Anda di halaman 1dari 28

http://id.wikipedia.

org/wiki/Ky%C5%8Dgen

Kyōgen
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Kyōgen (狂言?) bisa berarti:
1. Teater humor tradisional Jepang yang merupakan perkembangan unsur humor
pertunjukan Sarugaku. Kyōgen dan Noh merupakan seni tradisional Jepang yang sama-
sama berakar dari Sarugaku. Sejak zaman Meiji, istilah Nōgaku atau Nohgaku (能楽?)
sering digunakan untuk menyebut Noh dan Kyōgen.
2. Salah satu jenis pertunjukan Kabuki yang disebut Kabuki-kyōgen atau cukup disebut
Kyōgen.
Noh adalah teater musikal dengan menggunakan topeng yang disebut omote dalam istilah noh.
Dalam noh, abstraksi dan simbolisme diekspresikan secara kuat melalui unsur gerak tari, dengan
sebagian besar cerita yang bertemakan tragedi. Sebaliknya, sebagian besar peran dalam kyōgen
tidak diperankan memakai topeng. Kyōgen mengembangkan lebih lanjut unsur-unsur komedi
dan seni meniru gerak-gerik (pantomim) yang ada pada Sarugaku, termasuk naskah dialog dan
penggambaran karakter secara realistik. Sebagian besar cerita yang dipentaskan dalam kyōgen
adalah cerita satir, cerita yang menertawakan kegagalan, dan cerita humor.

Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Asal-usul
• 2 Nama peran
• 3 Jenis
• 4 Aliran
○ 4.1 Aliran Ōkura
○ 4.2 Aliran Izumi
• 5 Pranala luar

[sunting] Asal-usul
Kyōgen berasal dari "kyōgen-kigo" (kyōgen-kigyo) yang merupakan istilah agama Buddha untuk
kata berbunga-bunga atau cerita yang tidak masuk akal. Istilah kyōgen-kigyo sering dipakai
kritikus sastra sewaktu mengkritik cerita roman dan puisi. Istilah ini kemudian digunakan untuk
salah satu unsur Sarugaku berupa pertunjukan monomane (seni meniru gerak-gerik dan cara
berbicara secara humor). Sejalan dengan perkembangan Sarugaku, istilah "kyōgen" akhirnya
dipakai untuk sebagai sebutan untuk teater humor pada pementasan Noh.
Dalam konteks sehari-hari, istilah "kyōgen" dalam bahasa Jepang bisa berarti tindakan untuk
menipu orang lain (orang yang pura-pura dirampok disebut kyōgen-gōtō), berbohong atau
bercanda, atau tarian yang memancing tawa.
[sunting] Nama peran
Sama halnya seperti Noh, peran utama dalam kyōgen disebut Shite. Peran pembantu disebut
Ado, berbeda dengan Noh yang menyebutnya sebagai Waki. Jika ada lebih dari 2 peran Ado,
maka peran tersebut disebut Ado 1 dan Ado 2. Selain itu, istilah Ado hanya digunakan untuk
peran pembantu yang paling menonjol, sedangkan selebihnya disebut Tsukgi-ado (sebutan
menurut aliran Ōkura) atau Ko-ado (sebutan menurut aliran Izumi). Peran pembantu yang naik
ke panggung secara berkelompok disebut Tachishū, sedangkan pimpinan kelompok peran
pembantu disebut Tachigashira. Sebutan untuk peran seperti disebut di atas sebenarnya kurang
jarang dipakai, kyōgen lebih mengenal sebutan untuk karakter yang tampil dalam cerita,
misalnya: Shu atau Teishu (majikan), Tarōkaja (pesuruh laki-laki), atau Suppa (peran penjahat).
[sunting] Jenis
Secara garis besar, kyōgen dikelompokkan menjadi 3 jenis:
• Betsu-kyōgen (別狂言, kyōgen spesial?)
Penampilan aktor kyōgen yang memainkan karakter Sanbasō dalam pementasan cerita
noh yang berjudul Okina (翁?).
• Hon-kyōgen (本狂言, kyōgen tunggal?)
Pementasan kyōgen secara tunggal dan bukan merupakan bagian pertunjukan noh, kalau
disebut kyōgen biasanya mengacu pada hon-kyōgen.
• Ai-kyōgen (間狂言?, kyōgen selingan)
Kyōgen yang dipentaskan sebagai bagian pertunjukan Noh.
Hon-kyōgen masih dikelompokkan menjadi beberapa jenis yang bisa berbeda-beda menurut
zaman dan aliran. Di tahun 1792, Ōkura Torahirobon mengelompokkan hon-kyōgen menjadi:
• Waki-kyōgen (大名狂言?)
Cerita bertemakan kebahagiaan dan keberuntungan.
• Daimyō-kyōgen (大名狂言?)
Cerita bertemakan tuan dan majikan, daimyō menjadi peran utama dalam cerita.
• Shōmyō-kyōgen (小名狂言?, kyōgen pesuruh)
Cerita bertemakan tuan dan majikan, pesuruh laki-laki yang disebut tarōkaja menjadi
peran utama.
• Mukojo-kyōgen (聟女狂言 ?, kyōgen wanita dan menantu pria)
Cerita tentang menantu pria sebagai peran utama yang menumpang di rumah mertua, atau
cerita humor kehidupan sehari-hari seperti istri yang mengakali suami atau suami yang
tidak bisa diandalkan.
• Oniyamabushi-kyōgen (鬼山伏狂言?, kyōgen jin dan pertapa)
Cerita dengan raja kematian Yamarāja atau jin (oni) sebagai peran utama (termasuk cerita
jin yang menyamar jadi manusia), dan Yamabushi (pertapa yang berasal dari gunung)
sebagai peran utama.
• Shukkezatō-kyōgen (出家座頭狂言?)
Cerita dengan peran utama pendeta, pendeta baru, atau zatō (tunanetra pengembara yang
berpakaian mirip pendeta).
• Atsume-kyōgen (集狂言?, kyōgen serbaneka)
Cerita dengan tema yang tidak termasuk ke dalam hon-kyōgen yang lain.
[sunting] Aliran
Sesuai dengan tradisi Iemoto, kyōgen sejak zaman Edo terbagi menjadi tiga aliran utama: aliran
Ōkura, aliran Izumi, dan aliran Sagi. Sekarang hanya tinggal 2 aliran kyōgen yang tersisa, aliran
Ōkura dan aliran Izumi. Di paruh kedua zaman Muromachi hingga awal zaman Edo juga
terdapat aliran Nanto-negi yang berintikan seniman kalangan Jin-nin (Jinin). Pada waktu itu,
sebagian besar kuil Shinto memiliki kelompok Sarugaku dan menggaji orang yang disebut Jinin
untuk bekerja sebagai seniman sekaligus pesuruh. Menurut catatan sejarah, aliran Nanto-negi
tercatat sangat populer di zaman Muromachi, tapi ketenarannya mulai memudar di awal zaman
Edo sampai akhirnya terserap ke dalam aliran yang besar. Berbagai aliran kecil yang tidak
terkenal juga ikut punah, dan hanya meninggalkan naskah kyōgen yang sebagian sempat
diterbitkan sebagai buku bacaan di zaman Edo.
[sunting] Aliran Ōkura
Aliran Ōkura merupakan satu-satunya aliran penerus tradisi Sarugaku Yamato. Keluarga Ōkura
Yaemon Tora Akira yang pentas secara turun temurun di gedung teater Komparu-za mendirikan
aliran ini di paruh kedua zaman Muromachi.
Sekarang aliran Ōkura terdiri dari keluarga Yamamoto Tōjirō (berpusat di Tokyo), keluarga
Ōkura Yatarō (garis keturunan utama), keluarga Shigeyama Sengorō (berpusat di Kyoto), dan
keluarga Shigeyama Chūzaburō (berpusat di Kyoto), kelompok Zenchiku Chūichirō (berpusat di
Osaka dan Kobe), dan Zenchiku Jūrō yang berpusat di Tokyo.
[sunting] Aliran Izumi
Aliran Izumi didirikan Yamawaki Izumo no Kami Motonori asal Kyoto di awal zaman Edo.
Sekarang aliran Izumi terdiri dari tiga percabangan keluarga: keluarga Nomura Matasaburō
(berpusat di Nagoya, disebut juga faksi Nomura), keluarga Nomora Manzō (berpusat di Tokyo,
disebut juga faksi Miyake), dan Kyōgenkyōdōsha (berpusat di Nagoya, disebut faksi Nagoya).
[sunting] Pranala luar
• (Inggris) Pengantar Noh dan Kyōgen, berikut klip video
• (Jepang) Penjelasan berbagai nama peran dalam Kyōgen
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Ky%C5%8Dgen"
Kategori: Budaya Jepang
Peralatan pribadi
• Masuk log / buat akun
Ruang nama
• Halaman
• Pembicaraan
Varian
Tampilan
• Baca
• Sunting
• Versi terdahulu
Tindakan
• ↑
Cari
Top of Form
Istimew a:Pencari

