Disusun Oleh:
Kelompok: 7
Muhammad Zaid raihan (PO.71.25.1.20.036)
Maryatul Qiftiyah (PO.71.25.1.20.037)
Anisa Tri Utami (PO.71.25.1.20.038)
Eca Damayanti (PO.71.25.1.20.039)
Dina Octariati (PO.71.25.1.20.040)
Dosen Pengampu:
Yufen Widodo, S.K.M., M.D.Sc
Abu Hamid, S.SIT, M.Kes
Penulis
i
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
Latar Belakang....................................................................................................................1
LANDASAN TEORI.............................................................................................................2
A. Konsep Perawatan Gigi Anak.....................................................................................2
B. Klasifikasi Perilaku Anak...........................................................................................2
C. Sikap Dan Tingkah Laku Anak...................................................................................4
1. Perkembangan sikap dan tingkah laku anak............................................................4
2. Perkembangan tingkah laku anak berdasarkan umur..............................................5
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi anak dalam perawatan gigi..............................8
4. Hubungan Usia dengan Perawatan Gigi................................................................10
KESIMPULAN....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perawatan kesehatan gigi secara dini sangat berguna bagi anak yang masih dalam
taraf tumbuh kembang. Setiap anak yang datang berobat ke dokter gigi memiliki kondisi
kesehatan gigi yang berbeda-beda dan akan memperlihatkan perilaku yang berbeda pula
terhadap perawatan gigi dan mulut yang akan diberikan. Fondasi utama dari perawatan gigi
anak adalah kemampuan dokte gigi dalam memberikan perawatan disertai dengan
pengelolaan perilaku anak agar perawatan gigi dapat memberikan kesan yang positif.
Perawatan gigi anak juga harus disesuaikan dengan usia anak itu sendiri karena
anak memiliki tingkat kedewasaan, kepribadian emosi yang bervariasi pada setiap
individunya sehingga respon mereka terhadap perawatan gigi juga memiliki banyak
variasi. Sebagai konsekuensinya, dokter gigi harus memahami berbagai macam tingkah
laku anak dalam perawatan gigi serta teknik mengelola tingkah laku tersebut. Ada anak
yang berlaku kooperatifterhadap perawatan gigi dan tidak sedikit yang berperilaku tidak
kooperatif. Perilaku yang tidak kooperatif merupakan manifestasi dari rasa takut dan cemas
anak terhadap perawatan gigi dan mulut.penyebabnya dapat berasal dari diri sendiri, orang
tua, dokter gigi, maupaun lingkungan klinik.
Perawatan gigi anak juga harus disesuaikan dengan usia anak itu sendiri karena
anak memiliki tingkat kedewasaan, kepribadian, emosi yang bervariasi pada setiap
individunya sehingga respon mereka terhadap perawatan gigi juga memiliki banyak
variasi. Sebagai konsekuensinya, dokter gigi harus memahami berbagai macam tingkah
laku anak dalam perawatan gigi serta teknik mengelola tingkah laku tersebut.
Pengelolaan atau manajemen perilaku anak dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan yaitu dia wali dengan pendekatan farmakoterapeutik kemudian pendekatan
farmakoterapeutik. Selain itu, komunikasi yang efektif dengan anak juga dapat menjadi
kunci sukses keberhasilan perawatan gigi anak.
1
LANDASAN TEORI
2
b. Tidak mampu menjadi kooperatif
Berbeda dengan pasien yang kooperatif, pasien yang tidak mampu
menjadi kooperatif biasanya merupakan pasien dengan usia yang masih
sangat kecil dan masih memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi.
