GridOto.com - Pernah dengar istilah bōsōzoku? Istilah ini mengacu pada arti “violent
running tribe”.
Yaps! ini adalah istilah untuk menamai geng motor di Jepang yang mulai muncul pada
dekade 1950-an.
Geng ini mayoritas berisikan kelompok remaja dibawah usia 20 tahun, dimana belum
mencapai umur legal untuk naik motor di Jepang.
Seperti geng motor pada umumnya, kelompok ini sebagai pelampiasan hasrat darah
muda yang cenderung masih labil.
Biasanya mereka akan membawa senjata seperti pedang kayu, tongkat bisbol, dan bom
molotov saat beraksi.
Hal ini digunakan sebagai senjata ketika bertemu dengan geng lawan ataupun
pengguna jalan lain yang mengesalkan bagi mereka.
Geng ini berdiri di kota-kota besar, dan pada tiap kota pun juga memiliki beberapa
kelompok bōsōzoku.
Salah satu yang saat ini masih berdiri dan sangat dikenal oleh kalangan ini adalah
Specter dari kota Tokyo.
Mereka punya ciri khas tersendiri untuk tiap kelompok, namun yang sudah pasti
dikenakan secara umum adalah tokkō-fuku (特攻服).
Seragam mereka akan diisi oleh nama dan logo geng, ataupun slogan militeristik dan
karakter hewan mitologi.
Atasan tadi biasanya dipadukan dengan celana baggy dan sepatu boots yang setiggi
betis.
Namun beberapa kelompokk Bosozoku juga menggunakan jaket kulit serta celana jins
sebagai seragam khas mereka.
Tak ketinggalan, ikat kepala serta masker bisa dibilang menjadi salah satu seragam
wajib di kalangan ini.
Anggotanya pun tidak hanya berisikan laki-laki, namun juga perempuan yang punya
dandanan sama namun lebih feminim.
Biasanya ketika menginjak 30 tahun para anggotanya akan pensiun namun beberapa
masih ikut mengurusi anggota penerusnya.
Seperti yang dilansir Japantime.co.jp, pada tahun 2011 lalu masih ada sekitar 9.000
anggota aktif bosozoku.
Berdasar data Kepolisian Jepang, geng ini mencapai puncaknya pada tahun 1982 yaitu
dengan anggota sejumlah 42.510 orang.
Walaupun saat ini masih terdapat bōsōzoku, namun kegiatan mereka tidak lah sebrutal
para pendahulunya.
Bisa dibilang kekerasan antar geng maupun penyerangan terhadap pengguna jalan yang
lain nyaris tak terlihat.
Hanya saja kebudayaan mereka seperti rolling dalam jumlah yang sangat besar serta
penggunaan motor yang serampangan masih meresahkan masyarakat.
Berbicara soal bōsōzoku tidak akan lepas dari modifikasi pada motor mereka yang
cukup nyeleneh bagi kita.
FILM
Photo : Pledgetimes.com
Dalam wawancara beberapa waktu lalu, Ken Wakui bercerita bahwa manga Tokyo
Revengers diangkat dari pengalamannya saat menjadi anggota geng motor di tahun 2000-
an. Awalnya, sang editor ingin cerita tentang berandalan dan Ken Wakui mengaku bahwa
dia juga pernah menjadi anak nakal di masa lalu.
“Titik awal datang dari editor saya, dia ingin membaca cerita
tentang yankee (berandalan). Ini menarik bagi saya, tetapi saat itu saya tidak tahu
bagaimana cara menginterpretasikan ceritanya. Beginilah cara saya mendapatkan ide
tentang seorang pahlawan yang bepergian melalui waktu, sehingga saya dapat
menggambarkan para yankee dari awal tahun 2000-an, ketika saya adalah salah satunya,”
kata Ken Wakui dikutip Zigi.id dari Pledge Times pada Senin, 16 Agustus 2021.
Ken Wakui melanjutkan bahwa dirinya juga pernah berperilaku buruk di masa lalu
sehingga membuatnya dikeluarkan dari sekolah selama satu bulan. Saat itu, ia bekerja di
sebuah bar khusus wanita di daerah Shinjuku, Tokyo.
Ada Kemiripan Kisah Ken Wakui dan Tokyo Revengers
Photo : Pledgetimes.com
Salah satu hal yang mirip dari kisah Ken Wakui dengan manga Tokyo Revengers adalah
ketika dia bekerja di bar khusus wanita di daerah Shinjuku. Hal itu sama seperti karakter
Draken, yang hidup di sebuah tempat yang dikelilingi oleh banyak wanita.
Lalu, Ken Wakui juga menjelaskan bahwa gengnya kala itu sangat menjunjung tinggi
persahabatan. Dia menjelaskan bahwa geng yang ia ikuti tersebut memiliki prinsip yang
kuat dan tidak terpengaruh dengan uang. Hal ini jelas sama seperti yang karakter Mikey
sampaikan di beberapa chapter awal Tokyo Revengers.
“Saya ingin berbicara tentang saat geng-geng ini memiliki gaya. Geng dengan prinsip dan
bukan dengan uang, seperti yang terjadi saat ini,” sambung Ken Wakui.
Tak hanya itu, beredar pula foto yang diduga Ken Wakui saat bergabung dengan teman-
teman gengnya. Ken Wakui merupakan anggota geng Black Emperor atau salah satu geng
terbesar pada masanya. Hal ini juga mirip dengan manga Tokyo Revengers yang beberapa
kali menyebut geng Black Dragon dalam ceritanya.
Lalu, lambang Black Emperor dengan lambang Geng Tokyo Manji pun terlihat serupa.
Simbol manji biasa digunakan di Jepang yang menandai tentang kekuatan dan
kecerdasan. Seragam yang dikenakan oleh Black Emperor dan Tokyo Manji juga
didasarkan pada warna hitam.
Dikabarkan bahwa Black Emperor dikenal sebagai salah satu aktivis terkuat pada
masanya. Terlepas dari itu, manga Tokyo Revengers karya Ken Wakui telah
memasuki final arc dan dikabarkan tamat pada akhir 2021. Sementara, anime Tokyo
Revengers akan memasuki episode 20 pada Minggu, 22 Agustus 2021.
Geng Motor Bosozoku, Tokyo Revengers di Dunia Nyata
Muhamad Fajar Ramadhoni
- 31 Juli 2021, 21:30 WIB
Sekilas mengenai Tokyo Revengers adalah seri manga Shonen yang dikarang oleh Ken
Wakui.
Mangaka Tokyo Revengers, Ken Wakui Ternyata Mantan Anggota Geng Motor Asal
Jepang
Muhamad Fajar Ramadhoni
- 14 Agustus 2021, 18:45 WIB
Mangaka Tokyo Revengers, Ken Wakui Ternyata Mantan Anggota Geng Motor Asal Jepang
/Facebook.com/TokyoManjiGang
Sejak tahun 2015, Ken Wakui lalu pindah ke majalah Weekly Shounen dimana saat ini
dirinya membuat manga Tokyo Revengers.
Namun tidak banyak yang tahu, jika inspirasi cerita Tokyo Revengers berasal dari Ken
Wakui sendiri.
Selain itu, geng Black emperor tempat dimana Ken Wakui berada didalamnya dahulu
merupakan geng yang cukup kuat di Jepang.
Bendera yang digunakan oleh geng Black Emperor juga hampir sama dengan bendera
yang digunakan geng Touman dengan lambang Swastika didalamnya.
Black emperor bahkan dikenal sering terlibat dengan aksi kekerasan, perampokan, dan
kejahatan yang terorganisir.
en.wikipedia.org
Simbol swastika pada bendera Nazi.
Ketiga warna dalam swastika yaitu merah, putih, dan hitam diambil dari warna
dasar bendera Jerman, yang pertama kali dipakai sebagai lambang dari kekaisaran
Jerman pada tahun 1897. Sekalipun sering diasosiasikan dengan rezim Nazi,
simbol swastika telah eksis jauh sebelumnya di dunia.
Baca Juga : Sejarah Onrust, Pulau yang Tak Pernah Beristirahat di Zaman VOC
Orang Indian Amerika Utara seperti Suku Navajo juga mengenal lambang ini, yang
dapat ditemukan pada pola kerajinan manik-manik mereka. Orang Hindu di India
banyak menggunakan simbol ini untuk menandai pintu, kitab, dan persembahan.
Mereka membedakan antara swastika yang berputar searah jarum jam dan
sebaliknya. Swastika yang putarannya searah jarum jam dianggap sebagai lambang
gerakan matahari, yang di belahan bumi bagian utara nampak bergerak dari timur
ke selatan, kemudian ke barat.
Sedangkan yang sebaliknya, lebih untuk melambangkan malam hari, Betara Kali
yang menakutkan, serta untuk praktik sihir. Pada swastika Jerman Nazi, arah
geraknya seperti pada jarum dan simbol yang sering disebut hakenkruez, salib yang
berkait.
Baca Juga : Begini Cara Korea Utara Mendoktrin Anak-anak untuk Memuja Kim Jong
Un
Adalah seorang penyair dan ideolog nasionalistik Jerman bernama Guide von List
yang pada tahun 1910 menyarankan pemakaian swastika untuk organisasi gerakan
anti-Yahudi.
Kelompok bahasa ini, menurut ahli bahasa dari Jerman pada ke-19, Friedrich Max
Muller, "memiliki sifat ke-Arya-an", sehingga Hitler dan Nazi punya alasan kuat
mengadopsinya.
Disangka Lambang Nazi, Jepang Hapuskan Swastika dari Kuil Buddha
Lambang swastika yang dipersepsikan sebagai simbol Nazi dihapuskan dari Kuil Buddha,
Jepang. | via: Keren Cu/Corbis
Sudah jadi rahasia umum, Jepang memang terkenal akan keelokan kuil-kuil Buddha yang
tersebar hingga ke sudut negeri. Baru-baru ini, kabar akan 'pemugaran' Kuil Buddha tersebut
hangat di perbincangan publik dunia. Bukan renovasi biasa, namun menghilangkan salah satu
pelengkapnya, yakni lambang swastika.
Lambang swastika di Kuil Buddha Hasedera, Kamakura, Jepang. | via: Victor Korchenko/All
Canada Photos/Corbis
Bagi beberapa orang, swastika selalu lekat dengan rezim Nazi. Padahal, lambang kuno Sanskerta
itu sudah diadaptasi ke bangunan religius jauh sebelum Nazi mengklaimnya. Telegraph memuat,
pihak pemerintah Jepang akhirnya mengumumkan rencana untuk mengganti swastika dengan
gambar kovensional berupa pagoda tiga berjenjang.
Tokyo Revengers jadi salah satu anime yang paling ditunggu fans Indonesia, namun
sebagian besar fans-nya kelihatan tak bisa menikmati anime ini sepenuh hati karena
masalah sensor.
Masalah sensor pada anime Tokyo Revengers ini mulai muncul saat kelompok Tokyo
Manjikai muncul. Ada beberapa adegan yang menampilkan sensor cahaya, adegan
yang di-zoom, hingga ada pemotongan adegan.
Biar begitu, perbedaan yang sangat subtil itu tetap bisa salah diartikan sehingga
simbol manji/swastika Hindu bisa dianggap sama seperti simbol swastika Nazi.
Tokyo Revengers dapat sensor di Indonesia dan luar negeri
yo
utube.com/Muse Indonesia
Dalam live stream yang diadakan Muse Indonesia selaku distributor anime Tokyo
Revengers di Indonesia, mereka mengkonfirmasikan bahwa sensor anime Tokyo
Revengers diterapkan ke versi luar negeri termasuk Indonesia. Daem selaku staf media
sosial Muse Indonesia menyebut sensor berasal dari pihak Jepang dan bukan mereka.
Menurut Daem, langkah ini diambil pihak Jepang karena mereka takut simbol manji bisa
menimbulkan kontroversi di luar negeri. “Makanya untuk layanan streaming di luar
Jepang seperti Muse, Crunchyroll, Funimation, pokoknya semua yang nayangin Tokyo
Revengers di luar negeri dapatnya video kayak gini,” tambahnya.
Baik Daem dan pihak Muse Indonesia paham akan konteks lambang manji tersebut dan
bahkan menimbang kalau lambang swastika Nazi tak punya signifikansi di kalangan
masyarakat Indonesia. “Kita bisa kasih edukasi kalau lambang itu sebenarnya punya
makna yang bagus,” lanjut Daem.
“Kami sedang usahakan ke Jepang, kita lagi kontak mereka kalau kita pengen tayangin
yang nggak disensor. Karena lambang itu nggak ada apa-apanya di Indonesia,” tutup
Daem. “Antara disetujui atau tidak, itu perihal lain. Ditunggu ya.”
Trending di YouTube Indonesia, Ini Fakta Anime Tokyo Revengers
Anime Tokyo Revengers yang baru saja tayang di Indonesia dengan cepat menjadi
trending! Yuk kita intip fakta anime Tokyo Revengers!