Bottom of Form
Navigasi
• Halaman Utama
• Perubahan terbaru
• Peristiwa terkini
• Halaman sembarang
Komunitas
• Warung Kopi
• Portal komunitas
• Bantuan
Wikipedia
• Tentang Wikipedia
• Pancapilar
• Kebijakan
• Menyumbang
Cetak/ekspor
• Buat buku
• Unduh sebagai PDF
• Versi cetak
Kotak peralatan
• Pranala balik
• Perubahan terkait
• Halaman istimewa
• Pranala permanen
• Kutip halaman ini
Bahasa lain
• Deutsch
• Ελληνικά
• English
• Español
• Suomi
• Français
• Íslenska
• 日本語
• 한국어
• Lietuvių
• Nederlands
• Polski
• Svenska
• 中文
• Halaman ini terakhir diubah pada 11:56, 26 Desember 2010.
• Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan
tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.
• Kebijakan privasi
• Tentang Wikipedia
• Penyangkalan

http://karyasastrajepang.blogspot.com/2011/03/kyogen.htmlskip to main | skip to


sidebar

karyasastrajepang
Senin, 14 Maret 2011
Kyogen
Kyōgen bisa berarti:
1.Teater humor tradisional Jepang yang merupakan perkembangan unsur humor
pertunjukan Sarugaku. Kyōgen dan Noh merupakan seni tradisional Jepang yang
sama-sama berakar dari Sarugaku. Sejak zaman Meiji, istilah Nōgaku atau Nohgaku
(能楽?) sering digunakan untuk menyebut Noh dan Kyōgen.
2.Salah satu jenis pertunjukan Kabuki yang disebut Kabuki-kyōgen atau cukup
disebut Kyōgen.
Jika pementasan Noh pada umumnya menggunakan topeng dan bertemakan
tragedi. Sebaliknya Kyogen sebagian besar tidak menggunakan topeng. Kyōgen
mengembangkan lebih lanjut unsur-unsur komedi dan seni meniru gerak-gerik
(pantomim) yang ada pada Sarugaku, termasuk naskah dialog dan penggambaran
karakter secara realistik. Sebagian besar cerita yang dipentaskan dalam kyōgen
adalah cerita satir, cerita yang menertawakan kegagalan, dan cerita humor.
Jas merah (jangan sampai melupakan sejarah)
Kyōgen berasal dari "kyōgen-kigo" (kyōgen-kigyo) yang merupakan istilah agama
Buddha untuk kata berbunga-bunga atau cerita yang tidak masuk akal. Istilah
kyōgen-kigyo sering dipakai kritikus sastra sewaktu mengkritik cerita roman dan
puisi. Istilah ini kemudian digunakan untuk salah satu unsur Sarugaku berupa
pertunjukan monomane (seni meniru gerak-gerik dan cara berbicara secara humor).
Sejalan dengan perkembangan Sarugaku, istilah "kyōgen" akhirnya dipakai untuk
sebagai sebutan untuk teater humor pada pementasan Noh.
Dalam konteks sehari-hari, istilah "kyōgen" dalam bahasa Jepang bisa berarti
tindakan untuk menipu orang lain (orang yang pura-pura dirampok disebut kyōgen-
gōtō), berbohong atau bercanda, atau tarian yang memancing tawa.
Berbagai peran
1. Peran utama dalam kyōgen disebut Shite.
2. Peran pembantu disebut Ado, Jika ada lebih dari 2 peran Ado, maka peran
tersebut disebut Ado 1 dan Ado 2. Selain itu, istilah Ado hanya digunakan untuk
peran pembantu yang paling menonjol, sedangkan selebihnya disebut Tsukgi-ado
(sebutan menurut aliran Ōkura) atau Ko-ado (sebutan menurut aliran Izumi).
3. Peran pembantu yang naik ke panggung secara berkelompok disebut Tachishū,
sedangkan pimpinan kelompok peran pembantu disebut Tachigashira.
Sebutan untuk peran seperti disebut di atas sebenarnya jarang dipakai, kyōgen
lebih mengenal sebutan untuk karakter yang tampil dalam cerita, misalnya: Shu
atau Teishu (majikan), Tarōkaja (pesuruh laki-laki), atau Suppa (peran penjahat).
Jenis kyōgen
Secara garis besar, kyōgen dikelompokkan menjadi 3 jenis:
• Betsu-kyōgen (kyōgen spesial) Penampilan aktor kyōgen yang memainkan
karakter Sanbasō dalam pementasan cerita noh yang berjudul Okina.
• Hon-kyōgen (kyōgen tunggal) Pementasan kyōgen secara tunggal dan bukan
merupakan bagian pertunjukan noh, kalau disebut kyōgen biasanya mengacu pada
hon-kyōgen.
• Ai-kyōgen (kyōgen selingan) Kyōgen yang dipentaskan sebagai bagian
pertunjukan Noh.
Hon-kyōgen masih dikelompokkan menjadi beberapa jenis yang bisa berbeda-beda
menurut zaman dan aliran. Di tahun 1792, Ōkura Torahirobon mengelompokkan
hon-kyōgen menjadi:
• Waki-kyōgen - Cerita bertemakan kebahagiaan dan keberuntungan.
• Daimyō-kyōgen - Cerita bertemakan tuan dan majikan, daimyō menjadi peran
utama dalam cerita.
• Shōmyō-kyōgen (kyōgen pesuruh) - Cerita bertemakan tuan dan majikan, pesuruh
laki-laki yang disebut tarōkaja menjadi peran utama.
• Mukojo-kyōgen (kyōgen wanita dan menantu pria) - Cerita tentang menantu pria
sebagai peran utama yang menumpang di rumah mertua, atau cerita humor
kehidupan sehari-hari seperti istri yang mengakali suami atau suami yang tidak bisa
diandalkan.
• Oniyamabushi-kyōgen (kyōgen jin dan pertapa) - Cerita dengan raja kematian
Yamarāja atau jin (oni) sebagai peran utama (termasuk cerita jin yang menyamar
jadi manusia), dan Yamabushi (pertapa yang berasal dari gunung) sebagai peran
utama.
• Shukkezatō-kyōgen - Cerita dengan peran utama pendeta, pendeta baru, atau
zatō (tunanetra pengembara yang berpakaian mirip pendeta).
• Atsume-kyōgen (kyōgen serbaneka) - Cerita dengan tema yang tidak termasuk ke
dalam hon-kyōgen yang lain.
Aliran Besar
Aliran Ōkura - Aliran Ōkura merupakan satu-satunya aliran penerus tradisi Sarugaku
Yamato. Keluarga Ōkura Yaemon Tora Akira yang pentas secara turun temurun di
gedung teater Komparu-za mendirikan aliran ini di paruh kedua zaman Muromachi.
Sekarang aliran Ōkura terdiri dari keluarga Yamamoto Tōjirō (berpusat di Tokyo),
keluarga Ōkura Yatarō (garis keturunan utama), keluarga Shigeyama Sengorō
(berpusat di Kyoto), dan keluarga Shigeyama Chūzaburō (berpusat di Kyoto),
kelompok Zenchiku Chūichirō (berpusat di Osaka dan Kobe), dan Zenchiku Jūrō
yang berpusat di Tokyo.
Aliran Izumi - Aliran Izumi didirikan Yamawaki Izumo no Kami Motonori asal Kyoto di
awal zaman Edo. Sekarang aliran Izumi terdiri dari tiga percabangan keluarga:
keluarga Nomura Matasaburō (berpusat di Nagoya, disebut juga faksi Nomura),
keluarga Nomora Manzō (berpusat di Tokyo, disebut juga faksi Miyake), dan
Kyōgenkyōdōsha (berpusat di Nagoya, disebut faksi Nagoya).

