Anda di halaman 1dari 10

ANDI TENRI SANDA DATU_14120200169_B8_TUGAS 2 DASAR EPIDEMIOLOGI

3 PERISTIWA PENTING BERSEJARAH EPIDEMIOLOGI

1. WABAH KOLERA DI LONDON

Kabut beracun menggelayuti langit Soho, menghantui orang-orang dalam dalam kengerian yang
membikin sakit perut. Akhir Agustus tahun 1854 wabah Kolera kembali ke London, kali ini
datang dengan lebih ganas, lima ratusan orang meninggal dalam 10 hari. Ini bukan kali pertama
wabah kolera menghampiri dataran Inggris. Wabah Cholera masuk pertama kali melalui
Sunderland, pada 26 Oktober 1831. Pada saat itu Inggris sedang menuai indahnya Revolusi
Industri.
Di sebuah sore yang mencurigakan, John Snow duduk di kantornya yang pengap sambil
memegangi peta kota London. Dia menandai lokasi rumah korban yang meninggal. Dia sudah
menghadapi kolera sejak wabah itu pertama kali datang, saat dia masih menjadi asisten dokter.
Penanda di peta membawanya pada suatu daerah yang bernama Golden Square. Petunjuknya
jelas, daerah tersebut memiliki jumlah kematian yang tinggi.
Dari pengalamannya terdahulu, Snow berpendapat bahwa kolera adalah penyakit usus yang
terlokalisir dan gejala penyakit kolera sepenuhnya merupakan akibat dari kehilangan cairan.
Sumber penyakit, dibawa oleh air yang mengandung racun kolera dan masuk melalui mulut lalu
berkembang biak dalam usus. Dalam benaknya, Snow hanya perlu mengikuti aliran air untuk
menemukan sumber masalah.
Pompa Air di Braod Street
Dari pengalaman itu, Snow memfokuskan pencariannya pada suplai air di Golden Square.
Hipotesanya dari penyelidikan terdahulu menyingkat waktunya untuk langsung menyimpulkan
bahwa wabah kali ini yang sangat bersifat regional pasti berasal dari sumur pompa yang
terkontaminasi daripada suplai air dari perusahaan yang secara umum melayani London. Kini
Snow memiliki 5 pompa air yang dicurigainya sebagai sumber penyakit di Golden Square.
Bahkan dengan mata telanjang, dia bisa melihat adanya kotoran di sebagian sumber air umum
itu. Namun dalam peta yang digambarkannya, Snow menemukan hampir semua kasus berada
dalam jarak yang dekat dengan pompa air di Broad Street. Padahal, saat penyelidikannya ke
lokasi air di pompa ini sangat jernih.
Dalam peta yang dibuatnya, Snow bisa melihat 500 kasus terjadi dalam radius 250 yard, dengan
pompa air Broad Street berada di pusatnya. Seorang warga yang ditemui Snow mengungkapkan
bahwa pompa air tersebut sehari sebelumnya berbau menyengat. Kecurigaan muncul. Pompa
air ini mungkin terkontaminasi racun kolera. Baiklah, Broad Street adalah zona merah. “Hanya
ada 10 kasus kematian yang terjadi berada di dekat pompa air yang lainnya. 5 kasus
diantaranya berasal dari rumah tangga yang selalu dikirimi air dari pompa Broad Street dan tiga
kasus lainnya berasal dari anak-anak yang tiap berangkat sekolah melewati area Broad Street,”
tulis Snow dalam laporannya seperti ditulis ulang oleh Globalhealthearning.
Snow mendapat pengakuan dari seorang anak salah satu korban, bahwa ibunya sudah
berbulan-bulan tidak tinggal di Broad Street lagi. Si anak mengatakan pada dokter Snow bahwa
ibunya sangat menyukai rasa air dari sumur tersebut, dan dia membawa air sumur Broad Street
pada ibunya pada 31 Agustus, hari dimana wabah bermula di Soho. Ibunya meninggal 3 hari
setelahnya. Jelas sudah.
Informasi dari lapangan juga menyebutkan bahwa sebuah rumah kerja di daerah tersebut
memiliki sumur pribadi sendiri, dan hanya tercatat 5 kematian akibat kolera dari 535 orang
yang menempati rumah tersebut.
Sedangkan pabrik pembuatan bir yang berada dua blok dari sumur bahkan tidak memiliki satu
kasus pun dari 70 pekerjanya. Usut punya usut, pekerja di pabrik ini hanya minum bir yang
diproduksinya. Jelas mereka bisa selamat dari kolera.
“Berkenaan dengan kematian yang terjadi di wilayah tersebut. Ada 61 contoh dimana saya
diberitahu bahwa orang yang meninggal biasa minum dari dari pompa tersebut sesekali atau
terus menerus,” tulis Snow.
Teori Miasma
Menurut teori miasma, penyakit itu datangnya dari udara. Miasma itu ada di udara dalam
bentuk uap atau kabut beracun yang berisikan partikel dari materi yang membusuk, yang
disebut miasmata. Menurut teori Miasma, kolera dan penyakit-penyakit lainnya itu mewabah
melalui kabut asap. Pelukis pada abad ke-19 menggambarkan wabah kolera itu seperti gambar
di bawah ini.

teori ini sudah mengakar ke budaya orang-orang sejauh dua milenium lalu!
Contohnya, di Romawi Kuno, penyakit-penyakit dipercaya datang dari kabut yang dihembuskan
oleh serangga-serangga atau makhluk rawa-rawa lainnya. Bahkan, jika diterjemahkan, kata
“Malaria” berasal dari bahasa Romawi Kuno yang artinya udara buruk (Mal: Buruk, Aria: Udara).
Kalo kita bergeser beberapa ribu kilometer ke sebelah timur dari Romawi, di India juga
ditemukan konsep miasma. Di sini, menanam pohon gambir dipercaya mengurangi dampak
buruk dari miasma. Tiongkok kuno juga mengadopsi teori Miasma sendiri. Mereka percaya
miasma berasal dari Pegunungan Selatan Tiongkok. Di situ, terdapat hutan belantara yang
sangat lebat dan hutan tersebut dihuni oleh banyak serangga. Nah, udara yang terkontaminasi
kotoran serangga-serangga ini lah yang dipercaya sebagai penyebab wabah.

Pandangan John Snow Terhadap Teori Miasma


Katanya udara yang mengandung miasma itu ada di sekitar kuburan, sekitar rawa, atau sekitar air
kotor. Tapi kok pasien-pasien yang dia tangani datang dari tempat yang jauh dari situ?
Tetapi John Snow saat itu belum bisa memberikan penjelasan alternatif selain teori miasma.
Wajar lah ya, di tahun 1832 kan dia masih berumur 19 tahun. Kebetulan wabah kolera di
Newcastle pada tahun itu juga berakhir begitu aja, tanpa ada yang mengetahui apa penyebabnya.

2. KISAH RUBELLA

Pengertian Rubella
Rubella atau campak Jerman adalah infeksi virus yang ditandai dengan ruam merah pada kulit.
Rubella umumnya menyerang anak-anak dan remaja. Menurut data WHO, pada tahun 2016 di
Indonesia terdapat lebih dari 800 kasus rubella yang sudah terkonfirmasi melalui pemeriksaan
laboratorium.
Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella dan dapat menyebar dengan sangat mudah.
Penularan utamanya dapat melalui butiran liur di udara yang dikeluarkan penderita melalui
batuk atau bersin. Berbagi makanan dan minuman dalam piring atau gelas yang sama dengan
penderita juga dapat menularkan rubella. Sama halnya jika Anda menyentuh mata, hidung,
atau mulut Anda setelah memegang benda yang terkontaminasi virus rubella.
Definisi Congenital Rubella Syndrome Rubella atau
campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus rubella. Di anak-anak, infeksi
biasanya hanya menimbulkan sedikit keluhan atau
tanpa gejala. Infeksi pada orang dewasa dapat menimbulkan keluhan demam, sakit kepala,
lemas dan konjungtivitis. Tujuh puluh persen kasus infeksi rubella di orang dewasa
menyebabkan terjadinya atralgi atau artritis. Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan,
khususnya trimester pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome(CRS). CRS
mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup.
Per definisi CRS merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang di bayi
sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. Nama lain CRS ialah
Fetal Rubella Syndrome. Cacat bawaan (Congenital defect) yang paling sering dijumpai ialah tuli
sensoneural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan kardiovaskular, dan retardasi mental.
Epidemiologi
Congenital Rubella Syndrome pertama kali dilaporkan pada tahun 1941 oleh Norman Greg
seorang ahli optalmologi Australia yang menemukan katarak bawaan di 78 bayi yang ibunya
mengalami infeksi rubella di awal kehamilannya. Berdasarkan data dari WHO paling tidak 236
ribu kasus CRS terjadi setiap tahun di negara berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat
terjadi epidemi. Di Amerika Serikat tahun 1964–1965 dilaporkan terdapat 20.000 kasus CRS
dengan gangguan pendengaran berjumlah 11.600, kebutaan 3.580 dan retardasi mental
1.800.1,2 Data terakhir pada tahun 1999 dilaporkan terdapat 9 kasus CRS dari 293.655.405 total
penduduk pada saat itu.Untuk negara-negara di Asia Tenggara, kasus CRS tahun 1999 per
jumlah penduduk dilaporkan sebagai berikut:
Timor timur : 0 dengan jumlah penduduk 1.019.252
Indonesia : 7 dengan jumlah penduduk 238.452.952
Laos : 0 dengan jumlah penduduk 6.068.117
Malaysia : 0 dengan jumlah penduduk 23.522.482
Philippines : 2 dengan jumlah penduduk 86.241.697
Singapore : 0 dengan jumlah penduduk 4.353.893
Thailand : 2 dengan jumlah penduduk 64.865.523
Vietnam : 2 dengan jumlah penduduk 82.662.800
Virus Rubella
Struktur virus
Virus rubella diasingkan pertamakali pada tahun 1962 oleh Parkman dan Weller. Rubella
merupakan virus RNA yang termasuk dalam genus Rubivirus, famili Togaviridae, dengan jenis
antigen tunggal yangtidak dapat bereaksi silang dengan sejumlah grup Togavirus lainnya. Virus
rubella memiliki 3 protein struktural utama yaitu 2 glycoprotein envelope, E1 dan E2 dan 1
protein nukleokapsid. Secara morfologi, virus rubella berbentuk bulat (sferis) dengan diameter
60–70 mm dan memiliki inti (core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang
mengandung glycoprotein E1 dan E2. Virus rubella dapat dihancurkan oleh proteinase, pelarut
lemak, formalin, sinar ultraviolet, PH rendah, panas dan amantadine tetapi nisbi (relatif) rentan
terhadap pembekuan, pencairan atau sonikasi .
Virus Rubella(VR) terdiri atas dua subunit struktur besar, satu berkaitan dengan envelope virus
dan yang lainnya berkaitan dengan nucleoprotein core.
Isolasi dan identifikasi
Meskipun Virus rubella dapat dibiakkan dalam berbagai biakan (kultur) sel, infeksi virus ini
secara rutin didiagnosis melalui metode serologis yang cepat dan praktis. Berbagai jenis
jaringan, khususnya ginjal kera paling baik digunakan untuk mengasingkan virus, karena dapat
menghasilkan paras (level) virus yang lebih tinggi dan secara umum lebih baik untuk
menghasilkan antigen. Pertumbuhan virus tidak dapat dilakukan pada telur, tikus dan kelinci
dewasa.
Antigenicity
Virus rubella memiliki sebuah hemaglutinin yang berkaitan dengan pembungkus virus dan
dapat bereaksi dengan sel darah merah anak ayam yang baru lahir, kambing, dan burung
merpati pada suhu 4 °C dan 25 °C dan bukan pada suhu 37 °C. Baik sel darah merah maupun
serum penderita yang terinfeksi virus rubella memiliki sebuah non-spesifik b-lipoprotein
inhibitor terhadap hemaglutinasi. Aktivitas komplemen berhubungan secara primer dengan
envelope, meskipun beberapa aktivitas juga berhubungan dengan nukleoprotein core. Baik
hemaglutinasi maupun antigen complement-fixingdapat ditemukan (deteksi) melalui
pemeriksaan serologis.
Replikasi virus
Virus rubella mengalami replikasi di dalam sel inang. Siklus replikasi yang umum terjadi dalam
proses yang bertingkat terdiri dari tahapan: perlekatan, pengasukan (penetrasi), diawasalut
(uncoating), biosintesis, pematangan dan pelepasan. Meskipun ini merupakan siklus yang
umum, tetapi akan terjadi beberapa ragam siklus dan bergantung pada jenis asam nukleat
virus.
Tahap perlekatan terjadi ketika permukaan virion, atau partikel virus terikat di penerima
(reseptor) sel inang. Perlekatan reversible virion dalam beberapa hal, agar harus terjadi infeksi,
dan pengasukan virus ke dalam sel inang. Proses ini melibatkan beberapa mekanisme, yaitu:
penggabungan envelope virus dengan membrane sel inang (host), pengasukan langsung ke
dalam membrane, interaksi dengan tempat penerima membrane sel, viropexis atau
fagositosis.
Setelah memasuki sel inang, asam nukleat virus harus sudah terlepas dari pembungkusnya,
(uncoating) atau terlepas dari kapsulnya. Proses mengawasalut (uncoating ) ini terjadi di
permukaan sel dalam virus. Secara umum, ini merupakan proses enzimatis yang menggunakan
prakeberadaan (pre-existing) ensim lisosomal atau melibatkan pembentukan ensim yang baru.
Setelah proses pengawasalutan (uncoating), maka biosintesis asam nukleat dan beberapa
protein virus merupakan hal yang sangat penting. Sintesis virus terjadi baik di dalam inti
maupun di dalam sitoplasma sel inang, bergantung dari jenis asam nukleat virus dan kelompok
virus. Pada virus RNA, seperti Virus Rubella, sintesis ini terjadi di dalam sitoplasma, sedangkan
pada kebanyakan virus DNA, asam nukleat virus bereplikasi di inti sel inang sedangkan protein
virus mengalami replikasi pada sitoplasma. Tahap terakhir replikasi virus yaitu proses
pematangan partikel virus. Partikel yang telah matang ini kemudian dilepaskan dengan
bertunas melalui membrane sel atau melalui lisis sel.
Patogenesis Congenital Rubella Syndrome
Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami replikasi di nasofaring dan di
daerah kelenjar getah bening. Viremia terjadi antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan
virus rubella. Dalam ruangan tertutup, virus rubella dapat menular ke setiap orang yang berada
di ruangan yang sama dengan penderita. Masa inkubasi virus rubella berkisar antara 14–21 hari.
Masa penularan 1 minggu sebelum dan empat (4) hari setelah permulaan (onset) ruam (rash).
Pada episode ini, Virus rubellasangat menular.
Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung. Infeksi rubella
menyebabkan kerusakan janin karena proses pembelahan terhambat. Dalam rembihan (secret)
tekak (faring) dan air kemih (urin) bayi dengan CRS, terdapat virus rubella dalam jumlah banyak
yang dapat menginfeksi bila bersentuhan langsung. Virus dalam tubuh bayi dengan CRS dapat
bertahan hingga beberapa bulan atau kurang dari 1 tahun setelah kelahiran.
Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan sel akibat virus
rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus. Infeksi plasenta terjadi selama viremia ibu,
menyebabkan daerah (area) nekrosis yang tersebar secara fokal di epitel vili korealis dan sel
endotel kapiler. Sel ini mengalami deskuamasi ke dalam lumen pembuluh darah, menunjukkan
(indikasikan) bahwa virus rubella dialihkan (transfer) ke dalam peredaran (sirkulasi) janin
sebagai emboli sel endotel yang terinfeksi. Hal ini selanjutnya mengakibatkan infeksi dan
kerusakan organ janin. Selama kehamilan muda mekanisme pertahanan janin belum matang
dan gambaran khas embriopati pada awal kehamilan adalah terjadinya nekrosis seluler tanpa
disertai tanda peradangan.
Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek. Organ janin dan bayi yang
terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripada bayi yang sehat. Virus rubella juga
dapat memacu terjadinya kerusakan dengan cara apoptosis. Jika infeksi maternal terjadi setelah
trimester pertama kehamilan, kekerapan (frekuensi) dan beratnya derajat kerusakan janin
menurun secara tiba-tiba (drastis). Perbedaan ini terjadi karena janin terlindung oleh
perkembangan melaju (progresif) tanggap (respon) imun janin, baik yang bersifat humoral
maupun seluler, dan adanya antibodi maternal yang dialihkan (transfer) secara pasif

RISIKO TERJADINYA CONGENITAL RUBELLA SYNDROME PADA


KEHAMILAN
Infeksi pada trimester pertama
Kisaran kelainan berhubungan dengan umur kehamilan. Risiko terjadinya kerusakan apabila
infeksi terjadi pada trimester pertama kehamilan mencapai 80–90%. Virus rubella terus
mengalami replikasi dan diekskresi oleh janin dengan CRS dan hal ini mengakibatkan infeksi
pada persentuhan (kontak) yang rentan. Gambaran klinis CRS digolongkan (klasifikasikan)
menjadi transient, permulaan yang tertangguhkan (delayed onset, dan permanent). Kelainan
pertumbuhan seperti ketulian mungkin tidak akan muncul selama beberapa bulan atau
beberapa tahun, tetapi akan muncul pada waktu yang tidak tentu.
Kelainan kardiovaskuler seperti periapan (proliferasi) dan kerusakan lapisan seluruh (integral)
pembuluh darah dapat menyebabkan kerusakan yang membuntu (obstruktif) arteri berukuran
medium dan besar dalam sistem peredaran (sirkulasi) pulmoner dan bersistem (sistemik).
Ketulian yang terjadi pada bayi dengan CRS tidak diperkirakan sebelumnya. Metode untuk
mengetahui adanya kehilangan pendengaran janin seperti pemancaran (emisi) otoakustik dan
auditory brain stem responses saat ini dikerjakan untuk menyaring bayi yang berisiko dan akan
mencegah kelainan pendengaran lebih awal, juga saat neonatus. Peralatan ini mahal dan tidak
dapat digunakan di luar laboratorium. Kekurangan inilah yang sering terjadi di negara
berkembang tempat CRS paling sering terjadi.
Kelainan mata dapat berupa apakia glaukoma setelah dilakukan aspirasi katarak dan
neovaskularisasi retina merupakan manifestasi klinis lambat CRS.
Manifestasi permulaan yang tertangguhkan (delayed-onset) CRS yang paling sering adalah
terjadinya diabetes mellitus tipe 1. Penelitian lanjutan di Australia terhadap anak yang lahir
pada tahun 1934 sampai 1941, menunjukkan bahwa sekitar 20% diantaranya menjadi penderita
diabetes pada dekade ketiga kehidupan mereka.
Infeksi setelah trimester pertama
Virus rubella dapat diisolasi dari ibu yang mendapatkan infeksi setelah trimester pertama
kehamilan. Penelitian serologis menunjukkan sepertiga dari bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi virus rubella pada umur 16–20 minggu memiliki IgM spesifik rubella saat lahir.
Penelitian di negara lain menunjukkan bahwa infeksi maternal diperoleh usia 13–20 minggu
kehamilan dan dari bayi yang menderita kelainan akibat infeksi virus rubella terdapat 16–18%,
tetapi setelah periode ini insidennya kurang dari 12%. Ketulian dan retinopati sering merupakan
gejala tunggal infeksi bawaan (congenital) meski retinopati secara umum tidak menimbukan
kebutaan Infeksi yang terjadi sebelum penghamilan (konsepsi).Dalam laporan kasus perorangan
(individual), infeksi virus rubella yang terjadi sebelum penghamilan (konsepsi), telah
merangsang terjadinya infeksi bawaan. Penelitian prospektif lain yang dilakukan di Inggris dan
Jerman, yang melibatkan 38 bayi yang lahir dari ibu yang menderita ruam sebelum masa
penghamilan (konsepsi), virus rubella tidak ditransmisikan kepada janin. Semua bayi tersebut
tidak terbukti secara serologis terserang infeksi virus ini, berbeda dengan 10 bayi yang ibunya
menderita ruam antara 3 dan 6 minggu setelah menstruasi terakhir
Simpulan
Congenital Rubella Syndrome (CRS) atau Fetal Rubella Syndrome merupakan gabungan
beberapa keabnormalan fisik yang berkembang pada bayi sebagai akibat infeksi virus rubella
maternal yang berlanjut dalam fetus. CRS dapat mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir
mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup. Infeksi virus rubella pada trimester I
kehamilan memiliki risiko kerusakan yang lebih besar dibandingkan dengan infeksi setelah
trimester pertama.
Bayi yang didiagnosis mengalami CRS apabila mengalami 2 gejala kriteria A (Katarak, glaukoma
bawaan, penyakit jantung bawaan [paling sering adalah patient ductus arteriosus atau
peripheral pulmonary artery stenosis], kehilangan pendengaran, dan pigmentasi retina) atau 1
kriteria A dan 1 kriteria B (purpura, splenomegali, jaundice, mikrosefali, retardasi mental,
meningoensefalitis dan radiolucent).
Berdasarkan kriteria diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, kasus CRS dapat
digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu: kasus dicurigai (suspected case), kasus berpeluang
(probable case), kasus hanya infeksi (infection only-case), kasus yang dipastikan (Confirmed
case).
Pemeriksaan laboratorik untuk menunjang diagnosis CRS antara lain: pengasingan (isolasi) virus,
pemeriksaan serologik (hemaglutinasi pasif, uji hemolisis radial, uji aglutinasi lateks, uji inhibisi
hemaglutinasi, imunoasai fluresens, imunoasai enzim) dan pemeriksaan terhadap RNA virus
rubella.

3. ASAP AWAN DI LONDON

The Great Smog of London, atau Great Smog of 1952, adalah peristiwa polusi udara yang parah
yang mempengaruhi London, Inggris, pada awal Desember 1952. Periode cuaca yang sangat
dingin, dikombinasikan dengan kondisi anticyclone dan tanpa angin, mengumpulkan polutan di
udara — sebagian besar muncul dari penggunaan batu bara — untuk membentuk lapisan tebal
kabut asap di seluruh kota. Itu berlangsung dari Jumat 5 Desember hingga Selasa 9 Desember
1952, kemudian bubar dengan cepat ketika cuaca berubah.
Ini menyebabkan gangguan besar dengan mengurangi jarak pandang dan bahkan menembus
area dalam ruangan, jauh lebih parah daripada kejadian kabut asap sebelumnya, yang disebut
"sup kacang polong". Laporan medis pemerintah pada minggu-minggu setelah kejadian
tersebut memperkirakan bahwa hingga 4.000 orang telah meninggal sebagai akibat langsung
dari kabut asap dan 100.000 lainnya menjadi sakit akibat pengaruh kabut asap tersebut pada
saluran pernapasan manusia. Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa jumlah total
kematian mungkin jauh lebih besar, dengan perkiraan antara 10.000 dan 12.000 kematian.
London telah menderita sejak abad ke-13 karena kualitas udara yang buruk dan ini memburuk
pada tahun 1600-an. The Great Smog dianggap sebagai peristiwa polusi udara terburuk dalam
sejarah Inggris Raya, dan yang paling signifikan karena pengaruhnya terhadap penelitian
lingkungan, peraturan pemerintah, dan kesadaran publik tentang hubungan antara kualitas
udara dan kesehatan. Ini menyebabkan beberapa perubahan dalam praktik dan peraturan,
termasuk Clean Air Act 1956..
Great Smog of London, kabut asap mematikan yang menutupi kota London selama lima hari (5–
9 Desember) pada tahun 1952, yang disebabkan oleh kombinasi dari polusi industri dan kondisi
cuaca bertekanan tinggi. Kombinasi asap dan kabut ini membuat kota hampir macet dan
mengakibatkan ribuan kematian. Konsekuensinya mendorong dikeluarkannya Undang-Undang
Udara Bersih empat tahun kemudian, yang menandai titik balik dalam sejarah lingkungan
hidup. Fenomena "kabut London" lama mendahului krisis di awal 1950-an. Dikenal sebagai
"pea-soupers" karena penampilannya yang padat dan kuning, kabut yang menyelimuti semua
itu telah menjadi ciri khas London pada abad ke-19.
Tapi kabut yang tercemar adalah masalah di London pada awal abad ke-13, karena
pembakaran batu bara, dan situasinya hanya memburuk saat kota terus berkembang. Keluhan
tentang asap dan polusi meningkat pada tahun 1600-an, ketika undang-undang yang akhirnya
tidak efektif disahkan di bawah Raja James I untuk membatasi pembakaran batu bara.
Industrialisasi yang meningkat pesat yang dimulai pada akhir 1700-an memperburuk kondisi.
Bahaya ini bukanlah formasi alami atmosfer: uap air akan menempel pada partikulat yang
dilepaskan oleh pabrik pembakaran batu bara, menghasilkan awan gelap dan tebal yang
mengganggu jarak pandang. Variasi kabut ini kemudian dikenal sebagai kabut asap (gabungan
dari kata asap dan kabut), istilah yang ditemukan oleh seorang London pada awal abad ke-20.
Polusi udara mencapai krisis pada abad ke-19 dengan penyebaran Revolusi Industri dan
pertumbuhan pesat kota metropolitan. Meningkatnya kebakaran rumah tangga dan tungku
pabrik berarti bahwa emisi yang tercemar melonjak pesat. Pada saat inilah suasana penuh
kabut London yang digambarkan dengan jelas dalam novel Charles Dickens dan Arthur Conan
Doyle muncul. Kabut London bisa bertahan seminggu, dan kematian terkait kabut dilaporkan
terjadi di batu nisan pada awal abad ke-19. Meskipun kesehatan masyarakat memburuk, hanya
sedikit yang dilakukan untuk memeriksa kabut asap, mengingat banyaknya pekerjaan yang
disediakan oleh industri baru dan kenyamanan yang diberikan oleh kebakaran batu bara
domestik.
The Great Smog of 1952 adalah sup kacang polong dengan tingkat keparahan yang belum
pernah terjadi sebelumnya, yang disebabkan oleh cuaca dan polusi. Secara keseluruhan, selama
abad ke-20, kabut London semakin jarang terjadi, karena pabrik-pabrik mulai bermigrasi ke luar
kota. Namun, pada tanggal 5 Desember, anticyclone menetap di London, sistem cuaca
bertekanan tinggi yang menyebabkan pembalikan di mana udara dingin terperangkap di bawah
udara hangat yang lebih tinggi. Akibatnya, emisi dari pabrik dan kebakaran rumah tangga tidak
bisa dilepaskan ke atmosfer dan tetap terperangkap di dekat permukaan tanah. Hasilnya adalah
kabut berbasis polusi terburuk dalam sejarah kota.
Jarak pandang sangat terganggu di beberapa bagian London sehingga pejalan kaki tidak dapat
melihat kaki mereka sendiri. Selain Kereta Bawah Tanah, transportasi sangat dibatasi. Layanan
ambulans menderita, membuat orang harus mencari jalan sendiri ke rumah sakit di tengah
kabut asap. Banyak orang meninggalkan mobilnya begitu saja di jalan. Drama dan konser dalam
ruangan dibatalkan karena penonton tidak dapat melihat panggung, dan kejahatan di jalanan
meningkat. Ada lonjakan kematian dan rawat inap yang berkaitan dengan pneumonia dan
bronkitis, dan kawanan ternak di Smithfield dilaporkan tersedak sampai mati. Meskipun kabut
berlangsung selama lima hari, akhirnya menghilang pada tanggal 9 Desember, tingkat
keparahannya tidak sepenuhnya dihargai sampai petugas registrasi umum mengumumkan
jumlah korban jiwa beberapa minggu kemudian, yang berjumlah sekitar 4.000. Namun, efek
kabut asap itu bertahan lama, dan perkiraan saat ini memeringkat jumlah kematian menjadi
sekitar 12.000.
Setelah peristiwa 1952, keseriusan polusi udara London menjadi tak terbantahkan. Lambat
bertindak pada awalnya, pemerintah Inggris akhirnya mengesahkan Clean Air Act empat tahun
kemudian, pada tahun 1956, sebagai tanggapan langsung terhadap kabut mematikan tersebut.
Undang-undang tersebut menetapkan wilayah bebas asap rokok di seluruh kota dan membatasi
pembakaran batu bara dalam kebakaran rumah tangga serta di tungku industri. Selain itu,
pemilik rumah ditawari hibah yang memungkinkan mereka beralih ke berbagai sumber
pemanas, seperti minyak, gas alam, dan listrik. Meskipun perubahan terjadi secara bertahap
dan krisis kabut asap lainnya terjadi pada tahun 1962, Clean Air Act umumnya dianggap sebagai
peristiwa besar dalam sejarah lingkungan hidup, dan membantu meningkatkan kesehatan
masyarakat di Inggris.

Anda mungkin juga menyukai