Anda di halaman 1dari 54

TANGGAPAN KRITIS ATAS SERANGAN DR.

BART EHRMAN

MENGENAI RELIABILITAS KITAB PERJANJIAN BARU

Teguh Hindarto

INDONESIAN JUDEOCHRISTIANITY INSTITUTE


2|Cracking Misquoting Jesus

PENDAHULUAN

Kehadiran buku Misquoting Jesus karya Bart Ehrman menjadi begitu


fenomenal setelah publik Kristen digemparkan dengan buku-buku seperti The
Da Vinci Code karya Dan Brown dan buku The Jesus Dynasty karya James
Tabor serta film The Lost Tomb of Jesus karya Simcha Jacobovichi yang
mendiskreditkan jantung keimanan Kristen yang berpusatkan pada ajaran
Yesus Sang Mesias yang disaksikan oleh Kitab Injil.

Darrel L Bock & Daniel B. Wallace memberikan gambaran mengenai


dampak penerbitan buku tersebut sbb: “Sejak diterbitkan pada Tgl 1
November 2005, Misquoting Jesus terus menerus laris terjual. Inilah buku
impian penerbit. Kesadaran publik akan buku ini sangat didukung oleh
penampilah Ehrman di TV, radio dan surat kabar. Selama 2 bulan sejak
penerbitan, Ehrman diwawancarai dalam 2 program TV yaitu Diane Rehm
Show dan Fresh Air with Terry Gross. Lebih dari 100.000 buku terjual dalam
3 bulan. Setelah Ehrman diwawancarai oleh Neely Tucker dan dimuat dalam
Washington Post edisi 5 Maret 2006, penualan buku semakin meningkat. 9
hari kemudian, Ehrman menjadi bintang tamu dalam acara The Daily Show
yang dipandu oleh John Stewart...48 jam setelah acara tersebut, Misquoting
Jesus bertengger dipuncak daftar terlaris Amazon.com. Menjelang akhir
tahun Ehrman tampil lagi dalam acara The Daily Show. Bukunya „telah
menjadi salah satu buku laris tak terduga dalam tahun ini‟, menurut Tucker
(2006)”1

Bart Ehrman sendiri adalah teolog yang mengepalai Fakultas Kajian Agama
di University of Carolina di Chapel Hill. Dia adalah lulusan The Moody Bible
Institute di Chichago yang kemudian meneruskan kuliahnya di Wheaton
College Graduate hingga memperoleh gelar M.Div di bidang Perjanjian Baru
serta mendapat gelar Ph.D dari Princeton Theological Seminary di bawah
asuhan pakar Perjanjian Baru tersohor yaitu Almarhum Bruce M. Metsger.

1
Mendongkel Yesus Dari Tahtanya: Upaya Mutakhir Untuk Menjungkirbalikkan Iman
Gereja Mengenai Yesus Kristus, Jakarta: Gramedia 2009, hal 48-49
3|Cracking Misquoting Jesus

Jabatan penting lainnya adalah Presiden dari Southeast Region of the Society
of Biblical Literature.

Bart Ehrman termasuk teolog yang produktif dalam menulis. Ada 19 buku
yang telah dihasilkan. Buku-buku hasil karyanya cukup banyak terkait bidang
kajian Biblika seperti: The Orthodox Corruption of Scripture: The Effect of
Early Christological Controversies on the Text of the New Testament (Oxford
University Press, 1993), Lost Christianities: The Battles for Scripture and the
Faith We Never Knew (Oxford University Press, 2003), The Lost Gospel of
Judas Iscariot: A New Look at Betrayer and Betrayed (Oxford University
Press, 2006). Dan buku yang booming pada tahun 2005 dengan judul
Misquoting Jesus: The Story behind Who Changed the Bible and Why
(Harper San Fransisco).

Teguh Hindarto
4|Cracking Misquoting Jesus

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN..................................................................................Hal 2

BAB I

KRISIS EPISTEMOLOGI BART


EHRMAN...............................................................................................Hal 6

BAB II

KRITIK ATAS PRA PAHAM BART


EHRMAN..............................................................................................Hal 10

BAB III

APAKAH KEASLIAN PERJANJIAN BARU DIRAGUKAN

DIKARENAKAN YANG TERSISA HANYA


SALINANNYA?.....................................................................................Hal 15

BAB IV

APAKAH PERBEDAAN SALINAN

MENGUBAH PESAN ASLINYA DAN MENGUBAH


DOKTRIN?...........................................................................................Hal 22

BAB V

PERUBAHAN NASKAH ATAS DASAR KEPENTINGAN TEOLOGIS:

SEBERAPA PENGARUHNYA ATAS KEASLIAN PERJANJIAN


BARU?..................................................................................................Hal 27

BAB VI
5|Cracking Misquoting Jesus

MEMPERSOALKAN PEMUTLAKAN MANUSKRIP RUJUKAN


EHRMAN.............................................................................................Hal 36
6|Cracking Misquoting Jesus

BAB I

KRISIS EPISTEMOLOGI BART EHRMAN

Dari Fundamentalist Menuju Agnostik

Sebelum kita membahas butir-butir argumentasi Bart Ehrman yang memikat


sekaligus meresahkan, kita akan melihat sepintas perjalanan spiritual Ehrman
yang mengalami krisis epistemologis ketika dia berada di Princeton
Theological Seminary. Dalam kata pengantar bukunya, Ehrman mengatakan,
“Suatu titik balik saya alami pada semester kedua, dalam sebuah mata kuliah
yang dosennya adalah seorang profesor yang sangat dihormati dan saleh
bernama Cullen Story”2. Saat itu Ehrman ditugaskan untuk melakukan
eksegesis Kitab Markus, yaitu kitab yang disukainya dan dia memilih Markus
2. Ketika meneliti Markus 2: 25-26 yang berbunyi: “Jawab-Nya kepada
mereka: "Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia
dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia
masuk ke dalam Rumah (Tuhan) waktu Abyatar menjabat sebagai Imam
Besar lalu makan roti sajian itu yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-
imam dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya”. Nama Abyatar
ternyata mengganggu pikiran Ehrman karena kisah yang dikutip dari 1
Samuel 21:1-6 tersebut justru merujuk bukan nama Abyatar melainkan
Ahimelek, ayah Abyatar. Ehrman sendiri membuat sebuah eksegesis
apologetis untuk memberikan solusi terhadap pengutipan yang salah ini agar
dapat dipertanggungjawabkan pada dosen pembimbingnya. Namun jawaban
Profesor Story ketika memeriksa penjelasan Ehrman, menuntun pada awal
sikap skeptis yang berujung pada agnostik hingga kini.

2
Misquoting Jesus, Kesalahan Penyalinan dalam Perjanjian Baru: Kisah dibalik Siapa
Yang Mengubah Alkitab Dan Apa Alasannya, Jakarta: Gramedia Pustaka Tama
2006, hal xxi
7|Cracking Misquoting Jesus

Profesor Story mengatakan, “Mungkin Markus memang membuat


kesalahan”. Akibatnya Ehrman mulai memikirkan perkataan Sang Profesor
dan menyimpulkan hal yang sama dengan Sang Profesor. Dan Ehrman
memulai sebuah sebuah kesadaran baru yang didorong skeptisme dengan
mengatakan, “Begitu saya membuat pengakuan itu, terbukalah pikiran saya.
Karena jika di dalam Markus 2 terdapat satu kesalahan kecil dan remeh, bisa
jadi ada kesalahan di bagian-bagian lainnya juga”3

Dan sekarang, Bart Ehrman menjadi seorang yang mengklaim sebagai “a


happy agnostik” (agnostik yang berbahagia) dan mempercayai bahwa
manusia hanya mengalami keterpisahan dengan keberadaan saat mengalami
kematian, seperti nyamuk yang telah Anda pukul kemarin, demikian laporan
The Book of Bart dalam Washington Post, 5 Maret 20064. Dia adalah seorang
yang tidak mempercayai mukjizat yang dilaporkan dalam Kitab Injil. Dalam
sebuah kesempatan perdebatan, bersama William Craign di Perguruan Tinggi
Holy Cross, Worcester, Massachusetts, pada Tahun 2006, Erhman ditanyai
oleh salah satu peserta sbb: “Dari penjelasan metode sejarah yang Anda
sampaikan adakah mukjizat telah terjadi? Jika ya, yang mana dan jika tidak
apakah Anda akan menolak kepercayaan terhadap mukjizat dengan
sukarela?” Bart Ehrman tidak menjawab pertanyaan tersebut5 . Dalam
kesempatan lain Ehrman menyatakan bahwa murid-murid Yesus tidak ada
yang meyaksikan kebangkitan Yesus. Mereka hanya melihat penglihatan
mengenai Yesus yang bangkit. Dengan yakin dia mengatakan, “terkaan saya
yang terbaik adalah apa yang dialami para murid sama dengan apa yang
dialami oleh seseorang ketika seseorang yang dikasihinya meninggal-mereka

3
Ibid., hal xxiii

4
David Cloud, Bart Ehrman Problem‟s is God,
http://www.wayoflife.org/files/36845129b8dfd6adb594421400c14843-371.html

5
Is There Historical Evidence for the Resurrection of Jesus?” March 28, 2006
http://www.bringyou.to/apologetics/p96.htm
8|Cracking Misquoting Jesus

terkadang merasa melihat mereka dalam penglihatan”, demikian laporan


CNN Tgl 15 Mei 2009 dalam topik “Former Fundamentalist”6

Pakar Yang Sama Dengan Kesimpulan Yang Berbeda

Meskipun Ehrman jebolan Princeton Theology, namun semua pakar jebolan


universitas tersebut berpikir dan mengambil kesimpulan yang sama dengan
Ehrman. Dick Wilson yang dijuluki “memiliki kewibawaan terkemuka
terhadap bahasa-bahasa kuno di Timur Tengah” lulus dari Princeton pada
usia 20 tahun dan memiliki kemampuan membaca naskah Perjanjian Baru
dalam 9 bahasa. Kemudian segera sesudah itu dia mempelajari 45 bahasa,
termasuk semua bahasa dalam mana Kitab Suci telah diterjemahkan sebelum
tahun 600 Ms.

Dia lulus paska sarjana dari Humboldt University di Berlin dan mengajar di
Western Theological Seminary, Princeton Theological Seminary, and
Westminster Theological Seminary. Pada usia 25 tahun beliau memutuskan
untuk mendedikasikan akhir hidupnya untuk menyelidiki kesejarahan Kitab
Suci untuk memberikan sanggahan melawan serangan gencar Modernisme
Teologi. Didasarkan pada umur panjang leluhurnya, dia memperkirakan
bahwa dia memiliki 45 tahun untuk membaktikan proyeknya. Dengan
membagi pada tiga periode, dia mulai membaktikan 15 tahun pertamanya
untuk menguasai setiap bahasa yang dipakai untuk menuliskan Kitab
Perjanjian Lama dan 15 tahun berikutnya dia pergunakan untuk mempelajari
Kitab Perjanjian Lama satu persatu hingga seperempat juta huruf dan
akhirnya 15 tahun didedikasikan untuk menuliskan hasil penyelidikannya,
demikian tulis Christian Courier dalam judul “Remarkable Robert Dick
Wilson” pada Tgl 24 April 20007. Dalam berbagai risetnya, Wilson sampai
pada kesimpulan sbb: “Saya telah sampai pada pengakuan bahwa tidak ada
satu orangpun yang cukup mengetahui untuk menyerang ketelitian Kitab

6
Op. Cit., David Cloud, Bart Ehrman Problem‟s is God

7
Ibid.,
9|Cracking Misquoting Jesus

Perjanjian Lama. Setiap saat ketika seseorang yang telah memiliki


kemampuan untuk mengumpulkan bersama-sama dokumen bukti yang
cukup untuk melakukan investigasi, bahwa fakta biblikal dalam naskah asli
memiliki keterujian yang menakjubkan”, demikian tulis R. Pache dalam “The
Inspiration and Authority of Scripture”8

Mengapa pakar yang sama dari sekolah yang sama memiliki kesimpulan dan
sikap akhir yang berbeda? Bukan dikarenakan Ehrman lebih superior secara
akademis. Ini lebih pada persoalan titik berangkat (pra paham) dan soal
iman. Kedua hal ini mempengaruhi semua keputusan seseorang. Kita akan
membahasnya pada bagian lain dari tulisan ini.

8
Ibid.,
10 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

BAB II

KRITIK ATAS PRA PAHAM BART EHRMAN

DR. Craig Evans menggunakan istilah “titik awal yang salah” untuk
menggambarkan berbagai pernyataan para teolog Kristen yang menempuh
jalan berpikir liberal dan menihilkan nilai kesucian Kitab TaNaKh dan Kitab
Perjanjian Baru. Yang dimaksudkan dengan titik awal yang salah adalah
sikap berpikir tertentu terhadap Yesus dan kedudukan Kitab Suci yang telah
dibentuk dalam lembaga akademis yang mengeluarkan keterlibatan sesuatu
yang supranatural di dalamnya.

DR. Craig Evans memberikan contoh beberapa asumsi yang dipercayai oleh
para teolog Liberal yang tidak mempercayai kesucian dan otoritas spiritual
Yesus dan Kitab Suci bahwa mereka mempercayai empat hal sbb: (1) Yesus
itu buta huruf (2) Yesus tidak tertarik terhadap Kitab Suci (3) Yesus tidak
tertarik terhadap eskatologi (4) Yesus tidak memandang dirinya adalah
Mesias Israel bahkan tidak menganggap dirinya memiliki tabiat Ketuhanan.
Terhadap empat pikiran pokok yang menjadi titik awal yang salah, Craig
Evans memberikan komentar sbb, “Karena dimulai dari titik awal yang salah,
yang sering tidak lebih dari dugaan dan merupakan kesimpulan yang tidak
didokumentasikan dan dibukukan, tidak heran jika banyak bahan dalam Injil
Perjanjian Baru dipandang tidak autentik dan tidak historis”9.

