Anda di halaman 1dari 169

Konsep Dan Perspektif Keperawatan Medical Bedah

• Definisi Keperawatan Medikal Bedah :


❖ Keperawatan Medikal Bedah adalah pelayanan profesional yang
berdasarkan pada ilmu keperawatan medikal bedah dan teknik keperawatan
medikal bedah berbentuk pelayanan Bio-psiko-sosio-spiritual, peran utama
perawat adalah memeberikan asuhan keperawatan kepada manusia (sebagai
objek utama pengkajian filsafat ilmu keperawatan: ontologis). (Nursalam,
2008) .
❖Pengertian keperawatan medikal bedah Menurut (Raymond H. & Simamora, 2009) :
1. Mengembangkan diri secara terus-menerus untuk meningkatkan kemampuan
professional dalam medikal bedah dengan cara:
a. Menerapkan konsep-konsep keperawatan dalam melaksanakan kegiatan keperawatan.
b. Melaksanakan kegiatan keperawatan dalam menggunakan pendekatan ilmiah.
c. Berperan sebagai pembaru dalam setiap kegiatan keperawatan pada berbagai tatanan pelayanan
keperawatan.
d. Mengikuti perkembangan IPTEK secara terus-menerus melalui kegiatan yang menunjang.
e. Mengembangkan IPTEK keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan ilmu.
f. Berperan aktif dalam setiap kegiatan ilmiah yang relevan dengan keperawatan.
2. Melaksanakan kegiatan penelitian rangaka pengembangan
ilmu keperawatan medikal bedah dengan cara:
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan dengan menganlisis,
menyintesis informasi yang relevan dari berbagai sumber
dan memerhatikan perspektif lintas budaya.
b. Merencanakan dan melaksanakan penelitian dalam bidang
keperawatan keperawatan medikal bedah
c. Menerapkan prinsip dan tekhnik penalaran yang tepat
dalam berpikir secara logis, kritis, dan mandiri.
3. Berfungsi sebagai anggota masyarakat yang kreatif, produktif,
terbuka untuk menerima perubahan, dan berorientasi pada
masa depan dengan cara:
a. Menggali dan mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya untuk membantu meneyelesaikan masalah
masyarakat yang terkait dengan keperawatan medikal
bedah.
b. Membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
memanfaatkan dan mengelola sumber yang tersedia.
Peran dan fungsi Perawat dalam keperawatan
medikal bedah
• Peran dan fungsi perawat khususnya di rumah sakit adalah memberikan pelayanan
atau asuhan keperawatan melalui berbagai proses atau tahapan yang harus dilakukan
baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pasien.
• Tahapan yang dilakukan berdasarkan standar yang diakui oleh pemerintah maupun
profesi perawat (Sumijatun, 2011: hal 1)
• Salah satu bagian yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan adalah pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan di rumah sakit
merupakan komponen terbesar dari sistem pelayanan kesehatan yang terintegrasi
(Kuntoro, 2010: hal 1).
• Pelayanan keperawatan merupakan proses kegiatan natural dan berurutan yang
dilakukan oleh perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
• Pelayanan diberikan karena adanya keterbatasan atau kelemahan fisik dan mental.
Keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan
melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.
• Kegiatan keperawatan dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan, pemulihan, pemeliharaan kesehatan dengan penekanan
upaya pelayanan kesehatan sesuai wewenang, tanggung jawab dan etika profesi
keperawatan sehingga memungkinkan setiap individu mencapai kemampuan hidup
sehat.
• Tenaga kesehatan yang paling banyak jumlahnya dalam memberikan pelayanan
kesehatan di rumah sakit dan sering berinteraksi dengan klien adalah perawat
(Asmuji, 2012: hal 1)
Lingkup Praktek Keperawatan Medikal Bedah (nursalam, 2008)

1. Lingkup masalah penelitian pengembangan konsep dan teori


keperawatan, Fokus masalah adalah kajian teori-teori yang sudah ada
untuk meyakinkan masyarakat bahwa keperawatan adalah suatu ilmu
yang berbeda dari ilmu profesi kesehatan lain serta kesesuaian
penerapan ilmu tersebut dalam bidang keperawatan.
2. Lingkup masalah penelitian kebutuhan dasar manusia meliputi
identifikasi sebab dan upaya untuk memenuhi kebutuhan.
3. Lingkup masalah penelitian pendidikan keperawatan
4. Lingkup masalah penelitian manajemen keperawatan
a. Model asuhan keperawatan medikal bedah
b. Peran kinerja perawat
c. Model sistem pencatatan dan pelaporan
5. Lingkup masalah penelitian ilmu keperawatan medikal bedah di fokuskan
pada asuhan keperawtan melalui pendekatan proses keperawatan. Topic
masalah didsarkan pada gangguan sistem tubuh yang umum terjadi pada:
klien dewasa. Ilmu keperawatan medikal bedah menurut (Nursalam,2008):
a. Sistem kekebalan tubuh
b. Sistem respirasi dan oksigensi
c. Sistem kardiovaskuler
d. Sistem persyarafan.
Komponen keperawatan medical bedah (Nursalam, 2008)

