Anda di halaman 1dari 39

PENDALAMAN MATERI

(LEMBAR KERJA RESUME MODUL)


NAMA PESERTA : H. Irmansyah, SPd.
NIM : 21123299077
JURUSAN : BIMBINGAN DAN KONSELING

A. JUDUL MODUL : Materi Bidang Layanan Bimbingan Dan Konseling


B. KEGIATAN BELAJAR : Program Tahunan Dan Semesteran Bimbingan dan
Konseling (KB 1)

C. REFLEKSI

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN

1) Rasional 2) Dasar
Hukum

3) Elemen
visi dan

4) Pengembangan
Elemen Program Tema/Topik
Tahunan Layanan
Bimbingan dan
Konseling
5) Rencana
evaluasi, pelaporan
dan tindak lanjut

6) Sarana-
prasarana dan
anggaran biaya

Penyusunan Visi dan Misi


Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Peta Konsep (Beberapa
1 istilah dan definisi) di modul
1) Menjelaskan kondisi masa depan di mana tujuan
bidang studi dan strategi pelayanan bimbingan dan konseling
sekolah efektif dan berhasil dicapai

2) Menjabarkan gambaran yang kaya dan tekstual


tentang seperti apa rasanya sukses dan rasanya

3) Berani dan menginspirasi

4) Menyatakan hasil siswa terbaik yang mungkin


lima sampai lima belas tahun lagi

5) Dapat dipercaya dan dicapai


Penyusunan
Rencana Operasional

1) Bidang layanan 2) Tujuan layanan

3) Komponen
layanan 4) Strategi layanan

5) Kelas 6) Materi

7) Metode 8) Alat/media

9) Evaluasi 10) Ekuivalensi

Keseluruhan program Bimbingan dan Konseling


diharapkan selalu dalam lingkup bidang pelayanan
Bimbingan Konseling, yakni pribadi, social, belajar, dan
1 karir. Dalam penyusunan rencana tindakan ini,
keseluruhan program yang direncanakan dalam setahun
perlu untuk diklasifikasikan ke dalam salah satu dari
keempat bidang tersebut.

Komponen tujuan layanan diisi dengan tujuan umum yang


hendak dicapai dari pelaksanaan suatu program. Tujuan
2 umum merupakan arah yang hendak dicapai konselor
dalam rangka menjawab atau memenuhi kebutuhan
siswa yang teridentifikasi dari hasil asesmen kebutuhan

terdapat empat komponen layanan dalam pelayanan


3 Bimbingan dan Konseling, yaitu layanan dasar, layanan
peminatan dan perencanaan individual, layanan
responsive, dan dukungan sistem
7.

Strategi yang dilakukan dengan pemberian layanan


secara langsung kepada siswa contohnya bimbingan
klasikal, bimbingan kelas besar, bimbingan kelompok,
4 konseling individual, konseling kelompok, dan lain-lain,
sedangkan strategi layanan yang disajikan melalui
media contohnya papan bimbingan, leaflet, dan lain-
lain

5 Komponen kelas diisi dengan asal kelas yang


akan diberi pelayanan Bimbingan dan Konseling

Pada komponen materi diisi arah garis besar atau tema


6 umum yang akan disajikan guna mencapai tujuan
umum

Komponen metode dituliskan strategi yang akan


diimplementasikan dalam layanan Bimbingan dan
7 Konseling. Dalam kegiatan bimbingan klasikal maupun
bimbingan kelas besar/lintas kelas, konselor perlu
menyebutkan metode yang diaplikasikan, misalnya
modelling, ceramah, diskusi, problem based learning,
group investigation, dan lain-lain

Komponen ini diisi dengan media yang digunakan


untuk mendukung proses interaksi konselor dengan
8 siswa selama proses layanan dan bahan-bahan
pendukung lainnya untuk mendorong siswa mendalami
konten atau materi yang disajikan konselor dalam
layanan Bimbingan dan Konseling

Komponen ini diisi dengan instrument evaluasi yang


9 akan digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian
tujuan layanan Bimbingan dan Konseling

Komponen ini diisi dengan waktu yang akan


dialokasikan untuk menyelenggarakan layanan
10 Bimbingan dan Konseling. Cara perhitungan alokasi
0 waktu dihitung merujuk pada Permendikbud Nomor 111
Tahun 2014.
Penyusunan Program Semester
Setelah serangkaian isian rencana operasional diselesaikan, kemudian
konselor menyusun program semester yang diarahkan untuk
menerjemahkan rencana operasional ke dalam rencana urutan waktu
implementasi program Bimbingan dan Konseling. Format program
semester lebih menegaskan garis besar tema kegiatan dari setiap
komponen layanan dan urutan waktu (bulan dan minggu)
pengimplementasiannya.

Dalam Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Konseling


(Kemendikbud, 2016) dijelaskan bahwa terdapat dua komponen
dalam tabel program semesteran, yakni komponen dan kegiatan
layanan, serta bulan. Kolom
‘Komponen dan kegiatan layanan’ diisi tahapan manajemen kegiatan
Bimbingan dan Konseling selama satu semester dan rincian tentang
komponen layanan dan strategi atau kegiatan layanan. Tema dari
setiap strategi atau kegiatan layanan juga dituliskan dalam program
semesteran. Pada kolom ‘Bulan’ dituliskan urutan bulan selama 6
bulan, misalnya pada program semester I maka dituliskan bulan Juli
sampai Desember. Kemudian di bawah bulan dituliskan jumlah
minggu yang memungkinkan diselenggarakannya layanan
Bimbingan dan Konseling. Tabel 1.4 menyajikan contoh program
semesteran Bimbingan dan Konseling merujuk pada Kemdikbud
(2016).

Table 4 Contoh format program semesteran Bimbingan dan


Konseling

Sumber: Kemdikbud (2016)

Ke Mana setelah Program Tahunan Disusun?


Paparan tentang program tahunan layanan bimbingan dan konseling
di atas menegaskan bahwa program bimbingan dan konseling tidak
cukup hanya berisi rincian layanan dan kegiatan yang akan
dilaksanakan dan urutan waktunya. Program Bimbingan dan
Konseling yang disusun konselor dimaksudkan untuk
mengkomunikasikan fokus dan arah pelayanan Bimbingan dan
Konseling sebagaimana dinyatakan dalam visi, misi, dan tujuan
layanan Bimbingan dan Konseling; menunjukkan pentingnya fokus
dan arah layanan tersebut sebagaimana dinyatakan dalam deskripsi
kebutuhan; penerjemahan dan pengejawantahan fokus dan arah
layanan ke dalam kegiatan layanan sebagaimana dijelaskan dalam
komponen dan bidang layanan, rencana operasional, pengembangan
tema dan topik serta rencana evaluasinya; dan fasilitas pendukung
yang diperlukan untuk menyelenggarakan layanan Bimbingan dan
Konseling. Bagi konselor, dokumen program layanan Bimbingan dan
Konseling setidaknya memiliki tiga makna penting. Pertama,
dokumen program diperlukan konselor untuk memandu pelaksanaan
layanan Bimbingan dan Konseling selama setahun ke depan. Program
Bimbingan dan Konseling yang disusun secara lengkap memandu
konselor bukan hanya pada tataran teknis tentang bagaimana layanan,
kegiatan dan strategi dalam Bimbingan dan Konseling dilaksanakan.
Lebih penting dari itu, melalui pemahaman terhadap program
Bimbingan dan Konseling konselor menghayati nilai atau semangat
yang melandasi penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling
serta arah hasil pelayanan (American School Counselor Association,
2012). Kedua, program Bimbingan dan Konseling juga menegaskan
tentang kebutuhan siswa sehingga konselor menyadari dan
memahami bahwa selama penyelenggaraan layanan Bimbingan dan
Konseling suatu tema penting untuk disampaikan kepada siswa
mengingat tema tersebut sangat diperlukan siswa guna mendukung
peserta didik menjadi pribadi yang berkembang secara optimal dan
mandiri. Ketiga, program Bimbingan dan Konseling
menginformasikan kepada konselor secara tegas dan eksplisit tentang
tugas pokok dan fungsi konselor dalam menyelenggarakan pelayanan
Bimbingan dan Konseling selama setahun (Ditjen GTIK Kemdikbud,
2016). Dengan demikian, program Bimbingan dan Konseling yang
lengkap dan komprehensif benar-benar memandu konselor dalam
menyelenggarakan pelayanan Bimbingan dan Konseling mulai dari
ranah filosofis sampai ranah teknis tentang bagaimana strategi
layanan dioperasionalkan.