Jika Ir. Harold Lolowang, MSc., melihat bahwa pemahaman masa kecil Bart
Ehrman dan keluarganya bahwa Kitab Suci hanya bagian dari liturgi sebagai
titik berangkat yang salah10, maka saya melihat bahwa sikap awal Ehrman
yang mulai meragukan otoritas dan kesejarahan Kitab Perjanjian Baru yang

9
Craig A. Evans., Merekayasa Yesus: Membongkar Pemutarbalikkan Injil oleh
Ilmuwan Modern, Yogyakarta: Andi Offset 2005, hal 22

10
Ir. Harold Lolowang, MSc., Menyibak Kontroversi Dugaan Ketidakaslian Alkitab:
Aplogetika Terhadap Misquoting Jesus, Yogyakarta: Andi Offset 2009, hal 29
11 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

menjadi pintu masuk baginya untuk membuat klaim-klaim keliru berikutnya.


Saat Ehrman meragukan laporan Markus 2:25-26 dan menerima pengakuan
Profesor Story yang mengakui kemungkinan Markus membuat kekeliruan
dan membuat pernyataan demikian, “Begitu saya membuat pengakuan itu,
terbukalah pikiran saya. Karena jika di dalam Markus 2 terdapat satu
kesalahan kecil dan remeh, bisa jadi ada kesalahan di bagian-bagian lainnya
juga”11. Ehrman memulai dengan dengan sebuah titik berangkat yang keliru
saat dia mengalami keraguan. Titik berangkat yang keliru itu laporan Markus
keliru maka bagian-bagian lain dari naskah Perjanjian Baru pasti
mengandung kekeliruan yang sama.

Benarkah Markus 2:25-26 merupakan sebuah kekeliruan? Benarkah Yesus


salah mengutip nama Ahimelek menjadi Abyatar anaknya? Mari kita
perhatikan kutipan selengkapnya perkataan Yesus sbb, “Jawab-Nya kepada
mereka: "Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia
dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia
masuk ke dalam Rumah Tuhan waktu Abyatar menjabat sebagai Imam
Besar lalu makan roti sajian itu -- yang tidak boleh dimakan kecuali oleh
imam-imam -- dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya?”
Sementara 1 Samuel 21:1-6 melaporkan bahwa bukan Abyatar yang
memberikan roti melainkan Ahimelek sebagaimana dikatakan, “Sampailah
Daud ke Nob kepada Ahimelekh, imam itu. Dengan gemetar Ahimelekh
pergi menemui Daud dan berkata kepadanya: "Mengapa engkau seorang diri
dan tidak ada orang bersama-sama dengan engkau?" Jawab Daud kepada
imam Ahimelekh: "Raja menugaskan sesuatu kepadaku, katanya kepadaku:
Siapa pun juga tidak boleh mengetahui sesuatu dari hal yang kusuruh
kepadamu dan yang kutugaskan kepadamu ini. Sebab itu orang-orangku
telah kusuruh pergi ke suatu tempat. Maka sekarang, apa yang ada padamu?
Berikanlah kepadaku lima roti atau apa pun yang ada." Lalu jawab imam itu

11
Misquoting Jesus, Kesalahan Penyalinan dalam Perjanjian Baru: Kisah dibalik
Siapa Yang Mengubah Alkitab Dan Apa Alasannya, Jakarta: Gramedia Pustaka
Tama 2006, hal xxiii
12 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

kepada Daud: "Tidak ada roti biasa padaku, hanya roti kudus yang ada; asal
saja orang-orangmu itu menjaga diri terhadap perempuan." Daud menjawab
imam itu, katanya kepadanya: "Memang, kami tidak diperbolehkan bergaul
dengan perempuan, seperti sediakala apabila aku maju berperang. Tubuh
orang-orangku itu tahir, sekalipun pada perjalanan biasa, apalagi pada hari
ini, masing-masing mereka tahir tubuhnya." Lalu imam itu memberikan
kepadanya roti kudus itu, karena tidak ada roti di sana kecuali roti sajian;
roti itu biasa diangkat orang dari hadapan YHWH, supaya pada hari roti itu
diambil, ditaruh lagi roti baru”

Jika memang benar ada kekeliruan yang dilakukan penulis Injil Markus atau
bahkan Yesus, mengapa kekeliruan itu begitu menyolok dan dibiarkan tertulis
dalam Kitab Suci? Justru dengan Kitab Suci menuliskan bahwa nama
Abyatar dan bukan Ahimelekh ini menuntun kita pada kenyataan bahwa ada
persoalan yang harus dipecahkan mengapa Yesus mengatakan Abyatar dan
bukan Ahimelek, daripada tergesa-gesa menyebutnya sebagai “misquoting
Jesus” (kesalahan pengutipan oleh Yesus).

Persoalan Markus 2:26 bukan persoalan baru namun persoalan lama yang
sudah menjadi wilayah kajian para ahli Kritik Teks (Textual Criticism). Prof.
Daniel Wallace mentabulasikan pemecahan masalah terhadap isu lama
dalam ilmu Kritik Teks terkait Markus 2:26 sbb:

1. Kesalahan teks sehingga harus dibuang dari daftar ayat

2. Penafsiran yang keliru sehingga harus diperbaiki

3. Yesus yang keliru (atau Yesus sedang melakukan Midrash)

4. Sumber yang dipergunakan Markus (Petrus) keliru

5. Markus yang keliru12

12
Mark 2:26 and the Problem of Abiathar
http://bible.org/article/mark-226-and-problem-abiathar
13 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Terhadap persoalan di atas, DR. Gleason L. Archer Jr dalam bukunya


Encyclopedia of Bible Difficulties menjelaskan persoalan tersebut, jauh-jauh
hari sebelum Bart Ehrman mempertanyakannya. Beliau menganalisis frasa
Yunani epi Abiathar archieireoos bukan “waktu Abyatar menjabat sebagai
Imam Besar”

Melainkan “pada zaman imam Abyatar”. Alasan beliau, kata Yunani epi
mempunyai bermacam arti dan pada konteks ayat ini bermakna masa atau
zaman13. Yesus tidak mengatakan bahwa yang memberikan roti kepada
Daud adalah Abyatar namun Yesus hendak mengatakan bahwa pada zaman
imam Abyatar yang menggantikan Ahimelek, Daud pernah menerima
pemberian roti kudus dari Ahimelek.

Kasus ini hampir mirip ditemui dalam Matius 27:9 dimana pengutipan
nubuat Zakharia dituliskan oleh Matius dengan nama Yeremia. Ada berbagai
penjelasan terhadap persoalan tersebut namun naskah Peshitta Aramaik
justru tidak menyebutkan keduanya hanya dikatakan dalam bahasa Aramaik
byad nabia (menurut nabi).

J. A. Alexander memberikan nasihat terkait berbagai upaya memberikan


jawaban atas persoalan Markus 2:26 sbb, “It is best, however, as in all such
cases, to leave the discrepancy unsolved rather than to solve it by unnatural
and forced constructions. A difficulty may admit of explanation, although we
may not be able to explain it, and the multitude of cases in which riddles once
esteemed insoluble have since been satisfactorily settled, should encourage us
to hope for like results in other cases…”14 (Namun demikian, ini yang terbaik
seperti dalam semua kasus tersebut untuk meninggalkan ketidaksesuaian
yang tidak terpecahkan daripada memecahkannya dengan konstruksi yang
tidak natural dan dipaksakan. Kesulitan mungkin diakui dalam menjelaskan
sekalipun kita mungkin tidak mampu menjelaskannya dan banyak kasus
dimana masih menjadi teka teki yang belum terpecahkan secara memuaskan,

13
Op.Cit, Ir. Harold Lolowang, hal 217

14
Op.Cit., Daniel Wallace, Mark 2:26 and the Problem of Abiathar
14 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

seharusnyalah mendorong kita untuk berharap mendapatkan hasil seperti


pada kasus lainnya)
15 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

BAB III

APAKAH KEASLIAN PERJANJIAN BARU DIRAGUKAN

DIKARENAKAN YANG TERSISA HANYA SALINANNYA?

Menurut Ehrman, naskah asli Kitab Perjanjian Baru disangsikan untuk


ditemukan keberadaannnya sebagaimana dikatakan: “Selain itu, sebagian
besar orang Kristen di sepanjang sejarah gereja tidak memiliki akses untuk
membaca naskah aslinya, sehingga keterilhaman naskah-naskah itu
dipertanyakan. Kita bukan hanya tidak memiliki naskah aslinya, kita
juga tidak memiliki salinan pertama dari naskah aslinya. Kita bahkan
tidak memiliki salinan dari salinan naskah aslinya. Yang kita miliki hanyalah
salinan yang dibuat lama kemudian-sangat lama kemudian”15 . Memang
benar bahwa Kitab Perjanjian Baru yang tersedia kini dalam bahasa Yunani
adalah salinan dari salinan dan bukan naskah asli. Bukan hanya Kitab
Perjanjian Baru, namun semua Kitab Suci agama-agama (Islam, Hindu,
Budha, dll) tidak memiliki naskah asli yang ditulis tangan pertama kali. Yang
ada adalah salinan dari salinan.

Apakah kita patut meragukan nilai salinan dikarenakan dihasilkan dari


salinan yang berasal dari salinan sebelumnya? Data-data berikut menepis
keraguan bahwa naskah salinan telah menyimpang dari naskah aslinya.

Pertama, Kesaksian Bapa Gereja.

Tertulianus berkata, “Marilah hai engkau yang memerlukan lebih banyak


jawaban untuk keselamatanmu, datanglah ke Gereja-gereja Apostolik yang
masih memiliki dan membacakan tulisan-tulisan otentik dari para rasul serta

15
Misquoting Jesus, Kesalahan Penyalinan dalam Perjanjian Baru: Kisah dibalik
Siapa Yang Mengubah Alkitab Dan Apa Alasannya, Jakarta: Gramedia Pustaka
Tama 2006, hal xxiv
16 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

menampilkan wajah beberapa dari mereka”16. Darrel L. Bock dan Daniel B.


Wallace memberikan komentar atas pernyataan Tertulianus sbb, “Dalam
skenario terburuk pun, pernyataan Tertullianus menunjukkan bahwa orang-
orang Kristen pada saat itu cukup peduli untuk menyimpan salinan yang
akurat dan tidak mengabaikan naskah-naskah yang lebih awal. Tetapi setelah
Tertuallianus tidak ada lagi saksi yang mengklaim hal yang sama. Ini dapat
menjadi indikasi bahwa naskah-naskah asli elah hilang sejak akhir abad
ketiga”17

Kedua, Jumlah salinan Perjanjian Baru.

Ada lebih dari 5,300 salinan manuskrip dalam bahasa Yunani kuno (MSS)
dan berbagai fragment Kitab Perjanjian Baru Yunani yang tetap bertahan
sampai hari ini. Masih ditambah 10,000 Kitab Vulgata berbahasa Latin dan
lebih dari and 9,300 berbagai versi manuskrip awal dalam bahasa Siriak,
Koptik, Armenian, Gotik dan Etiopik sehingga jumlah keseluruhan ada lebih
dari 24,000 manuskrip Kitab Perjanjian Baru yang masih bertahan. Sedikit
perubahan dan variasi dalam manuskrip tidak berpengaruh satupun pada
doktrin Kekristenan, bahkan tidak mengubah pesan apapun di dalamnya18.

Tertullian menyatakan pada Tahun 150 A.D., bahwa Gereja di Roma telah
menyusun daftar Kitab Perjanjian Baru yang cocok dengan daftar yang kita
miliki sekarang. Kita memiliki 32.000 kutipan dari periode sebelum 325 AD,
dari Irenaeus (182-188 AD), dari Justin Martyr (150 AD), Polycarpus (107
AD), Ignatius (100), Clement (96 AD) dan banyak lagi dari para Bapa Gereja
Abad Kedua dan Ketiga.

16
Mendongkel Yesus Dari Tahtanya: Upaya Mutakhir Untuk Menjungkirbalikkan
Iman Gereja Mengenai Yesus Kristus, Jakarta: Gramedia 2009, hal 54

17
Ibid., hal 55
18
New Testament Ancient Manuscripts, http://biblefacts.org/history/oldtext.html
17 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Ketiga, Bukti Manuskrip Tertua

Kekristenan memiliki sejumlah manuskrip yang cukup tua dengan usia


penulisan sekitar tahun 300-400-an yaitu Kodek Sinaitikus (Codek Aleph)
dan Kodek Vatikanus (Codek B). Kedua kodek di atas lazim disebut dengan
Kodek Alexandria . Kodek Sinaiticus ditemukan di Biara St Catharina yang
didirikan oleh Kaisar Justinianus pada Abad VI Ms di bawah kaki Gunung
Sinai. Penemunya adalah Lobegott F.C. Von Tischendorf pada tahun 1844.
Sementara Kodek Vatikanus merupakan hadiah yang diberikan Gereja
Orthodok bagi Paus di Vatikan pada Abad XIV. Sebenarnya kodek ini
ditemukan di lingkungan Vatikan tepatnya di Perpustakaan Paus pada tahun
1481. Kodek ini tidak diperkenankan dibaca oleh umum hingga tahun 1889
Kodek ini dapat dibaca oleh umum dan disimpan di Vatikan.

