Anda di halaman 1dari 3

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : FARIDA JULI RAHMAYANTI

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043045981

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4214/Sistem Sosial Budaya Indonesia

Kode/Nama UPBJJ : PBI UT LAMONGAN JL VETERAN NO 9A

Masa Ujian : 2021/22.1 (2021.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
TUGAS 1
1. Berdasarkan pengertiannya, pluralisme atau kemajemukan suatu masyarakat dapat dilihat
dari dua sudut pandang, yaitu secara horizontal dan secara vertikal.
a. Berikan analisis Anda mengenai konsep pluralisme secara horizontal dan vertikal dalam
kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat Indonesia yang majemuk.
Jawaban :
Secara horizontal, masyarakat majemuk, dikelompokkan berdasarkan :
o Bahasa daerah;
o Agama;
o Adat Istiadat atau perilaku;
o Etnik dan ras atau asal usul keturunan;
o Pakaian;
o Makanan;
o Budaya material lainnya.
Secara vertikal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan :
o Pekerjaan;
o Penghasilan;
o Pemukiman;
o Perekonomian;
o Pendidikan;
o Kedudukan sosial politik.

b. Menurut Anda, apakah masyarakat di Indonesia sudah dapat memahami bahwa bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang majemuk atau pluralis sehingga hal ini menjadi modal
dasar dalam meredam terjadinya potensi konflik pada masyarakat Indonesia? Berikan
contohnya. Jangan lupa sertakan sumber referensi jawaban Anda.
Jawaban :
Bangsa Indonesia dikenal dan diakui sebagai bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu
menyangkut berbagai aspek, baik yang bersifat fisik sehingga kelihatan maupun yang
bersifat non fisik sehingga tidak kelihatan, misalnya adat istiadat, bahasa yang digunakan,
dan lainnya. Dari aspek fisik saja ada yang berkulit agak keputih-putihan, sawo matang,
dan ada juga yang gelap atau kehitam-hitaman. Bentuk tubuhnya juga berlainan, dan
begitu pula rambutnya. Perbedaan itu dalam hal-hal tertentu kadang sedemikian jauh,
misalnya antara orang Kalimantan, Sumatera, Jawa dibandingkan dengan orang NTT dan
atau Orang Papua.
Bagi bangsa Indonesia sendiri, perbedaan itu sudah dirasakan sebagai hal biasa. Akan
tetapi, bagi orang lain yang baru mengenalnya, mungkin saja akan dirasakan sebagai hal
aneh. Perbedaan itu kelihatan sedemikian mencolok. Bentuk rambutnya saja, di antara
suku yang berbeda ada yang lurus, bergelombang, keriting, dan bahkan ada juga yang
amat keriting hingga sulit disisir. Perbedaan fisik itu tidak pernah melahirkan persoalan
yang sulit diselesaikan. Oleh karena sudah menjadi hal biasa maka perbedaan tersebut
juga tidak pernah menjadi isu yang harus diperbincangkan. Adanya bermacam-macam
suku, warna kulit, adat istiadat, dan bahkan juga agama tersebut diakui dan berhasil
dirumuskan dalam kata yang sedemikian mudah dipahami, yaitu Bhineka Tunggal Ika.
Dengan demikian kehidupan berbhineka atau disebut plural itu sebenarnya sudah
terbiasa. Di dalam satu kantor, sekolah, kampus atau lainnya terdapat berbagai jenis suku,
bahasa daerah, adat istiadat dan lain-lain adalah dianggap lazim. Perbedaan tersebut tidak
menjadi halangan dalam mendapatkan rasa keadilan.
Memahami kenyataan tersebut maka konsep pluralisme bagi bangsa Indonesia
sebenarnya bukan sesuatu yang baru dan aneh. Memang konsep itu tidak disebut plural
melainkan bhineka. Oleh karena itu, bangsa Indonesia tidak perlu belajar konsep
pluralisme ke negara atau bangsa lain, tetapi seharusnya justru sebaliknya, yaitu menjadi
guru tentang kehidupan yang majemuk, bhineka, atau plural. Hal demikian itu oleh karena
bangsa ini sudah lama menjalankan konsep dimaksud dan pada kenyataannya tidak ada
hal yang tidak terselesaikan dari adanya perbedaan sebagaimana dimaksudkan itu.

Anda mungkin juga menyukai