Anda di halaman 1dari 8

Nama

: Bagus Priyambada

NIM

: 125120100111053

Judul

: Cosplay

Bab 1 Pendahuluan
Latar Belakang
Budaya Jepang siapa yang tak mengenalnya, budaya yang telah meluas tidak
hanya dikenal di Jepang saja akan tetapi telah dikenal di seluruh penjuru dunia. Segala
budaya unik yang khas ala Jepang telah dikonsumsi oleh beragam masyarakat.
Perkembangan terhadap budaya Jepang telah dimulai dari restorasi meiji yang
mengubah negara kepulauan di timur wilayah Benua Asia ini menjadi negara industri
seperti sekarang. Perkembangan pesat yang dialami oleh Jepang karena perubahan yang
signifikan melalui industrialisasi yang mereka lakukan. Yang hingga memunculkan
industri yang sangat menguntungkan bagi Jepang terutama dalam memperkenalkan
budaya-budaya lokalnya yaitu melalui indutri seni kreatif. Selain itu juga mereka juga
memperkenalkan budaya jepang melalui acara televisi Cool Japan yang disiarkan pada
salah satu stasiun televisi NHK yang berasal dari Jepang. Acara ini yang bertujuan
untuk memperkenalkan fashion, anime, game-game, dan makanan serta budaya di
Jepang bertujuan untuk memperkenalkan kepada turis-turis asing agar menjadi sebuah
trend yang menarik (sumber: cooljapan.nhk).
Industri seni kreatif bisa dibilang merupakan cikal bakal perkembangan Jepang
sebagai negara superpower. Seni kreatif Jepang yang lebih banyak menghasilkan karya
berupa bahan bacaan maupun bahan tontonan yang sangat menghibur. Didalamnya
berisikan kehidupan kebanyakan masyarakat Jepang yang turut digambarkan dengan
jelas budaya lokal yang ada di Jepang. Anime dan manga merupakan yang paling laris
dari industri seni kreatif Jepang. Karena berkat kemasan yang menarik sehingga mudah
untuk menarik masyarakat dunia untuk lebih mengenal Negara Jepang dan budayanya.
Fenomena ini turut mempengaruhi kebutuhan masyarakat dunia untuk terus
membutuhkan Jepang sebagai poros dunia, terutama pada sektor industri seni kreatif.

Fenomena ini juga memunculkan sebuah fenomena baru dalam memunculkan individuindividu dan kelompok yang disebut sebagai otaku.
Otaku ini adalah sebutan bagi orang-orang pecinta/ fans/ penggemar suatu
bidang tertentu. Begitu banyak bermacam-macam jenis otaku yang ada di Jepang, akan
tetapi yang paling mendominasi adalah otaku pada anime dan manga Jepang. Begitu
banyak yang menjadi kebiasaan para otaku dalam menunjukkan kecintaannya terhadap
para tokoh fiksi yang digermari, terutama otaku yang menggemari pada serial manga
dan anime Jepang. Seperti mengumpulkan action figure dari tokoh fiksi hingga pernakpernik lainnya. Di Jepang para otaku bahkan mengumpulkan setiap majalah manga
(shonenjump) yang dijual berkala mingguan dan bulanan dan juga dalam bentuk kaset
DVD oleh perusahaan penerbit. Tidak berhenti disitu saja, adapula yang menunjukkan
bentuk kecintaannya melalui berdandan selayaknya tokoh fiksi di dalam dunia nyata.
Kegiatan tersebut yang biasa disebut dengan cosplay.
Cosplay merupakan kegiatan yang bertujuan untuk berpenampilan menarik
dengan berpakaian atau mengenakan kostum beserta aksesoris dan merias wajah yang
kemudian bertindak berperilaku sehingga menyerupai meniru tokoh anime, manga,
band favorit (J-pop/ J-rock), tokusatsu, ataupun tokoh dalam permainan video game.
Menurut Bainbridge (2013) cosplay melibatkan orang mengambil peran dalam bentuk
fisik dan mental dari suatu karakter. Cosplay sendiri merupakan bagian dari kebiasaan
otaku yaitu individu atau kelompok yang begitu mencintai bidang tertentu, disini yang
mereka cintai merupakan tokoh-tokoh karya fiksi anime, manga, game, idol, j-pop/ jrock. Cosplay dapat didefinisikan sebagai seni pertunjukkan. Sehingga cosplay berbeda
dengan perayaan haloween. Cosplay sendiri di Jepang lebih dikenal dalam convensiconvesi anime dan manga. Penamaan cosplay (kosupureya) adalah istilah yang berasal
dari bahasa Inggris buatan Jepang (wasei-eigo) yang berasal dari kata costume ()
dan play ( ). Sehingga cosplay dapat diartikan juga sebagai mengenakan kostum
atau bertindak sebagai karakter anime, manga, band terkenal (J-pop/ J-rock), tokusatsu,
atau video game.