(Andi Anistahara -Eka Wulandari)

Diposkan oleh Ekbess di 04:00

Label: Seni
0 komentar:

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Ohisashiburi desu...
Hay...Hay...
Saya memutuskan mem-posting semua tugas-tugasku waktu masih di Sastra
Jepang dulu. Menurutku itu ilmu pengetahuan kan berasal dari alam, jadi
semestinya di bagi percuma layaknya alam memberikan kita hasil dari tubuhnya.
Terserah kalian mau copy-paste-kumpul kalau ada tugas, mencantumkan atau tidak
dari mana sumbernya, terserah. Toh saya juga dulu kerja semua tugas ini juga
kebanyakan dari internet. Soalnya literatur tentang Jepang berbahasa Indonesia
kan masih kurang. Jadi....selamat menikmati

Mengenai Saya

Ekbess

Mahasiswa Sastra Bugis-Makassar yang senang menulis, membuat kerajinan


tangan, dan belajar sketsa. Berusaha tuk tidak komsumtif sebab benci pada
sampahnya yang menumpuk juga tak suka pada orang-orang yang selalu
mengekang kehidupan orang lain.

Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
• ▼ 2011 (7)
○ ▼ Maret (7)
 Damyo
 PENGARUH KONFUSIANISME DI JEPANG
 Kyogen
 Yukio Mihima
 Ososhiki (Upacara Penguburan)
 SHAMISEN ALAT MUSIK TRADISIONAL JEPANG
 Masuknya Pengaruh Buddha di Jepang
• ► 2010 (4)
○ ► Desember (4)
 Zaman pra Sejarah Jepang
 Kerajaan Yamato
 Kappa
 Lama tak bersua...

Kategori Tulisan
• Kebudayaan (1)
• Novel (1)
• Profil Sastrawan (1)
• Ritual (1)
• Sejarah (5)
• Seni (2)
• Youkoso (1)

Pengikut

Kometrakhir

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://www2.ntj.jac.go.jp/unesco/noh/en/stage/stage_s.html
Inner view of the National Noh Theatre Click here to expand Klik di sini unt
Pandangan batin Nasional Teater Noh

Noh and Kyogen are both


performed upon a very special
type of stage known simply as a
"Noh stage." Noh dan kyogen
keduanya dilakukan terhadap
jenis yang sangat khusus tahap
hanya dikenal sebagai "panggung
Noh."
Looking like a shrine or temple
building, it has three sides open
around a main stage ( hon butai )
that is about 5.5 m on each side.
Tampak seperti bangunan candi
atau kuil, ia memiliki tiga sisi
terbuka di sekitar panggung
utama (Sayang butai) yaitu
sekitar 5,5 m di setiap sisi. There
are four pillars supporting the
roof over the main stage area,
each of which has a special name.
Ada empat pilar yang mendukung
atap di atas area panggung utama,
yang masing-masing memiliki
nama khusus. Among them, the
"sighting pillar" ( metsuke-
bashira ) performs an especially
important role in helping the
actor to position himself upon the
stage. Di antara mereka,
"penampakan pilar" (metsuke-
bashira) melakukan peran
penting terutama dalam
membantu aktor dengan
menempatkan diri di atas
panggung. The wall at the back of
the stage is called the "mirror
board" ( kagami ita ), and on it is
painted an ancient pine tree.
Dinding di bagian belakang
panggung disebut "cermin papan"
(Kagami ita), dan di atasnya
dilukis sebuah pohon pinus kuno.
There is upstage ( ato-za ) area,
where the musicians and stage
assistant(s) sit, and the eaves
from the roof overhangs the main
stage on three sides. Ada dgn
kasar (ato-za) daerah, di mana
para musisi dan asisten tahap (s)
duduk, dan atap dari atap
overhang panggung utama pada
tiga sisi. The "chorus seat" (
jiutai-za ) is where the members
of the chorus sit in two rows
facing the main stage. The
"paduan suara kursi" (jiutai-za)
adalah dimana para anggota
paduan suara yang duduk dalam
dua baris menghadap panggung
utama. The "bridgeway" ( hashi-
gakari ) serves as the place of
entrance and exit for the
characters, and also plays an
important role as part of the
performing space, and at the far
end of it, the multicolored curtain
( agemaku ) is raised and
lowered. The "bridgeway"
(Hashi-gakari) berfungsi sebagai
tempat masuk dan keluar untuk
karakter, dan juga memainkan
peranan penting sebagai bagian
dari ruang pertunjukan, dan di
ujung itu, tirai warna-warni
(agemaku) yang dibangkitkan dan
menurunkan. The green room, or,
literally, the "mirror room" (
kagami no ma ) is an important
space, because it is there that the
performers, when fully dressed,
gaze into a mirror to concentrate
on their role―there they don
their mask and wait to enter the
stage. Ruang hijau, atau, secara
harfiah, "ruang cermin" (Kagami
no ma) adalah ruang penting,
karena itu ada bahwa para
pemain, ketika berpakaian
lengkap, menatap cermin untuk
berkonsentrasi pada peran
mereka-mereka tidak ada topeng
mereka dan menunggu untuk
masuk panggung. In front of the
"bridgeway," three small pines
trees are planted, evenly spaced.
Di depan "bridgeway," tiga kecil
pinus pohon ditanam, merata
spasi. In order for the stage floor
to be as appropriate as possible
for the "sliding foot" walk of the
Noh actors or for the dramatic
dancing, it is constructed with
thick boards of hinoki cypress
that are polished to a smooth,
glassy finish. Agar lantai
panggung harus sesuai mungkin
untuk "geser kaki" berjalan dari
aktor Noh atau untuk menari
dramatis, karena dibangun
dengan papan tebal cemara
hinoki yang dipoles ke kaca,
halus. There is no stage
equipment whatsoever, and there
is no curtain separating the stage
from the audience. Tidak ada
peralatan tahap apapun, dan tidak
ada tirai yang memisahkan
panggung dari penonton.
Copyright 2004, by the Japan Arts Council. Copyright 2004, oleh Dewan Kesenian Jepang
All rights reserved. All rights reserved.

http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en|
id&u=http://www.highbeam.com/doc/1G1-
153361499.html&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhh_wmTzr7V4eiz8H1AyCyPrktv2Tw

