Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRATIKUM IV

PRATIKUM TEKNOLOGI PEMISAHAN

“ Sistem Penyimpanan Termal Npg–Tris. Kuantifikasi Proses Pembatasan:


Sublimasi Dan Adsorpsi Air”

DISUSUN OLEH
NAMA : DIANI APRILITA
NIM 1948201033
KELAS : FARMASI
B SEMESTER 5

DOSEN PENGAMPU MATKUL


Apt., LOVERA ANGGRAINI., M.SI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2021
SISTEM PENYIMPANAN TERMAL NPG–TRIS. KUANTIFIKASI
PROSES PEMBATASAN: SUBLIMASI DAN ADSORPSI AIR

1. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat memahami dan mempraktekkan pemisahan campuran menggunakan


metode sublimasi
2. Memahami proses adsorpsi dan prinsip kerjanya

2. PRINSIP
1. Prinsip dasar dari adsorpsi adalah memanfaatkan besarnya difusivitasi molekul-
molekul dalam larutan tertentu dan dapat dilakukan oleh gas atau cairan yang relative
berkonsentrasi tinggi
2. Sublimasi adalah proses pemisahan campuran yang dapat menyublin dari
campurannya yang tidak dapat menyublin.

3. DASAR TEORI
3.1 Pemisahan
Dalam Kimia dan teknik kimia, bagian pemisahan digunakan untuk memperoleh dua
atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia.
Sebagian luhur senyawa kimia ditemukan di dunia dalam kondisi yang tidak murni.
Biasanya, suatu senyawa kimia berada dalam kondisi tercampur dengan senyawa lain. Untuk
beberapa kepentingan seperti sintesis senyawa kimia yang memerlukan bahan baku senyawa
kimia dalam kondisi murni atau bagian produksi suatu senyawa kimia dengan kesucian
tinggi, bagian pemisahan perlu dilaksanakan. Bagian pemisahan sangat penting dalam aspek
teknik kimia. Suatu contoh pentingnya bagian pemisahan adalah pada bagian pengolahan
minyak bumi. Minyak bumi merupakan campuran berbagai huuuhidrokarbon. Pemanfaatan
hidrokarbon-hidrokarbon penyusun minyak bumi akan lebih berharga jika memiliki kesucian
yang tinggi. Bagian pemisahan minyak bumi dijadikan komponen-komponennya akan
berproduksi produk LPG, solar, avtur, pelumas, dan aspal.
Secara mendasar, bagian pemisahan bisa dijelaskan sebagai bagian perpindahan massa.
Bagian pemisahan sendiri bisa diklasifikasikan dijadikan bagian pemisahan secara mekanis
atau kimiawi. Pemilihan macam bagian pemisahan yang digunakan bergantung pada kondisi
yang dihadapi. Pemisahan secara mekanis dilaksanakan kapanpun memungkinkan karena
biaya operasinya lebih murah dari pemisahan secara kimiawi. Untuk campuran yang tidak
bisa
dipisahkan melalui bagian pemisahan mekanis (seperti pemisahan minyak bumi), bagian
pemisahan kimiawi harus dilaksanakan.
Bagian pemisahan suatu campuran bisa dilaksanakan dengan berbagai cara. Cara
pemisahan yang dipilih bergantung pada fase komponen penyusun campuran. Suatu
campuran bisa berupa campuran homogen (satu fase) atau campuran heterogen (lebih dari
satu fase). Suatu campuran heterogen bisa berisi dua atau lebih fase: padat-padat, padat-cair,
padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dsb. Pada berbagai kasus,
dua atau lebih bagian pemisahan harus dikombinasikan untuk memperoleh hasil pemisahan
yang diinginkan.

3.2 Proses-proses Pemisahan


Proses pemisahan terdiri dari beberapa macam proses, yaitu :
1. Filtrasi
Filtrasi atau penyaringan merupakan metode pemisahan untuk memisahkan zat padat dari
cairannya dengan menggunakan alat berpori (penyaring). Dasar pemisahan metode ini adalah
perbedaan ukuran partikel antara pelarut dan zat terlarutnya. Penyaring akan menahan zat
padat yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dari pori saringan dan meneruskan
pelarut. Proses filtrasi yang dilakukan adalah bahan harus dibuat dalam bentuk larutan atau
berwujud cair kemudian disaring. Hasil penyaringan disebut filtrat sedangkan sisa yang
tertinggal dipenyaring disebut ampas (residu). Metode ini dimanfaatkan untuk membersihkan
air dari sampah pada pengolahan air, menjernihkan preparat kimia di laboratorium,
menghilangkan pengotor (pyrogen) pada air suntik injeksi dan obat-obat injeksi, dan
membersihkan sirup dari kotoran yang ada pada gula. Penyaringan di laboratorium dapat
menggunakan kertas saring dan penyaring buchner. Penyaring buchner adalah penyaring
yang terbuat dari bahan kaca yang kuat dilengkapi dengan alat penghisap.