Kelompok anak yang juga termasuk dalam kategori ini adalah anak yang
memiliki disabilitas maupun cacat mental. Dibutuhkan teknik manajemen
perilaku khusus dalam merawat pasien ini. Meskipun perawatan dapat
dilakukan, biasanya pembentukan perilaku yang positif seringkali sulit
tercapai sehingga anak tetap menjadi tidak kooperatif pada kunjungan
selanjutnya.
c. Berpotensi kooperatif
Anak yang berpotensi kooperatif berbeda dengan anak yang tidak
mampu menjadi kooperatif. Anak tipe ini masih dapat dibentuk dan
dimodifikasi perilakunya sehingga dapat menjadi kooperatif seiring
dengan bertambahnya usia. Dibutuhkan pendekatan yang sesuai agar
perawatan gigi dapat berjalan dengan baik serta mengubah sikap anak
menjadi lebih positif.
2. Berdasarkan Frankl
Frankl mengategorikan perilaku anak ke dalam empat kategori, yaitu :
1. Rating 1 (--) : Definitely negative. Anak dalam kategori ini menolak
perawatan, menangis dengan kencang, ketakutan, dan selalu merespon
negatif
2. Rating 2 (-) : Negative. Anak dalam kategori ini enggan menerima
perawatan, tidak kooperatif, dan berperilaku negatif namun tidak diucapkan
seperti cemberut, pendiam.
3. Rating 3 (+): Positive. Mau menerima perawatan, well behaved, mau
mengikuti perintah dokter gigi dengan kooperatif
4. Rating 4 (++): Definitely positive. Memiliki hubungan pasien yang baik
dengan dokter gigi, tertarik dalam perawatan gigi, tertawa dan menikmati
situasi.
3
C. Sikap Dan Tingkah Laku Anak
4
e. Perkembangan sosial
Rasa cemas anak masih sangat tinggi hingga umur 5 tahun. Oleh karena itu
jangan mengharapkan anak mau melakukan perawatan gigi karena kemauan
sendiri
f. Remaja
Peningkatan kemandirian dan kepercayaan diri berkembang saat remaja.
Remaja lebih cenderung memiliki sifat moody dan oversensitif terhadap
kritik serta seringkali merasa sedih. Oleh karena itu, jangan banyak
mengritik remaja dan berikan dukungan dan kepercayaan pada mereka.
5
1) Pada usia 9 bulan, bayi menjadi lebih sensitif aware terhadap reaksi
seseorang dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan. Memahami
perasaan yang sedang dirasakan oleh bayi pada umur ini dapat
membantu dalam meningkatkan hubungan, penerimaan, dan
kepercayaan.
2) Bayi dapat memahami bahwa objek atau orang-orang di sekitarnya ada
meskipun tidak terlihat mata
3) Implikasi dental : Pada usia ini, perilaku anak di dokter gigi sangat
bervariasi. Anak pada usia ini memiliki limitasi dalam memahami
prosedur dental. Namun, dengan pendekatan dan manajemen yang baik,
perawatan gigi dapat tercapai dengan baik pada usia ini tanpa sedasi.
Dokter gigi dapat memberikan tips kepada orangtua untuk memberikan
reward dan feedback yang baik pada anak setelah menjalani perawatan
gigi
d. Usia 1-3 tahun
1) Pada usia ini, anak memulai untuk mengembangkan rasa kepemilikan
diri dan mengeksplor dirinya.
2) Kemampuan berbicara berkembang dan “tidak” menjadi kata favorit
3) Anak pada usia ini sulit untuk berbagi dengan temannya dan cenderung
memiliki sikap yang egosentris
4) Implikasi dental : Di dental room, dokter gigi dapat meletakkan mainan
seperti boneka pada anak dan memberikan pujian saat anak mau
menerima perawatan gigi dengan baik. Dokter gigi juga dapat
memberikan pilihan kecil pada anak untuk meningkatkan
keooperatifan. Kemampuan berkomunikasi bervariasi tergantung pada
perkembangan kosakata anak. Anak yang memiliki kemampuan
berkomunikasi yang lurang baik akan sulit kooperatif di dental unit.
Anak pada usia ini juga harus selalu didampingi oleh orangtua
e. Usia 4-5 tahun
1) Pada usia ini, anak dapat mengeksplor lingkungan baru dan hubungan
antar sesama di dunianya. Kemampuan sosial akan berkembang saat
berinteraksi dengan lingkungannya.
6
2) Anak tertarik untuk mendengar dan merespon instruksi verbal dengan
baik. Anak juga dapat berbicara dengan lancar dan berpartisipasi
dengan baik di komunitas sosial yang kecil
3) Anak usia 4 tahun sangat kreatif, dapat berfantasi dan berimajinasi
dengan baik
4) Implikasi dental : Anak pada usia ini dapat menjadi pasien yang
kooperatif, namun juga dapat menjadi pasien yang senang menantang
dan memaksanakan opini mereka. Mereka sangat familiar dengan
ucapan “terima kasih” dan “tolong”. Berikan anak kesempatan dalam
mengambil keputusan kecil menentukan pilihan, kemudian libatkan
anak dalam perawatan seperti memperbolehkan anak dalam
mengoperasikan dental unit. Anak pada usia ini juga biasanya dapat
ditinggalkan oleh orangtuanya saat perawatan gigi.
f. Umur 6-8 tahun
1) Anak pada usia 6 tahun biasanya mulai sekolah dan keluar dari proteksi
orangtua di rumah
2) Anak akan secara signifikan menjadi lebih mandiri dan dapat bermain
tanpa orangtua yang mengawasi dari jarak dekat
3) Pada beberapa anak, akan terjadi transisi emosial pada usia ini dimana
anak akan lebih mudah merasa cemas yang sering diekspresikan
melalui teriakan dan amukan
4) Implikasi dental : Usia ini sangat ideal dalam memisahkan anak dan
orangua, dimana orangtua tidak harus ikut masuk ke dalam ruang
perawatan dan menunggu diluar. Anak dapat dipanggil masuk kedalam
dan orangtua menunggu diluar.
g. Umur 8-12 tahun
1) Pada usia ini, anak adalah bagian dari sebuah komunitas sosial dan
sangat dipengaruhi oleh komunitas tersebut. Mereka dapat menentukan
siapa yang diterima dan tidak diterima dalam sebuah komunitas.
Orangtua sering berharap anak dalam memimpin sesuatu, namun anak
lebih senang menjadi seorang follower karena dianggap lebih aman.
2) Anak dapat menyembunyikan perasaan dan pemikiran mereka serta
bersikap “cool”
7
3) Implikasi dental : hati hati, jangan membuat anak merasa malu melalui
kritikan. Berikan penjelasan perawatan gigi yang sesuai dengan umur
mereka. Anak pada usia ini dapat memahami dengan baik penjelasan
mengenai menyikat gigi dan flossing tanpa bantuan orangtua.
h. Remaja
1) Remaja biasanya mulai memiliki pertanyaan-pertanyaan mengenai diri
mereka, seperti “siapa saya?’ “Harus menjadi seperti siapa saya?”
2) Remaja berada dalam tahap mencari jati diri dan sering bereksperimen
seperti mencoba merokok, dan lain lain
3) Remaja juga biasanya tidak dengan mudah mendengar perkataan orang
lain dan percaya terhadap suatu dampak dari melakukan suatu hal.
Seperti merokok hanya dapat menyebabkan masalah kesehatan pada
orangtua tidak pada remaja.
4) Penampilan menjadi suatu hal yang sangat diperhatikan
5) Remaja seringkali merasa bahwa pengalaman mereka unik,
mendengarkan curahan hati mereka, memberikan kebebasan,
memberikan dorongan bagi mereka untuk mencapai sebuah tujuan
dapat meningkatkan kepercayaan dan kekooperatifan
6) Dokter gigi diusahakan untuk tidak bersikap judgemental dan bersikap
respek terhadap remaja karena kondisi emosional remaja yang relatif
tidak stabil.
7) Implikasi dental : Remaja biasanya lebih mandiri dalam menjani
perawatan gigi dan dapat menerima perawatan gigi dengan baik.
