Disusun Oleh:
fi. nlgp;i.fffu'san
embanguna Sostsl d*n Koseiahtllele
Padahari Rabu
Tanggat 28
Pukul 09.3
Ternpat
tuPwguii
Kotua Tim
Drs. Soeto$o;l[. Si
Iloscn Penguii I
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul: “Memahami
Modal Sosial dalam Pengentasan Kemiskinan: Studi Kasus PNPM Mandiri Perkotaan di
dengan baik.
Pada awalnya memang penulis berpikir skripsi ini akan menjadi sebuah hal yang
berat mengingat penulis harus memotret secara menyeluruh dua karakteristik masyarakat
yang begitu kompleks dengan berbagai permasalahan yang terjadi. Namun, kembali
penulis berpikir bahwa segala sesuatu yang ingin dicapai harus dengan kemauan dan
usaha yang sungguh-sungguh. Sehingga ketika kemauan itu sudah ada, hanya usaha keras
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan,
dukungan dan bantuan yang diberikan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
2. Bapak Drs. Suparjan, M.Si yang dengan kemurahan hatinya telah bersedia
kepada penulis yang malas ini. Terimakasih karena Bapak selalu membesarkan
iii
hati, mendorong dan tiada henti memberikan semangat kepada penulis sehingga
wawasan penulis terbuka dan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Prof. Dr. Susetiawan selaku Ketua Jurusan Pembangunan Sosial dan
telah memberikan pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga kepada penulis,
masyarakat.
Kesejahteraan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas
segala ilmu, nasehat, dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama
penelitian ini; serta jajaran pengurus BKM Amanah Warga Kelurahan Muntilan
dan BKM Mandiri Desa Gunungpring yang senantiasa membantu penulis dalam
iv
membantu dan mendukung penulis meskipun jarak dan waktu memisahkan kita,
tanpa bantuan dan dukungan kalian penulis tidak akan bisa melangkah sejauh ini.
7. Terima kasih yang tidak terhingga untuk Bapak, Ibu, Adik-adik, Keluarga Bani
Asnawi tercinta, Keluarga Mbah Anwar Hidayat, Umak dan Papa di Kampung,
serta seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, dan
limpahan kasih sayang yang tidak ada hentinya kepada penulis. Terimakasih juga
untuk Abigan yang selalu sabar dan tak pernah mengeluh menjadi sopir, asisten,
tempat berkeluh kesah, serta tempat berbagi susah dan senang selama proses
8. Seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis
Tiada gading yang tak retak. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu kritik dan saran adalah dua kata yang sangat diharapkan untuk lebih
tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Mohon maaf apabila selama penyusunan skripsi
dan pelaksanaan penelitian terdapat kesalahan serta telah mengganggu dan merepotkan
berbagai pihak.
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………………………...i
Lembar Pengesahan……………………………………………………………………..ii
Surat Pernyataan………………………………………………………………………..iii
Halaman Persembahan………………………………………………………………....iv
Kata Pengantar…………………………………………………………………….........v
Daftar Isi………………………………………………………………………………..viii
Daftar Tabel…………………………………………………………………………......xi
Daftar Gambar………………………………………………………………………....xii
Intisari…………………………………………………………………………………..xiii
B. Rumusan Masalah…..…………………………………………………….....11
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………...….12
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………..14
E. Studi Pustaka…………………………………………………….………….15
Tantangan……………………………………………………………….43
vi
BAB II. Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian……………………………………………………..…..…...55
B. Lokasi Penelitian………………………………………………………....…57
C. Pemilihan Informan………………………………………………..….….....58
D. Pengumpulan Data……………………………………………………..…...59
G. Hambatan Penelitian…………………………………………………….......74
Perkotaan........................................................................................................95
Desa Gunungpring…………………………………………………………104
Sosial Setempat……………………………………………………………162
vii
1. Partisipasi dalam jaringan sosial…………………………………..…..162
2. Pranata Sosial…………………………………………………..…..….168
5. Kohesifitas Sosial………………………………………………...........177
7. Tindakan Proaktif……………………………………………………...180
A. Kesimpulan………………………………………………………………....209
B. Saran………………………………………………………………………..213
Daftar Pustaka………………………………………………………………………..215
Lampiran………………………………………………………………………..…….219
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
Muntilan………………………………………………………103
Muntilan………………………………………………………105
Gunungpring………………………………………………….106
Perkotaan……………………………………………………..109
x
INTISARI
xi
BAB I
dibawah garis kemiskinan. Salah satu penyebabnya adalah karena akses antara
untuk melobi pemerintah. Hal ini dipengaruhi oleh trust (rasa saling
Padahal, adanya kebersamaan itu amat diperlukan sebagai salah satu obat
standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu (PNPM Mandiri
Perkotaan, 2007), dan berbagai faktor kultural lainnya yang begitu kompleks.
1
investasi sulit berkembang, program-program pemerintah tidak berjalan optimal,
tempat.
tidak semerdu alunan prestasi yang diraih. Keadaan ini menuntut kolaborasi
masyarakat masih belum optimal, baik pada masa Pemerintahan Orde Baru
Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang merupakan subsidi atas kenaikan Bahan
Bakar Minyak (BBM) masih menuai tanda tanya. Dari serangkaian cara dan
2
keberlanjutannya sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dan komitmen
kurang diperhatikan.
mekanisme pemberdayaan warga miskin. Hal ini terjadi karena program lebih
bersifat dan berorientasi pada “belas kasihan” sehingga dana bantuan lebih
menjadikan orang miskin semakin tergantung pada bantuan pihak luar dan
dianggap menghilangkan kendala sikap mental dan kultural yang dimiliki oleh
3
pandang, sikap, dan perilaku warga miskin dan warga masyarakat lainnya dalam
secara parsial, misalnya titik berat kegiatan program hanya mengintervensi pada
satu aspek saja, seperti aspek ekonomi atau aspek fisik, belum diintegrasikan
akan memperlemah modal sosial yang ada di masyarakat, oleh sebab itu tidak
(Suyatna, 2008).
4
mendatang, serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam
Kondisi sosial, budaya, politik, ekonomi, dan aset merupakan hal yang
sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Oscar lewis bahwa kemiskinan
Muntilan, Kabupaten Magelang ternyata bagai satu sisi mata uang yang saling
desa; peningkatan ekonomi yang menunjukan ke arah yang cukup baik dengan
5
publik; rendahnya pengangguran yang telah terserap pada bidang kerajinan dan
industri kecil yang inovatif, kreatif, dan sangat bersinergi dalam menunjang
sekaligus pendidikan berbasis nilai-nilai budaya dan religi merupakan suatu hal
yang sangat langka. Hal ini menjadikan Desa Gunungpring sebagai desa
jadi proses tersebut memerlukan waktu dan pendekatan yang berbeda-beda antar
6
Untuk memberikan pemahaman dan mengajak masyarakat berpartisipasi
demi kemajuan mereka sendiri, juga tidak bisa disamaratakan antara satu
anggota masyarakat dengan anggota masyarakat yang lain, hal ini disebabkan
karena latar belakang pemikiran yang dipengaruhi oleh status sosial, jenis
kelamin, usia, pekerjaan dan tingkat pendidikan sangatlah beragam. Oleh karena
yang ada dilakukan dengan pendekatan yang sama dan dalam waktu yang
Apa yang diharapkan dari program ini, yaitu adanya sebuah sistem dan
direplikasi secara massal sebagai hasil dari proses belajar di PNPM Mandiri.
Justru yang membuat miris ialah laporan-laporan statistik dan penelitian yang
kemiskinan tahun 2010 tercatat sebesar 13,33%, yang berarti ada penurunan
0,8%. Suatu angka penurunan dibanding tahun 2008 dan 2009. Sementara
sumber lain dari Kementerian Kesra mengatakan ada penurunan akan tetapi
lambat, dan mereka mengakui apabila angka penurunan yang lambat itu tiak ada
tahun 2014 sebesar 8%. Beberapa informasi tersebut secara umum menunjukkan
bahwa kalaupun betul ada penurunan angka kemiskinan, akan tetapi belum
sudah eksis sejak tahun 2007 bahkan P2KP, PPK, PDM DKE, dan IDT tahun
7
1998 yang semuanya dibiayai dari hutang (Bank Dunia, JBIC, dan ADB) itu
program. Hal tersebut bisa kita cermati dari beberapa hasil penelitian berikut ini.
Pertama, studi evaluasi mengenai PPK (asal mula PNPM Mandiri) yang
dengan kelompok miskin pedesaan dan mereka yang tinggal di lokasi terpencil.
Kedua, penelitian yang dilakukan Gibson et.al. (2008) menemukan bahwa mutu
kelompok yang tidak mendapatkan pendidikan dasar, sangat rendah dalam rapat-
8
dibawanya, secara tidak langsung berpengaruh terhadap existing kondisi di suatu
upaya yang dilakukan oleh pihak eksternal dalam rangka pemberdayaan kurang
bahkan tidak jarang karena kesalahan dalam pendekatan, yang terjadi justru
degradasi.
dalam modal sosial antara lain: partisipasi dalam suatu jaringan, resiprocity
sosial, nilai-nilai serta tindakan yang proaktif (dalam Hasbullah, 2006). Modal
sosial merupakan kekuatan yang membentuk suatu jaringan sosial sesama kaum
yang baik dapat menjadi bekal terbentuknya soliaritas sosial yang kuat di
masyarakat. Hal ini bisa kita lihat dari apa yang selama ini berhasil diinisiasi
oleh Grameen Bank melalui penguatan modal sosial kaum miskin di Bangladesh
9
kelompok-kelompok kaum miskin, khususnya kelompok perempuan (Rozaki et
al., 2006).
juga konfigurasi nilai dan norma yang sangat menentukan derajat kerekatan
sosial dan kolaborasi sosial dalam masyarakat. Dimensi ini akan berpengaruh
kuat pada karakteristik perilaku masyarakat dan respon yang mereka tunjukkan
Melihat realita di atas, harus selalu disadari bahwa modal sosial yang
bisa menjadi kunci pembuka (master keys) (Kliksberg, 1999) untuk mengatasi
semakin sulit dicapai (Pranadji, 2006; dalam Jurnal Agro Ekonomi, 2006: 181).
10
Penguatan modal sosial dalam pembangunan masyarakat dapat dinilai
diharapkan (dalam Jurnal Agro Ekonomi, 2006: 181), bahkan hal tersebut justru
B. Rumusan Masalah
melemahkan pengalaman orang-orang dari masyarakat tersebut karena hal itu bukan
proses yang cocok untuk mereka (Ife dan Tesoriero, 2008: 342). Oleh karenanya,
negara (dalam hal kesejahteraan, ekonomi global, birokrasi, elit profesional, dan
11
disesuaikan dengan kebutuhan dan modal sosial setempat. Hal inilah yang belum
Pemerintah, maka studi yang dilakukan dalam rangka menyusun tulisan ini
2. Kedua, bagaimana derajat modal sosial masyarakat yang dinilai strategis dalam
wilayah tersebut?
C. Tujuan Penelitian
ini adalah:
1) Tujuan Operasional
Universitas Gadjah Mada dimana penulis tengah melakukan studi yaitu, menjadi
12
lembaga pendidikan yang mengembangkan ilmu pengetahuan sosial yang
yang berbasis pada penelitian sosial dan berorientasi pada pemecahan masalah-
masalah sosial, maka berdasarkan uraian tersebut diatas penulis merasa tertarik
pengentasan kemiskinan.
2) Tujuan Substansial
13
Mendorong berkembangnya peran modal sosial setempat sebagai suatu
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah:
modal sosial positif secara optimal sehingga tercipta ikatan sosial dan
kolaborasi di masyarakat.
14
E. Studi Pustaka
baik dimensi sosial maupun ekonomi yang sangat beragam serta memiliki
kebijakan yang rumit Renggapratiwi (2009:17). Salah satu ciri umum dari
akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas
perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, serta mata
bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada
tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan
pengentasan kemiskinan. Hal ini sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Oscar
sosialisasi yang diwariskan oleh generasi tua kepada generasi anak-anak mereka
15
dan seterusnya, yang pada akhirnya melanggengkan kebudayaan kemiskinan
berasal dari dalam diri masyarakat adalah sebagai konsekuensi dari masyarakat
layanan kesehatan dan sarana pendidikan. Hal ini bisa terwujud dalam situasi
upahan dan sistem produksi untuk mencapai keuntungan. Selain itu, hal ini juga
terjadi pada masyarakat yang mempunyai institusi sosial yang lemah untuk
lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Menurut Soekanto (1987:
406) kemiskinan adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
untuk memelihara dirinya sendiri yang sesuai dengan taraf hidup kelompoknya
dan juga tidak mampu untuk memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya
kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang
16
mempunyai potensi lebih tinggi. Masih menurut Kartasasmita (1996: 235)
keseluruhan.
absolut atau dengan kata lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk
makanan setara 2.100 kalori per kapita per hari ditambah pengeluaran
17
untuk kebutuhan non-makanan yang meliputi perumahan, berbagai
adalah suatu kondisi sosial yang dapat menyebabkan lemahnya fisik dan mental
negara yang sedang berkembang. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa
kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu
suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan
miskin jika tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk
dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi.
kehidupan manusia yang lain, baik dalam dimensi sektoral yakni dalam seluruh
18
kesejahteraan dari materiil hingga non materiil, dimensi waktu dan kualitas
yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan
kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat menjangkau dari
lembaga. Salah satu program yang terkenal di masa Orde Baru adalah Program
dari program IDT menyangkut kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang berada
kemiskinan. Program IDT, selain memberikan dukungan dana 20 juta per desa
19
P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil) yang
masih menjadi nomor dua dibandingkan dengan pencapaian target program dan
target dan topdown, pengabaian nilai-nilai lokal dan bias outsiders, kurangnya
proyek-proyek tersebut.
Misalnya, setiap kali diluncurkan program, setiap kali pula institusi baru
Proyek P4K, Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD) pada Proyek NTAADP,
20
dan pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang disyaratkan
oleh P2KP dan PPK. Butuh proses dan waktu yang lama untuk membuat
parsial pada masyarakat sasaran yang sama, pada tahun 2005 Pemerintah mulai
kemiskinan dan kelaparan (Bappenas, 2007), Oleh karena itu, kurun waktu
PNPM Mandiri akan dilaksanakan setidaknya hingga tahun 2015 sesuai target
manusia yang minim; maupun pengelolaan potensi lokal yang belum maksimal.
21
Namun sayangnya hingga saat ini tanggung jawab tersebut kurang bisa
karena pendekatan target dan top-down, pengabaian nilai-nilai lokal dan bias
22
oknum birokrat. Sehingga, fungsi pelayanan masyarakat masih belum
dan para fasilitator sebagai agen perubahan (agen of change) dan ujung
telah mereka bangun. Perubahan atau pengelolaan struktur yang diciptakan oleh
yang diterapkan oleh pemerintah, sehingga mereka berada pada posisi yang
cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki,
yaitu ke arah pengokohan modal sosial di masyarakat, hal ini sejalan dengan
23
menunjukkan bahwa kesadaran untuk mengembangkan modal sosial setempat
menjadi faktor penting dan dominan. Hal ini dibutuhkan dalam rangka
keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek
kata yang seolah baru, “modal sosial”. Jenis modal inilah yang selama ini luput
bahkan terhanyut dalam ritus ideologisasi atas apa yang mereka percayai sebagai
peranan modal sosial semakin penting. Modal sosial sebagai bagian dari modal
24
tentang makna kepercayaan, kebersamaan, toleransi dan partisipasi sebagai pilar
berbagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki semua etnis,
juga memfasilitasi pertemuan antara tujuan ekonomi, sosial dan ekologi serta
pengaruhnya antar mereka. Semakin tinggi modal sosial yang ada maka akan
semakin kuat juga terhadap pertumbuhan nilai ekonomi, sosial dan ekologinya,
Modal sosial telah teruji oleh sejarah sebagai mekanisme penting dalam
dikemukan oleh Fukuyama adalah definisi yang melihat modal sosial itu sebagai
25
sesuatu traits (sifat) yang melekat (embedded) pada diri individu yang berupa
tata nilai kehidupan dan aturan yang dianut dan dijalankan oleh individu yang
hasil studi di berbagai negara bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang
pertumbuhan di berbagai sektor karena adanya rasa percaya yang tinggi dan
kerekatan hubungan alam jaringan yang lebih luas tumbuh antar sesama pelaku.
Oleh karena itu, rasa saling percaya (trust) menjadi manifestasi yang sangat
di era reformasi ini harus sepenuhnya didasari oleh adanya sediaan rasa saling
mampu mencapai tujuan bersama secara lebih efisien (Fukuyama, 2002: ix).
sekitarnya, termasuk siapa yang akan menjual tanah, siapa yang membeli mobil
dan perabotan baru, siapa yang bertengkar dengan suami atau istri mereka, dan
baik daripada anggota lain yang pasif atau yang “disingkirkan” oleh RT-nya.
Tidak jarang, modal sosial ini dengan mudah diterjemahkan menjadi keuntungan
bisnis manakala si anggota yang aktif tersebut ternyata adalah seorang pialang
26
Guna percepatan pengentasan kemiskinan maka perlu dilakukan upaya
sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Modal sosial berbeda
dengan istilah populer lainnya yaitu modal manusia (human capital). Pada
modal manusia segala sesuatunya lebih merujuk ke dimensi individu yaitu daya
dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu, dan merupakan satu-satunya
kesejahteraan keluarganya.
antar kelompok, serta berbagai hubungan antar sesama yang lahir dari anggota
Ketiga dimensi tersebut saling berkaitan dan dalam kenyataannya tak mudah
yang dapat dilihat dari konfigurasi, hirarki, dsb. Misalnya, dalam contoh
paling tinggi.