Bentuk kyogen Noh dan teater Jepang disempurnakan selama periode Muromachi (1336-1568)
dan (digabungkan sebagai Nogaku) mereka terdiri dari teater bangsawan tradisional Jepang
masih dilakukan hari ini. Although they evolved alongside each other, sharing various theatrical
elements and being performed together on the same stage, they are separate forms. Meskipun
mereka berevolusi bersama satu sama lain, unsur berbagi berbagai teater dan sedang dilakukan
bersama-sama di panggung yang sama, mereka adalah bentuk terpisah. Their actors' training
programs, which usually pass from generation to generation within a family, are different, and
actors of one form do not perform the other. pelatihan aktor mereka 'program, yang biasanya
lulus dari generasi ke generasi dalam keluarga, berbeda, dan pelaku dari satu bentuk tidak
melakukan yang lain. Noh (literally, "skill or ability"), the lyrical traditional Japanese theater,
draws its material from many sources and its form from ritual and folk dances. Noh (harfiah,
"keterampilan atau kemampuan"), teater Jepang liris tradisional, menarik materi dari berbagai
sumber dan bentuk dari ritual dan tarian rakyat. It is essentially a poetic, quasi-religious musical
drama, usually without dramatic conflict. Ini pada dasarnya adalah sebuah drama, puitis musikal
kuasi-religius, biasanya tanpa konflik dramatis. Generally, only the main actor wears a mask.
Umumnya, hanya aktor utama memakai masker. The performance is accompanied by a chorus (ji
utai) of six to ten actors and a musical band (hayashi) comprised of a flautist and two or three
drummers. Kinerja disertai dengan paduan suara (ji utai) dari enam sampai sepuluh aktor dan
sebuah band musik (Hayashi) terdiri dari pemain suling dan dua atau tiga drumer. The chorus
plays a narrative role or may even chant the lines of the main character. paduan suara
memainkan peran narasi atau bahkan mungkin mengucapkan baris karakter utama. The rhythm
of the drums and the tension suggested by the flute add an important element of the performance.
Irama drum dan ketegangan yang disarankan oleh seruling menambahkan elemen penting
kinerja. The play is acted with very few props, on a raised, resonant, and empty stage. Sandiwara
ini bertindak dengan props sangat sedikit, di panggung yang mengangkat, resonansi, dan kosong.
The second form, Kyogen (literally, "ecstatic speech") comprises relatively short comic plays
that serve as interludes between the serious Noh plays. Bentuk kedua, kyogen (harfiah, "pidato
senang") terdiri dari memainkan komik yang relatif pendek yang berfungsi sebagai selingan
antara Noh serius bermain. The plots are based in the present, and the texts express a stylized
form of the vernacular of the Muromachi period. Plot didasarkan pada saat ini, dan teks-teks
mengekspresikan bentuk vernakular bergaya dari periode Muromachi. Kyogen can evoke modes
of farce, satire, tragicomedy, or various other genres that deal with the daily life of the lower and
middle classes. Kyogen dapat membangkitkan mode lelucon, sindiran, tragikomedi, atau
berbagai genre lainnya yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari kelas bawah dan
menengah. Relationships between an ordinary man and his wife or lover, or between a master
and his servant, are the most common themes in Kyogen, contrasting with the more serious
appearances of ghosts, gods, and demons in Noh. Hubungan antara orang biasa dan istrinya atau
kekasih, atau antara master dan hamba-Nya, adalah tema-tema yang paling umum di kyogen,
kontras dengan penampilan yang lebih serius dari hantu, dewa, dan setan dalam Noh. An
exploration of the full dramatic meaning and structure of Nogaku as the combination of Noh and
Kyogen reveals these as two dichotomous forms that complement each other, with the various
dramatic elements of each molded in a harmony of contrasts that create balance and dynamism.
Eksplorasi arti dramatis penuh dan struktur Nogaku sebagai kombinasi dari Noh dan kyogen
mengungkapkan ini sebagai dua bentuk dikotomis yang saling melengkapi, dengan berbagai
elemen dramatis dari masing-masing dituangkan dalam suatu harmoni kontras yang menciptakan
keseimbangan dan dinamisme.
This harmony of contrasts, which I consider as one of the most important concepts of the
traditional Japanese theater, originated in Chinese philosophy, which teaches that change is the
main factor in cosmic existence. Ini harmoni kontras, yang saya anggap sebagai salah satu
konsep yang paling penting dari teater tradisional Jepang, berasal dari filsafat Cina, yang
mengajarkan bahwa perubahan adalah faktor utama dalam keberadaan kosmik. This notion of
change taking place between two poles led to the concept that seeks to fuse contradictory
elements into a unified harmony. Gagasan perubahan yang terjadi antara dua kutub mengarah ke
konsep yang berusaha untuk elemen sekering bertentangan menjadi bersatu harmoni. The
Chinese philosophers termed the two poles of each contrast yin and yang (in and yo in Japanese).
Para filsuf Cina disebut dua kutub kontras masing-masing yin dan yang (dalam dan yo dalam
bahasa Jepang). While yang represents activity, positivity, masculinity, heat, brightness, and so
forth, yin represents the opposite--passivity, negativity, femininity, coldness, darkness, and so
forth. Sementara Yang mewakili aktivitas, positif, maskulinitas, panas, kecerahan, dan
sebagainya, yin merupakan kebalikan - pasif, negatif, femininitas, rasa dingin, kegelapan, dan
sebagainya. Through the interaction of these opposing principles, all phenomena of the universe
are produced. Melalui interaksi prinsip-prinsip yang berlawanan, semua fenomena alam semesta
yang dihasilkan. Each contrast possesses two contradictory states: static and dynamic. Setiap
kontras memiliki dua negara bagian bertentangan: statis dan dinamis. At all times there is a
harmonic balance between the two poles of each contrast, which exist side by side, creating a
dynamic interaction that replaces and regenerates the other; and each of them contains a minor
manifestation of the other. Pada setiap saat ada keseimbangan harmonis antara dua kutub
masing-masing kontras, yang ada berdampingan, menciptakan interaksi dinamis yang
menggantikan dan melahirkan yang lain, dan masing-masing berisi manifestasi kecil dari yang
lain.
The Chinese concept of harmony of contrasts, adopted by the Japanese in the seventh century,
was already well established by the eighth century. Konsep Cina harmoni kontras, yang diadopsi
oleh Jepang pada abad ketujuh, sudah mapan pada abad ke delapan. (1) The way of life derived
from this concept is still evident today in many areas in Japan. (1) Cara hidup berasal dari konsep
ini masih hari ini terlihat di berbagai wilayah di Jepang. As was the case in other areas of life,
Japanese classical theater too was greatly influenced by this concept, employing not only one
pair of Chinese philosophical contrasts but two. Seperti halnya di daerah lain kehidupan, teater
klasik Jepang juga sangat dipengaruhi oleh konsep ini, mempekerjakan tidak hanya satu pasang
Cina filosofis kontras tapi dua. In addition to the contrast of in/yo that relates in particular to
formative contrasts (dark/light, quiescence/movement, feminine/masculine, weak/strong,
bent/straight, and so forth), there is the contrast of kyo (fiction, false, abstract, and empty) and
jitsu (reality, real, concrete, and full). Selain kontras dari dalam / yo yang berhubungan
khususnya untuk formatif kontras (gelap / terang, ketenangan / gerakan, feminin / maskulin,
lemah / kuat, bengkok / lurus, dan sebagainya), ada kontras kyo (fiksi , palsu, abstrak, dan
kosong) dan Jitsu (realitas, penuh nyata, beton, dan). The kyo and jitsu relate to the essence of
the material, and form the basis of the theatrical medium--the coexistence and dynamic
interaction of two alternate worlds, fiction and reality. Para kyo dan Jitsu berhubungan dengan
esensi dari materi, dan bentuk dasar dari medium teater - koeksistensi dan interaksi dinamis dari
dua dunia alternatif, fiksi dan kenyataan.
The consolidators of Noh and Kyogen discuss the importance of this aspect in their art. The
konsolidator dari Noh dan kyogen membahas pentingnya aspek dalam seni mereka. In Fushi
kaden (The Transmission of the Flower of Forms), the first treatise by Zeami Motokiyo (c.1363-
1443), this consolidator and most important master in Noh history, emphasizes the importance of
the harmony between in and yo, and provides a concrete example in the contrasts that must be
created between the mood of acting and the time of performance or the weather; for example,
against the in atmosphere of nighttime or gloomy weather, the actor must play brightly, creating
a yo feeling, whereas against the yo atmosphere of daytime or warm weather, the actor must play
softly, creating an in feeling. Dalam kaden Fushi (The Transmisi dari Bunga Formulir), risalah
pertama dengan Zeami Motokiyo (c.1363-1443), ini konsolidator dan master yang paling penting
dalam sejarah Noh, menekankan pentingnya harmoni antara dalam dan yo, dan menyediakan
contoh konkret dalam kontras yang harus diciptakan antara mood akting dan waktu kinerja atau
cuaca, misalnya, melawan dalam suasana malam hari atau cuaca mendung, aktor harus
memainkan terang, menciptakan yo perasaan, sedangkan terhadap yo suasana cuaca siang hari
atau hangat, aktor harus bermain lembut, membuat dalam perasaan. (2) In Shugyoku tokka (To
Pick up Gems and Obtain the Flower), he reiterates and strengthens this idea, (3) and in another
chapter of Fushi kaden, he generalizes this concept for all aspects of Noh: "Sometimes when the
artist is unable to perform a masterpiece, it can be assumed that the reason for it is the
disharmony between in and yo." (2) Dalam Shugyoku tokka (Untuk Angkat Gems dan Dapatkan
Bunga), dia menegaskan kembali dan memperkuat ide ini, (3) dan di lain bab dari kaden Fushi,
ia generalizes konsep ini untuk semua aspek Noh: "Kadang-kadang saat artis tidak dapat
melakukan karya, maka dapat diasumsikan bahwa alasan untuk itu adalah ketidakharmonisan
antara dan yo. " (4) The Kyogen master Okura Toraakira (1597-1662) includes in his book
Waranbe-gusa ([To My] Young Followers), the first and maybe most important theoretical book
in the history of the Kyogen, an entire chapter addressing the Chinese philosophy of harmony of
contrasts, (5) throughout the book he discusses the possibilities and importance of application of
this concept to the various theatrical elements in Kyogen, such as contrasting locations in the
theatrical space (6) and contrasting forces in the stamping of feet. (4) master kyogen Okura
Toraakira (1597-1662) termasuk dalam bukunya gusA buku Waranbe-([To My] Young
Followers), yang pertama dan mungkin buku teoritis yang paling penting dalam sejarah kyogen,
satu bab mengatasi Cina filsafat harmoni kontras, (5) seluruh buku yang membahas
kemungkinan dan pentingnya penerapan konsep ini ke berbagai elemen teater kyogen, seperti
kontras lokasi di ruang teater (6) dan kontras pasukan di cap kaki . (7) In addition to the
dichotomies within Kyogen itself, Okura Toraakira presents it as the
dichotomous/complementary pole of Noh: (7) Selain dikotomi dalam kyogen sendiri, Okura
Toraakira menyajikan sebagai tiang / dikotomus pelengkap dari Noh:

