Anda di halaman 1dari 8

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

DINAS PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 9 MALANG
Jalan Puncak Borobudur No. 1 Telp (0341) 471855 Malang 65142
Website: http://sman9-mlg.sch.id email: info@sman9-mlg.sch.id

BAHAN AJAR
Pertemuan 14

STRUKTUR DAN KEBAHASAAN TEKS EDITORIAL

Peta Konsep

A. Kompetensi Dasar
3.6 Menganalisis struktur dan kebahasaan teks editorial
B. Tujuan
Setelah kegiatan pembelajaran ini diharapkan kalian mampu menganalisis
struktur dan kebahasaan teks editorial dengan kritis dan semangat agar
dapat merancang teks editorial yang kreatif, inovatif, dan bertanggung
jawab.

1
C. Uraian Materi
Pada pembahasan kali ini, kalian akan belajar tentang struktur dan
kaidah kebahasaan teks editorial. Simak dahulu teks berikut.

Contoh Analisis Struktur Teks Editorial

Diversifikasi untuk Ketahanan Pangan Administrator

KETAHANAN pangan sangat penting untuk diperkuat di tengah pandemi


covid-19 sekarang ini. Tingginya tingkat ketergantungan pada beras sebagai
sumber karbohidrat utama menjadikan bangsa ini cukup rentan dalam hal
kedaulatan pangan.
Konsumsi beras mencapai 94,9 kg per kapita per tahun dengan total
kebutuhan mencapai 29,6 juta ton per tahun. Konsumsi yang besar ini membuat
Indonesia tidak dapat terhindar dari upaya impor beras. Memang produksi beras
lebih tinggi daripada kebutuhan, tetapi pemerintah butuh impor sebagai persedian
untuk mengendalikan harga di pasaran.
Melansir data Badan Pusat Statisik (BPS), impor beras mencapai 2,25 juta
ton pada 2018. Jumlah itu meningkat pesat dari 305,27 ribu pada 2017. Adapun
realisasi impor beras tercatat 444,5 ribu ton pada 2019.
Ketergantungan pada beras juga menjadi ironi di tengah besarnya kekayaan
sumber daya alam negeri ini berupa ragam sumber hayati penghasil karbohidrat
tinggi. Semakin kita tidak bergantung pada satu sumber makanan, ketahanan
pangan juga akan makin kukuh.
Sebenarnya bangsa ini sangat kaya komoditas pangan nonberas, seperti
jagung, ubi jalar, atau sagu sebagai makanan pokok sehari-hari. Namun, saat
pemerintahan Orde Baru yang mengusung program swasembada beras telah
memudarkan program keragaman pangan.
Dari data pada 1954, komposisi karbohidrat dalam struktur menu bangsa
kita menunjukkan proporsi beras hanya 53,5%. Sisanya dipenuhi dari ubi kayu

2
(22,6%), jagung (18,9%), dan kentang (4,99%).
Kondisi itu terus berubah pada era Orde Baru. Pada akhir 80-an, proporsi
beras semakin dominan mencapai 81,1%, sisanya ubi kayu (10,02%) dan jagung
(7,82%). Orde Baru makin mendorong beras untuk menjadi bahan pangan utama
di seluruh Indonesia. Penyeragaman konsumsi beras di Indonesia membuat
makanan pokok lokal terabaikan.
Kini upaya mengembalikan keragaman pangan tengah dilakukan oleh
pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin melalui Gerakan Diversifikasi Pangan
yang dipelopori Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Gerakan yang serentak
dimulai di 34 provinsi seluruh Nusantara.
Selain sebagai antisipasi krisis pangan global dan ancaman kekeringan,
penyediaan pangan alternatif sumber karbohidrat lokal nonberas, gerakan ini juga
diharapkan mampu mengurangi ketergantungan konsumsi beras. Konsumsi pangan
lokal sumber karbohidrat lain pun meningkat.
Kementan mengajak seluruh gubernur dan bupati/wali kota untuk bersinergi
menguatkan gerakan diversifikasi pangan ini dalam upaya mengukuhkan
ketahanan pangan: kembali meneguhkan bahwa bangsa ini punya keanekaragaman
pangan yang besar, tidak hanya beras yang membuat kenyang.
Sejumlah daerah sudah mengeluarkan kebijakan sehari tanpa nasi. Akan
tetapi, kebijakan itu tidak pernah efektif dilaksanakan. Perlu keteladanan kepala
daerah untuk memelopori konsumsi pangan lokal.
Upaya diversifikasi pangan lokal ini ditargetkan menurunkan konsumsi
beras dari 94,9 kg per kapita per tahun menjadi 85 kg per kapita per tahun pada
2024. Selain itu, upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan UMKM pangan
sebagai penyedia pangan lokal.
Upaya diversifikasi pangan lokal ini ditargetkan menurunkan konsumsi
beras dari 94,9 kg per kapita per tahun menjadi 85 kg per kapita per tahun pada
2024. Selain itu, upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan UMKM pangan
sebagai penyedia pangan lokal.

