DIKLAT NON-GELAR
SUBSTANTIF
2017
LERD
LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
Pengembangan Ekonomi Lokal
I. Kata Pengantar
III. Kerangka Acuan Kerja Pendidikan dan Pelatihan Local Economic Resources
Development (LERD)
Pusbindiklatren Bappenas
I. Pendahuluan
Hampir dua dekade era otonomi daerah dan desentralisasi berlangsung di
Indonesia" Selama itu pula pembangunan daerah menghadapi tantangan tersendiri,
diawali dengan belum mapannya perangkat perundang-undangan dan peraturan
pelaksanaannya, kesiapan sumber daya manusia menJadi permasalahan tersendiri
dalam pelaksanaan pembangunan daerah" Kondisi ini mengakibatkan koordinasi yang
lemah dan proses perencanaan yang tidak sinergL Akibatnya, proses perencanaan
menjadi tidak efektif dan tidak efisien, yang kemudian menciptakan kesenjangan
pembangunan antardaerah dan berujung pada disparitas sosial dan ekonomi lokal dan
regional.
Kuatnya dorongan otonomi ini menuntut Pemerintah Daerah mampu mengemban
amanat undang-undang sehingga mampu mengelola dan memanfaatkan sumber daya
daerah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Oleh karena itu, Pemerintah
Daerah tidak hanya berfungsi sebagai koordinator dan pembuat kebijakan, tetapi juga
dituntut mempunyai jiwa dan semangat kewirausahaan" Peran ini diharapkan agar
Pemerintah Daerah dapat merangkul kelompok masyarakat usaha baik individual
maupun badan usaha (stakeholder), bersama-sama warga masyarakat yang lain
membangun daerah"
Tantangan lain dari otonomi daerah adalah menguatnya dorongan demokrasL
Penguatan demokrasi ditandai dengan munculnya sistem multipartai dan peran yang
lebih kuat lembaga legislatif (wakil rakyat) daerah (DPRD) dari sebelumnya" Sementara
di lain pihak, masyarakat dunia usaha dan umum menuntut peningkatan pelayanan
yang lebih baik" Situasi demikian sudah seharusnya mendorong Pemerintah Daerah
untuk dapat menciptakan iklim yang kondusif dan mampu mengakomodasi peran tiap
tiap pihak untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah"
Dengan melihat kondisi di atas, pengembangan sumber daya ekonomi local, bukan
hal yang mudah dilakukan" Pengembangan sumber daya ekonomi lokal memerlukan
komitmen semua pihak: pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pelaku
pembangunan yang lain" Keterlibatan semua unsur dalam pembanguan ekonomi di
tingkat lokal menjadi prasyarat keberhasilan upaya tersebut untuk mempercepat
terwujudnya masyarakat yang sejahtera"
Oalam kaitannya dengan hal tersebut, Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan
Perencana (Pusbindiklatren) Bappenas, dalam rangka meningkatkan kapasitas institusi
perencanaan di pemerintah kabupaten/kota/provinsi maupun Pemerintah Pusat,
berkewajiban untuk meningkatkan kualitas perencanaan di tingkat provinsi dan regional
agar menjadi lebih rasional, sistematis, dan komprehensif Selanjutnya, melalui kerja
sama dengan kedeputian regional, Pusbindiklatren Bappenas memandang perlu untuk
menyelenggarakan pelatihan Local Economic Resources Development (LERO) untuk
mewujudkan kondisi yang dituangkan dalam RPJMN 2014-2019, yaitu meningkatkan
kualitas 80M dan memperkuat daya saing perkonomian"
V. Metode
Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai program dlklal Inl maka metode diklat
yang akan digunakan adalah belajar mengajar dengan metode pembelajaran
untuk orang dewasa yang lerdin alas: penyajian makalah, dlskusi kelas, diskusi
kelompok, praklek product mapping, dan presenlasi.
X. Kehadiran Peserta
Tingkat kehadiran peserta dalam diklat ini adalah minimal 90%, apabila kurang dari
90% maka peserta tidak mendapatkan sertifikal.
XIII. Laporan
Laporan pelaksanaan diklat dan evaluasinya disusun oleh pelaksana diklat dan
harus disampaikan kepada Kepala Pusbindiklatren Bappenas selambat-Iambatnya dua
minggu setelah pelatihan selesai. Laporan tersebut mencakup pelaksanaan kegiatan
diklat, evaluasi terhadap kinerja pengajar, evaluasi terhadap kinerja pelaksanan diklat,
serta evaluasi terhadap kesesuaian dan kualitas materi pelatihan.
TOTAL 48 96
BAHAN AJAR DIKLAT NON-GELAR
LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
(LERD)
MATERI POKOK 1
PEMBUKAAN DIKLAT
Pengertian dan Tujuan: Pembukaan adalah kegiatan yang dilakukan pada awal atau hari
pertama pelaksanaan diklat dengan tujuan untuk membuka secara resmi diklat, menjelaskan
kebijakan dan gambaran umum diklat, harapan yang ditujukan peserta untuk mengikuti diklat ini
dengan baik.
MATERI POKOK 2
INTRODUCTION
LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
(LERD)
i
BAHAN AJAR 2:
INTRODUCTION TO LOCAL ECONOMIC RESOURCES
DEVELOPMENT
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
ii
I. KONSEP DASAR PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Pembangunan ekonomi daerah di era ekonomi cukup menghadapi berbagai
macam tantangan, baik tantangan internal maupun eksternal antara lain seperti
kesenjangan dan iklim globalisasi. Kini tiap daerah dituntut untuk mampu
bersaing di dalam dan di luar negeri. Kesenjangan dan globalisasi berimplikasi
kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam melaksanakan percepatan
pembangunan ekonomi daerah secara terfokus melalui pengembangunan
kawasan dan produksi andalannya.Percepatan pembangunan ini bertujuan agar
daerah tidak tertinggal dalam persaingan pasar bebas dan tetap memperhatikan
masalah pengurangan kesenjangan. Para pelaku ekonomi memiliki peran
mengisi pembangunan ekonomi daerah dan harus mampu bekerjasama melalui
bentuk pengelolaan keterkaitan antarsektor, antarprogram, antarpelaku, dan
antardaerah.
Penerapan pengembangan ekonomi lokal dituangkan didalam istilah “kawasan
andalan” yang tertuang didalam undang-undang. Kawasan Andalan menurut UU
No. 26 Tahun 2007 adalah satuan wilayah yang terbentuk berdasarkan fungsi
kawasan dan aspek kegiatan ekonomi yang diandalkan sebagai motor
penggerak pengembangan wilayah nasional, sehingga kawasan andalan
diharapkan mampu menjadi pusat pertumbuhan. Kawasan Andalan, menurut PP
No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, merupakan kawasan-kawasan yang dipilih
dari kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya serta dapat mewujudkan
pemerataan ruang di wilayah Nasional.Pembangunan ekonomi daerah perlu
memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang isu-isu ekonomi daerah
yang dihadapi dan perlu mengkoreksi kebijakan yang masih belum sesuai atau
keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan
daerah secara menyeluruh. Terdapat 2 (dua) prinsip dasar pengembangan
ekonomi daerah yang perlu diperhatikan yaitu mengenali ekonomi wilayah dan
merumuskan manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.
2. Sektor Pertanian
Setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan, namun
ada beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau
bahkan berhenti sama sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah
kelas kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal ini mengakibatkan penanam
modal dan pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut karena wilayah itu
dianggap sudah tidak layak lagi untuk dijadikan tempat berusaha.
Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu menjadi semakin lambat.
Upaya pengembangan sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan
dan mempromosikan agroindustri di wilayah tertinggal. Program kerjasama
1. Sektor Pariwisata
Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu
wilayah. Industri ini dapat menghasilkan pendapatan besar bagi ekonomi
lokal. Kawasan sepanjang pantai yang bersih dapat menjadi daya tarik
wilayah, dan kemudian berlanjut dengan menarik turis dan penduduk ke
wilayah tersebut. Sebagai salah satu lokasi rekreasi, kawasan pantai
dapat merupakan tempat yang lebih komersial dibandingkan kawasan lain,
tergantung karakteristiknya. Sebagai sumber alam yang terbatas, hal
penting yang harus diperhatikan adalah wilayah pantai haruslah menjadi
aset ekonomi untuk suatu wilayah.
2. Kualitas Lingkungan
Wilayah pinggiran biasanya memiliki karakter sebagai wilayah yang tidak
direncanakan, berkepadatan rendah dan tergantung sekali keberadaannya
pada penggunaan lahan yang ada. Tempat seperti ini akan membuat
penyediaan sarana umum menjadi sangat mahal. Dalam suatu wilayah
antara kota, desa dan tempat-tempat lainnya harus ada satu kesatuan.
Pemerintah daerah perlu mengenali pola pengadaan sarana umum di
suatu wilayah yang efektif, baik di wilayah lama maupun di wilayah
pinggiran.
Hal tersebut dapat menekan ekonomi lokal, dan dapat memanfaatkan potensi
sumber daya manusia, kelembagaan, dan fisik. Tindakan dalam pembangunan
sumber daya ekonomi lokal yaitu memobilisasi aktor, organisasi dan sumber
daya, mengembangkan lembaga baru dan sistem lokal melalui dialog dan
tindakan yang strategis. Terdapat 3 (tiga) kategori utama dari Local Economic
Resources Development (LERD). Pertama yaitu mengacu pada community
based development. community based development dapat diterapkan di
pedesaan maupun perkotaan, meskipun karakteristiknya akan berubah. Kategori
yang kedua yaitu mengacu pada enterprise and business development. Kategori
ini terdiri dari langkah-langkah yang langsung menargetkan dan melibatkan
perusahan-perusahaan. Kategori yang ketiga mengacu pada locality
MATERI POKOK 3
LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DALAM KEBIJAKAN NASIONAL
i
BAHAN AJAR 3:
LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DALAM KEBIJAKANNASIONAL
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ii
I. KEDUDUKAN LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DALAM KERANGKA KEBIJAKAN DI INDONESIA
Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) awalnya merupakan bagian dari
pengaplikasian program Urban Sector Development Reform Project (USDRP).
USDRP merupakan program bersama antara Pemerintah Indonesia dan Bank
Dunia dalam rangka mewujudkan pembangunan kota yang berkemandirian,
berkelanjutan, dan layak huni (Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian
Pekerjaan Umum, 2012). PEL bersama dengan pembangunan infrastruktur
strategis dan penguatan tata pemerintahan merupakan pendekatan yang
digunakan dalam mewujudkan USDRP yang berlangsung sejak tahun 2006
hingga tahun 2013. Dengan berakhirnya USDRP, konsep Pengambangan
Ekonomi Lokal diharapkan dapat melanjutkan usaha program USDRP pada
tingkat daerah melalui keterlibatan Pemerintah Daerah dalam memajukan
ekonomi daerahnya. Hal ini sejalan dengan arahan kebijakan Ditjen Cipta Karya
tahun 2012-2014 yakni untuk mengembangkan kegiatan yang mengedepankan
usaha untuk meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
Dalam publikasi Ditjen Cipta Karya, 2012 berjudul “Membangun Kemandirian
Perkotaan - Refleksi Pelaksanaan USDRP” disebutkan bahwa langkah
selanjutnya dalam pembangunan perkotaan pasca berakhirnya program USDRP
salah satunya adalah perlu ditetapkannya suatu landasan hukum. Landasan
hukum tersebut berupa peraturan perundangan yang dapat menjaga
keberlangsungan dan keberlanjutan penyelenggaraan program, dilandasi oleh
suatu struktur kelembagaan, sistem dan tata cara, serta prosedur yang efisien
dan efektif demi terwujudnya tata kelola pemerintahan kota dan kabupaten yang
peduli dan terampil untuk melayani. Landasan hukum tersebut pada skala
nasional dapat berupa peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah,
peraturan menteri, dan peraturan lain yang sah. Sedangkan pada skala wilayah,
peraturan tersebut dapat didukung dengan peraturan daerah, keputusan
gubernur, keputusan walikota, dan peraturan lain yang sah secara hukum.