Noh turns fiction (kyo) into reality (jitsu). Noh fiksi (kyo) menjadi
kenyataan (Jitsu).
Kyogen turns reality into fiction. Kyogen berubah realitas menjadi fiksi.
Noh is in front. Noh di depan. Kyogen is backward. Kyogen adalah mundur.
(8) (8)
I. Okina: A Ritualistic Prelude I. Okina: A Prelude ritualistik
The concept of harmony of in and yo and of kyo and jitsu between Noh and Kyogen and within
each of them is represented in the unique piece called Okina (The Old Man) or Shiki sanban, the
most ancient work in the Nogaku repertoire. Konsep harmoni dan yo dan kyo dan Jitsu antara
Noh dan kyogen dan dalam masing-masing diwakili di bagian unik yang disebut Okina (Pak
Tua) atau sanban Shiki, pekerjaan yang paling kuno di repertoar Nogaku. Differing completely
from any other Noh or Kyogen play in its lack of narrative, identifiable characters, and setting,
Okina also features Nogaku's most essential dichotomies--the human/superhuman,
blessing/threat and fiction/reality. Berbeda sekali dari Noh lain atau bermain kyogen dalam
kurangnya narasi, karakter diidentifikasi, dan pengaturan, Okina juga dilengkapi dikotomi
Nogaku paling penting - dalam / manusia super, berkat / ancaman dan fiksi / realitas. Called
"Noh which is not Noh;' the piece originated in an ancient ritual called Shiki sanban and retains
religious and ritualistic characteristics intended to win the help of the gods in obtaining peace
and prosperity. All its performers must undergo rituals of purification before the performance,
and the role of Okina is usually performed by a Noh iemoto (family head), the leader of one of
the five existing Noh schools of performers of main characters. In the old days this piece opened
each section of Nogaku performance; it is still performed today in celebration of the New Year
or at the inauguration of a new Noh stage. (9) Disebut "Noh yang tidak Noh, 'benda berasal dari
sebuah ritual kuno yang disebut Shiki sanban dan tetap mempertahankan ciri agama dan ritual
dimaksudkan untuk memenangkan membantu para dewa dalam memperoleh perdamaian dan
kemakmuran Semua pemain yang harus menjalani ritual pemurnian sebelum kinerja. , dan peran
Okina biasanya dilakukan oleh iemoto Noh (kepala keluarga), pemimpin salah satu dari lima
sekolah Noh ada pelaku karakter utama Di masa lalu bagian ini dibuka setiap bagian dari kinerja
Nogaku;. itu masih dilakukan hari ini di perayaan Tahun Baru atau pada peresmian tahap Noh
baru. (9)
Okina is divided into two acts, with each act subdivided into two sections. Okina dibagi menjadi
dua tindakan, dengan masing-masing bertindak dibagi menjadi dua bagian. The first act is
performed by two Noh actors and the second act by a single Kyogen actor. Tindakan pertama
adalah dilakukan oleh dua aktor Noh dan tindakan kedua dengan seorang aktor kyogen tunggal.
An unmasked actor performs the first section of each act: a Noh actor performs the dance of a
character called Senzai in the first act, and a Kyogen actor performs a dance called momi no dan
in the second act. Membuka tabir aktor melakukan bagian pertama dari tindakan masing-masing:
aktor Noh melakukan tarian karakter yang disebut Senzai dalam tindakan pertama, dan seorang
aktor kyogen melakukan tarian yang disebut tidak Momi dan dalam tindakan kedua. These are
the "human" sections. Ini adalah "manusia" bagian. In the second section of each act an actor
affixes a mask to his face on the stage, dances, takes off the mask, and leaves the stage: the Noh
actor performs the ceremonial chant and dance of Okina and the Kyogen actor performs the suzu
no dan dance of Sanbaso. Dalam bagian kedua dari setiap tindakan aktor afiks masker ke
wajahnya di panggung, tarian, melepas topeng, dan daun panggung: aktor Noh melakukan
upacara nyanyian dan tarian Okina dan aktor kyogen melakukan Suzu no dan tarian Sanbaso.
These represent the metamorphosis of a human being into a god on the stage in front of the
audience. Ini merupakan metamorfosis dari manusia menjadi dewa di atas panggung di depan
penonton.
The masks and their use in Okina are based upon the dichotomies of face and mask and between
contradictory masks. Topeng dan penggunaannya dalam Okina didasarkan pada dikotomi wajah
dan topeng dan antara topeng bertentangan. The two masks used are hakushikijo (white-style old
man), the mask of Okina (fig. 1), worn by a Noh actor; and kokushikijo (black-style old man),
the mask of Sanbaso (fig. 2), worn by a Kyogen actor. Dua masker digunakan adalah hakushikijo
(orang tua putih-style), topeng Okina (gbr. 1), dikenakan oleh seorang aktor Noh, dan
kokushikijo (orang tua hitam-style), topeng Sanbaso (gbr. 2), dikenakan oleh aktor kyogen. Both
are almost identically carved and more stylized than any other Noh mask, with the facial
wrinkles symmetrically arranged around the entire face. Keduanya hampir identik diukir dan
lebih bergaya daripada topeng Noh lain, dengan wajah keriput simetris mengelilingi seluruh
wajah. The lower part of the mask (the jaw and lower lip) is connected to the upper part by
strings; all other Noh masks are made of one piece. Bagian bawah topeng (rahang dan bibir
bawah) dihubungkan ke bagian atas dengan string; semua topeng Noh lainnya terbuat dari satu
bagian. Differences between the two masks of Sanbaso and Okina include contrasts in color--
black and white, which are the symbols of in/yo; contrasts in the eyebrows--Okina's are like two
small balls of soft artificial material, and Sanbaso's are made of fiber and resemble real hair; and
contrasts in mustaches--Okina's mustache is painted on, while Sanbaso's is made of fiber.
Perbedaan antara dua topeng Sanbaso dan Okina termasuk kontras dalam warna - hitam dan
putih, yang merupakan simbol dari dalam / yo, kontras di alis - Okina adalah seperti dua bola
kecil dari bahan buatan yang lembut, dan Sanbaso adalah terbuat dari serat dan mirip dengan
rambut asli, dan kontras di kumis - kumis Okina adalah dilukis pada, sementara Sanbaso adalah
terbuat dari serat. These differences are an expression of kyo/jitsu, making Okina's mask
understood as that of a god while Sanbaso's looks more human. Perbedaan-perbedaan ini
merupakan ekspresi kyo / Jitsu, membuat topeng Okina's dipahami sebagai bahwa dewa
sementara Sanbaso's terlihat lebih manusiawi.
[FIGURES 1-2 OMITTED] [ANGKA 1-2 dihilangkan]
0kura Toraakira notes in Waranbe-gusa the symbolic value of the colors of masks--gods of
Heaven are white and gods of Earth are black, also representing in and yo, and noon and night.
0kura Toraakira catatan di Waranbe-gusA nilai simbolis dari warna topeng - dewa Surga adalah
putih dan dewa bumi adalah hitam, juga mewakili dan yo, dan siang dan malam. (10) The
Kyogen actor Nomura Manzo VI, also a carver of Noh masks, follows this interpretation, (11)
whereas Gunji Masakatsu sees the colors as representing the dichotomy of a god and a human
being; the white mask of Okina has sacred connotations while the black mask of Sanbaso has
earthly ones. (10) Aktor kyogen Nomura Manzo VI, juga pengukir topeng Noh, berikut ini
interpretasi, (11) sedangkan Gunji Masakatsu melihat warna sebagai mewakili dikotomi dewa
dan manusia; topeng putih Okina memiliki konotasi sakral sedangkan topeng hitam Sanbaso
telah yang duniawi. Gunji questions whether one of the masks alone would be able to create this
meaning without the other. pertanyaan Gunji apakah salah satu masker saja akan mampu
menciptakan makna ini tanpa yang lain. (12) Thus we can either perceive Okina as representing
both the metamorphosis of a human being into a heavenly god or of a human being into an
earthly god--a demon; or if the two masks in themselves represent the dichotomies of the god
and the human being, we can grasp the entire first act (Senzai and Okina) as the part of the god,
and the second act (the two dances of Sanbaso: momi no dan without mask and suzu no dan with
the black mask) as the human part. (12) Dengan demikian kita bisa melihat Okina sebagai
mewakili baik metamorfosis manusia ke dalam surga dewa atau manusia menjadi dewa duniawi
- setan, atau jika kedua masker dalam diri mereka mewakili dikotomi para dewa dan manusia,
kita dapat memahami seluruh tindakan pertama (Senzai dan Okina) sebagai bagian dari dewa,
dan tindakan kedua (dua tarian Sanbaso: Momi dan tidak tanpa topeng dan Suzu tidak ada dan
dengan topeng hitam) sebagai manusia bagian. The masks and the faces of Okina thus manifest
god and human, Heaven and Earth, black and white, in and yo and kyo andjitsu, reflecting the
dichotomies of Noh and Kyogen as well as the dichotomies within each of them. Topeng dan
wajah Okina sehingga nyata dewa dan manusia, Surga dan Bumi, hitam dan putih, dan yo dan
andjitsu kyo, mencerminkan dikotomi dari Noh dan kyogen serta dikotomi dalam masing-masing
dari mereka.
II. II. Structures and Styles Struktur dan Styles
The most important literary edition of the Noh plays in the second half of the twentieth century,
edited by Yokomichi Mario and Omote Akira, (13) classifies them mainly according to three
criteria: 1) the level of reality of the play and its structure; 2) the identity of the main character;
and 3) the location of the play in a five-play cycle of a Noh performance. Edisi sastra paling
penting dari Noh bermain di paruh kedua abad kedua puluh, disunting oleh Yokomichi Mario
dan Omote Akira, (13) mengklasifikasikan mereka terutama berdasarkan tiga kriteria: 1) tingkat
realitas bermain dan strukturnya; 2) identitas dari karakter utama, dan 3) lokasi bermain dalam
siklus lima-play dari pertunjukan Noh. The first and essential classification divides the plays into
Phantasmal Noh (mugen no) or Actual Noh (genzai no), expressing their level of reality.
Klasifikasi pertama dan penting membagi drama ke dalam khayal Noh (Mugen tidak ada) atau
Noh Aktual (genzai tidak), menyatakan tingkat realitas. (14) In Phantasmal Noh, the flow of time
is usually reversed, the main part takes place in the form of a dream, and the main character is a
ghost or superhuman being. (14) Dalam khayal Noh, aliran waktu biasanya terbalik, bagian
utama terjadi dalam bentuk mimpi, dan karakter utama adalah hantu atau manusia super sedang.
In Actual Noh, the action moves in a natural sequence and the main character is generally a real
person. Dalam Noh aktual, tindakan bergerak secara berurutan alam dan karakter utama
umumnya orang sungguhan. (15) (15)
Phantasmal Noh is usually divided into a two-act form (fukushiki), recalling the two-act division
and subdivision of Okina. Khayal Noh biasanya dibagi menjadi bentuk dua-tindakan (fukushiki),
mengingat divisi dua bertindak dan pembagian Okina. In the first act, mae-ba, the waki ("side"--
deuteragonist, secondary), usually a traveler, visits a famous place where he encounters a local
inhabitant, the shire ("doer"--protagonist), and asks to be told the story associated with the place.
Pada tindakan pertama, mae-ba, yang Waki ("sisi" - deuteragonist, sekunder), biasanya seorang
musafir, mengunjungi tempat terkenal di mana ia bertemu dengan penduduk lokal, shire
("pelaku" - protagonis), dan meminta akan menceritakan kisah yang berhubungan dengan tempat
itu. At the end of the tale the storyteller declares that he is in fact the incarnation of the hero of
the tale, upon which he disappears. Pada akhir cerita pendongeng menyatakan bahwa ia
sebenarnya inkarnasi dari kisah pahlawan, atas mana ia menghilang. His disappearance is called
naka iri, exiting the stage. hilangnya-Nya disebut Naka Iri, keluar panggung. After a short
interlude, ai kyogen, in which another local inhabitant performed by a Kyogen actor retells the
story of the play in more colloquial language, the second act (nochi-ba) begins. Setelah selingan
singkat, kyogen ai, di mana penduduk setempat lain yang dilakukan oleh seorang aktor kyogen
menceritakan kembali kisah bermain dalam bahasa yang lebih sehari-hari, tindakan kedua
(Nochi-ba) dimulai. The main actor, who played the shite in the first act, now returns as the hero
in his past form, and recounts his experience through singing and dancing. Aktor utama, yang
bermain shite dalam tindakan pertama, sekarang kembali sebagai pahlawan dalam bentuk masa
lalu, dan menceritakan pengalamannya melalui menyanyi dan menari. At dawn, he disappears.
Di waktu fajar, ia menghilang. The appearance of the shite in the second act is presented as a
dream of the waki, and this is the origin of the category's name. Penampilan shite di babak kedua
disajikan sebagai mimpi Waki, dan ini adalah asal nama kategori itu. The shite character can be
either male or female, young or old, of any social level, and human or superhuman. Karakter
shite dapat berupa laki-laki atau perempuan, muda atau tua, dari setiap tingkat sosial, dan
manusia atau manusia super. The meaning of shite, "doer," set against waki, "side" opposes
action to inaction, and foreground to background. Yang dimaksud dengan shite, "pelaku," set
melawan Waki, "sisi" menentang tindakan untuk tidak bertindak, dan latar depan dengan latar
belakang. In most of the second half of Phantasmal Noh plays, the waki is completely passive,
but remains onstage beside the very active shite, thereby embodying in/yo in terms of
inactive/active. Pada sebagian besar paruh kedua khayal Noh memainkan, Waki benar-benar
pasif, tetapi tetap di atas panggung di samping shite sangat aktif, sehingga mewujudkan di / yo
dalam hal tidak aktif / aktif.
Phantasmal Noh is not always divided into two acts, and a few plays are structured similarly to a
single-act Actual Noh. Khayal Noh tidak selalu dibagi menjadi dua tindakan, dan memainkan
sedikit yang terstruktur sama dengan tindakan-tunggal Noh Aktual. For example, the Phantasmal
Noh play Kiyotsune comprises only one act, and the shite's single appearance as the ghost
functions as its second act. Misalnya, bermain khayal Noh Kiyotsune hanya terdiri dari satu
tindakan, dan penampilan tunggal shite sebagai fungsi hantu sebagai tindakan kedua. In the play,
the wife of the defeated warrior Taira no Kiyotsune, who had drowned himself by jumping from
his ship, yearns to encounter him, and indeed his ghost appears beside her bed. Dalam drama itu,
istri prajurit mengalahkan Taira no Kiyotsune, yang telah tenggelam dirinya dengan melompat
dari kapal itu, ingin sekali bertemu dia, dan memang hantu itu muncul di samping tempat
tidurnya. She is aware that this might be only a dream but is grateful for the possibility of
"seeing" him again. Dia menyadari bahwa ini mungkin hanya mimpi tetapi bersyukur untuk
kemungkinan "melihat" lagi. He had sent a lock of his hair to her as a memento before his death,
but the wife has refused to accept either this memento or his "wilful death" as she calls it. Dia
telah mengirimkan segenggam rambut anak itu untuk dia sebagai kenang-kenangan sebelum
kematiannya, namun istri menolak untuk menerima kenang-kenangan ini baik atau "kematian
disengaja" sebagai dia menyebutnya. Kiyotsune's ghost complains about her rejection and
describes his feelings, telling his wife in dance and song about the final moments of his life,
which constitutes the end of the play. hantu Kiyotsune's mengeluh tentang penolakan dan
menjelaskan perasaannya, mengatakan istrinya dalam tari dan lagu tentang saat-saat akhir
hidupnya, yang merupakan akhir dari bermain. (16) In another example of a single-act
Phantasmal Noh--Matsukaze (Pining Wind)--the two main characters are the ghosts of two
young fisherwomen, Matsukaze and Murasame, and the whole play is structured like the second
act of the two-act pattern. (16) Dalam contoh lain dari tindakan-tunggal khayal Noh - Matsukaze
(merindukan Angin) - dua karakter utama adalah hantu dari dua nelayan muda, Matsukaze dan
Murasame, dan bermain seluruh terstruktur seperti tindakan kedua dua-pola bertindak. They
meet a traveling priest, and cry when they hear him reciting a poem written by Yukihira, a poet
who had loved them. Mereka bertemu seorang imam bepergian, dan menangis ketika mereka
mendengar dia membaca sebuah puisi yang ditulis oleh Yukihira, seorang penyair yang
mencintai mereka. They reveal their identity and proceed to tell the priest about their former
happiness with their beloved Yukihira. Mereka mengungkapkan identitas mereka dan lanjutkan
untuk memberitahu imam tentang mantan kebahagiaan mereka dengan mereka Yukihira tercinta.
Yet here too there is a suggestion of reincarnation: Matsukaze wears the hat and robe of the poet
and dances; she is a ghost manifesting another dead character onstage. Namun di sini juga ada
saran dari reinkarnasi: Matsukaze memakai topi dan jubah dari penyair dan tarian, dia adalah
hantu mewujudkan karakter lain mati di atas panggung. (17) (17)
The category of Phantasmal Noh consists of several harmonic contrasts. Kategori khayal Noh
terdiri dari beberapa harmonik kontras. Life and death are often both presented on the stage, with
the shire as a dead character and the waki, as always, as a live one. Hidup dan mati sering
keduanya disajikan di atas panggung, dengan shire sebagai karakter mati dan Waki, seperti biasa,
sebagai satu hidup. Human and superhuman are contrasted when the shite is a god or a demon
and the waki is a human being. Manusia dan super dikontraskan saat shite adalah dewa atau iblis
dan Waki adalah manusia. Contrast between reality and fiction is created between the part of the
play that occurs in reality and that which occurs in a dream or the imagination of the waki.
Kontras antara realitas dan fiksi yang dibuat antara bagian dari permainan yang terjadi dalam
realitas dan yang terjadi dalam mimpi atau imajinasi Waki tersebut. The appearance of the main
character can create a dichotomy of real and unreal: the main character in the first act maybe a
real one, jitsu, and unreal, kyo, in the second act, as a manifestation of a dream or imagination.