27
akan mudah pula mendapatkan rasa hormat dan penghargaan, yang pada
di atas, maka aneka bahasa dan istilah yang mungkin tercipta secara
Selain itu, modal sosial juga membantu anggota jaringan beradaptasi, belajar,
dan menjadi kreatif. Ini dimungkinkan oleh perilaku kooperatif setiap anggota,
social bonding, social brigding, dan social linking. Akan tetapi hal tersebut
28
dipengaruhi oleh frekuensi, fokus, niat, moralitas, dan awareness dari para
yang asal usulnya bersifat sosial, yaitu relasi sosial itu dianggap sinergi atau
orang lain (Hermawanti dan Rinandari, 2003). Berdasarkan eksplorasi diatas kita
adanya ikatan yang kuat (adanya perekat sosial) dalam suatu sistem
suku yang sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada upaya
29
menjaga nilai-nilai yang turun-temurun telah diakui dan dijalankan
sebagai bagian dari tata prilaku (code of conducts) dan perilaku moral
(code of ethics) dari suku atau entitas sosial tersebut. Mereka cenderung
yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai tuntutan
dalam satu etnis. Disini masih berlaku adanya sistem kekerabatan dengan
garis patrilineal saja atau matrilineal saja. Tradisional karena klen juga
meliputi warga atau kerabat yang tidak bisa lagi ditelusuri hubungannya
30
jawab. Hal ini dapat menjadikan keteraturan di masyarakat karena norma
Modal sosial ada yang memberikan pengaruh baik dan ada yang
merupakan tata kelakuan yang kekal serta memiliki integrasi yang kuat
sosial ini juga biasa disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan,
kekuatan sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang dimiliki.
31
yang sering dikategorikan sebagai rotating saving and credit
dalam hubungan antar warga dan antar kelompok berasal dari latar
belakang berbeda, baik dari sudut etnis, agama, maupun tingkatan sosial
32
terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain merupakan prinsip-
(Hasbullah, 2006). Wilayah kerja social bridging lebih luas dari social
TABEL 1.1
SOCIAL CAPITAL : BONDING AND BRIDGING
status sosial yang ada dalam masyarakat. Social linking merujuk pada
33
negara dan institusinya) adalah pusat untuk kegunaan dan kesejahteraan
34
bekerja sama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama.
Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi yang timbal balik dan
norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan
sosial yang melekat di suatu masyarakat dapat diukur dari kepemilikan modal
sosial minimum, rendah, sedang, atau tinggi. Uphoff diacu dalam Lenggono
TABEL 1. 2
KONTINUM MODAL SOSIAL
35
Untuk mencapai tingkat modal sosial yang tinggi diperlukan komitmen
No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang direvisi dengan UU No.32
yang dianggap buruk pada era sebelumnya. Dengan otonomi daerah diharapkan
masyarakatnya.
masyarakat, meskipun ada beberapa daerah yang relatif lebih baik dari
oleh pemerintah, salah satunya melalui PNPM Mandiri. Berbagai usaha untuk
energi sosial yang ada. Selanjutnya, hal ini bisa melunturkan solidaritas sosial
36
karena dapat meningkatkan rasa prasangka antar warga masyarakat sendiri,
fenomena “gunung es” tersebut tidak segera dituntaskan akan berdampak pada
Sehingga, perlu dicatat bahwa dalam kehidupan yang positif diperlukan adanya
harus bisa berkembang menjadi modal sosial inklusif yang merupakan esensi
menjadi titik balik dari berbagai aktivitas interaksi di dalam masyarakat itu
sendiri. Modal sosial merupakan suatu refleksi dari seberapa besar sistem
suatu masyarakat. Unsur utama dan terpenting dari modal sosial adalah
condition) dari terbentuk dan terbangunnya modal sosial yang kuat atau lemah
dalam suatu masyarakat. Pada masyarakat yang memiliki kapabilitas trust yang
37
tinggi (high trust), atau memiliki spectrum of trust yang lebar (panjang), maka
akan memiliki potensi modal sosial yang kuat. Sebaliknya pada masyarakat yang
memiliki kapabilitas trust yang rendah (low trust), atau memiliki spectrum of
trust yang sempit (pendek), maka akan memiliki potensi modal sosial yang
kepercayaan tidak selalu berasal dari pengalaman masa lalu dengan orang lain.
Dan kepercayaan berbeda dari percaya diri. Percaya diri berasal dari hasil
merupakan bagian dari keyakinan. Kepercayaan lebih mudah retak atau rapuh
Kepercayaan menjadi dasar sebagai jaminan awal dari suatu hubungan dua
orang atau lebih dalam bekerjasama. Sikap saling percaya (trust) sebagai salah
satu elemen dari modal sosial adalah merupakan sikap salah satu dasar bagi
38
komunitas dan merupakan dasar bagi munculnya keinginan untuk berpartisipasi
pranata. Jadi, trust merupakan suatu bentuk keinginan untuk mengambil risiko
dalam hubungan hubungan sosial yang didasari oleh perasaan ”yakin”, bahwa
yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa
semakin baik pula dampak yang akan terjadi. Oleh karenanya, pemanfaatan
perkembangan masyarakat kekinian. Hal ini telah diuraikan secara kritis oleh
yang disebut common conscience atau collective conscience. Pada masa lalu,
khususnya masyarakat desa saat ini, telah mulai mengenal berbagai variasi dan
struktural sudah lebih maju kearah diferensiasi fungsional, meskipun baru tahap
industri; (2) diferensiasi fungsi sudah mulai bertambah banyak tidak semata-
39
mata berupa pemisahan unsur yang sama; (3) karena ada moralitas dan collective
berat dari diferensiasi struktural, namun sudah ada solidaritas organis; (4) hal ini
erat dengan spektrum modal sosial yang sangat lemah. Semangat gotong-
masyarakat di pedesaan mulai menurun, bahkan lebih dari itu, hilangnya rasa
dan semangat untuk saling memberi (reciprosity), tidak adanya rasa saling
Namun saat ini arisan dan gotong royong telah bergeser dari makna dasarnya.
40
Semangat arisan untuk menjalin hubungan antar anggota sambil menggilir dana
Begitu halnya dengan gotong royong kebersihan kampung. Pada masa lalu,
eksternal lebih kuat dalam mendorong modal sosial. Misalnya, arisan yang
berubah karena pola hidup konsumtif dan kesemuan gotong royong akibat
Meurut Soetomo (2009: 232), derasnya kontak sosial baik melalui kontak
baru. Unsur-unsur baru tersebut sebagian dapat menggeser unsur lama yang
sudah ada termasuk modal sosial dan kearifan lokal. Pembangunan Industri, baik
skala besar, sedang, maupun kecil akan mengalami hambatan di negara yang
memiliki tingkat modal sosial yang rendah. Modal sosial akan menghasilkan
berkembangnya dunia usaha. Industri besar yang dimiliki para investor lokal
memiliki tradisi dan nilai kejujuran, terbuka dan memiliki tingkat empati yang
41
tinggi. Pada masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang lemah, dalam
dengan ritus-ritus tertentu, akan sangat sulit untuk menyesuaikan diri (Mawardi,
2007: 13).
Dimana apabila jaringan ini nantinya bisa terbentuk, maka akses yang ada baik
dari segi peluang usaha, pendidikan, komunikasi dan sebagainya akan ikut
berkembangnya jaringan mereka. Akan tetapi, sementara ini hal tersebut cukup
sulit dilakukan mengingat warga miskin berada pada posisi yang sangat lemah
modal sosial mulai luntur. Bahkan, tak bisa dipungkiri jika kini modal sosial
kelompok lain adalah refleksi dari sisi negatif modal sosial. Kondisi di Indonesia
kearah ini. Banyak daerah yang hanya mementingkan orang dari daerahnya
sendiri, dengan mendiskriminasikan orang lain yang berasal dari luar daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Gargiulo & Bernassi (1999) menunjukkan bahwa
42
diskriminatif pada kelompok lain (dalam Ancok, 2003: 26). Hal itulah yang kini
menjadi isu hangat di Negara kita. Modal sosial di Indonesia justru berkembang
berbagai bentuk praktik mafia. Indikasi nyata dari gejala ini adalah semakin
kemiskinan yang diinisiasi oleh pemerintah semakin jauh dari kata berhasil.
Tantangan
modal sosial selain bersifat inklusif, namun juga bisa menjadi eksklusif pada
Jaringan yang dimiliki masyarakat miskin tentu saja berbeda dengan jaringan
yang dimiliki oleh masyarakat mampu, dan seringkali masyarakat miskin tidak
43
kelompok masyarakat dimana masyarakat miskin berada pada level terbawah
keputusan. Disatu sisi lembaga-lembaga sosial ini bisa menolong orang miskin,
namun mereka juga bisa menjadi penghalang bagi masyarakat miskin dan
upaya strategi manajemen resiko yang cukup penting. Namun, mereka tidak
memiliki modal sosial dalam level bridging, apalagi linking. Membentuk format
(UNESCO, 2002b).
modal sosial tersebut bersumber atau by product dari agama, tradisi, adat
44
sosial yang tumbuh di masyarakatnya merupakan produk dari masyarakat itu
sendiri. Pemerintah tetap dapat berperan sebagai pendorong untuk tumbuh dan
dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, budaya, politik,
ekonomi, maupun lingkungan. Oleh karena itu diperlukan startegi yang sesuai
Modal sosial relatif tajam bisa diamati di tingkat masyarakat kecil (misalnya
masyarakat ditingkat dusun). Hal ini dikarenakan jalinan mutual trust, mutual
respect dan mutual benefit masih ditemukan pada masyarakat dusun; namun
jalinan ini mulai memudar pada masyarakat tingkat desa. Oleh sebab itu,
45
ada enam hal yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan optimisme di atas
Penggalian kembali potensi dan sumber daya yang ada di desa, baik yang belum
maksimal maupun potensi yang belum tergali sama sekali. Penggalian ini
pelaksanaan dan evaluasi terhadap pembanguan yang ada di sekitar mereka. Ini
salah satu bagian dari modal sosial. Kelima, menghidupkan dan membangun
kembali hubungan sosial di desa. Dengan kembalinya hubungan sosial yang ada
di desa akan membawa dampak vertikal bagi anggotanya, yaitu hubungan yang
bersifat hierarki dan kekuasaan yang mutlak bagi anggota. Keenam, membangun
pengalaman dan pengetahuan. Ini dapat dilakukan pada tingkat lokal, nasional
maupun internasional.
46
secara ekonomi, toleransi, penguatan otonomi, menemukan identitas asli dari
atau lembaga mediasi (Hartono, 2010). Tujuannya adalah agar tercipta kembali
harus memulainya di tingkat elit, karena institusi lokal semacam ini lebih
dikenal dan lebih memasyarakat serta dapat diterima oleh semua lapisan. Dan
oleh kepentingan elit, sehingga ideal jika pendekatan ini merupakan jalan tengah
Sedangkan jika harus memulai di tingkat elit akan membutuhkan waktu yang
panjang untuk membuat masyarakat kembali percaya pada kebijakan yang telah
Oleh sebab itu, pembangunan masyarakat melalui penguatan modal sosial perlu
47
menjadi tempat berinteraksi antarindividu harus mendukung pertumbuhannya.
organisasi.
1. Lingkungan masyarakat
pihak penguasa. Bebas dari rasa takut akan teror yang ditebarkan
48
oleh pihak lain pada anggota masyarakat yang dianggap berbeda
berbeda.
Pada Negara yang multi kultur, multi agama, dan multi golongan
49
d. Masyarakat yang transparan dalam proses berbangsa dan
bernegara.
50
pemerintah ini adalah salah satu ciri dari masyarakat yang
pemerintah.
51
atas sistem kapitalis yang tidak memiliki kepedulian ini dengan
besar. Adalah tidak adil kalau pihak korporasi menjadi kaya raya
masyarakat.
2. Lingkungan organisasi
sendiri-sendiri tanpa ada pegangan visi dan misi bersama. Kondisi yang
52
positif bisa diperoleh. Misalnya, kepemimpinan daerah yang seringkali
LSM, dll. Organisasi yang sifatnya polisentrik ini akan lebih mampu
ibarat lima jari tangan. Jari jempol adalah eksekutif pemerintah, jari
keagamaan, jari manis adalah para pelaku bisnis, dan jari kelingking
adalah rakyat jelata yang diwakili. Tanpa salah satu jari tersebut akan
bersifat egaliter, dan melihat sukses adalah hasil kerja semua pihak, serta
yang didorong oleh motif spritual ingin menjadi rahmat untuk orang
53
yang bersifat sementara; dan (5) menghilangkan kebiasaan diskriminatif
individu yang memiliki modal sosial yang baik adalah keluarga yang
baik dalam fenomena struktural maupun dalam fenomena kognitif perlu digali
peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan, yang pada akhirnya diharapkan bisa
54
BAB II
METODE PENELITIAN
digunakan dalam proses penelitian. Dalam melakukan penelitian, metode yang tepat
akan mempermudah peneliti untuk mengungkapkan kebenaran yang akan diteliti. Untuk
itu, penelitian ini akan memaparkan beberapa cara sebagai batasan untuk mencapai
kebenaran ilmiah, yakni: jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data,
dengan program pengentasan kemiskinan yang digulirkan oleh pemerintah adalah studi
kasus. Studi kasus (case study) merupakan metode eksploratif dan analisis yang sangat
cermat dan intensif mengenai suatu keadaan unit sosial berupa pribadi/person, suatu
Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang yang diharapkan
masyarakat, dan atau suatu organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang
dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehenshif, dan holistik (Basowi dan
Suawandi, 1997: 23). Studi kasus yang dimaksud di sini adalah studi kasus kualitatif,
yakni studi kasus yang menekankan pada kepentingan fenomenologis, kultural, holistik,
dan natural. Penelitian dalam studi kasus adalah penelitian yang dilakukan dengan
intensif, terinci, dan mendalam. Bentuk penulisan ini diharapkan dapat memberikan
55
kontribusi yang sesuai terhadap suatu individu, organisasi, keadaan sosial, dan gejala
tertentu lainnya. Oleh karena itu, metode studi kasus kualitatif dinilai cukup relevan.
A. Jenis Penelitian
penelitian yang berkaitan dengan pengumpulan data (baik tertulis maupun lisan)
terhadap data objek yang ditemukan. Prinsip deskriptif analitis adalah peneliti
dengan fenomena yang diteliti. Dengan kata lain, penelitian ini berusaha untuk
masuk ke dalam dunia konseptual para subyek yang diteliti, memahami dan
peristiwa dalam kehidupan sehari-hari (dalam Bogdan dan Taylor, 1992: 21-22).
secara mendalam apa yang menjadi modal sosial dalam kehidupan masyarakat
sebelumnya, akan menjadi bekal awal bagi peneliti untuk menggali lebih dalam
56
sudah ada untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti
pihak saja, namun kepada pihak lain mempunyai pandangan berbeda yang
dimaksudkan agar data tersebut tidak bias dan tidak berat sebelah. Dengan
B. Lokasi Penelitian
wilayah yang menerima paket PNPM Mandiri Perkotaan dari tahun 2007 hingga
tahun 2009, yang juga merupakan kelanjutan dari program P2KP yang dimulai
sejak tahun 2004; 2) Salah satu desa di lokasi penelitian dianggap merupakan
57
yang berada pada jalur strategis (menghubungkan antara Propinsi Jawa Tengah
dan 4) Lebih mudah dijangkau dan dekat dengan akses informasi lain yang
C. Pemilihan Informan
adalah “human instrument”, dimana yang digunakan sebagai alat mengali data
“informan”. Pemilihan informan yang tepat, akan menjamin validitas data yang
mengakibatkan data yang diperoleh akan samar dan tidak valid. Penelitian ini
58
dengan Aparat Kecamatan Muntilan, Kepala Desa Gunungpring, Lurah
Muntilan, Kepala Dukuh di Dusun Santren dan Dusun Gatak Karaharjan, Ketua
dalam penelitian ini diwakili oleh tokoh-tokoh yang tergabung dalam Badan
Masyarakat dan Sesepuh Desa, serta masyarakat secara umum baik yang
Penelitian ini mencoba membangun kerangka pikir yang obyektif dengan tidak
D. Pengumpulan Data
dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga
59
Menurut Sugiyono (2010:224), teknik pengumpulan data merupakan langkah
yang paling stategis dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah
sumber dan cara. Namun, secara umum terdapat empat macam teknik
sekunder.
1. Observasi
observasi bisa menjadi alat pengumpul data yang baik apabila mengabdi
60
Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung (K. Yin,
dilakukan bisa bersifat formal maupun kurang formal (K. Yin, 2003).
mereka.
melakukan beberapa hal yang dikerjakan oleh masyarakat. Hal ini karena
61
wilayah penelitian, sehingga secara garis besar peneliti telah memahami
62
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan
penafsiran yang utuh tentang suatu informasi. Dalam teknik ini, yang
2003). Dengan teknik ini, peneliti dapat memperoleh data yang valid dan
63
juga komentar-komentar yang segar dari informan tentang suatu hal yang
pemerintah.
Wawancara ini pun bersifat terbuka, oleh karena itu tidak tertutup
64
dikembangkan oleh pemerintah pusat, khususnya melalui PNPM Mandiri
Perkotaan.
65
komitmen dan kesadaran masyarakat dalam mengembangkan modal
dan informasi yang lengkap, akurat dan valid dari kegiatan wawancara
tersebut.