Peraturan skala nasional tersebut nantinya akan menjadi payung hukum dan
stardardisasi bagi implementasi Pengembangan Ekonomi Lokal maupun
penetapan peraturan pendukung di daerah-daerah terkait. Selain itu, peraturan
terpusat tersebut juga menjadi pintu hukum yang melindungi masuknya peluang
bantuan maupun investasi global dalam mendukung Pengembangan Ekonomi
Lokal. Diantara peraturan perundang-undangan yang dapat mendukung
pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Lokal antara lain:
Undang-Undang Republik Indonesia No.9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
Undang-Undang No.2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang
Sedangkan beberapa peraturan skala nasional lain yang juga dapat mendukung
pelaksanaan serta menjadi acuan bagi Pengembangan Ekonomi Lokal
diantaranya adalah:
3. Keuangan Daerah
a. Hubungan Keuangan Daerah
Pemerintah Pusat memiliki hubungan keuangan dengan daerah untuk
membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan
dan/atau ditugaskan kepada daerah yang didanai dari dan atas beban
APBD. Sedangkan jika penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas
beban APBN. Hubungan keuangan tersebut meliputi:
Pemberian sumber penerimaan daerah berupa pajak daerah dan
retribusi daerah;
Pemberian dana bersumber dari perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan Daerah;
Pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk
pemerintahan daerah tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang;
dan
Pemberian pinjaman dan/atau hibah, dana darurat, dan insentif
(fiskal).
Sedangkan pemerintah daerah memiliki kewajiban dalam pengelolaan
keuangan daerah, meliputi:
Mengelola dana secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel;
Menyinkronkan pencapaian sasaran program daerah dalam APBD
dengan program pemerintah pusat; dan
Melaporkan realisasi pendanaan urusan pemerintahan yang
ditugaskan sebagai pelaksanaan dari tugas pembantuan.
Daerah dapat melakukan hubungan keuangan dengan daerah lain,
meliputi:
Bagi hasil pajak dan nonpajak antar-daerah;
5. Pinjaman Daerah
Daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari pemerintah pusat,
daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan
masyarakat. Kepala daerah dengan persetujuan dprd dapat menerbitkan
obligasi daerah untuk membiayai infrastruktur dan/atau investasi yang
menghasilkan penerimaan daerah setelah memperoleh pertimbangan dan
persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang keuangan. Daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari
penerusan pinjaman utang luar negeri dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang keuangan setelah memperoleh pertimbangan
dari menteri. perjanjian penerusan pinjaman tersebut dilakukan antara
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan dan
kepala daerah.
7. Kerjasama Daerah
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat
mengadakan kerja sama yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan
efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan, dengan:
a. Daerah lain, baik berupa:
Kerja sama wajib yaitu kerja sama antar-daerah yang berbatasan untuk
penyelenggaraan urusan pemerintahan, yang memiliki eksternalitas lintas
daerah; dan yang penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika
dikelola bersama. kerjasama tersebut mencakup kerjasama antar-daerah
provinsi; antara daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota dalam
wilayahnya; antara daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota dari
provinsi yang berbeda; antar-daerah kabupaten/kota dari daerah provinsi
yang berbeda; dan antar-daerah kabupaten/kota dalam satu daerah
provinsi. Biaya kerjasama wajib diperhitungkan dari APBD masing-masing
daerah. Jika kerjasama tidak berjalan, pemerintah pusat dapat mengambil
alih pelaksanaan urusan pemerintahan yang dikerjasamakan.
Kerja sama sukarela yakni dilaksanakan oleh daerah yang berbatasan
atau tidak berbatasan untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah namun dipandang lebih efektif dan efisien
jika dilaksanakan dengan bekerja sama.
b. Pihak ketiga, meliputi:
Kerja sama dalam penyediaan pelayanan publik;
Kerja sama dalam pengelolaan aset untuk meningkatkan nilai tambah
yang memberikan pendapatan bagi daerah;
Kerja sama investasi; dan
Kerja sama lainnya yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Pembinaan Daerah
Pembinaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi
dilaksanakan oleh menteri, menteri teknis, dan kepala lembaga pemerintah
nonkementerian. Menteri serta gubernur sebagai wakil pemerintah dapat
Selain pinjaman daerah, juga terdapat pemberian daerah salah satunya adalah
hibah. Hibah daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2012
tentang hibah daerah yang membahas ketentuan umum hibah, bentuk dan
sumber hibah, perencanaan hibah, pemberian/penerusan hibah dari pemerintah
2. Kerjasama Daerah
Kebijakan mengenai tata cara pelaksanaan kerja sama daerah telah dibahas
sebelumnya pada Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2007. Kerjasama
daerah ini selanjutnya dibahas lebih teknis dalam peraturan dan surat edaran
menteri dalam negeri serta peraturan menteri luar negeri, diantaranya:
Pedoman kerjasama pemerintah daerah dengan badan swasta asing
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.74 Tahun 2012
Petunjuk teknis tata cara kerja sama daerah diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri No.22 Tahun 2009
3. Keuangan Daerah
Beberapa peraturan menteri serta peraturan lain tingkat nasional yang dapat
digunakan sebagai pedoman dan kerangka hukum dalam mengembangkan
PEL berkenaan dengan keuangan daerah, diantaranya terkait:
a. Pengembangan dan pengelolaan:
Pedoman pengembangan produk unggulan daerah diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 2014
Pedoman pengelolaan keuangan daerah diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri No.21 Tahun 2011
b. Investasi:
Tata cara penerbitan dan pertanggungjawaban obligasi daerah diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan No.180/PMK.07/2015 Tahun 2015
Pedoman pelaksanaan pemberian insentif dan pemberian kemudahan
penanaman modal di daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.64 Tahun 2012
Pedoman pengelolaan investasi pemerintah daerah diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.52 Tahun 2012
Pedoman penyusunan rencana umum penanaman modal provinsi dan
rencana umum penanaman modal kabupaten/kota diatur dalam Peraturan
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No.9 Tahun 2012
c. Pinjaman dan hibah:
Tata cara penerusan pinjaman dalam negeri dan penerusan pinjaman
luar negeri kepada BUMN dan pemerintah daerah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan No.108/PMK.05/2016 Tahun 2016
Hibah dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.214/PMK.07/2015 Tahun 2015
Tata cara penarikan pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang
diteruspinjamkan kepada BUMN atau pemerintah daerah diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.201/PMK.05/2008
d. Pedoman dan ketentuan lainnya:
Pedoman tata cara penghitungan, penganggaran dalam APBD, dan tertib
administrasi pengajuan, penyaluran, dan laporan pertanggungjawaban
Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Acuan Penerapan Pengembangan Ekonomi Lokal untuk
Kota dan Kabupaten. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan
Umum.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No.9 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi dan Rencana Umum
Penanaman Modal Kabupaten/Kota
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.18 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2017
Peraturan Menteri Keuangan No.108/PMK.05/2016 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penerusan
Pinjaman Dalam Negeri dan Penerusan Pinjaman Luar Negeri kepada Badan Usaha
Milik Negara dan Pemerintah Daerah
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.11 Tahun 2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun 2015-2019
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.77 Tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan,
Penganggaran Dalam APBD, dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran, dan
Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengembangan Produk
Unggulan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.64 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian
Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.74 Tahun 2012 tentang Pedoman Kerjasama Pemerintah
Daerah dengan Badan Swasta Asing
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi
Pemerintah Daerah
Peraturan Menteri Keuangan No.226/PMK.07/2012 Tahun 2012 tentang Peta Kapasitas Fiskal
Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
No.8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri
Peraturan Menteri Luar Negeri No.09/A/KP/XII/2006/01Tahun 2006 tentang Panduan Umum Tata
Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.69 Tahun 2007 tentang Kerja Sama Pembangunan
Perkotaan
Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri
dan Penerimaan Hibah
Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah
Peraturan Presiden No.59 Tahun 2012 tentang Kerangka Nasional Pengembangan Kapasitas
Pemerintahan Daerah
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1730/SJ Tahun 2005 tentang Kerjasama Antar
Daerah
The World Bank. 2006. Local Economic Development Quick Reference. Washington, DC: The
World Bank.
Undang-Undang Republik Indonesia No.9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No.2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
Undang Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang-Undang Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
MATERI POKOK 4
PROGRAM LOCAL ECONOMIC RESOURCES
DEVELOPMENT
DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
NASIONAL
i
BAHAN AJAR 4:
PROGRAM LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DALAM
SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
ii
Tabel 3. Sasaran Umum Prioritas Nasional Terkait Reformasi Fiskal ................ 16
Tabel 4. Arah Kebijakan Prioritas Nasional Reformasi Fiskal
Berkaitan dengan Desentralisasi Fiskal ................................................ 17
Tabel 5. Sasaran Pemerataan Pembangunan Antarwilayah di Indonesia
Tahun 2014, 2017, dan 2019 ............................................................... 17
Tabel 6. Sasaran Kegiatan Prioritas Peningkatan Efektivitas dan
Efisiensi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa ...................................... 19
Tabel 7. Arah Kebijakan Dana Transfer ke Daerah ........................................... 20
iii
I. LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT DALAM KERANGKA
SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dalam Undang-Undang No.25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan
daerah. Adapun tujuan dari SPPN adalah untuk:
a. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;
b. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah,
antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah, maupun antara pusat dan
daerah;
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan;
d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
e. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) saat ini mengacu pada
Undang-Undnag No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. Sedangkan untuk skala menengah, diatur
dalam Peraturan Presiden RI No.2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 - 2019. RPJPN ini merupakan
penjabaran tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia seperti yang
tercantum dalam UUD 1945 dimana salah satunya adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum. RPJPN lebih bersifat visioner dan hanya memuat hal-hal yang
mendasar dan secara garis besar, sehingga memberi keleluasaan yang cukup bagi
penyusunan rencana jangka menengah dan tahunannya. Sedangkan RPJMN
memuat tentang visi, misi, dan program presiden. Untuk perencanaan tahunan,
dimuat dalam RKP yang menjadi pedoman penyusunan APBN tahun pertama
periode pemerintahan presiden berikutnya.