2. Sublimasi
Sublimasi merupakan metode pemisahan campuran dengan menguapkan zat padat tanpa
melalui fase cair terlebih dahulu sehingga kotoran yang tidak menyublim akan tertinggal
bahan-bahan yang menggunakan metode ini adalah bahan yang mudah menyublim, seperti
kamper dan iod.
3. Kristalisasi
Kristalisasi merupakan metode pemisahan untuk memperoleh zat padat yang terlarut
dalam suatu larutan. Dasar metode ini adalah kelarutan bahan dalam suatu pelarut dan
perbedaan titik beku. Kristalisasi ada dua cara, yaitu kristalisasi penguapan dan kristalisasi
pendinginan. Contoh proses kristalisasi dalam kehidupan sehari-hari adalah pembuatan garam
dapur dari air laut. Mula-mula air laut ditampung dalam suatu tambak, kemudian dengan
bantuan sinar matahari dibiarkan menguap. Setelah proses penguapan, dihasilkan garam
dalam bentuk kasar dan masih bercampur dengan pengotornya, sehingga untuk mendapatkan
garam yang bersih diperlukan proses rekristalisasi (pengkristalan kembali). Contoh lain
adalah pembuatan gula putih dari tebu, batang tebu dihancurkan dan diperas untuk diambil
sarinya, kemudian diuapkan dengan penguap hampa udara sehingga air tebu tersebut menjadi
kental, lewat jenuh, dan terjadi pengkristalan gula. Kristal ini kemudian dikeringkan sehingga
diperoleh gula putih atau gula pasir.

4. Distilasi
Distilasi merupakan metode pemisahan untuk memperoleh suatu bahan yang berwujud
cair yang tercemar oleh zat padat atau bahan lain yang mempunyai titik didih yang berbeda.
Dasar pemisahan adalah titik didih yang berbeda. Bahan yang dipisahkan dengan metode ini
adalah bentuk larutan atau cair, tahan terhadap pemanasan dan perbedaan titik didihnya tidak
terlalu dekat. Proses pemisahan yang dilakukan adalah bahan campuran dipanaskan pada
suhu diantara titik didih bahan yang diinginkan. Pelarut bahan yang diinginkan akan
menguap, uap dilewatkan pada tabung pengembun (kondensor). Uap yang mencari
ditampung dalam wadah. Bahan hasil pada proses ini disebut distilat, sedangkan sisanya
disebut residu. Contoh distilasi adalah proses penyulingan minyak bumi, pembuatan minyak
kayu putih dan memurnikan air minum.

5. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan metode pemisahan dengan melarutkan bahan campuran dalam
pelarut yang sesuai. Dasar metode pemisahan ini adalah kelarutan bahan dalam pelarut
tertentu.
6. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan metode pemisahan untuk membersihkan suatu bahan dari
pengotornya dengan cara penarikan bahan pengadsorpsi secara kuat sehingga menempel pada
permukaaan bahan pengadsorpsi secara kuat sehingga menempel pada permukaan bahan
pengadsorpsi. Penggunaan metode ini dipakai untuk memurnikan air dari kotoran renik atau
mikroorganisme, memutihkan gula yang berwarna coklat karena terdapat kotoran.
7. Kromatografi
Kromatografi adalah cara pemisahan berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan
pelarut pada suatu lapisan zat tertentu. Dasar pemisahan metode ini adalah kelarutan dalam
pelarut tertentu, daya adsorpsi oleh bahan penyedap, dan volatilitas (daya penguapan).
Contoh proses kromatografi sederhana adalah kromatografi kertas untuk memisahkan tinta.
3.3 Jenis Adsorpsi
Adsorpsi ada dua jenis, yaitu adsorpsi fisis dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisis
(physisorption) terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara
larutan dan permukaan media lebih besar dari pada gaya tarik substansi terlarut dan larutan,
maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media.

1. Adsorpsi fisis (physisorption)


Physisorption ini memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil.
Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisis relatif rendah
sekitar 20 kJ/mol. Contoh: adsorpsi oleh arang aktif. Aktivasi arang aktif pada temperatur
yang tinggi akan menghasilkan struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang besar.
Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang melekat pada
permukaan adsorpsi.

2. Adsorpsi kimia (chemisorption)


Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi terlarut dalam
larutan dengan molekul dalam media. Chemisorption terjadi diawali dengan adsorpsi fisis,
yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Walls
atau melalui ikatan hidrogen. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan
membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang
memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat. Contoh : ion exchange.

3.4 Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi


Proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pH sistem, rasio massa
adsorbent dengan adsorbat, suhu adsorpsi, waktu adsorpsi, konsentrasi adsorbat, sifat
adsorbent dan sifat serapannya. Agar diperoleh daya adsorpsi yang tinggi, maka perlu
ditentukan kondisi optimum proses adsorpsi terlebih dahulu, misalnya menentukan pH
optimum, waktu adsorpsi.