Membangun komunikasi dan berdiskusi mengenai topik non dental
dapat membantu dalam meningkatkan kedekatan antara dokter gigi dan
pasien.
8
Overindulgence. Orangtua tipe ini selalu menuruti dan tidak pernah
menolak keinginan anak. Anaknya sering bersikap tidak acuh, egois, dan
keras kepala. Anak sering menuntut perhatian, kasih sayang dan
cenderung manja. Anak sering membujuk agar tidak dibawa ke dokter
gigi. Dokter gigi harus bersikap disiplin pada anak tipe ini.
Rejection. Orangtua tipe ini seperti tidak menginginkan anaknya,
sehingga anak sering kekurangan kasih sayang dan cinta dan dirawat
dengan kekerasan. Anak-anak tipe ini memiliki karakteristik sering
mengritik, merengek, dan jarang terlihat senang. Anak juga cenderung
bersikap curiga, agresif, dendam, tidak patuh, gelisah, dan terlalu aktif.
Di praktik dokter gigi anak seperti ini sangat sulit di kontrol. Oleh karena
itu, dokter gigi harus dapat mengakrabkan diri dan memberi
pengertiandengan baik sehingga menimbulkan rasa percaya diri anak.
Overanxiety. Orangtua tipe ini sering memberi perhatian yang tidak
semestinya pada anak. Oleh karena itu anak jarang diizinkan untuk
bermain sendiri. Sikap anak-anak ini biasanya pemalu dan penakut.
Biasanya mereka adalah pasien yang berperilaku baik. Namun, dokter
gigi juga memiliki beberapa kesulitan dalam mengatasi rasa ketakutan
mereka. Dengan dorongan dan jaminan anak biasanya merespon dengan
cara yang menyenangkan.
Domination. Orangtua tipe ini menuntut anaknya memiliki tanggung
jawab yang tidak sesuai dengan usia kronologisnya. Orangtua memaksa
anaknya menjadi kritis, keras, dan bahkan sering menolak. Sikap anak ini
adalah tertekan dan tegang. Dengan memberikan kebaikan dan perhatian,
mereka umumnya dapat berkembang menjadi pasien yang lebih baik.
Underaffection. Masalahekonomi dan sosial menjadi masalah dalam
orang tua tipe ini dimana anak menjadi tidak dipedulikan dan kurangnya
waktu untuk anak. Implikasinya anak menjadi lebih pemalu dan pendiam,
suka menyendiri, ragu-ragu dalam mengambil keputusan, dan mudah
menangis. Dokter gigih arus memberikan kasih sayang dan perhatian
sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri pada anak.
b. Rasa Takut
Ketakutan Objektif
9
Rasa takut dihasilkan oleh stimulus dari indera penglihatan, penciuman,
perabaan, pengecapan, pendengaran. Ketakutan dapat menurunkan
ambang batas rasa sakit sehingga anak yang ketakutan dalam perawatan
gigi biasanya merasakan rasa yang lebih sakit. Rasa sangat dikaitkan
dengan pengalaman terdahulu. Anak yang pernah mengalami rasa takut
saat ke dokter gigi biasanya akan sulit untuk dibawa lagi ke dokter gigi.
Dokter gigi harus menyadari situasi emosional anak ini dan merawat gigi
anak dengan perlahan serta berusaha untuk mengembalikan kepercayaan
diri anak.