2 Daftar materi bidang studi 1. Kemana Setelah Program Tahunan di Susun?


yang sulit dipahami pada 2. Pembuatan dan penerapannya.
modul

Daftar materi yang sering 1. Membuat Program Semesteran dan Program Tahunan
3 mengalami miskonsepsi
dalam pembelajaran
PENDALAMAN MATERI
(Lembar Kerja Resume Modul)

A. JUDUL MODUL : Materi Bidang Layanan Bimbingan Dan Konseling


B. KEGIATAN BELAJAR : Materi Layanan Dasar, Peminatan, dan Perencanaan Individual
(KB 2)

C. REFLEKSI

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


1 Peta Konsep (Beberapa
istilah dan definisi) di Tujuan materi dalam layanan dasar,
modul bidang studi peminatan, dan perencanaan
individual
Kaidah
Penekanan materi dalam layanan
Pengembangan
dasar peminatan, dan perencanaan
Materi dalam individual Permendikbud Nomor
Layanan Dasar, 111 Tahun 2014
Peminatan, dan
Jenis-jenis sekuens dalam materi
Perencanaan
layanan dasar menurut (Burdin &
Individual Byrd, 1999)

Sumber atau rujukan untuk


pengembangan materi layanan dasar,
peminatan, dan perencanaan
individual

Pengembangan
Konten
Layanan Dasar

Materi Layanan Dasar


Evaluasi Penyebab
Keberhasian/
Kegagalan Belajar

Pentingnya Faktor Tingkat Rencana


mengevaluas penyebab keadaptifan tindak lanjut
i penyebab keberhasi penyebab penyebab
keberhasilan/ lan/kegag keberhasilan/ keberhasilan/
kegagalan alan kegagalan kegagalan
belajar belajar belajar belajar
Pengembangan Konten
Layanan Peminatan dan
Perencanaan Individual

Materi Layanan Peminatan


dan Perencanaan Individual
“Perencanaan Karir”
Pentingn Rencana
ya tindakan
perencan untuk
aan karir Konsep Pengenalan Program mencapai
dasar karakteristik pendidikan target
perenca pribadi untuk yang karir
naan pertimbangan relevan
karir perencanaan dengan
karir target karir

