Kepada :
Yth. Dekan FISIP UNSAP Sumedang
Yth. Sumedang
Melalui:
Wakil Dekan I
FISIP UNSAP Sumedang
di
SUMEDANG
Demikian permohonan saya. Atas perhatian dan perkenan Bapak, saya sampaikan terima
kasih.
Pemohon,
Sri Azifah
NPM. E. 1835223342
1. JUDUL PERTAMA
I. EFEKTIVITAS PROGRAM PELAKSANAN PENANGANAN
PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) DI
DINAS SOSIAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KABUPATEN SUMEDANG
II. LATAR BELAKANG/FENOMENA MASALAH
Persoalan Kemiskinan Merupakan Masalah Multidimensi Yang Tidak
Hanya Disebabkan Faktor Ekonomis Namun Berkaitan Pula Dengan Kerentanan
Dan Kerawanan Seseorang Atau Kelompok Masyarakat Untuk Menjadi Miskin.
Paradigma Kemiskinan Yang Menyangkut Sifat, Kondisi Dan Konteks
Kemiskinan Menjadi Sangat Penting Dalam Menerapkan Langkah Kebijakan
Yang Tepat Dalam Mengatasinya. Permasalahan Kemiskinan Yang Cukup
Kompleks Membutuhkan Intervensi Semua Pihak Secara Bersama Dan
Terkoordinasi. Namun Penanganannya Selama Ini Cenderung Parsial Dan Tidak
Berkelanjutan. Peran Dunia Usaha Dan Masyarakat Pada Umumnya Juga
Belum Optimal. Kerelawanan Sosial Dalam Kehidupan Masyarakat Yang Dapat
Menjadi Sumber Penting Pemberdayaan Dan Pemecahan Akar Permasalahan
Kemiskinan Juga Mulai Luntur. Untuk Itu Diperlukan Perubahan Yang Bersifat
Sistemik Dan Menyeluruh Dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan.
Peningkatan Efektivitas Penanggulangan Kemiskinan Dan Penciptaan
Lapangan Kerja, Pemerintah Meluncurkan Program Pemberdayaan Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Sejak Tahun 1980. Melalui Pemberdayaan
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Dirumuskan Kembali Mekanisme
Upaya Penanggulangan Kemiskinan Yang Melibatkan Unsur Masyarakat, Mulai
Dari Tahap Perencanaan, Pelaksanaan, Hingga Pemantauan Dan Evaluasi.
Melalui Proses Pembangunan Partisipatif, Kesadaran Kritis Dan Kemandirian
Masyarakat, Terutama Masyarakat Miskin, Dapat Ditumbuhkembangkan
Sehingga Mereka Bukan Sebagai Objek Melainkan Subjek Upaya
Penanggulangan Kemiskinan.
Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Selama Ini Telah Banyak
Diupayakan Melalui Berbagai Pembangunan Sektoral Maupun Regional. Namun
Karena Dilakukan Secara Parsial Dan Tidak Berkelanjutan, Efektivitasnya
Terutama Untuk Penanggulangan Kemiskinan Dipandang Masih Belum Optimal.
Untuk Itu, Melalui Program Pemberdayaan Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial Diharapkan Dapat Terjadi Harmonisasi Prinsip-Prinsip Dasar, Pendekatan,
Strategi, Serta Berbagai Mekanisme Dan Prosedur Pembangunan Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat Miskin Sehingga Proses Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat Dapat Berjalan Lebih Efektif Dan Efisien Belum Optimal.
Kerelawanan Sosial Dalam Kehidupan Masyarakat Yang Dapat Menjadi Sumber
Penting Pemberdayaan Dan Pemecahan Akar Permasalahan Kemiskinan Juga
Mulai Luntur. Untuk Itu Diperlukan Perubahan Yang Bersifat Sistemik Dan
Menyeluruh Dalam Upaya Penanggulangan Kemiskin.Peningkatan Efektivitas
Penanggulangan Kemiskinan Dan Penciptaan Lapangan Kerja, Pemerintah
Meluncurkan Program Pemberdayaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) Sejak Tahun 1980
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh penyusun
diperoleh hasil bahwa Efektivitas Program PMKS, belum mencapai taraf yang
optimal. Hal ini bisa dilihat dari indikasi-indikasi masalah sebagai berikut:
1. Ketidaksesuaian anggaran dengan realisasi
2. Belum adanya koordinasi yang dilakukan oleh sub bagian program dengan
bidang BALINSOS
III. KONSEP, DIMENSI, INDIKATOR DARI MASING-MASING
VARIABEL
A. Konsep Efektivitas Program
Sondang P Siagian (2001:24) Memberikan definisi sebagai berikut:
Efektifitas adalah pemanfaatan sumberdaya, Sarana dan pasarana dalam
jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah barang atau jasa kegiatan yang dijalankannnya.
Efektifitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sarana
yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semangkin dekat sasaran, berarti
mangkin tinggi efektifitasnya.
Menurut Emerson dalam Handayaningrat, efektivitas adalah
“pengukuran dalam tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya”. Sedangkan menurut Pasolong, efektivitas pada dasarnya
berasal dari kata “Efek” dan digunakan dalam istilah ini dalam sebuah
hubungan sebab akibat. Efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab
dari variabel lain. Efektivitas berati tujuan yang telah direncanakan
sebelumnya dapat tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karna adanya
proses kegiatan.
Kemudian menurut Sedarmayanti, efektivitas merupakan suatu ukuran
yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pendapat
tersebut menyatakan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang
memberikan gambaran seberapa jauh target yang telat ditetapkan
sebelumnya oleh lembaga dapat tercapai. Hal tersebut sangat penting
perannya di dalam setiap lembaga dan berguna untuk melihat
perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh suatu lembaga.
Pendapat lain, Sugiyono dalam Budiani, menyebutkan beberapa
indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas adalah sebagai
berikut :
a. Ketepatan sasaran program, yaitu sejauh mana peserta program tepat
yang sudah ditentukan sebelumnya. Menurut Makmur, ketepatan
sasaran lebih berorientasi kepada jangka pendek dan lebih bersifat
operasional, penentu sasaran yang tepat baik ditetapkan secara indvidu
maupun sasaran yang ditetapkan organisasi sesungguhnya sangat
menentukan keberhasilan aktivitas organisasi. Demikian pula
sebaiknnya, jika sasaran yang ditetapkan itu kurang tepat maka akan
menghambat pelaksanaan berbagai kegiatan itu sendiri.
b. Sosialisasi program, yaitu kemampuan penyelenggaraan program
dalam melakukan sosialisasi program sehingga informasi mengenai
pelaksanaan program dapat tersampaikan kepada masyarakat pada
umumnya dan sasaran peserta program pada khususnya. Menurut
Wilcox dalam Mardikonto, Memberikan informasi merupakan langkah
awal yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal
dan memperlancar dalam melanjutkan suatu pekerjaan, karena dengan
memberikan informasi dapat dipergunakan dan meningkatkan
pengetahuan bagi orang yang menerima informasi tersebut
c. Tujuan program, yaitu sejauh mana kesesuaian antara hasil program
dengan tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut
Duncan dalam Streers, menyebutkan bahwa pencapaian tujuan adalah
keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu
proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin
terjamin, diperlukan pentahapan baik dalam arti pentahapan
pencapaian bagianbagiannya maupun pentahapan dalam arti
periodesasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor yaitu :
kurun waktu dan sasaran yang merupakan target yang kongkrit.
d. Pemantauan program, yaitu kegiatan yang dilakukan setelah
dilaksanakan program sebagai bentuk perhatian kepada peserta
program.
B. Dimensi dan Indikator Efektivitas Program
Variabel Dimensi Indikator
Efektivitas 1. Ketepatan sasaran a. Monitoring dan evaluasi
Program Budiani terhadap sasaran
(2007:53) b. Kegiatan pendataan yang
dilakukan dalam
menentukan sasaran
c. Tersedianya sarana dan
prasarana
2. Sosialisasi a. Pengarahan dan evaluasi
program b. Monitoring pelaksanaan
program
3. Tujuan program a. Kegiatan sesuai dengan
peraturan yang berlaku
b. Komunikasi
4. Pemantauan a. Tanggung jawab
program pelaksana program
b. Pemeriksaan
Elpitra. (t.thn.). Analisis Kedisiplinan Kerja Pegawai Pada Kantor Camat Cerenti Kabupaten
Kuantan Singingi. Administrasi Negara . Retrieved Oktober, 2020 From
repository.uin-suska.ac.id/9043/1/2012_
3. JUDUL KETIGA
I. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM KAMPUNG
KELUARGA BERENCANA DI DESA NALUK KECAMATAN
CIMALAKA KABUPATEN SUMEDANG
II. LATAR BELAKANG/FENOMENA MASALAH
Kampung KB merupakan suatu wadah untuk mengimplementasikan
kegiatan-kegiatan prioritas program Kependudukan Keluarga Berencana dan
Pembangunan Keluarga (KKBPK) serta program pembangunan lainnya dilini
lapangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, serta berdasarkan
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 440/70/SJ
Tanggal 11 Januari 2016 perihal Pencanangan dan Pembentukan Kampung
KB, dan Surat Kepala BKKBN Pusat No. 046/BL/200/B4/2016 Tanggal 12
Januari 2016 Perihal Pencanangan dan Pembentukan Kampung KB di seluruh
Indonesia, maka melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN) yang memiliki visi “menjadi lembaga yang handal dan dipercaya
dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas”
memiliki kewenangan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan untuk terwujudnya cita-cita
pembangunan Indonesia yang terdapat dalam Nawacita terutama pada agenda
prioritas ke 3 yaitu “Memulai pembangunan Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerahdaerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”, serta
agenda prioritas ke 5 yaitu “Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
Indonesia” dan agenda prioritas ke 8 yaitu “Melakukan revolusi karakter
bangsa”, BKKBN diberi mandat oleh Presiden RI agar mengimplementasikan
program Kampung KB.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh
penyusun diperoleh hasil bahwa Partisipasi Masyarakat belum mencapai taraf
yang optimal. Hal ini bisa dilihat dari indikasi-indikasi masalah sebagai
berikut:
1. Jumlah penduduk menjadi permasalahan kependudukan bisa menjadi
sebuah masalah krusial yang tidak dapat dihindarkan
2. kualitas sumber daya manusia yang menurun,pengangguran, lapangan
kerja, kejahatan, dan lainnya yang akan memberi dampak negatif bagi
kehidupan di Indonesia khususnya.
III. KONSEP, DIMENSI, INDIKATOR DARI MASING-MASING
VARIABEL
A. Konsep Partisipasi Masyarakat
Partisipasi secara umum diartikan sebagai keikutsertaaan seseorang
atau
sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Verhangen
(Mardikanto dan Poerwoko, 2015) menyatakan bahwa, partisipasi
merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang
berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggungjawab dan manfaat.
Dedi Mulyadi (Igrisia, 2008) menjelaskan dua makna partisipasi, yaitu
partisipasi instrumental dan partisipasi transformasional. Partisipasi
disebut instrumental ketika dipandang sebagai cara untuk mencapai
sasaran tertentu untuk proyek pembangunan, partisipasi transformasional
jika dilihat dari cara atau sarana yang bertujuan memberdayakan
masyarakat. Dalam partisipasi instrumental, inisiatif pelaksanan proyek
atau aktifitas misalnya datang dari pihak luar, sedangkan masyarakat ikut
dalam bentuk kemitraan, tujuan pelaksaan proyek tersebut ialah
kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan, dan tujuan partisipasi
masyarakat didalamnya ialah pencapaian saran-saran proyek tersebut
secara efektif dan efisien. Asumsi partisipasi semacam ini ialah bahwa
para perencana lebih tahu apa yang terbaik bagi masyarakat, dan
masyarakat tinggal melaksanakannya secara bersama-sama serta
menikmati hasilnya. Dengan kata lain proses pengambilan kebijakan
berlangsung dari ke atas ke bawah (top down).
Partisipasi masyarakat menurut Sumardi (Andreeyan, 2014) berarti
“peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses
pembangunan dalam bentuk memberikan pernyataan maupun dalam
bentuk kegiatan, hal ini dapat berupa memberi masukan pikiran, tenaga,
keahlian, waktu, modal atau materi, serta ikut memanfaatkan dan
menikmati hasil pembangunan.”
B. Dimensi dan Indikator Partisipasi Masyarakat