Penamaan cosplay pertama kali dipopulerkan di Jepang oleh Nobuyaki


Takahashi pada majalah-majalah di Jepang pada tahun 1983-1984. Dilansir dari
kotaku.com perilaku cosplay ini sudah dilakukan oleh Mahasiswa Jepang pada tahun
1970-an. Mereka berdandan sebagai manga dan karakter anime, dan kemudian mereka
menghadiri manga dan anime konvensi (yang diadakan di festival sekolah dan festival
universitas). Pada saat itu istilah berdandan sebagai cosplay tersebut dikenal dengan
kasou ( ). Meski cosplay dipopulerkan di Jepang, sesungguhnya sejarah cosplay
sendiri bukan berasal dari Jepang. Sejarah cosplay dimulai dari konferensi film sainsfiksi yang diadakan di Amerika Serikat (AS) yang disebut Konvensi Tahunan SainsFiksi Dunia atau lebih dikenal dengan Konfensi Worlddotcom, yang merupakan
pertemuan akbar para penggemar film sains-fiksi dari film Star Wars dan Star Trek.
Kedua francise kedua film tersebut merupakan film yang sangat populer diantara para
remaja hingga para orangtua dan dikenal sebagai film yang sangat terkenal di dunia saat
itu terutama di Amerika Serikat (AS). Para penggemar tersebut dengan berpenampilan
dan berdandan layaknya menjadi karakter dalam film sains-fiksi Star Wars dan Star
Trek. Kebiasan berpenampilan dan berdandan sebagai tokoh fiksi ini lebih dikenal
sebagai masquerade dalam budaya barat. Cosplay
Walaupun didaptasi dari negara Amerika Serikat, cosplay kemudian menjadi
sangat berkembang dengan pesat di Jepang dan bahkan menjadi kegiatan yang memiliki
agendanya sendiri pada tiap tahunnya. Mereka yang melakukan aktivitas cosplay ini
adalah cosplayer. Menurut Winge (2006) dan Bainbrigde (2013) dalam cosplay
melibatkan 4 poin. Yang meliputi, pertama narasi. Para cosplayer harus memunculkan
kepribadian dari kisah karakter fiksi. Kedua, pakaian atau kostum. Cosplayer
mengenakan desain pakaian yang terlihat familiar yang menunjukkan khas dari karakter
fiksi. Ketiga, bermain. Cosplayer melakukan tingkah laku semirip dan seakurat
mungkin dengan tokoh fiksi. Keempat, pemain. Cosplayer sebagai pemain peran juga
harus memiliki karakter dan identitas sebagai cosplayer. Identitas cosplayer dengan
kepribadian dan alur cerita dari tokoh karakter yang dicintai. Dan inilah tujuan utama di
balik cosplay (Rosenburg,nd).

Berkembangnya cosplay di Tanah Air ini dipicu oleh bermunculannya eventevent jejepangan dalam tajuk Japan Festival atau Japan Matsuri, yang telah sering
diadakan di sejumlah kota-kota besar di Indonesia dari awal tahun 2000-an. Salah
satunya adalah event yang ada di Jakarta dengan konsep Japan Matsuri/ Japan Exchange
adalah AFAID (Anime Festival Asia InDonesia) yang digelar tiap tahunnya sejak tahun
2012. Event tersebut merupakan salah satu bentuk kerjasama pemerintah Indonesia
dengan pemerintah Jepang. Di Malang sendiri Berbagai event Japan Festival atau Japan
Matsuri yang telah diselenggarakan selama satu dekade ini di Malang meliputi Japan
Culture Daisuki, Ishoni Tanoshimashou, Utsuru, Comicon, dan Bunkansai yang
merupakan event tahunan yang bisa dinikmati masyarakat di Malang pada setiap
tahunnya. Berbagai macam produk industri seni kreatif Jepang merupakan cikal bakal
berkembangnya Cosplay saat ini. Lambat laun cosplay kini sudah digemari dan diminati
oleh masyarakat, salah satunya di Malang. Event-event jejepangan yang banyak
diselenggarakan di lingkungan pendidikan (di dalam kampus perguruan tinggi dan
sekolah-sekolah SMA) sehingga peminatnya mayoritas dari kalangan pelajar ataupun
mahasiswa, walaupun tidak sedikit diantaranya yang sudah berkarir dan berkeluarga.
Mereka para peminat cosplay mencintai karakter-karakter, tokoh yang mereka
tiru. Dalam hal peniruan ini meliputi gerak-gerik, mimik bicara, cara berpakaian,
berpenampilan sedemikian rupa bak aslinya. Agar peran yang ditampilkan sesuai
dengan yang diharapkan maka para cosplayer akan berusaha dalam melakukan
persiapan-persiapan sebelum melakukan kagiatan menjadi cosplay tersebut. Karena
tidak semua orang yang menyukai cosplay memutuskan untuk menjadi cosplayer.
Dengan alasan untuk menjadi cosplayer harus selain harus memiliki niat juga harus
postur tubuh yang sesuai. Adapun yang memiliki postur yang tidak sesuai akan terlihat
kurang menarik bagi dirinya maupun orang lain. Seiring dengan meningkatnya minat
kepada kegiatan cosplay bermunculan komunitas cosplay, salah satunya komunitas
cosplay Cosuki Malang yang merupakan komunitas yang memiliki anggota aktif
sebagai cosplayer. Komunitas yang anggotanya terdiri dari pemuda-pemudi dari
kalangan pelajar juga mahasiswa dan orang yang benar-benar menyukai cosplay
melakukan cosplay baik sebagai hobi ataupun sebagai pekerjaan. Dengan dibuktikannya