4. ALAT DAN BAHAN


Persiapan sampel
2,2-dimetil-1,3-propanodiol (NPG, (CH .)3)2C(CH2OH)2, nomor CAS = 126-30-7) dan
2,2-dimetil-1,3-diaminopropana (TRIS, NH2C(CH2OH)3, nomor CAS = 77-86-1) dibeli dari
Aldrich dengan kemurnian masing-masing 99 dan 99,8%. Sampel dengan komposisi
peritektik sistem NPG-TRIS disiapkan (xNPG = 0,515 danxTRIS = 0,485; dalam fraksi
molar) menurut diagram fase kesetimbangan biner yang dilaporkan [36] (Gambar S1, Tabel
S1). Untuk menyiapkan 5 g komposisi peritektik, 2,575 g NPG dan 2,425 g TRIS
dimasukkan dalam
wadah penggilingan bola dengan 3 bola baja tahan karat (masing-masing 1 g). Penggilingan
dilakukan selama 20 menit untuk mendapatkan sampel yang homogen. Dua sampel yang
berbeda dengan komposisi peritektik diselidiki. Salah satunya disiapkan dalam glovebox
dengan atmosfer argon dan kadar oksigen dan kelembaban di bawah 0,1 ppm (SAr). sampel
lainnya,SLaboratorium, disiapkan dan dimanipulasi dalam kondisi sekitar (kurang lebih
dengan kelembaban 70%). NSSAr disimpan dalam kondisi inert selama seluruh proses,
sementara SLaboratorium disimpan pada kondisi lingkungan.
Peralatan
Pengukuran kalorimetri pemindaian diferensial (DSC) dilakukan dengan menggunakan
kalorimeter MDSC Q-2000 yang diproduksi oleh TA Instruments (New Castle (DE), USA)
dengan panci aluminium tertutup T-zero yang tertutup rapat. Untuk kalibrasi, safir dan
indium digunakan. Semua percobaan dilakukan di atmosfer helium. Tergantung pada
eksperimen, laju pemanasan/pendinginan yang berbeda (2 K·min-1 dan 10 K·min-1) dan
rentang suhu dijadwalkan. Pengukuran termogravimetri dilakukan pada TA Discovery TGA
(diproduksi oleh TA Instrument di New Castle (DE), USA) menggunakan panci HT-
aluminium yang tidak tertutup di bawah N2 atmosfer (laju aliran 10 mL·min-1) pada 5
K·min-1 dan 2.5 K·min-1 tingkat pemanasan. Tergantung pada percobaan, rentang suhu yang
berbeda ditetapkan. Untuk kalibrasi suhu peralatan TG, digunakan nikel murni. Mikrograf
optik diproduksi pada MERLIN Carl Zeiss Instrument (diproduksi oleh Zeiss Vision GMbH
di Hallbergmoos, Jerman), suhu kerja berkisar dari 308 K hingga 433 K. Untuk preparasi
sampel, Mixer/Mill®High-Energy Ball Mill diproduksi oleh SPEX persiapan sampel Di
Metuchen, NJ, AS (2016 pada 1060 siklus·min-1 digunakan sebagai kondisi kerja).

5. METODE
5.1 Studi Kandungan Air
Kadar air yang ada dalam sampel yang disiapkan dalam kondisi laboratorium
(SLaboratorium) dan dalam senyawa NPG dan TRIS ditentukan dengan menggunakan DSC.
Semua pengukuran diperoleh menggunakan laju pemanasan / pendinginan 10 K·min-1.
Untuk menyiapkan spesimen DSC, berat 2-t digunakan untuk menekan material ke dalam
bantalan berdiameter 5 mm. Untuk mengukur kadar air dalam sampel ini, nilai entalpi
pemadatan (atau fusi) air suling (ΔHpadat) di bawah kondisi yang sama telah diverifikasi
sebelumnya. Nilai yang diperoleh (Gambar S2) dariΔHpadat = 6,02 kJ/mol sangat sesuai
dengan data yang dilaporkan dalam literatur . Kisaran suhu untuk pengukuran DSC dipilih
sedemikian rupa sehingga titik leleh air selalu disertakan; yaitu,SLaboratorium diukur dari
243 K hingga 433 K,
dan NPG dan TRIS masing-masing diukur antara 203 dan 388 K dan 203 dan 413 K, dengan
mempertimbangkan titik leleh yang sesuai (396 K untuk NPG dan 445 K untuk TRIS) dan
juga suhu reaksi peritektik. Mengingat, ketergantungan aliran panas, sebagai fungsi dari suhu,
kandungan air yang ada dalam sampel ditentukan dengan menggunakan perubahan entalpi
pemadatan air. Kesalahan terkait tidak lebih tinggi dari 5%. Nilai kesalahan ini merupakan
estimasi konservatif atas, dengan mempertimbangkan bahwa peralatan dikalibrasi ke standar
safir dan penentuan perubahan entalpi diverifikasi untuk peleburan In dalam referensi pada
beberapa laju pemanasan/pendinginan, mencapai kesepakatan yang baik dengan data
literatur.

