Tidak ada
bagi TNI/POLRI &
program
Rumah Swadaya
Bagi MBR
A. Unor SDA
Pembangunan
Kawasan Tidak ada
sarana/prasarana
Perdesaan program Kab.
air baku
Prioritas Pulau
Pembangunan
Nasional Tidak ada Morotai
Konstruksi
Daruba program
Pengaman Pantai
B. Unor BM

175
Besaran
Readines Criteria
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama

176
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
Pembangunan
Tidak ada
Jalan Poros & m Pusat 2015
program 40,00 - -
Jembatan
C. Unor CK
Pembangunan
SPAM Perdesaan Tidak ada
Berbasis program
Masyarakat
D. Unor Pnp
Pembangunan
Tidak ada
rumah swadaya
program
bagi MBR
A. Unor SDA
Pembangunan
Sarana dan Tidak ada
Prasarana Air program
Baku
Pembangunan
Tidak ada
Konstruksi
program
Pengaman Pantai
Kab.
PKW Tobelo B. Unor BM Halmahe
ra Utara
Peningkatan
Tidak ada
jaringan jalan & 7,5 Km Provinsi 2017 Siap
program
Jembatan
C. Unor CK
Pembangunan Tidak ada
Kws Pusat 2017
SPAM IKK program 1,00
Penataan Kota Tidak ada
Paket Pusat 2017 Siap
Tua Tobelo & program 1,00
Besaran
Readines Criteria
Fungsi Kawasan Kawasan Indikasi Program Output Satuan Kewenangan
WPS Program Lokasi
Pengembangan Terdukung Utama
Dok
2018 2019 2020 FS DED LARAP Lahan
ling
Kawasan kumuh
sekitarnya
Pembangunan
sistem air limbah Tidak ada
Kws Pusat 2017 2017
terpusat skala kota program 1,00
& Komunal
Pembangunan Tidak ada
Drainase program
Pembangunan Tidak ada
TPST/3R program
Pembangunan
Rumah Khusus Unit Pusat
350,00
Pembanguanan Nelayan
Rumah Swadaya Peningkatan
bagi MBR Kualitas
Unit Pusat
Rumah 3.000
Swadaya

177
3.4 Program Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan
Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua
Pembangunan yang berjalan haruslah didasarkan pada suatu rencana yang
terpadu dan didukung oleh program yang tersinkronisasi atas beberapa kriteria,
seperti (a) fungsi kawasan terdukung; (b) lokasi program (kota/kabupaten); (c)
waktu pelaksanaan program; (d) besaran program; (e) biaya program; dan
(f) kewenangan (pusat/provinsi/kabupaten/kota/swasta). Program Jangka Pendek
keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR di Kepulauan
Maluku dan Pulau Papua ini akan menjelaskan terkait program – program yang
akan dilaksanakan dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah serta
mendukung pengembangan kawasan selama tahun 2018 – 2020.

3.4.1 Program Jangka Pendek dalam Kawasan

Program jangka pendek dalam kawasan adalah program – program yang disusun
untuk mendukung kawasan – kawasan prioritas yang telah ditetapkan dalam
Wilayah Pengembangan Strategis.

A. Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo

Pengembangan Kawasan Pulau Morotai dan Tobelo utamanya dilakukan


untuk mendukung pertumbuhan KEK Morotai. Pertumbuhan KEK Morotai
akan sejalan dengan bertambahnya jumlah pekerja, untuk itu akan dibangun
rusunawa yang dikhususkan bagi para pekerja di wilayah tersebut. Selain
Pulau Morotai, terdapat beberapa program yang diperuntukkan bagi
pengembangan PKW Tobelo. Program-program pembangunan infrastruktur
yang terdapat pada wilayah tersebut dimaksudkan untuk menunjang
kebutuhan kawasan yang diantaranya adalah pembangunan bendung dan
jaringan irigasi D.I. Jano. Program tersebut dilaksanakan sebagai dukungan
terhadap potensi sektor pertanian di wilayah Tobelo. Dalam mendukung
konektivitas kawasan, terutama pada posisi Tobelo sebagai PKW, pada sektor
Bina Marga diprogramkan pembangunan Jalan Lingkar Halmahera Bagian
Utara. Jalan lingkar tersebut akan menghubungkan wilayah Sidangoli, Jailolo,
Goal, Kedi, hingga Galela. Pengembangan kawasan PKW Tobelo juga akan
didukung dengan pembangunan sektor permukiman dan perumahan dengan
ditunjang oleh pembangunan rumah susun dan rumah khusus, serta
pembangunan sanimas skala kota.

178
179
Gambar 3.13 Program Jangka Pendek Kawasan Morotai – Tobelo
B. Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore

Kota Ternate dan Tidore Kepulauan merupakan salah satu kawasan padat
penduduk yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa. Berdasarkan
kondisi tersebut, pada sektor Bina Marga akan dibangun Jembatan Ternate –
Tidore sebagai upaya meningkatkan mobilitas antar kawasan. Dari sektor
Sumber Daya Air terdapat program pembangunan embung yang
diperuntukkan bagi Kota Ternate dan Tidore. Pembangunan embung
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai ruang penyimpanan air limpahan hujan
sehingga dapat menjadi sumber pasokan air bagi pertanian, domestik, dan
industri. Selain itu, guna mencukupi kebutuhan penyediaan air minum,
terutama pada Kota Ternate akan dibangun dan dikembangkan SPAM.

Kota Sofifi merupakan kawasan perkotaan yang baru dikembangkan,


terutama sehubungan dengan fungsinya sebagai ibukota Provinsi Maluku
Utara. Tingginya jumlah pekerja yang akan mengisi kawasan tersebut
diakomodasi dengan pembangunan rusunawa pekerja. Untuk mendukung
potensi pertanian di kawasan tersebut, dari sektor Sumber Daya Air akan
dibangun Bendung dan Jaringan D.I. Maidi.