Kedua kodek ini dipakai sebagai rujukan untuk membuat salinan naskah
Yunani Kitab Perjanjian Baru oleh Brooke F. Wescott (1825-1901) dan
Fenton A. Hort (828-1892) yang kemudian menjadi rujukan terjemahan bagi
RSV, NIV, ASV, GNFTV.

Apakah Kodek Sinaitikus dan Vatikanus merupakan manuskrip tertua dan


valid? Sekalipun dari usia kertas, Kodek Sinaitikus dan Kodek Vatikanus lebih
tua dari Kodek Byzantium yang kerap disebut Textus Receptus dan Mayority
Teks yang menjadi rujukan bagi penerjemahan KJV (King James Version),
namun beberapa ahli Kritik Teks meyakini bahwa naskah Bizantium
didasarkan pada naskah yang lebih tua yang disebut Peshitta dalam bahasa
Aramaik (sekalipun beberapa ahli lain berpendapat bahwa Peshitta adalah
terjemahan dari naskah Byzantin berbahasa Yunani)

Terjemahan Kitab Suci yang menggunakan Textus Receptus sebagai rujukan


adalah: Complutensian Polygot (1514-1522), Edisi Desidarius Erasmus
(1516-1535), Edisi Colinaeus (1534), Karya Robert Estienne (1546-1551),
Karya Theodore Beza dan John Calvin (1565-1604), Karya Elzevir (1624,
1633, 1641). Kodek Byzantium di dasarkan pada naskah Peshitta (Aramaik)
18 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

dan Curetonian Syriac yang dituliskan sekitar tahun 170 M (berbeda dengan
Sinaitikus dan Vatikanus yang dituliskan sekitar tahun 300-400-an).

Berikut beberapa daftar manuskrip tertua sbb:

Papyri Injil Sinoptik Tertua19

1. PAPIRUS 67 (P.BARCELONA) 125-150 MS (Mat 3:9,15; 5:20-22,


25-28)
2. PAPIRUS 103 (P.OXY.4403) 175-200 MS (Mat 13:55-57; 14:3-5)
3. PAPIRUS 104 (P.OXY.4404) 175-200 M (Mat 21:34-37,43,45 (?)
4. PAPIRUS 77 (P.OXY.2683 + 4405) 175-200 M (Mat 23:30-39)
5. PAPIRUS 64 (P.MAGDALEN 17) 125-150 M (Mat 26:7-8, 10,14-15,
22-23, 31-33)
6. PAPIRUS 4 (P.PARIS 1120) 125-150 M (Luk 1:58-59, 1:62-2:1; 2:6-
7; 3:8-4:2; 4:29-32, 34-35; 5:3-8)
7. PAPIRUS 75 (JOHN BODMER) + 175 M (Luk 3:18-22; 3:33-4:2;
4:34-5:10; 5:37-6:4:6:10-7:32; 7:35-39, 41-43; 7:46-9:2; 9:4-17:15;
17:19-18:18;22:4-24:53)

Kodek Yunani Tertua20

1. KODEKS SINAITICUS ( a ): dihasilkan oleh 3 ahli kitab pada Abad IV


Ms
2. KODEKS VATIKANUS (B): kodeks Abad V, pertama jatuh ke tangan
para ahli Barat, yang menuntun pada pencarian naskah-naskah
lainnya, disampaikan kepada Charles I dari Inggris pada tahun 1627
3. KODEKS BEZA (D): kodeks abad IV akhir, memuat beberapa bacaan
yang unik
4. KODEKS EPHRAEMI RESCRIPTUS (C): disebut “tulisan ulang
Ephraem” karena rahib abad XII menggores, kemudian menyalin ke
atasnya kodeks Yunani Abad VI dengan khotbah Ephraem Syrus

19
Craig A. Evans, Merekayasa Yesus: Membongkar Pemutarbalikkan Injil oleh
Ilmuwan Modern, Yogyakarta: Andi Offset 2005. hal 11

20
Ibid., hal 13
19 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

5. KODEKS WASHINGTONIANUS (W): kodeks Abad IV akhir/ V awal,


memuat keterangan yang menarik tentang Markus 16:14-15

Naskah Yunani Tertua di Injil Yohanes21


1. P5 (disimpan di Perpustakaan London), juga disebut P.Oxy 208 +
1781, berasal dari awal Abad III. Papirus ini memuat Yohanes 1:23-
31, 33-40, 16:14-30; 20:11-17, 19-20, 22-25
2. P22 (disimpan di Perpustakaan Universitas Glasgow), juga disebut
P.Oxy 1228, berasal dari pertengahan abad III. Papirus ini memuat
Yohanes 15:25-16:2, 21-32
3. P28 (disimpan di Musium Institut Palestina di Pasific School of
Religion di Berkeley, California), juga disebut P.Oxy 1586, berasal
dari akhir abad III. Papirus ini memuat Yohanes 6:8-12, 17-22
4. P39 (disimpan di Perpustakaan Abrose Swasey, Rochester Divinity
School), juga disebut P.Oxy 1780, berasal dari awal abad III. Papirus
ini merupakan fragmen kecil yang memuat Yohanes 8:14-22
5. P45 (disimpan di Chester Beatty Collection, Dubin), juga disebut
P.Chester Beatty I, berasal dari akhir abad II. Ini merupakan salah
satu papirus utama. Papirus ini memuat bagian-bagian besar keempat
Injil dan Kisah Rasul. Dari Yohanes, papirus ini memuat 4:51,54;
5:21,24;10:7-25;10:30-11:10, 18-36, 42-57. P46 (P.Chester Beatty II)
memuat bagian penting dari beberapa surat Paulus
6. P52 (disimpan di Perpustakaan John Rylands University of
Manchester), juga disebut Gr.P.457, berasal dari awal abad II dan
mungkin merupakan fragmen Perjanjian Baru Yunani tertua yang
masih tetap bertahan sampai saat ini. P.52 merupakan fragmen kecil
yang memuat Yohanes 18:31-33 (disisi kanan), 37-38 (disisi
sebaliknya)
7. P66 (disimpan di Bibliotheca Bodmeriana), juga disebut P.Bodmer II,
berasal dari akhir abad II atau III. Papirus Bodmer sangat penting.
Papirus 66 memuat Yohanes 1:1-6:11; 6:35-14:26, 29030; 15:2-26;
16:2-4, 6-7; 16:10-20; 20:20, 22-23; 20-21:9, 12,17. Selain bagian-
bagian Lukas, papirus ini memuat Yohanes 1:1-11:45, 48-57; 12:3-
13:1, 8-9; 14:8-29; 15:7-8
8. P75 (disimpan di Bibliotheca Bodmeriana), juga disebut P.Bodmer
XIV dan XV, berasal dari akhir abad II. Selain bagian-bagian Lukas,

21
Ibid., hal 18-20
20 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

papirus ini memuat Yohanes 1:1-11:45, 48-57; 12:3-13:1, 8-9; 14:8-


29; 15:7-8
9. P80 (disimpan di Fundacion San Lucas Evangelista, Barcelona), juga
disebut P. Barcelona 83, berasal dari pertengahan Abad III. Yang
masih tetap bertahan sampai saat ini hanyalah Yohanes 3:34
10. P90 (disimpan di Ashmolean Museum di Oxford), juga disebut P.Oxy
3523, berasal dari pertengahan atau akhir Abad II. Papirus ini
memuat Yohanes 18:36-19:7
11. Papirus 95 (disimpan di Bibiliotheca Laurenziana, Florence), juga
disebut PI.II/31, berasal dari Abad III. Papirus ini memuat Yohanes
5:26-29, 36-38
12. Uncial 0162 (disimpan di Metropolitan Museum of Art, New York),
juga disebut P.Oxy. 847, bukan papirus, melainkan satu lembar kulit
atau velum. Uncil ini berasal dari akhir Abad III atau awal Abad IV
dan merupakan contoh awal uncial berikutnya. Uncial 0162 memuat
Yohanes 2:11-22

Ketiga, Perbandingan dengan naskah kuno lainnya

F.F. Bruce mengatakan, “Mungkin kita akan menghargai kekayaan Perjanjian


Baru dalam hal pembuktian keaslian naskah kalau kita membandingkannya
dengan bahan naskah dari karya-karya sejarah kuno lain”22. Buku “Perang
Galia” karya Julius Caesar tahun 58-50 sM, masih menyisakan naskah
sebanyak sembilan atau sepuluh dan yang tertua berusia 900 tahun setelah
Caesar. Buku “Sejarah Roma” karya Livius sebanyak 142 jilid hanya tersisa
tidak lebih dari 20 naskah, itupun berasal dari Abad IV Ms. Buku “Histories”
karya Tacitus sebanyak 16 jilid hanya tersisa 4,5 jilid. Buku “Sejarah
Thucydides” yang tersisa tinggal 8 naskah dan usia yang tertua adalah 900
Ms. Bruce memberikan komentarnya perihal perbandingan Kitab Perjanjian
Baru dengan naskah-naskah kuno tersebut demikian, “Tetapi betapa
berbedanya keadaan Perjanjian Baru dalam hal ini! Kecuali dua naskah yang
amat penting dari abad keempat yang telah disebut dimuka, yang paling tua

22
Dokumen-Dokumen Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia 1993, hal 12
21 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

dari kira-kira ribuan yang kita kenal, sangat banyak bagian-bagian dari
salinan papirus dari buku-buku Perjanjian Baru yang waktunya 100-200
tahun lebih dulu lagi”23

Bukti-bukti di atas menampik keraguan yang dilontarkan Ehrman bahwa


naskah salinan Perjanjian Baru patut diragukan validitasnya karena tidak
memiliki naskah asli. Ribuan naskah salinan bahkan sampai tahun yang
terdekat engan 100 Ms memberikan bukti pemeliharaan dan kedekatan
naskah dengan aslinya.

Darrel L. Bock dan Daniel B. Wallace memberikan penegasan, “Jadi, terlepas


dari apakah kita memiliki atau tidak memiliki salinan dari salinan dari salinan,
saat ini kita memiliki salinan yang secara kolektif cukup layak untuk
membawa kita pada isi teks asli, kecuali dalam beberapa bagian yang sangat
kecil”24

23
Ibid., hal 13

24
Op.Cit., Mendongkel Yesus Dari Tahta-Nya: hal 61
22 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

BAB IV

APAKAH PERBEDAAN SALINAN

MENGUBAH PESAN ASLINYA DAN MENGUBAH DOKTRIN?

Pandangan Ehrman berikutnya mengatakan bahwa salinan naskah


Perjanjian Baru dibuat berabad-abad kemudian dan memiliki perbedaan
yang signifikan sebagaimana dikatakan: “Dalam banyak kasus, salinan-
salinan itu dibuat berabad-abad kemudian. Dan salinan-salinan itu
berbeda satu dengan yang lainnya, dan bagian yang berbeda
berjumlah ribuan. Sebagaimana akan kita lihat dalam buku ini, salinan itu-
salinan itu berbeda satu dengan yang lainnya dalam begitu banyak bagian
sehingga kita bahkan tidak tahu berapa banyak perbedaan yang sebenarnya
ada. Mungkin hal. Mungkin hal itu bisa lebih mudah dipahami dengan
perbandingan berikut: jumlah perbedaan yang terdapat diantara manuskrip-
manuskrip kita lebih banyak daripada jumlah kata-kata dalam Perjanjian
Baru”25

Lebih jauh mengenai perbedaan naskah tersebut dipertajam pada pada Bab
3 sbb: “Dengan berlimpahnya bukti di atas, apa yang bisa kita katakan
tentang jumlah total perbedaan yang diketahui dewasa ini? Para cendekiawan
sedikit berbeda dalam perkiraan mereka-beberapa mengatakan ada 200.000
perbedaan yang diketahui, beberapa mengatakan 300.000 beberapa
mengatakan 400.000 atau lebih banyak lagi! Kita tidak mengetahui angkanya
dengan pasti karena meskipun adanya perkembangan yang mengesankan
dalam teknologi komputer, belum ada seorangpun yang bisa menghitung
semuanya. Mungkin, sebagaimana telah saya katakan sebelumnya, lebih baik
hal itu diukur dari segi perbandingannya saja. Ada lebih banyak

25
Misquoting Jesus, Kesalahan Penyalinan dalam Perjanjian Baru: Kisah dibalik
Siapa Yang Mengubah Alkitab Dan Apa Alasannya, Jakarta: Gramedia Pustaka
Tama 2006, hal xxiv.,
23 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

perbedaan di antara manuskrip-manuskrip kita daripada kata-kata


dalam Perjanjian Baru”26. Sebelumnya Ehrman mengutip karya John Mill,
cendekiawan dari Queens College, Oxford di bab yang sama sbb:
“Berdasarkan kerja keras selama tiga puluh tahun mengumpulkan bahan itu,
Mill menerbitkan naskah cetaknya, yang disertai sebuah aparatus berisi
perbedaan-perbedaan antara semua bahan yang masih ada yang ia miliki.
Betapa kagetnya para pembaca ketika melihat bahwa aparatus itu memat
sekitar tiga puluh ribu perbedaan di antara bukti-bukti yang masih ada, tiga
puluh ribu perbedaan dimana manuskrip-manuskrip, kutipan-kutipan bapa
gereja, serta versi-versi yang mengandung bagian-bagian yang berbeda-beda
untuk bagian-bagian Perjanjian Baru”27. Sungguh sebuah “fakta” yang
mengejutkan.

Bagaimana menanggapi pernyataan Ehrman perihal jumlah kesalahan


salinan teks dalam Perjanjian Baru Yunani?

Apakah yang dimaksudkan dengan variasi teks? Variasi teks adalah


perbedaan kata dibagian manapun dalam manuskrip dan dapat berupa
perbedaan susunan kata, pengurangan atau penambahan kata bahkan
perbedaan ejaan. Jadi perbedaan paling remeh pun dihitung sebagai variasi.
Demikian juga, satu manuskrip berbeda dengan semua yang lain pun
dihitung sebagai variasi28. Darrel L. Bock dan Daniel B. Wallace membagi
jenis variasi menjadi empat bagian sbb:

1. Perbedaan ejaan

2. Perbedaan minor karena merupakan sinonim atau perbedaan kata


yang tidak mempengaruhi terjemahan

26
Ibid., hal 92

27
Ibid., hal 86

28
Mendongkel Yesus Dari Tahtanya: Upaya Mutakhir Untuk Menjungkirbalikkan
Iman Gereja Mengenai Yesus Kristus, Jakarta: Gramedia 2009, hal 64
24 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

3. Perbedaan berarti tetapi tidak masuk akal kalau diikuti

4. Perbedaan berarti dan masuk akal untuk diikuti29

Dari hasil penelitian para ahli, mayotitas variasi teks yang ditemui adalah
perbedaan ejaan belaka. Ketika membahas kategori keempat, “Perbedaan
berarti dan masuk akal untuk diikuti”, Darrel L. Bock dan Daniel B. Wallace
memberikan ulasan, ““Singkatnya, kurang dari 1% dari seluruh variasi teks
merupakan perbedaan yang berarti dan masuk akal atau “bisa jalan” dan
perbedaan yang “berarti” itupun bukanlah perbedaan yang sangat signifikan,
melainkan hampir selalu merupakan arti teks yang minor”30

Kedua ahli Kritik Teks Perjanjian Baru tersebut memberikan contoh kasus
Roma 5:1. Ada dua teks yang menuliskan secara berbeda yaitu: “Kami
memiliki damai (echoomen)” atau “Mari kita memiliki damai” (echomen).
Dalam bahasa Yunani, frasa “kami memiliki damai” bernuansa indikatif
sedangkan frasa “mati kita memiliki damai” bernuansa subjunktif. Perbedaan
diantara keduanya hanya dipisahkan oleh kata Yunani “omega” (o panjang)
dan “omicron” (o pendek). Namun apakah kedua pernyataan tersebut
kontradiski dengan ajaran Kitab Suci? Tidak bahkan keduanya bisa jalan.
Jika Paul mengatakan agar orang Kristen memiliki damai (indikatif) maka
Paul berbicara mengenai status orang Kristen dengan Tuhan melalui Mesias.
Namun jika Paul menuliskan agar orang Kristen memiliki damai dengan
Tuhan, maka Paul sedang mendorong pada orang Kristen agar berpegang
pada kebenaran dasar hidup Kristiani dalam keseharian31.

DR. Daniel Wallace secara terpisah dalam artikelnya menanggapi pernyataan


Ehrman sbb, “In other words, the idea that the variants in the NT manuscripts

29
Ibid., hal 65

30
Ibid hal 68

31
Ibid., hal 69
25 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

alter the theology of the NT is overstated at best”.32(Dengan kata lain,


gagasan bahwa variasi teks dalam naskah Perjanjian Baru telah mengganti
Teologi Perjanjian Baru adalah pernyataan yang berlebihan dari yang
seharusnya). Bahkan Wallace menyebut upaya Ehrman tersebut seperti
menakuti anak ayam dalam komunitas Kristen khususnya bagi mereka yang
awal teologi dan ilmu Kritik Teks sehingga membuat kepanikan. Selanjutnya
Wallace menegaskan, “Regarding the evidence, suffice it to say that
significant textual variants that alter core doctrines of the NT have not yet
been produced.33 (Berdasarkan bukti, cukuplah dikatakan bahwa berbagai
variasi teks yang dituduhkan telah mengganti doktrin utama Perjanjian Baru,
tidak pernah terbukti).

Bukti ketidaksignifikanan variasi teks, dapat dilihat dalam beberapa kasus


berikut:

1. „Ιησούς αγάπα Παυλον – (Yesus mengasihi Paul)


2. „Ιησούς αγάπα τον Παυλον – (Yesus mengasihi Sang Paul)
3. ό „Ιησούς αγάπα Παυλον – (Sang Yesus mengasihi Paul)
4. ό „Ιησούς αγάπα τον Παυλον – (Sang Yesus mengasihi Sang Paul)
5. Παυλον „Ιησούς αγάπα – (Paul Yesus mengasihi)
6. τον Παυλον „Ιησούς αγάπα – (Sang Paul Yesus mengasihi)
7. Παυλον ό „Ιησούς αγάπα – (Sang Yesus mengasihi Paul)
8. τον Παυλον ό „Ιησούς αγάπα – (Sang Pau Sang Yesus mengasihi)
9. αγάπα „Ιησούς Παυλον – (Mengasihi Yesus Paul)
10. αγάπα „Ιησούς τον Παυλον – (Mengasihi Yesus Sang Paul)

32
DR. Daniel B. Wallace, Th.M., Ph.D., Review ofBart D. Ehrman, Misquoting
Jesus: The Story Behind Who Changed the Bible and Why

http://bible.org/article/review-bart-d-ehrman-imisquoting-jesus-story-behind-who-
changed-bible-and-whyi-san-francisco

33
Ibid.,
26 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

11. αγάπα ό „Ιησούς Παυλον – (Mengasihi Sang Yesus Paul)34

Kesebelas varian teks tersebut sama sekali tidak mempengaruhi doktrin dan
sendi-sendi keimanan terhadap keilahian dan kemesiasan Yesus serta ajaran-
ajarannya.

Dengan demikian, jumlah varian teks yang jumlahnya sangat fantastis


merupakan tugas tersendiri bagi ahli Kritik Teks Perjanjian Baru untuk
menentukan pada ucapan yang paling dekat dengan aslinya tinimbang
merisaukan hal itu sebagai sebuah ancaman terhadap validitas iman yang
didasarkan pada teks Perjanjian Baru Yunani.

34
Misquoting Jesus -- New Testament Textual Criticism

http://www.allaboutworldview.org/misquoting-jesus.htm
27 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

BAB V

PERUBAHAN NASKAH ATAS DASAR KEPENTINGAN TEOLOGIS:

SEBERAPA PENGARUHNYA

ATAS KEASLIAN PERJANJIAN BARU?

Ehrman menilai bahwa telah terjadi kesalahan penyalinan Kitab Perjanjian


Baru pada awal abad penyalinan sehingga berdampak pada penyalinan pada
abad-abad berikutnya sebagaimana ditegaskan sbb: “Karena naskah-naskah
Kristen masa awal tidak disalin oleh para penyalin profesional, setidaknya
pada abad kedua dan ketiga, tetapi hanya oleh anggota terpelajar jemaat
Kristen yang bisa melakukannya dan mau melakukannya, kita bisa
berkesimpulan bahwa kesalahan penyalinan banyak terdapat terutama
di dalam salinan terawal. Sesungguhnya, kita memiliki bukti kuat bahwa
seperti itulah yang terjadi, karena orang-orang Kristen, yang membacakan
naskah-naskah itu dan berupaya mengetahui apa kata-kata asli yang ditulis
penulisnya, kadang-kadang mengeluhkan hal tersebut”35. Bukti yang
dimaksudkan adalah pernyataan Origen, Bapa Gereja (Church Father) dari
Abad Ketiga yang mengatakan, “Perbedaan di antara manuskrip-manuskrip
itu sangat banyak, yang diakibatkan oleh kelalaian beberapa penyalinnya atau
oleh kelancangan yang menyimpang dari para penyalin lainnya; mereka tidak
memeriksa apa yang telah mereka salin atau dalam proses memeriksa,
membuat penambahan atau pengurangan sesuka hati”36 Bukan hanya Origen
melainkan lawan-lawannya dari kaum non Kristen yaitu Celsus dalam
mengomentari perilaku tersebut dengan mengatakan sbb: “Beberapa

Misquoting Jesus, Kesalahan Penyalinan dalam Perjanjian Baru: Kisah dibalik Siapa
Yang Mengubah Alkitab Dan Apa Alasannya, Jakarta: Gramedia Pustaka Tama
2006, hal 43

36
Ibid.,
28 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

penganut seolah-olah habis minum-minum, menentang diri mereka sendiri


dan mengubah naskah asli injil sampai tiga atau empat atau beberapa kali;
dan mereka mengubah karakter naskah itu guna menghindarkan mereka dari
kesulitan dalam menghadapi kritik”37.

Bukan hanya terjadi kesalahan penyalinan pada abad-abad awal, bahkan


terjadi pengubahan naskah saat menyalin dengan dimotivasi tujuan teologis
agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh para bidah demi kepentingan teologi
mereka. Hal ini ditegaskan oleh Ehrman sbb: “Para penyalin yang
merupakan penganut tradisi ortodoks ternyata sering mengubah
naskah yang mereka salin, kadang-kadang untuk menghapuskan
kemungkinan adanya „penyalahgunaan‟ naskah-naslkah itu oleh orang-orang
Kristen yang ingin meneguhkan kepercayaan bidah mereka dan kadang-
kadang untuk membuat agar naskah-naskah itu lebih sesuai dengan doktrin-
doktrin yang dipegang oleh orang-orang Kristen penganut tradisi ortodoks”38.
Persoalan pengubahan naskah yang dimotivasi oleh kepentingan teologis ini
dipertajam dalam Bab 6 buku Ehrman. Dalam bab tersebut Ehrman
menghabiskan 33 halaman untuk mengulas dan meyakinkan pembacanya
mengenai pengubahan naskah dengan dimotivasi pandangan teologis
penyalin. Intinya, dalam Bab 6 bukunya bahwa pada Abad Dua dan Abad
Tiga Kekristenan memiliki keanekaragaman mazhab teologi dengan
mendasarkan kitab-kitab yang diyakini sebagai ditulis dengan otoritas rasul-
rasul. Ada Kekristenan Semitik, ada Kekristenan Helenistik, ada Kekristenan
Gnostik, dll yang mengklaim ajarannya bedasarkan tulisan-tulisan yang
diyakini sebagai ajaran yang ditulis oleh para rasul Yesus Sang Mesias.
Apalagi pada waktu itu belum ada kanonisasi Kitab Suci sehingga semua
memiliki klaim yang subyektif.

Perdebatan-perdebatan teologis di atas menurut Ehrman sangat


memengaruhi para penyalin Kitab Suci saat melakukan tugas penyalinan.

37
Ibid.,

38
Ibid., hal 45
29 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Ehrman memberikan tiga kasus pengubahan yang dilandasi motivasi teologis


yaitu “Pengubahan Antiadopsionistik”, “Pengubahan Antidocetik”,
“Pengubahan Antiseparasionis”.

Golongan Adopsionis menglaim bahwa Yesus tidak bersifat Ilahi. Dia hanya
manusia biasa yang diadopsi menjadi Anak Tuhan saat peristiwa
pembaptisan. Menurut Ehrman, golongan Antiadopsionis berusaha
mengeliminir pandangan mereka dengan mengubah pernyataan dalam 1
Timotius 3:16. Berikut penjelasannya: “Wettstein memeriksa Kodeks
Alesandrianus, yang sekarang terdapat di British Library, dan menetapkan
bahwa di 1 Tim 3:16, dimana kebanyakan manuskrip yang lebih kemudian
mengatakan bahwa Kristus „adalah (Tuhan)39 yang dibuat nyata dalam
daging‟, manuskrip awal itu sebetulnya mengatakan Kristus „yang dibuat
nyata dalam daging‟. Perbedaanya sangat tipis dalam bahasa Yunani-antara
teta dan omicron, yang bentuknya sangat mirip (QS dan OS). Seorang
penyalin yang lebih kemudian telah mengubah tulisan yang asli, sehingga
bunyinya bukan lagi „yang‟ tetapi „(Tuhan)40 (yang dibuat nyata dalam
daging). Dengan kata lain, korektor yang lebih kemudian itu mengubah
naskah tersebut sedemikian rupa sehingga menandaskan keilahian Kristus.
Yang mengejutkan, koreksi serupa terdapat dalam empat dari manuskrip-
manuskrip awal yang lain dari 1 Timotius, semuanya telah mengalami
pengubahan serupa yang dilakukan para korektornya, sehingga tulisannya
secara gamblang menyebut Yesus sebagai „Tuhan‟41. Tulisan itu akhirnya
termuat dalam sebagian besar manuskrip Byzantium (abad pertengahan)

39
Terjemahan buku Misquoting Jesus dalam bahasa Indonesia menggunakan Allah,
namun karena saya memiliki pemahaman bahwa istilah Ibrani Elohim dan istilah
Yunani Theos serta istilah Inggris God seharusnya diterjemahkan dengan Tuhan dan
bukan Allah, maka saya menggunakan kata Tuhan untuk God, Elohim serta Theos.