Ketakutan Subjektif
Kecemasan subjektif atau kecemasan dinilai berdasarkan pada perasaan
dan sikap yang sebelumnya sudah disugestikan anak dari cerita
pengalaman orang lain saat ke dokter gigi. Biasanya anak menjadi mudah
terpengaruh meskipun belum pernah mencoba.
c. Riwayat Perawatan Dental Sebelumnya
Anak yang memiliki pengalaman ke dokter umum biasanya memiliki
persepsi yang sama dengan anak yang akan dibawa ke dokter gigi. Biasanya,
anak yang pada perawatan sebelumnya bersikap kooperatif akan bersikap
kooperatif pula saat perawatan gigi. Kualitas emosional dari kunjungan
sebelumnya dapat menentukan jumlah kunjungan.
d. Lingkungan Kerja Dokter Gigi
Lingkungan sekitar dan komunikasi yang efektif dan kontinu
merupakan salah satu kunci keberhasilan perawatangigi anak. Hal ini
disebabkan karena lingkungan sekitar menjadi hal utama yang pertama kali
dijumpai oleh anak. Lingkungan yang dimaksud adalah penampilan ruang
perawatan, sikap dokter gigi, waktu dan lama perawatan,
10
prasekolah disarankan untuk menemani anaknya keruang perawatan terutama saat
kunjungan pertama.
Anak usia 4 sampai 6 tahun biasanya sudah menurun rasa ketakutannya dan
sudah mampu mengatasi situasi ketakutannya, baik dari pengalamannya sendiri
maupun dari kemampuannya untuk memastikan tingkat keparahan bahaya, dan
ketakutan sebelumnya yang telah hilang dan dilupakan. Anak laki-laki cenderung
agresif dan menyukai hal-hal yang menantang serta bersikap ramah. Sedangkan
anak perempuan cenderung lebih pendiam.
Anak usia 7 tahun biasanya telah memiliki kemampuan untuk mengatasi
ketakutannya selama prosedur perawatan gigi karena dokter gigi sudah dapat
memberikan alasan dan penjelasan kepada dia mengenai hal-hal apa saja yang
sedang dilakukan. Anak dapat menyampaikan kepada dokter gigi apabila
merasakan sakit seperti dengan mengangkat tangan kiri.
Anak usia 8 sampai 14 tahun, biasanya lebih mampu mentolerir situasi yang
tidak menyenangkan dan telah menunjukkan ketaatan. Anak pada usia ini mudah
menyesuaikan diri dengan situasi. Namun, anak usia ini tidak suka dengan
“bullying” dan ketidakadilan.
Anak pada usia remaja, terutama anak perempuan, menjadi sangat perhatian
terhadap penampilannya. Mereka berusaha untuk memiliki penampilan semenarik
mungkin dan bersedia untuk bekerjasama untuk meningkatkan penampilan
mereka.
11
KESIMPULAN
Salah satu konsep perawatan gigi anak yang dikenal adalah konsep segitiga
perawatan gigi anak atau di sebut juga Triad Pedodontik. Dalam konsep ini terdapat tiga
komponen utama yang berperan dalam perawatan gigi anak yaitu anak, orangtua, dokter
gigi, dan masyarakat/lingkungan. Wright mengklasifikasikan perilaku anak menjadi 3,
yaitu kooperatif, tidak mampu menjadi kooperatif dan berpotensi kooperatif. Sedangkan
menurut frenkl mengkatagorikan prilaku anak dalam empat kategori, yaitu rating 1, rating
2, rating 3, dan rating 4. tanda-tanda psikologis anak yang penting untuk diketahui oleh
dokter gigi dalam merawat gigi anak yaitu perkembangan motorik, kognitif, perceptual,
linguistic, dan social.
12
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, I. 2017. Penatalaksanaan tingkah laku pada anak. (Dapartemenkedokteran gigi
anak univesitas padjajaran). http://jurnal.pdgi.or.id/index.php/ijpd/aeticle/download.
(diakses pada tanggal 21 september 2021)
Sri, A. 2014. Pola Perilaku Anak Terhadap Perawatan Gigi Dan Mulut. (Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin). https://core.ac.uk. (Diakses Pada Tanggal
22 September 2021).
Wijaya, A. 2016. Pengolahan Tingkah Laku Anak dalam Perawatan Gigi. (Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia). http://jurnal.ui.or.id. (Diakses Pada Tanggal
12 September 2021).
13