180
181
Gambar 3. 14 Program Jangka Pendek Kawasan Sofifi – Ternate – Tidore
C. Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram

Pengembangan Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram didukung


oleh pembangunan infrastruktur di berbagai sektor. Salah satu program yang
akan dilaksanakan pembangunannya adalah pembangunan Jalan Hila Kota
Ambon. Pembangunan jalan tersebut akan menghubungkan Kota Ambon
dengan kawasan di utara Pulau Ambon. Beberapa program jangka pendek
lainnya di kawasan pertumbuhan ekonomi terpadu ini adalah pengembangan
daerah irigasi, pembangunan waduk, dan pembangunan embung yang
menunjang potensi pertanian dan pengembangan daerah irigasi kewenangan
pemerintah pusat. Program-program tersebut secara tidak langsung
mengkatalis pertumbuhan ekonomi kawasan yang utamanya mengandalkan
potensi sektor pertanian.

Selain program sektor Sumber Daya Air dan Bina Marga, pengembangan
kawasan ini juga didukung oleh program-program infrastruktur permukiman
dan penyediaan perumahan. Program penyediaan rumah dimaksudkan untuk
mengakomodasi kebutuhan perumahan yang layak bagi nelayan dan pekerja.
Selain itu, pada sektor Cipta Karya terdapat program pembangunan SPAM
Perkotaan IKK Nusalaut, IKK Seti, IKK Haya, dan IKK Sahulau, serta
pembangunan SPAL pada Kawasan Masohi.

182
183
Gambar 3.15 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram
D. Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon

Pengembangan Kawasan Pertumbuhan Kota Ambon, Provinsi Maluku


didukung oleh berbagai pembangunan infrastruktur perkotaan sesuai dengan
posisi kawasan tersebut sebagai PKN. Untuk mengurai permasalahan
perkotaan seperti kemacetan, dari sektor Bina Marga akan dibangun Fly Over
Sudirman. Pada sektor Penyediaan Perumahan terdapat program
pembangunan rumah susun dan rumah khusus yang diharapkan dapat
mengurangi angka backlog penyediaan perumahan di kawasan perkotaan.

Pada kawasan ini terdapat kawasan pertanian dan daerah irigasi yang
merupakan kewenangan pemerintah pusat. Untuk mendukung potensi
tersebut, program pembangunan yang terkait di dalamnya antara lain adalah
pembangunan waduk dan embung di Kota Ambon untuk mendukung
pertumbuhan produksi hasil pertanian. Selain itu, pada sektor Sumber Daya
Air juga terdapat program pembangunan pengaman pantai di Kota Ambon.
Program tersebut merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan abrasi
yang diakibatkan oleh air laut yang mengakibatkan terkikisnya jalan lingkar
Pulau Ambon sehingga akses jalan terhambat yang menghubungkan
beberapa kawasan di Kota Ambon. Kemudian, salah satu upaya mendukung
program sanitasi perkotaan oleh sektor Cipta Karya dilakukan pembangunan
TPS dan TPA.

184
185
Gambar 3.16 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ambon
E. Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja
Ampat

Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong –


Raja Ampat didukung oleh berbagai program pembangunan infrastruktur
PUPR. Khusus untuk pengembangan kawasan pariwisata Raja Ampat
terdapat beberapa program, seperti pembangunan embung, pembangunan
intake dan jaringan air baku, dan pembangunan TPA. Sebagai bagian dari
upaya pelestarian pulau-pulau yang berada di kawasan pariwisata, terdapat
program pembangunan pengaman pantai untuk mengurangi dampak abrasi
laut.

Dukungan infrastruktur tidak hanya ditujukan bagi kawasan pariwisata Raja


Ampat, namun juga untuk kawasan-kawasan lainnya. Hal tersebut
ditunjukkan dengan beberapa program yang akan dilaksanakan, seperti
pembangunan SPAM IKK yang tersebar di beberapa wilayah serta program
penyediaan rumah, seperti rumah susun, rumah khusus, dan rumah
swadaya. Beberapa program juga akan dilaksanakan untuk mendukung
pengembangan konektivitas, yaitu pembangunan jalan akses menuju simpul-
simpul transportasi seperti bandara dan pelabuhan. Program pembangunan
jalan yang akan dilaksanakan tersebut antara lain adalah pembangunan jalan
penghubung ruas Jalan Nasional Klamono Bandara Segun, pembangunan
akses jalan menuju Pelabuhan Penyeberangan Sorong, dan pembangunan
Jalan Aimas Bandara Segun.

186
187
Gambar 3.17 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat
F. Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari

Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari berada di Kabupaten Manokwari


yang merupakan ibukota Provinsi Papua Barat. Terdapat beberapa program
pembangunan infrastruktur PUPR yang mendukung pengembangan Kawasan
Pertumbuhan Baru Manokwari. Pada sektor Sumber Daya Air, program
utama yang akan dibangun diantaranya terkait dengan pengendalian banjir di
Sungai Aimasi, Sungai Warmare, dan Sungai Ransiki. Selain itu, masih pada
sektor yang sama juga terdapat program pembangunan pengaman Pantai
Wosi dan Rendani serta rehabilitasi jaringan irigasi D.I. Wariori.

Pada sektor Penyediaan Perumahan, terdapat program pembangunan


rusunawa untuk mengurangi backlog perumahan serta pembangunan rumah
khusus. Dalam rangka penataan kawasan, pada sektor Cipta Karya terdapat
program penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) di
Kawasan Teluk Sawaibu.

