NIM: A1G120023
KELAS: 1A
4. Dalam konteks sejarah penyebaran Islam di Nusantara tepatnya pada aba ke -15 dan
khususnya di tanah Jawa, Walisongo mempunyai peran yang cukup besar dalam proses
akulturasi Islam dengan budaya. Budaya dijadikan sebagai media dalam menyebarkan
Islam dan mengenalkan nilai dan ajaran Islam kepada masyarakat secara persuasif.
Kemampuan memadukan kearifan local dan nilai-nilai Islam mempertegas bahwa agama
dan budaya lokal tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Secara sosiologis,
keberadaan Walisongo hampir semua berada di titik tempat pusat kekuatan masyarakat,
yaitu di Surabaya, Gresik, Demak, dan Cirebon. Bahkan kerabat mereka pun memiliki
peran yang signifikan juga dalam penyebaran Islam secara kultural.
Dalam konteks praktik keagamaan yang dijalankan masyarakat Indonesia yang
berhubungan dengan gerakan dakwah Walisongo dtampak sekali terdapat usaha
membumikan Islam. Fakta tentang pribumisasi Islam yang dilakukan Walisongo dalam
dakwahnya terlihat sampai saat ini. Sejumlah istilah local yang digunakan untuk
menggantikan istilah yang berbahasa Arab, contohnya Gusti Kang Murbeng (Allahu
Rabbul Alamin), Kanjeng Nabi, Kyai (al-Alim), Guru (Ustadz), bidadari (Hur),
sembahyang (shalat), dan lain-lain.
Sejak masa Wali Songo, Islam di Indonesia memiliki dua model di atas. Kelompok
formalis lebih mengutamakan aspek fikih dan politik kenegaraan, sedangkan kelompok
esensialis memprioritaskan aspek nilai dan kultur dalam berdakwah. Di era kemerdekaan
sampai dengan era pascareformasi, polemik antara kedua model keberagamaan ini masih
tetap ada.
Dalam masyarakat yang pluralistik saat ini diperlukan pengembangan kiat-kiat baru bagi
para pendakwah dengan menyelaraskan dengan kemajuan tekhnologi dan modernitas.
Penggunaan media massa dan internet dirasa sangat pas dalam menyebarkan dakwah
yang lebih luas lagi. Artinya, metode seperti ini juga menandakan sama dengan para
Walisongo pada zaman dahulu menggunakan media tradisional.
Tuntutan modernitas dan globalisasi menuntut model pemahaman agama yang saintifik,
yang secara serius memperlihatkan pelbagai pendekatan, Pendekatan Islam monodisiplin
tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan zaman yang dihadapi umat Islam di
pelbagai tempat. Agar diperoleh pemahaman Islam yang saintifik di atas diperlukan
pembacaan teks-teks agama (Quran, Al-Hadts, dan turats) secara integratif dan
interkonektif dengan bidang-bidang dan disiplin ilmu lainnya.
5. Modernisasi, menurut sebagian ahli, adalah sejenis tatanan sosial modern atau yang
sedang berada dalam proses menjadi modern. Bagi ahli lain, esensi modernisasi
ditemukan dalam kepribadian individual. Istilah modern juga bisa berkaitan dengan
karakteristik. Munculnya modernisasi seringkali dikaitkan dengan perubahan sosial,
sebuah perubahan penting dari struktur sosial (pola-pola perilaku dan interaksi sosial).
Tantangan besar umat islam dalam menghadapi moderenisasi adalah masuknya
pengaruh-pengaruh barat yang banyak bertentangan dengan kaidah-kaidah islam,
bagaimana memanifestasikan ajaran Islam itu di dalam sistem kehidupan social dan
pemahaman yang berbeda di antara mereka dalam memahami Islam, apakah
sebagai model dari sebuah realitas (model of reality) ataukah model untuk sebuah
realitas (models for reality).
6. Secara etimologis kata paradigma dari bahasa Yunani yang asal katanya adalah paradan
digma. Para mengandung arti „disamping‟, „di sebelah‟,dan„keadaan lingkungan‟.
Digmaberarti „sudut pandang‟, „teladan‟, „arketif;dan „ideal‟. Dapat dikatakan bahwa
paradigma adalahcara pandang, cara berpikir, cara berpikir tentang suatu realitas. Adapun
secara terminologisparadigmaadalah cara berpikir berdasarkan pandangan yang
menyeluruh dan konseptual terhadap suatu realitasatausuatu permasalahan dengan
menggunakan teori-teori ilmiah yang sudah baku, eksperimen, dan metode keilmuan
yang bisa dipercaya. Dengan demikian, paradigma Qurani adalah cara pandangdancara
berpikir tentang suatu realitasatausuatu permasalahan berdasarkan Al-Quran. Karena al
Quran karena ajaranIslam yang sumbernya Al-Quran dan hadis bersifat syumul artinya
mencakup segala aspek kehidupan.Kedua,ajaran Islam bersifat rasional,artinya sejalan
dengan nalar manusia sehingga tidak bertentangan dengan Iptek.Ketiga, ajaran Islam
berkarakter tadarru jartinyabertahap dalam wurūddan implementasinya. Keempat, ajaran
Islam bersifattaqlilat-takaalifartinya tidak banyak beban karena beragama itu memang
mudah, dalam arti untuk melaksanakannya berada dalam batas-batas kemanusiaan bukan
malah sebaliknya, tidak ada yang diluar kemampuan manusia untuk melaksanakannya.
Allah sendiri menyatakan dalam banyak ayat bahwa yang dikehendaki oleh Allah adalah
kemudahan bagi umat manusia bukan kesulitan, menjunjung tinggi kesamaan (egaliter),
keadilan, rahmat dan berkah bagi semua. Kelima, ajaran yang diangkat Al-Quran
berkarakter i‟jāzartinya bahwa redaksi Al-Quran dalam mengungkap pelbagai
persoalan,informasi, kisah dan pelajaran selalu dengan gaya bahasa yang singkat, padat,
indah, tetapi kaya makna, jelas dan menarik. Agama yang mempunyai prinsip seperti
itulah agama masa depan dan agama yang dapat membawa kemajuan.
7. 1. Al-Qur’an
2. Hadits (Sunnah)
3. Ijtihad