40
Ibid.,

41
Ibid.,
30 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

yang lebih kemudian-kemudian dimuat dalam sebagian besar terjemahan


awal dalam bahasa Inggris”42

Salinan ayat-ayat lain yang dipermasalahkan karena telah meninggikan


derajat Yesus sebagai Yang Ilahi adalah Markus 1:11 dan Lukas 3:22 serta
Yohanes 1:18. Dalam manuskrip Byzantium, Markus 1:11 dan Lukas 3:22
menyatakan, “Engkaulah Putra-Ku yang Kukasihi; Aku berkenan kepada-
Mu” sementara manuskrip tertua yaitu manuskrip Alexandria menyatakan,
“Engkaulah Putra-Ku, hari ini Aku melahirkan-Mu”. Bagi Ehrman, frasa
“melahirkan-Mu” yang ditujukan pada Yesus merupakan penyangkalan
bahwa Yesus memiliki keilahian.

Mengenai Yohanes 1:18, manuskrip Alexandria yang lebih tua dari


manuskrip Byzantium justru menyatakan, “Tidak seorangpun pernah melihat
(Tuhan), tetapi satu-satunya (Tuhan) yang berada di pangkuan Bapa, Dia
itulah yang menjelaskan mengenai diri-Nya”. Sementara manuskrip
Byzantium menyatakan “Tidak seorangpun pernah melihat (Tuhan), tetapi
satu-satunya Putra (Tuhan) yang berada di pangkuan Bapa, Dia itulah yang
menjelaskan mengenai diri-Nya”. Bart Ehrman memberikan komentarnya
mengenai Yohanes 1:18 sbb: “Patut diakui bahwa versi pertama adalah versi
yang dimuat dalam manuskrip-manuskrip yang tertua dan yang pada
umumnya dianggap terbaik-manuskrip-manuskrip dari keluarga Alexandria.
Tetapi yang mengherankan adalah bahwa versi itu jarang ditemukan dalam
manuskri-manuskrip yang bukan berasal dari keluarga Alexandria.
Mungkinkah versi tersebt diciptakan oleh seorang penyalin di Alexandria dan
dipopulerkan di sana? Jika demikian, hal itulah yang menyebabkan sebagian
besar manuskrip dari tempat-tempat lain memuat versi yang berbeda, yang
mengatakan bahwa Yesus satu-satunya Putra, bukan satu-satunya (Tuhan)”43

Golongan Doketik berpandangan berkebalikan dengan kaum Ebionit beserta


paham Adopsionismenya. Kaum Docetik berpendapat bahwa Yesus

42
Ibid., hal 179

43
Ibid., hal 184-185
31 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

bukanlah manusia darah dan daging sepenuhnya. Sebaliknya, dia


sepenuhnya (dan seutuhnya) bersifat ilahi; dia hanya tampak atau kelihatan
sebagai manusia, merasa lapar, haus, sakit, berdarah, mati. Karena Yesus
adalah Tuhan (God), maka menurut mereka Dia tidak pernah betul-betul
menjadi manusia. Dia hanya datang ke bumi dengan wujud penampakan
yang sementara saja. Kata Doketik sendiri dari kata Yunani “Dokeo” yang
artinya “tampak” atau “kelihatan”.

Para penulis proto-orthodox (sebuah istilah yang dipergunakan Ehrman


untuk menyebut para tokoh fundamen Gereja sebelum konsili-konsili dan
kanonisasi Kitab Suci) seperti Tertulian menentang keras ajaran Doketisme
dengan mengatakan bahwa jika Mesias bukan benar-benar manusia, Dia
tidak bisa menyelamatkan manusia dan jika darahnya tidak tercurah maka
darah-Nya tidak menghasilkan keselamatan bahkan kematian-Nya yang
memiliki nilai soteriologipun (penyelamatan) dianggap hanya kematian yang
tampaknya belaka.

Perdebatan ini menurut Ehrman, sebagaimana kasus perdebatan dengan


golongan Adopsionisme, juga mempengaruhi para penyalin Kitab Suci untuk
menyanggah kelompok Doketisme. Contoh penambahan yang dilakukan
penyalin Anti Doketik adalah pada Lukas 22:17-19 dan ayat 43-44. Ehrman
mempersoalkan frasa, “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang
bertetesan ke tanah” (Luk 22:44) dan frasa, “"Inilah tubuh-Ku yang
diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku."(Luk
22:19).

Komentar Ehrman mengenai Lukas 22:17-19 sbb: “Tetapi dalam kebanyakan


manuskrip, ada penambahan ke dalam ayat-ayat itu, penambahan yang
bunyinya akrab di telingan para pembaca Alkitab bahasa Inggris, karena
penambahan tersebut telah masuk ke dalam sebagain besar terjemahan masa
kini...Meskipun ayat-ayat itu sangat terkenal, ada alasan-alasan yang
membuktikan bahwa aat-ayat itu bukan asli tulisan Lukas melainkan suatu
penambahan untuk menandaskan bahwa tubuh Yesus yang menderitalah dan
darahnya yang ditumpahkan yang menghasilkan keselamatan bagi
32 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

kamu...Lagi pula, harus kita perhatikan bahwa ayat-ayat itu, meskipun sangat
terkenal, tidak mencerminkan pemahaman Lukas sendiri terhadap kematian
Yesus. Bisa dilihat dengan jelas dalam catatan Lukas tentang kematian Yesus-
hal ini awalnya kedengaran aneh-bahwa ia tidak pernah, di bagian manapun
menyiratkan bahwa kematian itu sendirilah yang menghasilkan keselamatan
dari dosa. Tidak ada satu kali pun dalam keseluruhan dari kedua karya Lukas
(Lukas dan Kisah) ada perkataan bahwa kematian Yesus adalah „bagi
kamu‟”44

Komentar Ehrman mengenai Luk 22:44 sbb: “Namun, mengapa para


penyalin menambahkan ayat-ayat itu ke dalam kisah tersebut? Sekarang
adalah saat yang tepat untuk menjawabnya. Yang menarik adalah bahwa
ayat-ayat itu disebut tiga kali oleh para penulis proto-ortodoks pada abad
pertengahan dan pengujung abad kedua (Justin Martyr, Irenaeus dari Gaul
dan Hippolytus dari Roma); dan yang lebih menarik lagi, setiap kali ayat-ayat
itu disebut, hal itu dilakukan untuk menyanggah pandangan bahwa Yesus
bukan sungguh-sungguh manusia. Maksudnya, penderitaan mendalam yang
Yesus alami menurut ayat-ayat itu digunakan untuk memperlihatkan bahwa ia
betul-betul manusia, bahwa ia bisa betul-betul menderita seperti kita
semua...Dengan demikian, sebagaimana telah kita bahas, ayat-ayat itu
kemungkinan besar bukan bagian asli dari Injil Lukas, melainkan tambahan
yang dibuat untuk tujuan Antidocetik, karena ayat-ayat itu dengan begitu
bagus menggambarkan betapa manusiawinya Yesus”45

Golongan berikutnya yaitu golongan Separasionis yang memiliki


pemahaman yang berbeda dengan dua golongan di atas. Menurut sebagian
besar pendukung paham tersebut, Yesus untuk sementara waktu didiami oleh
Sang Pribadi Ilahi yaitu Mesias sehingga Dia bisa melakukan mukjizat dan
menyampaikamn ajaran-Nya namun sebelum kewafatan-Nya, Mesias
meninggalkan Yesus sehingga Dia harus menghadapi kematian sendirian.

44
Ibid., hal 190-191

45
Ibid., hal 189
33 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Pemahaman golongan ini terefleksi dalam sejumlah Injil Gnostik seperti Injil
Petrus yang menuliskan teriakan Yesus saat disalibkan, “Kekuatan-Ku,
kekuatan-Ku, Engkau telah meninggalkan Aku!” dan dalam Injil Filipus,
“Tuhan-Ku, Tuhan-Ku, mengapa oh Tuan Engkau meninggalkan Aku?
Karena Dia mengatakan hal ini seaktu disalib, karena disanalah Dia terpisah”.

Dan perdebatan teologis ini pun mengimbas pada proses penyalinan Kitab
Suci. Contoh kasus yang diangkat adalah dalam Markus 15:34 dan 1
Yohanes 4:2-3. Komentar Ehrman mengenai Markus 15:34 sbb: “Dalam
sebuah manuskrip bahasa Yunani dan beberapa dokumen bahasa Latin,
Yesus dikatakan tidak meneriakkan mengapa Tuhan meninggalkannya sesuai
Mazmur 22, tetapi meneriakkan, “Tuhan-Ku, Tuhan-Ku, mengapa Engkau
mencemoohkan-Ku?”...Lantas, mengapa para penyalin mengubah ayat itu?
Mengingat kegunaanya bagi orang-orang yang membela Kristologi
Separasionis, pertanyaannya sudah terjawab. Para penyalin orthodoks
memastikan agar ayat itu tidak digunakan untuk menentang mereka oleh
musuh-musuh Gnostik mereka. Mereka membuat pengubahan yang penting
dan cocok dengan konteksnya, sehingga alih-alih menelantarkan Yesus,
Tuhan dikatakan mencemooh Dia”46

Sementara frasa “roh yang tidak mengakui Yesus” (1 Yoh 4:3) menurut
Ehrman ditemukan juga frasa yang berbeda dari manuskrip Abad IV yang
merekam proses penyalinan untuk menyanggah pemahaman separasionis
dimana dalam manuskrip tersebut berbunyi, “roh yang melepaskan Yesus”
dikatakan sebagai Anti Mesias. Dan Ehrman menegaskan bahwa frasa dalam
manuskrip Abad IV tersebut merekam proses pengubahan naskah dengan
motivasi teologis dan sekalipun frasa dalam naskah tersebut (roh yang
melepaskan Yesus) dikutip oleh para Bapa Gereja seperti Irenaeus, Klemen

46
Ibid., hal 200
34 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

dan Origen serta muncul dalam salinan Latin Vulgata, namun Ehrman
menganggap itu sebagai salinan yang tidak asli47

Bagaimana tanggapan kita terhadap fakta adanya berbagai perubahan


penyalinan yang dimotivasi kepentingan teologis? Dalam hal ini saya tidak
ingin bereaksi berlebihan dengan melakukan serangan dan bantahan atas
data-data yang disajikan Bart Ehrman. Untuk pembahasan ini, saya justru
berterimakasih atas kajian Ehrman yang hendak memberikan informasi
kepada pembaca non teologi bahwa perubahan penyalinan Kitab Suci yang
dimotifasi oleh kepentingan-kepentingan teologis adalah fakta yang tidak
dapat disangkal. Sebagaimana Darrel L, Bock dan Daniel Wallace
menuliskan, “Ehrman telah berjasa besar terhadap kaum akademik dengan
mendatakan secara sistematik banyak perubahan tersebut dalam buku The
Orthodox Corruption of Scripture”48. Namun selanjutnya kedua ahli
Perjanjian Baru tadi menambahkan komentarnya, “Namun, seberapa besar
perubahan-perubahan tersebut dan apakah menghilangkan selamanya isi teks
Perjanjian Baru? Fakta bahwa Ehrman dan ahli kritik teks dapat menemukan
perbedaan bahkan dapat menentukan yang mana teks asli justru
mengindikasikan bahwa isi teks otentik tidak hilang”49

Pernyataan paling akhir ini penting disimak. Apapun perubahan penyalinan


yang terjadi, masih dapat dilacak dengan melimpahnya berbagai salinan dan
bukti-bukti manuskrip. Dan terlebih penting, sejumlah ayat-ayat yang dikaji
oleh Ehrman dan dikritisi, toch tidak mempengaruhi doktrin utama
Kekristenan perihal keilahian dan kemanusiaan Yesus Sang Mesias.

Pernyataan mana yang benar antara “hos” (yang) atau “theos” (Tuhan)
dalam 1 Timotius 316 tidak mempengaruhi keilahian Yesus karena masih

47
Ibid., hal 201

48
Mendongkel Yesus Dari Tahtanya: Upaya Mutakhir Untuk Menjungkirbalikkan
Iman Gereja Mengenai Yesus Kristus, Jakarta: Gramedia 2009, hal 72

49
Ibid.,
35 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

banyak ayat-ayat lain yang secara berlimpah dan terbuka mendukung


keilahian Yesus sebagai perwujudan Sang Firman yang menjadi manusia.

Perihal Lukas 22:44 yang menuliskan Yesus takut dan keringatnya bertetesan
seperti darah sebagai sebuah ayat tambahan atau bukan toch tidak
mempengaruhi keilahian dan kemanusiaan Yesus sepenuhnya karena toch
masih banyak ayat yang berlimpah yang membuktikan keilahian dan
kemanusiaan Yesus.