RPJP Daerah harus disusun dengan mengacu pada RPJP Nasional sesuai
karakteristik dan potensi daerah. Selanjutnya RPJP Daerah dijabarkan lebih lanjut
dalam RPJM Daerah. Mengingat RPJP Nasional menjadi acuan dalam penyusunan
RPJP Daerah, Kepala Bappeda menyiapkan rancangan RPJP Daerah yang disusun
melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbangda).
Rancangan RPJP Daerah hasil Musrenbangda dapat dikonsultasikan dan
dikoordinasikan dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). RPJP
Daerah ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Maksud dari RPJP Daerah
mengacu kepada RPJP Nasional bukan untuk membatasi kewenangan daerah,
tetapi agar terdapat acuan yang jelas, sinergi, dan keterkaitan dari setiap
perencanaan pembangunan di tingkat daerah berdasarkan kewenangan otonomi
yang dimilikinya berdasarkan platform RPJP Nasional. RPJP Daerah dijabarkan lebih
lanjut oleh Kepala Daerah berdasarkan visi dan misi dirinya yang diformulasikan
dalam bentuk RPJM Daerah. Pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPJP Daerah
dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah. Untuk mengakomodasi
RPJP Daerah yang telah ada, dan mengingat RPJP Daerah harus mengacu pada
RPJP Nasional, maka RPJP Daerah baik substansi dan jangka waktunya perlu
disesuaikan dengan RPJP Nasional. Untuk mengakomodasi RPJM Daerah yang
telah ada agar sesuai dengan RPJP Daerah yang telah disesuaikan dengan RPJP
Nasional, maka RPJM Daerah substansinya perlu disesuaikan dengan RPJP Daerah
tanpa harus menyesuaikan kurun waktu RPJM Daerah dengan RPJP Daerah
maupun RPJM Nasional. Hal ini dikarenakan waktu pelaksanaan pemilihan kepala
daerah yang berbeda-beda tiap daerah.
Arahan RPJP Nasional dalam perumusan RPJP Daerah bersifat cukup umum,
sehingga arahan lebih khusus dan mendetailnya dapat mengacu pada RPJMN dan
RKP tahun perencanaan. Berkaitan dengan penerapan LERD di daerah yang
mengacu pada RPJPN 2005-2025, terutama menyangkut arahan bidang
perekonomian dan pembangunan daerah di Indonesia, yang akan dibahas berikut
ini.
Adapun sasaran perwujudan tujuan tersebut terbagi atas tiga sasaran strategis.
Ketiga sasaran tersebut antara lain:
Sasaran strategis (outcome) 1: Terwujudnya sinkronisasi dan koordinasi
kebijakan bidang perekonomian. Indikator keberhasilannya adalah 100%
kebijakan baru bidang perekonomian yang terimplementasi sejak tahun 2014-
2019
Sasaran strategis (outcome) 2: Terwujudnya pengendalian kebijakan
perekonomian. Indikator keberhasilannya adalah 100% revisi kebijakan
bidang perekonomian yang terimplementasi sejak tahun 2014-2019
Sasaran strategis (outcome) 3: Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang
baik. Indikator keberhasilannya adalah tingkat kinerja Manajemen
Kementerian =4 sejak tahun 2014-2019. Perhitungan target 4 tersebut
bersumber dari rata-rata nilai hasil evaluasi yaitu laporan keuangan dengan
c. Daya Saing KUKM (Kewirausahaan, dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah)
dan Ketenagakerjaan/Buruh
Aturan dan kebijakan yang ada saat ini juga belum cukup efektif untuk
memberikan kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha bagi UMKM dan
koperasi. Koperasi juga masih menghadapi kendala terkait kapasitas pengurus
dan anggota koperasi dalam mengelola dan mengembangkan koperasi sesuai
jati diri, dan kebutuhan untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
Strategi pembangunan RKP 2017 untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan
“Memacu pembangunan infrastruktur dan ekonomi untuk meningkatkan kesempatan
kerja serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar-wilayah”. Berikut adalah
sasaran pembangunan tahun 2017:
Tabel 2. Sasaran Pembangunan Tahun 2017
Berikut ini adalah sasaran umum prioritas nasional reformasi fiskal untuk tahun 2017,
mengenai persen PDB dalam keuangan nasional, serta penjelasan arah kebijakan
prioritas nasional reformasi fiskal berkaitan dengan desentralisasi fiskal:
Tabel 3. Sasaran Umum Prioritas Nasional Reformasi Fiskal
Tabel 5. Sasaran Pemerataan Pembangunan Antarwilayah di Indonesia Tahun 2014, 2017, dan
2019
Gambar 3. Kegiatan Prioritas Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi Transfer Ke Daerah dan
Dana Desa
MATERI POKOK 5
KERANGKA KELEMBAGAAN DALAM
LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
i
BAHAN AJAR 5:
KERANGKA KELEMBAGAAN DALAM
LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
iii
I. EVALUASI KELEMBAGAAN DALAM PROGRAM USDRP SEBAGAI
MASUKAN BAGI KELEMBAGAAN LERD
Program Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan salah satu upaya
lanjutan dari berakhirnya program USDRP. Urban Sector Development Reform
Program (USDRP) adalah suatu program yang berfokus pada kemandirian
pemerintah daerah dalam membangun wilayahnya. Program ini memperoleh
dana pinjaman USD 38,435 juta dari Bank Dunia kepada 15 proyek infrastruktur
perkotaan di 10 kabupaten/kota di Indonesia yang telash sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Proyek ini berjalan sejak penandatanganan pinjaman
pada 20 Oktober 2005 dan berakhir pada 30 Juni 2012. Program USDRP ini
menjadi cikal bakal rancangan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional yang
kemudian akan diajukan sebagai RUU Perkotaan.
Di tingkat pusat, USDRP membantu pemerintah untuk melaksanakan Urban
Institutional Development Program (UIOP) dan merumuskan kebijakan
pembangunan perkotaan khususnnya yang terkait dengan pembiayaan
pembangunan perkotaan, pengentasan kemiskinan melalui pengembangan
ekonomi lokal (Local Economic Development/LED) dan peningkatan pelayanan
umum. Sementara di tingkat daerah, USDRP membantu pemerintah kabupaten
atau kota peserta program untuk melaksanakan reformasi tata pemerintahan
dasar, perumusan strategi pembangunan kapasitas, dan pengembangan
kelembagaan (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012). Seiring dengan
berakhirnya masa program, maka dilakukan berbagai upaya berupa program
lanjutan yang akan melanjutkan usaha USDRP. Salah satu upaya yang
dimaksud adalah melanjutkan program Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL)
yang tidak hanya terbatas pada daerah-daerah peserta USDRP sebelumnya,
namun juga untuk diterapkan sebagai program pembangunan daerah.
Tahap IV: Monitoring dan Membangun sistem dan melaksanakan monitoring dan
14. evaluasi
Evaluasi (Monev)
(Sumber: Diolah dari Kementerian Pekerjaan Umum, 2012)
3. Membentuk satu tim kerja Model ini mirip dengan model pertama.
yang tugas pokok dan Perbedaannya, pada model ini pemda hanya perlu
lungsinya ada di dalam membentuk unit organisasi kerja yang bersifat
struktur organisasi pemda sementara (ad-hoc) sebagai penanggung jawab
utama penerapan pendekatan dan pelaksanaan PEL
Dalam memilih model yang tepat, lembaga atau individu di daerah yang akan
menerapkan pendekatan PEL perlu mempertimbangkan sejumlah kriteria
yaitu:
a. Sejauh mana tingkat kontrol oleh pemerintah daerah terhadap organisasi
pelaksana PEL dan kegiatan-kegiatan terkait PEL yang akan dilakukan
b. Berapa besar jumlah dana publik yang ingin diinvestasikan oleh daerah
(kota dan kabupaten) dalam mendorong keberhasilan pencapaian PEL
c. Jenis dan bentuk kegiatan apa yang akan dilakukan dalam mencapai
tujuan PEL itu sendiri
Pada tahap kedua pula, dalam langkah ke-6 yakni merumuskan dan menyusun
strategi, agenda program, dan rencana aksi PEL, diperlukan kegiatan penyiapan
proses perencanaan yang partisipatif, dengan cara:
a. Tim Pelaksana PEL bertanggung jawab menunjuk tim sebagai pelaksana
dan penanggung jawab penyusunan dokumen strategi, program dan
rencana aksi PEL
b. Menjadikan forum kemitraan PEL sebagai media perencanaan pertisipetif
dalam perumusan dokumen perencanaan strategis PEL
c. Menyiapkan dan menyelenggarakan rancangan atau ToR
diskusi/lokakarya sesuai kebutuhan dan kondisi yang menjadi perhatian
tim
d. Membentuk kelompok-kelompok perencana, bisa dibagi menurut wilayah
(kelurahan/ desa, kecamatan atau wilayah yang lebih luas) berdasarkan
kesamaan karakteristik wilayah (misal dalam sumber daya alam) untuk
memudahkan dalam perumusan strategi dan program PEL
e. Membentuk sejumlah tim perencana sesuai pengelompokan pada butir
(d) dan satu tim perumus
Sebelum melanjutkan ke tahap ketiga, perlu dipastikan bahwa sejumlah kondisi
yang dibutuhkan telah terpenuhi, yakni:
a. Daerah harus memiliki visi yang jelas dan akurat dalam pembangunan
ekonominya
2. Memastikan bahwa forum kemitraan PEL berfungsi dan efektif, dengan cara:
a. Menyusun rencana aksi dan kegiatan forum kemitraan PEL
b. Memastikan bahwa forum kemitraan mengadakan pertemuan rutin untuk
membahas berbagai persoalan yang dihadapi terkait PEL
c. Memastikan adanya dukungan sumber daya dan dana untuk menjalankan
rencana aksi PEL
d. Mengembangkan sistem informasi dan komunikasi antara aggota forum
Tahapan terakhir (ke-4) dalam pengelolaan PEL adalah monitoring dan evaluasi.
Tahapan ini pada prinsipnya dilakukan sepanjang pelaksanaan PEL, bukan
hanya setelah tahapan ketiga selesai dilaksanakan. Pada tahap implementasi
PEL, monev memiliki fungsi manajemen yang sangat panting. Hasil dari kegiatan
monev akan bermanfaat dalam:
Menjadi pondasi dan masukan penting bagi unit/lembaga/organisasi/task
force PEL dan juga forum kemitraan PEL di daerah untuk mengidentifikasi
persoalan yang terjadi
Memberikan arah yang jelas mengenai tindakan korektif yang parlu
dilakukan
Memperbaiki kualitas palaksanaan PEL secara keseluruhan, baik yang
sedang berjalan maupun yang akan datang
Mengetahui apakah strategi atau program tertentu yang dijalankan dalam
tujuan PEL dapat diperluas atau direplikasi ke daerah lain atau tidak.
