Audit pada saat ini telah menjadi bagian penting dalam dunia akuntansi,
khususnya aspek-aspek yang terkait dengan proses pengambilan keputusan dan
aktivitas-aktivitas auditor dalam mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil
keputusan. Terdapat banyak hal yang dapat dipertimbangkan sebagai data
pendukung dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada aspek
keperilakuan auditor. Salah satu karakteristik yang membedakan akuntan publik
dengan auditor internal berkaitan dengan keterikatan secara pribadi. Akuntan
publik terikat dengan catatan-catatan suatu organisasi dan prinsip-prinsip
akuntansi yang dibangun oleh badan profesi akuntansi. Sebaliknya, auditor
internal terkait dengan aktivitas-aktivitas manajemen dan orang-orang yang
menjalankan operasi organisasi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
audit internal mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang sehingga
terdapat hubungan pribadi antara orang yang dievaluasi dengan orang yang
mengevaluasi dengan para auditor.
Menghormati diri sendiri dan orang lain. Kebutuhan akan rasa dihormati ini
dapat dikaitkan dengan keyakinan pihak yang diaudit untuk bertindak langsung
dalam kerja sama dengan staf audit untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang
bermasalah, membantu dalam mengidentifikasi kinerja, serta mengembangkan
tindakan-tindakan korektif.
Pengelolaan Konflik
Dalam hal perubahan, konflik sering kali terjadi pada proses audit. Konflik terjadi
dalam hal lingkup (manajemen), tujuan (auditor eksternal), tanggung jawab
(layanan manajemen), dan nilai. Dalam bidang akuntansi, konflik dapat terjadi
antara auditor yang cenderung mempertahankan profesionalismenya dan pihak
yang diaudit yang cenderung mempertahankan lembaga atau keinginannya. Oleh
sebab itu terdapat empat metode khusus yang secara umum digunakan untuk
menyelesaikan konflik, yaitu arbitrasi, mediasi, kompromi, dan langsung.
Masalah-Masalah Hubungan
Brink dan Witt (1982) mempunyai daftar konsep yang akan membantu untuk
memperlakukan orang dengan lebih baik. Konsep-konsep tersebut adalah:
1. Terdapat variasi umum dalam kemampuan dan sifat-sifat dasar individu,
oleh sebab itu auditor seharusnya mempertimbangkannya dalam kaitannya
dengan karyawan pihak yang diaudit.
2. Keberagaman perasaan-perasaan dan emosi, sehingga auditor seharusnya
mengidentifikasi keberagaman perasaan dan mencoba menangani hal
tersebut secara efektif.
3. Keberagaman persepsi. Staf pihak yang diaudit tidak memandang dengan
cara yang sama seperti yang dilakukan oleh staf audit.
4. Ukuran kelompok pihak yang diaudit dapat berpengaruh pada hubungan.
Auditor diharuskan untuk memodifikasi pendekatan secara teknis ketika
menghadapi kelompok yang lebih luas.
5. Pengaruh dari berbagi situasi operasi sebagai suatu variasi akhir. Setiap
perubahan situasi mempengaruhi perasaan dan tindakan seseorang, auditor
seharusnya memasuki variasi ini ke dalam pertimbangannya pada
hubungan interpersonal.
Karakteristik Individu
Sifat yang muncul pada berbagai tingkatan dalam setiap individu dari pihak yang
diaudit, meliputi:
1. Menjadi produktif, sibuk pada pekerjaan-pekerjaan yang bermakna.
2. Mempunyai dorongan ke arah dedikasi terhadap suatu usaha yang
dianggap penting.
3. Mempunyai keinginan untuk melayani dan memberikan bantuan kepada
individu lain.
4. Bebas untuk memilih guna mendapatkan independensi dan kebebasan
pilihan.
5. Memiliki sifat yang adil dan jujur.
6. Memiliki bias pada diri sendiri, tercermin pada sikap yang lebih suka
dipuji dibandingkan dengan dikritik.