Demikian pula kasus Yohanes 1:18 perihal “Anak Tuhan” atau “Tuhan”
sendiri yang menyatakan diri-Nya , tidaklah mempengaruhi keilahian dan
kemanusiaan Yesus. Mengapa? Karena keilahian dan kemanusiaan Yesus
bukan didasarkan pada naskah-naskah Perjanjian Baru belaka melainkan
didasarkan pada naskah-naskah TaNaKh atau yang lazim disebut dengan
Perjanjian Lama. TaNaKh memberikan data yang berlimpah bahwa Mesias
yang akan datang dan dinubuatkan bukan hanya manusia belaka namun
juga bersifat keilahian (Yes 9:5, Mik 5:1, Mzm 2:2, dll). Perjanjian Baru hanya
mengonfirmasi apa yang dinubuatkan dalam bentuk narasi historis dan
teologis. Sekalipun dalam perjalanan sejarah ada tangan-tangan kotor yang
berusaha mempengaruhi penyalinan teks untuk membela kepentingan
teologisnya, namun fakta itu tidak meniadakan fakta yang lebih besar bahwa
Yesus memang Ilahi dan Manusiawi sebagaimana telah dinubuatkan oleh
TaNaKh.
36 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

BAB VI

MEMPERSOALKAN PEMUTLAKAN MANUSKRIP

RUJUKAN EHRMAN

Dalam membangun teorinya Ehrman melandaskan pada rujukan manuskrip


yang dianggap terbaik dibandingkan manuskrip-manuskrip yang ada. Dan
manuskrip itu adalah Kodeks Sinaitikus dan Kodeks Vatikanus. Dalam Bab IV
bukunya, Ehrman memaparkan tokoh-tokoh sebelum dirinya yang concern
untuk menemukan mana saja dari daftar manuskrip yang tersedia yang
mewakili naskah asli Kitab Perjanjian Baru. Ehrman merujuk pada sejumlah
nama tokoh pada Abad XVII al., John Mill, Richard Simon, Richard Bentley,
Johan Albrecht Bengel, Johann J. Wettstein, Karl Lachman, Lobegott
Friedrich Constantine von Tischendorf , Brooke Foss Westscoot dan Fenton
John Anthony Hort. Nama kedua tokoh yang terakhir ini sangat berpengaruh
dalam tradisi proses penyalinan Kitab Perjanjian Baru. Karya mereka yang
diterbitkan pada Tahun 1881 yaitu The New Testament in The Original
Greek. Bart Ehrman sendiri memberikan komentar untuk nama tokoh
terakhir sbb: “...para pengritik naskah zaman sekarang paling berutang budi
atas pengembangan metode analisis yang membantu kita meneliti tradisi
penyalinan manuskrip Perjanjian Baru”50. Bahkan Ehrman tidak meluluskan
siswanya jika tidak menguasai karya Westscoot dan Hort sebagaimana dia
katakan, “Buku ini adalah buku yang sangat bagus, yang dalam banyak segi
merupakan yang terbaik di bidangnya. Saya tidak membiarkan mahasiswa
saya lulus tanp menguasai buku itu terlebih dahulu”51

Misquoting Jesus, Kesalahan Penyalinan dalam Perjanjian Baru: Kisah dibalik Siapa
Yang Mengubah Alkitab Dan Apa Alasannya, Jakarta: Gramedia Pustaka Tama
2006, hal 132

51
Ibid., hal 133
37 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Dengan mengikuti metodologi tokoh-tokoh di atas yang berusaha


mengelompokkan salinan Kitab Suci dan manuskrip-manuskrip kuno yang
tersedia menjadi sebuah susunan kelompok “keluarga”. Maksudnya, jika dari
aneka ragam manuskrip tersebut ada kesamaan bahasa dan struktur kata
maka dapat diduga diturunkan atau disalin dari sumber yang sama. Ehrman
merujuk metode Westscoot dan Hort yang mengelompokkan manuskrip yang
ada menjadi empat keluarga sbb: (1) Naskah Syria (yang oleh para ahli
disebut naskah Byzantium) dan disusun pada Abad Pertengahan. Jumlahnya
banyak namun kata-katanya tidak mendekati naskah asli; (2) Naskah Barat,
diduga naskah dari Abad Awal, namun diangap bentuk penyalinannya tidak
bermutu karena tidak dikerjakan oleh penyalin profesional; (3) Naskah
Alexandria, salinannya lebih rapi dan profesional dan ada perubahan dari
kata-kata aslinya agar lebih mudah dipahami pembaca; (4) Naskah Netral,
yang diangap tidak mengalami pengubahan atau revisi dari naskah aslinya.

Naskah Netral yang dirujuk oleh Westscoot dan Hort adalah Kodeks Sinaituk
dan Vatikanus. Ehrman memberikan penilaian mengenai kedua kodeks
tersebut sbb: “Dua manuskrip Naskah Netral yang paling terkemuka, menurut
Westscoot dan Hort adalah Kodeks Sinaiticus (yang ditemukan oleh
Tischendorf) dan terlebih lagi, Kodeks Vatikanus, yang ditemukan di
perpustakaan Vatikan. Kedua manuskrip itu adalah yang tertua yang dimiliki
oleh Westscoot dan Hort, dan menurut penilaian mereka, kedua manuskrip
itu jauh lebih unggul daripada manuskrip lain mana pun, karena keduanya
merupakan Naskah Netral”52

Dan selanjutnya pada Bab V bukunya, kedua kodeks yang berasal dari Abad
IV ini mendominasi kajian kritis Ehrman untuk membuktikan bahwa
manuskrip ini memuat teks Perjanjian Baru yang paling awal karena berbeda
dengan naskah-naskah Perjanjian Baru yang banyak beredar dan
diterjemahkan dalam banyak bahasa.

52
Ibid., hal 136-137
38 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Sebelum kita mendeskripsikan bukti-bukti yang disajikan Ehrman dalam Bab


V dengan mengutip beberapa kajian kritik teks sejumlah ayat Kitab Perjanjian
Baru, mari kita lihat terlebih dahulu pemahaman Ehrman mengenai status
manuskrip di luar Kodeks Sinaiticus dan Kodeks Vatikanus yaitu naskah
Textus Receptus yang menjadi cikal bakal sumber penerjemahan Kitab versi
King James Version yang kemudian menjadi cikal bakal berbagai
penerjemahan bersumber King James Version.

Istilah Textus Receptus semula dipergunakan oleh Elzevirs pada Tahun 1633
atas penerbitan Kitab Suci bahasa Yunani yang dia lakukan. Dalam kata
pendahuluan yang ditulis oleh Daniel Heinsus disebutkan, “Textum ergo
habes, nunc ab omnibus receptum” (sehingga –para pembaca- sekarang
memiliki teks yang dapat diterima oleh semua). Ketika Desidarius Erasmus
menerbitkan Kitab Suci Latin dari manuskrip Yunani pada Tahun 1516,
terjemahan tersebut pun dinamai dengan Textus Receptus. Dan kelak hasil
karya Erasmus ini pun menjadi rujukan penerjemahan Kitab King James
Version pada Tahun 1611 untuk menghormati Raja James I.

Dalam Bab III buku Ehrman kita mengetahui bahwa sejak Johanes
Gutenberg (1400-1468) menemukan mesin cetak, maka salinan Kitab Suci
mulai dicetak. Karya cetak pertama adalah Vulgata (edisi bahasa Latin).
Kemudian disusul naskah Perjanjian Baru dalam bentuk polyglot (bersisian
dalam 3 bahasa: Ibrani, Latin, Yunani) yang dikerjakan Kardinal Ximenes de
Cisneros (1437-1517) dengan merekrut Diego Lopez de Zuniga (Stunica) dan
diresmikan namanya dengan sebutan Poliglot Complutum. Edisi Kitab Suci
ini dicetak Tahun 1514 namun baru diterbitkan Tahun 1522 karena
menunggu persetujuan Paus Leo X.

Namun sebelum edisi Poliglot Complutum diterbitkan Tahun 1522,


Desiderius Erasmus telah menerbitkan edisi Kitab Suci pada Tahun 1515.
Menurut Ehrman rujukan manuskrip yang menjadi dasar bagi Erasmus
menyusun Kitab Suci terjemahan Latinnya berasal dari manuskrip Abad
Pertengahan yang meliputi naskah Abad XII untuk Injil dan Kisah Rasul serta
Surat Rasuli dan naskah milik Johanesse Reuchlin untuk Kitab Wahyu
39 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

dimana ada enam ayat terakhir dalam Kitab Wahyu yang hilang dari naskah
pinjaman tersebut.

Setelah edisi yang dibuat Erasmus bermunculan edisi-edisi berikutnya dari


Stephanus, Theodore Beza, Bonaventure serta Abraham Elzevir yang
melandaskan pada naskah Erasmus dimana Erasmus pun melandaskan pada
naskah Abad Pertengahan yang kurang bagus.

Bagaimana pandangan Ehrman terkait dengan Kitab Textus Receptus yang


dihubungkan dengan karya Erasmus dan penerjemah berikutnya hingga
terbitnya King James Version? Ehrman memberikan penilaian sbb: “Tetapi
yang ingin saya katakan di sini adalah bahwa semua edisi susulan itu-
termasuk edisi-edisi Stephanus-pada akhirnya berpulang kepada editio
princeps (edisi yang pertama kali diterbitkan,pen) milik Erasmus, yang
didasarkan atas manuskrip-manuskrip bahasa Yunani yang sudah jauh dari
aslinya dan tidak begitu bisa diandalkan-yang kebetulan ia temukan di Basel
dan yang ia pinjam dari Reuchlin, temannya. Tidak ada alasan untuk
menduga bahwa manuskrip-manuskrip itu bermutu tinggi. Manuskrip-
manuskrip itu cuma kebetulan ia temukan. Maka jelaslah bahwa manuskrip-
manuskrip itu tidak bermutu tinggi: waktu pembuatannya saja sudah berbeda
sekitar seribu seratus tahun dari aslinya!”53 Dan pada halaman yang sama
Ehrman menyitir kisah dan ayat yang ada dalam naskah Erasmus namun
tidak tertulis dalam naskah yang diyakini Ehrman sebagai naskah tertua yaitu
kisah perempuan yang kedapatan berzinah (Yoh 7:53-8:11) lalu teks Markus
16:9-20 serta 1 Yohanes 5:7-8.

Kembali kepada Bab V buku Ehrman. Ayat-ayat yang dipersoalkan dan


diperbandingkan dengan Kodeks Sinaiticus dan Vatikanus sbb, Markus 1:41,
Lukas 22:43-44, Ibrani 2:8-9. Dalam kasus Markus 1:41, Ehrman
mempersoalkan frasa “Dan Dia (Yesus) merasa kasihan” (Yun:
Splangnistheis) atau “Dan Dia (Yesus) menjadi marah” (Yun: Orgistheis).

53
Ibid., hal 81
40 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Dengan merujuk pada Kodeks Bezae, Ehrman lebih memilih bahwa frasa
aslinya adalah “Dan Dia menjadi marah”54. Dalam kasus Lukas 22:43-44,
Ehrman meragukan isi kalimat yang menggambarkan penderitaan Yesus
dengan mengeluarkan keringat darah padahal seluruh gambaran Lukas
dalam seluruh pasal tersebut menggambarkan Yesus yang tenang. Mengapa
tiba-tiba ada kalimat yang berbeda dalam ayat 43-44 yang berbeda dengan
konteks keseluruhan perikop. Kecurigaan Ehrman didukung dengan
manuskrip yang lebih tua yang tidak menuliskan dua ayat tersebut
sebagaimana dia katakan, “Satu-satunya pengecualian adalah kisah tentang
„keringat darah‟ Yesus, suatu kisah yang tidak ada di manuskrip-manuskrip
tertua dan terbaik”55. Mengenai Ibrani 2:8-9, Ehrman meragukan otentisitas
frasa, “dengan kebaikkan hati Tuhan” (Yun: Charity Theou) dalam bagian
ayat yang mengatakan,”Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat
sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang
oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat,
supaya oleh kasih karunia (Tuhan) Ia mengalami maut bagi semua manusia”.
Dengan merujuk dua manuskrip lain yang berbeda yang mengatakan,
“dengan terpisah dari Tuhan” (Yun: Choris Theou), Ehrman memiliki frasa
ini yang diklaim lebih asli. Dan Ehrman pun berusaha membuktikan dengan
manuskrip yang tersedia pada Abad X yang menuliskan hal sama dan
pernyataan-pernyataan Origen, Ambrose dan Yerome56.

Bagaimana menanggapi pernyataan Ehrman perihal manuskrip tertua yaitu


Vatikanus dan Sinaitikus yang isinya lebih valid karena dibuat dari Abad 3
Ms dan 4 Ms dibandingkan Textus Receptus atau Received Text yang
menjadi rujukan terjemahan King James Version?

54
Ibid., hal 148

55
Ibid., hal 160

56
Ibid., hal 163
41 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Ada tiga kelompok yang berbeda pandangan dalam menilai keberadaan


istilah-istilah tersebut di atas. Kita akan mengkaji pikiran-pikiran pokok
mereka sebelum kita memberikan kesimpulan dan penilaian.

Superioritas Naskah Textus Receptus dan Byzantin

Serta Menolak Naskah Alexandria

Kelompok Pertama menyatakan bahwa naskah Textus Receptus sama


dengan Majority Text (naskah mayoritas) dan dekat dengan naskah asli
Perjanjian Baru. Naskah Textus Receptus yang dihasilkan bersumber dari
naskah Byzantium yang terpelihara dan lebih lengkap isinya. Mereka yang
tergabung dalam kelompok ini menolak validitas Kodek Sinaitikus dan
Vatikanus sebagai naskah yang tidak lengkap dan produk bidah karena isinya
banyak yang hilang dan tidak sesuai dengan Kodek Byzantin.

Alasan utama yang dipergunakan untuk mendukung keberadaan dan


validitas naskah Textus Receptus yang didasarkan pada naskah Byzantin
yang kelak disebut dengan Majority Text adalah sbb:

Pertama, keberadaan Peshitta yaitu naskah Perjanjian Baru bahasa Aramaik


yang yang yakini sebagai naskah Perjanjian Baru yang mula-mula dan
dipergunakan oleh Gereja Ortodox Timur. Naskah Peshitta kemudian
diterjemahkan dalam bahasa Yunani yang terpelihara dalam naskah Byzantin
yang kemudian kelak menjadi sumber naskah Textus Receptus yang menjadi
acuan penerjemahan dalam bahasa Inggris King James Version.

