TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Menurut Ardiansyah (2012: 25), penyebab dari Congestive heart failure (CHF) atau
gagal jantung sebagai berikut:
2.1.2.1 Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, yang
berdampak pada menurunnya kontraktilitas jantung.
2.1.2.2 Aterosklerosis Koroner
Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terajadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukkan asam laktat). Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
2.1.2.3 Hipertensi Sistemik Atau Hipertensi Pulmonal
Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya
juga turut mengakibatkan hipeertrofi serabut otot jantung.
2.1.2.4 Peradangan Atau Penyakit Miokardium Degeneratif
Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gaggal jantung karena kondisi ini secara
langsung dapat merusak serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas jantung menurun.
1.1.2.5 Penyakit Jantung Yang Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara
lansung mempengaruhi organ jantung misalnya stenosis katup semiluner.
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Pudiasti (2013: 160), gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau
baratnya gejala seperti klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA). Klasifikasi
tersebut digunakan secara luas di dunia internasional untuk mengelompokkan gagal jantung.
Gagal jantung ringan, sedang dan berat ditentukan berdasarkan beratnya gejala, khususnya
sesak napas (dispnea).
Adapun klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) yang
dikutip oleh Pudiasti (2013: 160) adalah sebagai berikut:
1) Kelas 1 : bila pasien tidak melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.
2) Kelas 2 : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas sehari-hari
tanpa keluhan.
3) Kelas 3: bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
4) Kelas 4: bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah
baring.
Sedangkan menurut Muttaqin (2009: 196) gagal jantung beberapa golongan, yaitu dapat
dilihat di tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut New York Heart Association (NYHA)
Dikutip Oleh Pudiasti (2013: 160)
Kela Definisi Istilah
s
I Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi artikel kiri
pembatasan aktifitas fisik yang asimtomatik
II Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan
menyebabkan sedikit pembatasan aktifitas
fisik
III Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung sedang
menyebabkan banyak pembatasan aktifitas
fisik
IV Klien dengan kelainan jantung yang segala Gagal jantung berat
bentuk aktifitas fisiknya akan menyebabkan
keluhan
2.1.4 Patofisiologi
Menurut Ardiansyah (2012: 27), bila kekuatan jantung otot untuk merespon stres tidak
mencukupi dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, jantung akan gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadilah gagal jantung. Pada tingkat
awal, disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagagalan jika cadangan jantung
normal mengalami payah dan kegagagalan respon fisiologis tertenu pada penurunan curah
jantung adalah penting. Semua respon ini menunjukkan semua upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi semua oragan vital normal.
Tiga mekanisme kompensasi berusaha untuk mempertahankan fungsi pompa jantung
normal yaitu peningkatan respons sistem saraf simpatis, respons frank starling, dan hifertofi
otot jantung.
2.1.4.1 Stimulasi simpatis
Pada Congestive heart failure (CHF), stimulasi sistem saraf simpatis adalah paling
berperan sebagai mekanisme kompensasi segera. Stimulasi dari reseptor adrenergik
menyebabkan peningkatan denyut jantung, kemampuan kontraksi jantung dan vasokonstiksi
pada vena dan arteri. Sebagai akibat vasokontriksi vena, maka akan meningkatkan aliran
balik vena ke jantung sehingga meningkatkan aliran balik vena ke jantung sehingga aakan
meningkatkan preload. Aliran darah balik dari jaringan perifer ke organ-organ besar dan
afterload menunjukan peningkatan vasokontstriksi arteriole. Keadaan vasokontriksi pada
arteri renal akan membuat aliran darah diginjal memberi reaksi berupa retensi garam dan air.
5) Insomnia
Insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
2.1.6.2 Gagal Jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer.
Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan
adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali
dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah,
peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan
nokturia.
1) Edema
Edema dimulai pada kaki dan tumit juga secara bertahap bertambah ke tungkai, paha dan
akhirnya ke genetalia eksterna serta tubuh bagian bawah.
2) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh darah
portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang
dinamakan ascites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.