188
189
Gambar 3.18 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari
G. Kawasan (32.1) Strategis Migas Manokwari – Bintuni

Kawasan Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk Bintuni dikategorikan


sebagai kawasan strategis migas. Kawasan industri di Bintuni sebagian besar
merupakan industri pengolahan gas alam. Pengembangan kawasan ini
didukung oleh pembangunan infrastruktur PUPR di berbagai sektor. Adapun
beberapa program pembangunan yang dapat mendukung kawasan tersebut
pada sektor Bina Marga diantaranya adalah pembangunan Jembatan Sebyar
Tahap II, pembangunan Jembatan Mawin 8 Tahap I, serta pemasangan
Jembatan Transpanel dan Armco Ruas Mameh Windesi yang berlokasi di
Kabupaten Teluk Bintuni. Program-program tersebut ditujukan untuk
mempermudah aksesibilitas dari dan menuju kawasan industri.

Sebagai pertahanan terhadap daya rusak air pada sektor Sumber Daya Air
terdapat program SID pembangunan pengaman pantai serta pengendalian
banjir. Selanjutnya pada sektor Cipta Karya guna mendukung penyediaan air
minum kawasan, terdapat program pembangunan SPAM IKK yang tersebar di
beberapa lokasi. Selain itu, pada sektor ini juga terdapat program
penyusunan RTBL kawasan industri sebagai upaya penataan kawasan.
Kemudian, pada sektor Penyediaan Perumahan terdapat program
penyediaan rumah khusus bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
dan juga terdapat pembangunan rusunawa yang diperuntukkan bagi pekerja.

190
191
Gambar 3.19 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Migas Manokwari – Bintuni
H. Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak

Hanya terdapat beberapa program pembangunan jangka pendek pada tahun


2018-2020 di Kawasan Pertumbuhan Baru Biak. Hal tersebut
mengindikasikan masih banyaknya hal yang harus disinkronkan antara
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat terkait penanganan program
pada Kawasan Pertumbuhan Baru Kabupaten Biak. Program yang terdapat
pada Kawasan Pertumbuhan Baru Biak untuk tahun 2018-2020 mengarah
pada sektor konektivitas, yaitu pembangunan Jalan Tanjung Barari Korem
dan juga pembangunan Jalan Lingkar Supiori, Kabupaten Biak Numfor.

192
193
Gambar 3.20 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Biak
I. Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire

Pengembangan Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire didukung oleh


pembangunan infrastruktur PUPR. Pada sektor Sumber Daya Air, program
diarahkan untuk mendukung potensi pertanian dengan adanya beberapa
program rehabilitasi jaringan irigasi serta pembangunan saluran primer dan
saluran sekunder di D.I. Wanggar. Guna meningkatkan konektivitas kawasan,
terdapat beberapa program sektor Bina Marga, seperti pembangunan jalan
lintas utara Jayapura – Sarmi – Membramoraya – Waropen – Nabire,
pengembangan jaringan jalan kolektor primer di ibukota Kabupaten Nabire,
serta pembangunan jaringan jalan kolektor primer di Distrik Waropen Bawah
(Waren – Botawa – Sumangga).

Pada sektor Cipta Karya dan Penyediaan Perumahan, terdapat program-


program peningkatan kualitas lingkungan kumuh. Program tersebut akan
dilaksanakan di Kelurahan Siriwini dan Karang Tumaritis, Kabupaten Nabire.
Selain itu, guna meningkatkan kualitas permukiman dan penataan
lingkungan, terdapat program pembangunan rumah layak huni di Kabupaten
Nabire.

194
195
Gambar 3.21 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire
J. Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika

Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang


ditujukan sebagai dukungan terhadap pengembangan Kawasan
Pertumbuhan Baru Timika. Pada sektor Sumber Daya Air, program utama
yang akan dilangsungkan merupakan upaya penyediaan air baku melalui
pembangunan sarana penyediaan air baku dan pembangunan embung. Dari
sektor Cipta Karya, terdapat program-program yang dimaksudkan untuk
mendukung perbaikan kualitas sanitasi serta penyediaan air minum. Adapun
program tersebut di antaranya adalah pembangunan SPAM, pembangunan
drainase, dan pembangunan sanimas. Kemudian pada sektor Penyediaan
Perumahan, program-program yang akan dilaksanakan merupakan dukungan
terhadap pengurangan angka backlog perumahan melalui pembangunan
rumah layak huni dan pembangunan rusunawa.

196
197
Gambar 3.22 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Timika
K. Kawasan (33.3) Pertumbuhan Baru Wamena

Pengembangan Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena didukung oleh ke


empat sektor pembangunan infrastruktur PUPR. Pada sektor Sumber Daya
Air, terdapat program pengendalian banjir di Sungai Uwe dan Sungai
Elokorak, serta program perkuatan tebing sungai yang diharapkan dapat
mengurangi dampak daya rusak air di Kabupaten Jayawijaya. Dari sektor Bina
Marga, guna mendukung konektivitas antar kawasan terdapat program
pembangunan Jembatan Wosi. Pada sektor Penyediaan Perumahan, guna
mengurangi backlog perumahan, terdapat program pembangunan rumah
layak huni di Kabupaten Nabire. Kemudian, pada sektor Cipta Karya, guna
mendukung penyediaan air minum perkotaan, terdapat program optimalisasi
SPAM IKK di Wamena. Selain itu, pada sektor Cipta Karya juga didapati
program penataan kawasan tradisional di Kawasan Kurulu.

198
199
Gambar 3.23 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena
L. Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw

Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang


mendukung pengembangan Kawasan Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw.
Program yang mendukung pengembangan kawasan tersebut di antaranya
merupakan dukungan pada sektor konektivitas, yaitu pembangunan jaringan
jalan yang menyambungkan Jayapura – Sentani – Sentani Timur. Pada sektor
Sumber Daya Air, dalam rangka perlindungan terhadap abrasi pantai maka
program yang dibutuhkan adalah pembangunan pengaman pantai di
beberapa lokasi, seperti Kawasan Pesisir Kota Jayapura dan pantai di wilayah
pulau-pulau terluar. Kemudian, pada sektor Cipta Karya terdapat beberapa
program terkait penyediaan air minum skala kawasan dan sanitasi
lingkungan. Adapun dari sektor Penyediaan Perumahan, terdapat program
pembangunan rumah layak huni yang ditujukan untuk mengurangi angka
backlog di Kabupaten Nabire.

200
201
Gambar 3.24 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw
M. Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah

Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang


ditujukan untuk mendukung pengembangan Kawasan Pertumbuhan Baru
Merauke – Salor Muting – Tanah Merah. Dalam rangka mendukung
konektivitas kawasan pada sektor Bina Marga terdapat program
pembangunan jalan arteri primer yang menghubungkan ruas jalan Trimuris –
Kasonaweja – Jayapura. Di sektor Sumber Daya Air, terdapat program
pembangunan pengaman pantai yang berlokasi di pulau-pulau terluar. Pada
sektor Cipta Karya, terdapat program pembangunan TPA.

202
203
Gambar 3.25 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah
3.4.2 Program Jangka Pendek antar Kawasan

A. Provinsi Papua Barat

Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang berlokasi


di luar kawasan yang terdapat dalam Provinsi Papua Barat. Program-program
tersebut umumnya berupa dukungan terhadap konektivitas antar kawasan
serta penyediaan rumah pada daerah tertinggal. Pada sektor Bina Marga,
dukungan terhadap konektivitas antar kawasan ditunjukkan melalui program
pembangunan jalan serta jembatan. Pembangunan jalan tersebut berlokasi
di Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Tambrauw. Pada sektor Penyediaan
Perumahan, program pembangunan difokuskan pada lokasi-lokasi yang
dikategorikan sebagai daerah tertinggal, seperti Distrik Feef di Kabupaten
Tambrauw dan Distrik Aifat Timur Jauh di Kabupaten Maybrat. Selain itu,
juga terdapat program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)
Pembangunan Baru yang berlokasi di Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten
Pegunungan Arfak.

204
205
Gambar 3.26 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Papua Barat
3.4.3 Program Jangka Pendek antar WPS

A. Provinsi Maluku Utara

Pengembangan kawasan yang berada di antar WPS Provinsi Maluku Utara


juga didukung oleh pembangunan infrastruktur berbagai sektor PUPR. Pada
sektor Bina Marga, dukungan terhadap konektivitas kawasan ditunjukkan
dengan pembangunan jalan lingkar di Halmahera Bagian Selatan dan
Halmahera Bagian Tengah, serta pembangunan jalan akses Pelabuhan
Penyeberangan di Pulau Tidore. Dari sektor Sumber Daya Air, dukungan
terhadap penyediaan air baku ditunjukkan melalui program pembangunan
embung dan prasarana penyediaan air baku lainnya. Pada sektor Cipta Karya,
guna mengurangi angka kumuh di pesisir terdapat program peningkatan
kualitas permukiman kumuh di Bantaran Pantai Labuha. Kemudian, pada
sektor Penyediaan Perumahan terdapat program bantuan stimulan rumah
swadaya di Kabupaten Halmahera Selatan, selain itu juga ditunjukkan
dukungan terhadap pengembangan kawasan industri melalui pembangunan
rusunawa di Buli.

206
207
Gambar 3.27 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku Utara
B. Provinsi Maluku

Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang


ditujukan sebagai dukungan pengembangan wilayah yang berada di antar
WPS Provinsi Maluku. Adapun pada sektor Bina Marga, dukungan diberikan
melalui pembangunan jalan akses menuju beberapa pelabuhan, seperti
Pelabuhan Pengumpan Lokal Seira. Pada sektor Cipta Karya, didapati
program yang bertujuan mengurangi angka kumuh di Pulau Dullah Utara.
Kemudian. Pada sektor Penyediaan Perumahan, terdapat program
pembangunan rumah susun di Kabupaten Seram Bagian Timur dan
Kabupaten Maluku Tenggara. Selain itu, pada sektor ini juga didapati
program peningkatan kualitas untuk rumah swadaya di Kabupaten Maluku
Tenggara.

208
209
Gambar 3.28 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku
C. Provinsi Papua Barat

Pengembangan kawasan antar WPS di Provinsi Papua Barat didukung oleh


pembangunan berbagai sektor infrastruktur PUPR. Pada sektor Bina Marga
akan dibangun ruas Jalan Fakfak – Siboru sepanjang 3,8 km dan ruas Jalan
Tandia – Sanderawai – Nabire yang merupakan perbatasan Papua Barat
dengan Papua. Pada sektor Cipta Karya, terdapat program yang mendukung
sanitasi kawasan, yaitu pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu
(IPLT) yang tersebar di Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama, dan
Kabupaten Fakfak. Pada sektor Penyediaan Perumahan, program yang akan
dilaksanakan merupakan dukungan terhadap penyediaan rumah layak huni
yang berlokasi di Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama, dan
Kabupaten Fakfak.