Tampilan karakter utama dapat menciptakan dikotomi nyata dan tak nyata: tokoh utama dalam
tindakan pertama mungkin Jitsu nyata, satu,, dan nyata, kyo, di babak kedua, sebagai perwujudan
dari mimpi atau imajinasi. Ochiai Kiyohiko argues, however, that the dead character in the
second act can be perceived as having been disguised as alive in the first act. Ochiai Kiyohiko
berpendapat, bagaimanapun, bahwa karakter mati dalam tindakan kedua dapat dianggap sebagai
telah menyamar sebagai hidup dalam tindakan pertama. (18) According to this perception the
main character in the first act is the unreal, while the character in the second act is the real one.
(18) Menurut persepsi tokoh utama dalam tindakan pertama adalah nyata, sedangkan karakter di
babak kedua adalah yang nyata.
In one quite rare example a complex network of these sorts of dichotomies is featured
simultaneously. Dalam satu contoh yang cukup langka jaringan kompleks dari jenis dikotomi
adalah fitur secara bersamaan. In the play Futari Shizuka (The Two Shizukas), a village woman
is sent by a priest to pick herbs for a ceremony at the shrine. Dalam bermain Futari Shizuka (Dua
Shizukas), seorang wanita desa dikirim oleh seorang imam untuk memilih herbal untuk sebuah
upacara di kuil. She meets another woman who asks the villager's help to bring rest to her soul.
Dia bertemu seorang wanita yang meminta bantuan warga desa untuk membawa istirahat untuk
jiwanya. She is to do so by getting the priest to make copies of sutras, but without telling him
what the stranger has said, otherwise she, the stranger, will take possession of the villager's soul.
Dia melakukannya dengan mendapatkan imam untuk membuat salinan dari sutra, tetapi tanpa
memberitahu kepadanya apa yang orang asing itu mengatakan, kalau tidak, dia, orang asing itu,
akan memiliki jiwa warga desa. The village woman nonetheless tells the priest and becomes
possessed by the spirit of Shizuka Gozen, sweetheart of the famous warrior Yoshitsune. Wanita
desa tetap memberitahu imam dan menjadi dimiliki oleh semangat Shizuka Gozen, Sayang dari
Yoshitsune prajurit terkenal. The priest realizes this and asks the spirit to perform the dance once
danced by this historical character, and the possessed village woman dances. Imam menyadari
hal ini dan meminta semangat untuk melakukan tarian sekali ditarikan oleh karakter sejarah, dan
tarian desa yang dimiliki perempuan. At this moment, the ghost of Shizuka Gozen herself enters
the stage and dances along with the woman who is possessed by her spirit. Pada saat ini, hantu
Shizuka Gozen dirinya memasuki panggung dan tarian bersama dengan wanita yang dimiliki
oleh jiwanya. (19) The spirit of the "real" dead and its mode of incarnation thus appear
simultaneously on the stage. (19) Semangat mode "nyata" mati dan yang inkarnasi sehingga
muncul bersamaan di panggung.
Actual Noh deals with the world of those who inhabit reality. Noh aktual berkaitan dengan dunia
orang-orang yang mendiami realitas. These plays are generally not divided into two acts, and the
main theme presents a mundane situation, such as a confrontation between characters, as in the
play Ataka, in which Benkei confronts the officers at the barrier in Ataka while trying to pass
and save the life of his master, Minamoto no Yoshitsune; or Jinen Koji, in which Jinen Koji, a
priest, confronts slave traders in order to free a girl who has sold herself into slavery. Ini
memainkan umumnya tidak dibagi menjadi dua tindakan, dan tema utama menyajikan situasi
biasa, seperti konfrontasi antara karakter, seperti dalam memainkan Ataka, di mana Benkei
menghadapi petugas di penghalang di Ataka ketika mencoba untuk lulus dan menyimpan
kehidupan tuannya, Minamoto no Yoshitsune, atau Jinen Koji, di mana Jinen Koji, imam,
menghadapi pedagang budak untuk membebaskan seorang gadis yang telah menjual dirinya ke
dalam perbudakan. These plays culminate in fulfillment of the main character's mission.
Memainkan ini berujung pada pemenuhan misi karakter utama. Other plays of this category
present a character who goes insane, such as Sumidagawa (The Sumida River), in which a
mother loses her stolen child (fig. 3). memainkan lain dari kategori ini menghadirkan karakter
yang pergi gila, seperti Sumidagawa (Sungai Sumida), di mana seorang ibu kehilangan anak nya
dicuri (gbr. 3). The contrasts between Actual Noh and Phantasmal Noh can occur on several
levels: the whole play occurs in reality, against partial reality as in a dream; all the characters are
live people, as opposed to some supernatural characters (dead spirits, gods, and demonic
creatures); time advances consistently, rather than moving from present to past and back; or the
play has no division as opposed to having two acts. Kontras antara Noh Aktual dan khayal Noh
dapat terjadi pada beberapa tingkatan: bermain secara keseluruhan terjadi dalam realitas,
terhadap realitas parsial seperti dalam mimpi, semua karakter adalah orang-orang hidup, karena
bertentangan dengan beberapa karakter gaib (roh orang mati, dewa, dan setan makhluk); uang
muka waktu secara konsisten, daripada bergerak dari sekarang ke masa lalu dan kembali, atau
memutar tidak memiliki divisi sebagai lawan memiliki dua tindakan.
[FIGURE 3 OMITTED] [GAMBAR 3 dihilangkan]
These two categories feature reciprocal elements that create a dynamic state of harmony and a
discernible dramatic tension. Kedua fitur kategori unsur timbal balik yang menciptakan keadaan
dinamis harmoni dan ketegangan dramatis yang jelas. Yokomichi and Omote include this aspect
in their definition of the plays, outlining two additional subcategories. Yokomichi dan Omote
menyertakan aspek dalam definisi mereka memainkan, menguraikan dua subkategori tambahan.
Some plays blend these two patterns equally and are classified by them as Actual/Phantasmal
Noh (genzai/mugen no). Beberapa memainkan perpaduan kedua pola sama dan digolongkan oleh
mereka sebagai Realisasi / khayali Noh (genzai / Mugen tidak). In these, the shite in the first act
is a live person as in Actual Noh, while in the second act he returns to the stage as a ghost--a
Phantasmal Noh. Dalam hal ini, yang shite dalam tindakan pertama adalah orang hidup seperti
pada Noh sebenarnya, sedangkan pada babak kedua ia kembali ke panggung sebagai hantu -
sebuah Noh khayali. This is exemplified in the Noh Kinuta (The Fulling Block), (20) in which a
woman whose husband has spent three years in the capital hears that he will return at the end of
the year, but is later informed that he is unable to return, leading to her insanity from
disappointment, loneliness, and hatred, and eventually to her death. Hal ini dicontohkan dalam
Kinuta Noh (Blok Fulling), (20) di mana seorang wanita yang suaminya telah menghabiskan tiga
tahun di ibukota mendengar bahwa dia akan kembali pada akhir tahun, tetapi kemudian
diberitahu bahwa ia tidak mampu kembali, yang mengarah ke kegilaan dia dari kekecewaan,
kesepian, dan kebencian, dan akhirnya kematiannya. The husband, upon learning of this, returns
and ritually summons her ghost, which appears in an embittered mood and … Sang suami,
setelah belajar dari ini, retur dan ritual panggilan hantu nya, yang muncul dalam suasana hati
sakit hati dan ..
http://qnouyou.wordpress.com/2009/08/08/seni-teater-asal-jepang/
Seni pertunjukan
tradisional yang masih
berjaya di Jepang
dewasa ini adalah
antara lain kabuki, noh,
kyogen dan bunraku.
Kabuki adalah sebuah
bentuk teater klasik
yang mengalami
evolusi pada awal abad
ke-17. Ciri khasnya
berupa irama kalimat
demi kalimat yang
diucapkan oleh para
aktor, kostum yang
super-mewah, make-up
yang mencolok (kumadori), serta penggunaan peralatan mekanis untuk mencapai efek-efek
khusus di panggung. Make-up menonjolkan sifat dan suasana hati tokoh yang dibawakan aktor.
Kebanyakan lakon mengambil tema masa abad pertengahan atau zaman Edo, dan semua aktor,
sekalipun yang memainkan peranan sebagai wanita, adalah pria.
Noh adalah bentuk teater musikal yang tertua di Jepang. Penceritaan tidak hanya dilakukan
dengan dialog tapi juga dengan utai (nyanyian), hayashi (iringan musik), dan tari-tarian. Ciri
khas lainnya adalah sang aktor utama yang berpakaian kostum sutera bersulam warna-warni, dan
mengenakan topeng kayu berlapis lacquer. Topeng topeng itu menggambarkan tokoh-tokoh
seperti orang yang sudah tua, wanita muda atau tua, dewa, hantu, dan anak laki-laki.
Kyogen adalah sebuah bentuk teater klasik lelucon yang dipagelarkan dengan aksi dan dialog
yang amat bergaya. Ditampilkan di sela-sela pagelaran noh, meski sekarang terkadang
ditampilkan secara tunggal.
Bunraku, yang menjadi populer sekitar akhir abad ke-16, merupakan jenis teater boneka yang
dimainkan dengan iringan nyanyian bercerita dan musik yang dimainkan dengan shamisen (alat
musik petik berdawai tiga). Bunraku dikenal sebagai salah satu bentuk teater boneka yang paling
halus di dunia