3) Anoreksia
Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
4) Nokturia
Nokturia terjadi karena perfusi renal yang didukung oleh posisi penderita pada saat
berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung membaik saat
istirahat.
5) Kelemahan
Kelemahan yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya
curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak
adekuat dari jaringan.
2.1.6.3 Gagal Jantung Kongestif
Manifestasi gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA)
membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kategori yaitu sebagai berikut:
1) Kelas 1 => bila pasien tidak melakukan aktifitas berat tanpa keluahan.
2) Kelas 2 => bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas sehari-
hari tanpa keluhan.
3) Kelas 3 => bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
4) Kelas 4 => bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring.
2.1.7 Komplikasi
Menurut Ardiansyah (2012: 30) mengemukakan ada 4 komplikasi pada gagal jantung
yaitu :
2.1.7.1 Edema paru-Paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul di bagian
tubuh mana saja, termasuk faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-paru
meningkat dari batas negatif ke batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling umum
adalah:
1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) yang mengakibatkan peningkatan tekanan
kapiler paru-paru, sehingga membajiri ruang nterstitial dan alveoli.
2) Kerusakan pada membran kapiler paru-paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya (misalnya gas klorin atau gas
sulfur dioksida).
2.1.7.2 Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri. Dampaknya
adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan pengahantaran oksigen ke jaringan.
Stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan curah jantung dan perfusi
jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak).
CTR = MD / ID
CTR=A+B/C
Keterangan :
A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung.
B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung.
C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri.
Jika CTR >0.5 (50%) maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly
Contoh :
Pada sebuah foto thorax, setelah dibuat garis-garis untuk menghitung Cardiothoracic Ratio, di
dapat nilai-nilai sebagai berikut :
Panjang garis A = 6 cm, Panjang garis B = 13 cm, Panjang garis C = 30 cm
Dari nilai-nilai di atas, apakah jantung pada pasien tersebut dapat dikategorikan sebagai
Cardiomegally atau tidak?
Jawab :
Sesuai dengan rumus perbandingan yang telah dijelaskan, maka kita masukan nilai-nilai
tersebut di atas.
6+13/30 = 0,63
Karena nilai ratio nya melebihi 0,5, maka jantung pasien tersebut dapat dikategorikan
Cardiomegally (terjadi pembesaran jantung).
Perhitungan CTR ini sangat berguna untuk mendeteksi penyakit jantung terutama
yang ditandai dengan adanya pembesaran ukuran jantung (cardiomegally). Kemungkinan
penyebab CTR lebih dari 50% diantaranya:
(1) Kegagalan jantung (cardiac failure)
(2) Pericardial effusion
(3) Left or right ventricular hypertrophy
Kelemahan dari perhitungan CTR manual:
1) Penentuan diameter sangat subjektif yang bisa menghasilkan perbedaan hasil diagnose
antar dokter. Pengamatan manual paling tidak mempunyai dua error yang umum
diantaranya interobserver error dan intra observer error. Interobserver error mengarah
pada error yang terdapat pada pengukuran objek yang sama oleh orang yang berbeda.
Hal ini bisa dimaklumi karena selain faktor citra X-ray itu sendiri, tingkat konfidensi
seseorang dalam melakukan pengukuran berbeda. Sedangkan error yang kedua adalah
error yang terdapat pada pengukuran objek yang sama oleh orang yang sama pada saat
yang berbeda. Hal ini juga mungkin terjadi terutama jika dihadapkan pada rentang waktu
yang lama dan frekuensi pengukuran yang tinggi.
2) Sekarang ini masyarakat sudah semakin sadar tentang pentingnya melakukan
pemeriksaan dini. Disamping untuk produktivitas dan mengurangi beban perusahaan jika
karyawan perusahaannya banyak yang sakit, maka banyak perusahaan yang
mengkoordinir program cek kesehatan termasuk pengambilan foto thorax. Bisa
dibayangkan akan dihasilkan ratusan bahkan ribuan citra X-ray. Sangat tidak praktis
menggunakan cara manual. Membatasi jumlah citra X-ray yang dibaca seorang ahli
akan menyebabkan tertundanya penerimaan hasil, sesuatu yang sulit diterima
perusahaan.