5.2 Pengukuran Sublimasi


Pengukuran laju penguapan (dM/DT, laju kehilangan massa) senyawa adalah dilakukan
dengan menggunakan peralatan TGA. Untuk mendapatkan ketergantungan suhu dari tekanan
uap senyawa yang disublimasikan (P), pendekatan persamaan Langmuir digunakan. Karena
pendekatan Langmuir hanya dapat diterapkan ketika senyawa menyublim menjadi ruang
hampa, untuk pengukuran termogravimetri kami koefisien penguapan "α” harus
diperkenalkan. Oleh karena itu, tekanan uap “P” dapat dinyatakan sebagai:

dimana DM/DT adalah laju kehilangan massa, A adalah luas permukaan penguapan, M berat
molekul zat effusing, dan R adalah konstanta gas. Dalam kasus kami, dM/DT nilai diukur
dalam kondisi isotermal selama 20 menit setiap 5 dan pada 2,5 K, mempertahankan area yang
sama untuk setiap sampel. Sebuah konstanta (α/A) nilai untuk semua pengukuran dipastikan
dengan menggunakan sampel bubuk yang ditekan (2 t) ke dalam pelet silinder dengan
dimensi yang identik (diameter 5 mm) seperti yang ada pada cawan lebur silinder aluminium
yang digunakan untuk pengukuran termogravimetri. Menurut pendekatan yang disebutkan,
ketergantungan tekanan uap pada suhu konsisten dengan persamaan Clausius Clapeyron, dan
entalpi sublimasiΔHsub dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

di mana T1 dan T2 adalah suhu yang sesuai dengan dua pengukuran isotermal berturutturut.
Untuk kalibrasi dan pengujian metode ini, asam benzoat digunakan sebagai bahan referensi
yang sudah mapan (direkomendasikan oleh IUPAC untuk pengukuran entalpi sublimasi
untuk
senyawa dengan tekanan uap sekitar 0,1 Pa pada suhu kamar (sekitar 298 K)). Kurva
isotermal TGA diukur setiap 5 K selama 20 menit dari 318 K hingga 370 K. Menerapkan
metode yang dijelaskan sebelumnya, nilai eksperimen diperoleh untukΔH Sub asam benzoat
sesuai dengan data yang dilaporkan dalam literatur. Dari data yang diperoleh kesalahan
sekitar 5% dalam penentuanΔHSub diperkirakan sebagai batas konservatif atas.

6. HASIL
6.1 Studi Kadar Air dalam Sampel
Untuk memverifikasi kondisi lingkungan penanganan khusus yang dilaporkan saat
memanipulasi NPG dan TRIS dan campurannya [35,44-46], kandungan air yang ada dalam
senyawa murni dan dalam sampel peritektik dianalisis ulang dan dikuantifikasi menggunakan
metode yang dijelaskan dalam Bagian 2.3.1. Seperti disebutkan di atas, pengukuran DSC
sampel (SLaboratorium, NPG dan TRIS) diperoleh pada rentang temperatur yang meliputi
temperatur pemadatan air (melting). Secara konsisten, untuk semua sampel, perubahan
entalpi diukur pada pemanasan (ΔHFusi) sangat mirip dengan yang diperoleh pada
pendinginan(∆HPadat). Untuk melewatkan duplikasi, analisis kadar air hanya dilakukan
berdasarkanΔHFusi data yang diperoleh saat pemanasan. Angka 1 menunjukkan pengukuran
DSC yang diperoleh untuk SLaboratorium, dari 240 K hingga 433 K. Dengan hati-hati
menganalisis kurva ini, nilai aliran panas sekitar 273 K menunjukkan puncak kecil, yang
berhubungan langsung dengan proses fusi air. Analisis puncak ini menunjukkan proses
eksotermik yang terkait dengan proses pembekuan air selama pendinginan. Oleh karena itu,
air yang ada dalam sampel dianggap berasal dari proses adsorpsi air. Untuk memperjelas hal
ini, kapasitas adsorpsi air untuk NPG dan TRIS diselidiki. Satu sampel sampel NPG disimpan
di bawah kelembaban laboratorium selama 4 bulan, dan lainnya disimpan dalam botol kaca
dalam kondisi kering. Selain zat pengering, botol itu dihubungkan ke pompa vakum putar
untuk memastikan kondisi kering yang ketat. Dalam kasus senyawa TRIS, prosedur analog
diterapkan. Selanjutnya, pengukuran DSC diperoleh untuk rentang suhu yang berisi titik leleh
air untuk sampel NPG dan TRIS (Gambar2 dan 3, masing-masing).
Gambar 1. DSC dari SLaboratorium (komposisi peritektik di bawah kondisi kelembaban
laboratorium) diperoleh pada 10 K·min-1 tingkat pemanasan.