3. Kepustakaan
66
Idealnya sebuah penelitian tidak lepas dari kepustakaan. Di dalam
buku, jurnal, artikel, majalah, surat kabar dan browsing dari internet.
referensi. Baik dari buku, jurnal, surat kabar, artikel di internet, maupun
argumentasi tersebut didasarkan pada data yang diperoleh melalui kegiatan dan
dalam teknik pengumpulan data (Faried, 1997: 151). Data yang diperoleh
tersebut merupakan fakta empiris dalam penelitian ini. Proses analisa data
dimulai dengan menelaah informasi atau data yang telah didapat, baik yang
67
Keseluruhan data yang di dapat tersebut dirangkum dan dikategorisasikan sesuai
kesimpulan yang utuh dari fenomena yang telah diteliti. Teknik analisis data
dalam penelitian ini adalah seperti yang dikemukan oleh Miles dan Heberman
(dalam Bogdan dan taylor, 1992: 21-22), yang mencakup tiga tahap, yaitu:
1. Reduksi data
2. Penyajian data
68
matrik, grafik, jaringan, dan bagan. Tujuan display data adalah untuk
3. Mengambil kesimpulan/verifikasi
1. Triangulasi
69
untuk pengecekan, misalnya data yang diperoleh di lapangan
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai alat, cara dan
70
mengajak masyarakat penerima program datang ke forum-forum
beluk dari program yang rumit ini berarti klaim atas keberhasilan
71
Hasil observasi dan wawancara dengan pihak masyarakat dan
2. Konfirmabilitas
tersebut.
72
Salah satu contoh konfirmabilitas yang dilakukan peneliti
para anggota BKM yang berada di posisi kurang strategis dan lemah,
Hal ini berakhir dengan adanya konfrontasi antar anggota BKM dan
diakomodir.
73
menyeluruh. Hal ini dapat dilihat ketika saya menanyakan kepada
ditingkatkan.
G. Hambatan Penelitian
peneliti datang meminta ijin untuk melakukan wawancara, sebagian yang lain
74
terkesan menyembunyikan informasi mengenai adanya penyimpangan
penggunaan dana bergulir oleh salah satu Unit Pelaksanan Keuangan (UPK)
pembagian dana Bantuan langsung Mandiri (BLM) padat karya PNPM Mandiri.
tidak mengetahui teknis pembagian, ada juga yang mengatakan bahwa hal
fasilitator yang lain yang dirasa lebih mengetahui tentang kebijakan dan teknis
Kecamatan Muntilan yang seharusnya bisa dinikmati oleh publik justru hanya
bisa dinikmati oleh kalangan terbatas saja. Alhasil peneliti pun harus berusaha
75
Kendala-kendala tersebut sempat menjadikan peneliti yang awalnya
penolakan dari berbagai pihak, serta karena adanya dukungan dari Kasi Kesra
dalam kegiatan tanggap darurat bencana Gunung Merapi, akhirnya peneliti bisa
peneliti mulai mengubah strategi dengan tidak lagi mengaku sebagai warga asli
tertentu.
begitu berarti. Aparat Desa, anggota BKM Mandiri, warga masyarakat, bahkan
benar diberi akses yang luas dan sebebas-bebasnya. Bahkan, beberapa aparat
desa mengaku sangat terbantu jika untuk kedepannya hasil penelitian ini bisa
Santren, Gatak Karaharjan dan di Perumahan Pring Asri selama kurang lebih 17
hari. Hal ini dimaksudkan agar peneliti bisa benar-benar memahami seluk beluk
76
Gunungpring, peneliti secara otomatis juga berbaur dengan harmonisasi budaya,
alam, dan seluruh kearifan lokal yang ada didalamnya. Meski waktu live in
terbatas, namun secara garis besar peneliti benar-benar bisa merasakan apa yang
cemerlang”.
77
BAB III
Selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada
tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja,
pendekatan yang selama ini dilakukan pun lebih bersifat struktural dan mengabaikan
dimensi kehidupan manusia yang lain baik dimensi sosial, budaya, politik,
Bank Dunia (2003) dan Baharoglu dan Kessides (2001) dapat dijabarkan dimensi
mencatat bahwa kesejahteraan dapat tercapai dalam kondisi masyarakat yang ideal,
dimana antara satu dimensi dengan dimensi yang lain saling mempengaruhi.
78
Sebagai contohnya di Kelurahan Muntilan dan Desa Gunungpring, Kabupaten
Magelang.
kehidupan yang semakin berat. Kebijakan dan program pemerintah juga diduga
subsidi bahan bakar minyak yang diberikan Pemerintah Pusat kepada masyarakat
miskin.
total 1646 KK. Hal ini setara dengan persentase penerima BLT di Desa
Gunungpring, yakni 625 KK (24%) dari total 2566 KK yang ada di desa tersebut.
tersebut sama. Namun tolak ukur tersebut tidaklah mutlak, karena dalam proses
tingkat RW/dusun mengenai kriteria calon penerima, sehingga data yang dihasilkan
Pemberian BLT berupa uang tunai sebesar Rp 300.000,- per orang yang
diinisiasi sebagai salah satu kebijakan untuk mengentaskan kemiskinan ini, pada
sehingga banyak terjadi kasus dimana bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran.
79
kekerasan antarwarga, pemberian BLT ternyata memunculkan konflik terpendam,
yang merasa sudah tercukupi dengan adanya bantuan pun menjadi malas dan mulai
belakang budaya serta kearifan lokal sering bertabrakan dengan hukum positif.
masyarakat Desa Gunungpring tentu akan lebih rentan terkena imbas dari
perubahan. Kondisi heterogenitas ini dapat dilihat dari status sosial ekonomi
etnisitas masyarakatnya.
Desa Gunungpring. Hal ini berbanding lurus dengan kondisi kemiskinan di wilayah
informal, misalnya sebagai petani, buruh bangunan, supir angkot, tukang becak, dan
masyarakat disebabkan oleh tingkat pendapatan yang relatif tidak stabil karena
mereka bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang tidak menentu. Di sisi
TNI, dan POLRI sebagian terkesan kurang peduli dengan apa yang terjadi dengan
lingkungan sekitarnya, sehingga apa yang seharusnya bisa mereka kawal justru
terabaikan.
80
Kondisi kemiskinan di kedua wilayah tersebut tidak hanya dapat dilihat dari
jenis pekerjaannya, tapi juga dari tingkat pendidikan. Masih sedikit masyarakat yang
bisa menikmati bangku pendidikan tinggi, hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat
berikut ini akan diuraikan terlebih dahulu gambaran umum tiap daerah penelitian.
Gambaran umum ini mencakup deskripsi kondisi geografis, demografis, dan sosial
Gunungpring.
Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Kelurahan ini berada di pusat kota
Blongkeng dan Desa Gulon Kecamatan Salam, sebelah selatan berbatasan dengan
81
Desa Pucungrejo dan Desa Gunungpring Kecamatan Muntilan, serta di bagian barat
sebesar 206,24 Hektar, yang terdiri dari 115,65 Hektar lahan pertanian dan 90.59
Perempuan Laki-laki
49% 51%
Kelurahan Muntilan adalah sebanyak 5889 jiwa yang terdiri dari 2989 penduduk
laki-laki dan 2900 penduduk perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak
1646 KK. Berdasarkan data mengenai agama yang dianut penduduk, diketahui
beragama Hindu/Budha.
82
Struktur Penduduk Kelurahan Muntilan
Berdasarkan Tingkat Kepercayaan
Lain-lain
9%
Kristen / Islam
Protestan 52%
39%
pendidikan lanjutan, dimana untuk penduduk berusia di atas 5 tahun sebanyak 329
orang tamat perguruan tinggi, 1.966 orang tamat SLTA, 952 orang tamat SLTP, 919
orang tamat SD, 392 orang tidak tamat SD, 336 orang belum tamat SD dan 332
83
Kondisi sarana dan prasarana lingkungan di Kelurahan Muntilan saat ini
sudah cukup baik dan memadai. Sarana dan prasarana jalan yang ada di Kelurahan
Muntilan adalah jalan lingkungan, jalan poros antar desa, dan juga ruas jalan
kabupaten yang sekaligus merupakan ruas jalan provinsi maupun jalan negara.
Kondisi jalan poros saat ini sudah menggunakan konstruksi jalan aspal dan
kondisinya sangat baik terutama setelah ada pengaspalan ulang jalan yang
berupa jalan aspal dan paving yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat
tersebut terlihat kontras dengan jalan lingkungan di bagian utara, dimana jalan
lingkungan tak lagi terpayungi oleh aspal. Konstruksi aspal yang kurang baik
mengakibatkan jalan rusak parah dan terjal untuk dilewati. Di beberapa gang bahkan
masih berupa jalan tanah dan seringkali becek ketika musim hujan.
juga terdapat 1 Biara Suster serta Pastor. Sarana Kesehatan di Kelurahan Muntilan
cukup memadai karena terdapat RSU Tipe B yang hingga kini menjadi rujukan bagi
1626 orang warga penerima Jamkesmas maupun Jamkesda. Sarana olahraga yang
84
Dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia, Muntilan mempunyai tempat
tersendiri, terutama dengan kehadiran Pastor FGJ Van Lith SJ yang berkarya di
Muntilan. Van Lith tinggal di Dusun Semampir, pinggir Kali Lamat, dan mendirikan
sebuah gereja sederhana dan sekolah kecil yang kemudian berkembang menjadi
gereja megah yang menjadi simbol perkembangan dan kejayaan Agama Katolik di
Muntilan. Gereja Katolik bersejarah tersebut diberi sebutan Gereja St. Antonius,
yang di masanya pernah menjadi gereja terbesar di Indonesia serta menjadi pusat
misioner di Asia Tenggara. Di tahun 1926, Romo Van Lith wafat dan dimakamkan
di Muntilan, kota yang ia namakan Bethlehem van Java. Selain Van Lith, ada juga
Pastor Richardus Kardis Sandjaja, Pr. Pastor Sandjaja dibunuh oleh milisi demi
membela iman yang diyakininya dan menjadi martir pertama di Indonesia. Makam
mereka kini menjadi tujuan ziarah. Ketika umat berziarah ke Sendangsono, makam
Muntilan memang dikenal sebagai salah satu kota yang merupakan tonggak
dari awal berdirinya Gereja Katolik Indonesia. Sebagai jalan transformasi dan
optimalisasi peran kaum awam dalam hidup menggereja yang makin signifikan dan
relevan tidaklah heran jika hingga saat ini para misioner tumbuh subur dari
lingkungan yang sejatinya dikenal sebagai kota cadas dengan nilai-nilai religiusitas
Islam yang sukar ditembus oleh penginjil. Selain Gereja Katolik, Jemaat Gereja
Namun ternyata Jemaat GKI Muntilan telah bertumbuh di kota yang dikenal seperti
85
Kemajemukan warga masyarakat di Kelurahan Muntilan seolah-olah
memang terlihat begitu akur, rukun dan damai. Hal ini terlihat pada saat diadakan
Klenteng Hok An Kiong Muntilan pada Januari 2010 yang lalu dengan diikuti oleh
setiap perwakilan dari kelima kepercayaan yang ada yaitu: Agama Budha, Katholik,
persoalan menyangkut hubungan antar umat beragama yang bisa menjadi duri dalam
selektif memilah dan memilih. Sehingga diharapkan kehidupan sosial budaya tetap
lokal di Kelurahan Muntilan hanya dapat terwujud dari adanya kolaborasi antara
masyarakat dan pemerintah. Meskipun hingga saat ini hubungan tersebut belum bisa
terutama bila terkait dengan fasilitas yang bisa digunakan bersama. Karena
(pengajian dan kebhaktian) dan arisan, maka hal-hal yang berkaitan dengan gotong
permukiman memang variatif, namun banyak tidak aktif karena tidak memiliki
86
program yang terpadu dan hanya bersifat insidental. Minat masyarakat untuk ikut
dalam kelompok relatif kecil, terutama di kalangan yang tergolong Pra-KS dan KS-1
tinggi terkesan enggan kembali ke daerah karena tidak adanya lapangan pekerjaan.
wilayah selatan masyarakatnya sudah mulai mapan. Pola permukiman yang terpisah
antara kalangan penduduk asli Jawa dan penduduk keturunan Cina serta antara
fasilitas pelayanan publik relatif mudah karena wilayah ini terletak di jantung Kota
Muntilan.
Gunungpring adalah sebuah desa sederhana yang berada tepat di jalur wisata
Muntilan di sebelah utara, Sungai Blongkeng dan Desa Gulon Kecamatan Salam di
sebelah timur, Desa Ngawen di sebelah selatan, serta berbatasan dengan Desa
Pucungrejo yang juga masih dalam wilayah Kecamatan Muntilan di bagian barat.
sebesar 217,49 Hektar, yang terdiri dari 60,89 Hektar lahan pertanian dan sisanya
lahan kering. Desa Gunungpring merupakan daerah yang bercorak rural dengan
potensi wisata alam religi yang mulai berkembang. Karakteristik masyarakat relatif
87
Struktur Penduduk Desa Gunungpring
Berdasarkan Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
50% 50%
penduduk Desa Gunungpring adalah sebanyak 9302 jiwa yang terdiri dari 4643
penduduk laki-laki dan 4659 penduduk perempuan dengan jumlah kepala keluarga
sebanyak 2566 KK. Berdasarkan data mengenai agama yang dianut penduduk
diketahui bahwa 95,5% yakni sebanyak 8883 orang penduduk beragama Islam, dan
Islam
95%
88
Sebagian besar penduduk berusia di atas 5 tahun yakni 4796 orang sudah
menempuh pendidikan SLTA, 1110 orang tamat SLTP, 573 orang tamat TK, 520
orang tamat SD, 171 orang menempuh pendidikan tinggi, 153 orang menempuh
pendidikan khusus, 392 orang tidak tamat SD, dan sisanya tidak bersekolah.
potensi pariwisata religi yang ada di Desa Gunungpring sudah dapat dinikmati oleh
sudah cukup baik dan memadai. Sarana dan prasarana jalan yang ada di Desa
Gunungpring adalah jalan lingkungan, jalan poros antar desa, dan juga ruas jalan
kabupaten yang sekaligus merupakan ruas jalan provinsi maupun jalan negara.
Kondisi jalan poros saat ini sudah menggunakan konstruksi jalan aspal dan
kondisinya sangat baik, sedangkan untuk jalan lingkungan sebagian besar sudah
89
berupa jalan aspal dan paving yang dibangun melalui program-program PNPM
Mandiri Perkotaan meskipun ada beberapa gang yang masih berupa jalan tanah.
Sarana ibadah yang terdapat di desa para santri ini relatif banyak, dimana
Masyarakat yang baru dibangun melalui progam PNPM Mandiri Perkotaan. Sarana
sehari-harinya nyaris tidak lepas dari ritual keagamaan. Beruntunglah desa ini
ditakdirkan mempunyai sejarah yang kuat sebagai desa religius yang dikenal
tarik para peziarah untuk datang dan bertamu. Inilah mengapa Gunungpring
berziarah yang tak pernah sepi pengunjung. Gunung inilah yang kemudian menjadi
nama desa ini, Gunung Pring (gunung bambu), karena gunung ini memang rimbun
oleh bambu. Di puncak gunung, terdapat beberapa makam wali (kyai) yang
melegenda di kawasan Magelang, dan bahkan se-Jawa Tengah dan DIY. Beberapa
tersebut, hal inilah yang menjadikan makam tersebut sebagai salah satu makam
Kerajaan Yogyakarta.
90
Di Gunungpring terdapat pondok pesantren yang cukup terkenal seantero
negeri. Pondok pesantren tersebut adalah pondok Pesantren Watu Congol, pesantren
ini merupakan pesantren salaf yang sudah sangat tua. Saat ini pondok pesantren
Watucongol dipimpin oleh Kyai Ahmad Abdul Haq (Mbah Mad). Beliau sangat
disegani oleh banyak ulama lainnya karena kharisma dan “kewalian” yang
dipercayai masyarakat ada dalam dirinya. Tatkala ada yang sakit, ada hajat, mau
mencalonkan diri jadi pejabat, kebanyakan orang akan “sowan” ke Mbah Mad guna
minta doa restu. Bahkan para pesohor negeri ini seringkali datang ke Pondok
Pesantren ini.
Desa Gunungpring dikenal sebagai Desa yang memiliki daya tarik tersendiri
terutama dari sisi religi, dan juga menjadi salah satu bagian pendidikan terbaik di
Kabupaten Magelang. Hal ini menjadi salah satu faktor yang melatar belakangi Desa
Gunungpring dijadikan sebagai desa wisata dan pendidikan. Kawasan yang menjadi
prioritas yaitu koridor antara terminal Dawung hingga Masjid Santren. Diharapkan
kawasan tersebut dapat menjadi bagian untuk pengembangan dan kemajuan desa
saling percaya antarwarga masih tinggi dan tradisi gotong royong masih kental. Hal
terjadi. Peran tokoh masyarakat yang cukup besar dalam mendorong keterlibatan
kolaborasi aksi antar berbagai pihak dalam setiap program pembangunan. Hal ini
91
juga berimbas terhadap peningkatan akses pelayanan publik bagi masyarakat
miskin.
cukup memadai, karena beberapa kelompok yang ada efektif untuk meningkatkan
ikut dalam kelompok cenderung tinggi, terutama di kalangan yang tergolong Pra-KS
dan KS-1 mereka sudah memiliki prakarsa untuk memberikan usulan secara kolektif
masuk ke pemerintah.
Secara historis, modal sosial yang ada di kedua wilayah tersebut merupakan
warisan dari apa yang terjadi di masa lalu, yakni dari budaya yang telah turun
kelompok yang terus dipupuk selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai
antara masyarakat dengan budaya yang beragam ini menjadi menarik untuk diteliti,
92
terutama jika dibandingkan dengan homogenitas masyarakat yang ada di Desa
Gunungpring.
tersebut yang kemudian menjadikan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat sangat
jaringan-jaringan kerjasama dengan berbagai pihak dari luar. Sehingga tidak dapat
perubahan sosial yang saat ini tumbuh kuat, khususnya di dunia Islam. Menurut
intisari ajaran Islam yang dibawa oleh para Kyai sesepuh desa, sangat berkaitan erat
keagamaan sangat potensial untuk menghadirkan dan membangun suatu bentuk dan
ciri tertentu dari modal sosial. Ajaran agama merupakan salah satu sumber dari nilai
dan norma yang menuntun perilaku masyarakat, sekaligus menjadi sumber utama
inspirasi, energi sosial, serta yang memberikan ruang bagi terciptanya orientasi
hidup penganutnya. Tradisi yang telah berkembang secara turun temurun juga
93
antar masyarakat serta kelompok-kelompok sosial. Tatanan yang terbangun
organisasi sosial yang khas dan berbasis kepada garis keturunan merupakan salah
Modal sosial yang terbentuk dari produk turun-temurun tesebut juga perlu
dicermati. Hal ini dikarenakan kehidupan kelompok pada masyarakat yang memiliki
pandangan “konservatif” biasanya memiliki radius modal sosial yang pendek yang
sejarah yang ada di masyarakat justru menimbulkan efek yang negatif bagi
negatif dari masa lalu. Sehingga, tidaklah mustahil jika perkembangan modal sosial
yang ada di wilayah ini cenderung berada pada titik kebuntuan. Perkembangan
modal sosial yang terlihat sangat dipaksakan ini, lambat laun dapat menimbulkan
konflik besar jika di salah satu kelompok tidak bisa menjaga keharmonisan dalam
Agar potensi modal sosial yang bersumber dari agama tidak terdegradasi,
keilmuan semata, tetapi juga sebagai tempat membangun modal sosial dalam bentuk
94
aturan-aturan, norma, dan nilai. Kemungkinan ini tidak hanya dapat digali melalui
hanya berurusan dengan keilmuan semata, tetapi juga menciptakan nilai-nilai baru
ala pemerintah juga diharapkan bisa menjadi wadah bagi perjuangan masyarakat
Sesuai ulasan pada bab sebelumnya, secara historis tradisi penciptaan modal
sosial memang tidak memiliki oleh negara. Hal ini dikarenakan modal sosial
bersumber atau by product dari agama, tradisi, adat istiadat, nilai-nilai, dan
sendiri. Pemerintah tetap dapat berperan sebagai pendorong untuk tumbuh dan
munculnya energi modal sosial itu kembali, tetapi bukan pencipta. Sehingga secara
95
untuk memulihkan dan melembagakan kembali modal sosial yang telah ada untuk
perjalanannya dari tahun 2007 hingga tahun 2010, yang juga merupakan kelanjutan
dari program P2KP yang telah dimulai sejak tahun 2004 lalu, telah mampu
Muntilan dan Kecamatan Mertoyudan. Menurut Bupati Magelang, dari 127 lokasi
Magelang, 2011).
alokasi dana yang dikucurkan. Dari alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) reguler tahun 2006 sebesar 2,3 Milyar sampai dengan BLM reguler dan
BLM paket tahun 2009 sebesar 8,5 milyar total alokasi selama 4 tahun mencapai
96
26,4 milyar. Kemudian pada tahun 2010 Pemerintah Kabupaten Magelang
dana Rehabilitasi Paket sebesar 500 juta yang bersumber dari APBD dan Swadaya
Masyarakat (Kontributor Kabupaten Magelang, 2011). Hal ini sebagai suatu bentuk
kebutuhan di masyarakat.
bisa menjadi pijakan bagi Pemerintah Kabupaten Magelang dan seluruh lapisan
berorientasi ke bawah, lebih tepat sasaran, tidak ada lagi kebocoran, melibatkan
97
siklus, menghilangkan kesenjangan dan perbedaan status sosial, serta menciptakan
Magelang dilaksanakan selama lima bulan. Kegiatan ini terdiri dari kegiatan
sosialisasi awal, rembug kesiapan masyarakat, dan sosialisasi lanjutan pada bulan
Maret sampai dengan Juli 2007. Sosialisasi awal oleh fasilitator pendamping
kegiatan rutin di tingkat masyarakat, antara lain pertemuan rutin RT, pengajian
cukup baik dari masyarakat, karena masyarakat merasa senang akan mendapatkan
oleh program. Sikap menerima program ini disamping dipengaruhi oleh keinginan
masyarakat untuk merubah kondisi warganya agar menjadi lebih baik, juga
dipengaruhi oleh besaran dana bantuan langsung masyarakat yang akan diterima.
98
Kegiatan RKM ini juga berfungsi sebagai pembelajaran awal bagi
menerima atau menolak program tidak hanya diputuskan oleh kelompok elit
miskin. Pada tahapan ini masyarakat telah memasuki tahap awal dari siklus
berubah. Pada tahap sosialisasi ini juga berhasil terhimpun relawan yang selanjutnya
pemberdayaan masyarakat.
dari mereka bahkan melakukan sinergi antara PNPM Mandiri Perkotaan dengan
99
Penerapan PNPM Mandiri Perkotaan di Kabupaten Magelang dinilai
tingginya sharing pembiayaan pada setiap kegiatan, meski pada dasarnya hal
Hasil dari program ini tidak bisa dilihat dengan segera seperti halnya
pembangunan fisik, namun ke depan (sepuluh atau lima belas tahun kedepan),
dengan indikator-indikator ekonomi dan secara waktu dapat tercapai dalam waktu
lebih mandiri secara berkelanjutan. Meski begitu, dari berbagai kegiatan yang telah
100
pembangunan fisik dan lingkungan dianggap lebih sederhana, lebih terukur, dan
mudah menarik dana masyarakat. Kegiatan fisik dan lingkungan pada program
PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah ini baik yang sudah dilaksanakan atau sudah
program ini adalah pengelolaan dana bergulir yang diupayakan untuk mendorong
kesempatan usaha kecil dan mikro, dan akses modal serta pembiayaan yang murah
untuk kepentingan warga miskin. Tolak ukur dari keberrhasilan kegiatan ini adalah
(RR).
Kegiatan dalam bidang sosial yang telah dilaksanakan dan masih dalam
komputer, beasiswa bagi anak kurang mampu, kursus kecantikan, dan lain
sebagainya.
101
Pada perkembangannya hingga saat ini PNPM Mandiri telah ditempatkan
yang juga merupakan hasil dari perjalanan panjang pencarian model yang dianggap
pemerintah untuk pengentasan kemiskinan yang lain, program ini lebih kental
dibentuk melalui program ini didesain sebagai institusi sukarela versi Uphoff.
“campur tangan dan arahan” dari pemerintah termasuk pemerintah desa (dalam
Soetomo, 2011:172).
(UPL), Unit Pelaksana Sosial (UPS), dan Unit Pelaksana Keuangan (UPK). Dari
struktur organisasi BKM Amanah Warga bisa diketahui bahwa kondisi sosial
kelurahan. Sehingga latar belakang religi yang seimbang, dimana 48% anggota
menjadikan adanya dualisme kepengurusan yang kentara. Beberapa visi dan misi
102
permasalahan-pemasalahan menyangkut internal BKM, khususnya masalah kredit
macet yang melibatkan salah satu Koordinator UPK Kelurahan Muntilan yang juga
Amanah Warga:
BKM “Mandiri” yang juga memiliki 3 (tiga) unit pelaksana di bawahnya, yaitu
UPL, UPS, dan UPK. Organisasi pelaksana kegiatan langsung di masyarakat adalah
berada pada posisi saling meleburkan diri. Persamaan latar belakang religi membuat
kepengurusan BKM Mandiri berhasil mengusung visi dan misi yang sama dalam
persamaan latar belakang tersebut menumbuhkan sikap inklusif para anggota BKM,
103
Sumber: BKM Mandiri, 2010.
GAMBAR 3.8
STRUKTUR ORGANISASI BKM MANDIRI
panjang model yang dianggap tepat dalam program pengentasan kemiskinan. Meski
begitu, kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa apa yang selama ini diinisiasi
oleh pemerintah masih jauh dari kata sempurna. Kelembagaan yang dilakukan
Desa Gunungpring
bantuan program PNPM Mandiri Perkotaan, dan masuk dalam kelompok desa yang
secara bersama-sama dan seragam memperoleh program tersebut. Sampai saat ini
104
kegiatan siklus PNPM Mandiri Perkotaan di Desa Gunungpring dan di Kelurahan
Muntilan telah berjalan selama 3 tahun dan berhasil menyelesaikan tahapan BLM
tahun ketiga, sehingga kegiatan di kedua wilayah tersebut bisa dikatakan telah
terlaksana semua.
Pada pada tahun anggaran 2007 dan 2008 BKM Amanah Warga Kelurahan
Muntilan mendapat dana alokasi BLM sebesar 300 juta dan anggaran tersebut telah
terserap 100%. Sedangkan pada tahun anggaran 2009 mendapat lagi dana alokasi
BLM sebesar 150 juta yang dicairkan menjadi 3 tahapan (BLM tahap I, II dan III),
namun anggaran tersebut belum terserap 100% karena hingga saat ini dana alokasi
BLM tahap II dan tahap III APBN sebesar 75 juta belum masuk ke rekening BKM.
Pada tahun 2010 atau memasuki tahun ketiga BLM, Kelurahan Muntilan
mendapatkan alokasi dana Rehabilitasi Paket sebesar 50 juta yang bersumber dari
Rp300
Rp250
Rp200
300
Rp150
Rp100 150
Rp50 50
Rp0
2008 2009 2010
Dalam Juta Rupiah
Sedangkan di Desa Gunungpring pada tahun anggaran 2007 dan 2008 BKM
Mandiri mendapat dana alokasi BLM sebesar 350 juta dan anggaran tersebut telah
105
terserap 100%. Sedangkan pada tahun anggaran 2009 mendapat lagi dana alokasi
BLM sebesar 180 juta yang dicairkan menjadi 3 tahapan BLM tahap I, II dan III.
Kemudian pada tahun 2010 atau memasuki tahun ketiga BLM, Desa Gunungpring
mendapatkan alokasi dana Rehabilitasi Paket sebesar 85 juta yang bersumber dari
APBD dan Swadaya Masyarakat (diolah dari wawancara dengan BKM Amanah
Rp350
Rp300
Rp250
Rp200 350
Rp150
180
Rp100
85
Rp50
Rp0
2008 2009 2010
Dalam Juta Rupiah
106
mengelola sumber daya yang dimiliki akan membantu mereka untuk lebih mandiri
berdaya yang mampu menjalin sinergi dengan pemerintah daerah serta kelompok peduli
setempat dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan efektif, secara mandiri dan
kerjasama sinergis dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli lokal dalam upaya
107
b. Tersedianya PJM Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi
berkelanjutan.
dan sebagainya.
108
c. Meningkatkan kemampuan perangkat pemerintah dalam perencanaan,
GAMBAR 3.11
SIKLUS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DALAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN
109
Kegiatan awal dalam siklus pemberdayaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah
refleksi kemiskinan ini dilaksanakan melalui Focus Group Discussion (FGD), yang
PKK. Hasil dari refleksi kemiskinan di tingkat basis selanjutnya disampaikan dalam
lokakarya refleksi kemiskinan tingkat desa yang diikuti oleh perwakilan dari tiap RT
serta dapat bertukar pikiran dengan fasilitator maupun sesama warga terutama dalam
suasana yang tidak begitu formal. Dalam kegiatan ini terdapat proses untuk
maksimal.
110
Rangkaian kegiatan dalam siklus yang kedua adalah pemetaan swadaya (PS).
hambatan dan ancaman yang ada dalam mengatasi masalah-masalah kemiskinan dan
tersebut.
beratkan pada pembangunan klinik desa dan jembatan penghubung antar dusun,
memberikan pinjaman dana bergulir berupa modal kerja dan investasi kepada
anggota lewat KSM yang bersangkutan. Komponen yang berkaitan dengan rencana
berupa sumbangan kematian dan bencana alam lokal kepada warga Gunungpring
111
warga yang hadir dalam kegiatan ini kurang dari jumlah peserta yang ditargetkan,
hal ini merujuk sebagaimana diutarakan oleh Ketua BKM Amanah Warga
Kelurahan Muntilan (wawancara tgl 24 April 2011, pkl. 08.11), sebagai berikut:
berkaitan dengan pembangunan usaha produktif yang terdiri dari bantuan modal
usaha dan komponen yang berkaitan dengan rencana pengembangan kegiatan sosial
dan peningkatan SDM berupa pemberian santunan pendidikan bagi warga miskin,
bantuan kesehatan dan gizi buruk, rehab rumah tidak layak huni, penambahan
yang tercantum di buku petunjuk, seperti misalnya kriteria rumah harus yang
berlantai tanah atau semen, tidak sesuai dengan keadaan sebagian besar masyarakat
di kelurahan tersebut. Dimana tidak ada rumah yang lantainya tanah dan jarang yang
lantainya semen, sehingga kriteria rumah harus yang berlantai tanah atau semen
tidak mungkin diterapkan. Ada rumah yang bagus berlantai keramik tiba-tiba
112
Kepala Keluarga terkena imbas krisis global dan harus kehilangan pekerjaan
satu kriteria warga miskin, yaitu dengan penghasilan minimal Rp 20.000,00/hari dan
yang disepakati oleh warga masyarakat di kedua wilayah tersebut, yaitu jenis
Keurahan Muntilan tidak seperti itu, BKM Amanah Warga jarang mengetahui
tupoksi fasilitator kelurahan dan bahkan pernah terjadi beberapa kali kekosongan
fasilitator. Saat ini pun ada fasilitator tetapi tidak sepenuhnya membimbing dan
mengarahkan dengan baik. Fasilitator terkadang hanya datang jika ada pertemuan di
tingkat RT/RW untuk mendapatkan data dari hasil pertemuan tersebut (wawancara
Ketua BKM Amanah Warga, Bpk. HY. Suparno, 24 April 2011 pkl. 08.11).
113
keselarasan antar semua anggota kelompok, baik laki-laki dengan perempuan, tua
dan muda, miskin dan kaya, terpelajar dan tidak terpelajar, dan antar kelompok basis
kebebasan tambahan dan tanggung jawab yang lebih besar. Kebebasan tambahan
berbasis pada partisipasi warga. Pada proses selanjutnya yakni proses pembangunan
masyarakat yang mengakar dan representatif. Proses pembangunan BKM ini terdiri
114
Penyusunan Anggaran Dasar organisasi BKM di kedua wilayah tersebut
cukup besar, yakni dengan memberikan contoh-contoh dokumen yang ada dan
Warga”, yang mengandung maksud dan cita-cita agar warga di Kelurahan Muntilan
selalu bisa menjalankan amanah dengan jujur dan penuh tangung jawab.
“Mandiri” dengan tujuan agar warga di Desa Gunungpring secara keseluruhan bisa
beranjak dari kemiskinan sehingga untuk kedepannya tidak lagi bergantung pada
bantuan dari pihak luar. Keberadaan kedua BKM tersebut juga langsung didaftarkan
pada notaris untuk mendapatkan status hukum yang tetap. Masing-masing BKM
kriteria kepemimpinan yang diharapkan dengan basis nilai-nilai dan modal sosial
115
utusan-utusannya dalam pemilihan anggota BKM. Pemilu atau pemilihan utusan di
pemilihan anggota BKM. Ke-34 orang utusan tersebut selanjutnya saling memilih
Kelurahan Muntilan berhasil memilih anggota berjumlah 21 orang, yang terdiri dari
15 orang laki-laki (71%) dan 6 orang perempuan (29%). Ditinjau dari aspek gender,
awal pelaksanaan kegiatan pada tahun 2007 sampai penelitian ini dilakukan,
Perkotaan yang meliputi (diolah dari hasil wawancara dengan Manajer Unit
Pengelola Lingkungan BKM Mandiri, Bpk. Djamal, MHP., 30 Juli 2011 pkl. 11.07):
1. Bidang Kelembagaan
116
c. Mengadakan pembinaan, pembenahan, dan bimbingan kepada KSM-
dibutuhkan.
2. Bidang Lingkungan
3. Bidang Ekonomi
4. Bidang Sosial
117
b. Memberi beasiswa SD dan madrasah dari keluarga miskin pada tahun
ajaran baru.
Sesuai dengan hasil pemetaan swadaya yang dilakukan oleh BKM Amanah
Warga Kelurahan Muntilan maka ada beberapa isu yang mengemuka antara lain
perbaikan gizi, santunan warga miskin dan beasiswa pendidikan bagi keluarga
kebijakan yang berhasil disusun oleh masing-masing bidang BKM Amanah Warga
adalah sebagai berikut (diolah dari hasil wawancara dengan Ketua BKM Amanah
Warga, 24 April 2011 pkl. 08.15 dan Anggota BKM Amanah Warga, Bpk. Priyono,
1. Bidang kelembagaan
118
d. Mengevaluasi program jangka menengah untuk di revisi atau
disempurnakan.
2. Bidang Lingkungan
3. Bidang Ekonomi
kemiskinan.
4. Bidang Sosial
pengembangan ternak.
119
Di dalam proses pembangunan BKM terdapat proses untuk mengembangkan
organisasi yang terbentuk nantinya bisa memiliki nilai tawar dan peran dalam
kepercayaan kepada orang-orang yang sesuai dengan kriteria atau nilai yang mereka
kembangkan sendiri, serta tercipta suatu keselarasan dimana utusan dari masing-
desa/kelurahan.
untuk itu PJM Pronangkis yang disusun oleh BKM harus juga mendapatkan
dukungan dari Pemerintah Daerah. Dokumen perencanaan daerah yang disusun oleh
dengan forum Musrenbang agar program yang terdapat dalam PJM Pronangkis
120
Namun, secara umum implementasi sinergi program yang lebih jauh belum
dapat terlaksana, termasuk untuk meningkatkan nilai tawar PJM Pronangkis BKM
dan dana-dana Swadaya serta dukungan dari masyarakat sendiri. Kerjasama dengan
pihak swasta, LSM/NGO lain, perguruan tinggi dan instansi lain juga belum
kesempatan dan posisi tawar yang dimiliki BKM untuk melakukan kerjasama
Dengan adanya peluang kerjasama dengan pihak luar, maka BKM Mandiri
dapat merencanakan program-program dengan lingkup dan target sasaran yang lebih
luas dari yang sebelumnya karena adanya tambahan dukungan dan sumber daya
untuk mencapai target yang diharapkan. Masyarakat Desa Gunungpring kini dapat
mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada, serta dapat meminimalkan
halangan-halangan yang selama ini dihadapi. Selain itu melalui BKM masyarakat
bisa meningkatkan political power, karena mereka memiliki nilai tawar yang lebih
daerahnya.
121
Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan program, dalam tahapan ini
sebagaimana yang tercantum dalam PJM Pronangkis dan dijabarkan dalan Rencana
oleh KSM kepada BKM, prioritasi dan penilaian usulan oleh BKM, pencairan dana,
KSM adalah kelompok masyarakat yang terdiri dari 5 sampai 10 orang yang
diverifikasi dan dilakukan penilaian serta prioritasi oleh BKM dibantu oleh Unit
Pengelola (UP) sesuai kegiatan yang diusulkan. Setelah usulan kegiatan disetujui
dan telah cukup tersedia dana, maka dilakukan pencairan dana dan kegiatan
kegiatan kepada BKM melalui UP. Pada akhir tahun dilaksanakan audit
kelembagaan dan keuangan BKM yang dilaksanakan oleh lembaga auditor yang
independen.
122
Tahap pelaksanaan ini bisa dikatakan sebagai tahap pemberdayaan yang
hasilnya adalah untuk kepentingan mereka sendiri, dengan penerima manfaat utama
yaitu warga miskin. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, masyarakat juga harus
maupun swadaya tenaga kerja, karena sebenarnya dana BLM yang diberikan
pemerintah hanya bersifat sebagai stimulan saja, dan masyarakat harus menyediakan
rasa memiliki (sense of belonging) dari hasil kegiatan yang mereka lakukan.
123
BAB IV
MEMAHAMI MODAL SOSIAL DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN
telah dilakukan, tetapi hasilnya masih saja jalan ditempat. Hal yang melegakan
tentunya ketika upaya yang dilakukan oleh pemerintah setiap tahunnya bisa
yang digulirkan secara seragam oleh pemerintah justru memunculkan masalah baru
di masyarakat. Hal ini serta merta menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan oleh
pemerintah selama ini seharusnya tidak hanya berfokus pada hasil, melainkan juga
program yang digulirkan meski mendapat “arahan dari atas”, tetap harus
yang didukung oleh kondisi sosial budaya yang menunjang, melalui usaha bersama
Kondisi sosial, budaya, politik, ekonomi, dan aset memang merupakan hal
sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Oscar Lewis bahwa kemiskinan bukanlah
kekurangan dalam ukuran kebudayaan dan psikologi, yang juga memberikan warna
tersendiri terhadap proses sosialisasi yang diwariskan oleh generasi tua kepada
124
generasi anak-anak mereka dan seterusnya, yang pada akhirnya melanggengkan
waktu dan pendekatan yang berbeda-beda antar satu komunitas dengan komunitas
lainnya. Namun, masuknya PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah ini ternyata masih
mengabaikan masyarakat dari sistem yang telah mereka bangun. Perubahan atau
utara cenderung bersifat rural pertanian dan sebelah selatan cenderung urban)
Hal inilah yang selama ini belum bisa diakomodir oleh keberadaan PNPM Mandiri
Perkotaan. Program yang seharusnya bisa menjadi jalan tengah bagi banyaknya
Hal ini merujuk dari apa yang diungkapkan oleh Bapak Priyono salah satu anggota
BKM Amanah Warga Kelurahan Muntilan (wawancara tgl. 23 April 2011, pkl.
125
mundur. Ntah karena memang warganya yang terlalu apatis atau
karena memang fasilitatornya yang terlalu idealis. Tapi yang jelas
kan kalo di awal-awal biasanya warga itu ya mung manut dengan
yang ndampingi, nah fasilitator yang sekarang itu dianggap warga
kurang bisa nyambung dan ndak bisa ngemong warga. Sudah gitu
dalam pembagian bantuan pemerintah kemarin terkesan pilih
kasih dan lebih mementingkan kepentingan yang selama ini
berpengaruh, …..”
Situasi tersebut jelas telah mengabaikan masyarakat dari sistem yang telah
mereka bangun. Difestasi sosial yang kentara karena adanya ketidakadilan dalam
digaungkan semakin tak jelas arahnya. Perubahan atau pengelolaan struktur yang
semakin tidak berdaya terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah, cenderung
apatis dan menganggap bahwa partisipasi hanyalah sebagai suatu timbal balik atas
bantuan yang diberikan pemerintah, yang pada akhirnya membawa mereka berada
disebut P2KP bergulir, baru di tahun 2009 hubungan antara pihak BKM Amanah
Warga dengan pihak Kelurahan Muntilan terintegrasi, hingga saat ini pun hubungan
tersebut belum berjalan dengan baik. Program kerja BKM yang dijalankan meski
mendapat masukan dari pihak kelurahan hingga saat ini belum bisa diakomodir
Jalinan BKM dengan pihak kelurahan terkait dengan “Program Dasar Pembangunan
kepentingan politis.
126
Kendala lain juga dikarenakan anggaran APBD yang seharusnya sudah
mulai digulirkan sebagai dana scalling up PNPM Mandiri Perkotaan tahun anggaran
mengakibatkan alokasi dana BLM tahap II dan III tahun anggaran 2009 senilai 75
juta hingga saat ini belum masuk ke rekening BKM Amanah Warga. Dengan kata
ini BKM Amanah Warga dengan pihak Kelurahan Muntilan berjalan sendiri-sendiri
(wawancara Ketua BKM Amanah Warga, Bpk. HY. Suparno, 24 April 2011 pkl.
08.15 dan Anggota BKM Fajar Rahmat S.Si, 27 April 2011 pkl. 16.20)
menuturkan bahwa pihak kelurahan selalu melakukan koordinasi dengan BKM serta
Muntilan tetap membenarkan bahwa memang belum pernah ada program kerja
pertanggungjawaban (LPJ) yang setiap bulan disusun oleh BKM Amanah Warga.
Sempat beberapa waktu LPJ BKM Amah Warga tidak rutin diberikan kepada pihak
pada saat itu. Jadi secara administrasi pelaporan LPJ BKM Amanah Warga agak
terhenti.
pada perijinan kepada warga yang akan meminjam dana bergulir. Setiap warga
127
maupun KSM yang akan mengakses dana bergulir harus mendapat persetujuan dan
tanda tangan dari Lurah Muntilan. Pihak kelurahan dapat mengikuti perkembangan
BKM Amanah Warga berdasarkan laporan yang diberikan kepada kelurahan (LPJ),
(LPJ), dapat dipastikan jika pihak kelurahan tidak akan bisa berintegrasi dengan
BKM (wawancara Ketua BKM Amanah Warga, Bpk. HY. Suparno, 24 April 2011
pkl. 08.15 dan Anggota BKM Fajar Rahmat S.Si, 27 April 2011 pkl. 16.20).
jaring pengaman sosial ketika komunitas lokal berada dalam situasi krisis.
kelembagaan dan nilai-nilai baru (BKM dan KSM) yang dibawanya, secara
melalui BKM dan KSM memang membawa hasil yang positif bagi
128
Kelurahan Muntilan masih saja jalan di tempat, pertemuan-pertemuan yang
diadakan hanya sebatas pertemuan darurat ketika terjadi masalah serius dan
Muntilan sejalan dengan apa yang telah dipaparkan oleh Soetomo (2011:
Sehingga, apa yang diharapkan dari PNPM Mandiri Perkotaan, yaitu adanya
kemiskinan yang bisa direplikasi secara massal sebagai hasil dari proses
“bantuan” yang diberikan kepada masyarakat itu tidak sesuai dengan tujuan
129
bahwa program yang selama ini digulirkan untuk mengatasi masalah di
partisipatif yang diusung sebagai suatu bentuk open menu program yang
sehingga bias proses. Usulan dan prioritas masyarakat menjadi daftar belanja
semata. Tidak adanya teknik fasilitasi yang baik, seperti halnya di Kelurahan
walaupun disadari bahwa hanya sedikit usulan yang pada akhirnya dapat
daerah.
berbagai kesalahan yang selalu terulang, bahkan jarang sekali ada perbaikan
dikhawatirkan menjadi sebaliknya jika hal tersebut tidak juga diperbaiki. Hal
130
ini akan mengakibatkan tidak adanya tujuan kuat dalam mengentaskan
tingkat desa terdapat fasilitator desa yang berasal dari desa setempat. Di
terdiri dari satu ahli teknik dan satu ahli pemberdayaan yang mempunyai
131
mendasar mengapa kelembagaan yang dicoba diterapkan tidak cocok dengan
a. Peran Fasilitator
ketika program yang kini telah berganti “label” pun dinilai semakin
menyatakan bahwa:
warga. Hal ini dicontohkan oleh Bapak Taslim dari kasus yang
132
pelaksanaan aspalisasi maka warga menjual 15 koli untuk biaya lain-
133
intensif dan pengikutsertaan masyarakat dalam proses pelaksanaan
bahwa beberapa dari mereka hanya “kejar target proyek”. Hal ini
semata.
134
hanya berdimensi ekonomi belaka tetapi juga pada kemiskinan
struktural.
135
konteks sistem komunikasinya, struktur masyarakatnya, dan fungsi
selanjutnya.
136
keberpihakan, fokus, niat, keadilan dan awareness terhadap
b. Manajemen BKM
Ketua BKM Amanah Warga, Bpk. HY. Suparno, 24 April 2011 pkl.
137
2011 pkl. 15.58). Meskipun fasilitator dan anggota BKM Amanah
masih langgeng meskipun program telah usai. Bahkan hingga saat ini
138
Lingkungan BKM Mandiri, Bpk. Djamal, MHP Sabtu, 30 Juli 2011
pkl. 11.07).
pkl. 15.58 dan Bpk. Fajar Rahmat S.Si, 27 April 2011 pkl. 16.20).
139
BKM Amanah Warga jarang dilibatkan dalam kegiatan
menjadi penyebabnya.
c. Manajemen KSM
renteng. Artinya jika ada salah satu anggota yang sedang berhalangan
Kabupaten Magelang.
140
Namun ternyata, hal ini tidak dapat diimplementasikan
saat ini macet, bahkan nilai RR wilayah ini menjadi yang terendah di
141
tersebut tidak bisa bergulir karena pemberian pinjaman belum
jauh dari apa yang telah dituliskan (wawancara dgn Mantan anggota
BKM Bpk. Agus Widagdo, 23 April 2011 pkl. 19.00, dan ketua KSM
berjalan dengan baik maka kegiatan fisik belum bisa berjalan sesuai
142
warga masyarakat di Kelurahan Muntilan adalah kegiatan daya
program daya sosial, namun kegiatan ini dirasa lebih unggul daripada
143
pelaksanaan dan monitoring kegiatan selama dan pasca
pembangunan.
144
mengajukan peminjaman dana secara berkelompok. Proposal pengajuan
dengan bunga rendah. Sasaran dari pinjaman ini adalah warga miskin yang
memiliki usaha atau ingin membuka usaha, sehingga dana pinjaman yang
usaha atau untuk menambah modal bagi warga yang sudah memiliki usaha
pembuat kue rumahan, pedagang pakaian di pasar, dll. Dari dana pinjaman
yang merupakan pembuat kue pelok, kelici, kuping gajah, dan rempeyek
kacang, serta Ibu Muslimah yang menjadi salah satu pengelola kantin SMP
Muhammadiyah 1 Muntilan.
145
Sebagaimana dikemukakan di atas, dana bergulir PNPM Mandiri
pinjaman KSM yang sifatnya tanggung renteng masih sangat sulit diterapkan
di beberapa wilayah.
bergulir. Dalam prakteknya, anggota dari satu KSM tidak hanya dari warga
miskin saja, namun ada juga warga menengah keatas. Hal ini dilakukan
ketika ada seorang anggota yang tidak bisa membayar, karena jika ada
anggota yang lain, dan dana pinjaman tidak bisa diberikan sebelum
146
Amanah Warga Kelurahan Muntilan, yaitu dengan meminjamkan
d. Ada warga yang lari ke luar kota dengan membawa seluruh dana
tanggungjawabnya.
besar sehingga pada akhirnya BKM Amanah Warga menempuh jalan tengah
sasarannya adalah warga yang memiliki usaha mandiri yang bisa menjadi
147
perseorangan juga diberikan kepada warga kaya yang memiliki usaha yang
melibatkan warga miskin. Contoh usaha bengkel besar yang dijalankan oleh
warga beretnis Cina, meskipun pemilik usaha adalah orang berasa tetapi
Gunungpring termasuk dalam kategori yang bagus dimana dari hasil review
menunjukkan kinerja yang sangat baik. Kejadian kredit macet sangat kecil
dan perolehan bunga pinjaman yang dikelola menunjukkan hasil yang cukup
besar, dimana dari aset awal sebesar 75 juta rupiah dalam setengah tahun
Kemajuan dalam pengelolaan keuangan ini tidak terlepas dari komitmen dan
kerjasama antara KSM dan UPK selaku pengelola perguliran dana dan itikad
baik dari semua anggota masyarakat untuk menjalankan sistem dana bergulir
tersebut.
cukup baik saat ini juga didukung oleh pembinaan usaha yang optimal.
dengan dana yang dibutuhkan dan skala usaha yang akan dikembangkan.
148
Kondisi masyarakat yang ada saat ini mulai mengalami peningkatan
bidang ini, program kerja BKM Mandiri yang sudah dilakukan adalah:
RT.
149
b. Memberikan beasiswa bagi 1 anak yang tidak mampu sebesar Rp
beberapa orang warga miskin yang ikut dalam pelatihan tata rias
untuk fakir miskin dalam bentuk sembako dan uang tunai. Program tersebut
miskin menjadi 3 orang tiap RT. Hal ini tentu saja menggembirakan karena
150
dapat menimbulkan kesadaran sosial warga mampu untuk membantu warga
yang miskin. Dana sosial ini diharapkan dapat menggugah warga mampu
ini merupakan salah satu kegiatan yang masih jalan hingga saat ini. Namun
ekonomi dari kegiatan ini hanya bisa dinikmati oleh warga miskin di
151
petani, pelayanan pengobatan gratis, pendirian program paket B dan C,
152
Gunungpring. Hal ini bisa dilihat dari perencanaan pembangunan yang sudah
pasca pembangunan.
yang hingga saat ini masih menjadi primadona pariwisata religi bagi
153
sebagai desa wisata yang berdasar pada nilai nilai pendidikan, religius Islami
penataan jalan lingkungan yang kondisi awalnya memang kurang baik yaitu
berupa jalan tanah dan jalan batu kerikil yang selanjutnya dibangun menjadi
jalan paving dan jalan aspal. Dengan pembangunan jembatan beton dan
pasar/terminal desa, lapangan olahraga desa, dan area parkir wisata, serta
bangunan berupa pasir dan batu kali yang lokasinya dekat serta keberadaan
154
masyarakat memiliki keterampilan sebagai pekerja bangunan, sehingga
potensi swadaya masyarakat berupa material dan tenaga kerja cukup besar.
fisik. Oleh karena itu, bantuan dana PNPM Mandiri Perkotaan di BKM
dana stimulan di setiap RW. Namun sejak ada proyek PNPM Mandiri
Perkotaan, BKM Amanah Warga baru dua kali memberikan dana alokasi
yang diinisiasi tanpa adanya subsidi penuh dari pemerintah dipastikan tidak
155
Sama halnya dengan Desa Gunungpring, Kelurahan Muntilan juga
memiliki potensi penambangan material bangunan berupa pasir dan batu kali
yang lokasinya dekat serta keberadaan tenaga kerja yang jumlahnya cukup
dan tenaga kerja cukup besar. Namun potensi yang ada tersebut belum
tidak berkelanjutan.
Dilihat dari level konsep, adanya BKM, KSM dan kelembagaan yang
terbentuk karena adanya PNPM Mandiri Perkotaan diatas dapat dijelaskan dengan
merupakan suatu proses yang dapat berdampak pada penguatan struktur lama, akan
tetapi dapat pula sebaliknya, merupakan transformasi struktur. Hal ini bergantung
pada bagaimana praktik sosial baru yang terjadi. Apabila praktik sosial baru
tetapi substansinya masih sama, maka akan terjadi penguatan struktur. Sebaliknya,
apabila praktik sosial baru berbeda dengan sebelumnya dan kemudian menjadi
rutinitas baru yang diakui dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat maka yang
156
terjadi adalah transformasi struktur (dalam Soetomo, 2011:10). Prasyarat bagi
akan ada jaminan bahwa berbagai kegiatan di masyarakat akan tetap berlangsung
sosial, dimana modal sosial merupakan faktor yang penting, perlu diidentifikasi dan
dikembangkan dalam rangka proses belajar sosial tersebut. Seperti apa yang telah
dipaparkan pada bab sebelumnya, modal sosial merupakan energi sosial yang
berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pihak eksternal (fasilitator) kurang
kesalahan dalam pendekatan yang terjadi justru semakin mereduksi potensi modal
sosial.
setempat, hal inilah yang berhasil diinisiasi Pemerintah Desa dalam proses
penguatan modal sosial (wawancara Sekretaris Desa Gunungpring, pada tgl. 14 Juli
2011 pkl. 09.18). Selain nilai-nilai budaya, elemen modal sosial yang dinilai penting
(civil society) yang kuat, struktur sosial yang tidak timpang, kepemimpinan lokal
yang kuat, sistem moral dan hukum yang kuat, serta penyelenggaraan pemerintahan
yang baik.
157
Seperti yang telah dibahas diawal, kondisi sosial budaya masyarakat di Desa
Gunungpring yang baik, diikuti dengan etos kerja yang tinggi dan kepemimpinan
lokal yang kuat membuat fasilitasi di tingkat desa yang menghasilkan usulan yang
berbasis pada kebutuhan dan prioritas yang jelas. Proses eliminasi usulan di tingkat
Menurut Bapak Djamal anggota BKM Mandiri Gunungpring, BKM Mandiri Desa
berbagai persoalan sosial yang terjadi di masyarakat. Hal ini dikarenakan BKM,
modal sosial. Harus diakui bahwa pangkal modal sosial adalah pada lingkungan
sosial awal. Baik dalam kelompok maupun masyarakat tertentu. Apabila dalam
masyarakat sudah kehilangan modal sosial, maka intervensi apapun yang dilakukan
oleh pihak luar tidak akan terlalu mempengaruhi derajat modal sosial di masyarakat
tersebut. Sebab, sejalan dengan apa yang telah dipaparkan oleh Soetomo (2009:
didapatkan.
158
Menurut pemaparan Yusuf Ahmad, warga Dusun Karaharjan Gunungpring
yang juga merupakan Asisten Dosen Jurusan MKP Fisipol UGM (wawancara tgl. 23
April 2011 pkl. 13.46), modal sosial masyarakat Desa Gunungpring yang kuat
didukung dengan adanya rasa saling percaya dan kepatuhan terhadap aturan kerja
Hal ini dikarenakan mereka memiliki nilai tawar yang lebih tinggi dalam
sesuai dengan kriteria atau nilai yang mereka kembangkan sendiri, serta tercipta
sosial, sikap saling percaya, kohesifitas sosial, pranata sosial, dan saling tukar
kebaikan di masyarakat sudah terbentuk dengan kuat, maka program yang diberikan
oleh pemerintah akan bisa diterima dengan baik. Faktor-faktor eksternal yang
159
Perbedaan persepsi di masyarakat atas pemberian program pengentasan kemiskinan
pemerintah yang selama ini masih memahami bahwa PNPM Mandiri Perkotaan
sebagai program bantuan murni adalah salah satu evaluasi bagi pemerintah untuk
bisa mengubah paradigma masyarakat agar tidak melulu bergantung pada bantuan
dari pemerintah. Dengan demikian, realitas yang dianggap masalah sosial seperti
pendekatan target dan top-down, pengabaian nilai-nilai modal sosial setempat dan
bias outsiders, kurangnya partisipasi, pendekatan yang tidak holistik dan ilusi
investasi harus bisa mendorong atau memberi inspirasi bagi munculnya usaha untuk
sosial setempat menjadi faktor penting dan dominan. Modal sosial tersebut dinilai
kondisi ideal yang didambakan, yakni kondisi masyarakat yang sejahtera (social
welfare). Berdasarkan pada keadaan diatas, maka memunculkan sebuah tesis awal
bahwa apapun dan berapa pun yang diberikan pemerintah akan berhasil membawa
telapak tangan jika tidak ada keseriusan untuk mewujudkan kondisi ideal tersebut.
160
struktur masyarakat. Sehingga pada akhirnya individu dalam suatu masyarakat tidak
dapat mengkoordinir tindakan untuk mencapai tujuan secara maksimal dalam proses
berkelanjutan.
TABEL 4.1
BEBERAPA PERBEDAAN KOMPONEN MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN
DALAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN
DI KELURAHAN MUNTILAN DAN DESA GUNUNGPRING
Program peningkatan Relatif kecil dan kurang Relatif besar dan cukup
partisipasi masyarakat beragam beragam
Intensitas dan keberlanjutan Relatif kurang intensif dan Relatif intensif dan tampak
fasilitasi tidak berlanjut berlanjut
Solidaritas dan kohesifitas Lemah dan kurang Cukup kuat dan berkembang
sosial setempat berkembang
Manajemen dan Relatif lemah dan belum Relatif kuat dan berkembang
keorganisasian masyarakat berkembang sehat
Kepercayaan diri dan Relatif rendah dan kurang Relatif tinggi dan cukup
kewirausahaan lokal berkembang berkembang
161
B. Analisis Sikap dan Cara Pandang Masyarakat dalam Memahami Modal Sosial
Setempat
dilakukan oleh setiap anggota kelompok untuk memperbaiki nasib secara bersama-
perkembangan anak dan banyak keuntungan lainnya yang dapat diperoleh. Bangsa
yang memiliki modal sosial tinggi akan cenderung lebih efisien dan efektif
dalam jaringan sosial, sikap saling percaya, kohesifitas sosial, pranata sosial, saling
162
yang kompleks. Umumnya masyarakat perkotaan di Indonesia tidak jauh
2010).
diikutinya justru lebih sedikit dibanding dengan lima tahun yang lalu.
163
Penyebabnya beragam, utamanya adalah karena kesibukan dalam bekerja
basa-basi dan tidak di bekali dengan ketulusan, hal ini sejalan dengan apa
yang dipaparkan oleh Bapak Muh. Taslim (wawancara tgl. 21 Juli 2011
164
“…..pancen kegiatan koyo kerja bakti mlaku, tapi
kegiatan-kegiatan sing dibiayai pemerintah gur
masyarakat tertentu wae sing gelem guyub, itupun kalau
danane besar dan nguntungke…..”
dianggap tidak penting, namun disangka bahwa semua akan berjalan dan
Muntilan.
modal sosial yang paradigmatik dan teknis. Warisan agama yang turun-
165
perkembangan modal sosial setempat. Keberagaman yang ada di
dipaksakan ini, lambat laun dapat menimbulkan konflik jika di salah satu
masyarakat.
keputusan, kebijakan dengan orang kecil yang tidak tahu apa-apa dan
hanya menanggung dampak dari keputusan yang dibuat. Hal inilah yang
166
pemerintahan dan kepemimpinan Lurah tidak mampu menembus
penguatan modal sosial relatif kecil. Gambaran yang sama juga terlihat
Ketua RW VIII. Modal sosial tingkat desa/kelurahan akan kuat jika bisa
167
RW IX dan seterusnya. Selain itu, modal sosial tingkat desa/kelurahan
2. Pranata Sosial
spiritual, status sosial, dan aktualisasi diri; peningkatan taraf hidup; dan
bermanfaat untuk masa darurat. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Bapak Muh. Taslim diatas (wawancara tgl. 21 Juli 2011 pkl. 11.37),
168
pada akhirnya memunculkan karakter voluntaris di masyarakat, yang
juga bisa dilihat dari adanya pendanaan kelompok yang bersumber dari
April 2011 pkl. 19.00), hal tersebut dengan jelas menegaskan bahwa
tujuan tertentu saja, sehingga ketika tidak ada tujuan yang jelas jaringan
ditingkat itu saja, karena hasilnya hanya akan terbatas pada kinerja
keahlian, generasi dan dari jejaring yang lain pula. Karena jika social
169
bridging tidak dilakukan maka ikatan kuat dalam kelompok kecil
terjadi.
batin, norma, dan nilai individual yang merupakan variabel personal dan
170
merupakan nilai publik komunitas, atau masyarakat, atau bangsa, yang
hilang.
171
Ketika salah satu pihak tidak lagi bisa menjaga gejolak negatif
yang merupakan warisan dari masa lalu ini, maka konflik di masyarakat
tak kan lagi bisa terbantahkan. Hal inilah yang menjadikan usaha yang
masing.
orang-orang maupun individu dari etnis yang sama. Hal ini memang
dibentuk oleh dasar ikatan genealogis dan identitas yang sama, namun
jika terus dibiarkan tanpa adanya usaha untuk menyatukan visi dan misi
keuangan. Masyarakat mulai merasa tidak percaya pada orang lain dalam
hal utang-piutang uang, terutama jika yang akan meminjam adalah orang
172
yang memiliki perbedaan dasar ikatan genealogis dan identitas. Hal
perawat dan dokter, serta tokoh agama. Hal inilah yang seharusnya bisa
sehingga tercipta suatu social linking yang positif dan dapat bekerja
teladan di desanya adalah Bapak Iryanto, Kepala Desa terpilih yang kini
173
Masyarakat di Desa Gunungpring cenderung menilai sebagian
dan budaya
Hal ini tampak dari adanya rasa saling memiliki dan rasa saling
sikap egaliter, toleransi dan kemurahan hati. Hal ini sesuai dengan
definisi trust yang dipaparkan oleh Badaruddin et al. (2005). Sikap saling
174
saling memiliki, maupun rasa saling tukar kebaikan yang selama ini
terjalin kuat perlahan-lahan akan memudar. Lambat laun hal ini akan
cenderung bersikap apatis dan hanya menunggu apa yang diberikan oleh
pemerintah. Jika rasa saling mempercayai luntur maka yang akan terjadi
pergeseran karena tidak selalu harus berupa tenaga, tapi juga dalam
bertukar kebaikan masih cukup kuat dan akan selalu bisa menjadi
175
warisan turun-temurun kepada anak dan cucu mereka kelak. Hal ini
kereratan, dan saling menarik dari warganya. Bahkan hingga saat ini
sosial.
Bila ada warga yang tidak berpartisipasi, tidak ada kritik atau
176
pribadi warga, keterlibatan mereka dalam program-program pengentasan
jika ada warga yang mendapat musibah, maka secara otomatis sebagian
orientasi nilai yang relatif terbuka, sehingga resiprositas yang kuat akan
masyarakat lain. Hal ini dikarenakan sikap dan orientasi nilai yang
5. Kohesifitas Sosial
177
heterogen. Perbedaan yang ada di masyarakat jarang menimbulkan
tinggi.
etnis Jawa dan Cina, juga antara warga Muslim dan non Muslim terpisah.
178
Desa Gunungpring relatif lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang ada
di Kelurahan Muntilan.
KS-1, KS-2, KS-3, dan KS-3+ pun tidak menjadi permasalahan serius.
bergilir.
wilayah yang agak terpencil. Namun dengan adanya ojek dan motor yang
masyarakat tidak perlu lagi memutar jauh untuk sampai ke pusat kota.
179
bisa melakukan perjalanan ke luar daerahnya 1 hingga 7 kali setiap
minggunya.
7. Tindakan Proaktif
tidak hanya sebatas memberikan suara pada pemilu, pilpres, dan pilkada.
180
praktiknya masyarakat umum jarang dilibatkan dalam forum tersebut.
ditentukan oleh kuatnya modal sosial setempat. Selain itu, kualitas program
pengembangan modal manusia atau SDM. Berdasar analisis sikap dan persepsi
sangat baik dan bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Ini
Hal ini sejalan dengan apa yang berhasil diraih oleh Desa Gunungpring di
181
arah yang cukup baik dengan rendahnya pengangguran yang telah terserap pada
bidang kerajinan dan industri kecil yang inovatif, kreatif, dan sangat bersinergi
PNPM Mandiri Perkotaan telah dapat diterima dan diikuti oleh masyarakat Desa
lebih baik dibanding di Kelurahan Muntilan. Sehingga, bisa dimengerti jika derajat
kurang.
TABEL 4.2
PERBANDINGAN MASYARAKAT BERDASARKAN
KONTINUM MODAL SOSIAL
182
Kepentingan Instrumental Transendental
Bersama
Pilihan Bersuara, berusaha untuk memperbaiki Setia, menerima apapun jika hal itu baik
syarat pertukaran untuk kepentingan bersama
Fungsi Independen, dengan utilitas bagi diri Interdependen positif, lebih banyak
Utilitas sendiri diperbesar melalui kerjasama penekanan diberikan bagi kemanfaatan
orang lain daripada keuntungan diri
sendiri
Terbentuknya jaringan kerja sama seperti yang telah dipaparkan diatas mengandung
diibaratkan pencampuran elemen gula, air panas, dan teh untuk menghasilkan
menghasilkan air (H2O). Jika kesadaran kolektif di masyarakat bisa diarahkan untuk
melakukan kerja sama dalam kegiatan umum (Pretty, 2003). Seperti dalam memberi
akses dalam pelayanan perekonomian, maka saat itulah baru bisa dikatakan bahwa
183
Ciri khusus dari modal sosial yang dimiliki oleh kelompok masyarakat
miskin adalah ikatan yang kuat dan hubungan intensif diantara mereka. Namun
khususnya jika keterikatan yang terjadi antar kelompok sangat kuat. Modal sosial
sosial ke tingkat yang semakin parah. Kemiskinan kultural merupakan bentuk paling
akhir terjadinya degradasi sosial karena semakin lemahnya modal sosial setempat.
mengandalkan rehabilitasi fisik, peluang untuk berhasil relatif kecil. Namun jika
maka peluang keberhasilannya akan relatif besar. Dampak dari penguatan modal
sosial ini baru akan teramati setelah program-program pengentasan kemiskinan yang
telah diinisiasi oleh pemerintah bisa suistanable dan menjadi bagian dari
tercipta wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam
baik aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, maupun lingkungan (dalam Pranadji,
184
kasihan atau pengembangan sistem usaha perekonomian produktif berbasis fisik,
menghormati kearifan lokal milik bersama. Ada beberapa aspek yang menunjukkan
penguatan modal sosial, yaitu: adanya sikap saling percaya, terbentuknya kerja sama
dan kohesifitas, pranata sosial yang kuat, saling tukar kebaikan, serta perluasan
secara berkelanjutan, seperti apa yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Di
lapangan teramati bahwa kekuatan modal sosial tersebut dibangkitkan oleh sejumlah
nilai-nilai yang membentuk jaringan mutual trust, mutual respect dan mutual benefit
strategis.
masyarakat, sekaligus gabungan antara nilai rasa malu, empati, keberpihakan dan
altruisme merupakan hal yang sangat penting. Gabungan dari nilai-nilai penguatan
modal sosial yang telah dibahas sebelumnya merupakan komponen penting untuk
secara berkelanjutan. Suatu kelompok masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi
mudah. Hal ini memungkinkan terjadi terutama pada masyarakat yang terbiasa
hidup dengan rasa saling mempercayai yang tinggi. Masyarakat yang bersatu dan
185
Kekuatan modal sosial di tingkat RW/dusun juga terlihat sangat menentukan
sosial di tingkat RW/dusun pada setiap desa/kelurahan tidaklah sama. Hal tersebut
hari untuk membangun modal sosial setempat. Peran kepemimpinan sangat penting
umumnya memiliki pengaruh lebih nyata dalam membangun dan memelihara modal
menguatkan modal sosial setempat dinilai memberikan jaminan lebih baik daripada
harus mengandalkan pada tokoh formal atau tokoh dari desa/kelurahan yang belum
dan resiprositas masyarakatnya yang ditandai dengan tingginya aksi kolektif dan
kerjasama antar warga masyarakat. Meski daerah rural, namun informasi dan
komunikasi sudah dapat diakses secara luas, dan sudah mulai mengandalkan
teknologi informasi modern seperti internet. Kohesi dan inklusivitas sosial relatif
konvensional dengan memberi suara dalam pemilu dan pilkada relatif tinggi. Hal ini
186
juga diimbangi dengan tingginya tidakan proaktif (partisipasi politik) yang bersifat
secara umum, bersifat sustainable, dan kolektif. Meski kelompok yang dominan
permukiman itu sendiri, namun akses terhadap sumber daya dari luar yang
semestinya terbatas ternyata bisa diatasi dengan adanya keterbukaan antar warga
masyarakat. Keterbukaan ini mengakibatkan informasi baru dari luar dengan cepat
terserap dan masyarakat di level bawah tak lagi gagap teknologi. Hubungan dengan
Masyarakat sudah mulai berdaya dan bisa berbaur dengan lingkungan di luar
ekonomi setara memang masih tinggi, namun hal ini tidak menyebabkan masyarakat
jaminan sosial tradisional yang dikumpulkan satu bulan sekali dalam kegiatan
senantiasa siap membantu mengurangi beban. Modal sosial setempat pun dapat
187
Lembaga-lembaga lokal yang kuat dengan berbagai kreativitas yang dihasilkan oleh
tokoh masyarakat sangat diperlukan sehingga tokoh masyarakat yang ada tidak
kerjasama dengan kelompok lain intra dan ekstra komunitas. Pemberian insentif,
net, misalnya pembangunan sentra kerajinan di sekitar kawasan wisata juga dapat
penanggulangan kemiskinan.
188
TABEL 4.3
PEMANFAATAN MODAL SOSIAL DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN
DI DESA GUNUNGPRING (WILAYAH RURAL)
189
Masyarakat di Kelurahan Muntilan yang bercorak urban di wilayah selatan,
dan rural-pertanian di wilayah utara, atau bisa disebut sebagai kawasan ”pheri
organisasi massa, partai politik, dan koperasi, juga sudah berkembang sehingga
karena biasanya baru terlibat dalam suatu kegiatan jika diundang. Tingkat
masyarakat akan saling bertukar kebaikan jika didasari oleh motif-motif tertentu
yang menguntungkan, misalnya agar bisa dipandang oleh orang lain, agar disegani
di masyarakat, dll.
Aksi kolektif dan kerjasama di dalam kelompok relatif kuat, namun di luar
menjadi beban daripada modal bagi suatu wilayah. Hal ini terlihat dari munculnya
diisolasi dari persoalan publik. Permasalahan agama yang sudah mengakar rumput
190
keagamaan di Kelurahan Muntilan, yang kini mulai mengalami kemunduran atas
rasa dan semangat kebersamaan yang sudah dibangun. Intoleransi semakin menebal
ditandai dengan meningkatnya rasa benci dan saling curiga diantara kelompok
masing kelompok.
sayang, tenggang rasa, dan semangat untuk berbagi. Intoleransi muncul akibat
bahwa nilai dasar dari setiap agama adalah toleransi. Akibatnya, muncul intoleransi
antarumat beragama yang bisa menjadi duri dalam daging bagi kehidupan
“versi” agama. Perilaku terkait agama seolah berada di luar hukum sekuler.
Saat ini orang miskin semakin banyak, namun yang naik haji juga banyak.
Ini karena agama kurang dikontektualisasikan dan dijadikan solusi atas berbagai
masalah sosial. Jadi kurang adanya pembahasan tentang tanggung jawab sosial umat
beragama. Sebagai contoh dalam Islam ada ajaran untuk menyantuni orang miskin.
Sedangkan bagaimana cara orang bisa zakat, kemana zakat disalurkan dan
bagaimana zakat itu dikelola agar bermanfaat bagi kaum dhuafa masih kurang
191
Suburnya sikap penolakan yang berujung hambatan beribadah bagi umat lain
yang semestinya terjadi di negara komunis, justru melanda kota kecil di negara yang
secara langsung berperan dalam mendisiplinkan warga agar tidak membiasakan diri
menebar kebencian primordial nyatanya justru larut dalam situasi tersebut. Agama
yang seharusnya bisa menjadi energi positif dalam penguatan modal sosial justru
kekitaan.
Secara garis besar kohesi dan inklusivitas sosialnya pun relatif rendah karena
partisipasi politik yang bersifat konvensional (memberi suara dalam pemilu dan
kepemimpinan yang baik. Akses terhadap sumber daya dari luar cukup tinggi,
Ketimpangan kekuatan modal sosial antara wilayah utara dan selatan pun
kentara terlihat. Paling tidak ada tiga penyebab terjadinya ketimpangan kekuatan
192
modal sosial tersebut, yakni karena perbedaan gaya kepemimpinan, manajemen
sosial, dan hubungan elit dengan anak buah. Di wilayah selatan yang notabene lebih
yang terdapat di wilayah utara. Hal ini menyebabkan modal sosial di level kelurahan
lemah dan mudah terombang-ambing karena sulitnya dibangun social bridging yang
dilakukan melalui hubungan formal, misalnya dengan meminjam uang ke bank, dll.,
dan dampaknya belum dirasakan oleh komunitas secara keseluruhan. Cukup banyak
jenis pelayanan yang dapat diperluas aksesnya, namun karena hubungan sosial
193
jangkauannya semakin luas. Konsep “kekitaan” harus dikelola menjadi sebuah
modal sosial untuk menjadi bangsa yang maju dan terhormat sehingga mampu
lingkungan komunitas dengan kualitas sumber daya manusia yang relatif terdidik
tingkat RW, Kelurahan atau Kecamatan) dapat mengembangkan ruang publik yang
dengan membangun sarana olahraga, taman, pasar, dll., sehingga tidak ada gap atau
masyarakat yang relatif mampu secara ekonomi dapat didorong untuk berpartisipasi
dimaklumi dan diterima dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat, maka
masyarakat.
194
TABEL 4.4
PEMANFAATAN MODAL SOSIAL DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN
DI KELURAHAN MUNTILAN (WILAYAH PHERI URBAN)
Kelompok dominan adalah Modal sosial belum bisa Pengembangan modal sosial
kelompok keagamaan, dimanfaatkan untuk diarahkan untuk
kelompok profesi, dan pemenuhan kebutuhan atau mengembangkan kapasitas
kelompok warga di pengentasan kemiskinan. berorganisasi, membangun
lingkungan permukiman. jejaring kerjasama dan
Untuk mengatasi masalah partisipasi di ranah publik
Tingkat partisipasi individu kemiskinan dilakukan yang makin luas.
cenderung rendah, melalui hubungan formal,
masyarakat cenderung apatis. misalnya dengan meminjam Keberadaan institusi mediasi,
uang ke bank, dll., sehingga seperti ormas, parpol, dan
Tingkat kepercayaan dan pola hubungan sosial kelompok profesi di
proaktivitas di masyarakat bersifat kontraktual. lingkungan komunitas dengan
secara umum relatif rendah. kualitas sumber daya manusia
Hubungan dengan yang relatif terdidik dapat
Aksi kolektif dan kerjasama di kelompok-kelompok di luar diberdayakan untuk
dalam kelompok relatif kuat, lingkungan permukiman menjembatani aspirasi
namun di luar kelompok banyak dilakukan tetapi masyarakat dengan
(antar kelompok) cenderung bersifat personal dan pemerintah dalam pembuatan
rendah. dampaknya belum dirasakan kebijakan.
oleh komunitas secara
Akses informasi dan keseluruhan. Pemerintah setempat (di
komunikasi relatif tinggi. tingkat RW, Kelurahan atau
Akses terhadap sumber daya Kecamatan) dapat
Kohesi dan inklusivitas sosial dari luar pun cukup tinggi, mengembangkan ruang publik
relatif rendah karena sehingga dapat yang memungkinkan
masyarakatnya heterogen dan dimanfaatkan untuk terjadinya interaksi sosial yang
cenderung individualistis. mengembangkan jejaring lebih luwes antarwarga,
kerjasama yang lebih luas misalnya dengan membangun
Tidakan proaktif berupa dengan melibatkan lebih sarana olahraga, taman, pasar,
partisipasi politik yang banyak pelaku. dll.
bersifat konvensional
cenderung rendah. Hubungan dengan Kelompok masyarakat yang
kelompok-kelompok di luar relatif mampu secara ekonomi
Partisipasi politik yang lingkungan permukiman dapat didorong untuk
bersifat otonom, cenderung banyak dilakukan tetapi berpartisipasi dengan
tinggi ketika hal tersebut bisa bersifat personal dan mengembangkan skema
mengakomodasi kepentingan dampaknya belum dirasakan kemitraan sosial, untuk
pribadi masing-masing oleh komunitas secara membantu penyediaan fasilitas
maupun kepentingan keseluruhan. publik yang dapat digunakan
golongan tertentu. bersama.
Modal sosial belum
dimanfaatkan untuk
menunjang kegiatan-
kegiatan produktif karena
kecenderungan hubungan
sosial yang individualistis
dan kontraktual.
195
Dari segi politik, keragaman di suatu negara merupakan pemicu timbulnya
konflik dan ketidakstabilan politik. Ada pula yang menghubungkan konflik dengan
sistem politik. Studi sementara memberi dukungan kepada pernyataan bahwa negara
yang menerapkan demokrasi atau autokrasi secara murni akan menekan timbulnya
keluh kesah, sementara autokrasi tidak memberi ruang bagi mobilisasi massa,
sehingga peluang bagi konflik yang terbuka akan terbungkam. Akan tetapi bagi
negara yang berada diantara demokrasi dan autokrasi atau yang sedang dalam proses
kebijakan ekonomi. Hal ini terkait dengan hancurnya institusi-institusi ekonomi dan
institusi yang mengatur manajemen konflik sebagai akibat dari konflik itu sendiri.
ekstra keras dalam membangun rasa modal sosial diantara mereka ketimbang
masyarakat yang homogen. Ketimpangan ekonomi, akses politik, dan hal lain yang
termasuk dalam perbedaan suku, agama, dan ras akan dengan mudah tersulut
menjadi konflik. Kemajemukan dalam hal sistem nilai dan norma ikut
kepentingan.
196
berkembang di masyarakat. Oleh karenanya, model yang dianggap sesuai adalah yang
mengacu pada evolusi modal sosial secara menyeluruh. Untuk mencapai hal tersebut perlu
dilengkapi dengan adanya sikap saling percaya, terbentuknya kerja sama dan kohesifitas,
pranata sosial yang kuat, saling tukar kebaikan, serta perluasan jaringan (bermakna
peningkatan partisipasi) guna peningkatan daya saing kolektif secara berkelanjutan yang
munculnya kekuatan masyarakat dan bangsa, tidak saja akan kehilangan fondasi
kemasyarakatan yang kuat, tetapi juga akan mengalami stagnasi dan kesulitan untuk
keluar dari berbagai krisis yang dialami. Sebagai energi, modal sosial akan efektif
oleh pemerintah maupun oleh pihak-pihak lain (dalam Soetomo, 2011: 11)
Seyogyanya, peran pemerintah dalam hal ini dipandang sebagai representasi campur
hanya sekedar melibatkan mereka dalam proses kebijakan (reach out atau inklusif)
memiliki strata ekonomi yang lebih mapan (scaled up), sehingga akan terbentuk
197
Mengingat bahwa budaya patron-client masih hidup dengan subur, terutama
di kawasan yang bercorak rural, maka kegiatan pengembangan modal sosial tidak
pula. Karena itu, hal pertama yang harus dilaksanakan, adalah memberikan
khusus. Belum lagi berbagai bencana alam yang tidak pernah berhenti mendera
harga bahan pokok, perbaikan pelayanan dan fasilitas kesehatan, mahalnya biaya
pendidikan, yang tentu saja akan dengan mudah mendorong mereka jatuh dalam
kesehatan, pelayanan publik dan standar kesehatan, Indonesia masih tertinggal dari
negara lain yang berpendapatan menengah. Tingginya tingkat kerawanan gizi anak
dan kematian ibu, serta kurangnya akses pendidikan, perekonomian, air bersih dan
sanitasi adalah masalah yang sering dialami oleh penduduk miskin. Oleh karenanya,
198
tantangan yang harus kita jawab adalah bagaimana mengentaskan kemiskinan di
jangan hanya dijadikan obyek dalam pembangunan, namun harus dijadikan sebagai
seperangkat nilai yang dijunjung bersama. Perangkat itulah yang menghasilkan rasa
sosial yang terdiri atas jaringan (network), norma (norms), dan kepercayaan sosial
(social trust). Unsur-unsur tersebut terbukti dan terus diyakini mampu menjadi
sosial di sini bisa dimaknai sebagai sumberdaya kelompok masyarakat yang berasal
dari jaringan sosial yang terlembagakan dengan baik, sehingga para anggota
rapi menjadi suatu hubungan jangka panjang yang didasari oleh rasa kepedulian dan
perhatian.
199
Dengan demikian, kelompok masyarakat seperti arisan ibu-ibu, kelompok
lain sebagainya, merasa memiliki kewajiban terhadap pihak lainnya. Hal tersebut
mekanisme tanggung jawab muncul dari diri internal warga, bukan karena dorongan
maupun paksaan pemerintah melalui perangkat keras berupa regulasi. Hal ini juga
secara mandiri.
keretanan yang terjadi akibat adanya dinamika sosial maupun perubahan gaya hidup
di suatu masyarakat.
200
Kedua, di tataran antarindividu (komunitas/kelompok masyarakat seperti
diri dari dominasi elit, mendorong adanya stimulasi internal dalam proses
(2001), terdapat tiga hal yang bisa dipaparkan beserta contoh teknisnya.
Pertama, social bonding. Dalam kerangka ini, modal sosial dikembangkan dengan
Paguyuban Masyarakat Tiong Hoa, dan berbagai paguyuban dengan latar belakang
semangat kedaerahan yang sempit, melainkan harus dipahami sebagai kultur warga
masyarakat kita. Modal sosial itulah yang harus dipupuk untuk tujuan mewujudkan
201
masyarakat madani. Kelompok-kelompok masyarakat dengan latar belakang
kekerabatan atau basis kedaerahan mempunyai rasa empati dan kebersamaan yang
luar biasa. Di antara mereka timbul rasa saling menyayangi, saling percaya, dan
saling berkewajiban satu sama lain. Jika ada satu saja anggota kelompok yang
melanggar norma, mereka dikenakan sanksi moral dari anggota kelompok lainnya.
(social order). Nilai-nilai tersebut bisa dijadikan sebagai pintu masuk untuk
memupuk rasa kebersamaan antar warga dalam mengatasi persoalan yang timbul
akibat kemiskinan. Jika ada anggota dari suatu kelompok tertimpa musibah,
misalnya sang anak mengalami kecelakaan, maka anggota kelompok lain akan
202
TABEL 4.5
DINAMIKA MASYARAKAT BERDASARKAN SOCIAL BONDING
Dinamika Masyarakat Berdasarkan Social Bonding
Kelurahan Muntilan Desa Gunungpring
a. Dalam dinamika masyarakat yang heterogen dan a. Dalam dinamika masyarakat yang homogen
berkarakteristik latar belakang budaya serta latar belakang budaya serta kearifan lokal
kearifan lokal sering bertabrakan dengan hukum cenderung sejalan dengan hukum positif.
positif.
b. Modal sosial yang berlandaskan dengan prinsip-
b. Warisan sejarah yang ada di masyarakat justru prinsip “religiusitas” di wilayah Gunungpring
menimbulkan efek yang negatif bagi berkembang begitu pesat.
perkembangan modal sosial setempat.
c. Prinsip keterbukaan, kebebasan, persamaan,
c. Keberagaman yang ada di Muntilan mewarisi dan kemajemukan yang merupakan warisan
gejolak negatif dari masa lalu yang dapat turun menurun telah memberikan inspirasi
mengakibatkan perkembangan modal sosial terhadap perubahan-perubahan sosial yang saat
cenderung berada pada titik kebuntuan. ini tumbuh kuat.
e. Motivasi masyarakat untuk terlibat dalam e. Motivasi masyarakat untuk terlibat dalam
kegiatan kelompok-kelompok yang ada di kegiatan kelompok-kelompok yang ada di
lingkungan permukimannya relatif tinggi, lingkungan permukimannya tinggi, sehingga
meskipun hal ini tidak secara langsung secara langsung berkorelasi dengan tingkat
berkorelasi dengan tingkat keaktifannya dalam keaktifannya dalam berorganisasi.
berorganisasi.
f. Partisipasi masyarakat baik di dalam kegiatan
f. Partisipasi masyarakat baik di dalam kegiatan yang diinisisasi oleh kelompok keagamaan
yang diinisisasi oleh kelompok keagamaan patut maupun kelompok lain di lingkungan sangat
diacungi jempol, sehingga kelompok tersebut tinggi.
“tumbuh subur” di antara kelompok non
keagamaan. g. Masyarakat cenderung menilai bahwa orang-
orang di sekitarnya, meskipun memiliki
g. Tingginya tingkat kepercayaan yang terjadi di perbedaan latar belakang sosial, ekonomi, dan
masyarakat hanya terhadap orang-orang maupun budaya, dapat dipercaya.
individu dari etnis yang sama.
h. Deposit kepercayaan di kalangan masyarakat
h. Ada kecenderungan menurunnya tingkat masih cukup tinggi dan dalam pergaulan sehari-
kepercayaan masyarakat menyangkut masalah hari tingkat kepercayaan ini masih
keuangan, sehingga mereka mulai merasa tidak menunjukkan tingkat yang positif, termasuk
percaya pada orang lain dalam hal utang-piutang, dalam hal utang-piutang.
terutama jika yang meminjam adalah orang yang
memiliki perbedaan ikatan genealogis/identitas. i. Adanya rasa saling memiliki dan rasa saling
tukar kebaikan antar warga masyarakatnya
i. Hubungan kerjasama dibiarkan berada dalam memungkinkan mereka saling bersatu dan
kedangkalan dan berhenti pada tingkat basa-basi berkontribusi pada peningkatan modal sosial.
dan tidak di bekali dengan ketulusan.
j. Sebagian besar masyarakat di Desa
j. Sulitnya pemerintah berbagi susah dan masalah Gunungpring menyatakan ikut serta dalam
dengan masyarakat bawah membuat masyarakat kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat
enggan ikut serta dalam kegiatan kolektif. secara sukarela.
203
Kedua, social bridging. Dalam kerangka ini, terdapat relasi antar kelompok
yang lebih luas dibanding kerangka social bonding. Terdapat jembatan sosial yang
kesadaran untuk membentuk kelompok yang lebih luas sebagai refleksi dari
kelemahan yang ada pada kelompok sebelumnya yang lebih sempit. Bentuk modal
sosial ini juga biasa disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, grup,
melalui interaksi sosial. Dengan demikian institusi sosial tetap eksis sebagai tempat
memungkinkan adanya diseminasi informasi yang lebih kuat, terakar, dan cepat.
Social Bridging bisa juga dilihat dengan adanya keterlibatan umum sebagai
berbagai persoalan kemiskinan juga lebih mudah dilakukan karena modal sosial
sudah berjalan dengan struktur yang rapi dan kuat. Proses integrasi sosial di dalam
kerangka ini memudahkan perwujudan cita-cita bersama dalam upaya perbaikan dan
204
TABEL 4.6
DINAMIKA MASYARAKAT BERDASARKAN SOCIAL BRIDGING
Dinamika Masyarakat Berdasarkan Social Bridging
Kelurahan Muntilan Desa Gunungpring
a. Latar belakang masyarakat di Kelurahan a. Latar belakang masyarakat Desa Gunungpring
Muntilan yang berbeda mengakibatkan yang turun-temurun sebagai pedagang,
banyaknya keinginan masyarakat untuk “berjalan membuat masyarakatnya terbuka dalam
sendiri-sendiri”. menerima berbagai perbedaan di lingkungan.
b. Sikap dan orientasi nilai yang berkembang di b. Masyarakat Gunungpring memiliki sikap dan
beberapa kelompok masyarakat relatif tertutup, orientasi nilai yang relatif terbuka, sehingga
sehingga resiprositas yang kuat akan bernilai resiprositas yang kuat akan memberikan
positif untuk lingkungan sosialnya sendiri dan dampak positif yang lebih luas, baik untuk
tidak menghasilkan nilai positif bagi kelompok lingkungan sosial sendiri maupun untuk
lain. kelompok masyarakat yang lain.
e. Proses institusionalisasi dan berbagai upaya yang e. Proses institusionalisasi dapat berlangsung
dilakukan oleh pihak eksternal dalam rangka melalui proses belajar sosial, dimana modal
pemberdayaan memang dinilai kurang mampu sosial merupakan faktor yang penting, perlu
menumbuhkembangkan potensi modal sosial diidentifikasi dan dikembangkan dalam rangka
yang ada di masyarakat. proses belajar sosial tersebut.
f. Kehidupan kelompok pada masyarakat yang f. Adanya sikap yang inklusif di masyarakat
berpandangan “konservatif” dan ekslusif memungkinkan diperluasnya jaringan kerjasama
biasanya memiliki radius modal sosial yang dengan berbagai pihak dari luar.
pendek yang menghasilkan pandangan negatif
terhadap kelompok di luarnya. g. Keseragaman tipologi modal sosial antar dusun,
menjadikan keberhasilan program pengentasan
g. Kesenjangan modal sosial yang terjadi antar RW kemiskinan di tingkat desa terasa secara nyata
yang berdekatan menunjukkan kemungkinan dan pelaksanaannya bisa berjalan dengan lancar.
adanya ketidakharmonisan hubungan antar RW
dalam satu kelurahan. h. Penguatan modal sosial diawali dari penguatan
nilai-nilai budaya di tingkat dusun, hal inilah
h. Tingkat ketergantungan masyarakat di tingkat yang berhasil diinisiasi oleh pemerintah di
RW yang memiliki kemampuan untuk tingkat desa.
membangun modal sosial mandiri relatif kecil,
tidak terlalu terpengaruh pemerintah i. KSM yang terbentuk rata-rata telah mampu
menyusun proposal pengajuan dana secara
i. KSM yang terbentuk dimaknai karena adanya mandiri hingga mencapai hasil yang baik.
kepentingan akan pinjaman dan semata-mata Kemajuan dalam pengelolaan kelembagaan tidak
hanya untuk pencairan dana. Jarang ada KSM terlepas dari komitmen dan kerjasama antar
yang mengadakan pertemuan untuk menyusun KSM, UP, serta itikad baik dari semua anggota
rencana kerja maupun kegiatan tahunan anggota, masyarakat untuk menjalankan sistem yang
hal ini dikarenakan kurangnya komitmen dan telah disepakati bersama.
kerjasama antara KSM, UP, dan anggota
masyarakat itu sendiri.
205
Ketiga, social linking. Dalam kerangka ini, relasi di dalam masyarakat sudah
diartikan secara jauh lebih luas. Relasi dalam mekanisme ini melibatkan satu
kekuatan sosial dengan kekuatan sosial lainnya. Social linking merujuk pada sifat
dan luas hubungan vertikal diantara kelompok orang yang mempunyai saluran
terbuka untuk mengakses sumberdaya dan kekuasaan dengan siapa saja. Hubungan
antara pembuat kebijakan dan elit politik dengan kelompok masyarakat sipil (LSM,
umum (seperti negara dan institusinya) adalah pusat untuk kegunaan dan
pemerintahan dipandang khalayak sebagai tokoh, dan mempunyai status sosial dari
satu kepentingan tertentu untuk suatu tujuan sekaligus kebutuhan untuk menjalin
Dalam konteks ini, para pengambil kebijakan yang mayoritas adalah elit
politik dapat membangun relasi dengan kelompok masyarakat sipil terkait upaya
kehidupan yang layak melalui sosok yang bisa dipercaya dan bisa menjadikan
massa untuk mendapat kepercayaan, suara, dan dukungan dari masyarakat agar bisa
berpadu dalam sebuah modal sosial yang kuat jika memang benar-benar
didayagunakan.
206
TABEL 4.7
DINAMIKA MASYARAKAT BERDASARKAN SOCIAL LINKING
d. Banyaknya usulan yang menunjuk pada jenis d. Fasilitator Kelurahan yang gesit membuat proses
prasarana tertentu yang sebenarnya diusulkan pelaksanaan program lebih terarah, sehingga
oleh kelompok dominan saja. proses eliminasi usulan di tingkat selanjutnya
dilakukan dengan adanya pelibatan stakeholder
e. BKM Amanah Warga jarang dilibatkan dalam melalui perwakilan.
kegiatan perencanaan pembangunan sehingga
akses terhadap dokumen PNPM Mandiri e. BKM Mandiri Desa Gunungpring telah berhasil
Perkotaan belum maksimal. memegang peranan sebagai forum pengambilan
keputusan tertinggi di tingkat warga masyarakat,
f. Hingga saat ini belum ada kerja sama dengan sekaligus kendali untuk mengatasi berbagai
dinas/instansi lain dikarenakan sikap anggota persoalan sosial yang terjadi di masyarakat.
BKM masih eksklusif dalam lingkungan masing-
masing, di lain sisi juga karena egosentrisme f. Sikap yang inklusif dari BKM menjadikan
dari masing-masing instansi yang cukup tinggi. terbukanya jaringan-jaringan kerjasama dengan
berbagai dinas/instansi lain, sehingga seluruh
g. Kekuatan pemerintahan dan kepemimpinan kegiatan yang digulirkan bisa berjalan dengan
formal tidak mampu menembus masyarakat lancar karena adanya kolaborasi dari berbagai
lapisan bawah di tingkat RW pihak.
207
Dengan adanya penguatan modal sosial diharapkan masyarakat mampu
yang ada, mulai dari pemerintah, swasta, kelompok masyarakat sipil, warga, hingga
pelajar, bergandengan tangan dan berkolaborasi memupuk modal sosial yang telah
tersebut dapat memberikan kontribusi yang lebih besar untuk mengatasi berbagai
208
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
telah dilakukan, tetapi hasilnya masih saja jalan ditempat. Pelaksanaan PNPM
kondisi sosial budaya masyarakat yang baik, diikuti dengan etos kerja yang tinggi
terasa secara nyata dan pelaksanaannya bisa berjalan dengan lancar. Hal yang
kurang bisa dirasakan, bahkan program ini justru semakin mendegradasi modal
sosial di masyarakatnya.
masih mengabaikan masyarakat dari sistem yang telah mereka bangun. Perubahan
seluruh wilayah Indonesia tersebut ternyata masih berfokus pada pemenuhan hasil
yang dicoba diterapkan tidak cocok dengan perencanaan di level pemerintah paling
209
dikembangkan tetapi lebih kepada “aktor” yang memfasilitasi. Belum optimalnya
tertuang dalam Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perkotaan belum dapat
dilandaskan pada pemberian bantuan material berdasar semangat belas kasihan atau
pengembangan sistem usaha produktif berbasis fisik, tapi juga sangat ditentukan
tahap bonding (sebagai pengikat saja), belum dalam tahap bridging (sebagai
jembatan) yang menghubungkan seluruh potensi warga, apalagi dalam tahap linking
(sebagai jaringan sosial). Hal ini ditandai oleh: kelompok-kelompok yang terbentuk
persamaan etnik; persamaan strata ekonomi; yang memiliki ikatan yang kuat. Hal ini
dilaksanakan terbatas pada komunitas yang sama, dan pendanaan dalam kelompok
tersebut pada umumnya swadaya dari iuran anggota. Namun kini, hubungan antar
210
Hal ini menimbulkan berbagai prasangka negatif atas apa yang terjadi dan atas apa
yang dilakukakan oleh individu lain dikelompoknya, sehingga hal tersebut akan
yang pada akhirnya dapat mendegradasi modal sosial dari kehidupan masyarakat.
“kami”, budaya sinis antar kelompok masyarakat pun masih terasa kental, tidak
hanya yang terjadi antar kelompok keagamaaan, tetapi juga yang terjadi antara
memberikan perlakuan khusus pada kelompok tertentu yang dianggap sesuai dengan
tujuannya.
Lain halnya dengan modal sosial yang ada di Desa Gunungpring (rural).
Modal sosial di wilayah ini sudah memasuki tahap linking (sebagai jaringan sosial),
dimana hubungan kolektif yang terbangun di masyarakat diikuti dengan etos kerja
yang tinggi dan kepemimpinan lokal yang kuat membuat fasilitasi di tingkat desa
menghasilkan usulan yang berbasis pada kebutuhan dan prioritas yang jelas. Sikap
211
serta dapat menghilangkan kebiasaan diskriminatif dengan memberikan perlakuan
keluarga kondusif untuk menumbuhkan individu dengan modal sosial yang baik,
maka di lingkungan masyarakat yang lebih luas modal sosial bisa tumbuh ke arah
positif.
yang meliputi terbentuknya kerja sama dan kohesifitas, pranata sosial yang kuat,
akan berdampak dalam memunculkan kontrol sosial baru, revitalisasi modal sosial
baru, kerjasama dengan pihak luar, demokrasi dan desentralisasi. Norma harus
modal sosial sehingga modal sosial terdegradasi dalam bentuk interaksi sosial dan
semangat individualisme dan merebaknya nilai budaya material. Jika kondisi ini
menyimpang.
212
Sedangkan komunitas ditandai dengan munculnya sikap baru dari komunitas
dalam bentuk apatis, pragmatis, pengingkaran dan budaya menerobos. Sikap ini
pelayanan publik yang rendah. Jika kondisi ini tidak segera diantisipasi, maka yang
publik, pelanggaran nilai sosial, dimungkinkan terjadi KKN, dan dampak yang
B. Saran
modal sosial. Harus diakui bahwa pangkal modal sosial adalah pada lingkungan
sosial awal. Baik dalam kelompok maupun masyarakat tertentu. Apabila dalam
masyarakat sudah kehilangan modal sosial, seperti yang terjadi di Muntilan, maka
intervensi apapun yang dilakukan oleh pihak luar tidak akan terlalu mempengaruhi
kemasyarakatan yang kuat, tetapi juga akan mengalami stagnasi dan kesulitan untuk
keluar dari berbagai krisis yang dialami. Modal sosial akan efektif memberikan
213
modal sosial diharapkan mampu menumbuhkembangkan energi sosial yang dapat
masyarakat, sehingga bisa tercipta wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri
dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu
publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, maupun
lingkungan.
baik kemiskinan kultural maupun struktural. Modal Sosial dapat bekerja sebagai
dimensi formal dengan dimensi nonformal yang ada di dalam masyarakat, serta
214
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, et.al. 1980. Kemiskinan Struktural, Suatu Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan
Ilmu-ilmu Sosial.
________. 2003. Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat. Makalah ini disampaikan
dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada, diucapkan di hadapan Rapat Majelis Guru Besar Terbuka
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Basowi dan Suawandi. 1997. Memahami Penelitian Kualitatif . Jakarta : Rineka Cipta.
Bogdan, Robert dan Steven J Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif.
Surabaya: Usaha Nasional.
Cullen, Michelle, dan Whiteford. 2001. The Interrelations of Social Capital with Health
and Mental Health. Makalah ini Disajikan dalam Discussion of Mental Health
and Special Programs Branch Commonwealth Department of Health and Aged
Care. Canberra : The Commonwealth Australia.
Sutoro Eko. 2003. Modal Sosial, Desentralisasi dan Demokrasi Lokal. Draft makalah
ini disajikan dalam Seminar Internasional IV “Dinamika Politik Lokal di
Indonesia: Demokrasi dan Partisipasi”, yang digelar oleh Yayasan Percik dan
The Ford Foundation, Salatiga, 15-18 Juli 2003.
Faisal, Sanapiah. 2001. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Faried, Ali. 1997. Metode Penelitian Sosial dalam Bidang Ilmu Administrasi dan
Pemerintahan. Jakarta: Grafindo Persada.
215
Faturochman, et.al. 2007. Membangun Gerakan Penanggulangan Kemiskinan Melalui
Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan UGM.
Hartono, Rudi. 2010. Pengaruh dan Wujud Pengembangan Modal Sosial untuk
Meciptakan Sistem Politik yang Dinamis. Diunduh dari
http://masroed.wordpress.com/2010/05/26/pengaruh-dan-wujud-pengembangan-
modal-sosial-untuk-menciptakan-sistem-politik-yang-d6inamis/, diakses pada
tanggal 17 Mei 2011.
Hermawanti, Mefi dan Hesti Rinandari. 2003. Modul Pemberdayaan Masyarakat Adat:
Penguatan dan Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Adat. Yogyakarta:
IRE.
K. Yin, Robert. 2003. Studi Kasus, Desain dan Metode. Jakarta: Rajawali Pers.
Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV. Mandar
Maju.
Lenggono, PS. 2004. Modal Sosial dalam Pengelolaan Tambak : Studi Kasus Pada
Komunitas Petambak di Desa Muara Pantuan Kecamatan Anggana Kabupaten
Kutai Kartanegara. Tesis Sekolah Pascasarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
216
Mawardi, M. 2007. Peranan Social Capital Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam, Komunitas, Vol. 3, No. 2, 2011.
Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif, Cetakan 13. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Oyen, Else. 2002. Social capital formation as a poverty reducing strategy? in Social
Capital and Poverty Reduction which role for civil society organizations and the
state?. UNESCO.
Pemkab Jembrana. 2010. IFC World Bank Group: Belum Lengkap Kalau Tidak ke
Jembrana. Diunduh dari
http://jembranakab.go.id/index.php?module=detailberita&id=468, diakses pada
tanggal 9 Juni 2011.
Pretty, J. 2003. Social Capital and Connectedness: Issues and Implications for
Agriculture, Rural Development and Natural Resource. Diunduh dari
http://www.cta.int/pubs/wd8032/WD8032.pdf, diakses pada tanggal 9 juni 2011.
Putnam, R.D. 1993. The Prosperous Community: Social Capital and Public Life.
American Prospect, 13, Spring, pp. 35- 42. In Elinor
Ostrom dan T.K. Ahn. 2003. Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward
Elgar Publishing Limited.
Rozaki, Abdur, et.al. 2006. Kaya Proyek, Miskin Kebijakan: Membongkar Kegagalan
Pembangunan Desa. Yogyakarta: Yayasan Tifa dan IRE.
Situru, M. 2010. PNPM Perdagangan Bantuan Sosial dan Hancurnya Kearifan Lokal.
Diunduh dari http://politik.kompasiana.com/2010/12/31/pnpm-perdagangan-
bantuan-sosial-dan-hancurnya-kearifan-lokal/, diakses pada tanggal 17 Mei
2011.
217
Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Supriono, Agus, et.al. 2010. Modal Sosial: Unsur-Unsur Pembentuk. Diunduh Dari
http://p2dtk.bappenas.go.id/artikel-15-unsurunsur-pembentuk.html, diakses pada
Tanggal 17 Mei 2011.
Woolcock, Michael. 2002. Social Capital Theory and Practice” in Social Capital and
Poverty Reduction which role for civil society organizations and the state?.
UNESCO.
218
LAMPIRAN
219
UNTVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN
Kepada
Yth. Kordinator PNPM Mandiri Perkotaan
Kabupaten Magelang
Dengan hormat, .
Sekretaris Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahter&ln dengan ini menerangkan bahwa
mahasiswa di bawah ini :
Ada.lah mahasiswa Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan yang akan menyusun skripsi
dengan judul : "Pola Pengentasan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat" (Studi
Komparasi Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Kabupaten Magelang). Berkaitan dengan hal
tersebut kami mengajukan permohonan ijin pra-survey dan pengambilan data di Kecamatan
Muntilan Kabupaten Magelang.
Demikian surat permohonan ini disampaikan, kepada pihak terkait dimohon bantuannya untuk
dapat mendukung pra-survey penelitian ini. Atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima
kasih.
Dosen Pembimbing
Jl. Sosio Yusticia, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telepon +62 - 0274 - 563362, +62 - 0274 - 542382,
Fax. +62 - 0274 - 563362 Ext222 http://wwwfisipol.ugm.ac.id e-mail:sekdeksp@ugm.ac.id
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Kepada:
Yth. Camat
Kec. Muntilan, Kab. Magelang
Jawa Tengah
':l
Dengan hormat,
'saudara
Untuk keperluan penelitian ''skripsi, mengharap bantuan mengijinkan
mahasiswa kami:
12 198503 1 006
Jl. Sosio Yustici4 Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Telepon : (0274) 563362,542382Fax. (0274)
http:/ vwwfisipol.ugm.ac.id e-mail:sekdeksp@ugm.ac.id
FAKULTA$ ILMU SOSIAL DAF{ ILMU POLITIK
I]NIYERSITAS GADIAH MADA
Bulaksumur, Yogyakarta 55281, lndoriesia ) (0274) 563362, 9A1270,W1273
F ak. (027 4) 563362, E-mailsigma-phigamma@isipol.ugm.ac.id
STJRAT TUGAS
223Bl JA 1. S P/AKD- 1 0N finO fi
20 Juli 2011
Ditugas!gn
a.n. Dekan,
Dekan I
Perhatian: Menqetahui :
Setelah menjalankan penelitian, surat tugas ini Mahasiswa yang bersangkutan telah
Supaya diserahkan kepada ketua jurusan : menialankan wajib penelitian sesuai
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Perintah tercebut.
Fakultas llmu Sosialdan llmu Politik mulaitgl. :
Universitas Gadjah Mada s/d. tgl. :
Pejabat,
FAKT]LTA$ ILMU SOSIAL DAh[ ILMU POLITIK
I]NIYERSITAS GADJAH IVIADA
Bulaksumur, Yogyakarta 55281, lndonesiaI @2741 563362, 901270'$1-273
Fak. (0274) 563362, E-rnaitsigma-phigamma@isipol.ugm.ac'id
Dengan honnat,
Kami beritahukan bahwa mahasiswa tingkat sadana jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
Fakultas llmu Sosial dan llmu Politik Universitas Gadjah Mada yang namanya tersebut di bawah ini
akan mengadakan penelitian dengan judul :
Memahami Modal $osial Masyarakat dalam Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Magelang : Studi
Komparasi Kelurahan Muntilan dan Desa Gunungpring
Penelitian ini oleh mahasiswa yang bersangkutan diperlukan untuk penulisan skripsi yang merupakan
bagian ujian tingkat sariana sesudah yang bersangkutan lulus uiian teori.
Kami mengharap bantuan Saudara untuk dapat memberikan ijin kepada mahasiswa tersebut di atas.
Kamiucapkan terima kasih atas bantuan Saudara
a.n. Dekan
Tembusan:
1. Gubemur Jawa Tengah
2. Bakeslinmas D.l.Y"
3. Bupati Magelang
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Telp. (0274) 588688, Fax. (0274) 565223
Website : www.ugm.ac.id, E-1nail : setr@qgm.ac.id
Dengan hormat kami mohon kesediaan Saudara untuk memberikan izin kepada:
W^J'\
o, S.Sos., SE.T.' M.Si.
Tenrbusan:
l.t' Dekan Fakultas Isipol UGM
2.Yangbersangkutan.
PE,MtrRINTAH PROVINSI DAE.RAH ISTIMtr\MA YO GYAKARTA
SEI{FTE|IAFIIAIT DAERAII
Kepatihan - Danurejan, Yogyakarta - 552L8
Menunjuk surat
Dari :
Direktur AA UGM YogYakarta
Nomor :'426D|T.AA/L|T.MEI2O11.
Tanggal : 21 JULI 2011.
Perihal : ljin Penelitian.
Setelah mempelajari proposal/desain riset/usulan penelitian yang diajukan, maka dapat diberikan surat
keterangan untuk melaksanakan penelitian kepada
Peneliti berkewajiban menghormati dan mentaati peraturan dan tata tertib yang berlaku diwilayah
penelitian.
ffi