Burgon dan Miller dalam bukunya The Traditional Text of the Holy Gospels
menuliskan, “"The Peshitto in our days is found in use amongst the
Nestorians, who have always kept it, by the Monophysites on the plains of
Syria, the Christians of St. Thomas in Malabar, and by the Maronites, on the
mountain terraces of Lebanon”57 (Peshitto di zaman kita ditemukan diantara

57
Battle of the Bibles
http://www.sundaylaw.net/studies/truelife/versions/biblebattle.htm
42 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

orang-orang Nestorian yang memelihara dengan setia, oleh kaum Monophisit


di atas pegunungan Syria, oleh para pengikut Santo Thomas di Malabar serta
kaum Moronit di lereng pegunungan Lebanon).

Mengenai keberadaan Peshitta, Mar Eshai Shimun dari Gereja Orthodox


memberikan komentar sbb: “We wish to state, that the Church of East
received the Scripture from the Hand of the Blessed Apostles themselves in
the Aramaic Original, the languange spoken by our Lord Jesus Christ
Himself, and that the Peshitta is the Text of the Church of the East which has
come down from the Biblical times without any change of revisions”58 (Kami
hendak menyatakan bahwa Gereja Timur menerima Kitab Suci dari tangan
para rasul yang diberkati dalam bahasa Aramaik yang asli yaitu bahasa
Junjungan Agung kita Yesus Sang Mesias dan Peshitta adalah naskah Gereja
Timur yang telah diturunkan dari zaman Kitab Suci tanpa perubahan
apapun).

Terkait keberadaan Peshitta, Ir. Harold Lolowang mengritik Ehrman atas


kelalainnya memasukkan Peshitta sebagai sumber valid bagi naskah
Byzantium yang kelak menjadi naskah Textus Receptus sumber
penerjemahan King James Version. Beliau mengatakan, “Dalam pembagian
empat keluarga naskah seperti disebutkan dalam buku Misquoting Jesus,
Ehrman tidak pernah menyebut tentang Peshitta (dan kelompok lain yang
bersamaan, seperti naskah Waldensian, Italic Curetonian...Dalam buku
Ehrman, entah sengaja atau tidak sengaja, Peshitta sebagai sumber awal tidak
pernah dibicarakan sama sekali. Penjelasan di atas lebih memperkuat lagi
bukti bahwa Peshitta jauh lebih tua dibandingkan dengan KV dan KS (Kodek
Vatikanus dan Kodek Sinaitikus, red)”59

58
Ibid.,

59
Ir. Harold Lolowang, M.Sc, Menyibak Kontroversi Dugaan Ketidakaslian Alkitab:
Apologetika Terhadap The Misquoting Jesus, Yogyakarta: Andi Offset, 2009: Hal 84-
85
43 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Saya akan membahas keberadaan dan nilai signifikan Peshitta dalam tulisan
tersendiri dan menjadi bagian dari pembahasan atas tulisan Ehrman. Saya
sepakat bahwa Peshitta sebagai kitab Perjanjian Baru berbahasa Aramaik
yang lengkap justru luput dari kajian Ehrman padahal dari kitab ini banyak
perspektif baru kita dapatkan yang tidak kita temui saat membaca naskah
Perjanjian Baru Yunani.

Kedua, para penyalin dan penerjemah kitab suci seperti Yerome, Erasmus,
Luther, John Gurgon bahkan Fenton J.A. Hort mengakui bahwa Lucian yang
hidup antara tahun 250-312 di Syria adalah editor dari naskah yang kelak
disebut dengan Textus Receptus atau Received Text. Lucian mengumpulkan
kitab suci dari Kejadian hingga Wahyu secara rapih dan teratur60

Ketiga, Pernyataan Bapa Gereja. Frasa “melakukan perintah-perintah-Nya”


dalam Wahyu 22:14 dalam naskah Alexandrian tertulis, “yang membasuh
jubah mereka”. Namun Bapa Gereja seperti Tertulianus (200 Ms) dan
Cyprian (248-258 Ms) serta Tertonius (390 Ms) mengutip pernyataan,
“melakukan perintah-perintah-Nya”61

Demikian pula frasa, “di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan
ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi” 1 Yoh
5:7), naskah Alexandrian tidak memuatnya namun Bapa gereja seperti
Tertulianus mengutipnya dalam buku Apology, Against Praxeas (200 Ms),
Cyprianus dari Kartago dalam bukunya On The Lapsed, On the Novatians
(250 Ms), demikian pula Priskila dalam bukunya Corpus Scriptorum
Ecclesiasticorum Latinorum, Academia Litterarum Vindobonensis mengutip
ayat tersebut. Bahkan Athanasius dalam bukunya De Incarnatione (300 Ms)

60
Op.Cit., Batle of the Bibles
61
Ibid.,
44 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

serta Agustinus dalam buku De Trinitate (398 Ms) saat melawan


Sabelianisme62 mengutip pernyataan dalam 1 Yohanes 5:7.

Bagaimana penilaian mengenai Kodek Sinaitikus dan Vatikanus? David B.


Loughran dari Stewarton Bible School dari Skotlandia memberikan penilaian
sbb: “Bible students are often told that Codices Sinaiticus and Vaticanus are
older and better than other manuscripts: the implication being that they must
therefore; be more accurate. But this conclusion is wrong. We have already
seen how Sinaiticus and Vaticanus are corrupt beyond measure,…The are
older, but older than what? They are older than older Greek manuscripts of
the New Testament. But they are not older than earliest version of the Bible;
the Peshitta, Italic, Waldensian and Old Latin Vulgate: versions which agree
with the Mayority Text. These ancient versions are some 200 year older than
Aleph and B”63 (Pelajar Kitab Suci terkadang mengatakan bahwa Kodek
Sinaitikus dan Vatikanus lebih tua dan lebih baik dibandingkan manuskrip
lainnya. Implikasinya bahwa kdua manuskrip tersebut lebih tepat. Namun
kesimpulan tersebut keliru. Kami telah melihat bahwa Kodek Sinaitikus dan
Vatikanus memiliki kerusakan yang sangat banyak...mereka naskah paling
tua namun tua dibandingkan dengan apa? Mereka lebih tua dibandingkan
naskah Perjanjian Baru berbahasa Yunani namun manuskrip tersebut tidak
lebih tua dibandingkan dengan naskah Kitab Suci yang mula-mula yaitu
Peshitta, Waldensian dan Vulgata Latin Kuno. Kitab-kitab ini lebih sepakat
dengan naskah mayoritas. Ini adalah versi paling tua yaitu 200 tahun lebih
tua dibandingkan naskah Alef dan B).

Berikut penemuan Kodek Sinaitikus. Pada


tahun 1844, sementara perjalanan di bawah perlindungan Frederick
Augustus seorang Raja Saxony, dalam
pencarian naskah, Tischendorf berhasil mencapai Biara St Catherine, di

62
David. W. Daniels, Bible Version: Your Questions Answered
http://www.chick.com/ask/articles/1john57.asp?FROM=biblecenter
63
Ibid., 102
45 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Gunung Sinai . Di biara ini sampil beberapa lama waktunya meneliti


dokumen kuno dalam keranjang kertas yang siap untuk dibakar, Tischendorf
kemudian mengangkat mereka keluar, dan menemukan bahwa ada empat
puluh tiga lembar vellum dari versi Septuaginta. Tischendorf mengakui
bahwa dia menemukan manuskrip tersebut dari keranjang sampah yaang
siap dibakar sebagaimana pengakuannya dalam buku Narrative of the
Discovery of the Sinaitic Manuscript, sbb: “I perceived a large and wide
basket full of old parchments; and the librarian told me that two heaps like
this had been already committed to the flames. What was my surprise to find
amid this heap of papers..."64 (saya mengganggap keranjang besar dan luas
tersebut penuh dengan perkamen tua,.. dan pustakawan mengatakan
kepada saya bahwa dua tumpukan seperti ini siap untuk dibakar. Apa yang
mengejutkan saya untuk mencari ditengah tumpukan kertas ini...).

Beberapa fakta mengejutkan seputar Kodek Sinaitikus sbb:65

1. Kodek Sinaitikus ditulis oleh tiga orang yang berbeda dan telah
dikoreksi oleh beberapa orang. H.J.M. Milne dan T.C. Skeat dari the
British Museum, telah menyatakan fakta tersebut dalam buku Scribes
and Correctors of Codex Sinaiticus, London, 1938. David Brown
dalam bukunya The Great Uncials menyatakan pengakuan
Tischendorf bahwa ada 14.800 koreksi dalam manuskrip tersebut. Dr.
F.H.A. Scrivener, penulis buku A Full Collation of the Codex
Sinaiticus pada tahun 1864 mengatakan, “Kodek tersebut ditutupi
dengan berbagai perubahan dari sebuah karakter koreksi yang nyata
dan dilakukan sekurangnya oleh sepuluh korektor yang berbeda.
Beberapa dari mereka menyebar secara sistematis di setiap halaman
atau membatasi untuk memisahkan bagian-bagian manuskrip.

64
Codex Sinaiticus
http://www.1611kingjamesbible.com/codex_sinaiticus.html/

65
Ibid.,
46 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Kebanyakan dianggap sejaman dengan tulisan awal namun bagian


yang paling besar justru berasal dari Abad VI sampai IX Ms”

2. John Burgon dalam bukunya The Revision Revised menyatakan


bahwa penyalin naskah Sinaitikus banyak melakukan kecerobohan
dalam penulisan dan penyalinan. Dalam banyak kasus, mereka bisa
10, 20, 30, 40 kali menaruh kata-kata dengan sangat tidak hati-hati.
Banyak kata-kata dan kalimat yang diulang-ulang dan itu terjadi
sebanyak 115 kali dalam Kitab Perjanjian Baru

3. Markus 16:9-20 tidak ada dalam Kodek Sinaitikus

4. Dalam Kodek Sinaitikus ada kitab-kitab Apokrip seperti (Esdras,


Tobit, Yudit, I da IV Makabe, Hikmat, Eklesiastikus) serta dua tulisan
bidah lainnya yaitu, Surat Barnabas dan Gembala Hermas. Dalam
Surat Barnabas dikatakan bahwa Musa mengetahui bahasa Yunani
dan menerima baptisan keselamatan. Dalam Gembala Hermas
dikatakan bahwa roh Mesias turun saat Yesus dibaptis

5. Kodek Sinaitikus memperkenalkan gagasan Gnostik (kebatinan


Timur) dalam Yohanes 1:18 yang seharusnya berbunyi, “Anak
Tunggal yang dilahirkan” menjadi “Tuhan Tunggal yang dilahirkan”

Berikut penemuan Kodek Vatikanus. Kodek ini ditemukan di Perpustakaan


Vatikan pada tahun 1481. Dibungkus dengan sampul kulit yang tebal dan
mahal terbuat dari kulit menjangan dan lembaran kertas dari kulit binatang,
naskah ini kemungkinan salah satu dari 50 kitab yang dipesan Kaisar
Konstantin dari Mesir. Namun nasib serupa dialami Kodek Vatikanus
sebagaimana Sinaitikus. Penuh dengan penghilangan dan perubahan di sana
sini. John W. Burgon dalam bukunya The Traditional Text of the Holy
Gospels meringkas kerusakan pada Kodek Vatikanus sbb, “"The impurity of
the text exhibited by these codices is not a question of opinion but fact...In the
Gospels alone, Codex B(Vatican) leaves out words or whole clauses no less
than 1,491 times. It bears traces of careless transcriptions on every
47 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

page…"66 (Kekotoran naskah yang dipertontonkan dalam kodek ini bukanlah


opini belaka melainkan fakta...dalam Injil, Kodeks B [Vatikanus] membuang
sejumlah kata atau keseluruhan klausa sekurangnya 1.491 kali. Kodek ini
menyimpan kecerobohan penyalinan di setiap halamannya).

Beberapa fakta mengejutkan seputar Kodek Sinaitikus sbb:67

1. Menurut W. Eugene Scott dalam bukunya Codex Vaticanus


mengatakan bahwa naskah ini dikoreksi oleh editor pada Abad VIII,
X, XV

2. DR. David Brown dalam buku The Great Unicals menyatakan bahwa
dirinya mempertanyakan nilai dari kesaksian besar manuskrip yang
telah ditulis ulang, diubah serta ditambahi lebih dari 10 Abad

3. John W. Burgon kembali menegaskan bahwa ada 2.877 kata yang


hilang dalam Kodek Vatikanus dibandingkan dengan naskah Yunani
lainnya dan itu terdiri dari 749 kalimat yang hilang, 452 klausa serta
237 kata.

4. Memiliki kesamaan ayat yang hilang seperti dalam naskah Kodek


Sinaitikus al., Markus 16:9-20 dan mengandung kitab-kitab Apokrif

Setelah meneliti keberadaan Kodek Sinaitikus dan Vatikanus, Pastor David L.


Brown, Ph.D. memberikan kesimpulan sbb, “While Codex Sinaiticus may be
old (or may not be since it was corrected into the twelfth century), it is obvious
that it is corrupt. And yet, Sinaiticus is one of the two key manuscripts that
form the basis of modern Bible versions”68 (Meskipun Kodek Sinaitikus
66
Codex Vatikanus
http://www.1611kingjamesbible.com/codex_vaticanus.html/

67
Ibid.,

68
Codex Sinaiticus: It Is Old But Is It The Best?

http://www.deanburgonsociety.org/CriticalTexts/sinaiticus.htm
48 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

mungkin saja berusia tua namun yang pasti kodeks ini rusak. Namun
demikian Kodeks Sinaitikus adalah salah satu dari dua manuskrip kunci yang
menjadi dasar bagi terjemahan Kitab Suci modern). Yang dimaksudkan
dengan terjemahan modern adalah selain King James Version seperti
Contemporary English Version (CEV), Revised Standard Version (RSV),
Today English Version (TEV), New International Version (NIV), dll.

