Anda di halaman 1dari 3

ILMU PENYAKIT BAKTERI DAN JAMUR

UJI ASCOLI

Oleh

I Ketut Tomy Caesar Ramanda

1709511041

2017 B

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019
UJI ASCOLI

Uji ascoli marupakan uji serologi yang digunakan untuk mendeteksi penyakit anthrax.
Uji ini dipublikasikan oleh Ascoli pada tahun 1911 dengan tujuan mendeteksi termostabilitas
antigen anthrax pada jaringan hewan yang digunakan pada produk samping. Uji
termopresipitasi Ascoli sangat berguna untuk menentukan jaringan tercemar anthrax. Untuk
uji Ascoli diperlukan serum presipitasi bertiter tinggi. Jaringan tersangka di-ekstrasi dengan
air dengan cara perebusan, atau dengan penambahan kloroform. Cairan jernih yang diperoleh
mengandung protein yang merupakan bagian dari bakteri anthrax. Cairan tersebut disebut
presiptinogen yang dipertemukan secara pelan-pelan dengan serum presipitasi (presipitin)
dalam tabung sempit. Reaksi positif akan ditandai dengan terbentuknya cincin putih pada
batas pertemuan antara kedua cairan tersebut.

Uji Ascoli digunakan untuk mendeteksi adanya antigen yang terdapat dalam sampel.
Prinsip teknik ini adalah reaksi antara antibodi (serum Ascoli) dengan antigen, di mana hasil
positif akan terbentuk cincin warna putih di antara serum dan ekstrak sampel . Uji ini hanya
baik digunakan untuk sampel dari hewan yang tersangka anthrax dan tidak baik digunakan
untuk sampel lingkungan, sebab terjadi reaksi silang dengan bakteri Bacillus lain.
Anthraxin merupakan antigen anthrax yang diinaktivasi dan dimurnikan dan banyak
digunakan dalam mengevaluasi vaksinasi dan studi retrospektif pada hewan dan manusia.
Teknik ini diaplikasikan dengan cara menyuntikkan 0,1 ml Anthraxin secara intradermal dan
diamati dalam waktu 48 jam . Adanya pembengkakan dan kemerahan kulit menunjukkan
reaksi positif (OIE, 2000).

Prosedur Uji Ascoli:


1. Potong atau iris spesimen menjadi potongan-potongan halus.
2. Rebus sekitar 2g spesimen selama 5 menit dalam saline 5 mL yang mengandung asam
asetat 1: 100 (konsentrasi akhir). Sebagai alternatif, rendam dalam larutan garam yang
mengandung fenol 0,5% selama 24-48 jam dalam lemari es.
3. Setelah dingin, saring melalui kertas saring sampai benar-benar bersih.
4. Masukkan beberapa tetes antiserum di bagian bawah tabung reaksi kecil dan dengan
hati- hati tambahkan beberapa filtrat di sisi tabung untuk membentuk lapisan antigen di
atas antiserum.
5. Masukkan kontrol spesimen positif dan negatif yang sesuai.
Reagen yang digunakan yaitu asam asetat, saline mengandung 0,5% fenol, dan
anthrax. Antiserum disiapkan pada kelinci oleh inokulasi subkutan dari vaksin Sterne anthrax
pada hari 1 dan 14. Pada hari ke 28 dan 35, kelinci menerima 0,5 mL campuran dari beberapa
strain virulen B. anthracis tidak melebihi 105 unit pembentuk koloni (CFU) ) / ml
ditangguhkan dalam larutan garam. Sebagai alternatif, bakteri hidup yang hidup dapat
dinonaktifkan dengan suspensi berkepanjangan dalam salin yang diformalkan 0,2%, tetapi
massa antigen perlu ditingkatkan hingga 108-109 CFU / ml. Penangguhan harus diperiksa
untuk inaktivasi B. anthracis sebelum inokulasi hewan dengan kultur 0,1 ml menjadi 100 ml
kaldu nutrisi yang mengandung 0,1% histidin dan, setelah inkubasi pada suhu 37 ° C selama
7 hari, subkultur dilanjutkan ke darah atau agar nutrien. Regimen dosis untuk suspensi formal
setelah vaksinasi awal pada hari 1 dan 14 adalah meningkatkan dosis 0,1, 0,5, 1, dan 2 ml
yang diberikan secara intravena dengan interval 4-5 hari. Uji ini dikatakan positif apabila
cincin keputihan muncul di persimpangan dua cairan dan negative apabila tidak ada cincin
keputihan muncul di persimpangan dua cairan.

VAKSIN ANTHRAX
Pencegahan dan pengendalian anthrax di daerah endemik dilakukan dengan cara
vaksinasi. Vaksin antraks yang digunakan di Indonesia sampai saat ini adalah vaksin aktif.
Daya proteksi vaksin antraks pada ternak ditentukan oleh respon imun terhadap protective
antigen (PA), sedangkan 2 komponen toksin lainnya yaitu LF dan EF hanya berperan kecil
dalam memberikan proteksi. Antigen lainnya (kapsul dan dinding sel) belum diidentifikasi
berperan dalam proteksi (WHO, 1998).
Vaksinasi pada ternak di Indonesia pada umumnya masih menggunakan vaksin spora
hidup atau live spora vaccine, yang mengandung B. anthracis galur 34F2, bersifat toksigenik,
dan tidak berkapsul. Vaksin ini mengandung kira-kira 10 juta sporaper mili liter yang
disuspensikan dalam larutan 50% gliserin- NaCI fisiologis mengandung 0,5% saponin.
Vaksin ini dibuat sesuai dengan Requirements for anthrax spore vaccine (live for Veterinary
use); requirements for biological substance no. 13 (WHO, 1967). yang menunjukkan dapat
terjadinya berbagai perbedaan kualitas di antara vaksin antraks yang ada. Gliserin dan
saponin yang digunakan sebagai pelarut dan adjuvan dalam vaksin ini, juga dapat
mempengaruhi kinerja dari vaksin.

Anda mungkin juga menyukai