MATERI POKOK 6
INSTRUMEN FISKAL UNTUK MENDUKUNG LOCAL
ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
i
BAHAN AJAR 6:
INSTRUMEN FISKAL UNTUK MENDUKUNG
LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
ii
I. KONSEP UMUM KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan fiskal oleh pemerintah merupakan bagian dari kebijakan
makroekonomi, dimana kebijakan lainnya yaitu kebijakan moneter diserahkan
kepada Bank Indonesia selaku bank sentral. Tujuan akhir dari kebijakan
makroekonomi ini adalah untuk menciptakan kesejahteraan sosial yang dinilah
melalui indeks pertumbuhan output, kesempatan kerja, tingkat inflasi, neraca
pembayaran, dll. Berikut ini merupakan diagram kedudukan kebijakan fiskal
sebagai salah satu kebijakan makroekonomi:
Adapun tujuan dilakukannya kebijakan fiskal antara lain (Bank Indonesia, 2014):
1. Menurunkan pengangguran dengan cara membuka kesempatan kerja
melalui kegiatan pemerintah berupa belanja barang, jasa, dan proyek.
Dana untuk pembelanjaan barang, jasa, dan proyek dimaksud berasal
dari pajak dan sumber pembiayaan lainnya, seperti Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) dan sebagian laba BUMN.
Kebijakan peningkatan Dana Transfer ke Desa dan Dana Desa tersebut diimbangi
dengan pengurangan Belanja Pemerintah Pusat pada RAPBN 2016. Dari anggaran
belanja pemerintah pusat dalam RAPBN tahun 2016 sebesar Rp. 1.339.084,4 Miliar,
anggaran yang dialokasikan melalui K/L mencapai 58,3% atau Rp. 780.377,9 Miliar.
Sementara 41,7% anggaran atau Rp. 558.706,5 Miliar dialokasikan melalui BA BUN
(belanja non-K/L) sebagaimana disajikan dalam tabel berikut:
Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah untuk mendanai kegiatan tertentu yang menjadi urusan daerah, baik
kegiatan yang bersifat fisik maupun nonfisik. Dana Transfer Khusus lebih bersifat
specific grant yang penggunaannya diarahkan untuk mendanai kegiatan tertentu
yang menjadi kebutuhan daerah dan prioritas nasional, dan/atau yang
merupakan amanat dari peraturan perundangundangan. Dana Transfer Khusus
untuk tahun 2016 direncanakan sebesar Rp 215.256,2 Miliar. Dana Transfer
Khusus terbagi atas:
Salah satu perubahan mendasar dari DAK adalah adanya DAK Fisik yang
jenis dan ruang lingkupnya difokuskan untuk mendanai beberapa
program/kegiatan yang menjadi kebutuhan daerah dan merupakan prioritas
nasional yang telah dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Program/kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mendukung prioritas
nasional tersebut, disesuaikan dengan usulan daerah dengan mengacu pada
pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Secara
keseluruhan DAK Fisik dalam RAPBN tahun 2016 direncanakan sebesar Rp
91.778,5 Miliar yang terbagi atas:
Agar alokasi DAK Fisik sesuai dengan kebutuhan daerah dan prioritas
nasional, maka pengalokasiannya dilakukan dengan mekanisme bottom-up,
yakni daerah menyampaikan usulan (proposal based) sebagai dasar untuk
penentuan alokasi. Hal ini berbeda dengan pengalokasiaan DAK pada tahun-
tahun sebelumnya yang lebih banyak bersifat top-down. kewilayahan, dan
kriteria teknis yang terkait dengan data kebutuhan teknis daerah.
Adapunmekanisme pengalokasian DAK Fisik dilakukan melalui 4 tahapan,
sebagai berikut:
a. DAK Reguler
Salah satu aspek yang dilakukan pada tahun 2016 dalam rangka
penguatan DAK adalah melalui penyederhanaan bidang DAK, dari
sebelumnya 14 bidang pada tahun 2015 menjadi 10 bidang pada tahun
2016. Hal ini dimaksudkan agar DAK bisa lebih fokus untuk mendanai
kegiatan bidang tertentu, sehingga kegiatannya tuntas dalam 1 tahun
1 Pendidikan
Dimensi
2 Kesehatan dan Keluarga Berencana
Pembangunan
Manusia 3 Bidang Infrastruktur Perumahan,
Pemukiman, Air Minum dan Sanitasi
Jalan/jembatan
Jaringan irigasi
Infrastruktur perumahan pemukiman
Air minum dan sanitasi
Infrastuktur perhubungan
Infrastruktur kelautan dan perikanan
MATERI POKOK 7
ANALISIS KUANTITATIF :
INPUT & OUTPUT ANALYSIS
i
BAHAN AJAR 7
ANALISIS KUANTITATIF :
INPUT-OUTPUT ANALYSIS
DAFTAR ISI
ii
I. METODE ANALISIS KUANTITATIF : INPUT-OUTPUT
Merencanakan suatu pengembangan wilayah tidak lagi dilakukan pendekan
sektoral, melainkan sudah semakin menuntut tinjauan sistem sektoral. Tinjuan
multi sektoral dalam suatu perekonomian akan memperjelas hubungan saling
mempengaruhi antara satu sektor ekonomi dengan sektor ekonomi lainnya.
Teknik analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu pilihan metode yang
dapat digunakan dalam melakukan tinjauan multi sektoral. Metode Input-Output
(I-O) merupakan metode yang biasa digunakan dalam perencanaan ekonomi
nasional maupun perencanaan ekononomi wilayah.
Analisis Input – Output (I-O) adalah ide perhitungan keterkaitan antar sektor yang
dipelopori oleh Francois Quesnay (1758) kemudian diperkenalkan oleh Wassily
Leontief (1966) dan dikembangkan oleh Chenery dan Watabe (1958), Hirschman
(1958). Manfaat dari analisis Input – Output (I-O) antara lain menyajikan
gambaan rinci mengenai struktur ekonomi pada suatu kurun tertentu,
memberikan gambaran lengkap mengenai aliran barang, jasa, dan input antar
sektor, alat peramal mengenai pengaruh suatu perubahan situasi/kebijakan
ekonomi.
Kesulitan yang banyak dihadapi dalam pengisian Tabel I – O adalah kesulitan
data. Apabila data statistik dapat dipercaya dan lengkap maka pendekatan ini
dapat dilakukan. Hal tersebut biasanya disebut dengan double approach.
Kesulitan lain yang cukup penting ialah banyak hal yang harus diteliti dan
dibedakan antara pengeluaran dan pembayaran pada perhitungan umum dan
perhitungan modal. Persoalan lainnya adalah penggunaan nilai ditinjau dari pihak
produsen atau konsumen. Misalnya, memasukkan suatu pasal (items) kedalam
impor atau ekspor, memilih penentuan harga luar negeri atau dalam negeri untuk
menilai impor dan ekspor, mencocokkan baris dan kolom, dan lainnya.
Asumsi Dasar Analisis Input-Output yaitu :
- Homogenitas
Setiap sektor menghasilkan suatu output tunggal dengan susunan input
tunggal (tertentu), serta tidak ada substitusi antar output dari berbagai sektor
yang ada.
- Proporsionalitas
Jumlah dari tiap jenis input yang dipakai oleh suatu sektor akan berubah
sebanding dengan berubahnya output total yang dihasilkan oleh sektor
tersebut.
- Aditivitas
Efek total dari pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan oleh
masingmasing sektor secara terpisah.
Sistem Input – Output (I-O) seperti model ekonomi umumnya disusun
berdasarkan asumsi tentang perilaku ekonomi dan pendefinisian variabel yang
digunakan dalam analisis. Hal itu dimulai dari dasar-dasar konsepsi sistem
perhitungan Input – Output (I-O). Sistem perhitungan tersebut memerlukan
ALOKASI INPUT 1 2 … N
INPUT SEKTOR 2
KUADRAN I KUADRAN II
ANTARA PRODUKSI …
Dimana
Xij =
ijXj
…………………………………………………………………………………………….………………………………
…………………………… ( 6)
Aij = Koefisien Input
Xij = perbandingan antara jumlah output sektor i yang digunakan dalam sektor j
Xj = input total sektor j
Maka dengan memasukkan persamaan 6 dan persamaan 2 diperoleh
persamaan sebagai berikut :
∑ ijXj + Fi = Xi
…………………………………………………………………………………………
……..… ( 7 )
Jika dalam suatu perekonomian terdapat n sektor, maka koefisien input akan ada
sebanyak n2 buah. Seluruh koefisien tersebut dapat diyatakan dalam bentuk
matriks, yang lazim disebut matriks A atau matriks koefisien Input, dapat dilihat
sebagai berikut :
AX + F = X
…………………………………………………………………………………………
……………………..(8)
X – AX = F
…………………………………………………………………………………………
……………………..(9)
(I – A)X = F
…………………………………………………………………………………………
…………………… (10)
X = (I – A)-
1F……………………..………..…………………………………………………………
………………… (11)
Dimana
F(d)i = ∑ ij
…………………………………………………………………………………………
………. (12)
Dimana
ij = koefisien input
Keterkaitan ke belakang (backward linkage) dilambangkan dengan B(d)j
dirumuskan dengan :
B(d)j = ∑ ij
…………………………………………………………………………………………
………. (13)
ij = koefisien input
Oj = ∑ ij
…………………………………………………………………………………………
…….. (14)
Dimana
Oj = pengganda output sektor j
X = (I – A)-1 F
…………………………………………………………………………………
…….……….. ( 15 )
Dimana
F = Permintaan akhir
MATERI POKOK 8
PRAKTEK ANALISIS KUANTITATIF :
INPUT & OUTPUT ANALYSIS
i
BAHAN AJAR 8
PRAKTEK ANALISIS KUANTITATIF :
INPUT-OUTPUT ANALYSIS
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel I – O : Transaksi atas Dasar Harga Produsen ........................................... 1
Tabel 2. Matrik Koefisien Input Domestik (Matrik A) .......................................................... 2
Tabel 3. Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan..................................... 2
Tabel 4.Dampak Permintaan Akhir Terhadap Output; Matriks (I-A)-1F .............................. 3
Tabel 5. Dampak Permintaan Akhir Terhadap Nilai Tambah Bruto ................................... 4
Tabel 6. Dampak Permintaan Akhir Terhadap Kebutuhan Impor ...................................... 4
Tabel 7.Tingkat Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB .......................................... 6
Tabel 8. Pertumbuhan Sektor Ekonomi di Jawa Tengah Tahun 2004-2008 ...................... 6
Tabel 9. Struktur Ekonomi Jawa Tengah Tahun 2004-2008 Atas Dasar Harga Berlaku.... 7
ii
I. STUDI KASUS PENGGUNAAN ANALISIS INPUT-OUTPUT DALAM
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
Transaksi Domestik atas Dasar Harga Produsen yang dibagi atas tiga sektor.
Angka-angka dalam tabel dalam satuan Trilyun Rupiah.
Tabel 1. Tabel I – O : Transaksi atas Dasar Harga Produsen
Primer 2 38 2 42
Sekunder 5 36 14 55
Tersier 3 18 16 37
Impor 1 22 4 27
Input Primer 68 56 84
Primer 19 0 0 3 15 37 79
Sekunder 46 2 40 -1 28 55 110
Tersier 51 16 6 0 10 83 120
Impor 26 53
Dari tabel di atas indeks daya penyebaran dapat dijelaskan sebagai berikut :
αj = 1 daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh
sektor ekonomi.