7. Mencari kepuasan diri sendiri.
8. Memiliki nilai untuk mendapatkan imbalan atas usaha-usahanya.
9. Bersikap seperti orang-orang yang patuh dan dapat beradaptasi secara baik
10. Menjadi bagian dari tim yang sukses.
11. Memiliki rasa haru atas bencana yang menimpa orang lain.
12. Memiliki keterkaitan pada pemaksimalan kepuasan diri sendiri.
13. Lebih cenderung untuk sensitif dibandingkan dengan membantu orang.
Kesadaran Pada Diri Sendiri
Dalam suatu situasi dimana banyak hubungan interpersonal, hal terpenting adalah
untuk menyadari dan memegang teguh keseimbangan serta untuk memandang diri
sendiri sebagaimana orang lain memandangnya (Ratcliff et al., 1988). Elemenelemen utama tersebut adalah:
1. Adanya pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain dalam
hubungan secara mental, fisik, emosional, dan karakteristik pribadi.
2. Rasa memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja.
3. Kesadaran terhadap perintah dasar dalam lingkungan relatif yang dimiliki
seseorang, dimana orang tersebut harus menyesuaikan diri dengan
kelompok organisasi yang luas.
4.
aturan sederhana yang logis. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan
kominikasi yang efektif adalah:
1. Jangan bicara atau menulis dalam bentuk langsung sebab auditor bukanlah
bagian dari manajemen.
2. Jangan menggunakan istilah-istilah yang berimplikasi pada kesalahnkesalahan kerja dari pihak yang diaudit.
3. Jangan menjadikan pihak yang diaudit sebagai pokok bahasan, baik secara
4.
5.
6.
7.
temuanya.
8. Sepanjang proses penyusunan laporan mengizinkan pihak yang diaudit
untuk mengungkapkan pendapatnya.
9. Sopan dengan seluruh karyawan pihak yang diaudit dan menyambut
manajemen pihak yang diaudit dengan rasa hormat.
10. Melakukan pertemuan dan wawancara di kantor pihak yang diaudit.
11. Mempertimbangkan kemungkinan tekanan yang muncul dalam diri pihak
yang diaudit.
diaudit.
Bangun suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit
dalam menilai pemrograman dan pelaksanaan audit.
profesional.
Kerahasiaan.
Perilaku profesional, yaitu sikap wajib mentaati hukum dan peraturan
yang sesuai.
Prosedur monitoring.
Review dari pihak eksternal.
eksternal perusahaan.
Syarat whistle-blower, yaitu
Motivasinya jelas.
Buktinya jelas.
Analisisnya jelas.
Salurannya jelas.
Perilaku etis auditor dalam audit manajemen, yaitu auditor audit manajemen harus
mengungkap kecurangan yang ada.
1. Hubungan antar manusia dalam manajemen audit
Hubungan antar manusia adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara
seseorang dengan orang lain untuk mendapatkan pemahaman untuk saling
pengertian, kesadaran, dan kebutuhan psikologis. Pengetahuan hubungan antar
manusia
dapat
digunakan
untuk
memecahkan
berbagai
masalah
yang
terbuka. Karenanya kita perlu menempatkan masalah ini pada proporsi yang
benar, sehingga misi kerja dari para auditor saat melakukan audit manajemen
dapat tercapai serta memberi kontribusi positif bagi organisasi.
2. Hubungan kerjasama antara manajemen dan eksternal audit
Dalam beberapa hal, auditor audit manajemen dan auditor eksternal memiliki
kesamaan. Keduanya merupakan profesi yang memainkan peran penting dalam
tata kelola organisasi serta memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas
pengendalian internal organisasi. Keduanya diharapkan memiliki pengetahuan
yang luas tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang dihadapi oleh
organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki
kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional
masing-masing yang harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi
independen dari kegiatan yang mereka audit. Namun, selain berbagai kesamaan
tersebut, audit manajemen dan audit eksternal adalah dua fungsi yang memiliki
banyak pula perbedaan.
bila
seorang
auditor
kurang
mampu
untuk
menyelesaikannya
denganauditee. Konflik itu sendiri adalah hubungan antara dua pihak atau lebih
(individu atau kelompok) yang memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
Dalam kaitan ini maka masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara auditor
dan auditee dalam mencapai visi menjadi fokus utama. Penyelarasan ini berpijak
pada visi keinginan semua pihak di organisasi untuk melahirkan organisasi yang
sehat dan berkembang wajar adalah yang paling pokok.
Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan :
Menghindari
Auditor semacam ini cenderung menekan reaksi emosional dengan mencari cara
lain yang lebih enak atau bahkan mungkin dia minta pindah atau keluar dari
pekerjaan sebagai internal auditor. Hal ini dimungkinkan pula bila auditor kurang
punya kemampuan untuk bernegosiasi secara efektif. Meskipun strategi
menghindari bisa mengatasi persoalan, namun sifatnya sementara saja. Karena
pada kesempatan lain persoalan itu dapat timbul dan auditor tetap tidak dapat
mengatasinya.