3) Setiap citra medik memiliki sejumlah noise berupa ciri citra medik yang tidak diinginkan
tampil dan menurunkan visibilitas obyek dan struktur tertentu. Sumber noise yang paling
utama pada radiografi dengan X-ray adalah foto energi yang bergerak atau keluar secara
acak. Noise menurunkan citra medik melalui konsentrasi foto yang besar yang biasanya
dibarengi dengan dosis radiasi yang tinggi terhadap pasien. Tingkat noise juga
dipengaruhi oleh pemilihan nilai tertentu dari protokol pencitraan. Kelemahan dari
perhitungan CTR Manual adalah :
(1) Kesulitan dalam membaca gambar dikarenakan banyaknya noise serta perbedaan
yang sangat tipis dari gambar dan latar belakang, yang mengakibatkan kesulitan
dalam menentukan batas tepi dari gambar yang akan diukur dan akan berpengaruh
terhadap hasil pengukuran.
(2) Waktu yang dibutuhkan dalam pengukuran lama, serta biaya yang mahal.
(3) Pada kasus Atrial Septal Defect (ASD) pembesaran pada Atrium kanan pada foto
thorax sulit dibedakan dengan pembesaran pada ventrikel kanan.
2.1.8.2 Pemerikaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada gagal jantung, hemonglobin dan eritrosit menurun sedikit
karena hemodiliusi. Kadar hemonglobin dibawah 5 g % sewaktu-waktu dapat menimbulkan
gagal jantung setidak-tidaknya keadaan anemia akan menyebabkan bertambahnya beban
jantung. Jumlah leukosit dapat meninggi, bila sangat meninggi mungkin terdapat
superinfeksi, endokarditis atau sepsis yang akan memberatkan jantung. Laju endap darah
biasanya menurun, bila gagal jantung dapat diatasi tetapi infeksi atau karditis masih aktif ada,
maka laju endap darah akan meningkat. Terdapat hipoglikemia dan berkurangnya cadangan
glikogen dalam hati. Kadar natrium dalam darah sediki menurun walaupun natrium total
bertambah. Keadaan asam dan basa tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori,
keadaan paru, besarnya pirau dan fungsi ginjal. Pemeriksaan urine, jumlah pengeluaran urine
berkurang, berat jenis meninggi, terdapat pada albuminuria sementara dan hematuria
mikroskopis.
1) intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik,
perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau
hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan
episode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi
beban kerja jantung.
Tabel 2.2 Intervensi Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama
dan konduksi listrik, perubahan struktural.
Intervensi Rasional
2) Auskultasi nadi apikal, kaji biasanya terjadi takikardi (meskipun
frekuensi dan irama jantung. pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
3) Catat bunyi jantung. S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah ke serambi yang
distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis katup.
4) Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial.
Nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi dan pulsus
alternan.
5) Pantau tekanan darah. Pada GJK dini, sedang atau kronis
tekanan darah dapat meningkat. Pada
HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak
dapat normal lagi.
6) Kaji kulit terhadap pucat dan Pucat menunjukkan menurunnya
sianosis. perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung,
vasokontriksi dan anemia. Sianosis
dapat terjadi sebagai refraktori GJK.
Area yang sakit sering berwarna biru
atau belang karena peningkatan
kongesti vena.
7) Berikan oksigen tambahan dengan Meningkatkan sediaan oksigen untuk
kanula nasal/masker dan obat kebutuhan miokard untuk melawan
sesuai indikasi (kolaborasi). efek hipoksia/iskemia. Banyak obat
dapat digunakan untuk meningkatkan
volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.