Gambar 2. pengukuran DSC untuk sampel NPG; satu disimpan di bawah kelembaban
laboratorium selama 4 bulan (garis merah dan garis putus-putus) dan yang kedua disimpan
dalam kondisi kering (garis hijau dan solid). Laju pemanasan yang digunakan adalah 10
K·min- 1.

Gambar 3. Pengukuran DSC untuk sampel TRIS; satu disimpan di bawah kelembaban
laboratorium selama 4 bulan (garis merah dan garis putus-putus) dan yang kedua dalam
kondisi kering (garis hijau dan solid). Laju pemanasan yang digunakan adalah 10 K ·min-1.
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2 (lihat inset), perbandingan hasil aliran panas
untuk sampel NPG yang disimpan dalam kondisi laboratorium dan dalam kondisi kering
menunjukkan perbedaan yang jelas di sekitar suhu leleh air. Memang, meskipun dalam
jumlah kecil, beberapa air hadir dalam sampel NPG yang terpapar kelembaban sekitar.
Namun, dalam kasus senyawa TRIS tidak ada puncak di sekitar suhu leleh air yang dapat
diamati pada kurva (lihat sisipan pada Gambar3) dari salah satu sampel. Nilai perubahan
entalpi yang terkait dengan fusi air untuk NPG danSLaboratorium sampel dikumpulkan di
Tabel 1. Dengan menggunakan data ini, kadar air dalam sampel diperkirakan.

Tabel 1. Data termoanalitik yang diperoleh DSC untuk sampel air, SLaboratorium, dan
senyawa NPG

Menurut data ini, jelas bahwa senyawa TRIS tidak menyerap air yang terdeteksi, bahkan
setelah menyimpan sampel di bawah kondisi laboratorium, dan senyawa NPG hanya dapat
menyerap 0,32 % berat air setelah terpapar pada kelembaban ini. syarat selama 4 bulan. Oleh
karena itu, dengan mempertimbangkan fakta ini, dapat dikatakan bahwa air yang teradsorpsi
dalamSLaboratorium sampel berasal secara eksklusif dari NPG. Menggunakan komposisi
peritektik dan data aliran panas (Gambar1), jumlah air dalam SLaboratoriumsampel
ditentukan hanya 0,003 wt.% (dari massa NPG).

6.2 Analisis Termal Komponen Murni dan Senyawa Peritektik


Analisis lebih lanjut pengaruh kondisi penanganan (kelembaban) pada sistem NPGTRIS,
ketergantungan kapasitas panas molar pada tekanan konstan (CP (J·mol-1·K-1)) untuk
senyawa NPG dan TRIS yang ditangani di bawah kondisi laboratorium dibandingkan dengan
data yang diperoleh di bawah atmosfer inert (Gambar 4 dan 5). CP data juga diperlukan untuk
mempelajari sublimasi, yang akan dibahas pada subbagian berikutnya. Data yang diperoleh
dalam pekerjaan ini sangat sesuai dengan pengukuran kalorimetri adiabatik dan dengan
pengukuran kalorimetri pemindaian diferensial termodulasi (MDSC).
Gambar 4. Ketergantungan kapasitas panas molar NPG pada suhu dari 223 K hingga 385 K
(laju pemanasan 2 K ·min-1). Lingkaran biru adalah hasil eksperimen untuk sampel NPG
yang ditangani di bawah kondisi lingkungan yang tidak terkontrol. lingkaran merah, segitiga
hijau, dan salib hitam mewakili data literatur untuk sampel yang disiapkan dalam kondisi
kering dalam kotak sarung tangan.

Gambar 5. Ketergantungan kapasitas panas molar TRIS pada suhu dari 223 K hingga 433 K
(laju pemanasan 2 K·min-1). Lingkaran biru adalah hasil eksperimen untuk TRIS yang
ditangani dalam kondisi laboratorium. lingkaran merah, kotak hijau, belah ketupat ungu,
segitiga merah muda, dan salib hitam adalah data literatur yang diperoleh dengan
menggunakan metode berbeda untuk sampel yang disiapkan dalam kondisi kering dalam
kotak sarung tangan.
Mengikuti tujuan yang disebutkan, transisi fase untuk NPG dan TRIS juga ditinjau
kembali untuk sampel yang ditangani di bawah kondisi laboratorium. Seperti diketahui, NPG
muncul sebagai fase monoklinik terurut di bawah 313,8 K. Pada suhu ini, senyawa berubah
menjadi fase tidak teratur orientasi (FCC). Sementara itu, senyawa TRIS ini menyajikan fase
ortorombik (terurut) yang stabil secara termodinamika di bawah 406,8 K, di mana fase terurut
berubah menjadi fase kubik terpusat tubuh (BCC) yang tidak teratur. Fase terakhir stabil
hingga
442,7 K (Gambar S5). Dalam fase teratur NPG, molekul dihubungkan oleh dua jenis ikatan
hidrogen yang berbeda. Susunan molekulmolekul ini membentuk rantai linier zig-zag, yang
dibentuk oleh ikatan antar rantai Van der Waals. Susunan ortorombik TRIS menunjukkan
struktur berlapis yang dibentuk oleh ikatan hidrogen antarmolekul yang kuat, sedangkan
lapisan dihubungkan oleh ikatan hidrogen yang lemah. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
elektronegativitas antara atom oksigen dan nitrogen yang ada dalam struktur.48]. Nilai
perubahan entalpi transisi fase padat-padat (ΔHPT) ditentukan oleh integral dari pengukuran
DSC (Gambar S6). Seperti dapat dilihat pada Tabel2, meskipun dalam percobaan kami
sampel NPG dan TRIS disiapkan dan ditangani di bawah kondisi laboratorium (tanpa
penanganan yang ketat dalam kondisi kering dalam kotak sarung tangan), nilai eksperimen
dari perubahan entalpi dan suhu transisi fase sangat sesuai dengan data literatur.
Meja 2. kondisi. Data literatur juga disertakan dalam tabel ini. Sifat termal dan transisi
fase sampel NPG dan TRIS komersial ditangani di bawah laboratorium

TPT = suhu transisi fase; ΔHPT = entalpi transisi; TM = suhu leleh; ΔHF = panas
peleburan laten; FCC = kubik berpusat muka; BCC = kubik berpusat badan; fase rendah =
fase pada suhu rendah; fase tinggi = fase pada suhu tinggi.
Setelah memastikan bahwa sejumlah kecil air yang dapat diadsorpsi dalam senyawa
murni tidak berpengaruh pada transisinya; pengaruh kelembaban laboratorium pada reaksi
peritektik untuk sampelSLaboratorium dipelajari dan dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh untuk SAr Sampel. Kurva DSC analog yang diperoleh dalam kisaran suhu 293–433
K untuk kedua sampel ditunjukkan pada Gambar 6. Perlu disebutkan di sini bahwa tampilan
kurva yang berbeda terletak pada bobot sampel yang berbeda (23,09 mg-SLaboratorium vs
8.9 mg-SAr). Jelas bahwa sejumlah kecil air yang ada diSLaboratorium tidak menyebabkan
penyimpangan dari komposisi peritektik dan tidak mencegah atau memiliki efek merusak
pada reaksi ini dengan minat energik. Meja3 merangkum data karakteristik untuk
SLaboratorium dan SAr,
yang sesuai dengan yang dilaporkan dalam literatur [13,20,28,32,44,53-55]. Untuk
menyelesaikan bagian ini, puncak nomor lima pada Gambar6layak mendapat komentar
khusus. Itu muncul selama proses pemanasan kedua sampel dan dianggap berasal dari proses
rekristalisasi senyawa NPG. Proses ini berlangsung mulai dari suhu transisi padat-padat NPG
hingga 373 K. Di atas suhu ini, karena awal pencairan NPG, kristalinitas sampel hilang (lihat
evolusi progresif di optik mikrograf ditunjukkan pada Gambar S7).

Gambar 6. Pengukuran DSC dari NPG0,515TRIS0,485 sampel peritektik dalam kisaran suhu
293–433 K. Garis biru sesuai dengan sampel SAr (disiapkan dan ditangani dalam kondisi
kering). Garis merah sesuai dengan sampelSLaboratorium (disiapkan dan ditangani dalam
kondisi laboratorium). Laju pemanasan/ pendinginan yang digunakan dalam percobaan ini
adalah 1 K·min-1. Label puncak: (1) Reaksi eutektoid 1; (2) Reaksi eutektoid 2; (3)
Peleburan peritektik; (4) Pemadatan peritektik dan (5) Proses rekristalisasi.
Tabel 3. Nilai suhu dan entalpi yang terkait dengan setiap transisi yang diidentifikasi
untuk sampel peritektik. NPG0,515TRIS0,485; SLaboratorium (tanpa penanganan, persiapan,
dan penyimpanan khusus) dan SAr (dengan penanganan, penyiapan, dan penyimpanan
khusus).