http://nielpoenya.blogspot.com/
http://nielpoenya.blogspot.com/2010/09/seni-tradisional-jepang.html

Seni Tradisional JEPANG


Jepang termasuk Negara yang memiliki kebudayaan tradisional yang masih bertahan
atau tidak lekang oleh waktu. Seni tradisonal yang masih berjaya di Jepang sampai saat
ini antara lain Kabuki, Noh, Kyogen, dan Bunraku.

Kabuki, adalah sebuah bentuk teater klasik yang mengalami evolusi pada awal abad
ke-17. Ciri khasnya berupa irama kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh aktor,
kostum yang mewah, make-up yang mencolok (kumadori), serta peralatan mekanis
untuk menciptakan efek-efek dramatis di atas panggung. Make-up menonjolkan sifat
dan suasana hati yang dibawakan aktor. Kebanyakan lakon mengambil tema masa abad
pertengahan atau zaman Edo. Semua pemain adalah pria.

Noh, adalah teater musikal tertua di Jepang. Penceritaan tidak hanya dilakukan dengan
lakon, tetapi juga dengan utai (nyanyian), hayashi (iringan musik), dan tari-tarian. Ciri
khas lainnya adalah sang aktor utama menggunakan pakaian sutera bersulam warna-
warni dengan mengenakan topeng kayu berlapis laka. Topeng-topeng itu
menggambarkan lakon yang dibawakan, seperti orang tua, anak-anak, hantu, dll.
Kyogen, adalah bentuk teater klasik lelucon. Kyogen dibawakan dengan lakon yang
amat bergaya, dan biasanya ditampilkan di sela-sela noh. Namun sekarang terkadang
ditampilkan secara tunggal.

Bunraku, yang menjadi populer sekitar abad ke-16, merupakan jenis teater boneka
yang dimainkan dengan iringan nyanyian bercerita dan musik yang dimainkan dengan
shamisen (alat msuik petik berdawai tiga). Bunraku terkenal sebagai salah satu bentuk
teater boneka terhalus di dunia.

Berbagai seni tradisional lainnya, seperti upacara minum teh, dan Ikebana (seni
merangkai bunga), terus hidup sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat
Jepang. Upacara minum teh (chado atau shado) adalah tata cara yang diatur sangat
halus dan teliti untuk menghidangkan dan meminum teh hijau matcha (dalam bentuk
bubuk). Upacara minum teh ini bukan hanya sekedar ritual membuat dan menyajikan
teh, tapi lebih dari itu, upacara ini merupakan rangkaian seni yang mendalam yang
membutuhkan pengetahuan luas dan kepekaan yang sangat halus. Sado juga menjajaki
tujuan hidup dan mendorong timbulnya apresiasi terhadap alam.

Seni merangkai bunga Jepang (Ikebana), berasal dari sajian bunga Budhis di masa
awalnya dan telah mengalami evolusi selama tujuh abad. Seni ini tidak hanya
menggunakan bunga untuk dekoratif saja, karena setiap unsur dari sebuah karya
Ikebana dipilih secara sangat cermat termasuk bahan tanaman, wadah dimana ranting
dan bunga akan ditempatkan, serta keterkaitan ranting-ranting dengan wadahnya dan
ruang sekitarnya.

Seni tradisional Jepang di atas adalah seni tradisional yang sudah sangat tua dan masih
tetap bertahan sampai sekarang tanpa dipengaruhi oleh modernisasi barat. Oleh
Sensei Hery (Matriks 9)
Teks asli Inggris
Noh and Kyogen are both performed upon a very special type of stage known simply as a "Noh

stage."

Sarankan
terjemahan yang
lebih baik

Anda mungkin juga menyukai