αj > 1 daya penyebaran sektor j diatas rata-rata daya penyebaran seluruh sektor
ekonomi.
αj < 1 daya penyebaran sektor j dibawah rata-rata daya penyebaran seluruh
sektor ekonomi.
Dari hasil di atas, bisa dijelaskan bahwa indeks daya penyebaran (dampak
keterkaitan kebelakang) sektor sekunder lebih besar dari satu dengan nilai 1,22.
Hal ini menjelaskan bahwa daya penyebaran sektor sekunder di atas rata-rata
daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Sedangkan sektor primer dan tersier
lebih kecil dari satu dengan nilai 0,81 dan 0,91. Hal ini menujukkan bahwa kedua
sektor tersebut indeks daya penyebarannya dibawah rata-rata daya penyebaran
seluruh sektor ekonomi.
Sedangkan indeks derajat kepekaan dapat dijelaskan sebagai berikut :
βi = 1 derajat kepekaan sektor j sama dengan rata-rata derajat kepekaan seluruh
sektor ekonomi.
Analisis Dampak
Tabel 4.Dampak Permintaan Akhir Terhadap Output; Matriks (I-A)-1F
JUMLAH 100
4. Listrik, Gas, dan Air Minum 8,65 10,78 6,49 6,72 4,76
MATERI POKOK 9
TEKNIK DAN ANALISIS PROYEKSI
i
BAHAN AJAR 9
PRAKTEK ANALISIS KUANTITATIF :
INPUT-OUTPUT ANALYSIS
DAFTAR ISI
ii
I. PENGERTIAN METODE FORECASTING
Secara umum pengertian peramalan adalah tafsiran. Namun dengan
menggunakan teknik-teknik tertentu, maka peramalan bukan hanya sekedar
tafsiran. Ada beberapa definisi tentang peramalan, diantaranya:
A. Peramalan/ forecasting merupakan prediksi nilai-nilai sebuah variabel
berdasarkan kepada nilai yang diketahui dari variabel tersebut atau variabel
yang berhubungan. Meramal juga dapat didasarkan pada keahlian judgment,
yang pada gilirannya didasarkan pada data historis dan pengalaman
(Makridakis et al., 1988)
B. Peramalan atau forecasting diartikan sebagai penggunaan teknik-teknik
statistik dalam bentuk gambaran masa depan berdasarkan pengolahan
angka-angka historis (Elwood, 1996).
C. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan tingkat permintaan produk yang
diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu
tertentu di masa yang akan datang (Biegel, 1999).
D. Organisasi selalu menentukan sasaran dan tujuan, berusaha menduga
faktor-faktor lingkungan, lalu memilih tindakan yang diharapkan akan
menghasilkan pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Kebutuhan akan
peramalan meningkat sejalan dengan usaha manajemen untuk mengurangi
ketergantungannya pada hal-hal yang belum pasti. Peramalan menjadi lebih
ilmiah sifatnya dalam menghadapi lingkungan manajemen. Karena setiap
organisasi berkaitan satu sama lain, baik buruknya ramalan dapat
mempengaruhi seluruh bagian organisasi. (Makridakis, 1988)
- Metode Eksploratif
Pada metode ini dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai awal dan
bergerak ke arah masa depan secara heuristik, sering kali dengan melihat
semua kemungkinan yang ada.
- Metode Normatif
Pada metode ini dimulai dengan menetapkan sasaran tujuan yang akan
datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai
berdasarkan kendala, sumber daya dan teknologi yang tersedia.
Dimana
X = F = Hasil ramalan
T = Waktu
Xi = Demand pada periode t
2. Single Moving Average
Apabila diperoleh data yang stasioner, metode ini cukup baik untuk
meramalkan keadaan.
Dimana
X = F = Hasil ramalan
T = Waktu
Xi = Demand pada periode t
3. Double Moving Average
Jika data tidak stasioner serta mengandung pole trend, maka dilakukan
moving average terhadap hasil single moving average.
B. Metode Smoothing
Dipakai pada kondisi dimana bobot data pada periode yang satu berbeda
dengan data pada periode sebelumnya dan membentuk fungsi Exponential
yang biasa disebut Exponential smoothing. Adapun metode-metode yang
termasuk didalamnya, antara lain:
Dimana
a = Konstanta pemulusan
4. Regresi Linier
Regresi linier digunakan untuk peramalan apabila set data yang ada
linier, artinya hubungan antara variabel waktu dan permintaan berbentuk
garis (linier). Metode regresi linier didasarkan atas perhitungan least
square error, yaitu dengan memperhitungkan jarak terkecil kesuatu titik
pada data untuk ditarik garis. Adapun untuk persamaan peramalan
regresi linier dipakai tiga konstanta, yaitu a, b dan Y. Dengan masing-
masing formulasinya adalah sebagai berikut:
Dimana
Y = Variabel yang diprediksi
a,b = Parameter peramalan
t = Variabel independen
Y= a+ bX.
Persamaan ini hanya memiliki 2 variabel saja, hanya satu variabel terikat(Y)
dan satu variabel bebas (X) . Sehingga setiap nilai X bertambah dengan satu
satuan maka nilai Y akan bertambah dengan b. kalau nilai X=0 maka nilai Y
sebesar a.
Penggunaan model regresi sederhana hanya memungkinkan bila pengaruh
yang ada itu hanya dari independent variable (variabel bebas) terhadap
dependent variable (variabel terikat), tidak boleh ada pengaruh timbal balik,
yaitu jika variabel terikat juga berpengaruh terhadap variabel bebas. Dalam
regresi linear sederhana dihindari sifat autokorelasi. autokorelasi adalah
hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai variabel yang lain sama.
Ciri penting dari regresi sederhana adalah apabila terdapat homoscedasticity.
Homoscedasticity adalah kesamaan distribusi Y pada setia nilai X. Artinya
berapapun besarnya X, kalau diamati nilai Y nya dan dihitung deviasi
standartnya relative sama,
misalnya jika pada nilai X1 diamati nilai Y dan dicata deviasi satndartnya, dan
dibandingkan denagn nilai Y pada X2 maka nilainya sama, yang berarti
distribusi nilai Y terhadap nilai X selalu sama. gejala ini yang dimaksud
Y= a+ bX
Dimana
Y = Variabel terikat
a = parameter intercept (nilai Y’ apabila X = 0)
b = parameter koefisisen regresi variabel bebas
X = variabel bebas
B. Analisis regresi linear berganda (multiple regression)
Regresi berganda berguna untuk mencari pengaruh dua atu lebih variabel
bebas atau ntuk mencari hubungan fungsional dua variabel bebas atau lebih
terhadap variabel uterikatnya, atau untuk meramalkan dua variabel bebas
atau lebih terhadap variabel terikatnya. Dengan demikinan multiple
regression (regresi berganda) digunakan untuk penelitian yang menyertakan
bebarapa variabel sekaligus. Dalam hal ini regresi juga dapat dijadikan pisau
analisis terhadap penelitian yang diadakan, tentu saja jika regresi diarahkan
untuk menguji variabel-variabel yang ada.
Pada dasarnya rumus pada regresi ganda sama dengan rumus pada regresi
sederhana, hanya saja pada regresi berganda ditambahkan variabel-variabel
lain yang juga diikutsertakan dalam penelitian. Adapun rumus yang dipakai
disesuaikan dengan jumlah variabel yang diteliti. Rumus rumusnya adalah
sebagai berikut :
MATERI POKOK 10
ANALISIS PERMASALAHAN DENGAN POHON MASALAH
i
BAHAN AJAR 10:
ANALISIS PERMASALAHAN DENGAN POHON MASALAH
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
ii
I. DEFINISI MASALAH
Antara masalah, kondisi, dan potensi memiliki definisi dan karakter yang
berbeda-beda. Kondisi dalam konteks wilayah adalah keadaan riil dari suatu
wilayah, contohnya lahan datar, topografi berbukit-bukit, dll. Potensi adalah
kondisi riil dari suatu wilayah yang (‘dianggap’) dapat diberdayakan atau
dioptimalkan, contohnya lahan yang luas, yang cocok untuk pertanian (vs. lahan
pertanian luas). Sedangkan masalah adalah kondisi riil yang berbeda dengan
yang diharapkan (karena konflik, over-use, tidak sesuai peruntukan, dll). Contoh
masalah wilayah adalah lahan pertanian luas namun tidak tergarap.
MATERI POKOK 11
PENGEMBANGAN POHON TUJUAN
i
BAHAN AJAR 11:
PENGEMBANGAN POHON TUJUAN
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
ii
I. KERANGKA UMUM POHON TUJUAN
Pohon tujuan merupakan gambaran tujuan yang ingin dicapai dari intervensi
untuk mengatasi permasalahan dan digambarkan dalam suatu pohon masalah.
Pengertian lainnya (Lubis, 2012) adalah penggambaran situasi, kondisi,
keinginan, atau perubahan yang ingin dicapai oleh proyek, yang dianggap ideal
dan direncanakan dalam sebuah proyek (jawaban terhadap masalah). Pohon
tujuan adalah langkah kedua setelah membuat pohon masalah dan hanya
dibangun di atas struktur pohon masalah. Pohon Tujuan memungkinkan
pemangku kepentingan yang berpartisipasi untuk menggambarkan situasi masa
depan yang diinginkan, situasi setelah masalah terselesaikan, dan
mengidentifikasi hubungan cara-hasil. Dalam sebuah proyek, pohon tujuan
digunakan untuk menghasilkan luaran yang diinginkan dan output yang
diperlukan, serta dampak yang dituju.
Pohon tujuan menguji dan menegasikan pernyataan negatif dalam pohon
masalah menjadi positif. Pengujian dilakukan secara partisipatif, dengan
melibatkan stakeholder untuk membayangkan tujuan yang disepakati bersama.
‘Penyebab’ dalam pohon masalah dimodifikasi kepada efek yang diinginkan.
Dengan cara ini, stakeholder yang berpartisipasi dapat berpikir tentang cara-cara
untuk membawa penyebab positif menjadi ada, dan langkah-langkah praktis apa
yang harus diambil. Dengan demikian, solusi dasar akan ditemukan dengan
memodifikasi akar penyebab masalah. Hal ini juga akan membantu untuk
memprioritaskan tindakan. Beberapa penyebab mungkin perlu dihilangkan, dan
beberapa tujuan mungkin perlu ditambahkan.
Pada pohon masalah, posisi sentral merupakan masalah utama. Lalu melalui
brainstorming, dicoba untuk ditemukan penyebab dominan dari masalah tersebut
melalui keterkaitan sebab-akibat. Sedangkan pohon tujuan pada dasarnya
membalik proses tersebut dan berusaha untuk menemukan solusi potensial
untuk setiap penyebab masalah. Solusi-solusi potensial tersebut nantinya akan
mengarahkan pada hasil yang diharapkan yang berpotensi pada tujuan proyek
atau tujuan pembangunan secara luas.
