Anda di halaman 1dari 27

PERTAMA

1. Peran serta masyarakat, berhak memperoleh jawaban tentang laporan (15 hari, 30 hari,
...);

Jawaban:
Peran Serta Masyarakat harus tertuang pada Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Intern
di Lingkungan Pemerintah yang termuat dalam Mekanisme dan Prosedur Pengawasan
Intern pada Perencanaan Jangka Pendek (PKPT, Program Kerja Pengawasan Tahunan).
Pada konteks Pemerintah Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang, secara kompleks
Uraian tugas tersebut telah tertuang pada Peraturan Bupati Sidenreng Rappang Nomor
40 Tahun 2016, tentang Susunan Organisasi, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Uraian
Tugas dan Tata Kerja Inspektorat Kabupaten Sidenreng Rappang. Dalam Uraian
Peraturan Bupati tersebut diatas. Peran serta masyarakat berada pada BAB IV
Pengawasan dan BAB V Tata Kerja, tentang Sosialisasi Mekanisme Pelaporan (Audit,
Reviu, Pemantauan dan Evaluasi) serta Sosialisasi Laporan Hasil Pemeriksaan yang telah
diterbitkan Inspektorat.

2. Memberi suap untuk mmbuat KTP, Sogok Polisi termasuk (perilaku koruptif, suap,
gratifikasi...)
Jawaban:
Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di
dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Korupsi
Pelbagai substansi hukum (legal substance) telah dibangun untuk memberantas KKN
dan menciptakan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN seperti Tap MPR
No XI/MPR/1998 dan UU No 28 Tahun 1999, UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 15 Tahun 2002 jo UU No
25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No 30 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan Indonesia telah
meratifikasi UN Convention Against Corruption 2003. Dalam konvensi ini ada empat hal
yang menonjol, yaitu penekanan pada unsur pencegahan, kriminalisasi yang lebih luas,
kerja sama internasional, dan pengaturan lembaga asset recovery untuk mengembalikan
aset yang dilarikan ke luar negeri.

Dari sisi struktur hukum (legal structure) di samping telah dibentuk Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang juga menggabungkan KPKPN di dalamnya,
atas dasar UU No 30 Tahun 2002 dimungkinkan pula pembentukan pengadilan tindak
pidana korupsi yang bersifat khusus pengadilan ad hoc. Belum lagi dibentuknya komisi-
komisi untuk mengawasi perilaku penegak hukum seperti: Komisi Kepolisian, Komisi
Kejaksaan, dan Komisi Yudisial

Suap
Kriminalisasi terhadap tindak pidana suap secara mendasar sudah dilakukan melalui
Pasal 209 KUHP yang mengatur penyuapan aktif (actieve omkooping atau active
bribery) terhadap pegawai negeri. Pasangan dari pasal ini adalah Pasal 419 KUHP yang
mengatur tentang penyuapan pasif (passive omkooping atau passive bribery), yang
mengancam pidana terhadap pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji tersebut
di atas. Selanjutnya Pasal 210 KUHP yang mengatur penyuapan terhadap hakim dan
penasihat di pengadilan. Hakim dan penasihat yang menerima suap tersebut diancam
pidana oleh Pasal 420 KUHP. Keempat pasal tersebut kemudian dinyatakan sebagai
tindak pidana korupsi melalui UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001.

3. Pimpinan melarang memberikan oleh2 (edukasi anti korupsi, ....)


Jawaban;
Merupakan Turunan (Derivatif) Nilai-Nilai Antikorupsi dan Prinsip-Prinsip Anti Korupsi

4. Lap keu diserahkan selambatx


Jawaban:
Petunjuk Pelaksanaan ini mengatur format ikhtisar laporan hasiI pengawasan APIP yang
harus disusun secara berkala dan mencakup semua APIP yaitu: BPKP, Inspektorat
Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern,
Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Akan tetapi untuk menghasilkan
suatu ikhtisar laporan hasil pengawasan APIP yang bersifat menyeluruh, maka petunjuk
pelaksanaan ini mengatur juga distribusi ikhtisar laporan hasil pengawasan dan waktu
penyampaian ikhtisar laporan hasil pengawasan APIP secara nasional sebagai berikut:
a. Distribusi Ikhtisar Laporan Hasil Pengawasan
1. BPKP menyampaikan Ikhtisar Laporan Hasil Pengawasan kepada Presiden
dengan tembusan kepada MenPAN & RB.
2. Inspektorat Jenderal Kementerian/TNI, Inspektorat Pengawasan Umum Polri,
Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksanaan Agung, Inspektorat Kementerian,
Inspektorat Utama/lnspektorat LPNK menyampaikan Ikhtisar Laporan Hasil
Pengawasan kepada masing-masing Pimpinan Instansi Pemerintah Pusat/LPNK
dengan tembusan kepada MenPAN & RB.
3. Inspektorat Provinsi menyampaikan Ikhtisar Laporan Hasil Pengawasan atas
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Gubernur dengan tembusan
kepada MenPAN & RB.
4. Inspektorat Kabupaten/Kota menyampaikan Ikhtisar Laporan Hasil Pengawasan
atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Bupati/Walikota dengan
tembusan kepada MenPAN & RB.

APIP termasuk BPKP menyampaikan Ikhtisar Laporan Hasil Pengawasan semester I


selambat-Iambatnya tanggal 1 September tahun yang sama, sedangkan untuk semester
II, yang merupakan akumulasi dari semester I, diserahkan selambatlambatnya tanggal 1
Maret tahun berikutnya.

5. Penggantian kerugian negara brpa hari/bulan


Jawaban:
1. Penggantian Kerugian Negara yang dilakukan Bendahara
Pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (UU Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 62 ayat 1). BPK menerbitkan
surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas
kekurangan kas/barang yang terjadi setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang
dalam persediaan yang merugikan keuangan negara (UU Nomor 15 tahun 2004
Pasal 22 ayat 1).
Kewajiban bendahara untuk membayar ganti rugi menjdi kedaluwarsa jika dalam
waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8
(delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi
terhadap yang bersangkutan (UU Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 65).

2. Penggantian Kerugian Negara yang dilakukan ASN Bukan Bendahara


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara RI Tahun
2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4400);
Pelaksanaan penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada huruf a
dilakukan oleh atasan langsung/kepala kantor/satuan kerja di tempat terjadinya
kerugian negara tersebut dan dilakukan baik secara tunai dan/atau secara angsuran
dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

6. Penyelesaian piutang 55M, 3M diputuskan oleh


Jawaban:
Selanjutnya terhadap piutang daerah tersebut perlu dilakukan penagihan UU No 1
Tahun 2004. Dalam UU tersebut dinyatakan Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah selaku Bendahara Umum Daerah berwenang melakukan penagihan piutang
daerah. Disamping itu, dinyatakan pula bahwa setiap pejabat yang diberi kuasa untuk
mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah wajib mengusahakan
agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu.
UU No 49 PRP Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara menyatakan bahwa
Piutang Negara harus dibayar kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah,
karena itu piutang macet Pemerintah Daerah juga termasuk dalam pengurusan Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN). PUPN adalah panitia interdepartemental yang mengurus
Piutang Negara yang berasal dari instansi pemerintah atau badan-badan yang dikuasai
oleh Negara. Anggota PUPN berasal dari Kantor Kementerian Keuangan, Kepolisian,
Kejaksaan dan Pemerintah Daerah. PUPN Pusat berkedudukan di Jakarta sedangkan
PUPN Cabang mempunyai kedudukan di setiap propinsi kecuali ditentukan lain oleh
Menteri Keuangan. Pelaksanaan produk hukum (putusan) wewenang PUPN dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang mempunyai kantor operasional
yaitu Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang dikoordinasi oleh
Kantor Wilayah.
Apabila terdapat piutang daerah yang macet setelah upaya penagihan sendiri oleh
Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Daerah wajib menyerahkan pengurusannya
kepada PUPN melalui KPKNL yang wilayahnya kerjanya melingkupi Pemerintah Daerah
itu berada. Dengan penyerahan piutang macet kepada KPKNL tersebut maka
selanjutnya piutang macet diselesaikan oleh KPKNL.

7. Auditor ditugaskan mengaudit perusahaan mertua (menolak, menerima,...)


Jawaban:
1. Posisi peka audit (audit sensitive position). Posisi yang dimaksud adalah posisi untuk
pasangan, keluarga atau keluarga dekat yang mandiri yang memiliki posisi dalam
kegiatan klien yang berkaitan dengan atau elemen dari pengendalian intern yang
signifikan seperti posisi kasir, auditor internal, kepala akuntansi atau kepala gudang
persediaan. Larangan ini hanya berkaitan dengan keluarga auditor yang berpartisipasi
dalam perikatan
2. Pengaruh signifikan (significant influence) hal ini mencakup pasangan, keluarga atau
keluarga dekat mandiri yang memiliki posisi yang memungkinkan untuk memberikan
pengaruh signifikan atas kebijakan operasional, keuangan atau akuntansi klien,
seperti posisi direktur, chief executive, atau pejabat keuangan atau akuntansi.
Larangan ini berkaitan dengan apa yang dinamakan keluarga dari (1) setiap auditor
yang berpartisipasi dalam perikatan, dan (2) setiap pemilik partner atau pemegang
saham yang beralokasi dalam kantor yang berpartisipasi secara signifikan dalam
perikatan, selain untuk pasangan dan keluarga, larangan tersebut meluas kepada
setiap pemilik, partner atau pemegang saham dalam setiap kantor yang memiliki
kempampuan untunk mempengaruhi perikatan.

8. Auditor tidak menyelesaikan audit dimana tetanggax bekerja disitu bertentangan dgn
kode etik (perilaku profesional, obyektifitas, ...)
Jawaban;
Profesi auditor adalah profesi yang penting untuk menjaga kode etik profesi sehingga
bisa menjalankan pekerjaan audit dengan tepat.
1. Integritas
Seorang auditor harus bersikap jujur, adil, dan sebenar-benarnya dalam melakukan
proses audit. Auditor harus mampu memberikan penilaian yang baik, dapat
dipercaya, dan mampu menaati hukum yang berlaku.
2. Objektivitas
Seorang auditor harus selalu bersikap netral dalam menjalankan proses audit,
interpretasi bukti audit dan laporan keuangan yang sudah ditelaah bersama.
Penilaian dari auditor harus bersifat objektif atau seimbang tanpa dikaitkan dengan
masalah pribadi.
3. Kompetensi Profesional dan Kecermatan
Seorang auditor harus memiliki pengetahuan serta memiliki keterampilan sesuai
dengan profesionalnya dalam memberikan jasa auditor. Auditor juga harus
meningkatkan pelayanannya dengan pengetahuan dan keterampilan dalam
bidangnya.
4. Kerahasiaan
Seorang auditor harus bisa menjaga kerahasiaan informasi ataupun hubungan
dengan klien. Dilarang keras memberitahukan informasi tanpa seizin dari klien
kecuali ada ketentuan hukum yang mengharuskan auditor untuk mengungkapkan
informasinya. Auditor harus berhati-hati menggunakan dan menjaga informasi
organisasi untuk kepentingan pribadi dalam bentuk apapun.
5. Perilaku Profesional
Seorang auditor harus mampu menahan diri dari setiap perilaku yang dapat merusak
citra profesi auditor seperti kelalaian dalam melakukan tugas, melecehkan pihak lain,
membandingkan baik dan buruknya klien satu dengan yang lain.

Etika profesi auditor ini diatur dalam undang-undang yaitu Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Nomor PER/04/M.PAN/2008 tanggal 31 Maret 2008  yang
berisi tentang:
- Tindakan yang tidak sesuai atau melanggar kode etik tidak dapat ditoleransi
meskipun tindakan tersebut dilakukan dengan tidak sengaja atau dalam perintah
pimpinan organisasi.
- Seorang auditor tidak diperkenakan untuk meminta atau memaksa karyawan lain
dalam melakukan tinakan yang melawan hukum.
- Pimpinan Aparat Pengawasan Intern pemerintah akan melaporkan tindakan
pelanggaran etik oleh seorang auditor kepada pimpinan organisasi tersebut.

9. Prosedur audit yg paling efektif (prosedur analitis, ...)


Pemilihan prosedur yang akan digunakan untuk menyelesaikan suatu tujuan audit
tertentu terjadi dalam tahap perencanaan audit. Efektivitas prosedur dalam memenuhi
tujuan audit spesifik dan biaya pelaksanaan prosedur tersebut harus dipertimbangkan
dalam pemilihan prosedur yang akan digunakan. Berikut ini adalah sepuluh jenis
prosedur audit yang dilakukan pada saat pengauditan;

1. Prosedur Analitis (analytical procedures)


Prosedur analitis terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan di antara data.
Prosedur ini meliputi:
- perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana;
- analisis vertikal atau laporan persentase;
- perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggaran;
serta
- penggunaan model matematis dan statistik, seperti analisis regresi..
Prosedur analitis seringkali meliputi juga pengukuran kegiatan bisnis yang mendasari
operasi serta membandingkan ukuran-ukuran kunci ekonomi yang menggerakkan bisnis
dengan hasil keuangan terkait.
2. Inspeksi (inspecting)
Inspeksi meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan, serta pemeriksaan
sumber daya berwujud. Prosedur ini digunakan secara luas dalam auditing. Inspeksi
seringkali digunakan dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti bootom-
up maupun top-down. Dengan melakukan inspeksi atas dokumen, auditor dapat
menentukan ketepatan persyaratan dalam faktur atau kontrak yang memerlukan
pengujian bottom-up atas akuntansi transaksi tersebut.
Istilah-istilah seperti me-review (reviewing), membaca (reading), dan memeriksa
(examining) adalah sinonim dengan menginspeksi dokumen dan catatan. Menginspeksi
dokumen dapat membuka jalan untuk mengevaluasi bukti documenter. Dengan
demikian melalui inspeksi, auditor dapat menilai keaslian dokumen, atau mungkin dapat
mendeteksi keberadaan perubahaan atau item-item yang dipertanyakan. Bentuk lain
dari inspeksi adalah scanning atau memeriksa secara tepat dan tidak terlampau teliti
dokumen dan catatan.

3. Konfirmasi (confirming)
Meminta konfirmasi adalah bentuk permintaan keterangan yang memungkinkan auditor
memperoleh informasi secara langsung dari sumber independen di luar organisasi klien.
Dalam kasus yang lazim, klien membuat permintaan kepada pihak luar secara tertulis, 
namun auditor yang mengendalikan pengiriman permintaan keterangan tersebut.
Permintaan tersebut juga harus meliputi instruksi berupa permintaan kepada penerima
untuk mengirimkan tanggapannya secara langsung kepada auditor. Konfirmasi
menyediakan bukti bottom-up penting dan digunakan dalam auditing karena bukti
tersebut biasanya objektif dan berasal dari sumber yang independen.

4. Permintaan Keterangan (inquiring)


Permintaan keterangan meliputi permintaan keterangan secara lisan atau tertulis oleh
auditor. Permintaan keterangan tersebut biasanya ditujukan kepada manajemen atau
karyawan, umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang timbul setelah
dilaksanakannya prosedur analitis atau permintaan keterangan yang berkaitan dengan
keusangan persediaan atau piutang yang dapat ditagih. Auditor juga dapat langsung
meminta keterangan pada pihak eksteren, seperti permintaan keterangan langsung
kepada penasehat hokum klien tentang kemungkinan hasil litigasi. Hasil permintaan
keterangan dapat berupa bukti lisan atau bukti dalam bentuk representasi tertulis.

5. Perhitungan (counting)
Dua aplikasi yang paling umum dari perhitungan adalah perhitungan fisik sumber daya
berwujud seperti jumlah kas dan persediaan yang ada, dan akuntansi seluruh dokumen
dengan nomor urut yang telah dicetak. Yang pertama menyediakan cara untuk
mengevaluasi bukti fisik tentang jumlah yang ada, sedangkan yang kedua dapat
dipandang sebagai penyediaan cara untuk mengevaluasi pengendalian internal
perusahaan melalui bukti yang objektif tentang kelengkapan catatan akuntansi. Teknik
perhitungan ini menyediakan bukti audit bottom-up, namun auditor seringkali terdorong
untuk memperoleh bukti top-down terlebih dahulu guna mendapatkan konteks ekonomi
dari prosedur perhitungan.
6. Penelusuran (tracing)
Dalam penelurusan (tracing) yang seringkali juga disebut sebagai penelusuran ulang,
auditor memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi dilaksanakan, dan
menentukan bahwa informasi yang diberikan oleh dokumen tersebut telah dicatat
dengan benar dalam catatan akuntansi (jurnal dan buku besar). Arah pengujian
prosedur ini berawal dari dokumen menuju ke catatan akuntansi, sehingga menelusuri
kembali asal-usul aliran data melalui sistem akuntansi. Karena proesdur ini memberikan
keyakinan bahwa data yang berasal dari dokumen sumber pada akhirnya dicantumkan
dalam akun, maka secara khusus data ini sangat berguna untuk mendeteksi terjadinya
salah saji berupa penyajian yang lebih rendah dari yang seharusnya (understatement)
dalam catatan akuntansi.

7. Pemeriksaan Bukti Pendukung (vouching)


Pemeriksaan bukti (vouching) pendukung meliputi pemilihan ayat jurnal dalam catatan
akuntansi, dan mendapatkan serta memeriksa dokumentasi yang digunakan sebagai
dasar ayat jurnal tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan
akuntansi. Dalam melakukan vouching, arah pengujian berlawanan dengan yang
digunakan dalam tracing. Prosedur vouching digunakan secara luas untuk mendeteksi
adanya salah saji berupa penyajian yang lebih tinggi dari yang seharusnya
(overstatement) dalam catatan akuntansi.

8. Pengamatan (observing)
Pengamatan (observing) berkaitan dengan memperhatikan dan menyaksikan
pelaksanaan beberapa kegiatan atau proses. Kegiatan dapat berupa pemrosesan rutin
jenis transaksi tertentu seperti penerimaan kas, untuk melihat apakah para pekerja
sedang melaksanakan tugas yang diberikan sesuai dengan kebijakan dan prosedur
perusahaan. Pengamatan terutama penting untunk memperoleh pemahaman atas
pengendalian internal. Auditor juga dapat mengamati kecermatan seorang karyawan
klien dalam melaksanakan pemeriksaan tahunan atas fisik persediaan. Pengamatan yanf
terakhir ini memberikan peluang untuk membedakan antara mengamati dan
menginspeksi.

9. Pelaksanaan Ulang (reperforming)


Salah satu prosedur audit yang penting adalah pelaksanaan ulang (reperforming)
perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien. Misalnya menghitung ulang total
jurnal, beban penyusutan, bunga akrual dan diskon atau premi obligasi, perhitungan
kuantitas dikalikan harga per unit pada lembar ikhtisar persediaan, serta total pada
skedul pendukung dan rekonsiliasi. Auditor juga dapat melaksanakan ulang beberapa
aspek pemrosesan transaksi tertentu untuk menentukan bahwa pemrosesan awal telah
sesuai dengan pengandalian intern yang telah dirumuskan. Sebagai contoh, auditor
dapat melaksanakan ulang pemeriksaan atas kredit pelanggan pada transaksi penjualan
untuk menentukan bahwa pelanggan memang memiliki kredit yang sesuai pada saat
transaksi tersebut diproses. Pemeriksaan ulang biasanya memberikan bukti bottom-up,
dan dengan bukti bottom-up lainnya, auditor dapat terlebih dahulu memahami konteks
ekonomi untuk pengujian audit tersebut.

10. Teknik Audit Berbantuan Komputer (computer-assisted audit techniques)


Apabila catatan akuntansi klien dilaksanakan melalui media elektronik, maka auditor
dapat menggunakan teknik audit berbantuan computer (computer-asssited audit
techniques/CAAT) untuk membantu melaksanakan beberapa prosedur yang telah
diuraikan sebelumnya. Sebagai contoh, auditor dapat menggunakan perangkat lunak
komputer untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
- Melaksanakan perhitungan dan perbandingan yang digunakan dalam prosedur
analitis.
- Memilih sampel piutang usaha untuk konfirmasi.
- Mencari sebuah file dalam komputer untuk menentukan bahwa semua dokumen
yang berurutan telah dipertanggungjawabkan.
- Membandingkan elemen data dalam file-file yang berbeda untuk disesuaikan
(seperti harga yang tercantum dalam faktur dengan master file yang memuat
harga-harga yang telah disahkan)
- Memasukkan data uji dalam program klien untuk menentukan apakah aspek
computer
- Melaksanakan ulang berbagai perhitungan seperti penjumlahan buku besar
pembantu piutang usaha atau file persediaan.

11. Untuk perluasan gedung kementrian, ada pejabat eselon yg memiliki lahan yg akan
digunakan untuk perluasan, maka yg menentukan batas tanah adalah (presiden,
BPN, kementrian, inspektorat jendral, pejabat eselon)
Jawaban;
Pendaftaran Tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN)
BPN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan,
termasuk dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survey dan
pemetaan tanah sebagaimana diterangkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 huruf
b Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2020 tentang Badan Pertanahan Nasional.
Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh BPN sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP
24/1997”).
Namun, Pasal 6 ayat (1) PP 24/1997 kemudian menegaskan bahwa dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut, tugas pelaksanaan pendaftaran tanah
dilakukan oleh kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang
oleh PP 24/1997 atau peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
ditugaskan kepada pejabat lain.
Oleh karena itu, BPN, melalui kantor pertanahan, menerbitkan surat dalam bentuk
sertifikat atas satuan hak atas tanah. Penerbitan sertifikat tersebut didasarkan dari
adanya data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam buku tanah.
Data-data dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang benar, kecuali ada pihak
yang keberatan serta mengajukan gugatan dan adanya putusan pengadilan yang
menyatakan sebaliknya.
Hal ini tercermin dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 yang
berbunyi:
Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak
dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya
harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data
yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus sesuai dengan data yang tercantum
dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari
buku tanah dan surat ukur tersebut.

12. Perangkat daerah diisi oleh (PNS berdasarkan UU, staf ahli, anggota DPRD terpilih,
Perangkat daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah dengan personil organisasi yang diisi oleh pegawai aparatur sipil
Negara dalam setiap tingkat jabatan sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara beserta peraturan pelaksananya.
Perangkat daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, inspektorat,
dinas dan badan dipetakan sesuai dengan indikator yang jelas dan tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah serta
menggambarkan tugas dan fungsi dari perumpunan urusan pemerintahan walaupun
kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja perangkat daerah
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
Dasar utama pembentukan Perangkat Daerah, yaitu adanya Urusan Pemerintahan
yang diserahkan kepada Daerah yang terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan
Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib dibagi atas Urusan
Pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan Urusan Pemerintahan
yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.
Menurut PP Nomor 18/2016 tersebut tidak terlihat pengaturan tenaga ahli yang
membidangi urusan pemerintahan tetapi hanya disebutkan pada sekretariat DPRD,
namun lain halnya dengan staf ahli yang tercermin dalam Pasal 102 dan Pasal 103
artinya pembentukan staf ahli sebagai bagian dari perangkat daerah dapat dibentuk
dengan kedudukannya berada di bawah dan bertanggungjawab kepada gubernur
dan secara administratif dikoordinasikan oleh sekretaris Daerah, sedangkan
pembentukan tenaga ahli belum mempunyai dasar hukum untuk dijadikan bagian
dari perangkat daerah walaupun dikemas dengan sebutan lain yang mempekerjakan
orang selain aparatur sipil Negara.
Dalam Pasal 215 UU Nomor 23/2014 juncto Pasal 9 (4), Pasal 31 (4) PP Nomor
18/2016 menyebutkan bahwa tenaga ahli disediakan dan dikoordinasikan oleh
Sekretariat DPRD untuk keperluan DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai
dengan kebutuhan sedangkan tugas staf ahli bertugas memberikan rekomendasi
terhadap isu-isu strategis kepada gubernur atau bupati/wali kota sesuai keahliannya.
Mengenai tenaga ahli yang disediakan oleh sekretariat DPRD tertuang juga dalam
Pasal 123 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota yang berbunyi “Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga
ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas Fraksi sesuai dengan kebutuhan dan
dengan memperhatikan kemampuan APBD”.

13. Pembagian kewenangan mengelola SDA laut berapa mil perhitungannya dr mana;
Jawaban;
Berdasar pada UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004;
Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana paling jauh
12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan
provinsi untuk kabupaten/kota.
Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil,
kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau
diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan
untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan
provinsi dimaksud.

14. (a) Yg harus dikomunikasikan auditor dgn manajemen dan dewan; (b) Yg dibahas
saat laporan hasil audit, kecuali (hal yg diperhatikan untuk audit kedepanx, temuan
audit, dampak,...)
Jawaban;
Salah satu fungsi komite audit adalah menjembatani pemegang saham (share
holder) dan dewan komisaris dengan kegiatan pengendalian yang diselenggarakan
oleh manajemen, auditor internal dan eksternal auditor. Komite audit pada
umumnya memiliki akses langsung dengan setiap unsur pengendalian dalam
perusahaan.

Pada saat ini komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak, belum terjalin
dengan erat dan belum berjalan sebagaimana mestinya. Komunikasi komite audit
dengan pihak yang berkepentingan yang berjalan dengan lancar, akan menghasilkan
kinerja perusahaan meningkat, terutama dari aspek pengendalian.

Pentingnya berkomunikasi dua-arah antara auditor dengan pihak yang bertanggung


jawab atas tata kelola Perusahaan memiliki peran untuk membantu; (a) Auditor dan
pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dalam memahami hal yang terkait
dengan konteks audit; dan dalam mengembangkan hubungan kerja yang saling
mendukung. Hubungan ini dibangun bersamaan dengan mempertahankan
independensi dan obyektivitas auditor; (b) Auditor dalam memperoleh informasi
audit yang relevan dari pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola. Sebagai
contoh, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola mungkin dapat membantu
auditor dalam memahami entitas dan lingkungannya, dalam mengidentifikasi sumber
bukti audit yang tepat, dan dalam menyediakan informasi tentang transaksi atau
peristiwa spesifik; (c) Pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dalam
memenuhi tanggung jawab mereka untuk mengawasi proses pelaporan keuangan,
dengan demikian dapat mengurangi risiko kesalahan penyajian yang material atas
laporan keuangan.
- Tujuan auditor adalah:
a. Untuk mengkomunikasikan secara jelas kepada pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola tentang tanggung jawab auditor yang berkaitan
dengan audit dengan audit atas laporan keuangan, dan gambaran umum
perencanaan lingkup dan saat audit;
b. Untuk memperoleh informasi yang relevan dengan audit dari pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola;
c. Untuk menyediakan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola secara tepat waktu, hasil observasi audit yang signifikan dan
relevan terhadap tanggung jawab mereka untuk mengawasi proses
pelaporan keuangan; dan
d. Untuk mendukung komunikasi dua-arah yang efektif antara auditor
dengan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola.
Hal-hal yang dikomunikasikan oleh Auditor kepada pihak yang bertanggung jawab
atas tata kelola Perusahaan adalah sebagai berikut:
- Tanggung jawab auditor berkaitan dengan audit atas laporan keuangan
a. Auditor bertanggung jawab untuk membentuk dan menyatakan opini atas
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen dengan
pengawasan dari pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola; dan
b. Audit atas laporan keuangan tidak membebaskan manajemen atau pihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola dari tanggung jawab mereka.
- Ruang lingkup dan saat yang direncanakan atas audit; Auditor harus
mengkomunikasikan kepada pihak yang bertanggung atas tata kelola tentang
gambaran umum, ruang lingkup dan saat direncanakan atas audit.
- Temuan signifikan dari audit;
a. Pandangan auditor tentang aspek kualitatif signifikan atas praktik
akuntansi entitas termasuk kebijakan akuntansi, estimasi akuntansi dan
pengungkapan laporan keuangan;
b. Kesulitan signifikan, jika ada, yang dihadapi selama audit;
c. Kecuali jika semua pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
dilibatkan dalam pengelolaan entitas;
d. Hal-hal signifikan, jika ada, yang terjadi dalam audit yang dibahas atau
yang dimasukkan dalam korespondensi dengan manajemen;
e. Representasi tertulis yang diminta auditor; dan
f. Hal-hal lainnya, jika ada, selama audit yang menurut pertimbangan
profesional auditor adalah signifikan untuk pengawasan proses pelaporan
keuangan.
- Independensi auditor
Dalam kasus emiten, auditor harus mengkomunikasikan kepada pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola mengenai:
a. Suatu pernyataan bahwa tim perikatan dan pihak lainnya dalam Kantor
Akuntan Publik (KAP);
b. Semua hubungan dan berbagai hal lainnya antara KAP, KAP jejaring dan
entitas yang, menurut pertimbangan profesional auditor, mungkin dapat
mempengaruhi independensi

15. Komunikasi empatik dan efektif;


Jawaban;
- Komunikasi empatik adalah komunikasi yang menunjukkan adanya saling
pengertian antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini menciptakan
interaksi yang membuat satu pihak memahami sudut pandang pihak lainnya.
Sebagai contoh, auditor meminta kerjasama dari auditan berupa penyediaan data
secara lengkap. Setelah berkomunikasi, akhirnya auditan memahami kebutuhan
auditor dan mengerti bahwa tanpa bantuannya, maka auditor akan mengalami
kesulitan dalam penyelesaian tugas. Dalam kondisi ini, auditan telah berempati
terhadap kebutuhan auditor.
Komunikasi empatik bisa dipahami dari kata empati. Empati adalah kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain pada saat tertentu, dari
sudut pandang dan perspektif orang lain tersebut. Jadi komunikasi empatik dapat
menjadi sarana untuk menjalin saling pengertian antara dua pihak. Berkaitan
dengan audit, komunikasi empatik dapat dijadikan sarana untuk menghapus salah
persepsi auditan atas tujuan audit. Auditan sering mempersepsikan pekerjaan audit
sebagai pekerjaan cari-cari kesalahan. Jika auditor berhasil mengembangkan
komunikasi empatik, maka diharapkan auditan dapat memahami bahwa tujuan
utama dari audit adalah agar auditan dapat menyelesaikan tanggung jawabnya
secara lebih efektif.
Agar komunikasi empatik tercipta, maka komunikator harus memperlihatkan:
a. Ketertarikan terhadap sudut pandang komunikan. Sikap ini akan mendorong
komunikan untuk lebih terbuka.
b. Sikap sabar untuk tidak memotong pembicaraan. Banyak informasi yang didapat
jika komunikator bersabar untuk memeroleh penjelasan detail dari sudut
pandang komunikan. Jika informasi yang diperoleh telah cukup dan komunikan
hanya berputar-putar menjelaskan hal yang sama, maka komunikator perlu
menyampaikan kembali pengertian yang telah didapatnya dan menarik perhatian
komunikan pada masalah berikutnya.
c. Sikap tenang, meskipun menangkap ungkapan emosi yang kuat. Beberapa sudut
pandang bersifat sangat pribadi, sehingga saat mengungkapkannya keterlibatan
emosi tidak dapat dihindari. Sebagai contoh, komunikan mengungkapkan
kemarahannya saat menceritakan ketidaksetujuannya terhadap suatu keputusan
rapat.
d. Bersikap bebas prasangka, atau tidak evaluatif, kecuali jika sangat
diperlukan. Untuk dapat memahami sudut pandang orang lain, kita hindari sikap
evaluatif. Sikap evaluatif dapat membuat komunikan menyeleksi hal-hal yang
perlu disampaikan dan tidak, dengan pertimbangan apakah sudut pandangnya
akan diterima atau tidak, disetujui atau tidak, oleh komunikator.
e. Jika ini terjadi, maka kita tidak dapat mengerti sudut pandang komunikan
dengan benar. Sikap evaluatif diperlukan ketika komunikan mendesak
komunikator untuk menilai pandangan komunikan.
f. Sikap awas pada isyarat permintaan pilihan atau saran. Sikap ini memperlihatkan
adanya dukungan atau bantuan yang bisa diharapkan komunikan dari
komunikator. Pemberian dukungan dan bantuan akan mengembangkan empati
pada diri auditan, kesiapan untuk membalas dukungan dan bantuan yang
diterimanya.
g. Sikap penuh pengertian. Sebagai contoh, komunikan mendesak untuk
memperoleh persetujuan dari komunikator atas sudut pandangnya. Komunikator
tidak setuju. Komunikator cukup menyatakan bahwa dia dapat mengerti sudut
pandang tersebut, tidak perlu menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuannya.

10. Komunikasi efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat
memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan memberikan
umpan balik yang sesuai dengan pesan. Umpan balik yang sesuai dengan pesan
tidak selalu berupa persetujuan. Komunikan dapat saja memberikan umpan balik
berupa ketidaksetujuan terhadap pesan, yang terpenting adalah dimengertinya
pesan dengan benar oleh komunikan dan komunikator memeroleh umpan balik yang
menandakan bahwa pesannya telah dimengerti oleh komunikan. Sebagai contoh,
auditor meminta data anggaran kepada auditan. Auditan mengerti permintaan
auditor, tetapi menolak memberikan data tersebut, maka komunikasi yang terjadi
telah efektif. Komunikasi tersebut efektif, meskipun umpan balik tidak sesuai
keinginan auditor, karena pesan telah dimengerti dengan benar dan diberikan
umpan balik. Agar komunikasi efektif terjadi terdapat 2 hal yang perlu diperhatikan,
yaitu:
a. Keselarasan elemen-elemen komunikasi dengan pesan. Elemen-
elemen komunikasi harus mendukung isi pesan.Elemen-elemen
komunikasi tersebut adalah komunikator,  encoding, saluran, 
decoding, dan komunikannya. Komunikasi akan efektif jika terdapat
keselarasan isi pesan dengan elemen-elemen lain dari proses
komunikasi.
b. Minimalisasi hambatan komunikasi. Komunikasi akan efektif jika
hambatan berhasil diminimalkan. Hambatan komunikasi dapat terjadi
pada tiap elemen komunikasi termasuk pada situasi komunikasi
Berikut ini ilustrasi ketika keselarasan elemen-elemen komunikasi tidak diperhatikan
yang mendorong komunikasi menjadi tidak efektif.
Seorang auditor memerlukan data anggaran belanja suatu kantor. Untuk itu, dia
meminta seorang petugas kebersihan kantor tersebut untuk meminta data anggaran
belanja ke bagian keuangan. Maka, petugas kebersihan tersebut mendatangi salah
seorang staf keuangan, dan meminta anggaran belanja. Kemudian, petugas
kebersihan kembali ke tempat auditor dan menyerahkan anggaran belanja kepada si
auditor. Ketika anggaran tersebut dibaca oleh auditor, maka yang terbaca oleh
auditor adalah daftar rencana belanja alat-alat dan bahan-bahan kebersihan satu
tahun mendatang. Komunikasi ini tidak efektif karena staf keuangan sebagai
komunikan tidak memahami pesan dengan benar. Hal ini disebabkan
ketidakselarasan elemen komunikator, yaitu petugas kebersihan, dengan isi pesan.

16. Materi terkait tipikor aku dapat lumayan banyak sepertinya lebih dari 10 soal,
(termasuk nomor uu nya) selebihnya soal lebih berupa studi kasus gitu.

17. Materi Pengelolaan Keuangan Daerah juga lumayan banyak (Ada Video)

18. Pemahaman Dasar terkait istilah Assurance dan Cunsulting juga ada, miss: reviu,
pemantauan, jenis audit dll. (Bisa dibaca di modul Audit Intern)
Jawaban;
Dewasa ini fungsi audit intern dituntut untuk mencetak para auditor yang
berkualifikasi dan berpengalaman dalam memahami aktivitas dan risiko organisasi.
Jadi, manakala muncul risiko organisasi yang kompleks, auditor intern dapat diminta
untuk turut serta membantu mengatasinya. Karena itu, dalam disiplin ilmu audit
intern, tugas utama audit intern selain bersifat asurans juga ada yang bersifat
konsultansi. Pengenalan konsep dua tugas pokok audit intern tersebut
sesungguhnya memancing pertanyaan besar di benak banyak orang. Apa arti dan
perbedaan keduanya? Apa tantangannya? Bagaimana keduanya bisa dijalankan
beriringan secara baik? Pengertian Istilah asurans bisa ditelusuri dari berbagai
definisi. Istilah ini berasal dari kata “assurance” yang dalam kamus Oxford artinya “a
positive declaration intended to give confidence”, suatu pernyataan positif yang
dimaksudkan untuk memberikan keyakinan. Meski belum dikenal di KBBI, istilah ini
telah dipakai dalam Undang-Undang Akuntan Publik (UU Nomor 5 Tahun 2011)
untuk mendefinisikan jasa asurans, yaitu jasa yang bertujuan untuk memberikan
keyakinan bagi pengguna atas hasil evaluasi atau pengukuran informasi keuangan
dan nonkeuangan berdasarkan suatu kriteria. Lain lagi The Institute of Internal
Auditors (IIA), yang mendefinisikan jasa asurans sebagai penilaian bukti secara
objektif oleh auditor intern untuk memberikan kesimpulan/opini independen terkait
suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Poin penting yang
dapat disimpulkan dari berbagai definisi itu adalah bahwa kegiatan asurans oleh
auditor intern menghasilkan pendapat/opini independen, diperoleh melalui proses
objektif dan bertujuan menambah kepercayaan atau keyakinan para pihak yang
memanfaatkannya. Istilah konsultansi yang diterjemahkan dari kata “consulting”
punya makna yang beda orientasinya dibanding kata asurans. Jika mengambil
definisi kamus Oxford, consulting bisa diartikan “the business of giving expert advice
to other professionals”, usaha memberikan saran ahli untuk profesional lainnya.
Dalam KBBI, kata konsultansi juga belum dikenal. Yang dikenal adalah kata
“konsultasi”, yaitu pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (nasihat,
saran, dan sebagainya) yang sebaik-baiknya. Namun kata konsultansi telah dipakai
dalam pengertian audit intern versi bahasa Indonesia pada website IIA dan
pengertian audit intern versi standar audit Asosiasi Auditor Intern Pemerintah
Indonesia (AAIPI). Inti definisi konsultansi yang dibuat oleh kedua organisasi profesi
audit intern itu ialah kegiatan pemberian saran. Secara esensi, makna consulting,
konsultansi, ataupun konsultasi adalah sejalan atau tidak bertentangan. Jadi tak
usah diperdebatkan bila ada yang memakai istilah penugasan konsultansi atau
konsultasi. Semuanya, dalam konteks kegiatan audit intern, memiliki orientasi yang
sama yaitu memberikan saran ahli, bukan berupa opini. Saran ahli menyiratkan
tuntutan kompetensi profesional yang tinggi bagi auditor dalam menilai suatu kondisi
atau masalah. Hasil konsultansi sangat dinanti oleh pihak yang meminta konsultansi
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Pembeda Dalam praktik nyata
audit intern, tak ada batas hitam putih yang memisahkan tugas asurans dan
konsultansi. Apalagi hanya dari sisi nama, tidak bisa! Reding et.al (2013)
mengungkapkan bahwa mungkin saja keduanya blended dalam satu penugasan.
Suatu kegiatan reviu atau evaluasi oleh auditor intern bisa saja di dalamnya
mengandung unsur asurans dan konsultansi. Maka apabila jelas bagian mana yang
masuk asurans dan bagian mana yang masuk konsultansi, pelaporan keduanya
diharapkan terpisah. Sebagai rambu-rambu untuk membedakan asurans dan
konsultansi, minimal ada empat parameter yang dapat dipakai.  Parameter pertama
adalah fokus tujuan penugasan. Pada penugasan asurans, fokus utamanya adalah
memberikan pendapat atau penilaian independen terhadap suatu entitas, operasi,
fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Saat memberikan asurans, auditor bisa
saja memberikan saran karena adanya kelemahan material yang ditemukan pada
auditi tapi itu bukan jadi tujuan utama. Sementara itu, fokus tujuan penugasan
konsultansi adalah memberikan saran, pelatihan dan/atau fasilitasi terhadap suatu
entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Dalam konsultansi,
auditor tidak dituntut untuk memberikan suatu pendapat atau penilaian
independen.  Parameter kedua adalah penentu lingkup dan sifat penugasan. Untuk
penugasan asurans, sifat dan lingkup penugasan sepenuhnya ditentukan oleh
auditor intern. Adapun penugasan konsultansi umumnya ditentukan melalui
kesepakatan antara pihak yang diberi konsultansi dengan auditor, meski pada
kondisi tertentu auditor dapat memutuskan sendiri untuk melakukannya.  Parameter
ketiga adalah pihak-pihak yang terlibat atau berkepentingan dengan penugasan.
Untuk penugasan asurans, ada tiga pihak yang terlibat yaitu auditi selaku pihak yang
diaudit, auditor intern selaku pihak yang mengaudit dan pihak ketiga yang
memanfaatkan hasil kegiatan asurans, bisa manajemen puncak atau lembaga
pengawas (di swasta ada komite audit dan dewan komisaris). Sedangkan dalam
penugasan konsultansi, yang terlibat hanya dua pihak yaitu manajemen selaku
klien/peminta/penerima saran dan auditor intern selaku pemberi saran. Parameter
keempat adalah format komunikasi hasilnya. Seluruh penugasan asurans bertujuan
akhir mengungkapkan opini/pendapat sehingga format komunikasinya relatif baku.
Sedangkan penugasan konsultansi mengomunikasikan hasil tugas sesuai dengan
tujuan dan lingkup yang disepakati. Hal ini menyebabkan bervariasinya format
komunikasi untuk tiap penugasan konsultansi. Ada yang komunikasinya formal, ada
pula yang informal, tergantung mana yang paling efektif dan efisien untuk
menyampaikan pesan. Apakah penting membedakan asurans dan konsultansi?
Sangat penting! Khususnya bagi auditor intern. Sebab, perbedaan keduanya akan
menentukan strategi dan langkah kerja audit intern. Dalam best practices audit
intern, pembedaan keduanya juga sangat menentukan standar audit intern mana
yang harus diikuti oleh auditor. Dilema Meski pengkategorian tugas menjadi asurans
dan konsultansi telah diterima secara luas namun penyatuan keduanya dalam satu
wadah kegiatan audit intern sebenarnya menimbulkan dilema tersendiri. Bagaimana
tidak? Asurans memerlukan independensi dan objektivitas yang tinggi sehingga
dalam praktiknya auditor perlu “membatasi hubungan” dengan pihak yang diaudit.
Beda lagi dengan konsultansi. Ia memerlukan “hubungan dekat” antara auditor
dengan pihak yang diberi konsultansi. Hubungan itu diperlukan agar rumusan solusi
atau rekomendasi auditor tepat sasaran, dapat diterima dan diterapkan dengan baik
oleh pihak yang diberi konsultansi. Tampak berlawanan, bukan? Auditor intern
seperti bermuka dua, kadang membatasi hubungan, kadang mengintensifkan
hubungan, tergantung saat itu ia bertugas apa. Tantangan Tantangan bagi auditor
intern adalah memerankan tugas asurans dan konsultansi secara berimbang. Terlalu
berlebihan menjalankan tugas konsultansi berisiko mengurangi independensi dan
objektivitas auditor intern. Padahal itu menjadi standar dan etika profesi yang mesti
dijunjung tinggi (baca: standar audit intern dan kode etik auditor intern). Namun
mengabaikan tugas konsultansi juga tidak baik. Auditor intern memiliki keahlian dan
pengalaman yang lebih dalam memetakan risiko dan menilai pengendalian
organisasi. Karena itu perannya sangat dibutuhkan dalam pengembangan atau
perbaikan proses bisnis organisasi. Risiko independensi dan objektivitas sering
mengemuka karena pelaksanaan asurans dan konsultansi berpotensi menimbulkan
kejadian mengaudit diri sendiri (self-audit) bagi auditor. Maksudnya, bisa saja terjadi
auditor mengaudit bidang yang sebelumnya ia terlibat konsultansi di dalamnya.
Independensi dan objektivitasnya bisa diragukan, bukan? Apalagi Jika auditor itu
turut menyetujui atau mengambil keputusan. Masalahnya benar-benar nyata! Solusi
yang paling mungkin adalah menghindarinya dengan cara menugaskan auditor yang
berbeda, bisa berasal dari dalam unit audit intern sendiri atau meminta bantuan
pihak luar. Jika terpaksa cara ini tak bisa dilakukan, auditor bersangkutan harus
membuat pernyataan terbuka dan selanjutnya supervisi terhadapnya perlu diperkuat
untuk menjaga objektivitas. Simpul Tugas auditor intern hakikatnya adalah
melindungi organisasi. Pernyataan tersebut 100% benar. Namun itu tidak berarti
auditor intern mengambil peran utama manajemen, dan juga tidak harus mengikuti
apa saja yang diinginkan manajemen. Peran konsultansi dapat membantu
manajemen membangun pengendalian yang efektif bagi organisasi. Karena itu saran
dan rekomendasi auditor perlu menjadi pertimbangan manajemen. Tapi dengan
mengikuti saran atau rekomendasi auditor tidak berarti tanggung jawab manajemen
berpindah ke auditor. Konsekuensi pengambilan keputusan apapun yang dipilih
manajemen tetap menjadi tanggung jawab manajemen itu sendiri. Konsepsi
demikian perlu benar-benar dijaga. Itu jika Anda menginginkan auditor intern pada
organisasi Anda tetap berdiri tegak sebagai tameng organisasi. Jika tidak, peran
asurans akan mati suri. Auditor intern hanya akan menjadi “tukang stempel”
keputusan manajemen. Peran konsultansi adalah untuk mengeksplorasi manfaat
(benefit) yang lebih besar, namun peran asurans tetap diperlukan untuk
meminimalkan terjadinya kerugian (loss) atau kecurangan (fraud). Bukankah
keduanya sama-sama diperlukan? Sekali lagi, seninya bagi organisasi adalah
menyelaraskan dan menjaga keseimbangan keduanya.
19. Manajemen risiko juga ada yg aku ingat mitigasi itu apa.
Jawaban;
Pada tahun 2003, IIA mengeluarkan suatu panduan atas aktivitas Internal Audit
dalam proses manajemen risiko. Digambarkan dalam bentuk kipas, yang terdiri dari
18 elemen dan 3 area menjelaskan mengenai aktivitas yang harus dilakukan,
aktivitas yang masih boleh dilakukan, dan aktivitas yang sama sekali tidak boleh
dilakukan oleh auditor dalam mendukung proses Enterprise Risk Management
(ERM). Secara umum, kembali kepada tugas dan tanggung jawab auditor untuk
melakukan asurans terhadap pengelolaan risiko Perusahaan. Meskipun demikian
auditor dapat pula berkontribusi dalam mendukung (menjadi champion) dan
mengembangkan pelaksanaan ERM, karena auditor dianggap sebagai salah satu
personal kunci yang paham mengenai risiko dan tata kelola. Pelaksanaan
manajemen risiko sendiri dalam suatu Perusahaan dapat berevolusi, seiring dengan
perubahan tingkat maturitas dan tuntutan dari Regulator. Umumnya tipe
pelaksanaan manajemen risiko ada yang bersifat bertahan (defense) maupun agresif
(offense). Pada tipe defense, umumnya manajemen risiko masih fokus pada risiko
terhadap kontrak atau transaksi, aktivitas mitigasinya pun fokus pada tindakan
korektif seperti hedging atau asuransi. Sedangkan untuk tipe offense, manajemen
risiko dilakukan secara menyeluruh di seluruh Perusahaan menggunakan pendekatan
sistematis dengan panduan standar tertentu (ISO 31000, COSO, lainnya) dan fokus
mitigasi pada tindakan preventif. Terlepas dari aktivitas apa yang dilakukan oleh
auditor dan maturitas seperti apa yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengelola
risikonya, adanya kerjasama yang efektif antara kedua fungsi tersebut menjadi
tuntutan utama dari direksi dan komisaris. Tentunya dengan harapan prudent
decision making process dapat dicapai dan pada akhirnya tata kelola perusahaan
dapat bergerak menuju ke arah yang lebih baik.

Kolaborasi yang dapat dijalankan

Dengan mengambil contoh praktek yang sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan
terkemuka di Amerika, seperti : Cisco System, Hospital Corporation of America, TD
Ameritrade, dan Whirlpool Corporation, diperoleh beberapa poin utama berikut ini.

a. Menghubungkan rencana audit dengan hasil ERM, dan melakukan


koordinasi atas pekerjaan lainnya.
Untuk menjawab kebutuhan ini, pernah saya mendapat pertanyaan dari salah
satu peserta training yaitu, untuk menjadikan rencana audit valid, update, dan
berbasis risiko, sebaiknya berapa lama jarak antara laporan ERM terakhir dengan
waktu penyusunan rencana audit tahunan? Apakah laporan ERM yang difinalisasi
3-6 bulan yang lalu masih bisa dianggap valid untuk dijadikan acuan rencana
audit tahunan? Mengacu kepada contoh kasus pada artikel RIMS dan IIA ini,
tidak ada acuan waktu yang pasti karena sifat dari risiko itu sendiri yang dinamis.
Tetapi yang dilakukan beberapa perusahaan ini, tentunya mengacu kepada
periode pelaporan level risiko itu sendiri. Dimana selama tahun berjalan, apabila
terdapat perubahan profil risiko, maka internal audit dapat melakukan perubahan
rencana tahunan sesuai dengan persetujuan Direksi dan Komite Audit. Tentunya
untuk mendukung hal tersebut, maka koordinasi dan komunikasi antara Internal
Audit dan Manajemen Risiko menjadi kunci pelaksanaannya. Hanya menjalankan
Risk Based Audit Plan seperti diatas saja belum tentu cukup, diperlukan
koordinasi menyeluruh atas hasil pekerjaan lainnya, pada berbagai tahapan
pekerjaan. Misalnya: pada saat menjalankan peran advisory/consulting terhadap
suatu anak perusahaan baru, maka Internal Audit dapat berkolaborasi dengan
Manajemen Risiko dalam memberikan arahan kepada 1st LOD atas suatu best
practice kontrol yang sebaiknya dijalankan oleh fungsi tertentu.

b. Berbagi Sumber Daya Manusia dan mengembangkan kompetensinya


sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Pada berbagai perusahaan, fungsi internal audit umumnya dibentuk dan
dikembangkan terlebih dahulu ketimbang fungsi manajemen risiko, sehingga
jumlah auditor pun lebih matang daripada risk analyst. Pengembangan
kompetensi dengan cara melihat risiko/ masalah dari perspektif auditor dan
manajemen risiko dapat membuat sumber daya manusia dari kedua fungsi
tersebut berkembang lebih baik. Auditor cenderung melihat sesuatu dengan detil,
sedangkan manajemen risiko umumnya mengembangkan pola pikir secara
menyeluruh atau helicopter view.
Namun demikian perlu dipertimbangkan pula ketaatan terhadap regulasi, dimana
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)1) menyatakan bahwa satuan kerja audit internal
sebagai pihak independen dalam perusahaan perlu melakukan kaji ulang atas
keandalan kerangka dan penerapan manajemen risiko. Sehingga mungkin saja
terdapat persepsi dimana auditor yang ditugaskan dalam proyek manajemen
risiko, dianggap kurang independen untuk menjalankan audit manajemen risiko.
Agar bisa menjalankan kedua peran tersebut dengan baik, perusahaan dapat
memberikan penugasan kepada SDM yang berbeda dan menjadikan auditor yang
ditugaskan sebelumnya dalam proyek manajemen risiko sebagai Subject Matter
Expert -nya

c. Melakukan penilaian dan memantau risiko strategis


Risiko strategis merupakan risiko yang bersumber dari internal atau eksternal
organisasi yang berdampak pada strategi organisasi atau risiko yang muncul
akibat implementasi suatu strategi tertentu (RIMS whitepaper – 2011). Walaupun
tidak selalu mudah untuk dijadikan sebagai objek audit, namun risiko ini perlu
menjadi perhatian untuk selanjutnya perlu dilakukan penilaian, ditetapkan
mitigasinya, dan dipantau pelaksanaan rencana mitigasinya.

d. Melakukan koordinasi rutin, sehingga dapat memberikan single point


of view kepada Manajemen
Penilaian manajemen risiko saat ini menggunakan metode assessmen mandiri,
dimana dapat terjadi penilaian tersebut terlalu optimis atau sebaliknya. Internal
Audit, sesuai dengan perannya perlu memastikan apakah mitigasi risiko sudah
dijalankan secara efektif atau tidak. Sehingga dapat terjadi, setelah laporan audit
diterbitkan terjadi perubahan level risiko karena mitigasi dinilai belum efektif.
Terhadap perubahan level risiko ini, manajemen perlu memperoleh informasi
yang sama baik dari manajemen risiko maupun internal audit, sehingga
koordinasi rutin antar kedua fungsi menjadi sangat kritikal untuk dijalankan.
Secara umum, sudah menjadi kebutuhan manajemen untuk memperoleh
keyakinan atas keandalan mitigasi terhadap seluruh risiko perusahaan, dan
dalam menjalankan perannya internal audit, dengan berbagai keterbatasan,
membutuhkan kolaborasi dengan penyedia asurans lainnya. Hal ini mendorong
diterapkannya metodologi combine assurance atau integrated assurance dalam
Perusahaan.
Melihat berbagai aktivitas diatas banyak aktivitas yang dapat dikembangkan,
agar tidak terjadi tumpang tindih oleh para penyedia asurans. Namun kembali
kepada kunci dasar dari seluruh aktivitas ini adalah adanya sumber daya manusia
yang kompeten, yang perlu dikembangkan terus menerus oleh Perusahaan.

20. Siapa saja yg dapat diperiksa KPK


Jawaban;
Batas minimal nominal Rp 1 miliar yang ditangani KPK adalah untuk perkara yang
memiliki unsur kerugian negara. Pernyataan ini merujuk UU Nomor 30/2002 tentang
KPK. Sedangkan untuk kasus suap atau gratifikasi, tidak ada batasan nilai
21. Aplikasi informasi audit
Jawaban;
Jenis pengendalian sistem informasi menurut Weber (1999: 38) ada 2 jenis
pengendalian yang perlu diterapkan pada sistem informasi, yaitu (1) Pengendalian
Manajemen (Management Control), yang terdiri dari Pengendalian Manajemen
Puncak (Top Management Control), Pengendalian Manajemen Sistem Informasi
(Information System Management Control), Pengendalian Manajemen
Pengembangan Sistem (System Development Management Control), Pengendalian
Manajemen Sumber Data (Data Resource Management Control), Pengendalian
Manajemen Keamanan (Security Management Control), Pengendalian Manajemen
Operasi (Operation Management Control), dan Quality Assurance Management
Control; dan (2) Pengendalian Aplikasi (Application Control), yang terdiri dari
Pengendalian Batasan (Boundary Control), Pengendalian Input (Input Control),
Pengendalian Output (Output Control), Pengendalian Proses (Process Control),
Pengendalian Komunikasi (Communication Control), dan Pengendalian Basis Data
(Database Control).
Tahap audit sistem informasi menurut Weber (1999: 47-55) terdiri dari sebagai
berikut. Pertama, perencanaan audit (planning the audit), merupakan tahapan
pertama dalam audit bagi auditor eksternal; yang berarti menyelidiki dari awal atau
melanjutkan yang ada untuk menentukan apakah pemeriksaan tersebut dapat
diterima, penempatan staf audit yang sesuai, melakukan pengecekan informasi latar
belakang klien, mengerti kewajiban utama dari klien, dan mengidentiikasikan area
resiko. Kedua, pengujian atas kontrol (tests of control). Tahap ini dimulai dengan
pemfokusan pada pengendalian manajemen. Apabila hasil yang ada tidak sesuai
dengan harapan, maka pengendalian manajemen tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Bila auditor menemukan kesalahan yang serius pada pengendalian
manajemen, maka mereka akan mengemukakan opini atau mengambil keputusan
dalam pengujian transaksi dan saldo untuk hasilnya. Ketiga, pengujian atas transaksi
(tests of transaction). Pengujian transaksi meliputi pengecekan jurnal yang masuk
dari dokumen utama, menguji nilai kekayaan dan ketepatan komputasi. Keempat,
pengujian atas keseimbangan atau hasil keseluruhan (tests of balances or overall
results). Auditor melakukan pengujian ini agar bukti penting dalam penilaian akhir
kehilangan atau pencatatan yang keliru yang menyebabkan fungsi sistem informasi
gagal dalam memelihara data secara keseluruhan dan mencapai sistem yang efektif
dan eisien. Dengan kata lain, dalam tahap ini mementingkan pengamanan asset dan
integritas data yang obyektif. Kelima, penyelesaian audit (completion of the audit).
Tahap terakhir ini, auditor eksternal melakukan beberapa pengujian tambahan untuk
mengkoleksi bukti untuk ditutup, dengan memberikan beberapa pernyataan
pendapat.
KEDUA

1. Penyalahgunaan anggran yg seharusnya digunakan utk semacam program bansos2


penanggulangan bencana covid gt, sanksi nya apa? Dipenjara/didenda/hukum mati..
Dll
Jawaban;
Pidana Mati bagi Koruptor Dana Penanggulangan COVID-19 Patut
diperhatikan bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”) jo. Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 mengatur bahwa:
 
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
 
Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor kemudian menegaskan bahwa dalam hal tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan
tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
 
Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan bahwa:

Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini


adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi
pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana tersebut
dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan
keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat
kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan
moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

2. Kasus kepala dinas A mlakukan perjalaann dinas tp tdk mmiliki dokumen bukti
sebesar 13 jt, kelebihan byr(lupa transaksinya)  sbesar 8 jt, dan membeli ATK 3 jt.
Brpa jmlah yg harus dikembalikan ke kas negara?
Jawaban;
Perjalanan Dinas Luar Kota yang menggunakan dana APBN mengacu pada
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 Tentang Perjalanan
Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai
Tidak Tetap. Selain itu besaran komponen per item yang dapat dibiayai harus
mengacu pada SBU/SBM yang berlaku pada tahun yang bersangkutan.
Pertanggungjawaban Biaya Perjalanan Dinas diatur dalam Pasal 36 PMK
113/PMK.05/2012, menyebutkan, untuk bertanggungjawab sepenuhnya atas
anggaran tersebut;
“Pihak-pihak yang melakukan pemalsuan dokumen, menaikkan dari harga
sebenarnya (mark up), dan/atau Perjalanan Dinas rangkap (dua kali atau lebih)
dalam pertanggungjawaban Perjalanan Dinas yang berakibat kerugian yang
diderita oleh negara, bertanggung jawab sepenuhnya atas seluruh tindakan yang
dilakukan”

3. Piutang negara dibawah 10M tanggung jawab siapa, di atas 10 M tanggung jawab
siapa, utk di daerah dibawah 5M;
Jawaban;
• Hirarki otorisasi penyelesaian dan penghapusanpiutang  <=10m Menteri,
10<p<=100 Presiden, >100 DPR. Untuk daerah <=5m Kepala Daerah, > 5m
DPRD.

Ujung tombak dari pelaksanaan proses pengurusan piutang negara tersebut adalah
para pemegang/pengelola Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN), Jurusita, dan
Pemeriksa Piutang Negara. Pengertian Jurusita DJKN adalah Aparatur Sipil Negara
(ASN) dilingkungan DJKN Kementerian Keuangan yang diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab kejurusitaan. Adapun tugas, wewenang, dan tanggung jawab
Jurusita DJKN adalah sebagai berikut:
Melaksanakan pemberitahuan Surat Paksa sekaligus melakukan penagihan hutang;
1. Melaksanakan penyitaan Barang Jaminan/Harta Kekayaan lain milik
Penanggung Hutang/Debitur;
2. Melakukan penarikan/pengamanan barang sitaan;
3. Melakukan Paksa Badan/gijzeling terhadap Penanggung Hutang(PH)/Penjamin
Hutang (borgtocht atau personal guarantee), sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku.
Sedangkan Pemeriksa Piutang Negara adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Direktorat Jenderal yang diangkat oleh atau atas kuasa Menteri Keuangan, yang
diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Pemeriksaan.
Berdasarkan Pasal 112 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2016 tugas
Pemeriksan Piutang Negara, sebagai berikut:
1. Mencari, meneliti, dan mengumpulkan keterangan atau bukti-bukti yang
berhubungan dengan objek Pemeriksaan; dan/ atau
2. Melakukan wawancara atau meminta penjelasan dari berbagai pihak yang
berkaitan dengan objek Pemeriksaan.
Selanjutnya pada Pasal 113 wewenang yang dimiliki Pemeriksa Piutang Negara
adalah dalam melaksanakan Pemeriksaan, Pemeriksa Piutang Negara berwenang
meminta keterangan kepada Penanggung Hutang dan/ atau pihak lain, yang
berkaitan dengan :
1. Tempat kediaman/ rumah, kantor, tempat usaha/ tempat  kegiatan milik atau
diduga milik Penanggung Hutang;
2. Usaha dan/ atau Harta Kekayaan Lain; dan/ atau
3. Catatan dan pembukuan dari usaha milik atau milik Penanggung Hutang.

4. Urutan penyusunan laporan audit


Jawaban;
Pelaporan Audit Kinerja Sebagai Suatu Proses;Pelaporan audit kinerja
dapat dipandang sebagai suatu proses yang berkelanjutan. Proses pelaporan
dapat dilalui dalam :
1. Lembar Diskusi
Lembar diskusi memuat penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan
oleh auditor yang perlu dimintakan penjelasan dari pejabat yang
bertanggung jawab atas kegiatan yang sedang diaudit.
2. Observasi Audit
Berdasarkan hasil diskusi dengan pejabat yang bertanggung jawab,
auditor harus melakukan observasi audit guna meyakinkan kebenaran
informasi yang disampaikan oleh entitas.
3. Draft Laporan Audit Kinerja
Berdasarkan hasil observasi, auditor menyusun raft laporan audit kinerja.

Struktur dan Cara Penyajian Laporan


Gaya penulisan dan jumlah halaman laporan tergantung pada situasi dan
kondisi entitas yang diaudit. Struktur dan isi laporan minimal harus mencakup
hal-hal sebagai berikut :
1. Judul
2. Ringkasan
3. Pendahuluan
4. Tujuan dan Lingkup Audit
5. Waktu Pelaporan
6. Kriteria Audit
7. Metodologi
8. Temuan
9. Simpulan dan Rekomendasi
10. Daftar istilah ( Glosarium)
Langkah-Langkah Penyusunan Laporan Hasil Audit
Secara garis besar terdapat tiga langkah yang harus dilakukan dalam
penyusunan laporan hasil audit yaitu :
1. Menyusun Konsep Laporan
Hal-hal yang harus dilakukan untuk memperjelas proses dalam penyusunan
penyelesaian konsep laporan audit kinerja adalah :
a. Surat pengantar
b. Ringkasan Laporan
c. Susunan Laporan Hasil Audit
2. Mendapatkan Komentar Instansi
Setelah konsep laporan ausit selesai, konsep hasil audit tersebut perlu
disampaikan kepada pihak manajemen entitas yang diaudit untuk
ditanggapi dalam hal ini dapat dilakukan dengan :
a. Menanggapi respons auditee atas konsep laporan
b. Mengadakan pertemuan dengan pimpinan instansi yang diaudit
c. Memanfaatkan komentar instansi untuk memperbaiki konsep laporan
d. Mengatur cara mendapatkan komentar dari instansi yang diaudit
e. Menelaah atau mengevaluasi komentar instansi yang diaudit
3. Menyusun Laporan Akhir
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun laporan akhir akan
dijelaskan sebagai berikut :
a. Mencocokan referensi
b. Meneelaah konsep laporan akhir
c. Mendistribusikan laporan

5. PPKD selaku BUD mempunyai tugas apa ?.


Jawaban;
PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di Iingkungan satuan kerja pengelola
keuangan daerah selaku kuasa BUD. PPKD bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Sesuai
dengan PMDN 13/2006 pasal 8, dijelaskan sebagai berikut;
Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat Kuasa BUD adalah
pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUD.
Penunjukan kuasa BUD sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah. Kuasa BUD, mempunyai tugas:
1. Menyiapkan anggaran kas;
2. Menyiapkan spd;
3. Menerbitkan sp2d;
4. Menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah;
5. Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran apbd oleh bank
dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk;
6. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan apbd;
7. Menyimpan uang daerah;
8. Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan
investasi daerah;
9. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran
atas beban rekening kas umum daerah;
10. Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;
11. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan
12. Melakukan penagihan piutang daerah.
Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD. Lebih
lanjut, dalam PMDN 13/2006 Pasal 9, disebutkan bahwa: PPKD dapat
melimpahkan kepada pejabat lainnya dilingkungan SKPKD untuk
melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut:
1. Menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
2. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
3. Melaksanakan pemungutan pajak daerah;
4. Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama
pemerintah daerah;
5. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
6. Menyajikan informasi keuangan daerah; dan
7. Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang
milik daerah.

6. Pengertian SPIP dan Elemen SPIP


Jawaban;
Pengerian SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) sesuai PP No. 60
Tahun 2008 adalah proses yang integral pada tindak an dan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keya kinan memadai atas tercapainya tu juan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelapor an keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap perundang-undangan.
Sesuai Pasal 11 PP nomor 60 Tahun 2008, menyebutkan peran Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah, yaitu:
1. Memberi keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi dan
efektifitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi
Kementerian
2. Memberi peringatan dini dan meningkatkan efektifitas manajemen risiko
dalam penyelengga- raan tugas dan fungsi Kementerian
3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas
dan fungsi Kementerian
Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu:
1. Lingkungan pengendalian
2. Penilaian risiko
3. Kegiatan pengendalian
4. Informasi dan komunikasi
5. Pemantauan pengendalian intern
Kelima unsur pengendalian intern merupakan unsur yang terjalin erat satu
dengan yang lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai. Oleh karena itu, yang menjadi fondasi dari pengendalian adalah
orang-orang (SDM) di dalam organisasi yang membentuk lingkungan
pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ingin
dicapai instansi pemerintah.
7. Jika menerima gratifikasi dan sudah melaporkan ke KPK, bagaimana proses
selanjutnya
Jawaban;
Berdasarkan UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 Pasal 12c ayat 2
dan UU No. 30 tahun 2002 Pasal 16, setiap Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada
Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan cara sebagai berikut :

 Penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaanya selambat-lambatnya 30


(tiga puluh) hari kerja kepada KPK, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut
diterima.
 Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana
ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen
yang berkaitan dengan gratifikasi.
 Formulir sebagaimana huruf b, sekurang-kurangnya memuat :
 Nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi.
 Jabatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
 Tempat dan waktu penerima gratifikasi.
 Uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan
 Nilai gratifikasi yang diterima
 Formulir Pelapor Gratifikasi dapat diperoleh di kantor KPK atau diunduh disini

Contoh-contoh Pemberian yang dapat dikategorikan sebagai Gratifikasi :

 Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu
 Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan
kantor pejabat tersebut
 Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan
pribadi secara cuma-cuma
 Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang atau
jasa dari rekanan
 Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat
 Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan
 Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
 Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan,
oleh rekanan atau bawahannya.
 Seluruh pemberian tersebut diatas, dapat dikategorikan sebagai gratifikasi,
apalbila ada hubungan kerja atau kedinasan antara pemberi dan dengan pejabat
yang menerima, dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau
kedudukan pejabat tersebut.

8. Membantu nenek2 mengambil uang pensiunan terus kita diberi uang dan kita terima
itu apa?
Jawaban;
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Gratifikasi, tersebut patut diwaspadai sebagai pemberian yang
berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena terkait dengan jabatan yang
dipangku oleh penerima serta kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan dari
pemberi, dan pada saatnya pejabat penerima akan berbuat sesuatu untuk
kepentingan pemberi sebagai balas jasa.

Anda mungkin juga menyukai