TUGAS AUDIT INTERNAL - Penyimpangan Audit Internal
TUGAS AUDIT INTERNAL - Penyimpangan Audit Internal
PT Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) Syariah masih terlilit kasus dugaan kredit
fiktif yang merugikan perseroan senilai Rp548 miliar. Plt. Direktur Utama Bank BJB
terlibat dalam korupsi pemberian kredit kepada debitur atas nama PT. Hastuka Sarana
Karya periode 2014-2016 dengan tidak menaati prosedur saat memberikan kredit kepada
AW. Selaku pemimpin PT HSK dalam memberikan fasilitas pembiayaan sebesar Rp 548
miliar.
Ternyata, kredit fiktif yang melibatkan Plt Direktur Utama Yocie Gusman bukan
satu-satunya kasus di perseroan. Berdasarkan laporan Good Corporate Governance
(GCG) 2018 yang diterbitkan perseroan, tercatat ada 4 kasus penyimpangan (internal
fraud) yang memengaruhi kegiatan operasional bank dan kondisi keuangan secara
signifikan pada tahun lalu. Dampak penyimpangan atau kerugian yang ditimbulkan
akibat internal fraud ini masing-masing senilai lebih dari Rp100 juta. Hingga laporan itu
dirilis, keempat kasus tersebut masih dalam proses penyelesaian di internal BJB Syariah.
"Kecurangan yang dilakukan mempengaruhi kondisi keuangan bank secara signifikan
dengan dampak penyimpangan atau kerugian lebih dari Rp100 juta.
Selain empat kasus itu, BJB Syariah juga masih menyisakan satu kasus fraud yang
belum diselesaikan. Kasus ini terjadi pada 2017. Keseluruhan kasus internal fraud ini
melibatkan pegawai tetap perusahaan. Hanya saja, perseroan tidak merinci dengan detail
informasi mengenai internal fraud tersebut. Permintaan tanggapan yang disampaikan
Bisnis kepada Pemimpin Desk Sekretaris Perusahaan Bank BJB Syariah Roby Asmana
hingga berita ini ditulis belum terjawab. Termasuk, pertanyaan apakah salah satu dari
temuan tersebut merupakan kredit fiktif senilai Rp548 miliar yang saat ini masih disidik
oleh Bareskrim mabes Polri. Selain adanya internal fraud, pada 2018 BJB Syariah juga
mengalami kondisi pelampauan batas maksimum penyaluran dana (BMPD). Sehingga,
perseroan harus melaporkan action plan perbaikan GCG sesuai dengan Peraturan Bank
Indonesia No.: 13/5/PBI/2011 tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah. "Per Desember 2018, sasaran action plan perbaikan GCG
berupa penyelesaian pelampauan batas maksimum penyaluran dana telah dipenuhi dan
diselesaikan oleh bank
Dengan adanya penolakan tersebut Kantor Audit Publik Eddy Pianto izin usahanya
dibekukan oleh BAPPEPAM LK dan tidak boleh berada dibursa selama waktu tertentu.
Karena menjadikan saham PT Telkom anjlok.
Pelanggaran Pasal 107 Undang-undang nomor 8 Tahun 1995 Oleh KAP Haryanto
Sahari Dan Rekan
Dalam Pasal 107,
“Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau
menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh
izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Dalam pasal tersebut dapat dikaji apabila ada pihak yang bertujuan untuk merugikan
atau menyesatkan. Dalam kasus diatas dapat dilihat KAP Haryanto Sahari dan rekan
mencoba untuk menyesatkan dan merugikan. Merugikan para pemegang saham dari
perseroan induk maupun anak perusahaannya yakni TELKOM dan TELKOMSEL. Karena
hasil auditnya tidak dibeikan izin maka KAP Eddy Pianto dan rekan mengalami kesulitan
dalam mengacu auditnya.
Yang tidak relevan adalah permintaan KAP HS untuk melihat keseluruhan form 20-
F yang tidak ada hubungannya dengan mereka sama sekali. Bahkan, jika itu merupakan
alasan mereka untuk tidak memberikan izin merupakan alasan yan tidak berdasar hukum
sama sekali. Sebagai first layer, KAP HS seharusnya memberikan kemudahan bagi KAP
selanjutnya yang akan menggatikannya. Dalam peraturan pasar modal yang dikeluarkan
oleh Bapepam tidak memperbolhkan persaingan yang tidak sehat. Sebagai sesama auditor
seharusnya saling menghormati dan tidak saling menjatuhkan reputasi.
“Mengaburkan” dan “menyembunyikan” dalam pasal tersebut juga dapat diterapkan
pada kepada tindakan yang dilakukan oleh KAP HS. Mengaburkan karena tidak
mengizinkan acuan sehingga KAP EP harus memulainya lagi dari bawah tanpa tahu
dokumen-dokumen apa saja yang pernah di audit. Dan menyembunyikan hasil audit beserta
opininya sehingga PT telkom melakukan inpermission atas hasil kerja KAP HS yang saat itu
waktunya sangat terbatas.
Dengan demikian pasal 107 ini dapat diterapkan pada kasus yang menimpa Kantor
Audit Publik (KAP) Haryanto Sahari dan rekan yang telah merugikan PT Telekomunikasi
Indonesia. Tbk (Telkom), PT. Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), Kantor Audit Publik
(KAP) Eddy Pianto dan rekan, Bapepam, dan SEC. Karena kecerobohannya tersebut indeks
harga saham gabungan Telkom anjlok dan mengalami kerugian karena adanya isu tidak
transparansi keuangannya.