Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar CHF (Congestive Heart Failure)


2.1.1 Definisi CHF
Menurut Ardiansyah (2012: 11), Congestive heart failure (CHF) merupakan suatu
keadaan patofisiologis berupa kelainan pada jantung sehingga jantung tidak mampu lagi
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai penggian volume diastolik secara normal (Pudiasti, 2013:158).
Menurut Udjianti (2010: 163), Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi
dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrien oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang
jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh
atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya memompa darah untuk
waktu yang singkat dan diniding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan
kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini
akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki,
paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive). Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau
organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) Udjianti (2010).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Congestive heart failure (CHF) atau biasa disebut
dengan gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung sebagai pompa mengalami
kegagalan atau tidak mampu memenuhi kebutuhan organ – organ dan seluruh jaringan tubuh.

2.1.2 Etiologi
Menurut Ardiansyah (2012: 25), penyebab dari Congestive heart failure (CHF) atau
gagal jantung sebagai berikut:
2.1.2.1 Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, yang
berdampak pada menurunnya kontraktilitas jantung.
2.1.2.2 Aterosklerosis Koroner
Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terajadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukkan asam laktat). Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
2.1.2.3 Hipertensi Sistemik Atau Hipertensi Pulmonal
Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya
juga turut mengakibatkan hipeertrofi serabut otot jantung.
2.1.2.4 Peradangan Atau Penyakit Miokardium Degeneratif
Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gaggal jantung karena kondisi ini secara
langsung dapat merusak serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas jantung menurun.
1.1.2.5 Penyakit Jantung Yang Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara
lansung mempengaruhi organ jantung misalnya stenosis katup semiluner.

2.1.3 Klasifikasi
Menurut Pudiasti (2013: 160), gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau
baratnya gejala seperti klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA). Klasifikasi
tersebut digunakan secara luas di dunia internasional untuk mengelompokkan gagal jantung.
Gagal jantung ringan, sedang dan berat ditentukan berdasarkan beratnya gejala, khususnya
sesak napas (dispnea).

Adapun klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) yang
dikutip oleh Pudiasti (2013: 160) adalah sebagai berikut:
1) Kelas 1 : bila pasien tidak melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.
2) Kelas 2 : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas sehari-hari
tanpa keluhan.
3) Kelas 3: bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
4) Kelas 4: bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah
baring.
Sedangkan menurut Muttaqin (2009: 196) gagal jantung beberapa golongan, yaitu dapat
dilihat di tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut New York Heart Association (NYHA)
Dikutip Oleh Pudiasti (2013: 160)
Kela Definisi Istilah
s
I Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi artikel kiri
pembatasan aktifitas fisik yang asimtomatik
II Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan
menyebabkan sedikit pembatasan aktifitas
fisik
III Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung sedang
menyebabkan banyak pembatasan aktifitas
fisik
IV Klien dengan kelainan jantung yang segala Gagal jantung berat
bentuk aktifitas fisiknya akan menyebabkan
keluhan

2.1.4 Patofisiologi
Menurut Ardiansyah (2012: 27), bila kekuatan jantung otot untuk merespon stres tidak
mencukupi dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, jantung akan gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadilah gagal jantung. Pada tingkat
awal, disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagagalan jika cadangan jantung
normal mengalami payah dan kegagagalan respon fisiologis tertenu pada penurunan curah
jantung adalah penting. Semua respon ini menunjukkan semua upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi semua oragan vital normal.
Tiga mekanisme kompensasi berusaha untuk mempertahankan fungsi pompa jantung
normal yaitu peningkatan respons sistem saraf simpatis, respons frank starling, dan hifertofi
otot jantung.
2.1.4.1 Stimulasi simpatis
Pada Congestive heart failure (CHF), stimulasi sistem saraf simpatis adalah paling
berperan sebagai mekanisme kompensasi segera. Stimulasi dari reseptor adrenergik
menyebabkan peningkatan denyut jantung, kemampuan kontraksi jantung dan vasokonstiksi
pada vena dan arteri. Sebagai akibat vasokontriksi vena, maka akan meningkatkan aliran
balik vena ke jantung sehingga meningkatkan aliran balik vena ke jantung sehingga aakan
meningkatkan preload. Aliran darah balik dari jaringan perifer ke organ-organ besar dan
afterload menunjukan peningkatan vasokontstriksi arteriole. Keadaan vasokontriksi pada
arteri renal akan membuat aliran darah diginjal memberi reaksi berupa retensi garam dan air.