8) Berikan obat sesuai indikasi: Tipe dan dosis diuretik tergantung pada
diuretik, vasodilator, derajat gagal jantung dan status fungsi
antikoagulan. ginjal. Penurunan preload paling
banyak digunakan dalam mengobati
pasien dengan curah jantung relative
normal ditambah dengan gejala
kongesti. Diuretik mempengaruhi
reabsorpsi natrium dan air. Vasodilator
digunakan untuk meningkatkan curah
jantung, menurunkan volume sirkulasi
dan tahanan vaskuler sistemik, juga
kerja ventrikel. Antikoagulan
digunakan untuk mencegah
pembentukan thrombus/emboli pada
adanya faktor risiko seperti statis vena,
tirah baring, disritmia jantung.
9) Pemberian cairan Intra vena. Karena adanya peningkatan tekanan
ventrikel kiri, pasien tidak dapat
mentoleransi peningkatan volume
cairan (preload). Pasien GJK juga
mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkan retensi cairan dan
meningkatkan kerja miokard.
10) Pantau seri EKG dan Depresi segmen ST dan datarnya
perubahan foto dada. gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan oksigen
miokard, meskipun tak ada penyakit
arteri koroner. Foto dada dapat
menunjukan pembesaran jantung.
11) Pantau pemeriksaan peningkatan BUN / Kreatinin
laboratorium, contoh BUN, menunjukan hipoperfusi / gagal ginjal.
kreatinin.
6) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasi : Klien akan mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan
perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Tabel 2.7 Intervensi Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Intervensi Rasional
1) Pantau kulit, catat penonjolan Kulit beresiko karena gangguan
tulang, adanya edema, area sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan
sirkulasinya terganggu/pigmentasi gangguan status nutrisi.
atau kegemukan/kurus.
2) Pijat area kemerahan atau yang meningkatkan aliran darah,
memutih. meminimalkan hipoksia jaringan.
3) Ubah posisi sering ditempat memperbaiki sirkulasi waktu satu area
tidur/kursi, bantu latihan rentang yang mengganggu aliran darah.
gerak pasif/aktif.
4) Berikan perawatan kulit, terlalu kering atau lembab merusak
minimalkan dengan kulit/mempercepat kerusakan.
kelembaban/ekskresi.
5) Hindari obat intramuskuler. edema interstisial dan gangguan
sirkulasi memperlambat absorbsi obat
dan predisposisi untuk kerusakan
kulit/terjadinya infeksi.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, sehingga perawat
dapat mengambil keputusan dalam mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah
mencapai tujuan yang ditetapkan), memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien
mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan pertama), meneruskan rencana tindakan
keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan). Proses
evaluasi terdiri dari 2 tahap yaitu tahap mengukur pencapaian tujuan klien yang terdiri dari
komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi tubuh dan gejala. Sedangkan tahap
kedua adalah tahap penentuan keputusan pada tahap evaluasi. Dalam tahap yang kedua ini
terdapat 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu proses
(formatif) dan hasil (sumatif).
2.2.5.1 Proses (formatif)
Fokus evaluasi tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses baru dilaksanakan segera setelah
perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap tindakan
dan harus dilakukan terus menerus sampai tujuan yang telah dilakukan tercapai.
2.2.5.2 Hasil (Sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atas status kesehatan pada akhir
tindakan keperawatan.Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan :
(1) Mengumpulkan data perkembangan pasien.
(2) Menafsirkan (menginteprestasikan) perkembangan pasien.
(3) Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan
menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
(4) Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar norma yang
berlaku.
Seorang perawat harus mampu menafsirkan hasil evaluasi dari masalah keperawatan
klien yaitu sebagai berikut :
(1) Tujuan tercapai
Bila klien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan
kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
(2) Tujuan tercapai sebagian
Bila klien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari
kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
(3) Tujuan tidak tercapai
Bila klien menunjukkan tidak ada perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau
bahkan timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jakarta : DIVA.
http://www.skripsipedia.com).Diakses tanggal 25/02/2018 pukul 09.00 wib.
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
http://www.skripsipedia.com).Diakses tanggal 25/02/2018 pukul 09.00 wib.