Bosozoku, Geng Motor Liar di Jepang Ramaikan Jalanan Menjelang Pergantian Tahun
Selasa, 31 Desember 2019 11:19 WIB
lihat foto
Foto Kurumanonews
De
retan motor Bosozoku, geng motor liar di Jepang (Foto Kurumanonews)
"Para anak muda itu memang sengaja ingin merusak suasana dengan jalan zig zag,
membunyikan klakson kencang berulang kali terus menerus, suara motor yang
meraum-raum, ingin membuktikan dirinya sebagai raja jalanan, sehingga
melakukan hal itu di jalan raya secara berkelompok," tambahnya.
Mereka umumnya belum beradaptasi dengan sekolah atau tempat kerja, dan
mencari kesenangan dari perilaku menyimpang antisosial tanpa menemukan
tujuan di masyarakat umum.
Mereka sedang berusaha mengungkap keberadaannya, mencari jati dirinya sendiri.
Mereka juga ingin memamerkan kekuatan mereka dengan melakukan kekerasan
mengemudi di tempat-tempat di mana banyak orang mengunjungi Hatsumode
(perayaan hari pertama dalam tahun baru) dan ingin membuat orang merasa tidak
nyaman dan tidak senang dengan mengemudi dengan suara keras.
OTOSIA.COM - "Persetan meskipun jumlah mereka 50-100 orang. Tak ada pilihan lain
selain tetap berkelahi melawan mereka, sekalipun kamu sendirian. Kamu harus
mempertahankan reputasi yang ada, yang sudah dibangun oleh para pendahulu untuk
kita," demikian pesan seorang anggota geng motor bosozoku.
Entah beruntung atau tidak, Jepang sebagai rumah dari Sony, JVC, dan Panasonic
sudah umum memiliki kamera perekam sehingga momen-momen geng motor era 1970-
1980-an seperti di atas bisa terekam dan tetap menjadi catatan untuk sekadar tahu apa
itu bosozoku.
Bosozoku mencuri perhatian karena mobil dan motor mereka yang begitu genit
sekaligus pongah. Motor-motor punya sepakbor belakang yang dibuat naik, pelat motor
dibikin penyok, handle bar panjang, lalu jok custom yang dibuat komikal dengan buntut
menjulang. Mobil-mobilnya punya punya sayap yang gila-gilaan.
Bibir bumper suka-suka dibikin super-panjang, ban gendut seperti ngotot mau keluar,
hingga knalpot dengan tinggi 2-3 meter. Entah bagaimana menautkan gaya mobil-motor
ini dengan kegilaan geng-gengnya pada saat itu. Namun, nama bosozoku tersurat
sebagai gabungan dari sekian kata yang secara general berarti "bergerak di luar
kontrol" dengan kata "sha" yang juga berarti kendaraan.
Kalau tahu Mods dan Rocker di Inggris, maka subkultur bosozoku punya ritme yang
mirip. Vespa-Lambretta Mods dipasangi lampu-lampu krom sebagai kritik kesetaraan
untuk memperoleh kemewahan para borjuis pemakai Rolls-Royce, sementara Rockers
dengan maskulinitas, motor laki-laki, dan kebrutalan, pada masanya.
"Perkelahian karena perebutan teritori adalah sesuatu yang biasa zaman itu. Apa arti
bosozoku? Apa ya. Gila-gilaan, mungkin. Ini seperti hukum alam. Mengikuti hukum
alam. Yang kuat yang bertahan," kata Kazuhiro Hazuki pimpinan ke-21 geng bosozoku
bernama Narashino Specter yang antara lain datang dari daerah Matsudo dan
Ichikawa.
Lawannya pada saat itu, menurut penuturannya kepada pembuat dokumentar Vice,
adalah Black Emperor, dari kawasan Chiba. Specter sendiri berarti "hantu". Pasalnya,
para sesepuh mereka dulu kerap memukul orang lalu menghilang, ibarat hantu katanya.
Kegilaan itu melibatkan senjata yang khas. Bawa-bawa stik bisbol. Tak luput pula,
selalu membekali diri dengan pisau karena takut diculik geng lawan. "Ini tidak sepert di
komik, antar geng kumpul, lalu antar pimpinan berkelahi satu lawan satu. Beda. Ini
ketika semua berkumpul di jalan, suasananya mencekam. Kalau ada masalah, bisa
1.000-2.000 rider penuh di jalanan. Mereka rata-rata anak usia 16-17 tahun,"
sambungnya.