210
211
Gambar 3.29 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua Barat
D. Provinsi Papua

Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang


mendukung pengembangan kawasan antar WPS di Provinsi Papua. Pada
sektor Bina Marga, guna mendukung konektivitas antar kawasan di Provinsi
Papua, akan dibangun Jalan Trans Papua pada ruas Kenyam – Dekai. Dari
sektor Sumber Daya Air, beberapa program yang akan dilaksanakan
merupakan bentuk dukungan terhadap penyediaan air baku. Adapun
program tersebut berlokasi di Kabupaten Lanny Jaya dan Kabupaten Deiyai.
Pada sektor Cipta Karya, terdapat program dukungan terhadap penyediaan
air minum, yakni pembangunan intake SPAM IKK komunal. Dari sektor
Penyediaan Perumahan, program-program yang akan dilaksanakan berfokus
pada pembangunan rumah layak huni yang tersebar di beberapa kabupaten,
seperti Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai,
dan Kabupaten Waropen.

212
213
Gambar 3. 30 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua
3.5 Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan
Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua
Dalam melakukan pemrograman jangka pendek tahun 2018 – 2020, Pusat
Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR cq Bidang
Penyusunan Program mengacu kepada pagu Kementerian PUPR dalam Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) yang telah disusun oleh Kementerian
Keuangan. Hal ini dipandang sangat strategis agar penyusunan program yang
diusulkan juga memperhatikan kemampuan pendanaan.

Saat ini perencanaan program/kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat


Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR terfokus pada empat
Unor yang melakukan pekerjaan konstruksi yaitu: (i) Ditjen Sumber Daya Air;
(ii) Ditjen Bina Marga; (iii) Ditjen Cipta Karya; dan (iv) Ditjen Penyediaan
Perumahan.

Program/kegiatan yang disusun dalam buku ini merupakan program/kegiatan


yang bersifat pembangunan baru/new development dimana program/kegiatan
tersebut adalah program/kegiatan yang bukan merupakan manajemen aset
(pemeliharaan berkala/rutin dan rehabilitasi mayor/minor) dan juga
mengesampingkan program/kegiatan yang bersifat committed program (Multi
Years Contract lanjutan dan yang pendanaannya bersumber dari P/HLN). Agar
Program/Kegiatan tersebut di atas dapat dialokasikan, dilakukan perkiraan
pembiayaan dengan mempertimbangkan kapasitas yang tercermin dari KPJMN.

Mengingat Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina Marga mengalokasikan
anggaran lebih banyak untuk belanja modal dibandingkan Ditjen Cipta Karya dan
Ditjen Penyediaan Perumahan maka dilakukan asumsi perhitungan yang berbeda
untuk setiap Unor dalam menentukan besarnya kapasitas pembiayaan terhadap
program/kegiatan yang bersifat new development. Adapun hasil perhitungan
setiap Unor untuk 3 tahun ke depan dijabarkan pada Tabel 3.17.

Tabel 3.17 Perkiraan Indikasi Pagu KPJM dan Program New Development Tahun 2018
– 2020
2018 (Rp. . Juta) 2019 (Rp. . Juta) 2020 (Rp. . Juta)
UNOR
New New New
KPJM KPJM KPJM
Development Development Development
Pagu PUPR 105.037.789 108.702.663 111.966.694

Unor Lainnya 2.712.331 2.805.348 2.890.002

214
2018 (Rp. . Juta) 2019 (Rp. . Juta) 2020 (Rp. . Juta)
UNOR
New New New
KPJM KPJM KPJM
Development Development Development
(Setjen, Itjen,
Ditjen Bina
Konstruksi, Ditjen
Pembiayaan
Perumahan,
BPSDM, BPIW,
Balitbang)
SubTotal (4 Unor) 102.325.458 35.962.764 105.897.315 37.218.475 109.076.692 38.335.799
Ditjen Sumber
34.424.275 6.884.855 35.625.045 7.125.009 36.694.848 7.338.970
Daya Air
Ditjen Bina Marga 42.838.917 10.709.729 44.334.462 11.083.616 45.665.480 11.416.370

Ditjen Cipta Karya 16.491.869 12.368.902 17.067.698 12.800.774 17.580.086 13.185.065


Ditjen Penyediaan
8.570.397 5.999.278 8.870.110 6.209.077 9.136.278 6.395.395
Perumahan
Sumber: Hasil Analisis

Di bawah ini akan dijabarkan terkait pembiayaan pembangunan program jangka


pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR
berdasarkan pembagian empat Unor di setiap provinsi di Kepulauan Maluku dan
Pulau Papua, berdasarkan tipologi kawasan, dan berdasarkan dukungan terhadap
prioritas nasional.

3.5.1 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR


Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2018 – 2020

Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang terus membaik membutuhkan


dukungan penyediaan infrastruktur yang memadai. Namun di sisi lain, sumber
daya bagi penyediaan infrastruktur masih begitu terbatas. Oleh Karena itu,
dilakukan pemrograman untuk menentukan alokasi anggaran sesuai dengan
kebutuhan yang ada untuk tahun 2018 – 2020.

Tabel 3.18 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Kepulauan


Maluku dan Pulau Papua Tahun 2018
SDA BM CK PnP
NO PROVINSI
JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA

1 Maluku 16 49,000,000,000 20 88,000,000,000 15 20,000,000,000 6 158,034,300,000

2 Maluku Utara 7 275,000,000,000 30 562,667,000,000 33 74,892,873,700 5 190,650,000,000

3 Papua 75 436,610,247,000 25 782,707,277,000 86 366,450,000,000 7 7,000,000,000

4 Papua Barat 10 132,400,000,000 52 1,732,838,100,000 29 50,000,000,000 28 336,250,000,000

TOTAL 108 893,010,247,000 127 3,166,212,377,000 163 511,342,873,700 46 691,934,300,000

Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa prioritas pembangunan untuk tahun
anggaran 2018 di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua adalah pada sektor Bina

215
Marga melalui pembangunan jalan dan jembatan. Salah satu kegiatan utama
pembangunan di Pulau Papua adalah pembangunan Jalan Trans Papua dan
pembangunan jalan nasional pararel perbatasan Indonesia dengan Papua New
Guinea. Kemudian sektor berikutnya yang dengan jumlah anggaran tertinggi
adalah sektor Sumber Daya Air yang bertujuan untuk penyediaan air baku untuk
mendukung program ketahanan pangan dan pembangunan pengaman pantai
untuk kawasan strategis seperti di Pulau Morotai, Maluku Utara.