Dalam konteks persiapan proposal, tujuan pembangunan dapat digambarkan
sebagai outcome positif. Sedangkan hasil yang diharapkan dapat dianggap
sebagai “indikator outcome kunci”, dan penyebab-penyebab langsung dapat
dianggap sebagai “kegiatan dan input”. Cara ini sangat membantu untuk
mengorganisasikan isi proposal.
a. Jangka panjang yang ingin dicapai a. Menentukan tujuan umum berdasarkan akibat
proyek masalah dengan mempertimbangkan
b. Bersifat umum kemampuan sumber daya, fleksibel, dan
c. Dampak proyek jangka panjang realistik
pada masyarakat b. Merumuskan tujuan umum dengan
d. Tidak dapat dicapai oleh proyek pernyataan positif
sendiri c. Mencatat rumusan pada kartu
e. Memerlukan proyek lain diluar d. Menempelkan kartu pada papan softboard
jangkauan proyek e. Membahas rumusan, duplikasi, kelompok,
f. Tidak terlalu jauh dengan tujuan hirarkis
khusus f. Menentukan langkah yang sama
g. Menentukan sub tujuan umum
2. Tujuan Khusus
Bagian dari tujuan umum atau sub- a. Menjabarkan tujuan umum ke dalam tujuan-
tujuan, digunakan untuk memudahkan tujuan kecil yang lebih spesifik
menentukan sasaran. b. Lebih jelas/terukur daripada tujuan umum
Adapun kedudukan hirarki tujuan umum, tujuan khusus, dan sasaran adalah:
Tujuan
Umum
Tujuan
Khusus
Sasaran
MATERI POKOK 12
STRATEGI PROGRAM LOCAL ECONOMIC RESOURCES
DEVELOPMENT
i
BAHAN AJAR 12:
STRATEGI PROGRAM LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ii
I. KONSEP DASAR PROGRAM LERD
Perumusan strategi dalam pelaksanaan LERD berkaitan erat dengan langkah-
langkah yang harus diambil untuk mensukseskan program LERD. Karenanya
pemahaman terkait pengertian, prinsip, pendekatan, serta hasil evaluasi
pembangunan daerah menjadi penting untuk digunakan dalam merumuskan
strategi program LERD tersebut. Berdasarkan pengertiannya, Pengembangan
Ekonomi Lokal (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012) adalah kondisi
"Terjalinnya kerjasama kolektif antara pemerintah, dunia usaha, serta sektor non-
pemerintah dan masyarakat untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan secara
optimal sumber daya yang dimiliki dalam upaya merangsang dan menciptakan
perekonomian lokal yang kuat, mandiri, dan berkelanjutan.” Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat diambil dua kata kunci yang juga merupakan
komponen pendekatan PEL yakni:
1. Kerjasama antarsemua komponen, dan
2. Pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal.
Kedua kata kunci ini akan menjadi acuan dalam keberhasilan program PEL,
selain dari prinsip-prinsip utama yang harus dipegang sebagai dasar konsep
PEL, diantaranya (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012):
a. Kemiskinan dan pengangguran merupakan tantangan utama yang
dihadapi daerah sehingga strategi PEL harus memprioritaskan pada
peningkatan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan
b. PEL harus menetapkan target pada masyarakat kurang beruntung, pada
area dan masyarakat yang cenderung termarjinalkan, pada usaha mikro
dan kecil sehingga memungkinkan mereka untuk berpartisipasi nyata
dalam kehidupan ekonomi setempat.
c. Setiap daerah perlu mengembangkan dan memiliki sendiri strategi PEL
yang sesuai dengan kondisi daerahnya.
d. PEL mendukung kepemilikan lokal, keterlibatan masyarakat,
kepemimpinan lokal, dan pengambilan keputusan bersama.
e. PEL menuntut terbangunnya kemitraan antara masyarakat. sektor usaha
dan swasta serta pemerintah daerah untuk memecahkan masalah
bersama.
f. PEL memaksimalkan pemanfaatan sumber daya lokal, kemampuan,
keterampilan, dan peluang bagi pencapaian berbagai tujuan.
g. PEL memberikan keleluasaan bagi daerah untuk merespon perubahan
lingkungan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun
internasional.
Tahap IV: Monitoring dan Membangun sistem dan melaksanakan monitoring dan
14. evaluasi
Evaluasi (Monev)
(Sumber: Diolah dari Kementerian Pekerjaan Umum, 2012)
MATERI POKOK 13
PENDEKATAN MONITORING DAN EVALUASI
PROGRAM LOCAL ECONOMIC RESOURCES
DEVELOPMENT
i
BAHAN AJAR 13:
PENDEKATAN MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM
LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
ii
I. DEFINISI MONITORING DAN EVALUASI
UN-HABITAT (2015) mendeskripsikan monitoring sebagai sebuah proses
berkelanjutan dari pengumpulan informasi menggunakan penilaian kinerja (atau
indikator) untuk mengukur sebuah proyek atau proses. Atau dengan kata lain
adalah upaya ‘untuk mengobservasi’ atau ‘untuk mengecek kinerja’. Sedangkan
evaluasi adalah menggunakan informasi dari monitoring untuk menganalisa
proses, program, dan proyek untuk mengetahui apakah terdapat peluang untuk
mengubah strategi, program, dan proyek. Dalam tahapan implementasi strategi
LERD, evaluasi digunakan untuk mengetahui apakah aksi yang dilakukan sesuai
dengan tujuan strategi, efisiensi, dan/atau efektivitas atau tidak.
1. Persiapan
2. Stakeholders dan
partisipasi
3. Analisis situasi
4. Visioning
5. Menetapkan
tujuan
6. Identifikasi dan
evaluasi pilihan
strategi
7. Perencanaan aksi
dan dokumentasi
strategi
8. Implementasi
rencana
9. Monitoring dan
evaluasi (monev)
Gambar 1. Siklus Perencanaan Strategis
10. Menyesuaikan
dan memodifikasi dalam Pengelolaan LERD
Berbeda dengan tahapan dan langkah dalam pengelolaan PEL yang disusun
oleh UN-HABITAT, tahapan dalam pengelolaan PEL yang disusun oleh
Kementerian Pekerjaan Umum (2012) terbagi atas 4 tahapan yang masing-
masing terbagi atas langkah-langkah tertentu. Berikut ini adalah tahapan dan
langkah-langkah dalam pengelolaan PEL menurut Kementerian Pekerjaan
Umum (2012), dimana tahapan monev adalah tahap terakhir:
Tahap IV: Monitoring dan Membangun sistem dan melaksanakan monitoring dan
14. evaluasi
Evaluasi (Monev)
(Sumber: diolah dari Kementerian
Pekerjaan Umum, 2012)
Meski tahap monitoring dan evaluasi (monev) merupakan tahap terakhir dari
pengelolaan PEL, namun sebenarnya monev merupakan bagian integral dari
siklus pelaksanaan PEL yang dapat dilakukan kapanpun dalam masing-masing
tahapan. Hasil dari monev berupa data dan informasi akan menjadi pondasi dan
masukan penting bagi unit/lembaga/organisasi/task force PEL dan juga forum
kemitraan PEL di daerah untuk mengidentifikasi persoalan yang terjadi dan
memberikan arah yang jelas mengenai tindakan korektif yang parlu dilakukan.
Satu-satunya langkah dalam tahapan monev adalah membangun sistem dan
melaksanakan monitoring dan evaluasi, yang terbagi menjadi tiga kegiatan
utama yakni (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012):
1. Membangun sistem dan melaksanakan monitoring, dengan cara:
a. Membuat perencanaan kegiatan monitoring.
b. Membangun sistem monitoring dan memilih instrumen monitoring
yang efektif dan mudah digunakan oleh stakeholder PEL, termasuk
metode self-assessment.
c. Menentukan indikator-indikator kinerja proses dan pancapaian yang
tepat dan relevan.
d. Melakukan kegiatan monitoring (pangumpulan data) secara reguler
terhadap proses dan pancapaian output PEL, beserta permasalahan
yang terjadi dalam palaksanaan PEL.
e. Melakukan analisis terhadap data yang diparoleh dan menyiapkan
laporan hasil monitoring.
f. Mengkomunikasikan hasil monitoring kepada stakeholder PEL melalui
forum kemitraan.
Di samping kajian tahunan, strategi PEL juga dapat dimodifikasi secara periodik.
Budiharsono (2015) menyatakan untuk melakukan monev secara berkala,
dimana monitoring dilakukan sekurang-kurangnya 3 bulan sekali, sedangkan
evaluasi dilakukan pada akhir tahun. Hasil dari monev berupa modifikasi atau
revisi harus dipastikan untuk dijelaskan kepada seluruh stakeholder yang terkait
dengan hasil perubahan strategi PEL. Berbeda dengan Budiharsono, ILO (2005)
membagi pelaksanaan monev secara periodik pada saat:
a. Setelah setiap pelatihan/intervensi kebijakan utama dilaksanakan;
b. Bila ada perubahan personil atau tanggung jawab mereka; dan
c. Bila ada perubahan kebijakan atau prosedur.
MATERI POKOK 14
CONTOH KASUS LOCAL ECONOMIC RESOURCES
DEVELOPMENT DI KOTA/KABUPATEN (FOKUS
PENGEMBANGAN VALUE ADDED)
i
BAHAN AJAR 14:
CONTOH KASUS LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT DI
KOTA/KABUPATEN (FOKUS PENGEMBANGAN VALUE ADDED)
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
ii
I. TINJAUAN SINGKAT KARAKTERISTIK STUDI KASUS: KOTA
CIREBON
Wilayah Kota Cirebon terdiri dari 5 kecamatan dan 22 kelurahan dengan
luas 37.38 km2. Kota Cirebon terletak di di pesisir utara Pulau Jawa, Provinsi
Jawa Barat. Kota ini juga dikenal dengan jalur pantura yang menghubungkan
Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya. Letak geografisnya yang berada di
lintasan Jawa Barat dan Jawa Tengah tersebut memberikan keunggulan sendiri.
Selain sebagai kota transit bagi mereka yang bepergian, kota ini menjadi daerah
tujuan wisata dan bisnis. Beberapa tujuan wisata alam yang terkenal di Cirebon
adalah Telaga Remis, Gua Sunyaragi, Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan,
Situ Sedong, Bukit Gronggong, dll.
Kota Cirebon juga dikenal dengan sebutan “Kota Udang” serta “Kota Wali”. Di
masa Sunan Gunung Jati wilayah Kesultanan Islam Cirebon sangat luas bahkan
sampai Banten. Selain itu, kota Cirebon dikenal dengan hinterland-nya
(Kabupaten Cirebon, Kabupaten Inderamayu dan Kabupaten Kuningan) dimana
sejak abad ke-16 telah berkembang menjadi pusat kerajaan dan kebudayaan
Islam di Jawa bagian barat. Bahkan Cirebon telah menjalin hubungan dengan
mancanegara seperti Tiongkok dan negara-negara Timur Tengah.
Wilayah Cirebon terpisah menjadi dua pada zaman Belanda, yaitu kota praja
Cirebon dan kabupaten Cirebon. Kota Cirebon di rencanakan menjadi kota The
New Metropolitan di Jawa Barat dimana wilayah penyangganya tidak hanya
Ayumajakun (Indaramayu, Majalengka dan Kuningan), tapi juga sampai ke Tegal,
Brebes, Purwokerto, dan Pekalongan sesuai dengan rencana PKN Cirebon
Raya. Sebagai kota yang berada di lintasan jalur perekonomian bagian barat dan
Tengah Pulau Jawa, pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon cukup pesat. Namun,
seiring waktu peranan wilayah Cirebon semakin berkurang dan terpaku pada
area regionalnya saja.
Wilayah Cirebon memiliki sangat banyak potensi daerah yang belum
termanfaatkan secara optimal. Potensi tersebut antara lain (Budiharsono, 2010):
1. Potensi kestrategisan lokasi
Pusat wilayah Cirebon, yaitu Kota Cirebon hanya menempuh 3-4 jam
dari Jakarta atau 2 jam dari Bandung dengan menngunakan mobil. Serta
setara dengan 45 menit menggunakan pesawat udara dari Jakarta dan
terletak pada jalur perlintasan Jawa, Bali, Sumatera.
2. Potensi sejarah wilayah dan peninggalan sejarah
Cirebon memiliki sejarah panjang sebagai pusat kerajaan dan
kebudayaan Islam. Peninggalan sejarah yang monumental diantaranya
seperti Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Keraton
Kacirebonan; Makam Sunan Gunung Jati; dan Sunyaragi.
Gambar 1. Kuliner Khas Kota Cirebon yang Berpotensi Menjadi Komoditi Unggulan PEL
(A) Nasi Jamblang, (B) Tahu Gejrot, dan (C) Empal Gentong
1. Membangun Komitmen
Diperlukan komitmen yang kuat dari Walikota dan para bupati dalam
menyukseskan implementasi program LERD, terutama dengan adanya
program/kegiatan serta anggarannya setiap tahunnya dalam rentang waktu
yang lama. Strong leadership (khususnya dari walikota dan bupati) amat
diperlukan dalam membangunan komitmen tersebut. Selain itu, perlu juga
CONTOH KASUS LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DI KOTA/KABUPATEN (FOKUS PENGEMBANGAN VALUE ADDED)
|3
membangun komitmen antara pemerintah, dunia usaha, masyarakat,
akademisi, organisasi masyarakat madani yang kuat dalam PEL. Untuk
mewujudkan PEL di kota Cirebon, dapat dibentuk forum seperti yang
dilakukan di Jawa Tengah (FEDEP = Forum for Economic Development and
Employment Promotion). Untuk menstimulasi kegiatan FEDEP pemerintah
kota/kab di Jawa Tengah memberikan dana stimulan sebesar Rp 50 Juta per
tahun. Dampak dari kebijakan anggaran tersebut dalam PEL bagi kab/kota
yang bersangkutan sangat besar, karena forum ini amat membantu baik bagi
pemerintah maupun juga pelaku usaha.
a. Mengubah Mindset
Pemerintah dan masyarakat harus menyadari bahwa agar tercipta local
branding yang baik harus merubah pola pikir (mindset) masyarakat
berkelas internasional. Serta secara sadar harus memperbaiki mindset
tersebut. Perubahan mindset terutama dalam hal: kedisiplinan,
kebersihan, moral yang baik (tidak korupsi), kesopansantunan, keramah-
tamahan, dll.
b. Kerjasama Pemerintah-Swasta
Kerjasama pemerintah daerah dengan pihak swasta dapat dilakukan
guna meningkatkan pemanfaatan potensi lokal yang
dimilikinya. Kerjasama dapat dilakukan dengan:
Biro Perjalanan (misal ASITA) agar wilayah Cirebon dimasukkan
dalam bagian promosi maupun daerah tujuan wisata.
Kerjasama dapat dilakukan juga dengan asosiasi hotel dan restoran
(misal PHRI) agar booklet/leaflet dan program kunjungan ke wilayah
Cirebon ada pada setiap hotel anggota PHRI.
Kerjasama pemerintah wilayah Cirebon dengan maskapai
penerbangan agar bahan-bahan promosi wilayah Cirebon ada di
pesawat atau bahkan diputar dalam pesawat. Juga meminta
CONTOH KASUS LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DI KOTA/KABUPATEN (FOKUS PENGEMBANGAN VALUE ADDED)
|8
maskapai penerbangan tertentu (misal Air Asia) untuk membuat rute
Cirebon Malaysia atau Cirebon – Singapore.
Kerjasama dengan asosiasi pengelola pariwisata (misal Grahawisri),
agar Kota Cirebon dipromosikan dalam event-event yang mereka
adakan.
c. Kerjasama Antar-Pemerintah
Seperti telah diuraikan di atas, bahwa Kota Cirebon memerlukan
dukungan dari daerah sekitarnya. Kerjasama untuk membangun
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) kota Cirebon dapat dilakukan
melalui:
Pemerintah Pusat
1. Departemen perhubungan: Perpanjangan landasan bandara,
sehingga menjadi bandara internasional dan jalur KA Bandung-
Cirebon agar segera direalisasikan.
2. Departemen budaya dan pariwisata, departemen perdagangan
dan BKPM: Agar minta dipromosikan dalam event promosi
pariwisata, perdagangan dan investasi di luar negeri
Pemerintah Provinsi
Meminta dukungan agar pemerintah pusat mau membangun bandara
internasional di Cirebon, relaisasi jalur KA Bandung – Cirebon, jalan
tol, turut mempromosikan Kota Cirebon di dalam dan luar negeri
dalam berbagai event promosi.
Antar Pemerintah Kota/Kabupaten
Kota Cirebon dapat melakukan kerjasama dengan kabupaten-
kabupaten yang menjadi hinterland-nya atau bahkan melakukan
kerjasama dengan kota lain di mancanegara (sister city).
Kerjasama yang diperlukan antara lain, yaitu:
1. Kota Cirebon – Kabupaten Cirebon: Pengembangan obyek wisata
bersama khususnya untuk sentra produksi batik dan furnitur rotan,
wisata budaya (tari topeng) dan obyek wisata lainnya
2. Kota Cirebon – Kabupaten Kuningan: Kerjasama dalam
pengembangan obyek wisata, khususnya wisata pegunungan dan
waduk.
3. Sister City: Melakukan kerjasama khususnya dengan kota-kota di
luar negeri yang secara potensial akan menyumbang wisatawan
ke Cirebon (misalnya dengan Malaysia dan Brunei Darussalam –
baik dari wisatawan maupun aspek kesejarahan kerajaan
Cirebon), dengan Cina dan negara-negera Timur Tengah (Dubai
dan Qatar).
d. Promosi
Promosi amat penting dilakukan dengan berbagai cara baik di dalam
negeri maupun luar negeri. Jangan merasa puas dengan kondisi yang
telah dicapai saat ini. Promosi melibatkan seluruh stakeholder kunci
CONTOH KASUS LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
DI KOTA/KABUPATEN (FOKUS PENGEMBANGAN VALUE ADDED)
|9
terutama pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Cara promosi dapat
dilakukan melalui internet, eksebisi, pameran, festival, dll. Pemerintah
kota menyiapkan materi promosi dalam bentuk multimedia, booklet,
kelompok tari topeng, barang-barang yang akan dipromosikan, dll.
e. Memasukkan ke dalam Dokumen Perencanaan dan Anggaran
Agar PEL dapat berkelanjutan maka apa yang telah diuraikan di atas
dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran, seperti:
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis
(RENSTRA) SKPD, RPKD dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Seluruh stakeholder terlibat dari mulai proses
perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan monitoring dan evaluasinya.
MATERI POKOK 15
PEMROGRAMAN DAN PENGANGGARAN
i
BAHAN AJAR 15:
PEMROGRAMAN DAN PENGANGGARAN
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
ii
Tabel 7. Contoh Matrik Program dan Kegiatan Pengembangan Ekonomi Lokal
dan Daerah dengan Komoditas Unggulan Karet di Kabupaten Banjar
Provinsi Kalimantan Selatan 2011-2015 .......................................................... 24
Tabel 8. Contoh Matrik Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Target MDGs – 1
........................................................................................................................ 26
Tabel 9. Contoh Matrik Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Target MDGs – 2
........................................................................................................................ 27
iii
I. PEMROGRAMAN KEGIATAN LOCAL ECONOMIC RESOURCES
DEVELOPMENT
Budiharsono (2005) menyusun rencana aksi pelaksanaan program Pengembangan
Ekonomi Daerah dan Lokal (PELD) atau LERD. Pelaksanaan program tersebut disusun
untuk lima tahun dengan lima tahapan utama. Adapun kelima tahapan tersebut adalah:
Proses LERD adalah proses multistakeholder, oleh karena itu hal pertama yang
harus dilakukan adalah membangun komitmen dari seluruh stakeholder yang
terlibat, khususnya adalah kepala daerah, dunia usaha dan organisasi masyarakat
madani. Komitmen yang kuat dari kepala daerah dalam proses LERD, yang
diimplementasikan terutama dengan adanya program/kegiatan serta anggarannya
setiap tahunnya dalam rentang waktu yang lama. Selain komitmen, juga diperlukan
kepemimpinan yang kuat (strong leadership) dari kepala daerah. Dengan
dibangunnya komitemen tersebut, nantinya akan terjalin kepercayaan (trust)
diantara stakeholder yang terlibat. Selanjutnya keterlibatan pemerintahan daerah
(ekskutif dan legislatif), dunia usaha dan organisasi masyarakat madani (akademisi,
LSM dll) dapat dikukuhkan dalam suatu organisasi kemitraan yang disebut Forum
PEMROGRAMAN DAN PENGANGGARAN
|1
Stakeholder PELD atau Forum Stakeholder LERD. Preseden yang baik dari forum
stakeholder LERD adalah FEDEP (Forum for Economic Development and
Employment Promotion), yang sudah berjalan di kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Tengah.
Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5
No. Kegiatan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
a. Analisis LQ/RCA √ √
d. Analisis RALED √ √ √
4. Membangun Klaster
b. Membentuk POKJA √ √
f. Mengkaji kesiapan √ √
g. Mengukur kemajuan √
a. Monitoring √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
b. Evaluasi √ √ √ √ √
misalnya Thailand
A. BAHAN PERTIMBANGAN
Proses PEL mengakui pentingnya pendanaan untuk memperoleh dampak yang
segera. Namun, juga disadari perlunya memperluas cara-cara mobilisasi sumber
daya untuk kegiatan-kegiatan PEL, dengan fokus pada penghematan biaya yang
dapat dicapai dengan menguatkan kapasitas institusional, membangun jejaring
untuk pengerahan sumber-sumber daya yang lebih meluas, strategi-strategi
untuk merangsang dan meningkatkan investasi, dan meningkatkan akses untuk
memperoleh modal bagi usaha-usaha kecil menengah dan usaha-usaha mikro.
Penghematan yang tidak tampak dapat diperoleh dari penguatan institusi-institusi
sehingga dicapai alokasi sumber daya yang lebih efisien dan merata, serta
koordinasi kegiatan-kegiatan yang lebih baik di antara mitra-mitra pembangunan
yang mempunyai minat sektoral yang saling melengkapi atau yang seolah-olah
berbeda. Membangun jaringan, kemitraan dan strategi promosi regional yang
efektif juga dibutuhkan guna meningkatkan efektivitas proyek dan program.
