2.1 Pengantar
Sebelum masuk ke dalam pembahasan terhadap buku The Christian Future and The Fate of
Earth, penulis hendak memberikan gambaran terlebih dahulu mengenai pribadi Thomas Berry yang
menjadi kontributor dalam buku tersebut. Adapun latar belakang esai-esai yang dibuat Berry dalam
buku ini tentu karena ia memiliki pandangan jauh ke depan mengenai masa depan orang-orang
Kristiani dan juga bumi yang menjadi tempat tinggalnya. Pengajaran-pengajaran yang ia berikan
kepada anak-anak didiknya di fakultas dan tulisan-tulisannya berhasil membuat orang memahami
bahwa bumi sedang membutuhkan orang-orang yang peduli terhadap lingkungan. Pada bagian pertama,
penulis akan menjelaskan riwayat hidup Thomas Berry, sejak periode awal hidupnya di Carolina Utara
hingga dirinya menjadi cendekia bumi pertiwi. Bagian kedua secara khusus akan menampilkan karya-
Hari Bumi yang berlangsung tahun 1970 membuka cakrawala kesadaran banyak orang.
Orang yang datang saat itu beranggapan bahwa krisis lingkungan hidup harus masuk ke daftar
masalah yang perlu segera ditangani. Bagi mereka yang hadir saat itu juga berkomentar bahwa
hanya memasukan permasalahan tersebut dalam daftar jelas belum cukup. Orang perlu
bertindak untuk mengurai permasalahan itu. Permasalahan tersebut menjadi semakin gencar
diungkapkan, bahkan bila perang nuklir yang akhir-akhir ini sedang memanas tidak terjadi,
krisis lingkungan hidup tinggal menunggu waktu. Respon awal yang diungkapkan oleh John B.
1
Cobb, Jr1 yang adalah orang perlu memberi prioritas pada perubahan yang dapat menyebabkan
kelangsungan hidup manusia tetap berjalan. Hal itu tentu memakan tidak sedikit waktu dan
energi yang dipakai serta membuat persuasi yang dapat menarik perhatian orang lain. Mereka
yang adalah anggota gereja tentu memahami situasi dan selanjutnya perlulah diputuskan untuk
Amerika Serikat banyak kelompok yang berhubungan dengan gereja menyerukan keadilan
lingkungan. Strategi ini mengurangi kecurigaan pada etnis Kelompok minoritas dan masyarakat
dunia ketiga bahwa memperbaiki lingkungan hanyalah alasan lain untuk diajak oleh orang-
orang berstatus demi menghindari masalah mendasar dari keadilan sosial. Selain itu, hal ini
mendorong usaha orang-orang yang berbeda untuk menemukan isu-isu lingkungan tertentu
seputar konsensus luas yang dapat dicapai. Namun, strategi ini juga memungkinkan mayoritas
besar orang-orang yang peduli untuk menangani isu keberlanjutan sebagai pengganti satu
dengan yang lain untuk dimasukkan dalam daftar pekerjaan rumah. Di gereja setempat, isu
tersebut sering mendapat perhatian akhir-akhir ini. Sedikit yang bisa mengklaim bahwa sebagai
gereja telah menyusun kembali prioritasnya sehingga dapat menangani secara efektif apa yang
telah dijelaskan. Yang paling penting dari semua ini ialah permasalahan ini harus segera
ditindaklanjuti.
Seorang Kristen yang tidak membiarkan dirinya dialihkan oleh isu-isu yang tidak benar
ialah Thomas Berry2. Berry tahu bahwa kemanusiaan secara keseluruhan sedang menghadapi
krisis terakhirnya. Setiap masalah, baginya, harus dilihat dari perspektif kenyataan yang sedang
dialami saat ini. Klaimnya terhadap prioritas harus sepenuhnya diakui baik. Bahkan beberapa
1
John B. Cobb,jr adalah seorang teolog amerika yang juga dikenal sebagai aktivis lingkungan hidup. Kerapkali ia diundang
untuk memberikan kuliah tentang filsafat proses dan teologi proses.