3
Namun, upaya ini tentu tidak mudah. Membalikkan persepsi masyarakat
untuk mengganti beras dengan komoditas lain mesti diikuti dengan kebijakan dan
aksi kampanye yang masif. Pekerjaan rumah lainnya, pasokan bahan pangan
nonberas mesti bisa diandalkan.
Pemerintah tidak bisa ujug-ujug memaksakan kebijakan diversifikasi pangan
jika produksi pangan lokal, seperti umbi-umbian, di setiap wilayah belum bisa
ditingkatkan. Ketersediaan bahan baku yang terbatas dan harga yang kurang
kompetitif ketimbang komoditas pangan utama, yakni beras masih menjadi
kendala terbesar.

Menganalisis Kebahasaan Teks Editorial

Kaidah kebahasaan teks editorial tergolong ke dalam kaidah kebahasaan yang


berciri bahasa jurnalistik. Berikut ini ciri-ciri dari bahasa jurnalistik teks editorial.
1. Penggunaan kalimat retoris. Kalimat retoris adalah kalimat pertanyaan
yang tidak ditujukan untuk mendapatkan jawabannya. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut dimaksudkan agar pembaca merenungkan masalah
yang dipertanyakan tersebut sehingga tergugah untuk berbuat sesuatu, atau
minimal berubah pandangannya terhadap isu yang dibahas.

Contoh:

Benarkah pemerintah tidak tahu atau tidak diberi tahu mengenai rencana
Pertamina menaikkan harga elpiji?
2. Menggunakan kata-kata populer sehingga mudah bagi khalayak untuk
mencernanya. Tujuannya agar pembaca tetap merasa rileks meskipun
membaca masalah yang serius dipenuhi dengan tanggapan yang kritis. Dalam
teks "Kado Tahun Baru 2014 dari Pertamina" contoh kata-kata populer adalah
terkaget-kaget, pencitraan, dan menengarai.
3. Menggunakan kata ganti penunjuk yang merujuk pada waktu, tempat,
4
peristiwa, atau hal lainnya yang menjadi fokus ulasan.

Contoh:

a. Sungguh, kenaikan harga itu merupakan kado yang tidak simpatik, tidak
bijak, dan tidak logis.
b. Berdasar simpulan rapat itulah, Presiden kemudian membuat keputusan
harga elpiji 12 kg yang diumumkan pada hari Minggu kemarin
c. Rasanya mustahil kalau pemerintah, dalam hal ini Menko Ekuin dan
Menteri BUMN tidak tahu, tidak diberi tahu serta tidak dimintai
pandangan, pendapat, dan pertimbangannya.

4. Banyaknya penggunaan konjungsi kausalitas, seperti sebab, karena, oleh sebab


itu. Hal ini terkait dengan penggunaan sejumlah argumen yang dikemukakan
redaktur berkenaan dengan masalah yang dikupasnya.
Contoh:

a. Masyarakat sebagai konsumen menjadi terkaget-kaget karena kenaikan


tanpa didahului sosialisasi.
b. Malah boleh jadi ada politisi yang mengkategorikannya sebagai reaksi yang
cenderung bersifat pencitraan sehingga terbangun kesan bahwa pemerintah
memperhatikan kesulitan sekaligus melindungi kebutuhan rakyat.