Pembahasan berikut terutama terkait bagaimana meningkatkan akses langsung
terhadap pembiayaan dan sumber-sumber daya bagi usaha-usaha kecil dan
menengah dan bagaimana membiayai kegiatan Lembaga Pembangunan
Ekonomi Lokal (LPEL) atau Lembaga LERD itu sendiri.
1. Kredit untuk UKM
Meskipun kredit skala kecil dan menengah mempunyai potensi untuk membuka
banyak sekali kesempatan kerja, menumbuhkan usaha-usaha kecil dan memberi
penghasilan, penyediaan kredit tersebut seringkali dianggap oleh sumber-sumber
kredit komersial, memiliki biaya pengelolaan yang terlalu mahal. Kebanyakan
Usaha Kecil Menengah (UKM) kurang memiliki informasi tentang solusi-solusi
yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga kredit, lembaga-lembaga pembiayaan
mikro, dan mitra-mitra pembangunan nasional maupun internasional. Seringkali
hanya ada beberapa bank saja yang mampu atau mau memberi pinjaman kecil
kepada UKM atau usaha-usaha mikro, terutama karena alasan-alasan berikut:
Pinjaman kecil melibatkan biaya-biaya yang relatif tinggi dalam
penyeleksian dan risiko;
Melalui LPEL atau Lembaga LERD, kemitraan dari firma-firma lokal dapat
menempatkan diri mereka dengan baik untuk memanfaatkan kredit usaha yang
dll
Analisis SWOT dan program tindakan harus mendahului pelaksanaan strategi ini.
Analisis SWOT dilakukan berdasarkan temuan-temuan dari proses Perangkat
diagnosa wilayah dan pemetaan institusi.
(Sisi Permintaan)
Perusahaan-perusahaan yang
saling bekerja sama
Bagaimanakah kebutuhan
terhadap jasa keuangan
Lain-lain
INFORMASI
Biaya Unsur
PENYEDIAAN Jasa Ciri-
Pasar Bidang Jasa Mut yang
JASA & Lembag yang ciri
Sasara Intervens (Suku u Harus
MANFAAT a Diberika Jas
n i Bunga Jasa Diperbaik
(PERSEDIAAN n a
) i
)
Lembaga 1
Lembaga 2
Lembaga x
INFORMASI UMUM
Sumber kredit informal manakah yang biasa dipakai untuk anggota kelompok sasaran?
Jenis asuransi dan pengelolaan risiko apa yang tersedia untuk aplikasi kredit?
Sumber jasa keuangan formal apa yang sering dipakai oleh anggota kelompok sasaran?
Apakah mengakses sumber ini sulit bagi perempuan? Jika ya, mengapa?
Sumber-sumber pembiayaan mana yang jaraknya setengah hari berjalan kaki dari lokasi
pelaksanaan proyek.
Apa alasan bank/lembaga keuangan lain untuk menolak memberi pinjaman kepada anggota
kelompok sasaran?
Apakah biaya operasional dan biaya yang berkaitan risiko dapat ditutup oleh bunga dan pemasukan
lain?
Apakah ada pengarahan dari bank sentral untuk menyalurkan kredit kepada kelompok-kelompok
sasaran tertentu (yaitu kuota untuk sektor-sektor)
Apakah pernah ada kredit yang disubsidi di daerah lokasi proyek? Jika ya, apakah masih ada?
Apakah kelompok sasaran kami terlibat?
Apakah ada dana lain yang dibentuk oleh lembaga bantuan di daerah tersebut? Untuk kelompok
sasaran mana? Apakah efektif? Jika ya, mengapa? Jika tidak, mengapa tidak? Apakah ada
duplikasi?
Lain-lain
Lain-lain
Mengenali dan mengerahkan sumber-sumber daya teknis tambahan melalui dana pra-
investasi
Perlindungan nasabah:
Pinjaman darurat
Bantuan sosial/kemanusiaan
Kredit perumahan
Perlindungan portofolio
Lain-lain
A. Perencanaan dan
Koordinasi Kegiatan
1 Penyusunan/revisi
45,00
masterplan 1 paket 45,000 BAPPEDA
0
pengembangan karet
2 Review kebijakan
3 Pembentukan dan
operasional Pkja/Tim
25,00 25,00
5 tahun 25,000 BAPPEDA 25,000 25,000 25,000
Koordinasi 0 0
Perencanaan &
Pengembangan karet
usaha komoditas
1 paket 40,000 BAPPEDA 40,000
perkebunan di
Kab.Banjar
70,00 75,00
Sub Jumlah A. Perencanaan dan Koordinasi Kegiatan - 65,000 - - 25,000 - 25,000 -
0 0
MATERI POKOK 16
FIELD TRIP
i
BAHAN AJAR 16:
FIELD TRIP
DAFTAR ISI
ii
I. PENJELASAN DAN ARAHAN TUGAS
Materi diklat ini merupakan kegiatan praktikal bagi peserta diklat yang telah
mengikuti pendidikan dan pelatihan terkait Local Economic Resources
Development. Kegiatan ini merupakan arahan praktik lapangan ke suatu wilayah
yang hendak atau sedang mengaplikasikan program Local Economic Resources
Development (LERD). Kegiatan praktik ini terbagi kedalam dua sesi utama yakni:
Sesi formal: Merupakan sesi pertama yang berisi penjelasan terhadap
tugas praktik lapangan yang akan dilakukan. Sesi ini diberikan secara
formal oleh pemateri diklat di dalam ruang kelas dan berlangsung selama
1 sesi belajar (2 jam pelajaran)
Sesi informal: Merupakan sesi lanjutan yang terbagi atas kegiatan praktik
di lapangan berupa observasi dan pengumpulan data, serta kegiatan
selanjutnya yaitu diskusi kelompok secara informal. Kegiatan ini
dialokasikan selama 2 sesi belajar (4 jam pelajaran)
Adapaun arahan teknis terkait tugas yang diberikan secara garis besar adalah
sebagai berikut:
a. Pemateri memberikan review materi Local Economic Resources
Development (LERD) secara umum melalui presentasi
b. Pemateri memberikan penjelasan mengenai arahan praktik lapangan
yang diberikan melalui presentasi. Adapun arahan praktik lapangan
tersebut adalah:
1. Peserta diminta untuk berkelompok 4-5 orang (diutamakan berasal
dari perwakilan daerah yang sama)
2. Setiap kelompok akan meneliti potensi pengembangan program
LERD pada daerah studi yang sama (disesuaikan dengan pihak
penyelenggara diklat)
3. Waktu pengerjaan tugas (observasi pada daerah studi, diskusi
kelompok, dan pengerjaan proposal dan materi presentasi)
disesuaikan oleh masing-masing kelompok dengan tenggat waktu
penyelesaikan hingga jadwal presentasi akhir dan pengumpulan
proposal akhir
4. Peserta diminta untuk mengumpulkan materi penelitian terkait potensi
pengembangan yang mendukung kesuksesan program LERD pada
daerah studi melalui pengumpulan data-data sekunder serta data-data
primer dengan mewawancarai pihak SKPD daerah terkait serta
observasi langsung ke lapangan (mengunjungi tempat-tempat sentra
bisnis dan/atau potensi kegiatan ekonomi terkait seperti sentra industri
kerajian batik, tempat pengolahan batu bata, dll)
5. Peserta dihimbau untuk memanfaatkan dan mempraktikan poin-poin
pembelajaran dari materi-materi diklat yang telah diberikan, pada saat
melakukan studi lapangan
6. Peserta menganalisis temuan-temuan yang telah didapat melalui
diskusi kelompok
FIELD TRIP
|1
7. Luaran dari kegiatan praktik lapangan ini akan disusun dalam bentuk
proposal akhir serta dipresentasikan dalam presentasi akhir. Adapun
muatan luaran tersebut mencakup:
Tujuan dan sasaran dari program LERD yang diterapkan pada
daerah studi
Isu-isu penting yang berkaitan dengan penerapan program LERD
pada daerah studi
Analisis strategi-strategi yang dapat diterapkan dalam mendukung
keberhasilan penerapan program LERD di daerah studi
Identifikasi aktor-aktor yang terlibat dan berpotensi dalam
pengembangan ekonomi terkait pengelolaan program LERD pada
daerah studi
Identifikasi aktor-aktor yang berpotensi dalam membina
tercapainya kesuksesan penerapan program LERD di daerah studi
Identifikasi teknik pengembangan ekonomi yang diterapkan dalam
program LERD pada daerah studi
Identifikasi ada atau tidaknya teknik khusus dalam pengembangan
ekonomi yang diterapkan
Identifikasi evaluasi hasil analisis data-data sekunder dan data
primer yang ditemukan sebagai bahan pendukung penerapan
strategi program LERD di daerah studi kedepannya
8. Laporan akhir yang memuat analisis pilihan strategi program LERD
yang terbaik, akan diberikan kepada SKPD terkait sebagai bahan
masukan bagi pelaksanaan program LERD di daerah studi yang
bersangkutan
c. Tanya jawab terkait arahan tugas
d. Penutup
FIELD TRIP
|2
REFERENSI :
Febrian I.S. dan Tjokropandojo. 2014. SDM Manusia dan Kinerja Petani Sebagai Basis
Pengembangan Ekonomi Lokal - Studi Kasus: Desa Tegallega, Kecamatan
Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A
SAPPK V1N2.
FIELD TRIP
|3
BAHAN AJAR DIKLAT NON-GELAR
LOCAL ECONOMIC RESOURCES DEVELOPMENT
MATERI POKOK 17
FGD, WORKSHOP, EXERCISE
Output atau luaran dari hasil simulasi ini berupa hasil diskusi masing-masing
kelompok dan hasil tanggapan pada saat presentasi, dalam bentuk pemetaan
SWOT awal atas studi lapangan yang telah dilakukan. Simulasi ini bertujuan
untuk memberikan gambaran kegiatan kepada peserta diklat terhadap proses
FGD pelaksanaan program LERD di lapangan.
I. EXERCISE
Bagian berikut ini merupakan exercise atau latihan bagi peserta diklat terkait
review pemahaman mengenai materi Local Economic Resources Development
yang telah diperoleh sejak awal hingga akhir kegiatan diklat. Peserta diharapkan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut menurut pemahaman dan
pendapatnya masing-masing. Hasil dari jawaban peserta tersebut akan menjadi
bahan masukan dan evaluasi bagi penyelenggara diklat serta salah satu bahan
penilaian bagi peserta diklat. Durasi pengerjaan latihan berikut adalah 1.5 jam.
Pada akhir sesi, dapat dilakukan pembahasan singkat mengenai pertanyaan-
MATERI POKOK 18
PENYUSUNAN PROPOSAL DAN PRESENTASI
MATERI POKOK 19
PENUTUPAN DIKLAT
Pengertian dan Tujuan: Penutupan diklat adalah kegiatan yang dilakukan pada akhir atau hari
terakhir pelaksanaan diklat dengan tujuan untuk menutup secara resmi diklat, mendapatkan
laporan persiapan dan rencana pelaksanaan diklat dari pengelola serta memberikan
pembekalan kepada peserta serta harapan kepada peserta setelah mengikuti diklat.