Tabel 3.19 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Kepulauan


Maluku dan Pulau Papua Tahun 2019
SDA BM CK PnP
NO PROVINSI
JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA

1 Maluku 34 630,000,000,000 16 176,000,000,000 12 45,000,000,000 5 62,003,812,500

2 Maluku Utara 52 1,496,760,900,000 19 245,170,000,000 10 9,060,000,000 23 816,930,000,000

3 Papua 102 668,606,322,000 20 1,321,430,000,000 65 804,900,000,000 55 1,617,383,607,200

4 Papua Barat 8 129,800,000,000 2 1,000,000,000 0 0 64 458,775,000,000

TOTAL 196 2,925,167,222,000 57 1,743,600,000,000 87 858,960,000,000 147 2,955,092,419,700

Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020

Selanjutnya untuk tahun anggaran 2019, alokasi anggaran tertinggi adalah untuk
sektor Penyediaan Perumahan khususnya perumahan khusus dan perumahan
swadaya di Provinsi Papua dan Maluku Utara. Kemudian untuk sektor Sumber
Daya Air untuk penyediaaan air baku dan pengaman pantai berada pada urutan
kedua dalam hal alokasi anggaran.

Tabel 3.20 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Kepulauan


Maluku dan Pulau Papua Tahun 2020
SDA BM CK PnP
NO PROVINSI
JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA

1 Maluku 13 895,000,000,000 7 747,000,000,000 5 16,500,000,000 9 373,217,493,750

2 Maluku Utara 9 515,035,000,000 7 1,686,372,989,500 2 6,000,000,000 1 34,263,500,000

3 Papua 27 195,353,000,000 2 257,500,000,000 10 301,000,000,000 14 473,204,404,000

4 Papua Barat 0 0 1 0 0 0 1 6,720,000,000

TOTAL 49 1,605,388,000,000 17 2,690,872,989,500 17 323,500,000,000 25 887,405,397,750

Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020

Untuk tahun 2020, fokus pembiayaan diarahkan pada pembangunan konektivitas


dengan alokasi pembiayaan tertinggi pada Provinsi Maluku Utara dan Maluku.
Untuk sektor Sumber Daya Air fokus pembiayaan pada pengelolaan sumber daya
air di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.

216
3.5.2 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung Kawasan, WPS,
dan Antar WPS

Peran infrastruktur sangat signifikan dalam mendukung pengembangan kawasan.


Alokasi anggaran akan sangat berkaitan dengan arah pengembangan kawasan
sehingga akan menciptakan new development program. Adanya program arahan
pengembangan wilayah ini diharapkan mampu menyediakan program
pembangunan yang efektif dan efisien sehingga dapat menunjang percepatan
pengembangan kawasan. Berikut adalah besaran pembiayaan program jangka
pendek untuk masing-masing kawasan, antar kawasan, dan antar WPS.

Tabel 3.21 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan


Kawasan Pengembangan Tahun 2018 – 2020
2018 2019 2020
NO DUKUNGAN KAWASAN
JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA

1 DALAM KAWASAN 240 2,295,671,349,000 220 3,627,102,997,100 53 3,059,188,865,560


Kawasan Morotai -
29.1 16 699,950,000,000 6 440,500,000,000 3 340,000,000,000
Tobelo
Kawasan Sofifi - Ternate -
29.2 21 46,675,800,000 27 512,810,000,000 3 126,000,000,000
Tidore
Kawasan Pertumbuhan
30.1 24 191,115,550,000 18 37,843,937,500 12 717,614,037,500
Ekonomi Terpadu Seram
Kawasan Pertumbuhan
30.2 5 64,000,000,000 20 179,562,625,000 9 505,076,618,750
Ambon
Kawasan Ekonomi
Terpadu Dan Strategis
31.1 0 0 8 95,625,000,000 0 0
Pariwisata Sorong - Raja
Ampat
Kawasan Pertumbuhan
31.2 2 3,588,100,000 25 199,300,000,000 0 0
Baru Manokwari
Kawasan Pertumbuhan
32.2 1 1,000,000,000 3 132,988,000,000 1 32,747,000,000
Baru Biak
Kawasan Pertumbuhan
33.1 31 358,868,995,000 26 904,150,296,000 3 67,018,530,400
Baru Nabire
Kawasan Pertumbuhan
33.2 12 23,700,000,000 13 252,134,502,400 1 40,649,551,360
Baru Timika
Kawasan Pertumbuhan
33.3 3 32,515,000,000 7 54,000,000,000 2 20,000,000,000
Baru Wamena
Kawasan Pertumbuhan
34.1 19 171,892,277,000 32 434,025,624,000 3 14,300,000,000
Baru Jayapura - Skouw
Kawasan Pertumbuhan
34.2 Baru Merauke - Salor 68 238,156,252,000 24 325,935,000,000 8 118,981,000,000
Muting - Tanah Merah
Kawasan Perbatasan Laut
35.32 2 2,000,000,000 2 2,000,000,000 1 927,000,000,000
Pulau Jiew
Kawasan Perbatasan Laut
35.33 12 286,000,000,000 1 0 0 0
Pulau Miossu