2
Disampaikan oleh John Cob, Jr dalam pengantar buku The Christian Future and The Fate of Earth
2
orang telah berusaha menenun perdamaian, keadilan, dan hidup yang harmoni sehingga
kesaksiannya terhadap yang diutamakan tidak dikaburkan. Orang lain melihat betapa
pentingnya orang bekerja di berbagai tingkat dalam struktur pemerintahan. Orang saat ini
sangat membutuhkan teknologi yang lebih baik dan penggunaan sumber daya yang lebih
efisien. Beberapa diantaranya membutuhkan kesibukan untuk mengubah praksis hidup mereka.
Berry mulanya bernama William Nathan. Nama itu merupakan pemberian ayahnya. Ia
merupakan anak ketiga dari tiga belas bersaudara. Dalam perjalanan hidup religiusnya, William
amat tertarik dengan karya-karya dari Thomas Aquinas terutama Summa Theologiae, hingga ia
mengubah namanya dari William Nathan menjadi Thomas Berry. Nama tersebut diubah setelah
ia ditahbiskan sebagai salah seorang Imam dari Ordo Passionis (Congregatio Passionist).
Setelah ditahbiskan ia diutus untuk studi di Universitas Katolik dan berhasil meraih gelar doktor
dengan tesis tentang Giambattista Vico. Selanjutnya ia belajar lagi di negeri China dari tahun
1948 hingga 1949. Disana ia kenal dan menjalin persahabatan dengan seorang bernama
Theodore de Bary, seorang ilmuan Asia yang paling terkenal di barat. Theodore de Bary sendiri
merupakan seorang yang sejak awal sepaham dengan Thomas Berry. Mereka banyak berdiskusi
tentang konfusianisme dalam dimensi spiritual klasik Asia. Istri dari Theodore de Bary,
memiliki pandangan yang juga tidak jauh berbeda dengan Thomas Berry. Berry dilahirkan 9
November 1914 di Greensboro, Karolina Utara. Ia menikmati masa mudanya di tempat yang
baginya merupakan sumber inspirasi tersebut. Saat-saat terakhirnya juga ia habiskan di tempat
Berry dikenal orang banyak sebagai seorang sejarawan dan ekoteolog. Namun ia lebih
senang menyebut dirinya sebagai cendekiawan bumi pertiwi yang sedang menjual mimpi-
mimpi. Mimpi itu dituangkan dalam sebuah buku yang memiliki tidak sedikit peminat, terlebih
3
mereka yang memiliki semangat dalam melestarikan lingkungan hidup. Salah satu karyanya
yang membahas tentang mimpi-mimpinya tersebut salah satunya ialah The Christian Future
and The Fate of Earth. Melalui buku yang berisi kumpulan esai ini, Berry hendak menyadarkan
banyak orang bahwa nasib bumi ditentukan oleh orang-orang beragama, secara khusus orang
kristiani.
Mimpi tersebut menjadi kegelisahan yang masuk akal dan memiliki alasan yang cukup
untuk membuat orang gemetar. Mimpi itu berdasarkan pada data, realitas konkret, dan konsep
ideologis yang gambling disertai dengan analisis yang akurat. Bagaikan seorang nabi yang
sedang bernubuat bahwasanya masa depan agama akan sangat tergantung terutama pada
kemampuanya untuk memikul tanggung jawab religius atas nasib bumi pertiwi ini 3. Nubuat itu
ada kaitannya dengan anggapan yang mengatakan bahwa kerusakan alam ini dikarenakan pula
oleh perintah dalam Kitab Suci Kristen yang diabadikan. Bunyinya, “Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej 1:28b).
Thomas Aquinas adalah seorang filsuf dan ahli teologi ternama dari Italia. Ia menjadi
terkenal karena dapat membuat sintesis dari filsafat Aristoteles dan ajaran Gereja Kristen.
Sintesisnya ini termuat dalam karya utamanya: Summa Theologiae yang diluncurkan pada
tahun 1273. Ia disebut sebagai "Ahli teologi utama orang Kristen." Karena kekudusan dan
kontribusinya dalam Gereja, Ia dibeatifikasi sebagai orang suci dan akhirnya mereka memiliki
gelar santo. Sebagai anggota Ordo Dominikan, Thomas dikirim belajar pada Universitas Paris, sebuah
universitas yang sangat terkemuka pada masa itu. Ia belajar di sana selama tiga tahun (1245 -- 1248). Di
3
A.J. La Chance – J.E. Caroll, Embracing Earth, Sierra Club Books, San Fransisco, 1994, xi.
4
sinilah ia berkenalan dengan Albertus Magnus yang memperkenalkan filsafat Aristoteles kepadanya. Ia
menemani Albertus Magnus memberikan kuliah di Studium Generale di Cologne, Perancis, pada tahun
1248 – 1252.
Albertus Magnus. Albertus mengajarkan kepadanya filsafat Aristoteles sehingga ia sangat mahir
filsafat Aristoteles tidak menjadi unsur yang berbahaya bagi iman Kristen. Pada tahun 1879,
ajaran-ajarannya dijadikan sebagai ajaran yang sah dalam Gereja Katolik Roma oleh Paus Leo
XIII.
Thomas mengajarkan Allah sebagai "ada yang tak terbatas" (ipsum esse subsistens).
Allah adalah "dzat yang tertinggi", yang memunyai keadaan yang paling tinggi. Allah adalah
penggerak yang tidak bergerak. Tampak sekali pengaruh filsafat Aristoteles dalam
pandangannya
Berry juga dikenal sebagai salah seorang pembela deep ecology. Deep Ecology sering
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ekologi ‘dalam’, untuk membedakan dengan
ekologi dangkal atau Shallow Ecology4. Deep Ecology menurut Suwito NS ialah perpaduan
antara aspek spiritualitas agama dengan lingkungan atau kerapkali dikenal dengan istilah Eco-
spirituality, Manusia merupakan bagian dari alam dan alam adalah suci dan sakral 5. Ekologi
4
Sonny Keraf, Etika lingkungan Hidup, Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2010, 17.
5
Suwito N.S. – Eko Nurmandiansyah, Sufisme: Konsep, Strategi, dan Dampak, STAIN Press, Purwokerto: 2011, viii.
5
‘dalam’ adalah sebuah aliran filsafat yang digagas oleh Arne Naess di awal tahun 70-an.
Sebagai sebuah aliran filsafat baru, paradigma deep ecology berbeda dalam memandang dunia
jika dibanding dengan Shallow Ecology. Paradigma tersebut bisa dikatakan sebagai suatu
kesadaran kesadaran publik terhadap masalah-masalah lingkungan yang tidak kalah penting dari
cara bertindak yang dikembangkan dalam masyarakat. Artinya ialah bahwa perlakuan terhadap
lingkungan hidup perlu dikembangkan secara positif sebagaimana sikap positif masyarakat
terhadap hal-hal lain. Paradigma ini dikatakan holistik karena dipahami sebagai suatu
juga bisa disebut sebagai suatu pandangan ekologis. Istilah ekologis ini dipahami dalam arti
semua fenomena dan fakta bahwa sebagai individu dan masyarakat semuanya dilekatkan dan
Dalam pemaknaan ini, sifat holistik tidak berhenti pada pengertian hubungan fungsional
antar bagian-bagian, yang pada masing-masing bagian terjadi saling ketergantungan. Lebih dari
pada itu segera perlu ditambahkan adanya faktor keterhubungan dengan basis lingkungan
alamiah dan basis sosialnya. Analogi yang bisa dipakai misalnya sepeda, persepsi yang muncul
tidak hanya sebatas pada sepeda sebagai suatu keseluruhan fingsional dan karena itu mengerti
pandangan menyeluruh, tetapi segera ditambahkan persepsi tentang bagaimana sepeda tersebut
6
Kutipan literal dari Eko Nurmandiansyah, “Eco-Philosophy dan implikasinya dalam politik hukum lingkungan”, Melintas
(2014) 89-93
6
terlekat dalam lingkungan alamiah dan sosialnya7. Berbeda dengan ekologi ‘dangkal’ yang
bersifat antroposentris, atau berpusat pada manusia, yakni manusia berada di atas atau di luar
alam. Dalam hal ini subyek benar-benar melihat dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek
yang terpisah tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling
Ia mempromosikan sebuah pemahaman yang mendalam tentang sejarah dan fungsi alam
semesta secara efektif bagi segenap penghuni planet ini. Ekologi ‘dalam’ mengakui nilai
intrinsik semua mahkluk hidup dan mamandang manusai tidak lebih dari satu untaian dalam
pandangan dunia dan cara hidup yang ebrsifat modern, ilmiah, industrial, berorientasi
pertemubuhan dan materialistis. Semua pertanyaan mendasar ini kembali dipertanyakan dari
perspektif ekologis: dari perspektif hubungan kita satu sama lain, dengan generasi-generasi
masa depan dan dengan jaringan kehidupan di mana kita adalah bagiannya8.
Berry memulai karirnya sebagai seorang pengajar di Universitas Seton Hall di New Jersey.
Karir awalnya sebagai mentor ditempuhnya dari tahun 1956 hingga 1961. Ia dikenal sebagai
salah satu sosok yang karismatik dan menarik perhatian banyak orang dengan apa yang ia
presentasikan. Oleh karena pengajarannya yang menarik perhatian, banyak mahasiswa datang
dari seluruh negeri hanya untuk mengikuti pengajarannya. Beberapa dari antara mereka juga
7
Kutipan literal dari Eko Nurmandiansyah, “Eco-Philosophy dan implikasinya dalam politik hukum lingkungan”, 89-93
8
George Sessions, Deep Ecology : Living as if Nature Mattered, Layton, Utah, Smith Publisher, 1985, 18
7
menolak untuk masuk dalam program studi keagamaan di Columbia dan juga universitas Yale
Pada tahun 1966, salah seorang romo dari Ordo Serikat Yesus bernama Christopher
Teologi. Di sana Berry melanjutkan karirnya sebagai seorang pengajar selama lebih dari belasan
tahun. Ia mengusung sebuah studi tentang sejarah agama-agama di dunia sebelum berhenti
mengajar tahun 1979. Program usungan Berry tersebut merupakan satu-satunya program di
Universitas Katolik di Amerika Utara, dan jelas tidak ditemukan di tempat lain. Selama masa
jabatannya, ia berhasil melatih lebih dari dua puluh murid doctoral, dan banyak diantaranya
yang mengajar di perguruan tinggi dan universitas besar di Amerika Serikat serta Kanada.
Namun saat ini program History of Religion ini tidak lagi tersedia di Universitas Fordham.
Berry diakui sebagai pengajar yang tiada bandingnya saat itu. Menurut pengakuan Mary
Evelyn dan John Grim - yang juga adalah murid dari Thomas Berry – Tidak ada professor
manapun yang seperti Berry, kecuali rekan Berry sendiri yakni Ted de Bary. Berry seringkali
pergi bersama dengan Mary dan John termasuk saat menghadiri dan menjadi pembicara di
banyak konferensi Havard tentang Agama dan Ekologi. Pada konferensi puncak di New York
yang diselenggarakan tahun 1998 di American Museum of Natural History, lebih dari seribu
orang berkumpul untuk mendengarkannya berbicara. Orang yang hadir saat itu terkesima oleh
pembawaan Berry. Mereka seperti tidak membiarkan Berry meninggalkan panggung saat
Sebelum dialog antaragama menjadi topik diskusi yang sangat hangat saat itu, Berry
membenamkan dirinya dalam teks dan tradisi keagamaan India, China, dan Jepang. Buku-
bukunya tentang Budhisme dan agama-agama India masih dicetak di percetakan Universitas
8
Kolombia. Kemudian setelah Dokumen Konsili Vatikan II tentang Nostra Aetate yang berbicara
tradisi-tradisi tersebut tidak hanya menghadirkan sinar kebenaran, namun juga banjir
Mary dan John saat itu menghubungkan tradisi ritual, teks, ajaran, dan studi terhadap komentar
yang mengarah pada kisah-kisah penciptaan serta beberapa spekulasi metafisis tentang dunia.
Saat Mary dan John berjuang untuk memahami sejarah, antropologi, dan sosiologi yang
tertanam di sana, Berry juga tak henti-hentinya mengartikulasikan pemahaman yang luas
Bagi Berry, tempat pertamanya untuk mencari cerita ada dalam sejarah tersebut. Ia
memulai dengan sejarah Barat dan kemudian pindah ke sejarah Asia. Berry merupakan bagian
dari kelompok awal sejarawan dunia yang berusaha mendefinisikan kontur gerakan manusia di
bumi. Dia merenungkan bahwa Barat mencari sebuah cerita yang komprehensif dan mengutip
sejarawan seperti Oswald Spengler, Arnold Toynbee, Christopher Dawson, dan Eric Vogelin
untuk memberi nuansa pada pandangannya. Dia sepaham dengan Giambattista Vico, seorang
filosof yang juga seorang sejarawan, dan menyatukan argumennya bersamaan dengan usia
manusia dan sejarah Bumi yang senantiasa bertambah. Ia menemukan sebuah perspektif tentang
perubahan paradigmatik dalam sejarah sehingga tindakan manusia tidak dapat disamakan dari
zaman ke zaman. Pemahamannya luar biasa tentang sejarah dunia dan pada akhirnya ia bisa
Dalam sebuah pembelajaran di kelas, Berry akan meraba-raba sebuah pemikiran, mencari
sebuah kata yang bisa menangkap transisi antara zaman evolusioner yang agung. Kemudian, dia
akan batuk. Batuk itu menjadi simbol baginya untuk masuk dalam paragraf baru - ia mencari
9
kata-kata untuk beralih ke pemahaman baru dan mendalam tentang peristiwa historis. Secara
bertahap Berry menghubungkan studinya tentang sejarah dan kosmologi evolusioner dengan isu
lingkungan pada zaman kita. Pemahaman ini datang perlahan, analogi yang kerapkali ia pakai
ialah minuman anggur yang Smooth, yang mana rasanya diikuti oleh tekstur dan rasa tanah,
Berry hendak menyajikan disiplin ilmu yang terintegrasi dan yang dapat menyumbang
secara berarti terhadap suatu ilmu bumi total. Ilmu tersebut kiranya diperlukan di masa kini,
ditandai hubungan-hubungan yang kacau antara manusia dan bioekosistem planet. Suatu
perwujudan integral dari komunitas bumi yang utuh merupakan persyaratan bagi kehadiran
manusia di planet ini yang berkelanjutan. Perwujudan integral ini harus efektif di dalam tata
keberadaan benda-benda, tidak suatu pandangan teoretis. Manusia merupakan suatu subsistem
Berry merupakan pioner yang telah menafsirkan sejarah kebudayaan manusia dan
menunjukan perkembangannya yang akan datang di dalam dinamika yang lebih besar dari
semesta. Bila manusia spesies manusia memahami kontinuitas organik fundamental antara
semesta, bumi dan evolusi kesadarannya, manusia dapat memahami diri secara layak dan
dibimbing secara tepat di dalam hubungannya dengan bumi di masa mendatang. Bila di masa
lampau ‘spesies’ manusia telah bersikap memiliki dan mendominasi secara eksploratif terhadap
dunia alami, hal itu telah menjadi suatu akibat dari ketidaktahuan radikal akan ketertarikannya
dengan dan penurunan statusnya dalam kisah semesta yang berkembang.9 Sebelum manusia
mengenal kedudukan pentingnya sebagai bentuk sadar diri dari semesta, ia tidak akan
9
Thomas Berry, The Dream of The Earth, Sierra Club Books, San Fransisco, 1998.
10
digerakkan secara memadai untuk melakukan perubahan-perubahan penting yang dituntut untuk
merupakan proses psiko-spiritual sekaligus fisik-material yang menjadi sadar akan dirinya di
Sebelum manusia ada, bumi, berjalan sesuai dengan harmoni di dalam keseluruhan
perkembangan yang lebih besar meskipun terdapat gunung-gunung berapi dan badai gelombang
pengalaman-pengalaman yang merusak itu. Bahwa jumlah spesies menjadi begitu besar dan
berinteraksi begitu erat merupakan keajaiban bumi. Tidak ada planet lain, sejauh ditentukan,
mempunyai kehidupan, semakin sedikit lagi bentuk-bentuk yang begitu megah atau begitu
struktur planet dan system-sistem kehidupannya, pengetahuan kita mengenai spesies yang
mendiami bumi ini terbatas pada sekitar satu setengah juta spesies, sementara kita
memperkirakan sekurang-kurangnya terdapat sepuluh sampai dua puluh juta spesies yang
Sewaktu kecil Berry tinggal di Karolina Utara. Ia sedang berada di padang rumput, saat
itu sedang berlangsung musim panas, maka taman itu dipenuhi bunga lili putih. Hal ini mulai
meneguhkannya untuk melayani dan melindungi keindahan tersebut. Semakin dia berbicara
tentang keefektifan dan keaslian yang mendalam yang ditanamkan oleh Bumi sendiri dalam
keanekaragaman hayati. Pada awal tahun 1980an, gagasan-gagasan ini bersatu dalam anggapan
10
Mary Evelyn dan John Grim, Menuju Suatu Kosmologi Ekologis Buddhis oleh Brian Brown dalam buku Agama, Filsafat
dan lingkungan Hidup, Kanisius, Yogyakarta, 153-154
Mary Evelyn dan John Grim , Geografi Ekologis oleh Thomas Berry dalam buku Agama, Filsafat dan lingkungan Hidup,
11
penghancuran terminal kehidupan Cenozoic dalam persaingan teknologi industri dari daya beli
konsumen. Dia mengamati bahwa para ilmuwan mengatakan bahwa manusia sedang berada di
tengah-tengah kepunahan. Tidak ada yang menghancurkan ini sejak dinosaurus punah 65 juta
tahun yang lalu. Ecozoic adalah untuk memberi nama pada masa yang akan datang dimana
manusia akan memulihkan orientasi kreatif mereka di dunia dan merasakan jalannya ke depan,
dia semakin mendalami gagasan Pierre Teilhard de Chardin untuk mengetahui cerita zaman ini,
yaitu, alam semesta evolusi yang baru muncul Teilhard memberikan visi berskala besar tentang
manusia sebagaimana berada dalam konteks evolusi alam semesta yang luas. Teilhard memiliki
perasaan mendalam tentang penyebaran konipleksi yang semakin besar. Sementara menghargai
Teilhard, dia juga mengkritik pandangan optimisnya tentang "Membangun Bumi" dengan
teknologi dan penemuan ilmiah baru. Dia menyeimbangkan kepercayaan Teilhard dalam bidang
teknologi dengan dosis realisme yang kuat - yang menyoroti pola degradasi lingkungan saat
ini.12
12
Thomas Berry, The Christian Future and the Fate of Earth, Orbis, London, 23
12