Ayo Berlatih Menganalisis

Bacalah Teks Editorial berikut dengan saksama. Kemudian analisislah


struktur dan kebahasaan yang terkandung dalam editorial berikut ini.

5
Membuka Data Penerima Bantuan Sosial

(1)
Seorang anggota DPRD Kabupaten Wonogiri mengusulkan data
penerima bantuan sosial dibuka kepada publik sebelum bantuan sosial
disalurkan. Pembukaan data bisa dilakukan secara online atau
ditempelkan di balai desa atau kantor kelurahan, kalau perlu hingga di
rukun tetangga. Usulan ini menarik karena selama ini data penerima
bantuan sosial, yang berisi data warga miskin yang memenuhi kriteria
layak menerima bantuan sosial, tidak pernah dipublikasikan untuk diuji
oleh publik. Pembukaan data jelas berefek baik: transparansi dan
akuntabilitas data akan lebih terjamin.
(2) Data yang terbuka akan membuat masyarakat mudah
berpartisipasi mengoreksi data yang salah, misalnya ada warga miskin
tak masuk data dan malah ada warga mampu yang masuk data.
Sebenarnya proses pendataan warga miskin yang layak menerima
bantuan sosial, dalam kapasitas individu atau keluarga, pasti dimulai
dari bawah.
(3) Usulan pasti berawal dari akar rumput yang naik ke pemerintah
desa/ kelurahan, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten/kota,
hingga ke tingkat pusat di bawah kementerian terkait atau lembaga
negara terkait. Faktanya proses yang bertingkat ini selalu saja
memunculkan data-data yang invalid sehingga bantuan sosial salah
sasaran.
(4) Kementerian Sosial telah menyediakan sistem pencarian data
penerima bantuan sosial tunai, yaitu di laman cekbansos.
siks.kemensos.go.id. Untuk melihat status peserta, masyarakat harus
memiliki nomor induk kependudukan dan nomor kartu keluarga.
(5) Pengecekan bisa dilakukan dengan memilih identitas kepesertaan
yang diinginkan, mamasukkan nomor kepesertaan dari identitas yang
dipilih, dan seterusnya. Persoalannya ketika analisis data yang muncul
menunjukkan anomali, misalnya ada warga punya Kartu Keluarga
Sejahtera tapi tak masuk database, penduduk tidak miskin malah masuk
data penerima bantuan sosial, dan penduduk yang benar-benar miskin
malah tidak masuk dalam database tidak ada sistem yang real time
untuk mengoreksi. Publikasi data sejak di tingkat bawah bisa mencegah
kesalahan demikian ini.
Solo Pos Senin Kliwon, 8 Juni 2020

1. Analisislah teks tersebut berdasarkan struktur yang sesuai


Struktur teks Paragraf ke -
Pengenalan isu

6
Penyampaian pendapat/ argumen
Penegasan

2. Isilah tabel berikut berdasarkan penjelasan tentang unsur-unsur


kebahasaan dan tuliskan kutipan kalimat atau paragraf yang
memperlihatkan unsur-unsur kebahasaan dalam teks editorial.

Rubrik Jawaban
No Unsur Kebahasaan Kalimat/Paragraf
1 Penggunaan kalimat retoris
2 Penggunaan kata-kata populer
3 Penggunaan kata ganti
penunjuk
4 Penggunaan konjungsi
kausalitas

Sumber
1) Ario, Foy. 2020. Modul Pembelajaran SMA Bahasa Indonesia: Struktur dan Kebahasaan Teks Editorial Bahasa Indonesia Kelas XII.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah Direktorat Menengah Sekolah Atas.
2) Suherli, dkk. 2018. Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas XII Revisi Tahun 2018. Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud

7
8

Anda mungkin juga menyukai