2.1.4.2 Respons Frank Starling


Respons frank starling meningkatkan preload, dimana membantu mempertahankan
curah jantung. Pada reaksi ini serabut-serabut otot jantungberkontraksi secara lebih kuat dan
lebih banyak diregangkan sebelum berkontraksi. Dengan terjadinya peningkatan aliran balik
vena ke jantung, maka serabut-serabut otot diregangkan sehingga memberikan kontraksi yang
lebih kuat kemudian akan meningkatkan volume sekuncup, yang berakibat pada peningkatan
curah jantung.
2.1.4.3 Hipertropi Miokard
Hipertropi miokard dengan atau tanpa dilatasi ruang, tampak sebagai suatu penebalan
dari dinding jantung menambah masa otot. Mengakibatkan kontraktilitas lebih efektif dan
lbih lanjut meningkatkan curah jantung.
Semua mekanisme kompensasi bertindak terutama untuk mengembalikan curah jantung
mendekati normal. Bagaimanapun, selama kegagalan jantung berlangsung, penyesuaian
sirkulasi jantung dan perifer ini dapat mnyebabkan kerusakan pada fungsi pompa jantung
karena semua mekanisme tersebut memperbesar peningkatan konsumsi oksigen untuk otot
jantung. Pada saat itulah gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung berkembang.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu:
1) Preload
Preload yaitu sinonim dengan hukum starling pada jantung yang menyatakan bahwa
jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas
Mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload
Mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole. Jika terjadi gagal
jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung dan secara
sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas
atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di
dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat.

2.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut Pudiasti (2013: 158), bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,
gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung
kongestif yaitu sebagai berikiut:
2.1.6.1 Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi
meliputi : dispnea, ortopnea, batuk, mudah lelah, takikardia, insomnia.
1) Dispnea
Dispnea dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi pada saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan
minimal atau sedang.
2) Ortopnea
Kesulitan bernafas saat berbaring, beberapa pasien hanya mengalami ortopnea pada
malam hari, hal ini terjadi bila pasien, yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan
tangan di bawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun
diekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorbsi, dan ventrikel kiri yang
sudah terganggu, tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat.
Akibatnya tekanan dalam sirkulasi  paru meningkat dan lebih lanjut, cairan berpindah ke
alveoli.
3) Batuk
Batuk yang berhubungan dengan ventrikel kiri bisa kering dan tidak produktif, tetapi
yang tersering adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam
jumlah yang banyak, yang kadang disertai bercak darah.
4) Mudah lelah
Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas.

5) Insomnia
Insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
2.1.6.2 Gagal Jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer.
Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan
adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali
dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah,
peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan
nokturia.
1) Edema
Edema dimulai pada kaki dan tumit juga secara bertahap bertambah ke tungkai, paha dan
akhirnya ke genetalia eksterna serta tubuh bagian bawah.
2) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh darah
portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang
dinamakan ascites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.
3) Anoreksia
Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
4) Nokturia
Nokturia terjadi karena perfusi renal yang didukung oleh posisi penderita pada saat
berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung membaik saat
istirahat.
5) Kelemahan
Kelemahan yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya
curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak
adekuat dari jaringan.
2.1.6.3 Gagal Jantung Kongestif
Manifestasi gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA)
membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kategori yaitu sebagai berikut:
1) Kelas 1 => bila pasien tidak melakukan aktifitas berat tanpa keluahan.
2) Kelas 2 => bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas sehari-
hari tanpa keluhan.
3) Kelas 3 => bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
4) Kelas 4 => bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring.
2.1.7 Komplikasi
Menurut Ardiansyah (2012: 30) mengemukakan ada 4 komplikasi pada gagal jantung
yaitu :
2.1.7.1 Edema paru-Paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul di bagian
tubuh mana saja, termasuk faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-paru
meningkat dari batas negatif ke batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling umum
adalah:
1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) yang mengakibatkan peningkatan tekanan
kapiler paru-paru, sehingga membajiri ruang nterstitial dan alveoli.
2) Kerusakan pada membran kapiler paru-paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya (misalnya gas klorin atau gas
sulfur dioksida).
2.1.7.2 Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri. Dampaknya
adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan pengahantaran oksigen ke jaringan.
Stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan curah jantung dan perfusi
jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak).