(*) Siklus 2 perlakuan termal. [M] = monoklinik; [O] = ortorombik; [CF] = kubik
berpusat muka; [CSaya] = kubik berpusat badan; [L] = cair. Nilai eksperimen memiliki
kesalahan terkait 5%, sebagai batas atas konservatif.
6.3. NSSublimasi NPG dan Pengaruhnya terhadap NPG0,515TRIS0,485
Menggunakan metode yang dijelaskan di Bagian 2.3.2, perubahan entalpi selama proses
sublimasi sampel NPG komersial dipelajari dalam kisaran suhu di mana fase plastik kristal
NPG ada; yaitu, dalam kisaran suhu 313-363 K. Alasan untuk menyelidiki proses ini ada dua.
Di satu sisi, jika terjadi sublimasi, akan terjadi perubahan komposisi, dengan risiko
kehilangan komposisi yang diminati (dalam hal ini komposisi peritektik). Di sisi lain,
sejumlah energi akan hilang. Ketergantungan laju penguapan (dM/DT) dari NPG pada suhu
dan kehilangan massa dengan waktu, diukur dalam kondisi isotermal selama 20 menit setiap
5 K, ditentukan dengan pengukuran TGA (Gambar S8). Memplot data logaritma dari tingkat
volatilitas sampel NPG komersial (Gambar S9) dan menerapkan Persamaan (2),
ketergantungan perubahan entalpi sublimasi untuk NPG (ΔHsub) ditentukan sebagai fungsi
dari suhu (Gambar 7). Dapat diamati bahwaΔHsub menunjukkan kecenderungan menurun
dengan meningkatnya suhu. Evolusi ke bawah ini tidak monoton, karena pengaruh transisi
fase NPG terhadap proses sublimasi. Transisi fase padat-padat diamati sebelum 320 K, dan
efek dari proses peleburan ditentukan pada lebih dari 358 K.

Gambar 7. ΔHsub NPG sebagai fungsi suhu dalam kisaran 313-363 K.

Selangkah lebih maju, sublimasi NPG diselidiki lebih tepat, menerapkan prosedur yang
sama dalam rentang suhu yang lebih kecil (313-363 K) untuk menghindari pengaruh transisi
fase ini (hasil eksperimen ditunjukkan pada Gambar S10 dan S11 digunakan). Dalam hal ini,
pengukuran diperoleh dalam kondisi isotermal selama 20 menit setiap 2,5 K. Untuk rentang
suhu yang dipilih ini, Gambar8 menunjukkan ketergantungan yang sangat linier dari ΔHsub
pada suhu; yaitu, hanya sublimasi GPN yang terjadi. Ketergantungan yang ditandai dari
ΔHsub pada suhu sudah diperhatikan oleh Font et al. [56], meskipun mereka tidak
melaporkan variasi suhu entalpi sublimasi untuk seluruh rentang fase plastis. Dalam referensi
ini, penulis melaporkan nilaiΔHsub diperoleh menggunakan metode kalorimetri dengan sel
efusi Knudsen, dan hanya pada dua suhu berbeda yang dekat dengan titik transformasi fase
padat-padat: i)
tepat sebelum transisi fase padat-padat (311,3 K, ΔHsub = 87,6 kJ·mol-1); dan ii) tepat
setelah transisi fase padat-padat (318,6 K,ΔHsub = 75,5 kJ·mol-1). Mempertimbangkan
kesalahan terkait yang diasumsikan sebesar 5%, nilai eksperimental kamiΔHsub untuk dua
suhu ini (Gambar 7) setuju dengan data ini.

Angka 8. ΔHsub NPG sebagai fungsi suhu (antara 333 K dan 358 K).

Setelah mengukur sublimasi NPG yang ditandai dalam rentang suhu yang luas,
diperlukan untuk menyelidiki pengruhnya terhadap perilaku NPG peritektik
biner.0,515TRIS0,485Sampel. DuaS Laboratorium sampel dengan perlakuan yang berbeda
dianalisis dengan termogravimetri. Salah satu diantara mereka (SLaboratorium) hanya
digiling, sedangkan yang lainnya (SLab+T) digiling bola dan kemudian dipanaskan dalam
wadah DSC tertutup rapat dari suhu kamar (RT) hingga 448 K; yaitu, suhu fusi NPG dan
TRIS terlampaui. Kemudian, kedua sampel (SLaboratoriumdan SLab+T) ditempatkan dalam
thermobalance terbuka dan kehilangan massa sampel ini diukur (Gambar 9), menggunakan
prosedur eksperimental yang dijelaskan dalam Bagian 2.3.2. Pengukuran termogravimetri
dilakukan setiap 5 K pada pemanasan dari 310 K hingga 400 K.

Tabel 4. Data termoanalitik untuk SLaboratorium dan SLab+T sampel.


Hasil percobaan laju penguapan (dm/dt) sebagai fungsi waktu untuk SLaboratorium dan
SLab+T ditunjukkan pada Gambar 10. Untuk kedua sampel, percobaan dM/DT kurva naik
tajam dengan bertambahnya waktu, diikuti oleh penurunan tiba-tiba ke nol, yang disebabkan
oleh sublimasi total NPG. Lebih lanjut, terlihat jelas bahwa perlakuan termal campuran NPG-
TRIS mempengaruhi kecenderungan sublimasi. Oleh karena itu, penerapan perlakuan termal
yang tepat dapat menjadi metode penyetelan laju kehilangan massa yang disebabkan oleh
sublimasi GPN.

7. KESIMPULAN
Hasil eksperimen dalam pekerjaan saat ini memperjelas beberapa aspek praktis tentang
kemungkinan penerapan NPG dan campurannya, misalnya NPG-TRIS peritektik, sebagai
bahan penyimpan energi termal. Bertentangan dengan apa yang biasanya diklaim dalam
literatur, terbukti bahwa kelembaban lingkungan tidak secara signifikan mengubah komposisi
peritektik (dengan adsorpsi air) untuk menghasilkan komposisi di luar kisaran reaksi
peritektik yang dilaporkan (0,46≤ xTRIS ≤ 0,53; 0,54≤ xNPG ≤ 0,47 pada T = 410,7 ± 2.0)
[36]. Faktanya, kadar air yang diserap oleh NPG yang terpapar selama 4 bulan di bawah
kelembaban laboratorium kondisi adalah jumlah kecil (0,32% dari konten NPG), yang tidak
mempengaruhi reaksi peritektik. Akibatnya, kami menganggap bahwa adalah mungkin untuk
menangani biner
NPG-TRIS dalam kondisi lingkungan normal, tanpa menggunakan kondisi kering ketat yang
diklaim dalam kotak sarung tangan. Kehadiran air dalam sampel peritektik yang ditangani
dalam kondisi tidak terkontrol (S Laboratorium) dan pada sampel NPG pada suhu beku air
murni menunjukkan dengan jelas bahwa jenis air ini masuk ke sampel melalui fisisorpsi,
yaitu bukan air kristalisasi yang dapat mempengaruhi transisi fase senyawa. Oleh karena itu,
air yang teradsorpsi hanya menghasilkan perubahan komposisi kecil, yang tidak memiliki
efek signifikan selama penanganannya. Selain itu, ditunjukkan bahwa sublimasi NPG terjadi
selama pemanasan dalam kondisi terbuka untuk campuran NPG-TRIS. Oleh karena itu,
pengerjaan campuran NPG-TRIS dengan wadah tertutup rapat merupakan persyaratan yang
harus diperhatikan, untuk menghindari perubahan komposisi pada titik-titik invarian. Oleh
karena itu, dengan mempertimbangkan kecenderungan sublimasi GPN yang relatif tinggi,
sangat disarankan untuk menggunakan sistem tertutup untuk aplikasi industri penyimpanan
energi di mana GPN akan digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Benson, DK; Burrows, RW; Webb, JD Transisi fase keadaan padat dalam pentaeritritol dan
alkohol polihidrat terkait.Sol. Materi Energi.1986, 13, 133-152
Chandra, D.; Fitzpatrick, JJ; Jorgensen, G. Parameter Struktur dan Kisi Pentaerythritol Di
Atas dan Di Bawah Suhu Fase-Transisinya. Adv. Anal Rontgen.1984, 28, 353–360.
Doshi, N.; Furman, M.; Rudman, R. Pembentukan fasa kristal plastis pada beberapa turunan
pentaeritritol.Acta Crystallogr. Sekte. B. Struktur. Kristallog kristal. Kimia1973, 29,
143-144
Huruf, J.; Muntasell, J. Pengukuran simultan entalpi sublimasi dan tekanan uap. Aplikasi
untuk poliol yang berasal dari neopentana.termokim. Akta1994, 246, 57–64.
Khalifa, AJN; Menderita, KH; Mahmoud, MS Sebuah sistem penyimpanan air panas surya
domestik dengan lapisan belakang bahan perubahan fasa.Eks. Satuan panas. Ilmu
Fluida.2013, 44, 174-181.
Mardiah; Rifan Fatoni. 2016. Adsorpsi Logam Cu (II) dan Fe (II) Menggunakan Kertas
Koran Bekas. Jurnal Integrasi Proses Vol. 6, No. 2 (Desember 2016) 89 - 94.
Santos-Moreno, S.; Doppiu, S.; Lopez, GA; Marinova, N.; Serrano,A.; Silvaira, E.; del
Barrio, EP Studi transisi fase dalam sistem biner NPG-TRIS untuk aplikasi
penyimpanan energi termal.Bahan: 2020, 13, 1162.
Yoan Theasy,dkk. 2016. Adsorpsi Limbah Pewarna Tekstil Menggunakan Karbon Dari
Kertas Koran. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXX HFI Jateng & DIY, Salatiga 28 Mei
2016,ISSN : 0853-0823
Widjajanti, Endang, dkk. 2011. Pola Adsorpsi Zeolit Terhadap Pewarna Azo Metil Merah
Dan Metil Jingga, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011

Anda mungkin juga menyukai