Anda di halaman 1dari 7

AUSKULTASI THORAX

Oleh :
Dr. Bambang Sektiari L., DEA., Drh.

Bagaian Klinik Veteriner


Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Pendahuluan

Auskultasi adalah suatu langkah diagnostik klinik dengan tujuan untuk


mendengarkan suara-suara normal ataupun abnormal yang dihasilkan oleh system
respirasi dan system sirkulasi di cavum thorax. Suara yang timbul di rongga thorax
merupakan hasil dari fibrasi dan transmisi pada bidang padat, cair maupun gas yang ada
dalam cavum thorax yang menimbulkan gelombang bunyi dengan intensitas, frekuensi
dan durasi yang berbeda-beda. Pada umumnya suara yang audible bagi manusia dengan
telinga telanjang adalah bunyi yang terletak pada frekuensi 1000 s/d 5000 cps. Jika
bunyi terjadi di atas maupun di bawah range frekuensi tersebut maka kemampuan
manusia untuk mendengar menjadi sangat berkurang. Suara yang timbul pada cavum
thorax pada umumnya terletak di antara 20 s/d 1000 cps. Auskultasi rongga thorax sulit
dilakukan karena adanya threshold sensitivity dari pendengaran manusia. Manusia
dewasa normal memang mungkin dapat mendeteksi suara dengan frekuensi antara 20 s/d
14.000 cps, namun interval yang efisien adalah suara yang terletak pada frekuensi 1000
s/d 5000 cps. Sehingga suara yang dihasilkan pada cavum thorax terdengar sangat lemah
dan lembut bagi telinga telanjang. Untuk membantu mempertajam suara dari cavum
thorax tersebut maka digunakan stethoscope. Stethoscope pada prinsipnya terdiri dari tiga
bagian utama yakni : Ear pieces, tubing dan Chestpiece/head yang tersusun dari Bell dan
diafragma. Bell dapat meneruskan suara-suara dengan frekuensi rendah (20 s/d 100 cps)
dan suara-suara dengan frekuensi tinggi (100 s/d 1000 cps) tergantung dari besar kecilnya
tekanan yang diberikan. Diafragma menghambat suara dengan frekuensi rendah (20 s/d
100 cps) dan meneruskan suara dengan frekuensi tinggi, sehingga diafragma sangat tepat
untuk dipakai mendengarkan suara yang tajam dan keras di bandingkan bell. Tubing
adalah bagian yang cukup penting dan harus bersifat fleksibel dengan panjang yang
cukup sehingga mampu meneruskan dengan baik-suara-suara rongga thorax ke dalam
telinga.

Auskultasi
Auskultasi harus dilakukan dengan menggunakan stethoscope yang memiliki
kualitas yang memadai dan sesuai bagi dokter hewan yang menggunakannya. Sebelum
memulai pemeriksaan fisik yang lain sebaiknya hewan dikondisikan untuk auskultasi

1
pada tempat yang tenang dan confortable. Gonggongan, dengkuran, ataupun percakapan
dari pemilik seringkali menyulitkan interpretasi suara hasil auskultasi. Pasien sebaiknya
dalam posisi berdiri, tutup mulutnya jika pasien dalam keadaan panting. Jika pasien
dalam kondisi gelisah dan tachycardia maka sebaiknya auskultasi dilakukan kembali
setelah kondisinya lebih rileks. Suara respirasi maupun suara sirkulasi harus dapat
dibedakan dari suara yang ditimbulkan oleh gerakan menggigil dari tubuh, pengejangan-
pengejangan, gesekan-gesekan pada bulu dan kulit. Auskultasi sebaiknya dilakukan
secara sistematis dari system ke system.

Auskultasi system respirasi


Auskultasi system respirasi dilakukan dengan menggunakan diafragma dari
stethoscope dan dengan cara menekan chestpiece secara mantab serta menghindari
terjadinya gesekan pada bulu dan kulit. Pendengaran sebaiknya hanya dikonsentrasikan
pada suara respirasi. Suara respirasi normal relatif lembut, dengan nada rendah dan
bersifat continuous. Auskultasi dapat dilakukan pada bagian laryinx, trachea cervicalis,
thorax inlet dan regio hemithorax. Pada kondisi fisologis normal maka suara respirasi
terdiri dari suara bronchial dan suara vesicular, yang mengindikasikan pergerakan udara
keluar masuk dari system respirasi. Pada umumnya suara pada saat inspirasi terdengar
lebih keras dibandingkan pada saat ekspirasi. Jika auskultasi dilakukan pada regio trachea
cervicalis, maka suara respirasi normal akan terdengar lebih kuat, demikian juga jika
auskultasi dilakukan pada dorso-cranial hemithorax, dan suara yang terdengar adalah
suara bronchial. Jika suara bronchial terdengar pada caudal dan ventral dinding thorax
(yang merupakan area dari suara vesikuler), maka hal ini mengindikasikan bahwa paru
tidak berisi udara dan berfungsi sebagai konduktor dari suara bronchial; misalnya pada
kasus-kasus atelektasis, pneumonia, fibrosis paru.

Pada hewan besar auskultasi untuk mendengarkan suara-suara pulmonaire dapat


dilakukan pada area yang dibatasi oleh :
 Batas Cranial adalah garis yang ditarik dari sudut caudal scapula hingga
olecranon.
 Batas Dorsal yakni garis yang dibuat antara sudut caudal scapula hingga tuber
coxae dari pelvis.
 Batas Caudo-ventral yakni garis yang dibentuk dari olecranon hingga space
intercostals antra costae 16 dan 17. Pada kuda garis ini berbentuk kurva
sedangkan pada sapi merupakan garis lurus.

Berdasarkan pada bunyi yang dihasilkan pada saat auskultasi pada sapi atau kuda
sehat maka area pulmonaire dapat dibagi menjadi 3 bagian yakni :

 1/3 bagian Dorsal yang hanya merupakan bagian parenchyma paru (tanpa terdapat
trachea maupun bronchus) sehingga suara yang dapat didengarkan adalah suara
vesukuler

2
 1/3 bagian tengah yang merupakan area trachealis sehingga suara bronchial
mudah untuk didengar.

1/3 bagian Ventral: merupakan area cardiac atau 'cardiac dullness' sehingga
hanya suara jantung yang dengan mudah didengarkan
Abnormalitas yang terjadi pada system respirasi dapat berupa
melemah/menguatnya suara normal respirasi ataupun timbulnya suara-suara abnormal
seperti crackles, wheezing, stridor, maupun suara friksi. Crackles (rales) merupakan
bunyi eksplosif, terputus-putus, singkat dan memiliki frekuensi tinggi. Suara ini
mengindikasikan adanya gangguan paru atau jantung. Crackles akhir inspirasi terdengar
pada oedema pulmonum, pneumonia, fibrosis interstetiel paru dan CHF congestif.
Crackles dengan nada lebih rendah yang terjadi pada awal inspirasi hingga akhir inspirasi
terdengar pada kasus obstruktif pulmoner dan obstruktif tractus respiratorius apapun
penyebabnya. Wheeze (ronchi) adalah suara respirasi yang terdengar sebagai bunyi
musical, continuous dan terjadi akibat penyempitan tractus respiratorius misalnya
stenosis bronchus dan bronchioli. Wheezing dapat terjadi pada inspirasi maupun ekspirasi
dengan distribusi cukup luas misalnya pada obstruksi pulmoner maupun asma kronis.
Jenis Wheezing yang timbul karena stenosis larynx maupun trachea dengan bunyi yang
lebih keras (terutama saat inspirasi) dinamakan stridor misalnya kasus laryngitis, stenosis
trachea.
Suara abnormal lainnya dapat berupa pleural rub atau friction rub yang terdengar
pada saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada kondisi normal gerakan kedua lapisan pleura
dari pulmo tidak menimbulkan bunyi, namun jika terjadi inflamasi maupun abnormalitas
permukaan selaput pleura maka akan menimbulkan bunyi non musical, terputus-putus.
Menghilangnya bunyi ini mengindikasikan adanya perbaikan ataupun mungkin
peningkatan jumlah cairan pleura.

Auskultasi system sirkulasi


Auskultasi secara sistematik dilakukan pada semua area dari katub jantung dan
juga arteri carotid. Palpasi arteri perifer perlu dilakukan pada saat auskultasi jantung.
Arteri femoralis merupakan arteri yang paling mudah dipalpasi. Pulsus perifer secara
normal didapatkan setelah Suara jantung 1 (S1) dan dapat digunakan untuk membedakan
suara jantung 1 (S1) dan suara jantung 2 (S2). Defisit pulsus menandai terjadinya
arrhytmia dan kualitas pulsus secara tidak langsung menjadi indikator dari cardiac output
dan tekanan darah. Penentuan dari Point of Maximal Intensity (PMI), Area of Radiation
(AR), pitch, lama, kualitas serta ada tidaknya murmur merupakan hal yang penting. Keras
tidaknya suara jantung yang timbul perlu didengarkan dengan teliti, beberapa hal dapat
menyebabkan peningkatan dan penurunan suara jantung. Dinding thorax yang tipis,
kontraksi ventrikel yang kuat (hyperthyroidisme, eksitasi) dapat meningkatkan kekerasan

3
suara jantung; sedangkan kegemukan, pleural effusion, pericardial effusion, hernia
diaphragmatica, pneumothorax dan penurunan kontraksi ventrikel (hypothyroidisme,
dilated cardiomyopathy) menyebabkan melemahnya suara jantung.

Haemodinamik siklus cardiac


Siklus cardiac tersusun dari aktifitas atrium dan ventrikel yang terjadi secara
sinkron dan harmonis. Pertama, Atrium berkontraksi (Systole atrium) untuk
mengosongkan isinya ke dalam ventrikel. Ketika atrium mulai relaksasi (diastole atrium),
systole ventrikel mulai berlangsung untuk memompa darah ke aorta dan arteri pulmoner.
Kemudian terjadi relaksasi ventrikel (diastole ventrikel) yang diikuti dengan relaksasi
atrium dan ventrikel hingga systole atrium terjadi lagi.
Komponen Suara jantung pertama (S1) terjadi pada saat atau segera penutupan
katub mitral dan merupakan bagian awal dari kontraksi isovolumetrik ventrikel sinister,
sebelum ejeksi ventrikel dimulai. S1 merupakan signal dari dimulainya systole
ventrikuler. Suara jantung kedua (S2) secara normal tersusun oleh Suara Aortic (A2) dan
Suara Pulmoner (P2). Suara ini terjadi pada saat penutupan katub semilunaris aortic dan
katub semilunaris pulmoner. S2, yang merupakan signal dari berakhirnya systole
ventrikuler.

Suara jantung Pertama (S1)


S1 merupakan tanda dari dimulainya systole ventrikel dan dapat diauskultasi
dengan menggunakan bell maupun diafragma dari stethoscope, namun dua komponen S1
lebih banyak menghasilkan vibrasi suara dengan frekuensi tinggi dan sangat baik di
dengarkan dengan diafragma. Komponen pertama S1 adalah suara Mitral (M1) yang
terdengar paling keras pada regio apex cardiac dan terjadi karena meningkatnya tensi
diikuti dengan menutupnya katub mitral sebagai awal dari systole. Adanya variasi yang
terdengar pada saat auskultasi seringkali disebabkan adanya alterasi dari M1. Komponen
ke dua dari S1 adalah Suara Tricuspidalis (T1) yang terdengar lebih lemah dan terjadi
oleh karena meregang dan menutupnya katub tricuspidalis. T1 terdengar berkaitan
dengan ejeksi darah ke dalam aorta pada awal dari systole.
Hasil auskultasi dari keras lemahnya S1 pada apex cardiac bermanfaat untuk
menentukan ada tidaknya abnormalitas anatomis maupun fisiologis jantung. Kualitas S1
sebaiknya dibandingkan dengan kualitas S2 karena pada kondisi-kondisi tertentu terjadi
peningkatan atau penurunan kualitas suara jantung secara umum. Range suara S1 normal
berkisar dari 0,5 hingga 2x lebih keras dibandingkan S2 di mitral area. Pada umumnya S1
memiliki puncak suara yang lebih panjang dan lebih rendah dibandingkan S2. Suara S1
Meningkat pada saat terjadi peningkatan kontraksi ventrikel sinister (Bunting,
hyperthyroidisme, exercise, demam, anemia, hypertensi , bahan-bahan inotropik,

4
ketakutan ataupun rangsangan). S1 menurun pada saat terjadinya penurunan fungsi dari
ventrikel sinister (Hypothyroidisme, CHF berat, shock, Aortic dan mitral regurgitation,
destruksi maupun calsifiokasi berat katub mitral).

Suara jantung kedua (S2)


Suara jantung kedua (S2) terdengar lebih baik pada saat auskultasi dilakukan
pada dasar jantung. S2 pada umumnya lebih keras, lebih pendek dan puncak suara lebih
tinggi karena komponen suara penyusunnya memiliki frekuensi lebih tinggi dibandingkan
S1. S2 mengindikasikan akhir dari systole ventrikel dan tersusun dari Suara Aortic (A2)
dan suara Pulmoner (P2). A2 biasanya terdengar lebih dahulu dibandingkan P2 karena
penutupan katub semilunaris yang tidak sinkron. A2 biasanya dapat didengarkan pada
seluruh area auskultasi cardiac, namun akan terdengar lebih jelas jika auskultasi
dilakukan di area aortic dan pulmoner. P2 terdengar lebih lemah dibandingkan dengan
A2 dan lebih jelas jika didengarkan di area pulmoner. Auskultasi pada area mitral akan
menghasilkan S2 sebagai satu suara tunggal. Peningkatan kualitas S2 abnormal terjadi
karena peningkatan abnormal A2 (hipertensi sistemik, dilatasi aorta, aneuresma aorta
ascenden, stenosis katub aorta) atau peningkatan abnormal P2 (hipertensi pulmoner,
PDA, FSD, ASD, emboli pulmoner). Penurunan S2 abnormal terjadi karena menurunnya
fungsi ventrikel dalam kasus hipotyroidisme, shock, dilated cardiomyopathy, penurunan
A2 (stenosis katub aortic, regurgitasi) dan penurunan P2 (stenosis pulmoner). S2
mungkin tidak dapat didengarkan pada kejadian aritmia.
Spliting pada S1 atau S2 dapat terjadi secara fisiologis atau patologis. Spliting
fisiologis S1 jarang terjadi, kalaupun terjadi hanya pada anjing ras besar. Spliting
patologis S1 terjadi akibat tidak sinkronnya penutupan katub atrioventrikuler karena
adanya blok ataupun ventrikuler ekstrasistol. Jika spliting terjadi pada S1 maka suara
splitting akan jelas terdengar pada area trikuspidalis dan akan terdengar sebagai suara
tunggal S1 pada area mitral dan aortic.
Splitting pada S2 secara fisiologis sering terdengar terutama pada saat inspirasi,
namu pada anjing dan kucing sulit untuk di deteksi. Splitting S2 patologis
mengindikasikan adanya abnormalitas system kardiovaskuler. Teredapat tiga tipe
splitting yaitu persistent splitting, fixed splitting dan paradoxical splitting yang dapat
disebabkan oleh adanya stenosis pulmoner, ventricular septal defect, mitral regurgitation,
atrial septal defect, PDA atau adanya blok pada bundle branch.

Suara Jantung ketiga (S3) dan suara jantung keempat (S4)


Suara jantung lainnya berupa suara jantung ketiga (S3) dan suara jantung keempat
(S4) yang secara normal pada anjing dan kucing tidak terdengar. Pada saat diastole
ventrikel (relaksasi ventrikel) terjadi 2 fase yakni fase pertama, yang merupakan fase

5
pengisian pasif, dimana atrium dan ventrikel masih dalam keadaan relaksasi. Suara yang
ditimbulkan oleh proses pengisian pasif ventrikel disebut S3 atau protodiastolic gallop.
Sedangkan fase lanjut dari diastolik ventrikel adalah fase pengisian aktif ventrikel akibat
systole atrium yang menimbulkan S4 atau presystolic gallop.

Murmur (bising Jantung)


Murmur adalah bising jantung yang disebabkan karena aliran turbulen dalam
jantung dan pembuluh darah besar akibat dari :
1. Meningkatnya aliran darah pada katub baik normal atau abnormal
2. Aliran darah menuju pada katub yang mengalami stenosis, katub yang irreguler,
saluran ventrikuler yang mengalami obstruksi atau dilatasi pembuluh darah besar
atau ventrikel
3. Aliran balik atau regurgitasi pada katub yang mengalami insufisiensi, ventricular
septal defect atau PDA.
Kombinasi dari faktor-faktor diatas menentukan konfigurasi, waktu, lama dan tingkat
intensitas murmur. Murmur dapat dibedakan menjadi murmur fisiologis dan organik.
Murmur fisiologis terjadi terutama pada kasus-kasus anemia, demam, kegelisahan atau
pada anjing dan kucing yang berumur kurang dari 6 bulan; dan biasanya tanpa disertai
dengan tanda-tanda kelainan pada jantung. Murmur organik terdiri dari murmur sistolik,
distolik dan kontinyu. Murmur sistolik dapat diauskultasi dan biasanya terdengar di
antara S1 dan S2. Penyebab dari murmur jenis ini adalah stenosis katub aortic dan atau
pulmoner, atrial septal defect, ventricular septal defect, displasia katub mitral atau
tricuspidal, endocardiosis katub mitral atau tricuspidal, endocarditis bacterial katub mitral
dan tricuspidal. Murmur diastolik terdengar pada saat auskultasi antar S2 dan S1 yang
merupakan fase relaksasi ventrikel. Murmur diastolik yang terdengar berkaitan erat
dengan adanya regurgitasi ke arah katub aortic atau pulmoner yang mengalami
insufisiensi atau adanya aliran menuju pada katub mitral atau trikuspidal yang mengalami
stenosis. Murmur kontinyu adalah murmur yang terjadi sejak fase awal sistol yang
berlanjut hingga akhir diastole (pada PDA yang merupakan lesi congenital dan sering
terjadi pada anjing dan jarang pada kucing).
Berdasarkan berat ringannya murmur pada saat auskultasi maka suara murmur
dapat digradasikan menjadi 6 grade yakni, Grade I, murmur yang sangat lemah dan
membutuhkan konsentrasi untuk mendengarkan hingga grade VI yang terdengar tanpa
chestpiece berkontak langsung dengan kulit.

6
Reference :
1. Smith, Jr. FW., 1992.Heart Sounds, Murmurs and Arrhytmias. Lea&Febiger.
London.
2. Fontaine, M., JL. Cadore. 1995. Vademecum du vétérinaire. 16 ed. Vigot. Paris.

3. Locksley R. M. 1995. Principles of Internal Medicine. 12nd Ed. Mc Graw – Hill Inc.
USA. P 557 – 562.

4. Ettinger, S. J. and E. C. Feldman. 1995. Veterinary Internal Medicine. 4 th Ed. W. B.


Saunders Company. U S A.

Anda mungkin juga menyukai