a. Realistik a. Sistem Informasi a. Specific


b. Investigatif Akuntansi
b. Measurable
c. Artistik b. Administrasi Bisnis
d. Sosial c. Administrasi Fiskal
c. Achievable
e. Enterpraising d. Adiminstrasi Keuangan d. Realistic
f. Konvensional Dan Perbankan e. Timely
e. Administrasi
Pendidikan
f. Adminitrasi
Perkantoran
g. Agribisnis
h. Agroekoteknologi
i. Agronomi Dan
Hortikultura
j. Aktuaria
k. Akuntansi Bisnis
l. Arkeologi
m. Arsitektur
n. Astronomi
o. Biologi
p. Bisnis Islam
q. Farmasi
r. Hubungan Internasional
s. Ilmu Hukum
t. Ilmu Komputer
A. Kaidah Pengembangan Materi dalam Layanan
Dasar, Peminatan dan Perencanaan Individual
1. Kaitan antara tujuan dan materi dalam layanan
dasar, peminatan, dan perencanaan individual
Guna mencapai tujuan layanan dasar,
peminatan dan perencanaan individual, maka
konselor perlu merancang dan menyusun konten
atau materi. Pada hakekatnya materi dalam layanan
layanan dasar, peminatan dan perencanaan
individual merupakan konten yang dipelajari dan
dibahas selama kegiatan atau strategi pemberian
layanan agar siswa mendapatkan pengalaman
belajar dalam ranah kognitif, afektif atau
psikomotor sebagaimana diharapkan dalam tujuan
layanan.
Dasar penyusunan konten atau materi adalah
hasil analisis kebutuhan yang diejawantahkan
menjadi tujuan layanan, baik tujuan umum maupun
tujuan khusus. Oleh karena itu, sebelum menyusun
arah dan isi materi layanan dasar, peminatan, dan
perencanaan individual, konselor diharapkan telah
selesai menyusun program tahunan, semesteran dan
rencana operasional.
2. Penekanan materi dalam layanan dasar, peminatan,
dan perencanaan individual
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 dijabarkan
bahwa layanan dasar adalah proses pemberian
bantuan kepada seluruh peserta didik melalui
kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara
klasikal atau kelompok yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis dalam rangka
mengembangkan kemampuan penyesuaian diri
yang efektif sesuai dengan tahap dan tugas-tugas
perkembangan. Layanan dasar disajikan konselor
kepada peserta didik dengan memberikan
pengalaman yang terstruktur. Artinya, dalam
menyelenggarakan layanan dasar konselor perlu
merumuskan secara sistematis urutan topik, materi
dan waktu penyelenggaraannya ke dalam program
Bimbingan dan Konseling yang terrencana. Konten
yang diberikan dalam layanan dasar merupakan
konten-konten yang memfasilitasi mereka untuk
mampu mencapai tugas perkembangan mereka
sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi
Kemandirian Peserta Didik (SKKPD). Oleh karena
itu, materi dalam layanan dasar tidak boleh bersifat
teoretis atau normative. Materi layanan dasar sangat
penting untuk diarahkan pada pengembangan
pengetahuan dan sikap yang dapat dimanfaatkan
peserta didik mencapai tugas perkembangan
mereka. Di samping itu, penting bagi konselor
untuk memahami bahwa materi dalam layanan
dasar ditekankan untuk mengembangkan
keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam
mencapai tugas perkembangan yang optimal dan
mandiri.
Di sisi lain, layanan peminatan dan
perencanaan individual dijelaskan dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111
Tahun 2014 sebagai bantuan kepada peserta
didik/konseli agar mampu merumuskan dan
melakukan aktivitas-aktivitas sistematik yang
berkaitan dengan perencanaan masa depan
berdasarkan pemahaman tentang kelebihan dan
kekurangan dirinya, serta pemahaman terhadap
peluang dan kesempatan yang tersedia di
lingkungannya. Apabila dikaitkan dengan arah
pengembangan materi, maka konten atau materi
dalam layanan peminatan dan perencanaan
individual penting untuk berorientasi pada
pembuatan keputusan tentang perencanaan masa
depan yang didasari oleh pemahamahan akan
potensi dan karakteristik diri serta peluang yang
terdapat di lingkungan baik saat ini maupun
prospek di masa depan.
3. Jenis-jenis sekuens dalam materi layanan dasar,
peminatan, dan perencanaan individual
Terdapat tujuh urutan (sequence) dalam
mengembangkan materi bimbingan klasikal
(Burdin & Byrd, 1999). Berikut ini penjelasan
singkat terkait dengan sekuens dalam penyusunan
materi layanan dasar, peminatan dan perencanaan
individual.
a. Sekuens kronologis adalah pengaturan urutan
bahan bimbingan berdasarkan urutan waktu.
Bentuk sekuen ini banyak diterapkan dalam
menyusun bahan ajar untuk mata pelajaran
sejarah, seperti dalam menyajikan materi tentang
sejarah kemerdekaan Republik Indonesia yang
mana pokok bahasannya diurutkan dengan
runtutan waktu.
b. Sekuens kausal adalah pengaturan urutan bahan
bimbingan yang dimulai dari sebab (pendahulu)
dari suatu peristiwa tertentu menuju ke dampak
(kemudian). Sebagai contoh, untuk mengajarkan
perilaku asertif maka urutan bahan didahului
dengan pokok bahasan “Bentuk perilaku asertif”
lalu diikuti pokok bahasan “manfaat atau
keuntungan berperilaku asertif”.
c. Sekuens struktural adalah pengaturan urutan
bahan ajar berdasarkan atas alur struktur
tertentu. Contoh: untuk mengajarkan konsep
keterbukaan dan kesadaran diri dari perspektif
Johari Window, maka pokok bahasan bimbingan
klasikal diurutkan sesuai dengan struktur teori
Johari Window yang dimulai dengan (1) area
keterbukaan, (2) area buta, (3) area tersembuyi,
dan (4) area yang tidak dikehaui.
d. Sekuens logis dan psikologis. Sekuens logis
adalah pengaturan urutan bahan bimbingan yang
dimulai dari bagian terkecil menuju keseluruhan,
sedangkan sekuens psikologis adalah pengaturan
urutan bahan ajar yang dimulai dari keseluruhan
menuju bagian yang kecil. Contohnya dalam
mengajarkan keterampilan asertif; dalam
sekuens logis, pokok bahasan dimulai dengan
pokok bahasan tentang unsur-unsur
keterampilan asertif kemudian diakhiri dengan
pembahasan tentang bentuk utuh keterampilan
asertif. Sementara dalam sekuens psikologis,
pengajaran keterampilan asertif dimulai dengan
bentuk utuh keterampilan asertif kemudian
diikuti dengan pembahasan setiap komponen
atau unsur dari keterampilan asertif.
e. Sekuens spiral adalah pengaturan urutan bahan
bimbingan yang dimulai dari topik yang populer
dan sederhana kemudian dilanjutkan pada topik
yang lebih dalam dan kompleks. Contoh, untuk
mengajarkan siswa mengembangkan konsep diri
positif, maka pokok bahasan diawali dengan
pembahasan profil siswa dengan konsep diri
positif dan negatif, kemudian analisis dan
refleksi konsep diri yang berkembang, dan
dilanjutkan dengan strategi pengembangan
konsep diri positif.
f. Rangkaian dari belakang (backward chaining)
adalah pengaturan urutan sekuens bahan
bimbingan yang dimulai dari langkah terakhir
dan menuju ke awal/bagian depan. Sebagai
contoh, untuk mengajarkan peningkatan
kepercayaan diri maka siswa diajak untuk
mendemonstrasikan scenario tentang
kepercayaan diri yang kuat dan lemah.
g. Sekuens berdasarkan hirarki belajar adalah
pengurutan sekuens bahan bimbingan yang
dimulai dari bahan yang membutuhkan
pemikiran/belajar yang sederhana (misal
pengetahuan) menuju kepada bahan yang
membutuhkan bahan/belajar yang lebih
kompleks (misal evaluasi). Sebagai contoh,
untuk mengajarkan siswa meningkatkan
kepercayaan diri, maka pembahasan pertama
mengenai sosiodrama tentang penerapan strategi
pengembangan kepercayaan diri, kemudian
secara berturut-turut diikuti dengan pembahasan
tentang strategi peningkatan kepercaaan diri,
pentingnya kepercayaan diri, dan diakhiri
dengan pembahasan tentang konsep dasar
kepercayaan diri.
4. Sumber atau rujukan untuk pengembangan materi
layanan dasar, peminatan, dan perencanaan
individual
Terdapat beberapa sumber yang dapat digunakan
untuk mengembangkan materi bimbingan klasikal.
Paparan berikut memberikan penjelasan singkat
tentang karakteristik sumber dalam penyusunan
materi layanan dasar, peminatan dan perencanaan
individual (Arends, 2007).
a. Buku teks, bermanfaat untuk membantu
perencanaan bimbingan klasikal dengan: (1)
memberikan suatu organisasi atau struktur dari
suatu bahasan, (2) memberikan pokok bahasan
yang dapat berguna untuk menentukan isi
bahasan, (3) memberikan kegiatan dan strategi
pengajaran yang dianjurkan, dan (4)
memberikan informasi mengenai bacaan lanjut,
media, dan sumber pemngajaran lain.
b. Bahan-bahan sumber (resource materials),
seperti koran, buku suplementer, jurnal,
pamflet, brosur, dan lain-lain. Bahan-bahan ini
memberikan informasi faktual yang bermanfaat
untuk meningkatkan relevansi dan
kesalingterkaitan antara materi bimbingan
klasikal dengan kehidupan sehari-hari.
c. Buku kerja, yaitu suatu buku yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menjawab
pertanyaan. Biasanya suplemen dari buku teks.
Buku kerja sangat bermanfaat bagi siswa untuk
memfasilitasi mereka mendalami materi
bimbingan klasikal.
d. Sekolah, yakni perpustakaan sekolah. Pusat
referensi akademik dan nonakademik yang
dapat dimanfaatkan konselor untuk
mengembangkan materi dan mendorong siswa
melakukan pendalaman terhadap materi
bimbingan klasikal.
e. Komunitas, meliputi studi lapangan (field trip),
mengunjungi pembicara dari masyarakat
(resource speakers), bahan instruksional dan
sumber dari komunitas, seperti musium,
poliklinik, dan lain-lain.
f. Bahan yang gratis atau murah yang tersedia di
masyarakat (internet), seperti pamflet, brosur,
film, dan lain-lain.
g. Materi yang dibuat sendiri sebelumnya yang
didasarkan pada best practices layanan yang
dikemas menjadi suatu bahan yang menarik.
B. Pengembangan Konten Layanan Dasar
Bahasan ini tidak dimaksudkan untuk menyediakan
materi lengkap yang dapat disajikan konselor dalam
layanan dasar, peminatan, dan perencanaan individual.
Namun, bahasan ini lebih diarahkan untuk menyediakan
profil atau contoh alur pengembangan konten atau
materi dalam layanan dasar, peminatan, dan
perencanaan individual.
Materi Layanan Dasar: Evaluasi Penyebab
Keberhasilan Atau Kegagalan Belajar
1. Pentingnya mengevaluasi penyebab keberhasilan
atau kegagalan belajar
Kita cenderung berusaha menjelaskan penyebab dari
setiap kegagalan maupun kesuksesan dari usaha
kita, termasuk usaha dalam belajar. Ketika kita
mengalami keberhasilan, kita cenderung berpikir
kenapa kita bisa berhasil; mungkin karena kita
hebat, karena ada yang membantu, karena
keberuntungan, dan berbagai dugaan penyebab
keberhasilan yang lain. Kecenderungan ini dalam
psikologi disebut sebagai atribusi (Weiner dalam
Schunk, Pintrich, & Meece, 2010), yang secara
umum dapat didefinisikan sebagai cara pandang
seseorang terhadap penyebab (causes) dari suatu
hasil.
2. Faktor penyebab keberhasilan atau kegagalan
belajarnya
Evaluasi terhadap keberhasilan dan kegagalan
dalam belajar secara umum dapat dikategorikan ke
dalam tiga dimensi, yakni lokus, stabilitas, dan
tanggung jawab (Weiner dalam Morena, 2010) yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Lokus, mengacu pada lokasi penyebab
kesuksesan atau kegagalan. Penyebab kegagalan
berasal dari dalam diri sendiri (internal) maupun
dari luar diri (eksternal). Contoh dari bentuk
atribusi internal adalah bahwa kegagalan
seseorang disebabkan oleh usahanya yang
kurang, sedangkan bentuk atribusi eksternal
adalah kegagalan dikarenakan keberuntungan.
b. Stabilitas, mengacu pada apakah penyebab
kegagalan dari waktu ke waktu stabil atau tidak
stabil; menetap ataukah berubah-ubah. Hal yang
bersifat stabil contohnya kecerdasan, sedangkan
yang berubah-ubah misalnya pokok bahasan
yang muncul dalam ujian.
c. Tanggung jawab mengacu pada apakah
penyebab kegagalan atau kesuksesan dapat
dikontrol atau tidak dapat dikontrol. Suatu
penyebab kegagalan ataupun keberhasilan itu
dalam kendali kita ataukah tidak.
3. Tingkat keadaptifan faktor penyebab
keberhasilan atau kegagalan belajarnya
Atribusi berpengaruh terhadap motivasi seseorang
(Schunk, Pintrich, & Meece, 2008). Orang dengan
keyakinan atribusi bahwa kegagalan yang
dialaminya karena ketidakmampuannya, maka
ketika menghadapi tugas berikut yang dirasakan di
luar kemampuannya kemungkinan besar dia tidak
memberikan usaha yang gigih untuk menyelesaikan
tugas tersebut. Hal ini terjadi karena dia merasa
tidak ada yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
keberhasilannya. Turunnya motivasi atau semangat
merupakan konsekuensi logis dari pengembangan
atribusi ini.
4. Rencana tindak lanjut atas penyebab
keberhasilan atau kegagalan belajar di semester
berikutnya
Apabila para siswa telah menyadari bahwa faktor
usaha merupakan faktor yang terpenting untuk
dipertimbangkan sebagai penentu penyebab
keberhasilan dan kegagalan belajar yang dapat
dikontrol, maka siswa selanjutnya diajak untuk
membuat rencana tindak lanjut perbaikan usaha
belajar untuk periode belajar selanjutnya. Perbaikan
usaha belajar dapat dibagi menjadi perbaikan secara
kualitas dan kuantitas.
a. Perbaikan kuantitas belajar
Perbaikan kuantitas belajar mencakup
ketercukupan waktu yang disediakan untuk
melaksanakan kegiatan belajar, konsistensi dan
kegigihan untuk selalu menyediakan waktu yang
cukup untuk belajar dibandingkan dengan
kegiatan lain, dan memberikan prioritas yang
utama pada kegiatan belajar.
b. Perbaikan kualitas belajar
Berbeda dengan perbaikan kuantitas belajar,
perbaikan kualitas belajar berkaitan dengan
pengoptimalan usaha dan kualitas belajar selama
melaksanakan kegiatan belajar. Perbaikan
kualitas belajar dilakukan dengan menggunakan
strategi belajar yang efektif, melakukan
pemantauan terhadap proses belajar sehingga
kegiatan belajar selalu memfokus pada
pencapaian tujuan belajar, melakukan kontrol
perhatian, emosi dan mood selama belajar
sehingga sumber daya pikiran senantiasa
terkonsentrasi pada kegiatan belajar, dan kontrol
lingkungan serta mencari bantuan ketika
mengalami kesulitan.
C. Pengembangan Konten Layanan Peminatan dan
Perencanaan Individual

MATERI LAYANAN PEMINATAN DAN


PERENCANAAN INDIVIDUAL:
“PERENCANAAN KARIR”
1. Pentingnya perencanaan karir
Kemauan untuk memilih mempersiapkan
karir di masa depan menjadi lebih penting lagi
mengingat kita saat ini berada di era industry 4.0.
Revolusi industry 4.0 merupakan perkembangan
teknologi yang begitu pesat yang dapat
memengaruhi manusia secara fisik dan psikis.
Revolusi industri 4.0 dengan segala bentuk
kemudahan yang ditawarkan bagi aktivitas manusia
juga tidak luput dari dampak negatif bagi manusia
itu sendiri. Dampak dari revolusi industri 4.0
berupa disrupsi hampir pada seluruh bidang.
Disrupsi adalah perubahan yang fundamental,
sehingga dampak yang diberikan juga sangat luas
(Kasali, 2014). Perubahan yang terjadi seperti
bergesernya bisnis yang awalnya retail ke bisnis e-
commerce kemudian pergerakan masa yang
samakin mudah dengan bantuan media sosial.
Perubahan-perubahan yang terjadi seperti
disebutkan diatas telah merubah kebutuhan manusia
terhadap jenis pekerjaan tertentu.
Jenis pekerjaan semakin bervariasi dan
membutukan kemampuan yang menyesuaikan
dengan tuntutan yang ada. Tuntutan terahadap
manusia yang akan memasuki dunia kerja adalah
kemampuan pada bidang softskills dan hardskills.
Kemampuan tersebut harus dipersiapkan sejak dini
agar tantangan yang menghadang dapat dilewati
dan dihadapi. Oleh karena itu, persiapan
menghadapi persaingan pada era disrupsi bagi
siswa SMA sangatlah penting. Hal ini dilakukan
baik bagi siswa yang akan bekerja ataupun
melanjutkan pendidikan agar pilihan studi dan
pekerjaan dalam kehidupan karir disesuaikan
dengan minat, bakat, dan tipe kepribadian yang
juga memerhatikan tipe lingkungan kerja.
2. Konsep dasar perencanaan karir
Perencanaan karir melibatkan
pengidentifikasian tujuan-tujuan yang berkaitan
dengan karir dan penyusunan rencana-rencana
untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan karir
merupakan proses untuk: (1) menyadari diri sendiri
terhadap peluang-peluang, kesempatan-kesempatan,
kendala-kendala, pilihanpilihan, dan konsekuensi-
konsekuensi; (2) mengidentifikasi tujuan-tujuan
yang berkaitan dengan karir; (3) penyusunan
program kerja, pendidikan, dan yang berhubungan
dengan pengalaman-pengalaman yang bersifat
pengembangan guna menyediakan arah, waktu, dan
urutan langkah-langkah yang diambil untuk meraih
tujuan karir. Melalui perencanaan karir, setiap
idividu mengevaluasi kemampuan dan minatnya
sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir
alternatif, menyusun tujuan karir, dan
merencanakan aktivitas-aktivitas pengembangan
praktis. Fokus utama dalam perencanaan karir
haruslah sesuai antara tujuan pribadi dan
kesempatan yang tersedia.
Perencanaan karir bertujuan untuk membantu
peserta didik mengenal dunia kerja dan dunianya
sendiri secara lebih luas dan mendalam, menyadari
pentingnya perencanaan masa depan dan
memikirkan kaitan diri sendiri dan dunia kerja,
serta memahami kaitan antara rasa tanggung jawab
dalam bekerja dengan memajukan masyarakat
dalam era pembangunan (Winkel & Hastuti, 2004).
Perencanaan karir memiliki manfaat: 1) Membantu
dalam memeprsiapkan diri mengambil keputusan
berdasarkan informasi karir yang telah diterima; 2)
Mengembangkan kepercayaan diri; 3) Dapat
mengenal peluang-peluang yang akan dijumpai; 4)
Dapat menentukan apa yang akan dipersiapkan
dalam menekuni karir (Sukardi, 1993).
3. Pengenalan karakteristik pribadi untuk
pertimbangan perencanaan karir
Proses perencanaan karir mencakup tiga
aspek utama yaitu pengetahuan dan pemahaman
akan diri sendiri, pengetahuan dan pemahaman
akan pekerjaan, serta penggunaan penalaran yang
benar antara diri sendiri dan dunia kerja (Brown &
Lent, 2015).
Holland (dalam Brown, & Lent, 2015)
mengidentifikasi 6 (enam) tipe kepribadian yang
berdampak pada proses pemilihan karir
sebagaimana diakronimkan dengan sebutan
RIASEC (realistic, investigative, artistic, social,
enterprising, dan conventional). Berikut ini adalah
paparan singkat mengenai setiap jenis tipe
kepribadian.
a. Realistik. Individu dengan tipe kepribadian
realistic sangat senang memecahkan suatu
masalah, terutama masalah yang bersifat praktis
dan masuk akal.
b. Investigatif. Individu dengan tipe kepribadian
investigative ditandai dengan ciri-ciri paling
analitis, kompleks, dan senang mengobservasi
sesuatu.
c. Artistik. Individu dengan tipe kepribadian
artistic sangat romantis dan sensitive, tidak suka
dibatasi karena kamu memiliki pemikiran yang
abstrak, idealis, dan mempunyai banyak ide,
tetapi tetap fleksibel dalam berbagai hal.
d. Sosial. Individu dengan tipe kepribadoam sosial
sangat humanis dan senang membantu orang
lain, hangat dan ramah kepada orang lain
sehingga tak heran kalau mereka senang
melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang
bertujuan untuk kemajuan masyarakat.
e. Enterpraising. Hal yang khas pada individu
dengan tipe kepribadian enterprainsing adalah
kesukaannya untuk berdebat! Studi yang kamu
suka pastinya tentang politik dan bisnis.
f. Individu dengan tipe kepribadian konvensional
cenderung teratur dan praktis. Mereka mampu
memecahkan masalah yang rumit dengan solusi
yang praktis dan sederhana. Ciri-ciri orang yang
bertipe kepribadian konvensional adalah rajin,
tekun, dan pekerja keras, sehingga mereka
dihargai dan dihormati orang lain. Di samping
itu, mereka juga orang yang sangat teliti dan
pasti, sehingga dalam melakukan kegiatan
apapun, kamu harus membuat daftar terlebih
dahulu agar semua kegiatanmu dapat terkontrol
dengan baik.
4. Program pendidikan yang relevan dengan target
karir
Terdapat banyak sekali jenis jurusan yang terdapat
di perguruan tinggi. Oleh karena itu, tidak mungkin
semua jurusan akan dapat disajikan dalam materi
ini. Kemauan para peserta didik untuk selalu
menambah dan mengup-date informasi mengenai
jurusan dan jenis perguruan tinggi akan sangat
bermanfaat untuk memutuskan jurusan dan
perguruan tinggi yang akan dipilih untuk studi
selanjutnya. Paparan berikut ini akan disajikan 20
jurusan yang dikutip dari Mamikos Info (2019),
Sistem Informasi Akuntansi, Administrasi Bisnis,
Administrasi Fiskal, Adiminstrasi Keuangan Dan
Perbankan, Administrasi Pendidikan, Adminitrasi
Perkantoran, Agribisnis, Agroekoteknologi,
Agronomi Dan Hortikultura, Aktuaria, Akuntansi
Bisnis, Arkeologi, Arsitektur, Astronomi, Biologi,
Bisnis Islam, Farmasi, Hubungan Internasional,
Ilmu Hukum, Ilmu Komputer.
5. Rencana tindakan untuk mencapai target karir
Guna dapat menyusun rencana tindakan karir
yang tepat dan akurat, maka perhatikan konsep
tujuan SMART berikut. Doran (1981) mengenalkan
konsep SMART GOALS yang dipakai untuk
merumuskan tujuan. SMART GOALS merupakan
singkatan dari tujuan (Specific, Measurable,
Achievable, Realistic and Timely). Pada
pelaksanaannya penggunaan konsep ini berdasarkan
singkatan dari SMART itu sendiri. Untuk mencapai
tujuan maka yang harus diperhatikan adalah:
a. Specific: Tujuan yang ditetapkan harus jelas dan
spesifik. Jelas akan membantu menguraikan apa
yang akan dilakukan, sedangkan spesifik akan
membuat segala upaya fokus pada target yang
akan dicapai.
b. Measurable: Apa yang ingin dicapai haruslah
bisa diukur, misalnya seberapa kuat, seberapa
sering, seberapa banyak, atau seberapa dalam.
c. Achievable: Tujuan yang ditetapkan haruslah
bisa dicapai. Hal ini akan membantu dalam
berkomitmen untuk mencapai target dengan
sungguhsungguh.
d. Realistic: Realistis atau masuk akal adalah hal
lain yang harus dipenuhi oleh tujuan yang ingin
dicapai. Yaitu menghindari ujuan yang tidak
terlalu sulit atau tidak mungkin dilakukan.
e. Timely: Penetapan waktu tujuan tersebut harus
dicapai. Apakah dalam hari, minggu, bulan atau
tahun.
2 Daftar materi bidang studi Tujuh urutan (sequence) dalam mengembangkan materi
yang sulit dipahami pada terkait dengan sekuens dalam penyusunan materi layanan
modul dasar, peminatan dan perencanaan individual.

3 Daftar materi yang sering Mengkaitkan antara tujuan dan materi dalam layanan dasar,
mengalami miskonsepsi peminatan, dan perencanaan individual.
dalam pembelajaran
PENDALAMAN MATERI
(Lembar Kerja Resume Modul)

A. JUDUL MODUL : Materi Bidang Layanan Bimbingan Dan Konseling


B. KEGIATAN BELAJAR : Materi Layanan Responsif (KB 3)

C. REFLEKSI

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


1 Peta Konsep (Beberapa
istilah dan definisi) di Layanan responsif merupakan layanan
modul bidang studi yang harus segera diberikan kepada
siswa, sebab bila tidak maka
dikhawatirkan akan memicu timbulnya
masalah baru
atau masalah lain yang lebih besar

Guru BK dapat memberikan layanan responsif sesuai


dengan kebutuhan atau
masalah yang muncul dan dialami siswa.

Beberapa layanan responsif yang dapat


dilakukan oleh guru BK adalah

layanan konseling, konsultasi, referal atau alih


tangan, mediasi, kolaborasi (orang tua, wali kelas, guru
mata pelajaran, ahli lain,
dan pihak-pihak terkait), bimbingan teman sebaya,
konferensi kasus, dan
kunjungan rumah. Namun dalam modul ini fokus
bahasannya adalah pada layanan
konseling dan/atau konsultasi.
Pengantar ke Materi Layanan
Responsif

Konseling sebagai Psikodinamika


salah satu strategi
komponen layanan Behaviorisme
responsif memiliki
sejumlah paradigma.
Humanisme
Paradigma yang
dimaksud adalah
Postmodernism
e

A. Pengantar ke Materi Layanan Responsif


Konseling sebagai salah satu strategi komponen layanan
responsif memiliki sejumlah paradigma. Paradigma yang
dimaksud adalah Psikodinamika, Behaviorisme,
Humanisme, dan Postmodernisme. Berdasarkan pada
keempat paradigma tersebut, berkembang sejumlah
pendekatan konseling di antaranya adalah Psikoanalisis,
Person Centered Counseling (PCC), Gestalt, Rational-
Emotive Behavior Therapy (REBT)/Cognitive Behavior
Therapy (CBT), Behavioral, Realita, Solution Focused
Brief Counseling (SFBC), Konseling Naratif, dan
Konseling Kreatif. Masing-masing pendekatan memiliki
falsafah dasar untuk merumuskan hakikat manusia dan
anatomi masalah yang mungkin dihadapi sepanjang
menjalani kehidupannya.
Guru BK perlu memahami bahwa rumusan topik atau
masalah siswa
ditentukan oleh pandangan tentang hakikat manusia dan
bagaimana teori tersebut memandang perilaku bermasalah/
maladaptif/ menyimpang. Paradigma konseling
Psikoanalisa memandang manusia sehat adalah manusia
yang dapat mengorganisir struktur kepribadiannya dengan
baik dan bisa menyelaraskan antara id, ego, dan
superegonya. Menurut psikoanalisa, manusia yang tidak
sehat adalah pribadi yang tidak bisa mengorganisir struktur
kepribadiannya dengan baik dan tidak bisa
menyelaraskan antara id, ego, dan superegonya. Dengan
demikian, pengembangan layanan responsif konseling
Psikoanalisa bertujuan untuk membantu siswa membentuk
kembali struktur kepribadian mereka. Pada akhirnya, siswa
dapat menyelaraskan struktur kepribadiannya sehingga
antara id, ego, dan superego dapat berjalan sebagaimana
mestinya.
Konseling dengan paradigma Behaviorisme
memandang bahwa manusia sehat adalah manusia yang
bertingkah laku secara tepat, tidak kurang dan tidak
berlebihan. Perilaku tersebut dapat diperoleh apabila terjadi
proses belajar yang benar. Maka sebaliknya, apabila terjadi
proses belajar yang salah maka manusia akan bertingkah
laku tidak tepat, kurang, dan berlebihan. Behaviorisme
memandang bahwa terjadinya perilaku berdasarkan pada
teori A-B-C (Antecedent–Behavior–Consequent). Perilaku
(behavior) terjadi karena ada kejadian atau peristiwa yang
mendahului (antecedent). Setelah individu memunculkan
perilaku (behavior), maka akan muncul konsekuensi
(consequent) atau dampak dari perilaku yang dimunculkan.
Adapun tujuan dari konseling paradigma Behaviorisme
adalah:
(1) Menciptakan kondisi baru dalam proses belajar;
(2) Membantu upaya untuk menolong diri sendiri;
(3) Meningkatkan keterampilan sosial;
(4) Memperbaiki tingkah laku menyimpang; dan (5)
Membantu meningkatkan pengaturan diri.
Pendekatan Person Centered Counseling (PCC)
merupakan salah satu pendekatan dalam paradigmda dan
falsafah Humanisme. PCC memandang manusia sehat
ditandai dengan adanya kongruensi antara apa yang
dipikirkan dengan yang dilakukan, dan adanya kongruensi
antara ideal self dengan real self. Sebaliknya, manusia
tidak sehat adalah manusia yang tidak menyadari adanya
inkongruensi antara ideal self dengan real self. Faktor
penyebab munculnya masalah yang dialami oleh individu
menurut PCC adalah terjadinya penolakan atau
terganggunya persepsi seseorang terhadap pengalaman.
Dengan demikian, tujuan pengembangan
layanan konseling pendekatan PCC yaitu terciptanya
suasana yang kondusif untuk eksplorasi dan aktualisasi diri
konseli, serta membantu siswa agar percaya diri.
Salah satu pendekatan konseling paradigma dan falsafah
Postmodernisme adalah Solution Focused Brief Counseling
(SFBC). Manusia sehat menurut SFBC adalah manusia
yang mampu (berkompeten) sehingga memiliki kapasitas
untuk membangun, merancang ataupun mengkonstruksikan
solusi-solusi. SFBC beranggapan bahwa manusia mampu
menjadi pribadi yang sehat karena pikirannya tidak terpaku
pada masalah. Sebaliknya, bila individu meyakini bahwa
ketidak bahagiaan atau ketidak sejahteraan berpangkal
pada dirinya, maka individu yang bersangkutan akan
menjadi pribadi yang tidak sehat. Menurut SFBC, manusia
tidak sehat adalah pribadi yang berkutat pada masalah dan
merasa tidak mampu menggunakan solusi yang dibuatnya.
Konseling sebagai salah satu komponen layanan responsif
memberikan layanan dalam empat bidang, yaitu: pribadi,
sosial, belajar, dan karir. Masing-masing bidang layanan
memiliki masalah-masalah spesifik yang dapat
dikembangkan oleh guru BK dalam memberikan layanan
konseling. Sebagaimana yang dibahas sebelumnya, bahwa
perumusan topik atau materi dalam layanan responsif
bersumber dari masalah siswa. Oleh karena itu, guru BK
perlu memahami anatomi masalah berdasarkan paradigma
konseling yang digunakan dalam memberikan layanan.
Adapun pendekatan yang digunakan oleh guru BK
disesuaikan dengan falsafah pribadi guru BK sebagai
pelaksana layanan. Misalnya, apabila guru BK cenderung
memandang manusia sebagai makhluk yang deterministik,
perilakunya merupakan hasil belajar dari lingkungan,
perilaku bermasalah muncul akibat proses belajar yang
keliru, maka falsafah pribadi guru BK tersebut adalah
Behaviorisme. Berikut ini dibahas pengembangan layanan
konseling berdasarkan pada bidang pribadi, sosial, belajar,
dan karir yang pandangannya merujuk pada paradigma
Behaviorisme. Namun demikian bukan berarti guru BK
harus menyelesaikan semua masalah menggunakan
pendekatan Behaviorisme, melainkan disesuaikan dengan
falsafah pribadinya.
b. Pengembangan Materi Konseling/Konsultasi Bidang
Pribadi
Siswa dengan berbagai karakteristik dan keunikan mereka
akan terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahap
dan tugas perkembangannya. Selama proses tumbuh
kembang tersebut siswa kerapkali mendapati suatu
hambatan atau masalah apabila mereka belum
mendapatkan pengetahuan tentang dirinya, belum mampu
memahami keadaanya, kurang menerima diri mereka
seutuhnya, atau tidak dapat mengontrol atau
mengendalikan diri. Masalah yang kemudian muncul di
antaranya adalah kurangnya rasa percaya diri sehingga
membuat mereka minder, kesulitan untuk menemukan dan
memahami konsep diri sehingga mengalami krisis
identitas, munculnya rasa khawatir dan takut berlebihan
karena kurangnya kemampuan untuk berpikir positif, dan
adanya rasa bergantung, kurang disiplin dan lalai akan
tugas dan tanggungjawabnya, atau masalah-masalah lain
yang relevan akibat kurangnya keterampilan untuk
memanajemen diri.
Pada bagian ini, secara lebih lanjut bahasan akan
difokuskan pada masalah siswa terkait dengan kurangnya
kemampauan atau keterampilan manajemen diri.Cooper,
dkk. (1987) menjelaskan bahwa pihak yang paling tepat
untuk mengendalikan tingkah laku siswa adalah siswa itu
sendiri. Bagaimanapun orang lain berupaya untuk
mengarahkan atau mengubah tingkah laku, apabila siswa
yang bersangkutan tidak mengharapkan adanya perubahan
atau melakukan upaya perubahan tersebut juga akan sia-
sia. Hal ini selaras dengan prinsip dasar konseling bahwa
segala keputusan akhir dikembalikan dan diputuskan oleh
konseli. Lebih lanjut Cooper, dkk. (1987) menjelaskan
bahwa manajemen terdiri dari dua reaksi dalam diri, yaitu
reaksi yang akan dikontrol dan reaksi untuk mengontrol
terjadinya perilaku yang menjadi sasaran. Manajemen diri
(self-management) kerapkali disejajarkan dengan istilah
self-control (kontrol diri), atau self-discipline (disiplin
diri). Secara sederhana, manajemen diri dapat dimaknai
dengan intervensi perilaku yang dilakukan sendiri oleh
siswa.
Salah satu strategi intervensi yang dapat dilakukan
berdasarkan paradigma dan falsafah Behaviorisme adalah
mengajarkan siswa tentang manajemen diri.
Proses konseling membantu siswa untuk memiliki
kemampuan dan keterampilan manajemen diri sehingga
dapat membekali siswa memiliki keterampilan problem
solving yang tepat dan menjadi pribadi yang mandiri dalam
berbagai situasi. Merujuk pada gagasan Cooper dkk.
(1987), beberapa hal yang perlu dibahas atau
dikomunikasikan dengan konseli dalam sesi konseling
dengan topik/materi seputar
manajemen diri adalah sebagai berikut.
1) Menetapkan perilaku target. Siswa diajak untuk
berdiskusi mengenai masalah, kesulitan, hambatan, yang
dialami. Pada diskusi ini, guru BK membantu siswa agar
dapat mengidentifikasi dan menemukan masalah yang dia
alami. Pada akhir tahap ini, siswa memperoleh insight
sehingga dia sadar dan dapat menetapkan perilaku
maladaptif yang perlu untuk diubah dengan perilaku baru
yang lebih positif.
2) Pemantauan dan perekaman diri. Pemantauan diri (self-
monitoring) dan perekaman diri (self-recording). Pada
tahap ini, guru BK membantu dan mengarahkan agar siswa
dapat melakukan pemantauan diri atas perilakunya,
mengumpulkan data, menganalisa, sampai dengan
melakukan interpretasi.
3) Merancang intervensi. Guru BK dapat membantu dan
mengarahkan siswa agar dapat merancang intervensi atas
perilakunya yang maladaptif berdasarkan pada interpretasi
data yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Intervensi
ditetapkan oleh siswa sendiri, sehingga diharapkan mereka
memiliki tanggungjawab dan komitmen untuk
melaksanakan rancangan yang telah ditetapkan.
4) Mengimplementasikan intervensi. Guru BK perlu
memberi penekanan kepada siswa bahwa dalam
pelaksanaan manajemen diri segala sesuatunya diatur dan
ditetapkan oleh siswa. Artinya, siswa dibantu untuk self-
help (tolong diri).
Dengan demikian intervensi yang telah dirancang dan
ditetapkan pada tahap selanjutnya perlu diimplementasikan
atas kesadaran dan kesukarelaan siswa dengan tujuan
perubahan. Pada bagian ini sangat penting bagi guru BK
untuk memastikan tingkat motivasi siswa untuk
melaksanakan strategi intervensi. Oleh karena itu, siswa
perlu memahami bahwa yang dapat merubah kondisinya
adalah diri mereka sendiri.
5) Mengevaluasi. Sebagaimana kegiatan manajemen pada
umumnya, manajemen diri juga perlu dilakukan upaya
evaluasi untuk mengukur keberhasilan atau keetercapaian
tujuan. Evaluasi juga memuat kegiatan identifikasi
hambatan atau kendala yang ditemukan sehingga dapat
digunakan sebagai dasar perbaikan pada langkah intervensi
selanjutnya. Melalui kegiatan evaluasi, siswa diajak dan
diajarkan untuk berpikir reflektif sehingga secara tidak
langsung guru BK juga mengajarkan keterampilan kepada
siswa untuk senantiasa memperbaiki diri.
C. Pengembangan Materi Konseling/Konsultasi Bidang
Sosial
Bidang sosial pada dasarnya memiliki kaitan erat yang
nyaris tidak dapat dipisahkan dengan bidang pribadi.
Ketika siswa memiliki masalah pribadi, bisa jadi masalah
tersebut akan berdampak pada interaksi sosial atau
hubungannya dengan orang-orang sekitar, begitu pula
sebaliknya.
Berdasarkan pada masalah pribadi sebagaimana
diuraikan sebelumnya yaitu kesulitan siswa dalam
manajemen diri maka akan berdampak pada kehidupan
sosialnya. Misalnya, siswa dengan kemampuan atau
keterampilan manajemen diri yang kurang atau rendah
cenderung menunjukkan perilaku yang bergantung, kurang
disiplin, menunda-nunda tugas (prokrastinasi), malas,
kontrol diri yang rendah dan berbagai masalah serupa.
Apabila siswa menunjukkan salah satu atau beberapa
perilaku tersebut maka orang lain di sekitarnya akan
cenderung merasa dirugikan sehingga enggan untuk diajak
bekerjasama. Pada akhirnya siswa akan cenderung
dihindari, sulit untuk diterima dalam kelompok, dan
seterusnya. Sebaliknya, jika siswa mungkin amat sangat
mempertimbangkan kehidupan sosialnya karena khawatir
akan ditolak oleh kelompok, akhirnya mereka mengalami
kesulitan untuk beperilaku asertif dan mengatakan “tidak”
Guru BK dapat membantu siswa untuk mengurangi
kecemasan akademik yang salah satunya muncul saat
menjelang ujian dengan mengaplikasikan prosedur
rileksasi. Adapun prosedur rileksasi yang dapat dilakukan
yaitu: (1) prarileksasi, (2) rileksasi otot, (3) rileksasi
mental.
Penjelasan lebih lanjut dari ketiga prosedur rileksasi
diuraikan sebagai berikut.
E. Pengembangan Materi Konseling/Konsultasi Bidang
Karir
Masa depan siswa kerapkali menjadi topik menarik
yang biasanya dibawa dalam ruang konseling. Beberapa
dari mereka biasanya merasa masih belum mengetahui arah
dan gambaran masa depannya.
Sebagian dari siswa kerap kali masih belum mampu
memahami diri (potensi, prestasi, bakat, dan minat)
sehingga kesulitan untuk merencanakan karir mereka.
Sebelum berbicara mengenai karir, tidak jarang dari siswa
juga mengalami kebingungan untuk merencanakan studi
lanjut. Oleh karena itu, dalam bagian ini akan dibahas
mengenai masalah kurangnya pemahaman diri siswa
sehingga membuat mereka kesulitan untuk merencanakan
karir.
Guru BK dapat membantu siswa untuk melakukan self-
assessment dengan merujuk pada pendekatan lima langkah
sebagaimana diuraikan oleh Clawson, Kotter, Faux, &
McArthur (1995). Setelah membantu siswa untuk
mengetahui dan memahami dirinya, diharapkan siswa
memiliki sedikit atau banyak gambaran masa depannya
(terait karir atau studi lanjut). Maka setelahnya guru BK
akan sangat terbantu dan dimudahkan untuk melanjutkan
langkah sebagai upaya membantu siswa merencanakan
karir mereka. Adapun lima langkah guru BK dalam
membentuk siswa untuk melakukan self-assessment
dijelaskan sebagai berikut.
1) Mengumpulkan data yang diperlukan. Pada tahap
ini, siswa diminta untuk mengumpulkan berbagai
informasi berkaitan dengan dirinya meliputi bakat,
minat, nilai, prestasi, potensi, dan berbagai hal lain
yang dapat membantu mereka untuk mengenal diri
secara utuh. Beberapa instrumen dapat digunakan
untuk membantu siswa mengumpulkan data yang
diperlukan, misalnya: inventori bakat, inventori
minat, inventori nilai, raport siswa, dst. Selama
mengumpulkan data, siswa mungkin mengalami
dinamika perasaan yang muncul berkaitan dengan
alat pengumpul data yang digunakan. Hasil
kumpulan data atau informasi yang diperoleh pada
tahap awal ini akan dikelola oleh siswa pada setiap
tahapan selanjutnya, dan kemudian dapat
membantu siswa menghasilkan data utuh tentang
dirinya.
2) Mengidentifikasi dan mencatat perasaan. Guru BK
meminta siswa untuk mengidentifikasi dan
mencatat perasaan dan reaksi emosional apa saja
yang muncul ketika mereka melalui tahap yang
pertama. Hal-hal apa saja yang mereka rasakan, dan
apa saja yang terjadi selama proses pengumpulan
data, termasuk bagaimana pengalaman dan kesan
mereka terhadap instrumen yang digunakan.
Berbagai jenis perasaan yang muncul bisa jadi
mendukung dan menghasilkan data yang dapat
dikatakan relevan, atau bisa jadi menghambat dan
menghasilkan data yang kurang relevan. Misalnya,
hasil pengukuran minat kurang sesuai karena
selama mengisi inventori minat, siswa sedang
bersedih sehingga tidak dapat fokus dan menjawab
dengan asal. Hasil dari proses mengidentifikasi dan
mencatat perasaan akan membantu siswa untuk
memilah jenis data yang relevan dan tidak relevan
untuk digunakan sebagai proses analisis dan
interpretasi data.
3) Memahami alat pengumpul data. Merupakan suatu
kegiatan untuk mempelajari lebih jauh tentang alat
pengumpul data yang digunakan. Dengan
mempelajari alat pengumpul data, siswa akan
memperoleh suatu pemahaman tentang kekuatan
dan kelemahan, jenis informasi yang dihasilkan,
keakuratan informasi, dan penggunaan informasi.
Berbekal dari pengetahuan tersebut, siswa akan
terbantu untuk lebih mendalami data yang
diperoleh, serta membantu dalam proses mengolah
dan menganalisa data sebelum akhirnya mereka
membuat interpretasi dan simpulan akhir tentang
dirinya.
4) Berlatih membuat interpretasi. Kegiatan latihan
mengolah data orang lain kemudian
diinterpretasikan secara induktif sebelum siswa
menginterpretasi datanya sendiri. Dengan berlatih
membuat interpretasi siswa akan belajar untuk
bersikap objektif dan membuat rumusan
kesimpulan berdasarkan pada data, sehingga
meminimalisir adanya kemungkinan subjektivitas
(penilaian pribadi). Selama proses ini, siswa belajar
untuk berfikir komprehensif terkait dengan
berbagai pertimbangan untuk membuat rumusan
interpretasi. Dengan demikian, siswa akan terlatih
untuk berpikir secara cermat, teliti, hati-hati, dan
penuh pertimbangan, agar interpretasi yang
dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan.
5) Membuat interpretasi data. Langkah terakhir dari
proses self-assessment adalah siswa dapat membuat
interpretasi data, yaitu siswa membuat kesimpulan
atau tafsiran dari datanya sendiri. Data yang telah
dikumpulkan dikaitkan dengan catatan perasaan
dan kejadian yang dialami atau pengalaman yang
didapatkan selama proses pengumpulan data serta
informasi terkait masing-masing alat pengumpul
data. Sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan
kesimpulan atau interpretasi atas diri mereka sendiri
yang untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai
salah satu dasar dalam merencanakan karir. Setelah
siswa mendapatkan simpulan tentang dirinya secara
umum, selanjutnya siswa dapat belajar untuk
memilah interpretasi tersebut dalam simpulan
spesifik, yang dapat menggambarkan karakteristik
dirinya. Selain itu, dalam tahap interpretasi data
siswa juga belajar menjelaskan bagaimana tafsiran
yang telah dibuat dapat berpengaruh terhadap
kehidupannya, dan bagaimana siswa akan
menggunakan tafsiran tersebut terkait dengan
perencanaan karirnya.
2 Daftar materi bidang studi Tujuh topik “Matei Layanan Responsif”. Anda telah
yang sulit dipahami pada mempelajari tentang pengembangan materi
modul konseling/konsultasi bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir
3 Daftar materi yang sering Mengkaitkan antara tujuan dan materi dalam layanan
mengalami miskonsepsi Responsif
dalam pembelajaran
PENDALAMAN MATERI
(Lembar Kerja Resume Modul)

A. JUDUL MODUL : Materi Bidang Layanan Bimbingan Dan Konseling


B. KEGIATAN BELAJAR : Pengembangan Media Layanan Bimbingan dan Konseling (KB
4)

C. REFLEKSI

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


1 Peta Konsep (Beberapa
istilah dan definisi) di Konsep Dasar Media dalam
modul bidang studi Pelayanan Bimbingan dan
Konseling

Tahapan Pemilihan Media


dalam Pelayanan
Bimbingan dan Konseling

Pengembangan 1. Menganalisis peserta didik


Media 2. Menetapkan tujuan media
Layanan 3. Memilih media layanan
Bimbingan dan bimbingan dan konseling
Konseling 4. Menggunakan media

Pengembangan Berbagai
Format Media Bimbingan
dan Konseling

Visual Multimedia Simulasi


dan dan
hypermedia game

1) Gambar diam
2) Bagan
(charts) atau
diagram
3) Grafik
A. Konsep Dasar Media dalam Pelayanan BK
Selama proses komunikasi dan interaksi akan selalu
terdapat penghalang atau burrier yang menyebabkan
pesan atau informasi dari layanan bimbingan dan
konseling tidak tersampaikan secara tepat dan akurat.
Konselor membutuhkan alat bantu atau perantara yang
kemudian disebut sebagai media dalam melaksanakan
layanan bimbingan dan konseling sehingga dapat
mengurangi dampak dari hambatan. Media dapat
membantu konselor meminimalisir kemungkinan
adanya distorsi pesan, sehingga informasi yang
disampaikan dapat diterima oleh siswa dengan baik.
Adapun kontribusi media dalam pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling secara lebih spesifik
dipaparkan oleh Burdin dan Byrd (1999) sebagai
berikut.
1. Isi layanan bimbingan dan konseling lebih
terorganisir dan terpilih. Penggunaan media
membantu konselor dalam pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling sehingga materi dan
informasi yang disampaikan lebih terorganisir dan
sistematis. Dampaknya, siswa dapat memproses
informasi yang diberikan secara lebih mudah dan
bermakna.
2. Penyampaian isi bimbingan dan konseling lebih
terstandar. Keberadaan media memungkinkan
suatu materi bimbingan dan konseling akan tetap
memiliki lingkup dan pemaknaan yang sama
meskipun disampaikan oleh konselor lain pada
tempat dan waktu yang berbeda.
3. Layanan bimbingan dan konseling menjadi
lebih menarik. Penggunaan media memungkinkan
konselor untuk menarik perhatian siswa karena
materi yang dibahas bukan sesuatu yang abstrak.
Media juga membantu konselor untuk memberikan
layanan secara variatif sehingga tidak terkesan
monoton.
4. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling
menjadi lebih interaktif. Pemanfaatan media
memungkinkan konselor memiliki waktu yang
lebih banyak untuk berinteraksi dengan siswa.
Selain itu, media dapat memberi kesempatan bagi
konselor untuk melakukan tanya-jawab guna
membahas materi yang disampaikan oleh konselor
dengan berbantuan media.
5. Waktu yang digunakan lebih singkat.
Keberadaan media membuat waktu yang diperlukan
untuk menyampaikan suatu materi atau konten
layanan lebih efisien dan lebih singkat. Efisiensi
waktu sebagai dampak positif dari penggunaan
media memberikan peluang dan waktu tambahan
bagi konselor untuk memfasilitasi siswa melakukan
aktivitas lain yang lebih bermakna.
6. Kualitas belajar dalam pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling dapat ditingkatkan.
Penggunaan media membuat siswa dan konselor
memiliki gambaran yang konkret tentang isu atau
topik yang dibahas dalam bimbingan klasikal.
Dampaknya, konselor dan siswa secara kolaboratif
dapat membahas isu-isu yang lebih bermakna
tentang objek yang disajikan dalam media, seperti
menganalisis mengevaluasi, mengkritisi, dan
seterusnya.
7. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konselirng
dapat diberikan kapanpun dan di manapun
ketika diperlukan. Apabila suatu konten atau
materi atau isu sudah dirangkum dan disajikan
sedemikian rupa dalam suatu jenis media tertentu,
maka konselor dapat menggunakan media yang
dimaksud untuk menyampaikan materi tersebut
kapanpun dan di manapun materi tersebut
dibutuhkan.
8. Berkembangnya sikap positif individu terhadap
apa yang dipelajari dalam pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling. Media juga berdampak
terhadap pensikapan siswa terhadap layanan
bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh
konselor. Jika konselor mempersiapkan media
secara komunikatif dan menarik, maka siswa akan
mampu memahami bahwa konselor telah
mempersiapkan kegiatan secara profesional.
Pemahaman ini kemudian membuat siswa
memandang bahwa layanan bimbingan dan
konseling merupakan kegiatan yang profesional dan
konselor sebagai pemberi layanan adalah pihak
yang kredibel dan berkompeten.
9. Peran konselor dapat ditingkatkan. Ketiadaan
media dalam situasi yang ekstrim membuat
konselor menjadi tukang tulis atau tukang dikte
bahan yang akan dipelajari dalam pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling. Namun, dengan
menggunakan media konselor dapat berperan
sebagai presenter dan fasilitator yang profesional
sehingga perannya sebagai pelaksana layanan
bimbingan dan konseling dapat dilakukan secara
optimal.
10. Isu yang dibahas dalam kegiatan bimbingan
klasikal menjadi lebih konkret. Penggunaan
media yang tepat salah satunya adalah konselor
dapat menghadirkan contoh atau objek yang
konkret sehingga layanan bimbingan dan konseling
tidak bersifat abstrak, imajinatif, atau
penggambaran semu.
B. Tahapan Pemilihan Media dalam Pelayanan BK
1. Menganalisis peserta didik. Ada dua hal penting
yang perlu dianalisis dalam memilih media, yakni
karakteristik umum dan kompetensi siswa.
Karakateristik umum yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih media meliputi usia, kelas, budaya
dan status sosial-ekonomi. Usia dan kelas
mengindikasikan bahwa tingkat perkembangan
siswa penting untuk diperhatikan dalam memilih
media. Budaya dan status sosial-ekonomi juga
memberi pertimbangan tentang jenis media yang
dapat dimanfaatkan, isi media, dan seterusnya.
Adapun kompetensi siswa yang perlu diperhatikan
adalah pengetahuan dan keterampilan yang
dipersyaratkan untuk dapat memanfaatkan atau
mengakses media dan sikap siswa terhadap
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
2. Menetapkan tujuan media. Penggunaan media
harus bertujuan untuk mendukung pencapaian
tujuan layanan bimbingan dan konseling. Oleh
karena itu, tujuan dimanfaatkan atau dipilihnya
suatu media disesuaikan dengan tujuan layanan
bimbingan dan konseling. Sangat disarankan agar
media yang dikembangkan oleh konselor dapat
mengarahkan fokus dan perhatian siswa pada materi
atau topik yang sedang disampaikan dalam layanan.
3. Memilih media layanan bimbingan dan
konseling. Pemilihan media dimulai dari pemilihan
format atau jenis media. Beberapa format atau jenis
media yang dimaksud meliputi: visual,
multimedia/hypermedia, dan format media lainnya.
Pemilihan media perlu memperhatikan beberapa
prinsip, yaitu:
a. Media mengikuti tujuan layanan bimbingan dan
konseling, bukan mendikte tujuan layanan
bimbingan dan konseling.
b. Konselor harus familiar dengan isi dan prosedur
penggunaan media yang digunakan dalam
layanan bimbingan dan konseling.
c. Media harus sesuai dengan metode layanan
bimbingan dan konseling yang digunakan.
d. Konselor harus memilih media layanan
bimbingan dan konseling yang sesuai dengan
kemampuan siswa.
e. Pemilihan media harus objektif dan bukan
didasarkan pada bias atau kesukaan konselor.
f. Pemilihan media didasarkan atas kontribusinya
terhadap layanan bimbingan dan konseling dan
bukan didasarkan pada kemudahan dalam
penggunaan.
g. Tidak ada media yang sesuai untuk semua
tujuan.
4. Menggunakan media. Setelah tiga langkah di atas
dilalui dengan mempertimbangkan prinsip dalam
pemilihan media, maka konselor sudah memilih
media yang tepat untuk digunakan dalam
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
Penggunaan media dalam layanan bimbingan dan
konseling diharapkan sinkron dan relevan dengan
langkah-langkah layanan bimbingan dan konseling.
Oleh karena itu, saat membuat perencanaan langkah
layanan bimbingan dan konseling, konselor perlu
membayangkan penggunaan media di dalamnya.
C. Pengembangan Berbagai Format Media BK
1. Visual
Media visual tidak memerlukan peralatan
atau perkakas khusus untuk menampilkannya. Jenis
media ini mampu menjadikan gagasan atau
informasi yang awalnya abstrak menjadi konkret.
Lebih lanjut, media visual sangat bermanfaat bagi
konselor yang layanannya memiliki tujuan agar
siswa mengidentifikasi orang, benda, atau tempat,
dan semua proses kognitif yang melibatkan gagasan
atau informasi yang kompleks yang dapat
digambarkan dengan diagram atau model.
Smaldino, Lowther, & Russel (2008)
menjelaskan beberapa jenis atau format media
visual mencakup gambar diam (termasuk sketsa dan
diagram), bagan, grafik, poster, dan kartun. Paparan
lebih lanjut untuk setiap jenis media visual
diuraikan sebagai berikut:
a. Gambar diam, yakni representasi foto-grafis
(atau seperti foto) dari orang, tempat, atau
benda. Gambar diam banyak ditemukan dalam
buku-buku, majalah, koran, katalog, dan
kalender. Gambar diam juga dapat berupa bahan
cetakan belajar atau ilustrasi yang berukuran
besar yang dicetak pada material tahan lama,
misalnya seukuran X-banner. Oleh karena itu,
dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling yang memanfaatkan gambar diam,
konselor diharapkan dapat mendorong para
siswa membaca gambar tersebut secara lebih
seksama sehingga dapat memperdalam
penghayatan dan pemahaman tentang suatu
gagasan atau informasi yang sedang dibahas.
Contoh penggunaan media visual jenis gambar
diam adalah saat konselor membahas tentang
pentingnya mempersiapkan karir semenjak
sekolah. Guna memenuhi keperluan tersebut,
konselor dapat menyajikan gambar diam tentang
manusia sukses dan kurang sukses di masa tua,
masa produktif, masa persiapan karir (awal
dewasa awal), dan masa sekolah. Siswa, diminta
untuk mencermati dan mengamati gambar
tersebut beserta background-nya dan
memberikan komentar serta evaluasi tentang
kondisi mana yang layak diperjuangkan.
b. Bagan (charts) atau diagram, adalah
representasi visual dari hubungan antar konsep
atau gagasan yang abstrak, seperti kronologis,
kuantitas, dan hierarki. Penggunaan setiap bagan
seharusnya dimanfaatkan untuk menyampaikan
satu konsep atau konfigurasi konsep. Berikut ini
lima jenis bagan organisasi, bagan klasifikasi,
time line, bagan tabular, bagan alir (flowchart).
c. Grafik, merupakan representasi visual dari data
angka-angka. Grafik adalah hubungan antara
unit-unit data dan bagaimana pola
kecenderungannya. Data yang disajikan dalam
bentuk grafik akan lebih cepat ditafsirkan dan
dipahami dibandingkan dalam bentuk tabel. Ada
empat jenis grafik, yakni garis, batang, lingkaran
dan gambar.
2. Multimedia dan hypermedia. MULTIMEDIA
merupakan berbagai macam media (multiple media). Secara
spesifik multimedia dapat didefinisikan sebagai kombinasi
berbagai format media, mulai dari gambar, suara, dan
animasi yang bertujuan untuk mengkomunikasikan suatu
informasi (Mayer, 2001). Adapun HYPERMEDIA
merupakan media yang terhubung. Secara khusus,
hypermedia dapat didefinisikan sebagai berbagai format
media (visual, suara, potensi animasi, dan lain-lain) yang
saling terkoneksi melalui hypertext dalam membahas suatu
topik (Jacobson, 2008). Saat ini banyak produk multimedia
dan hypermedia yang dapat diaplikasikan untuk kegiatan
pengajaran di berbagai bidang studi, seperti ensiklopedi
digital Microsoft Encarta (Microsoft Corporation, 1993-
2009) yang dikembangkan dalam format hypermedia.
Multimedia dan hypermedia memiliki beberapa kelebihan
yang berupa: a) meningkatkan motivasi siswa dalam belajar,
b) memberikan fleksibilitas bagi siswa untuk belajar karena
siswa dapat mengakses topik-topik hypermedia sesuai
dengan kebutuhannya, c) mengembangkan keterampilan
berpikir kritis, metakognitif, dan kreatif. Namun kelemahan
multimedia dan hypermedia adalah: a) Hak cipta, konselor
dan siswa perlu mengeluarkan dana untuk dapat mengakses
produk multimedia atau hypermedia yang profesional, b)
ekspektasi konselor dan siswa yang terlalu tinggi dari
penggunaan multimedia dan hypermedia, misalnya dengan
menggunakan multimedia belajar jadi mudah dan tidak
perlu banyak usaha, c) kompleksitas produk multimedia
menuntut siswa memiliki pengetahuan dasar dalam
penggunaan multimedia, dan d) kurang terstruktur (terutama
untuk multimedia non-linier) yang membuat siswa menjadi
bingung (learning disorientation) dalam mengikuti navigasi
atau mempelajari produk multimedia.
3. Simulasi dan game. Media simulasi dan permainan
(game) merupakan bentuk lain dari multimedia
yang disajikan secara non-linear atau interaktif. Hal
ini dikarenakan dalam game dan simulasi berbasis
game mengkombinasikan antara format visual,
audio, verbal, dan lain-lain. Beberapa contoh game
yang memuat nilai edukasi dan dapat dikaitkan atau
direfleksi sebagai bahan layanan bimbingan dan
konseling di antaranya: (1) Pizza Frenzy yang dapat
dikaitkan dengan topik hardiness dan manajemen
waktu; (2) Tahu Bulat dapat dikaitkan dengan
materi entrepreneurship. Prinsip penggunaan game
dan simulasi dalam pelaksanaan layanan bimbingan
dan konseling adalah: (a) siswa dipastikan
memahami tujuan belajar dari penggunaan game,
(b) siswa memahami aturan dan prosedur dalam
memainkan game, termasuk hukuman atas
pelanggarannya, (c) pastikan penggunaan game
telah terpadu dengan keseluruhan tahapan layanan
bimbingan dan konseling sehingga siswa terlibat
dalam game secara adaptif, dan (d) berikan
penjelasan atau diskusi singkat tentang kesimpulan
dari penggunaan game. Heinich, dkk., (1993)
menjelaskan beberapa kriteria pemilihan game yang
baik untuk diaplikasikan dalam layanan bimbingan
dan konseling, yakni: (a) navigasinya mudah, (b)
konten dan materi dalam game didasari
pengetahuan yang jelas, (c) artistik dan estetik, (d)
media yang terintegrasi dengan keterampilan dan
pengetahuan yang menjadi tujuan layanan
bimbingan dan konseling, dan (e) game memenuhi
kebutuhan siswa untuk belajar. Akhirnya,
penggunaan game dalam layanan bimbingan dan
konseling memiliki keunggulan sebagai berikut: (a)
Memberikan pemahaman yang lebih mendalam
tentang konten atau topik yang dibahas layanan
bimbingan dan konseling (b) Mampu menjelaskan
konsep atau objek yang abstrak menjadi konkret;
(c) Membantu konselor untuk membuat siswa lebih
mudah memahami konten atau materi layanan
bimbingan dan konseling; (d) Mendorong siswa
lebih berpartisipasi dalam layanan bimbingan dan
konseling dan memberikan kesan yang mendalam
terhadap meteri yang dipelajari; (e) Memberikan
lingkungan belajar yang kondusif karena siswa
berinteraksi dalam lingkungan belajar yang
mendekati nyata; dan (f) Mengembangkan sikap,
afeksi, kognisi dan psikomotorik siswa sekaligus.
2 Daftar materi bidang studi Penjelasan mengenai konsep dasar media dalam pelayanan
yang sulit dipahami pada bimbingan dan konseling serta pertimbangan yang perlu
modul dilakukan oleh konselor dalam memilih media dalam
pelayanan bimbingan dan konseling.
3 Daftar materi yang sering Penjelasan mengenai konsep dasar media dalam pelayanan
mengalami miskonsepsi bimbingan dan konseling.
dalam pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai