Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN PENYIAPAN DAN PENYERAHAN OBAT DI RS

RS MARYAM CITRA MEDIKA


KABUPATEN TAKALAR
TAHUN 20…
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,


mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru
yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian
(Pharmaceutical Care).

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan


perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien.
Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan
paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien
agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan
demikian para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah dinegara
sendiri.

Perkembangan diatas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi


Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan
Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun
farmasi klinik.

Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Rumah


Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, sehingga diharapkan dengan
model ini akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian
dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.

Dalam Undang Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Habis Pakai yang bermutu, aman, dan
terjangkau. Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit harus
mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk diatur
dengan Peraturan Mentri Kesehatan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian


juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Mentri Kesehatan.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang Undangan tersebut dan perkembangan konsep


Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan sesuatu Standar Pelayanan Kefarmasian dengan
Peraturan Mentri Kesehatan, sekaligus meninjau kembali Keputusan Mentri Kesehatan
Nomor 1197/Menkes/ SK/ X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit .
2. Tujuan Pedoman
1. Sebagai Pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam melaksanakan praktik
kefarmasian
2. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
4. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam
rangka keselamatan pasien ( patient safety )
5. Pemenuhan standar akreditasi versi 2019

BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat
manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh
sumber daya manusia, sarana, dan peralatan. Apoteker dalam melaksanakan kegiatan
Pelayanan Kefarmasian tersebut juga harus mempertimbangkan faktor resiko yang terjadi
yang disebut dengan manajemen risiko.

B. Batasan Operasional.
1. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi :
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
b. Pelayanan farmasi klinik
2. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, meliputi :
a. Pemilihan