217
2018 2019 2020
NO DUKUNGAN KAWASAN
JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA
Kawasan Perbatasan Laut
35.35 4 20,000,000,000 3 43,305,387,200 1 17,702,308,800
Pulau Bras
Kawasan Perbatasan Laut
35.37 1 1,000,000,000 2 2,000,000,000 2 20,600,000,000
Pulau Liki
Kawasan Perbatasan Laut
35.40 18 150,250,000,000 2 6,360,000,000 2 6,720,000,000
Pulau Budd
Kawasan Perbatasan Laut
35.44 1 4,959,375,000 1 4,562,625,000 2 104,779,818,750
Pulau Panambulai
2 ANTAR KAWASAN 150 2,208,541,448,700 201 3,387,144,723,000 41 1,706,915,992,190
3 ANTAR WPS 54 758,287,000,000 66 1,468,571,921,600 14 741,061,529,500

TOTAL 444 5,262,499,797,700 487 8,482,819,641,700 108 5,507,166,387,250


Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020

Kebutuhan pembiayaan pada masing – masing kawasan berbeda – beda


tergantung pada kebutuhan dan kesiapan (readiness criteria) dari setiap kegiatan.
Kebutuhan di tiap kawasan berbeda sesuai dengan arahan pengembangan
wilayahnya dan tingkat prioritas yang disesuaikan dengan prioritas pembangunan
nasional yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahun anggaran. Walaupun
demikian, seluruh program sebisa mungkin memperhatikan aspek keadilan dan
pemerataan agar kemajuan yang ada dapat dilaksanakan secara bersama – sama.

3.5.3 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR


Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung Prioritas
Nasional

Subbab ini akan menjelaskan mengenai pembiayaan program jangka pendek


berdasarkan prioritas nasional yang telah disusun oleh Kementerian
PPN/Bappenas. Adanya prioritas nasional sebagai salah satu pertimbangan dalam
proses pemrograman merupakan wujud dari usaha menciptakan keterpaduan.
Berikut adalah pembiayaan program jangka pendek untuk mendukung prioritas
nasional.

Tabel 3.22 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan


Dukungan Prioritas Nasional Tahun 2018 – 2020
2018 2019 2020
NO PRIORITAS NASIONAL
JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA
Infrastruktur, Konektivitas
1 43 203,500,000,000 20 97,500,000,000 8 1,754,000,000,000
dan Kemaritiman
2 Ketahanan Pangan 0 0 10 90,960,900,000 1 55,000,000,000
3 Pembangunan Wilayah 348 4,212,782,549,000 402 7,249,923,491,700 80 2,563,054,949,750
Penanggulangan
4 3 6,959,375,000 8 103,105,250,000 3 12,994,037,500
Kemiskinan

218
2018 2019 2020
NO PRIORITAS NASIONAL
JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA
Pengembangan Dunia
5 27 786,225,000,000 8 450,860,000,000 4 346,720,000,000
Usaha dan Pariwisata
Perumahan dan
6 23 53,032,873,700 39 490,470,000,000 12 775,397,400,000
Permukiman
TOTAL 444 5,262,499,797,700 487 8,482,819,641,700 108 5,507,166,387,250
Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020

Prioritas pembangunan wilayah mendapatkan alokasi anggaran tertinggi dalam


periode 2018-2020, kemudian dukungan terhadap infrastruktur konektivitas dan
kemaritiman untuk menunjang pembangunan di setiap provinsi yang ada di
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua termasuk untuk mendukung program
konektivitas pelabuhan laut dan pengembangan beberapa bandara. Konektivitas
juga diharapkan dapat mempercepat pengembangan dunia usaha khususnya
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri serta
pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata, misalnya Raja Ampat di Provinsi
Papua Barat.

219
BAB

IV
PENUTUP
4 BAB IV
PENUTUP

Penyusunan Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek (2018


– 2020) Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR merupakan
sebagian upaya yang dilakukan untuk menciptakan sinkronisasi baik antar tingkat
pemerintahan ataupun antar sektor di lingkungan Kementerian PUPR. Program jangka
pendek ini juga menjadi muara bagi Rencana Induk Pulau, Master Plan, dan
Development Plan yang telah disusun. Serta menjadi input bagi disusunnya rencana
tahunan untuk dimasukkan dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2018 – 2020. Dalam
proses penyusunannya, pembagian peran antar tingkat pemerintahan ataupun antar
sektor baik dalam wewenang ataupun pembiayaan telah diklarifikasi sedetail mungkin
untuk meminimalisir terjadinya tumpang tindih program. Penajaman yang telah
dilakukan juga memperhatikan proyeksi pembiayaan yang dapat dilakukan melalui
sumber APBN, DAK maupun KPBU. Kebutuhan dana untuk membiayai pembangunan
infrastruktur terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dengan demikian seluruh
program yang disusun harus dapat efektif dan efisien sehingga mampu memberikan
dampak luas bagi pengembangan wilayah. Selain itu, diperlukan kreativitas dalam
menemukan sumber – sumber pembiayaan lainnya agar pembangunan infrastruktur
tidak seluruhnya dibebankan pada APBN.

Pengembangan Kepulauan Maluku dan Pulau Papua melalui dukungan Program Jangka
Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR juga
mengusung beberapa isu strategis menjadi prioritas. Isu utama yang dijadikan dasar
dalam pembangunan infrastruktur di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua adalah
peningkatan konektivitas antar wilayah. Oleh karena itu, program-program yang ada
diharapkan mampu mendukung isu-isu tersebut. Selain itu, terdapat isu strategis lainnya
yang menyertai isu utama tersebut, yakni pada Kepulauan Maluku seperti diperlukannya
pengembangan subsektor perhubungan laut serta penyediaan infrastruktur pelabuhan,
jalan, dan telekomunikasi yang mendukung pengembangan sektor perikanan dan
pertanian. Pada wilayah Pulau Papua, isu yang mengemuka tentunya adalah rencana
pengembangan Trans Papua, pengembangan kawasan perbatasan, ketahanan pangan,
serta pengembangan sektor pariwisata.