Membekukan
Ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan tindakan. Strategi ini bisa digunakan
auditor untuk mendinginkan situasi untuk sementara, sehingga usaha untuk
konfrontasi tetap tidak mungkin
Dikonfrontasikan
Konfrontasi
konflik,
artinya
atas
problem
atau
temuan
ini
langsung
efektif, tapi auditee dapat merasa kalah. Bila merasa kalah maka bisa timbul
kebencian, kekhawatiran, bahkan menjurus pada kerugian. Dengan memakai
strategi negosiasi, dalam strategi ini kedua pihak bisa menang. Masing-masing
langkah akan mengundang masalahnya sendiri. Strategi win-win solution harus
dipakai sebagai dasar dalam kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan
yang diambil, dilakukan berdasar motif yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik
seperti kemampuan memahami orang lain, komunikasi dan juga negosiasi perlu
dimiliki.
3. Peran interviewer
Komunikasi yang akan dilakukan oleh auditor, sering kali dalam bentuk
wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu auditor
audit manajemen harus paham mengenai:
Konteks dari wawancara yang dilakukan
Isi dari bahan yang ingin dicarinya
Pola interogasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi jika keterampilan
wawancara kurang dikuasai dan pewawancara kurang mampu menggali persoalan
dengan memotivasi auditee. Wawancara sebaiknya dimulai dengan menentukan
posisi kepercayaan (trust), baru kemudian diikuti dengan penetapan berbagai;
aspek yang diperlukan dalam wawancara (positioning) dan dilanjutkan dengan;
mengembangkan wawancara sendiri.
4. Peran negosiator dan komunikator
Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing. Mungkin peran
komunikator akan lebih menonjol dibanding dengan negosiator. Dalam peran
negosiator, seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual posisi
auditor, program auditor ataupun ide-idenya. Karena itu kriteria dan materi yang
harus disampaikan haruslah masuk akal. Sebaiknya jangan memandang remeh
JURNAL
memecahkan
masalah.
Perusahaan
secara
umum
perusahaan
baru
yang
mengembangkan
sistem
strategis
audit.
auditor
pemula
untuk
memperoleh
kemampuan
analisis
kompleks.
Untuk mendapatakan keterampilan ini dibutuhkan seorang auditor
yang mengandalkan pengetahuan prosedural mereka, yang "terdiri
dari aturan atau langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan
tugas-tugas
yang
terampil"(Bonner
dan
Walker
1994,
158).
melalui
pengamatan
lainnya
pada
auditor
yang
lebih
pelatihan
ini
mungkin
mahal
untuk
digunakan
pada
tugas
rasio-analisis
kompleks.
Temuan
utama
mereka
saja
praktek karena senior sering terlalu sibuk untuk memberikan umpan balik
kepada auditor pemula karena kemajuan mereka melalui pekerjaan mereka
(yaitu, langkah-demi-langkah umpan balik). jenis umpan balik dengan biaya
rendah, seperti umpan balik hasil (hanya memberikan jawaban yang benar
tanpa penjelasan) tidak efektif tanpa instruksi sebelumnya. Hasil ini
konsisten dengan penelitian lain di audit (lihat pembahasan di Ashton
1982) dan psikologi (misalnya, Remus et al 1996;. Balzer et al 1992.).
Namun, Bonner dan Walker (1994) menemukan bahwa umpan balik hasil
sama efektifnya dengan umpan balik jelas ketika didahului oleh
pemahaman instruksi dan aturan.
Penjelasan umpan balik dan belajar dari contoh bekerja
Bidang psikologi menawarkan bukti dalam perjalanan siswa "belajar
dengan melakukan," memberikan wawasan tentang bagaimana auditor
dapat pelajari secara efektif dalam pengaturan yang tidak memungkinkan
untuk instruksi awal. Misalnya, banyak penelitian psikologi kognitif
menemukan bagaimana individu belajar dari mempelajari contoh bekerja di
berbagai domain (Chi, Bassok, et al 1989;. VanLehn 1996; Sweller dan
Cooper 1985;. Renkl et al 1998). Temuan umum adalah bahwa seorang
individu dapat fitur abstrak yang mendasari masalah bahkan dari belajar
hanya salah satu contoh, dan kemudian menggunakan pengetahuan ini
untuk memecahkan masalah baru (Zhu dan Simon 1987;. Chi, Bassok, et
al 1989).