b. Perencanaan kebutuhan

c. Pengadaan

d. Penerimaan

e. Penyimpanan

f. Pendistribusian

g. Pemusnahan dan penarikan

h. Pengendalian

i. Administrasi

3. Pelayanan Farmasi Klinik, meliputi :


a. Pengkajian dan pelayanan resep
b. Penelusuran riwayar penggunaan obat
c. Rekonsiliasi Obat
d. Pelayanan Informasi Obat
e. Konseling
f. Visite
g. Monitoring Efek Samping Obat ( MESO )
B. Kebijakan.
1. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, distribusi atau penyaluran dan pelayanan Sediaan Farmasi
2. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap semua sediaan farmasi / perbekalan
farmasi yang beredar di rumah sakit, meliputi : obat, bahan obat, alat kesehatan,
reagensia, radiofarmasi dan gas medis
3. Pelayanan farmasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan rumah
sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang
bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat
4. Pelayanan farmasi dilaksanakan dengan sistem satu pintu
5. Memberikan pelayanan selama 24 jam terus menerus ke seluruh unit kerja terkait
seperti IGD, rawat inap, rawat jalan, dan rawat intensif
6. Tidak menyediakan alkohol 70% dijual bebas
7. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker, berijazah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, yang telah
memilliki Surat Tanda Registrasi Apoteker dan Surat Izin Praktek Apoteker
8. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan
peraturan-peraturan farmasi baik terhadap administrasi Sediaan Farmasi maupun
pengawasan distribusi
9. Sediaan farmasi / perbekalan farmasi terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan,
reagensia, radiofarmasi, dan gas medis
10. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran Sediaan
Farmasi Kepala Instalasi sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker
Pendamping dan / atau Tenaga Tehnis Kefarmasian
11. Pengadaan Obat di rumah sakit dilaksanakan mengacu pada Formularium Rumah
Sakit dan Formularium Nasional. Proses pengadaan dilaksanakan sesuai undang-
undang yang berlaku, yang melibatkan jalur resmi, dengan pengelolaan yang
dikendalikan secara penuh oleh rumah sakit
12. Rumah Sakit mengidentifikasi daftar singkatan yang boleh dan tidak boleh
dipergunakan di Instalasi Farmasi
13. Besarnya persediaan Sediaan Farmasi / Perbekalan Farmasi di logistik farmasi
ditentukan maksimum untuk pemakaian satu bulan, kecuali untuk obat-obat yang
dikategorikan “fast moving” persediaan dapat ditingkatkan sampai dengan
maksimum untuk tiga bulan
14. Jumlah persediaan sediaan farmasi / perbekalan farmasi di farmasi dengan pelayanan
ditentukan maksimum untuk penjualan satu minggu
15. Untuk menjaga kualitas, semua obat atau alkes dari pedagang besar farmasi (PBF)
yang resmi
16. Pembelian Obat ke supplier dilakukan oleh Bagian Pembelian sesuai dengan
permintaan dari Instalasi Farmasi.
17. Bila suatu Obat dalam resep tidak tersedia di Instalasi Farmasi, ada proses yang
sudah ditetapkan rumah sakit untuk pemberitahuan kepada dokter penulis resep,
saran substitusi, atau pegadaannya
18. Obat yang tidak tersedia di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Maryam Citra Medika
disediakan / dibeli dari rumah sakit / apotik rekanan sekitar Maryam Citra Medika
19. Farmasi bersama Komite Farmasi dan Terapi akan mengatur dan mengevaluasi
penambahan dan pengurangan sediaan Farmasi yang ada di Maryam Citra Medika
Setiap unit yang mempunyai sediaan farmasi 6 bulan sebelum kadaluarsa wajib
melaporkan dan menyerahkan sediaan farmasi tersebut ke Instalasi Farmasi. Instalasi
Farmasi akan melaporkan obat kadaluarsa ke bagian pembelian 6 bulan sebelum
kadaluarsa
20. Obat emergency disimpan ditempat terkunci dan dipantau oleh farmasi
21. 6 bulan sebelum obat kadaluarsa akan dikembalikan kesuplier/ direkomendasikan ke
dokter untuk diresepkan
22. Pemusnahan obat dan lembar resep dilakukan 5 tahun sekali
23. Obat – obat High Alert dan Emergency dapat disimpan diruang Instalasi Rawat Inap
termasuk ICU, Instalasi Kamar Operasi dan IGD serta dapat dimonitoring oleh
farmasi setiap 2 minggu sekali. Penyimpanan obat tersebut harus dipisahkan dengan
obat lain dan harus terkunci
24. Obat – obat dengan konsentrat tinggi seperti KCL 25 cc, NaCL 3 %, MgSO 4 tetap
disimpan dalan Instalasi Farmasi kecuali untuk ICU, NICU, OK dan IGD dapat
menyimpan obat tersebut sendiri. Penyimpanan obat tersebut harus dipisahkan
dengan obat lain dan harus terkunci plastik dengan nomor registrasi
25. Penguncian Emergency di unit perawatan dan unit khusus dilakukan oleh petugas
farmasi setelah ada pemakaian Emergency untuk segera diganti
26. Pengecekan dan pengontrolan obat Emergency di tiap unit dilakukan setiap 2 minggu
sekali
27. Obat harus disimpan dalam tempat, kelembaban dan suhu sesuai dengan standar
penyimpanan obatnya
28. Obat, cairan dan bahan kimia yang dipindahkan dalam satuan terkecil harus diberi
label dengan mencantumkan isi obat, cairan atau bahan kimia; tanggal penyiapan;
tanggal kadaluarsa; dan peringatan.
29. Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat
30. Pemilihan Obat masuk formularium dan penghapusan obat dari formularium harus
mengikuti kriteria yang berlaku
31. Kriteria dan prosedur untuk penambahan dan pengurangan obat dari formularium
ditetapkan oleh rumah sakit
32. Obat yang dikeluarkan dari daftar formularium adalah obat-obat yang tidak mutasi
minimal 1 tahun dan obat-obat kadaluarsa
33. Obat yang masuk dalam daftar formularium adalah obat – obat yang mendapat
rekomendasi dari minimal 3 dokter. 2 dokter spesialis dan 1 dokter umum, per item
obat formularium maksimal terdiri dari 1 original, 1 generik, dan 2 mee too
34. Formularium ditelaah minimal satu kali dalam satu tahun, proses telaah formularium
dilakukan oleh Koite Farmasi dan Terapi
35. Rumah Sakit tidak melakukan penyimpanan dan pengelolaan obat sitostatika, Total
Parenteral Nutrition (TPN) dan produk steril karena belum ada fasilitas BSC
(Biological Safety Cabinet)
36. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan apoteker
menganalisa secara kefarmasian
37. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan apoteker
menganalisa secara kefarmasian
38. Yang berhak menulis resep adalah semua dokter yang telah mendapatkan Surat
Penugasan (Clinical Appointment) dari Direktur Rumah Sakit yang memuat
kewenangan klinis (Clinical Privilages) yang boleh dilakukan di rumah sakit
39. Penulisan resep harus memperhatikan 3 hal yaitu: kontra indikasi; interaksi obat; dan
reaksi alergi
40. Permintaan narkotika di tulis dokter atau dokter yang berwenang dengan
mencantumkan nomor Surat Izin Praktek (SIP)
41. Lembaran resep dilayani apabila sudah memenuhi persyaratan administrasi, meliputi:
a. Nama minimal 2 suku kata, tanggal lahir pasien, nomor rekam medis pasien,
jenis kelamin, berat badan pasien dan tinggi badan pasien.
b. Nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter
42. Resep akan ditelaah oleh apoteker dan dibantu oleh asisten apoteker penanggung
jawab shift
43. Petugas yang berhak memesan perbekalan farmasi adalah perawat penanggung jawab
perbekalan farmasi dan diketahui/ disetujui atasannya minimal kepala ruang
44. Resep diserahkan oleh bagian keperawatan ke instalasi farmasi, instalasi farmasi
mempersiapkan obat yang diresepkan tersebut, kemudian diantar ke bagian
keperawatan dan diserahterimakan oleh petugas farmasi dengan perawat penerima
obat
45. Obat yang dibawa pasien dari rumah akan ditulis dalam lembar rekonsiliasi obat dan
dicantumkan dalam rekam medis pasien. Bila obat tersebut dipakai dalam
pengobatan selama di perawatan maka obatnya diserahkan kebagian perawatan dan
diketahui oleh Farmasi
46. Obat pasien rawat inap diserahkan oleh bagian perawatan sesuai dengan waktu
pemberian yang telah ditetapkan oleh bagian farmasi
47. Dalam pemberian obat pada pasien rawat inap, wewenang pemberian obat
didelegasikan oleh Apoteker kepada perawat. Perawat yang berwenang memberikan
obat adalah perawat yang telah ditentukan kewenangannya sesuai penugasan klinis
perawat
48. Obat pasien rawat inap dikembalikan jika alergi atau pasien meninggal dunia atau hal
lain dengan persetujuan dokter
49. Obat rawat jalan yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan, kecuali alergi dan
pasien meninggal dengan sepengatahuan dokter yang menulis resep
50. Untuk rawat inap Obat yang dikembalikan adalah berasal dari Instalasi Farmasi yang
masih dalam keadaan utuh / belum terpakai
51. Untuk rawat inap Obat / alkes yang dibeli keluar tidak dapat dikembalikan
52. Khusus untuk pasien rawat inap yang pulang / yang dibeli di luar rumah sakit, jika
harga obat / alkes di atas Rp. 100.000,00 perlu persetujuan dari pasien / keluarga
pasien dengan menandatangani di belakang resep bahwa obat tidak dapat
dikembalikan
53. Instalasi Farmasi akan memberikan edukasi ke pasien terhadap obat – obatan yang
akan dibawa pulang
54. Dalam penyerahan obat kepada pasien rawat jalan harus diberikan edukasi terhadap
obat yang diberikan dan meminta nomor telephon serta tanda tangan dari pasien
sebagai bukti bahwa pasien sudah jelas dengan edukasi yang diberikan
55. Rumah Sakit tidak melakukan penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian obat
sampel yang ditujukan untuk uji klinis kepada pasien
BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Resep
3.1.1 Pengertian Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker pengelola
apotek untuk menyiapkan dan/atau membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada
pasien (Syamsuni, 2006). Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Jika resep tidak jelas
atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep tersebut. Resep
yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan.
2. Tanggal penulisan resep (inscriptio).
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio).
4. Nama setiap obat dan komposisinya (praescrippio/ordonatio).
5. Aturan pemakaiain obat yang tertulis (signatura).
6. Tanda tangan atau paraf dokterr penulis resep sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (subscriptio).
7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan.
8. Tanda seru atau paraf dokter untuk setiap resep yang melebihi dosis maksimalnya .