Dalam rangka pengembangan perekonomian wilayah juga terdapat dukungan


pengembangan terhadap kegiatan-kegiatan di sektor Industri, seperti diantaranya
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Morotai, Kawasan Industri (KI) Buli, KEK Sorong beserta
Pelabuhan Sorong, KI Teluk Bintuni serta KEK Merauke. Khusus dalam peningkatan

221
konektivitas, dukungan infrastruktur diantaranya dilakukan dengan pembangunan Jalan
Lingkar Trans Morotai, pembangunan Jembatan Ternate–Tidore, pembangunan Fly Over
Sudirman di Kota Ambon, serta pembangunan Jalan Trans Papua Kenyam–Dekai.
Selanjutnya dalam mendukung ketahanan pangan nasional, akan dibangun bendungan
untuk menjamin ketersediaan air baku dan irigasi. Terdapat masing-masing satu
bendungan baru yang dibangun di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. Pada sektor
pengembangan pariwisata, terdapat Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Morotai. Pembangunan juga dilangsungkan guna menjaga pulau-pulau kecil terluar yang
menjadi garda depan Indonesia. Dukungan infrastruktur yang dilakukan diantaranya
seperti pembangunan pengaman pantai di lokasi-lokasi pulau kecil terluar. Selain itu,
dukungan juga diberikan pada daerah-daerah pedalaman tertinggal, berupa
pembangunan rumah khusus masyarakat daerah tertinggal.

Pada dasarnya infastruktur yang direncanakan harus dapat diprogramkan. Selanjutnya,


program tersebut harus mampu dilaksanakan sehingga tercipta pembangunan, serta
infrastruktur yang dibangun harus mampu menjadi solusi dari permasalahan dan
mampu mendukung pengembangan potensi wilayah. Program Jangka Pendek (2018 –
2020) yang telah disusun dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi perumusan
program pembangunan jangka pendek di Wilayah Pengembangan Strategis di
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua, sehingga dapat mendorong dan memperluas
percepatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur wilayah baik secara hirarki
vertikal maupun hirarki horizontal serta mengurangi disparitas antar wilayah. Secara
lebih luas, Program Jangka Pendek ini juga akan berguna sebagai masukan bagi
Pemerintah Daerah dalam menyusun rencana pembangunan sehingga dapat
memperoleh manfaat sebesar – besarnya bagi masyarakat di Kepulauan Maluku dan
Pulau Papua.

222
DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang - Undangan
Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;
Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025;
Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
Undang-Undang No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara;
Undang-Undang No. 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus;
Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006 tentang Jalan;
Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional;
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Kepariwisataan
tahun 2010 – 2025;
Peraturan Pemerintah No. 100 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 2 tahun 2011 tentang Penyelenggaran Kawasan Ekonomi
Khusus;
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol.
Peraturan Presiden No.32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan Dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025;
Peraturan Presiden No. 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet
Kerja
Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Tahun 2015-2019;
Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.;
Peraturan Presiden No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek
Strategis Nasional;
Keputusan Presiden No. 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan
Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;

223
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 04/PRT/M/2015
tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 13.1/PRT/M/2015
tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat tahun 2015 – 2019;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 14/PRT/M/2015
tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi;
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 248/KPTS/M/2015
tahun 2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer
Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri (JAP) dan Jalan Kolektor - 1 (JKP-1);
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 290/KPTS/M/2015
tahun 2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan
Nasional.
Buku dan Dokumen Lainnya
Badan Pusat Statistik. (2016). Statistik Indonesia 2016. Jakarta. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2014). Provinsi Maluku Utara dalam Angka. Ternate. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2014). Provinsi Papua dalam Angka. Jayapura. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Maluku dalam Angka. Ambon. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Papua Barat dalam Angka. Manokwari. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Maluku dalam Angka. Ambon. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Maluku Utara dalam Angka. Ternate. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Papua dalam Angka. Jayapura. BPS.
Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Papua Barat dalam Angka. Manokwari. BPS.
Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas. (2015). Penyediaan Hunian
Layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Jakarta.
Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman. (2016). Paparan Laporan
Pelaksanaan Kegiatan TA 2016 Pengembangan Kawasan Permukiman
Khusus Perbatasan (PLBN dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman).
Kementerian PUPR. Jakarta.
Kemetenterian Koordinator Bidang Perekonomian. (2011). Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta.
Pusat Data dan Teknologi Informasi. (2015). Informasi Statistik Infrastruktur
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2015. Kementerian PUPR. Jakarta.

224
Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR. (2015). Program
Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur
PUPR. Kementerian PUPR. Jakarta.
Pusat Perencanaan Infrastruktur BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Induk
Pengembangan Infrastruktur PUPR di Kepulauan Maluku. Kementerian
PUPR. Jakarta.
Pusat Perencanaan Infrastruktur BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Induk
Pengembangan Infrastruktur PUPR di Pulau Papua. Kementerian PUPR.
Jakarta.
Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015).
Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 31
Sorong-Manokwari. Kementerian PUPR. Jakarta.
Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015).
Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 32
Biak-Manokwari-Bintuni. Kementerian PUPR. Jakarta.
Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015).
Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 33
Nabire-Enarotali-Wamena. Kementerian PUPR. Jakarta.
Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015).
Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 34
Jayapura-Merauke. Kementerian PUPR. Jakarta.
Rasyidi, M.S. et al., 2016. Kamus Istilah Pengembangan Wilayah 1st ed., Jakarta,
Indonesia: Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Simanjuntak, Entatarina et al (2015). Profil Investasi Infrastruktur Bidang Pekerjaan
Umum. Jakarta. Pusat Kajian Strategis Kementerian Pekerjaan Umum.

225

Anda mungkin juga menyukai