Kecurigaan terhadap dua Kodek tertua tersebut dikaitkan juga dengan


Origenes seorang Bapa Gereja dari Alexandria mesir yang walaupun saleh
dan ketat dalam hal devosi atau peribadahan, namun salah satu
pandangannya mengenai Yesus sangat membahayakan yaitu Yesus lebih
rendah dari Bapa Sorgawi69

Textus Receptus, Naskah Byzantin dan Naskah Alexandria

(Kodek Sinaitikus dan Vatikanus)

Memiliki Kualitas Yang Sama

Kelompok Kedua menyatakan bahwa semua naskah yang ditemukan baik


Kodek Byzantin yang kelak menjadi sumber rujukan Textus Receptus
maupun naskah Alexandrian termasuk Kodek Sinaitikus dan Kodek
Vatikanus sama-sama memiliki nilai dalam perbendaharaan ilmu Kritik Teks
(Textual Criticsm).

Tokoh-tokoh Evanggelikal (Injili) yang berada dalam posisi ini seperti Prof.
Ben Witherington70, Prof. Daniel Wallace71, Prof Craig Evans72, Prof. Darel

69
Op.Cit., Menyibak Kontroversi Dugaan Ketidakaslian Alkitab: Apologetika
Terhadap The Misquoting Jesus, Hal 106

70
Ben Witherington III adalah sarjana Injili di bidang Kitab Suci dan Profesor di
bidang Studi Perjanjian Baru dan Profesor Pernafsiran Perjanjian Baru di Asbury
Theological Seminary, Wilmore, Kentucky serta penulis berbagai buku Teologi

http://en.wikipedia.org/wiki/Ben_Witherington_III
49 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Bock73, dll. Sekalipun Daniel Wallace mengritisi pandangan Ehrman dalam


artikelnya berjudul Review of Bart D. Ehrman, Misquoting Jesus74 namun
Daniel tidak mempersoalkan keberadaan Kodek Sinaitikus dan Vatikanus
yang menjadi rujukan Ehrman. Sanggahan Daniel lebih difokuskan pada
sikap yang berlebihan Ehrman yang membesar-besarkan adanya variasi teks
yang dituduhkan mempengaruhi doktrin Kekristenan. Demikian juga saat
Ben Witherington menulis artikel dengan judul Misanalyzing Text Criticsm-
Bart Ehrman‟s Misquoting Jesus lebih menyoroti keputusan yang salah dari
Ehrman terkait dengan analisis tekstualnya dan kesalahan penafsiran Ehrman
atas data yang dia baca namun Witherington sama sekali tidak menyinggung
persoalan manuskrip yang menjadi rujukan Ehrman.

Dalam beberapa artikelnya, Daniel Wallace lebih banyak memberikan kritik


internal terhadap sikap-sikap yang apriopri terhadap Kodek Vatikanus dan
Sinaitikus. Dalam artikelnya yang berjudul The Mayority Text and the

71
Daniel Baird Wallace adalah Professor Studi Perjanjian Baru di Dallas Theological
Seminary dan pendiri the Center of the Study of NT Manuscripts serta penulis
berbagai buku Teologi

http://en.wikipedia.org/wiki/Daniel_B._Wallace

72
Craig Evans adalah Profesor Perjanjian Baru dan Direktur program sarjana di
Acadia Divinity College, Wolfville, Nova Scotia serta penulis berbagai buku Teologi.

http://en.wikipedia.org/wiki/Craig_A._Evans
73
Darrell L. Bock sarjana dan Profesor Perjanjian Baru di Dallas Theological
Seminary, Texas serta berbagai penulis buku Teologi

http://en.wikipedia.org/wiki/Darrell_Bock
74
http://bible.org/article/review-bart-d-ehrman-imisquoting-jesus-story-behind-who-
changed-bible-and-whyi-san-francisco
50 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Original Text: Are They Identical? Beliau membeberkan fakta bahwa Textus
Receptus memiliki perbedaan dengan Majority Text sebanyak 2000
perbedaan sementara jika diperbandingkan dengan terjemahan modern
lainnya seperti RSV, NIV< TEV dll diperoleh 6.500 perbedaan 75. Perbedaan
ini untuk membuktikan bahwa Textus Receptus bukan Majority Text.
Kesimpulan senada disampaikan Michael D. Marlowe sbb: “The idea that the
majority of existing Greek manuscripts (i.e. the numerous medieval copies)
somehow represent the original text better than any of the oldest manuscripts
known to us is an idea that is very hard to defend intellectually” 76(Gagasan
bahwa mayoritas naskah Yunani yang masih ada [sejumlah salinan dari Abad
Pertengahan] mewakili naskah asli yang lebih baik dibandingkan manuskrip-
manuskrip yang tertua yang kita kenal, bagaimanapun juga merupakan
sebuh gagasan yang sukar untuk dipertahankan secara intelektual).

Dalam artikelnya yang lain, Wallace pun mengingatkan kaum fundamentalis


Kristen yang memegang teguh Ineransi (Ketaksalahan Kitab Suci) dan
keyakinan bahwa Textus Receptus yang bersumber dari naskah Bizantin tidak
memiliki masalah, dengan menyodorkan sejumlah teks dan ayat bermasalah
yang ditemui dalam naskah Bizantin seperti kasus Matius 27:9 (Yeremia atau
Zakharia yang bernubuat) dan hilangnya kalimat “barangsiapa mengaku
Anak maka dia memiliki Sang Bapa” dalam 1 Yohanes 2:2377

Daniel Wallace pun mengingatkan kepada pembela fanatik Textus Receptus


bahwa istilah Textus Receptus baru dikenal pada Abad Pertengahan namun

75
http://bible.org/article/majority-text-and-original-text-are-they-identical
76
What About Majority Text,

http://www.bible-researcher.com/majority.html
77
Error in the Greek Text Behind Modern Translation? The Cases of Matthew 1:7
and Luke 23:45
http://bible.org/article/errors-greek-text-behind-modern-translations-cases-matthew-
17-10-and-luke-2345
51 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

tidak dikenal pada zaman rasul-rasul dan kita tidak bisa memastikan begitu
saja bahwa naskah Textus Receptus dan Bizantin adalah mewakili salinan
yang asli. Bahkan pernyataan Bapa Gereja pun tidak bisa serta merta dipakai
sebagai bukti bahwa mereka mengutip salinan Kitab Suci Textus Receptus78.
Dalam artikelnya yang lain dengan judul Inspiration, Preservation and New
Testament Textual Criticsm, Wallace mengajak untuk memperlakukan semua
naskah yang tersedia sebagai data yang bermanfaat bagi Kritik Teks dan
jangan sampai penelitian terhadap Textus Receptus dipengaruhi oleh sikap
apriori teologi tertentu seperti naskah Textus Receptus tidak bisa salah dll.
Karena bagi Wallace, Textus Receptus pun memiliki sejumlah persoalan teks
yang sama dengan naskah Vatikanus dan Sinaitikus79

Pernyataan senada disampaikan Douglas Kutilek dalam menyikap


manuskrip-manuskrip dan kodek-kodek Perjanjian Baru tersebut. Beliau
mengatakan, “These sober and sensible judgments stand in marked contrast
to the almost manic hysteria found in the writings of some detractors of critical
texts who write as though those texts were a Pandora's box of heresy. In truth,
all text families are doctrinally orthodox. A dispassionate evaluation of
evidence is very much to be prefered to the emotionally charged tirades that
characterize much of the current discussion”80 (keputusan yang masuk akal
dan sehat berdiri tegak menandai sikap kontras terhadap sikap kegilaan yang
histeris yang ditemukan dalam beberapa tulisan para pencela Kritik Teks yang
menulis seolah-olah naskah-naskah tersebut merupakan kotak Pandora
kesesatan. Yang sebenarnya, semua keluarga naskah secara doktrinal adalah
ortodok. Evaluasi bukti dengan sikap yang tidak memihak, sangatlah disukai
dibandingkan sikap emosional dengan kata-kata yang penuh amarah yang
mencirikan sekian banyak diskusi akhir-akhir ini)

78
Ibid.,

79
http://bible.org/article/inspiration-preservation-and-new-testament-textual-criticism

80
Westcott & Hort vs. Textus Receptus: Which is Superior?

http://www.bible-researcher.com/kutilek1.html
52 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Superioritas Naskah Alexandrian Dan Menolak Naskah Byzantin

Kelompok Ketiga menyatakan bahwa naskah Textus Receptus yang


didasarkan pada naskah Byzantin sarat dengan manipulasi dan penambahan
serta perbaikan di sana-sini dibandingkan naskah yang lebih tua yaitu Kodek
Sinaitikus dan Kodeks Vatikanus. Mereka menolak terjemahan yang
didasarkan naskah Textus Receptus dan naskah Byzantin dan membuat
terjemahan berdasarkan kedua naskah yang dianggap lebih tua yaitu dari
Abad 3 dan 4 Ms yang disebut Kodek Sinaitikus dan Vatikanus.

Bart Ehrman adalah salah satu dari sekian banyak teolog yang memiliki
keyakinan demikian dan bukunya yang berjudul Misquoting Jesus telah
mewakili pandangannya yang menolak sama sekali validitas Manuskrip
Bizantin yang menjadi landasan bagi Textus Receptus.

Dimana Kita Berdiri Dan Menentukan Sikap?

Dengan memetakan pemahaman dan sikap para peneliti naskah dan


manuskrip kuno, kita dapat menentukan sikap mana yang paling baik dan
proporsioanl dalam menilai perihal manuskrip mana yang lebih layak
dijadikan sumber terjemahan.

Sikap yang ditempuh para ahli seperti Daniel Wallace, Ben Witherington,
Craig Evans dll merupakan sikap proporsional yang baik untuk dijadikan
rujukan. Tanpa berprasangka negatif terhadap manuskrip Alexandria (Kodek
Sinaitikus dan Vatikanus) kita selayaknya menempatkan manuskrip ini
sebagai bagian dari analisis dan kajian kritik teks Kitab Suci. Dengan tidak
menganggap sepi argumentasi-argumentasi dan kajian yang dilakukan oleh
kelompok yang menolak validitas Kodek Sinaitikus dan Vatikanus, kita tetap
memberikan ruang bagi kedua kodek tersebut untuk dipertimbangkan dalam
penilaian kritis kita.

Baik Ehrman maupun Wallace dll sama-sama mengakui validitas Kodek


Sinaitikus dan Vatikanus. Namun yang membedakan mereka adalah
keputusan teologis yang diambil terhadap keberadaan Kodek Sinaitikus dan
53 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Vatikanus yang dianggap lebih tua usianya sekalipun banyak ayat-ayat yang
tidak tercantum dan berkontradiksi dengan Kodek Bizantin.

Jika Ehrman menganggap sejumlah ayat yang dia analisis dari manuskrip
Alexandria (Kodek Sinaitikus dan Vatikanus) seperti Yohanes 7:53-8:11,
Markus 16:9-20, 1 Yohanes 5:7-8., Markus 1:41, Lukas 22:43-44, Ibrani 2:8-
9 mempengaruhi doktrin Kristen, sikap berbeda ditunjukkan oleh Daniel
Wallace, Craig Evand, Ben Witherington, Darrel Bock. Mereka justru tidak
melihat bahwa ayat-ayat tersebut berpengaruh terhadap doktrin utama
Kristen. Bahkan ayat-ayat tersebut tidak berpengaruh pula terhadap status
keilahian Yesus.

Entahkan kisah perempuan yang kedapatan berzinah (7:53-8:11) tercantum


atau tidak tercantum dalam Kitab Suci, itu tidak mempengaruhi keilahian
Yesus maupun kepribadian Yesus yang diyakini sebagai Mesias. Entahkan
formula Bapa, Anak, Roh Kudus (1 Yohanes 5:7-8) tercantum atau tidak
tercantum dalam naskah asli Perjanjian Baru, tidak pula meragukan doktrin
kesetaraan dan kesehakikatan Bapa, Anak, Roh Kudus karena sumber-
sumber dari TaNaKh atau Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru lainnya
berlimpah-limpah untuk itu seperti 1 Korintus 8:6, Matius 3:17, dll. Entahkah
Markus 16:9-20 adalah tambahan kemudian dari manuskrip Bizantin
sementara dalam manuskrip Alexandria tidak tercantum, sama sekali tidak
mempengaruhi doktrin Kristen perihal kuasa dalam nama Yesus yang dapat
mengusir kuasa setan dan roh-roh jahat. Entahkah mana yang benar, Yesus
marah atau berbelas kasihan (Mar 1:41) yang jelas ayat ini tidak
mempengaruhi pribadi Yesus karena Injil dan Perjanjian Baru mencatat
sikap-sikap Yesus tersebut sebagai bagian alamiah dari kemanusiaannya
yang sempurna.
54 | C r a c k i n g M i s q u o t i n g J e s u s

Teguh Hindarto, MTh.

Peminat Kajian Teologi dan Sejarah serta Fenomena Sosial

Email: nafyah_min@yahoo.com

No Kontak: 0817463816

Blog:

teguhhindarto.blogspot.com

historyandlegacy-kebumen.blogspot.com

bet-midrash.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai