Anda di halaman 1dari 12

BAB II

RIWAYAT HIDUP DAN KARYA-KARYA THOMAS BERRY

2.1 Pengantar

Sebelum masuk ke dalam pembahasan terhadap buku The Christian Future and The Fate of

Earth, penulis hendak memberikan gambaran terlebih dahulu mengenai pribadi Thomas Berry yang

menjadi kontributor dalam buku tersebut. Adapun latar belakang esai-esai yang dibuat Berry dalam

buku ini tentu karena ia memiliki pandangan jauh ke depan mengenai masa depan orang-orang

Kristiani dan juga bumi yang menjadi tempat tinggalnya. Pengajaran-pengajaran yang ia berikan

kepada anak-anak didiknya di fakultas dan tulisan-tulisannya berhasil membuat orang memahami

bahwa bumi sedang membutuhkan orang-orang yang peduli terhadap lingkungan. Pada bagian pertama,

penulis akan menjelaskan riwayat hidup Thomas Berry, sejak periode awal hidupnya di Carolina Utara

hingga dirinya menjadi cendekia bumi pertiwi. Bagian kedua secara khusus akan menampilkan karya-

karya Berry ketika ia masih hidup.

2. Perjalanan hidup dan karya-karya Thomas Berry

2. 1 Hidup dan Mimpi Berry

Hari Bumi yang berlangsung tahun 1970 membuka cakrawala kesadaran banyak orang.

Orang yang datang saat itu beranggapan bahwa krisis lingkungan hidup harus masuk ke daftar

masalah yang perlu segera ditangani. Bagi mereka yang hadir saat itu juga berkomentar bahwa

hanya memasukan permasalahan tersebut dalam daftar jelas belum cukup. Orang perlu

bertindak untuk mengurai permasalahan itu. Permasalahan tersebut menjadi semakin gencar

diungkapkan, bahkan bila perang nuklir yang akhir-akhir ini sedang memanas tidak terjadi,

krisis lingkungan hidup tinggal menunggu waktu. Respon awal yang diungkapkan oleh John B.
1
Cobb, Jr1 yang adalah orang perlu memberi prioritas pada perubahan yang dapat menyebabkan

kelangsungan hidup manusia tetap berjalan. Hal itu tentu memakan tidak sedikit waktu dan

energi yang dipakai serta membuat persuasi yang dapat menarik perhatian orang lain. Mereka

yang adalah anggota gereja tentu memahami situasi dan selanjutnya perlulah diputuskan untuk

membangun aliansi dengan kelompok-kelompok lingkungan, perdamaian, dan keadilan. Di

Amerika Serikat banyak kelompok yang berhubungan dengan gereja menyerukan keadilan

lingkungan. Strategi ini mengurangi kecurigaan pada etnis Kelompok minoritas dan masyarakat

dunia ketiga bahwa memperbaiki lingkungan hanyalah alasan lain untuk diajak oleh orang-

orang berstatus demi menghindari masalah mendasar dari keadilan sosial. Selain itu, hal ini

mendorong usaha orang-orang yang berbeda untuk menemukan isu-isu lingkungan tertentu

seputar konsensus luas yang dapat dicapai. Namun, strategi ini juga memungkinkan mayoritas

besar orang-orang yang peduli untuk menangani isu keberlanjutan sebagai pengganti satu

dengan yang lain untuk dimasukkan dalam daftar pekerjaan rumah. Di gereja setempat, isu

tersebut sering mendapat perhatian akhir-akhir ini. Sedikit yang bisa mengklaim bahwa sebagai

akibat pengakuan luas terhadap pentingnya pengembangan masyarakat yang berkelanjutan,

gereja telah menyusun kembali prioritasnya sehingga dapat menangani secara efektif apa yang

telah dijelaskan. Yang paling penting dari semua ini ialah permasalahan ini harus segera

ditindaklanjuti.

Seorang Kristen yang tidak membiarkan dirinya dialihkan oleh isu-isu yang tidak benar

ialah Thomas Berry2. Berry tahu bahwa kemanusiaan secara keseluruhan sedang menghadapi

krisis terakhirnya. Setiap masalah, baginya, harus dilihat dari perspektif kenyataan yang sedang

dialami saat ini. Klaimnya terhadap prioritas harus sepenuhnya diakui baik. Bahkan beberapa
1
John B. Cobb,jr adalah seorang teolog amerika yang juga dikenal sebagai aktivis lingkungan hidup. Kerapkali ia diundang
untuk memberikan kuliah tentang filsafat proses dan teologi proses.

2
Disampaikan oleh John Cob, Jr dalam pengantar buku The Christian Future and The Fate of Earth
2
orang telah berusaha menenun perdamaian, keadilan, dan hidup yang harmoni sehingga

kesaksiannya terhadap yang diutamakan tidak dikaburkan. Orang lain melihat betapa

pentingnya orang bekerja di berbagai tingkat dalam struktur pemerintahan. Orang saat ini

sangat membutuhkan teknologi yang lebih baik dan penggunaan sumber daya yang lebih

efisien. Beberapa diantaranya membutuhkan kesibukan untuk mengubah praksis hidup mereka.

Berry mulanya bernama William Nathan. Nama itu merupakan pemberian ayahnya. Ia

merupakan anak ketiga dari tiga belas bersaudara. Dalam perjalanan hidup religiusnya, William

amat tertarik dengan karya-karya dari Thomas Aquinas terutama Summa Theologiae, hingga ia

mengubah namanya dari William Nathan menjadi Thomas Berry. Nama tersebut diubah setelah

ia ditahbiskan sebagai salah seorang Imam dari Ordo Passionis (Congregatio Passionist).

Setelah ditahbiskan ia diutus untuk studi di Universitas Katolik dan berhasil meraih gelar doktor

dengan tesis tentang Giambattista Vico. Selanjutnya ia belajar lagi di negeri China dari tahun

1948 hingga 1949. Disana ia kenal dan menjalin persahabatan dengan seorang bernama

Theodore de Bary, seorang ilmuan Asia yang paling terkenal di barat. Theodore de Bary sendiri

merupakan seorang yang sejak awal sepaham dengan Thomas Berry. Mereka banyak berdiskusi

tentang konfusianisme dalam dimensi spiritual klasik Asia. Istri dari Theodore de Bary,

memiliki pandangan yang juga tidak jauh berbeda dengan Thomas Berry. Berry dilahirkan 9

November 1914 di Greensboro, Karolina Utara. Ia menikmati masa mudanya di tempat yang

baginya merupakan sumber inspirasi tersebut. Saat-saat terakhirnya juga ia habiskan di tempat

itu. Ia berusia genap delapan puluh tahun saat meninggal dunia.

Berry dikenal orang banyak sebagai seorang sejarawan dan ekoteolog. Namun ia lebih

senang menyebut dirinya sebagai cendekiawan bumi pertiwi yang sedang menjual mimpi-

mimpi. Mimpi itu dituangkan dalam sebuah buku yang memiliki tidak sedikit peminat, terlebih

3
mereka yang memiliki semangat dalam melestarikan lingkungan hidup. Salah satu karyanya

yang membahas tentang mimpi-mimpinya tersebut salah satunya ialah The Christian Future

and The Fate of Earth. Melalui buku yang berisi kumpulan esai ini, Berry hendak menyadarkan

banyak orang bahwa nasib bumi ditentukan oleh orang-orang beragama, secara khusus orang

kristiani.

Mimpi tersebut menjadi kegelisahan yang masuk akal dan memiliki alasan yang cukup

untuk membuat orang gemetar. Mimpi itu berdasarkan pada data, realitas konkret, dan konsep

ideologis yang gambling disertai dengan analisis yang akurat. Bagaikan seorang nabi yang

sedang bernubuat bahwasanya masa depan agama akan sangat tergantung terutama pada

kemampuanya untuk memikul tanggung jawab religius atas nasib bumi pertiwi ini 3. Nubuat itu

ada kaitannya dengan anggapan yang mengatakan bahwa kerusakan alam ini dikarenakan pula

oleh perintah dalam Kitab Suci Kristen yang diabadikan. Bunyinya, “Beranakcuculah dan

bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan

burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej 1:28b).

2.2 Interese Berry Terhadap Karya Thomas Aquinas

Thomas Aquinas adalah seorang filsuf dan ahli teologi ternama dari Italia. Ia menjadi

terkenal karena dapat membuat sintesis dari filsafat Aristoteles dan ajaran Gereja Kristen.

Sintesisnya ini termuat dalam karya utamanya: Summa Theologiae yang diluncurkan pada

tahun 1273. Ia disebut sebagai "Ahli teologi utama orang Kristen." Karena kekudusan dan

kontribusinya dalam Gereja, Ia dibeatifikasi sebagai orang suci dan akhirnya mereka memiliki

gelar santo. Sebagai anggota Ordo Dominikan, Thomas dikirim belajar pada Universitas Paris, sebuah

universitas yang sangat terkemuka pada masa itu. Ia belajar di sana selama tiga tahun (1245 -- 1248). Di

3
A.J. La Chance – J.E. Caroll, Embracing Earth, Sierra Club Books, San Fransisco, 1994, xi.
4
sinilah ia berkenalan dengan Albertus Magnus yang memperkenalkan filsafat Aristoteles kepadanya. Ia

menemani Albertus Magnus memberikan kuliah di Studium Generale di Cologne, Perancis, pada tahun

1248 – 1252.

Aquinas merupakan teolog skolastik yang terbesar dizamannya. Ia adalah murid

Albertus Magnus. Albertus mengajarkan kepadanya filsafat Aristoteles sehingga ia sangat mahir

dalam filsafat itu. Pandangan-pandangan filsafat Aristoteles diselaraskannya dengan

pandangan-pandangan Alkitab. Ialah yang sangat berhasil menyelaraskan keduanya sehingga

filsafat Aristoteles tidak menjadi unsur yang berbahaya bagi iman Kristen. Pada tahun 1879,

ajaran-ajarannya dijadikan sebagai ajaran yang sah dalam Gereja Katolik Roma oleh Paus Leo

XIII.

Thomas mengajarkan Allah sebagai "ada yang tak terbatas" (ipsum esse subsistens).

Allah adalah "dzat yang tertinggi", yang memunyai keadaan yang paling tinggi. Allah adalah

penggerak yang tidak bergerak. Tampak sekali pengaruh filsafat Aristoteles dalam

pandangannya

2.3 Thomas Berry sebagai pembela deep ecology

2.3.1 Pengenalan tentang Deep Ecology

Berry juga dikenal sebagai salah seorang pembela deep ecology. Deep Ecology sering

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ekologi ‘dalam’, untuk membedakan dengan

ekologi dangkal atau Shallow Ecology4. Deep Ecology menurut Suwito NS ialah perpaduan

antara aspek spiritualitas agama dengan lingkungan atau kerapkali dikenal dengan istilah Eco-

spirituality, Manusia merupakan bagian dari alam dan alam adalah suci dan sakral 5. Ekologi
4
Sonny Keraf, Etika lingkungan Hidup, Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2010, 17.

5
Suwito N.S. – Eko Nurmandiansyah, Sufisme: Konsep, Strategi, dan Dampak, STAIN Press, Purwokerto: 2011, viii.
5
‘dalam’ adalah sebuah aliran filsafat yang digagas oleh Arne Naess di awal tahun 70-an.

Sebagai sebuah aliran filsafat baru, paradigma deep ecology berbeda dalam memandang dunia

jika dibanding dengan Shallow Ecology. Paradigma tersebut bisa dikatakan sebagai suatu

paradigma dunia yang holistik.

2.32 Pencetus Deep Ecology

Paradigma tersebut mendapat pengaruh dari kebijaksanaan religius, dibangun dalam

kesadaran kesadaran publik terhadap masalah-masalah lingkungan yang tidak kalah penting dari

cara bertindak yang dikembangkan dalam masyarakat. Artinya ialah bahwa perlakuan terhadap

lingkungan hidup perlu dikembangkan secara positif sebagaimana sikap positif masyarakat

terhadap hal-hal lain. Paradigma ini dikatakan holistik karena dipahami sebagai suatu

keseluruhan yang terpadu ketimbang suatu kumpulan bagian-bagian yang terpisah-pisah. Ia

juga bisa disebut sebagai suatu pandangan ekologis. Istilah ekologis ini dipahami dalam arti

luas, yakni kesadaran yang mendalam yang mengakui kesaling-tergantungan fundamental

semua fenomena dan fakta bahwa sebagai individu dan masyarakat semuanya dilekatkan dan

bergantung secara mutlak pada proses siklis alam6.

Dalam pemaknaan ini, sifat holistik tidak berhenti pada pengertian hubungan fungsional

antar bagian-bagian, yang pada masing-masing bagian terjadi saling ketergantungan. Lebih dari

pada itu segera perlu ditambahkan adanya faktor keterhubungan dengan basis lingkungan

alamiah dan basis sosialnya. Analogi yang bisa dipakai misalnya sepeda, persepsi yang muncul

tidak hanya sebatas pada sepeda sebagai suatu keseluruhan fingsional dan karena itu mengerti

kesaling-tergantungan bagian-bagiannya. Pandangan deep ecology mengenai sepeda mencakup

pandangan menyeluruh, tetapi segera ditambahkan persepsi tentang bagaimana sepeda tersebut
6
Kutipan literal dari Eko Nurmandiansyah, “Eco-Philosophy dan implikasinya dalam politik hukum lingkungan”, Melintas
(2014) 89-93
6
terlekat dalam lingkungan alamiah dan sosialnya7. Berbeda dengan ekologi ‘dangkal’ yang

bersifat antroposentris, atau berpusat pada manusia, yakni manusia berada di atas atau di luar

alam. Dalam hal ini subyek benar-benar melihat dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek

yang terpisah tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling

tergantung satu sama lain secara fundamental.

Ia mempromosikan sebuah pemahaman yang mendalam tentang sejarah dan fungsi alam

semesta secara efektif bagi segenap penghuni planet ini. Ekologi ‘dalam’ mengakui nilai

intrinsik semua mahkluk hidup dan mamandang manusai tidak lebih dari satu untaian dalam

jaringan kehidupan. Deep Ecology menurut Naess, dicirikan oleh pernyataan-pernyataan

paradigmatik, yakni pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang pondasi-pondasi utama

pandangan dunia dan cara hidup yang ebrsifat modern, ilmiah, industrial, berorientasi

pertemubuhan dan materialistis. Semua pertanyaan mendasar ini kembali dipertanyakan dari

perspektif ekologis: dari perspektif hubungan kita satu sama lain, dengan generasi-generasi

masa depan dan dengan jaringan kehidupan di mana kita adalah bagiannya8.

2. 4 Thomas Berry Sebagai Cendekia

Berry memulai karirnya sebagai seorang pengajar di Universitas Seton Hall di New Jersey.

Karir awalnya sebagai mentor ditempuhnya dari tahun 1956 hingga 1961. Ia dikenal sebagai

salah satu sosok yang karismatik dan menarik perhatian banyak orang dengan apa yang ia

presentasikan. Oleh karena pengajarannya yang menarik perhatian, banyak mahasiswa datang

dari seluruh negeri hanya untuk mengikuti pengajarannya. Beberapa dari antara mereka juga

7
Kutipan literal dari Eko Nurmandiansyah, “Eco-Philosophy dan implikasinya dalam politik hukum lingkungan”, 89-93

8
George Sessions, Deep Ecology : Living as if Nature Mattered, Layton, Utah, Smith Publisher, 1985, 18
7
menolak untuk masuk dalam program studi keagamaan di Columbia dan juga universitas Yale

hanya untuk bisa belajar dengan cendekia ini.

Pada tahun 1966, salah seorang romo dari Ordo Serikat Yesus bernama Christopher

Mooney, mengundangnya untuk datang ke Universitas Fordham untuk mengajar di Departemen

Teologi. Di sana Berry melanjutkan karirnya sebagai seorang pengajar selama lebih dari belasan

tahun. Ia mengusung sebuah studi tentang sejarah agama-agama di dunia sebelum berhenti

mengajar tahun 1979. Program usungan Berry tersebut merupakan satu-satunya program di

Universitas Katolik di Amerika Utara, dan jelas tidak ditemukan di tempat lain. Selama masa

jabatannya, ia berhasil melatih lebih dari dua puluh murid doctoral, dan banyak diantaranya

yang mengajar di perguruan tinggi dan universitas besar di Amerika Serikat serta Kanada.

Namun saat ini program History of Religion ini tidak lagi tersedia di Universitas Fordham.

Berry diakui sebagai pengajar yang tiada bandingnya saat itu. Menurut pengakuan Mary

Evelyn dan John Grim - yang juga adalah murid dari Thomas Berry – Tidak ada professor

manapun yang seperti Berry, kecuali rekan Berry sendiri yakni Ted de Bary. Berry seringkali

pergi bersama dengan Mary dan John termasuk saat menghadiri dan menjadi pembicara di

banyak konferensi Havard tentang Agama dan Ekologi. Pada konferensi puncak di New York

yang diselenggarakan tahun 1998 di American Museum of Natural History, lebih dari seribu

orang berkumpul untuk mendengarkannya berbicara. Orang yang hadir saat itu terkesima oleh

pembawaan Berry. Mereka seperti tidak membiarkan Berry meninggalkan panggung saat

moderator mengindikasikan waktunya sudah habis.

Sebelum dialog antaragama menjadi topik diskusi yang sangat hangat saat itu, Berry

membenamkan dirinya dalam teks dan tradisi keagamaan India, China, dan Jepang. Buku-

bukunya tentang Budhisme dan agama-agama India masih dicetak di percetakan Universitas
8
Kolombia. Kemudian setelah Dokumen Konsili Vatikan II tentang Nostra Aetate yang berbicara

tentang sinar-sinar kebenaran diamatinya, setelah pengamatan itu ia berkesimpulan bahwa

tradisi-tradisi tersebut tidak hanya menghadirkan sinar kebenaran, namun juga banjir

penerangan. Berry mendorong para muridnya untuk mengeksplorasi kosmologi agama-agama.

Mary dan John saat itu menghubungkan tradisi ritual, teks, ajaran, dan studi terhadap komentar

yang mengarah pada kisah-kisah penciptaan serta beberapa spekulasi metafisis tentang dunia.

Saat Mary dan John berjuang untuk memahami sejarah, antropologi, dan sosiologi yang

tertanam di sana, Berry juga tak henti-hentinya mengartikulasikan pemahaman yang luas

tentang interaksi historis dan hubungan budaya dalam agama-agama.

Bagi Berry, tempat pertamanya untuk mencari cerita ada dalam sejarah tersebut. Ia

memulai dengan sejarah Barat dan kemudian pindah ke sejarah Asia. Berry merupakan bagian

dari kelompok awal sejarawan dunia yang berusaha mendefinisikan kontur gerakan manusia di

bumi. Dia merenungkan bahwa Barat mencari sebuah cerita yang komprehensif dan mengutip

sejarawan seperti Oswald Spengler, Arnold Toynbee, Christopher Dawson, dan Eric Vogelin

untuk memberi nuansa pada pandangannya. Dia sepaham dengan Giambattista Vico, seorang

filosof yang juga seorang sejarawan, dan menyatukan argumennya bersamaan dengan usia

manusia dan sejarah Bumi yang senantiasa bertambah. Ia menemukan sebuah perspektif tentang

perubahan paradigmatik dalam sejarah sehingga tindakan manusia tidak dapat disamakan dari

zaman ke zaman. Pemahamannya luar biasa tentang sejarah dunia dan pada akhirnya ia bisa

melakukan transisi itu ke dalam sejarah evolusioner.

Dalam sebuah pembelajaran di kelas, Berry akan meraba-raba sebuah pemikiran, mencari

sebuah kata yang bisa menangkap transisi antara zaman evolusioner yang agung. Kemudian, dia

akan batuk. Batuk itu menjadi simbol baginya untuk masuk dalam paragraf baru - ia mencari

9
kata-kata untuk beralih ke pemahaman baru dan mendalam tentang peristiwa historis. Secara

bertahap Berry menghubungkan studinya tentang sejarah dan kosmologi evolusioner dengan isu

lingkungan pada zaman kita. Pemahaman ini datang perlahan, analogi yang kerapkali ia pakai

ialah minuman anggur yang Smooth, yang mana rasanya diikuti oleh tekstur dan rasa tanah,

matahari, anggur, udara, dan penuaan pada anggur tersebut.

Berry hendak menyajikan disiplin ilmu yang terintegrasi dan yang dapat menyumbang

secara berarti terhadap suatu ilmu bumi total. Ilmu tersebut kiranya diperlukan di masa kini,

ditandai hubungan-hubungan yang kacau antara manusia dan bioekosistem planet. Suatu

perwujudan integral dari komunitas bumi yang utuh merupakan persyaratan bagi kehadiran

manusia di planet ini yang berkelanjutan. Perwujudan integral ini harus efektif di dalam tata

keberadaan benda-benda, tidak suatu pandangan teoretis. Manusia merupakan suatu subsistem

bagi sistem bumi.

2.5 Thomas Berry dan Era Ecozoic

Berry merupakan pioner yang telah menafsirkan sejarah kebudayaan manusia dan

menunjukan perkembangannya yang akan datang di dalam dinamika yang lebih besar dari

semesta. Bila manusia spesies manusia memahami kontinuitas organik fundamental antara

semesta, bumi dan evolusi kesadarannya, manusia dapat memahami diri secara layak dan

dibimbing secara tepat di dalam hubungannya dengan bumi di masa mendatang. Bila di masa

lampau ‘spesies’ manusia telah bersikap memiliki dan mendominasi secara eksploratif terhadap

dunia alami, hal itu telah menjadi suatu akibat dari ketidaktahuan radikal akan ketertarikannya

dengan dan penurunan statusnya dalam kisah semesta yang berkembang.9 Sebelum manusia

mengenal kedudukan pentingnya sebagai bentuk sadar diri dari semesta, ia tidak akan

9
Thomas Berry, The Dream of The Earth, Sierra Club Books, San Fransisco, 1998.
10
digerakkan secara memadai untuk melakukan perubahan-perubahan penting yang dituntut untuk

menghentikan kemerosotan komunitas bumi yang sedang berlangsung. Suatu kosmologi

fungsional, di mana semesta sebagai kenyataan yang secara sprimodial berekspresi-diri

merupakan proses psiko-spiritual sekaligus fisik-material yang menjadi sadar akan dirinya di

dalam pemikiran manusiawi, menjadi keharusan untuk saat sekarang.10

Sebelum manusia ada, bumi, berjalan sesuai dengan harmoni di dalam keseluruhan

perkembangan yang lebih besar meskipun terdapat gunung-gunung berapi dan badai gelombang

pasang, kekeringan dan banjirnya, gangguan kemerosotannya – meskipun terjadi semua

pengalaman-pengalaman yang merusak itu. Bahwa jumlah spesies menjadi begitu besar dan

berinteraksi begitu erat merupakan keajaiban bumi. Tidak ada planet lain, sejauh ditentukan,

mempunyai kehidupan, semakin sedikit lagi bentuk-bentuk yang begitu megah atau begitu

beragamnya kehidupan. Bahkan, setelah seluruh tahun-tahun penyelidikan ilmiah ke dalam

struktur planet dan system-sistem kehidupannya, pengetahuan kita mengenai spesies yang

mendiami bumi ini terbatas pada sekitar satu setengah juta spesies, sementara kita

memperkirakan sekurang-kurangnya terdapat sepuluh sampai dua puluh juta spesies yang

mendiami bumi ini.11

Sewaktu kecil Berry tinggal di Karolina Utara. Ia sedang berada di padang rumput, saat

itu sedang berlangsung musim panas, maka taman itu dipenuhi bunga lili putih. Hal ini mulai

meneguhkannya untuk melayani dan melindungi keindahan tersebut. Semakin dia berbicara

tentang keefektifan dan keaslian yang mendalam yang ditanamkan oleh Bumi sendiri dalam

keanekaragaman hayati. Pada awal tahun 1980an, gagasan-gagasan ini bersatu dalam anggapan
10
Mary Evelyn dan John Grim, Menuju Suatu Kosmologi Ekologis Buddhis oleh Brian Brown dalam buku Agama, Filsafat
dan lingkungan Hidup, Kanisius, Yogyakarta, 153-154

Mary Evelyn dan John Grim , Geografi Ekologis oleh Thomas Berry dalam buku Agama, Filsafat dan lingkungan Hidup,
11

Kanisius, Yogyakarta, 289


11
bahwa kita mengakhiri era Cenozoic dan memasuki periode Ecozoic. Inilah caranya menamai

penghancuran terminal kehidupan Cenozoic dalam persaingan teknologi industri dari daya beli

konsumen. Dia mengamati bahwa para ilmuwan mengatakan bahwa manusia sedang berada di

tengah-tengah kepunahan. Tidak ada yang menghancurkan ini sejak dinosaurus punah 65 juta

tahun yang lalu. Ecozoic adalah untuk memberi nama pada masa yang akan datang dimana

manusia akan memulihkan orientasi kreatif mereka di dunia dan merasakan jalannya ke depan,

dia semakin mendalami gagasan Pierre Teilhard de Chardin untuk mengetahui cerita zaman ini,

yaitu, alam semesta evolusi yang baru muncul Teilhard memberikan visi berskala besar tentang

manusia sebagaimana berada dalam konteks evolusi alam semesta yang luas. Teilhard memiliki

perasaan mendalam tentang penyebaran konipleksi yang semakin besar. Sementara menghargai

Teilhard, dia juga mengkritik pandangan optimisnya tentang "Membangun Bumi" dengan

teknologi dan penemuan ilmiah baru. Dia menyeimbangkan kepercayaan Teilhard dalam bidang

teknologi dengan dosis realisme yang kuat - yang menyoroti pola degradasi lingkungan saat

ini.12

2.6 Thomas Berry dan Karya-karyanya

12
Thomas Berry, The Christian Future and the Fate of Earth, Orbis, London, 23
12

Anda mungkin juga menyukai