3.1.2 Tahap-Tahap Pelayanan


Resep Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan
resep adalah menjadi tanggung Apoteker Pengelola Apotek. Apoteker wajib melayani resep
sesuai dengan tanggung dengan keahlian profesinya dan dilandasi pada kepentingan
masyarakat. Apoteker wajib memberi informasi tentang penggunaan secara tepat, aman,
rasional, kepada pasien atas permintaan masyarakat.
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien
yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan palayanan kefarmasian yang semula
hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberin informasi,
monitoring pnggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan
terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan .

Berikut digambarkan tahap-tahap pelayanan resep di apotek secara umum :


a. Skrining resep. Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
1) Persyaratan Administratif :
a. Nama, SIPA dan alamat dokter
b. Tanggal penulisan resep
c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
e. Cara pemakaian yang jelas
f. Informasi lainnya
2) Kesesuaian farmasetik. Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara
dan lama pemberian.
3) Pertimbangan klinis. adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi,
jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya
bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b. Penyiapan obat
1) Peracikan, merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan
memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu
prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket
yang benar.
2) Etiket, etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3) Kemasan obat yang diserahkan, obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan
yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
4) Penyerahan obat, sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan
akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
5) Informasi obat, apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi.
6) Konseling, apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular,
diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling
secara berkelanjutan.
7) Monitoring penggunaan obat, setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
8) Promosi dan edukasi, dalam rangaka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus
memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi)
untuk penyakit ringan dengan memilih obat yang sesuai dan apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
desiminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan,
dan lain-lainnya (

3.2 Pemilihan Obat


3.2.1 Tahap Pemilihan
Obat Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan
sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat,
sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi :
1. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi
jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
2. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi dan
kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam
jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang
prevalensinya tinggi.
3. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
4. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek yang
lebih baik dibandingkan obat tunggal.

3.2.2 Kriteria pemilihan obat


Sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan
sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu :
1. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit.
2. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah.
3. Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal.
4. Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun
bioavailabilitasnya.
5. Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik.
6. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa maka pilihan
diberikan kepada obat yang :
a. Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah.
b. Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan.
c. Stabilitas yang paling baik.
d. Paling mudah diperoleh.
e. Harga terjangkau.
f. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal. Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi
harus mempertimbangkan :
a. Kontra Indikasi.
b. Peringatan dan Perhatian.
c. Efek Samping.
d. Stabilitas. Pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku (Anonim, 2008).

3.3 Tinjauan Apotek


Kesehatan merupakan keadaan sejatera baik jahmani, rohani maupun sosial
seseorang. Kesehatan dapat dicapai dengan adanya kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat pada setiap masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Tempat untuk
menyelenggarakan kesehatan disebut sarana kesehatan. Salah satu sarana pelayanan
kesehatan adalah apotek (Furdiyanti dkk, 2006).

BAB IV
DOKUMENTASI
Ditetapkan di : Takalar
Tanggal : Januari 20…
Direktur RS Maryam Citra Medika
Kabupaten Takalar

dr. H. A. Rivai Ibrahim


NIK.

Anda mungkin juga menyukai