Mayoritas studi psikologi belajar dari contoh-contoh bekerja telah terjadi
dalam pengaturan tugas dengan menggunakan contoh yang sama dengan
buku. Contoh-contoh ini dianggap "baik-terstruktur," bahwa masing-masing
memiliki jawaban obyektif yang benar dan prosedur solusi diterima yang
pengetahuan
prosedural.
Pelatih
dapat
memberikan
langkah demi
langkah. Chi, Bassok, et al. (1989) menggunakan istilah "efek selfexplanatioti" untuk menggambarkan fenomena tersebut.
H3
bahwa
menggabungkan
kedua
intervensi
pelatihan
akan
Metode
Peserta
Peserta terdiri 159 auditor dari dua kantor akuntan publik internasional, dengan
rata-rata pengalaman 1,3 tahun (standar deviasi = 1,6). Peserta mengikuti sesi
Karena penulis mengambil percobaan dalam tiga sesi percobaan, dengan kondisi
yang berbeda termasuk perbedaan pengalaman administrasi, kondisi penugasan
random tidak dimungkinkan. Analisis demografis dari karakteristik peserta
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada peserta dari satu kondisi
percobaan dengan kondisi lainnya. Mengacu pada desain percobaan 2 x 2 di
Gambar 1, penulis menempatkan subyek secara acak di seluruh Sel B dan D di
sesi pertama, di sel A dan B pada sesi kedua, dan di semua sel di sesi ketiga. Dari
150 peserta, 37 berada di sel A, 39 berada di sel B, 34 berada di sel C, dan 40
berada di sel D.
Bahan Tugas
Tugas diperlukan peserta untuk menganalisis tingkat diskonto setiap empat
pendapatan yang menghasilkan properti kantor. (Pada lampiran disajikan contoh
kasus satu properti) peserta menilai apakah tingkat diskonto yang diberikan
tersebut "Reasonable" atau "Not Reasonable". Jika mereka menjawab "Not
Reasonable" dan mereka memberikan tingkat kisaran yang wajar. Maka
kesimpulan atas pemikiran mereka didasari dari informasi terhadap latar belakang
tiap properti dan tingkat diskonto yang digunakan dalam penilaian properti.
Mereka juga menerima informasi industri atas kisaran tarif diskon yang diterima
setiap lokasi geografis properti. Untuk memastikan tugas ini realistis, penulis
menggunakan bahan yang telah diaudit sebenarnya sebagai sumber informasi
Hasil
Untuk menguji hipotesis, peneliti melakukan analisis menggunakan skor
posttest peserta dalam analisis kovarians (ANCOVA), dengan Tahun
Pengalaman dan Pretest Skor sebagai kovariat. Meskipun peserta pemula
sehubungan dengan tugas, tahun audit umum pengalaman mereka
berkisar dari kurang dari satu tahun (entry level) sampai tujuh tahun. Untuk
balik
jelas
(selain
memberikan
umpan
balik
hasil)
akan
pola
eksplisit
(efek
utama
Penjelasan
Feedback).
The
daripada yang: (1) memberikan umpan balik jelas saja atau (2)
membutuhkan pemula untuk menjelaskan sendiri. Konsisten dengan H3a,
jumlah rata-rata jawaban yang benar di Sel A (M = 3.43,sd = 0.65) lebih
besar dari rata-rata di Sel B (M = 3.10, SD = 0,91; t = 1.81, p = 0,04,
satu ekor). Demikian pula, konsisten dengan H3b, jumlah rata-rata
jawaban yang benar di Sel A (M = 3.43, SD = 0.65) secara signifikan lebih
besar daripada rata-rata di Cell C (M = 2.97, SD = 0,97; t = 2.38, p =
0,01, satu-tailed).
Kesimpulan
Penelitian ini menilai efektivitas dua intervensi pelatihan alternatif biaya
rendah. Seperti yang diperkirakan, membuat pola eksplisit melalui
penyediaan kinerja umpan balik jelas ditingkatkan pemula. Hasil ini
konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya pada penggunaan petunjuk
dalam transfer analogis (Gick dan Holyoak 1980, 1983) dan penggunaan
contoh bekerja-out dalam pemecahan masalah. Hal ini juga ulangan dan
meluas Bonner dan Walker (1994) hasil dari umpan balik jelas dalam
akuisisi pengetahuan.
Seperti di Bonner dan (1994) kondisi jelas-umpan balik Walker, saya
memberi peserta dalam kondisi Penjelasan-Feedback penjelasan mengapa
jawaban yang diberikan adalah benar selain memberikan umpan balik
hasil. Perbedaan utama antara Bonner dan Walker (1994) dan pengaturan
saat ini berkaitan dengan waktu dan jumlah umpan balik yang diberikan
selama belajar. Bonner dan Walker (1994) memberikan umpan balik jelas
segera (yang, karena setiap peserta menyelesaikan langkah dalam
masalah, komputer memberikan umpan balik pada jawaban yang benar).
Mereka juga mencatat bahwa "efektivitas baik umpan balik hasil dan
umpan balik jelas dapat berkurang dengan penundaan" (Bonner dan
Walker 1994, 174). Umpan balik dalam penelitian ini lebih tertunda dan
kurang sering daripada di Bonner dan Walker (1994), dan diberikan dalam
bentuk ringkasan (untuk semua empat kasus pada satu waktu). Peserta
menyelesaikan keempat hukuman pretest, dan menjawab dua halaman
pembekalan dan pengetahuan-kuesioner terkait sebelum mereka mulai
bagian pelatihan dari percobaan, di mana mereka menerima jawaban yang
benar dalam bentuk ringkasan untuk semua empat properti bersamasama. Selain itu, peserta kondisi Self-penjelasan yang diberikan selfpenjelasan sebagai langkah ditional ad- sebelum menerima umpan balik.
Goodwin (1998) menunjukkan bahwa meskipun umpan balik segera
meningkatkan kinerja dalam jangka pendek, tidak dapat menghasilkan
keuntungan jangka panjang dalam kinerja. Dia mencatat bahwa "sering,
umpan balik langsung manfaat kinerja selama latihan" (Goodwin 1998,
223). Namun, ia melanjutkan untuk membedakan efek transien kinerja dari
"efek belajar yang benar," lanjut mencatat bahwa "memberikan umpan
balik lebih jarang, menghilangkan nanti dalam praktek, dan hanya
menyediakan umpan balik Ringkasan setelah sejumlah percobaan
menurun kinerja di sesi latihan, tapi lead untuk belajar yang lebih baik,
seperti yang dinilai oleh retensi, transfer, dan generalisasi keterampilan
"(Goodwin 1998, 224). Penelitian di masa depan bisa menilai apakah
tertunda dan umpan balik ringkasan seperti yang digunakan dalam
penelitian ini meningkatkan retensi jangka panjang dan transfer.
Mewajibkan siswa untuk spontan memberikan penjelasan sendiri
juga
mahal, hasil ini melemahkan (1999) argumen Renkl bahwa pelatih harus
menggabungkan penjelasan instruksional dan penjelasan diri untuk
mendorong belajar dari contoh-contoh bekerja.
Penjelasan sendiri bekerja sangat baik ketika peserta menunjukkan tingkat
penalaran tinggi; tapi ketika tingkat penalaran rendah, keuntungan kinerja
tidak berbeda dibandingkan dengan pemberian umpan balik jelas saja.
Penelitian di masa depan bisa menyelidiki apakah penalaran tingkat tinggi
adalah fungsi dari kemampuan bawaan pelajar atau gaya kognitif, atau
apakah itu dapat ditingkatkan melalui instruksi awal (meskipun dalam
membahas upaya penelitian sebelumnya nya, Renkl [1999] mencatat
bahwa instruksi awal dalam metode penjelasan sendiri agak tidak efektif).
Dalam situasi dengan banyak tekanan waktu, mungkin mahal untuk
menggunakan penjelasan sendiri karena peserta didik perlu waktu ekstra
dengan alasan agar efektif. Selain itu, pendekatan penjelasan sendiri
cenderung kurang efektif bila jawaban yang benar tidak tersedia. Peserta
dalam penelitian ini harus menjelaskan alasan yang mendasari keputusan
yang benar, tetapi ada bukti bahwa memberikan penjelasan dalam
mendukung jawaban yang salah akan menghasilkan sedikit atau tidak ada
pembelajaran (Earley 1998).