banyak event-event jejepangan yang telah lalu-lalang rutin mereka ikuti. Tidak sedikit
penghargaan yang mereka dapati dalam ajang kontes cosplay yang mereka geluti.
Sering mengisi acara dalam event jejepangan menjadikan komunitas ini semakin tidak
asing lagi pada para pecinta jejepangan terutama di Malang.
Menyadari hal tersebut peneliti menemukan ada manajemen kesan yang harus
dilakukan oleh cosplayer dalam memerankan setiap perannya sebagai cosplay sebelum
dan saat pertunjukan di depan para penonton. Agar saat berpenampilan sebagai cosplay
semakin menarik dan sedemikian rupa menyerupai bak tokoh aslinya, para cosplayer
melakukan mimik gesture dan penampilan yang serupa dengan tokoh aslinya. Dari sini
terdapat perbedaan antara penyampaian pesan disaat backstage dan juga frontstage agar
semakin memaksimalkan pekerjaan sebagai cosplay. Berdasarkan latar belakang diatas
peneliti ingin meneliti lebih dalam bagaimana proses pengelolaan pesan oleh cosplayer
pada komunitas Cosuki Malang.
Rumusan Masalah
Bagaimana anggota Cosuki mengelola manajemen kesan sebagai cosplay?
Bagaimana proses yang terjadi saat backstage dan juga frontstage pada anggota Cosuki?
Bagaimana hubungan yang terjalin pada komunitas Cosuki?
Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengetahui bagaimana anggota Cosuki memaknai manajemen kesan ketika berlaku
sebagai cosplayer.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:
Manfaat Akademik
Memperdalam pemahaman kajian mengenai manajemen kesan dan cosplay.

Menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian mengenai
manajemen kesan dan cosplay.
Manfaat Non-Akademik

Bab II Kajian Pustaka


Cosplay
Menejemen Kesan
Penelitian Terdahulu
Judul

Fokus

Metode

Hasil

Peta Konsep
Bab III Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan
menggunakan metode penelitian ini, dapat diketahui pengalaman-pengalaman
subyektif dari informan selaku pelaku yang mengetahui maupun mengalami
situasi yang dimaksud. Karena hal ini memuat pandangan-pandangan individu,
yang hanya dapat dipahami melalui metode penelitian kualitatif. Sedangkan
pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan
fenomenologi, yaitu sebuah pendekatan yang merupakan pandangan berfikir
yang menekankan pada fokus pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan
interpretasi-interpretasi manusia (Hamid, 2005).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada Komunitas Cosuki Malang.

Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini yaitu pada pengelolaan kesan cosplayer pada
komunitas cosuki malang
Sumber dan Jenis Data
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian ini ditempuh dengan cara teknik
observasi, wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data dapat berupa data
primer maupun data sekunder. Observasi sangat dibutukan mengingat dari situ
dapat diketahui tindakan yang direfleksikan dari pengalaman individu seharihari yang mana sangat tergantung dari kemampuan peneliti sebagai instrument
itu sendiri. Wawancara juga mendukung data primer dari penelitian ini,
sedangkan data sekunder dapat diperoleh dari dokumentasi dan hasil-hasil
bacaan melalui buku ataupun internet yang berkaitan dengan penelitian.
Teknik Pemilihan Informan
Teknik penentuan informan dalam penelitian ini yaitu dengan cara
purposive sampling karena peneliti memiliki kriteria-kriteria tertentu dalam
memilih informan.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan dengan cara membuat transkrip data,
reduksi data (dibuat dalam bentuk matriks), decoding data (memberikan kodekode pada hasil wawancara), horisonalisasi, dan unit-unit makna. Teknik
horisonalisasi sebagaimana menjadi ciri khas pendekatan fenomenologi,
dilakukan dengan cara mendaftar ekspresi yang relevan dengan pengalaman dan
pengetahuan yang diungkapkan individu. Hal tersebut dilakukan secara alami
tanpa intervensi peneliti (bracketing) untuk menjaga fenomena berjalan apaadanya dengan memperlakukan ekspresi informan secara sama.

Keabsahan Data
Bab IV Gambaran Umum
Gambaran Umum Cosuki
Gambaran Umum Cosplay
Gambaran Umum Informan
Bab V Hasil dan Pembahasan

Anda mungkin juga menyukai