2.1.7.3 Episode trombolik


Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan aktivitas
trombus dapat menyumbat pembuluh darah.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Ardiansyah (2012: 32), Pemeriksaan penunjang pada klien dengan gagal
jantung terbagi menjadi 3 yaitu :
2.1.8.1 Pemerikaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi khususnya Thorax, kadang-kadang ditemukan dimana
ukuran bayangan jantung terlihat lebih besar dari biasanya. Untuk menentukan apakah
jantung tersebut mengalami pembesaran, maka diperlukan sebuah perhitungan yang disebut
dengan Cardiothoracic Ratio.
1) Foto rontgen dada
Menurut Muttaqin (2009 ; 218), foto sinar –X dada posterior- anterior dapat
menimbulkan adanya hipertensi vena,edema paru, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya
peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah didaerah atas dan adnya
peningkatan ukuran pembuluh darah. Dengan meningkatnya tekanan, maka terjadi edema
interstisial yang tampak sebagai garis septal atau karley B horizontal. Pada semua nis
penyakit jantung dapat terjadi pembesaran jantung. Ini dapat terlihat sebagai penigkatan
diameter transversal bayang jantung menjadi lebih dari 15,5cm pada pria dan lebih dari
14,5cm pada wanita, atau sebagai peningktan rasio kardiotoraks (rasio diameter jantung dan
dada) lebih dari 50%. Pengukuran jantung dengan sinar-X kurang akurat sehingga ukuran
ukuran jantung mungkin dapat saja normal pada klien ang sudah diagnosis gagal jantung.
Sinar X dada juga dapat menunjukan kelainan katub mitral dengan adany pembesaran atrium
kiri. Klasifikasi katub atau perikardial menunjukan aneurisma ventrikle kiri atau efusi
perkardial yang nampak sebagai jantung globural besar.
2) Elektrokardiografi
Elektrokardiografi merupakan pemeriksaan non-inasuf yang sangat berguna bagi gagal
jantung. Elektrokardiografi dapat menunjukkan gamabaran obyektif mengenai struktur dan
fungsi jantung, dikuti dari penelitian Maryono (2013). Sedangkan menurut Muttaqin
(2009: 220), meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, EKG tidak
dapat menunjukan gambaran yang spesifik. EKG normal menimbulkan kecurigaan akan
adanya diagnosis yang salah. Pada pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagal jantung
dapat ditemukan kelainan EKG seperti dibawah ini:
(1) Left bundle branch block, kelainan ST/T menunjukan disfungsi ventrikel kiri kronis.
(2) Gelombang Q menujukan ifark sebelumnya dan kelainan segmen ST, menunjukan
penyakit jantuns eskemik.
(3) Hipertrof ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukan stenosis aorta dan
penyakit jantung hipertensi.
(4) Aritmia: deviasi aksis kekanan, right bundle branch block, dan hipertrofi ventrikel
kanan menunjukan adanya disfungsi ventrikel kanan.
Selain melihat adanya hipertrofi, pemeriksaan EKG juga digunakan untuk memantau
adanya perubahan kalium setelah pemakaian diuretik. Perawat perlu mengetahui gambaran
normal EKG perubahan gelombang akibat hipokalemia yang sering merupakan dampak dari
pemberian diuretik yang tidak menahan kalium.
3) CTR (Cardio Thoraks Ratio)
Penyakit jantung merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Di Indonesia
angka kematian yang disebabkan serangan jantung mencapai 26 hingga 30 persen. Faktor
risiko penyakit jantung koroner adalah kebiasaan merokok, stres, kurang olah raga,
kencing manis atau diabetes, obesitas, hipertensi serta hiperlipidemia atau kelebihan lemak
dalam darah, keturunan, usia, dan jenis kelamin.
Penyakit jantung merupakan pembunuh yang paling berbahaya saat ini. Penderitanya
tidak mengenal kalangan, dapat berasal dari kalangan ekonomi tinggi sampai orang dari
kalangan ekonomi lemah. Salah satu tanda penyakit ini adalah adanya pembesaran ukuran
jantung atau yang disebut dengan cardiomegally. Jadi bisa dikatakan bahwa kalau terjadi
pembengkakan ukuran jantung, maka hampir bisa dipastikan ada indikasi mempunyai
penyakit jantung. Pemantauan pembesaran jantung selama ini masih menggunakan modaliti
X-Ray karena modaliti ini hampir tersedia di hampir seluruh rumah sakit. Bahkan untuk
kasus di Indonesia, banyak puskesmas yang sudah mempunyai peralatan ini. Sehingga
tidak mengherankan, hampir empat puluh persen dari pemeriksaan radiologi yang
menggunakan X-Ray (radiografi) merupakan pemeriksaan.

CTR = MD / ID
CTR=A+B/C
Keterangan :
A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung. 
B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung.
C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri. 
Jika CTR >0.5 (50%) maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly
Contoh :
Pada sebuah foto thorax, setelah dibuat garis-garis untuk menghitung Cardiothoracic Ratio, di
dapat nilai-nilai sebagai berikut :
Panjang garis A = 6 cm, Panjang garis B = 13 cm, Panjang garis C = 30 cm
Dari nilai-nilai di atas, apakah jantung pada pasien tersebut dapat dikategorikan sebagai
Cardiomegally atau tidak?
Jawab :
Sesuai dengan rumus perbandingan yang telah dijelaskan, maka kita masukan nilai-nilai
tersebut di atas.
6+13/30 = 0,63
Karena nilai ratio nya melebihi 0,5, maka jantung pasien tersebut dapat dikategorikan
Cardiomegally (terjadi pembesaran jantung).
Perhitungan CTR ini sangat berguna untuk mendeteksi penyakit jantung terutama
yang ditandai dengan adanya pembesaran ukuran jantung (cardiomegally). Kemungkinan
penyebab CTR lebih dari 50% diantaranya:
(1) Kegagalan jantung (cardiac failure)
(2) Pericardial effusion
(3) Left or right ventricular hypertrophy
Kelemahan dari perhitungan CTR manual:
1) Penentuan diameter sangat subjektif yang bisa menghasilkan perbedaan hasil diagnose
antar dokter. Pengamatan manual paling tidak mempunyai dua error yang umum
diantaranya interobserver error dan intra observer error. Interobserver error mengarah
pada error yang terdapat pada pengukuran objek yang sama oleh orang yang berbeda.
Hal ini bisa dimaklumi karena selain faktor citra X-ray itu sendiri, tingkat konfidensi
seseorang dalam melakukan pengukuran berbeda. Sedangkan error yang kedua adalah
error yang terdapat pada pengukuran objek yang sama oleh orang yang sama pada saat
yang berbeda. Hal ini juga mungkin terjadi terutama jika dihadapkan pada rentang waktu
yang lama dan frekuensi pengukuran yang tinggi.
2) Sekarang ini masyarakat sudah semakin sadar tentang pentingnya melakukan
pemeriksaan dini. Disamping untuk produktivitas dan mengurangi beban perusahaan jika
karyawan perusahaannya banyak yang sakit, maka banyak perusahaan yang
mengkoordinir program cek kesehatan termasuk pengambilan foto thorax. Bisa
dibayangkan akan dihasilkan ratusan bahkan ribuan citra X-ray. Sangat tidak praktis
menggunakan cara manual. Membatasi jumlah citra X-ray yang dibaca seorang ahli
akan menyebabkan tertundanya penerimaan hasil, sesuatu yang sulit diterima
perusahaan.
3) Setiap citra medik memiliki sejumlah noise berupa ciri citra medik yang tidak diinginkan
tampil dan menurunkan visibilitas obyek dan struktur tertentu. Sumber noise yang paling
utama pada radiografi dengan X-ray adalah foto energi yang bergerak atau keluar secara
acak. Noise menurunkan citra medik melalui konsentrasi foto yang besar yang biasanya
dibarengi dengan dosis radiasi yang tinggi terhadap pasien. Tingkat noise juga
dipengaruhi oleh pemilihan nilai tertentu dari protokol pencitraan. Kelemahan dari
perhitungan CTR Manual adalah :
(1) Kesulitan dalam membaca gambar dikarenakan banyaknya noise serta perbedaan
yang sangat tipis dari gambar dan latar belakang, yang mengakibatkan kesulitan
dalam menentukan batas tepi dari gambar yang akan diukur dan akan berpengaruh
terhadap hasil pengukuran.
(2) Waktu yang dibutuhkan dalam pengukuran lama, serta biaya yang mahal.
(3) Pada kasus Atrial Septal Defect (ASD) pembesaran pada Atrium kanan pada foto
thorax sulit dibedakan dengan pembesaran pada ventrikel kanan.
2.1.8.2 Pemerikaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada gagal jantung, hemonglobin dan eritrosit menurun sedikit
karena hemodiliusi. Kadar hemonglobin dibawah 5 g % sewaktu-waktu dapat menimbulkan
gagal jantung setidak-tidaknya keadaan anemia akan menyebabkan bertambahnya beban
jantung. Jumlah leukosit dapat meninggi, bila sangat meninggi mungkin terdapat
superinfeksi, endokarditis atau sepsis yang akan memberatkan jantung. Laju endap darah
biasanya menurun, bila gagal jantung dapat diatasi tetapi infeksi atau karditis masih aktif ada,
maka laju endap darah akan meningkat. Terdapat hipoglikemia dan berkurangnya cadangan
glikogen dalam hati. Kadar natrium dalam darah sediki menurun walaupun natrium total
bertambah. Keadaan asam dan basa tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori,
keadaan paru, besarnya pirau dan fungsi ginjal. Pemeriksaan urine, jumlah pengeluaran urine
berkurang, berat jenis meninggi, terdapat pada albuminuria sementara dan hematuria
mikroskopis.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Menurut Ardiansyah (2012: 33), penatalaksanaan medis pada gagal jantung yaitu
sebagai berikut:
2.1.9.1 Oksigen
Pemberian oksigen sangat dibutuhka, terutama pada pasien gagal jantung yang disertai
dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan
membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
2.1.9.2 Terapi Nitrat Dan Vasodilator
Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, dalam penatalaksaan gagal jantung
telah banyak mendapatkan dukungan dari kesehatan dengan menyebabkan vasodilatasi
perifer, jantung di unloaded (penurunan afterload), pada peningakatan curah jantung lanjut,
penurunan pulmonary artery wedge pressure (pengukuran derajat kongestif dan beratnya
gagal ventrikel kiri), serta penurunan pada konsumsi oksigen mokard.
2.1.9.3 Diuretik
Selain tirah baring (bed rest) pembatasan garam dan air serta diuretik baik oral
maupun teral akan menurunkan preload dan kerja jantung. Digitalisasi:
1) Dosis Digitalis
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan di
lanjutkan 2x0,5 selama 2-4 hari.
(1) Digoksin IV 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
(2) Cedilanid (IV 1,2-1,6 mg/24 jam).
2) Dosis Penunjang Untuk gagal jantung
Digoksin 0,25 mg/hari. Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis di sesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut berat:
(1) Digoksin: 1-1,5 mg IV perlahan-lahan.
(2) Cedilanid: 0,4-0,8 mg IV perlahan-lahan.

2.2. Manajemen Asuhan Keperawatan CHF


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal pada proses asuhan keperawatan dimana pengkajian
mencakup data-data pasien sehingga dapat mengidentifikasi, menganalisa masalah kebutuhan
kesehatan dan keperawatan fisik, mental, sosial dan lingkungan (Doenges, 2007:165).

2.2.1.1 Pengkajian Primer


1) A (Airway) : apakah ada sumbatan pada jalan nafas klien, baik itu berupa sekret, ataupun
benda asing. Apakah klien bernafas, mengalami kesulitan nafas, atau tidak bernafas sama
sekali.
2) B (Breathing) : observasi pernafasan klien pakah dangkal/dalam, sesak, teratur,
periodik/apneu
3) C (Circulation) : kaji nadi klien, berapa frekuensinya, bagaimana iraman dan
kekuatannya.
4) D (Disability) : kaji tingkat kesadaran klien, kaji kemampuan klien dalam menggerakkan
ekstremitas. Kaji apakah klien mengeluhkan nyeri.
5) E (Exposure) : Enviromental control, buka baju penderita
tapi cegah hipotermia. Kita dapat mengkaji Pada bagian tubuh klien tidak ada luka, dan
tidak ada mengalami perdarahan.
2.2.1.2 Pemeriksaan fisik B1-B6
Menurut Ardiansyah (2012: 38), pemeriksaan fisik pada pasien dengan gagal jantung
adalah sebagai berikut :
1) B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vaskular pulmonal adalah
dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Hal ini
dikenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri. Sebelum crackles dianggap sebagai kegagalan
pompa, klien harus diinstruksikan untuk batuk dalam guna membuka alveoli basilaris yang
mungkin di kompresi dari bawah diafragma.
2) B2 (Bleeding)
(1) Inspeksi
Inspeksi (pemeriksaan) adanya parut pasca pembedahan jantung. Lihat adanya
dampak penurunan curah jantung.
(2) Palpasi
Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respons awal jantung terhadap
stres, ainus takikardi mungkin di curigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien
dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain berhubungan dengan kegagalan pompa
meliputi kontraksi atrium preamture, takikardia atrium paroksimal, dan denyut ventrikel
prematur. Perubahan nadi selama gagal janung menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.
Denyut nadi takikdardia mencerminkan respon terhadap rangsangan saraf simpatis.
(3) Auskultasi
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah
yaitu dua cara. Pertama, bunyi jantung ketiga dan keempat (S3, S4) serta bunyi crakles pada
paru-paru. S4 atau gellop atrium mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik
dengan menggunakan bel stetoskop yang ditempelkan tepat pada apeks jantung. Kedua, S1
tidak selalu tanda pasti kegegalan kongestif, tetapi dapat menurunkan komplain
(peningkatan kekauan) miokard.
3) B3 (Brain)
Kesadaran penderita biasanya agak terganggu apabila terjadi gangguan perfusi jaringan
dalam skala berat. Pengakjian objektif terhadap pasien ditandai dengan wajah pasien yang
terlihat meringis, menangis atau merintih. Kesadaram compos mentis, didapatkan sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, karena itu
perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok
kardiogenik.
5) B5 (Bowel)
Klien biasanya merasakan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat pembesaran
vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)
Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6 adalah sebagai berikut:
(1) Kulit dingin
Gagal depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke
organ-organ.
(2) Mudah lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme.
2.2.1.3 Aktivitas/istirahat
Pada pengkajian aktivitas, biasanya didapatkan gejala keletihan/kelelahan terus
menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat
atau aktifitas. Pengkajian pada istirahat klien didapatkan gejala gelisah, perubahan status
mental misalnya letargi, tanda-tanda vital berubah pada aktivitas.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut menurut Ardiansyah (2012: 42), Diagnosa keperawatan yang muncul pada
klien dengan Krisis Hipertensi yaitu :
2.2.2.1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
perubahan struktural.
2.2.2.2 Pola napas tidakefektif berhubungan dengan menurunnya kontrantilitas jantung
2.2.2.3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen,
kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
2.2.2.4 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
2.2.2.5 Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus
2.2.2.6 Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
2.2.2.7 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal jantung.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuanyang berpusat
pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk
mencapai tujuan tersebut.

1) intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik,
perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
Tujuan :  Tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil :  Tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau
hilang) dan bebas gejala gagal jantung,  melaporkan penurunan
episode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi
beban kerja jantung.
Tabel 2.2 Intervensi Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama
dan konduksi listrik, perubahan struktural.
Intervensi Rasional
2) Auskultasi nadi apikal, kaji biasanya terjadi takikardi (meskipun
frekuensi dan irama jantung. pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
3) Catat bunyi jantung. S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah ke serambi yang
distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis katup.
4) Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial.
Nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi dan pulsus
alternan.
5) Pantau tekanan darah. Pada GJK dini, sedang atau kronis
tekanan darah dapat meningkat. Pada
HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak
dapat normal lagi.
6) Kaji kulit terhadap pucat dan Pucat menunjukkan menurunnya
sianosis. perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung,
vasokontriksi dan anemia. Sianosis
dapat terjadi sebagai refraktori GJK.
Area yang sakit sering berwarna biru
atau belang karena peningkatan
kongesti vena.
7) Berikan oksigen tambahan dengan Meningkatkan sediaan oksigen untuk
kanula nasal/masker dan obat kebutuhan miokard untuk melawan
sesuai indikasi (kolaborasi). efek hipoksia/iskemia. Banyak obat
dapat digunakan untuk meningkatkan
volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.
8) Berikan obat sesuai indikasi: Tipe dan dosis diuretik tergantung pada
diuretik, vasodilator, derajat gagal jantung dan status fungsi
antikoagulan. ginjal. Penurunan preload paling
banyak digunakan dalam mengobati
pasien dengan curah jantung relative
normal ditambah dengan gejala
kongesti. Diuretik mempengaruhi
reabsorpsi natrium dan air. Vasodilator
digunakan untuk meningkatkan curah
jantung, menurunkan volume sirkulasi
dan tahanan vaskuler sistemik, juga
kerja ventrikel. Antikoagulan
digunakan untuk mencegah
pembentukan thrombus/emboli pada
adanya faktor risiko seperti statis vena,
tirah baring, disritmia jantung.
9) Pemberian cairan Intra vena. Karena adanya peningkatan tekanan
ventrikel kiri, pasien tidak dapat
mentoleransi peningkatan volume
cairan (preload). Pasien GJK juga
mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkan retensi cairan dan
meningkatkan kerja miokard.
10) Pantau seri EKG dan Depresi segmen ST dan datarnya
perubahan foto dada. gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan oksigen
miokard, meskipun tak ada penyakit
arteri koroner. Foto dada dapat
menunjukan pembesaran jantung.
11) Pantau pemeriksaan peningkatan BUN / Kreatinin
laboratorium, contoh BUN, menunjukan hipoperfusi / gagal ginjal.
kreatinin.

2) Pola napas tidakefektif berhubungan dengan menurunnya kontrantilitas jantung


Tujuan : Pasien tidak mengeluhkan sesak napa
Kriteria hasil : Klien tampak tenang, Tidak ada keluhan sesak napasTidak ada
suara napas tambahan,Tidak menggunakan alat bantu napas,Tanda-
tanda vital dalam batas normal: Tekanan darah 130/70 mmHg, Nadi
60-100 x/menit, pernapasan 16-20 x/menit, suhu 36-36.50C

Tabel 2.3 Pola napas tidakefektif berhubungan dengan menurunnya kontrantilitas


jantung
Intervensi Rasional
1) Jelaskan tentang ketidakefektifan 1). Melakukan edukasi penting untuk
pola nafas klien dikarenakan persetujuan klien untuk penentuan
kurangnya suplai oksigen kerena intervensi selanjutnya
ketidakmampuan jantung
memompa darah ke seleruh
tubuh.

2) Jelaskan posisi untuk mengurangi 2).Untuk memudahkan klien


sesak nafas klien. melakukan secara mandiri jika sesak
muncul.

3).Anjurkan klien untuk mengurangi 3). Posisi semifowler meningkatkan


aktivitas ekspansi paru

4).Atur posisi klien senyaman 4). Akitivitas yang berlebihan dapat


mungkin meningkatkan kerja jantung

5).Atur posisi dengan meninggikan 5). Posisi tinggi memungkinkan


pada daerah kepala ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan. Pengubahan posisi dan
ambulansi meningkatkan pengisisan
udara ke segmen paru.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen,


kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
Tujuan   :  Klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan
Kriteria hasil : Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan, memenuhi perawatan
diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat
diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Tabel 2.4 Intervensi Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antar suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
Intervensi Rasional
1) Catat frekuensi jantung, irama Respon klien terhadap aktivitas dapat
dan perubahan Tekanan Darah mengindikasikan adanya penurunan
selama dan sesudah aktivitas. oksigen miokard.
2) Tingkatkan istirahat, batasi menurunkan kerja miokard/konsumsi
aktivitas, dan berikan aktivitas oksigen
senggang yang tidak berat
3) Anjurkan klien untuk Dengan mengejan dapat meningkatkan
menghindari peningkatan bradikardi, menurunkan curah jantung
tekanan abdomen, misal: dan takikardia, serta peningkatan
mengejan saat defekasi. Tekanan Darah
4) Pertahankan klien dalam posisi Untuk mengurangi beban jantung
tirah baring sementara sakit akut
5) Tingkatkan klien duduk di kursi Untuk meningkatkan venus return
dan tinggikan kaki klien.
6) Pertahankan rentang gerak pasif Meningkatkan kontraksi otot sehingga
selama sakit kritis membantu venous return.
7) Evaluasi tanda vital saat Untuk mengetahui fungsi jantung bla
kemajuan aktivitas terjadi dikaitkan dengan aktivitas
8) Pertahankan penambahan O2 Untuk meningkatkan oksigenasi
sesuai kebutuhan jaringan
9) Selama aktivitas kaji EKG, Melihat dampak dari aktivitas terhadap
dispnea, sianosis, kerja dan fungsi jantung.
frekuensi napas, serta keluhan
subjektif
10) Berikan diet sesuai kebutuhan Untuk mencegah retensi cairan dan
(pembatasan air dan Na) edema akibat penurunan kontraktilitas
jantung
11) Rujuk ke program rehabilitasi Meningkatkan jumlah oksigen yang ada
jantung untuk pemakaian miokardium sekaligus
mengurangi ketidaknyamanan sampai
dengan iskemia.
4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan               : Tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria hasil     : Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas,
tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan
tidak ada edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan
individual.
Tabel 2.5 Intervensi Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/air.
Intervensi Rasional
1) Pantau pengeluaran urine, catat Pengeluaran urine mungkin sedikit dan
jumlah dan warna saat hari pekat karena penurunan perfusi ginjal.
dimana diuresis terjadi. Posisi terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring.
2) Pantau / hitung keseimbangan Terapi diuretik dapat disebabkan oleh
pemasukan dan pengeluaran kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
selama 24 jam. (hipovolemia) meskipun edema/asites
masih ada.
3) Pertahakan duduk atau tirah Posisi tersebut meningkatkan filtrasi
baring dengan posisi semifowler ginjal dan menurunkan produksi ADH
selama fase akut. sehingga meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada). Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya
peningkatan kongesti paru, gagal
jantung.
5) Kaji bising usus, catat keluhan Kongesti viseral (terjadi pada GJK
anoreksia, mual, distensi abdomen lanjut) dapat mengganggu fungsi
dan konstipasi. gaster/intestinal.
6) Pemberian obat sesuai indikasi Diuretik meningkatkan laju aliran urine
(kolaborasi) : diuretik, tiazid. dan dapat menghambat reabsorpsi
natrium/klorida pada tubulus ginjal.
Tiazid meningkatkan diuresis tanpa
kehilangan kalium berlebihan.
7) Konsultasi dengan ahli diet. Perlu memberikan diet yang dapat
diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.

5) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


kapiler-alveolus.
Tujuan           :  Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil  : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat
pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Tabel 2.6 Intervensi Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran kapiler-alveolus.
Intervensi Rasional
1) Pantau bunyi nafas, catat krekles. Menyatakan adanya kongesti
paru/pengumpulan secret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2) Ajarkan/anjurkan klien batuk Membersihkan jalan nafas dan
efektif, nafas dalam. memudahkan aliran oksigen.
3) Dorong perubahan posisi. membantu mencegah atelektasis dan
pneumonia.
4) Kolaborasi dalam Pantau / Hipoksemia dapat terjadi berat selama
gambarkan seri GDA, nadi oedem paru.
oksimetri.
5) Berikan obat/oksigen tambahan Meningkatkan konsentrasi oksigen
sesuai indikasi alveolar, yang dapat memperbaiki/
menurunkan hipoksemia jaringan.

6) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan           : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasi  :  Klien akan mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan
perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Tabel 2.7 Intervensi Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Intervensi Rasional
1) Pantau kulit, catat penonjolan Kulit beresiko karena gangguan
tulang, adanya edema, area sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan
sirkulasinya terganggu/pigmentasi gangguan status nutrisi.
atau kegemukan/kurus.
2) Pijat area kemerahan atau yang meningkatkan aliran darah,
memutih. meminimalkan hipoksia jaringan.
3) Ubah posisi sering ditempat memperbaiki sirkulasi waktu satu area
tidur/kursi, bantu latihan rentang yang mengganggu aliran darah.
gerak pasif/aktif.
4) Berikan perawatan kulit, terlalu kering atau lembab merusak
minimalkan dengan kulit/mempercepat kerusakan.
kelembaban/ekskresi.
5) Hindari obat intramuskuler. edema interstisial dan gangguan
sirkulasi memperlambat absorbsi obat
dan predisposisi untuk kerusakan
kulit/terjadinya infeksi.

7) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan


berhubungan dengan kurang pemahaman tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal jantung.
Tujuan           : Pengetahuan klien bertambah
Kriteria hasil    :  Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode
berulang dan mencegah komplikasi, mengidentifikasi faktor resiko
dan beberapa teknik untuk menangani, melakukan perubahan pola
hidup/perilaku.
Tabel 2.8 Intervensi Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan
program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman tentang
hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal jantung.
Intervensi Rasional
1) Diskusikan fungsi jantung normal. Pengetahuan proses penyakit dan
harapan dapat memudahkan ketaatan
pada program pengobatan.
2) Kuatkan rasional pengobatan. Klien percaya bahwa perubahan
program pasca pulang dibolehkan bila
merasa baik dan bebas gejala atau
merasa lebih sehat yang dapat
meningkatkan resiko eksaserbasi
gejala.
3) Rujuk pada sumber di Dapat menambahkan bantuan dengan
masyarakat/kelompok pendukung pemantauan sendiri/penatalaksanaan
suatu indikasi. dirumah.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Tahap awal tindakan keperawatan menuntut
perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut
meliputi kegiatan-kegiatan: Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan,
mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul,menentukan dan
mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai
dengan yang akan dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, sehingga perawat
dapat mengambil keputusan dalam mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah
mencapai tujuan yang ditetapkan), memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien
mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan pertama), meneruskan rencana tindakan
keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan). Proses
evaluasi terdiri dari 2 tahap yaitu tahap mengukur pencapaian tujuan klien yang terdiri dari
komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi tubuh dan gejala. Sedangkan tahap
kedua adalah tahap penentuan keputusan pada tahap evaluasi. Dalam tahap yang kedua ini
terdapat 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu proses
(formatif) dan hasil (sumatif).
2.2.5.1 Proses (formatif)
Fokus evaluasi tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses baru dilaksanakan segera setelah
perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap tindakan
dan harus dilakukan terus menerus sampai tujuan yang telah dilakukan tercapai.
2.2.5.2 Hasil (Sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atas status kesehatan pada akhir
tindakan keperawatan.Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan :
(1) Mengumpulkan data perkembangan pasien.
(2) Menafsirkan (menginteprestasikan) perkembangan pasien.
(3) Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan  tindakan dengan
menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
(4) Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar norma yang
berlaku.
Seorang perawat harus mampu menafsirkan hasil evaluasi dari masalah keperawatan
klien yaitu sebagai berikut  :
(1) Tujuan tercapai
Bila klien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan
kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
(2) Tujuan tercapai sebagian
Bila klien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari
kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
(3) Tujuan tidak tercapai
Bila klien menunjukkan tidak ada perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau
bahkan timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jakarta : DIVA.
http://www.skripsipedia.com).Diakses tanggal 25/02/2018 pukul 09.00 wib.

Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika

Pudiasti, R. D. 2013 Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
http://www.skripsipedia.com).Diakses tanggal 25/02/2018 pukul 09.00 wib.

Anda mungkin juga menyukai