1. Manusia :
Penerima asuhan keperawatan adalah manusia (individu,
kelommpok, komunitas, atau social). Masing-masing
diperlakukan oleh perawat sebagai sistem adaptasi yang
holistic dan terbuka.
2. Keperawatan :
Bentuk pelayanan professional berupa pemenuhan kebutuhan
dasar yang diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit
yang mengalami gangguan fisik, psikis, dan social agar dapat
3. Konsep sehat-sakit: kerakteristis sehat menurut WHO :
a. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
b. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal
dan eksternal.
c. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
Sakit adalah suatu kondisi dimana kesehatan tubuh lemah.
(Webster’s New Collegiate Dictionary).
Sakit adalah keadaan yang disebabkan oleh bermacam-macam hal, bisa
suatu kejadian, kelainan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap
susunan jaringan tubuh, dari fungsi
4. Konsep lingkungan
Lingkungan internal dan eksternal, yang mempengaruhi dan
berakibat terhadap perkembangan dan prilaku seseorang dan
kelompok.
5. Aplikasi pada asuhan keperawatan:
a. Pengakajian
b. Perumusan diagnosis keperawatan
c. Intervensi keperawatan
d. Pelaksanaan
e. evaluasi
TREND DAN ISSUE DALAM
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Trend dan issue keperawatan medikal bedah
1. Tren KMB (Nursalam, 2008)
a. Peluang riset keperawatan di masa depan :
1) Riset keperawatan yang di laksnakan oleh perawat,
khususnya dosen keperawatan menunjukkan hasil yang
kurang memuaskan.
2) Hampir 90 % perawat di daerah jawa tidak
melaksanakan riset dalam perannya.
3) Mereka menyadari dan menerima bahwa riset adalah
bagian dari perannya tetapi juga ada pertanyaan
“whether researche is a nurse primary responsibility or
not, all nurses should also involve in nursing research?”
b. Lokasi tempat bekerja
Dari 4 hambatan (biaya, waktu, keahlian, dan kebijaksanaan),
jawaban responden sangat bervariasi dan adanya suatu korelasi
yang kuat antarvariabel.
Contoh :
1) mereka yang bekerja di Jakarta mengatakan bahwa anggaran
untuk riset dapat di peroleh dengan mudah
2) mereka yang bekerja di luar Jakarta mengalami kesulitan.
Hal ini tidak terlepas dari kemampuan (keahlian) perawat yang
bekerja di Jakarta lebih baik karena mereka rata-rata memiliki
pendidikan D3 dan S1 kesehatan masyarakat, sehingga proposal
yang ditulis lebih bisa diterima oleh pemberi dana. Di samping itu
juga karena faktor kesempatan dan informasi yang cepat bagi
perawat Jakarta. (Nursalam, 2008)
c.Keahlian perawat dalam riset
1) Perawat yang bekerja di luar Jakarta sebagian besar
berbasis pendidikan D3 keperawatan hampir 95%
mengalami masalah tentang keterampilan penelitian
atau keahlian penulisan proposal/pelaksanaan.
2) Keadaan ini diperparah dengan tidak adanya suatu
lembaga yang menangani riet keperawatan dalam
organisasi pelayanan kesehatan
d.Waktu pelaksaan yang terbatas
Perawat pendidik mempunyai tugas yang sangat besar
dalam pembelajaran di kelas dan di klinik serta kegiatan-
kegiatan non pembelajaran (administrasi), waktu perawat
habis untuk kegiatan tersebut
e.Topik riset keperawatan yang tidak sesuai
Banyak perawat yang belum memahami tentang
lingkup riset keperawatan. Topik-topik yang dipilih
lebih bersifat kesehatan secara umum, sehingga
hasil yang di dapatkan kurang memberikan
kontribusi yang bermakna untuk diapliksikan
dalam praktik keperawatan. (Nursalam, 2008: hal
29
2. Issu Keperawatan Medikal Bedah (Nursalam, 2008)

1. Antithetical terhadap perkembangan ilmu


keperawatan
Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum
dilaksanakannya pendidikan keperawatan secara
professional, perawat lebih cendrung untuk
melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu
perintah dari dokter. Mereka cendrung untuk menolak
terhadap perubahan ataupun sesuatu yang baru
dalam melaksanakan perannya secara professional.
b. Rendahnya rasa percaya diri /harga diri (Low self-
confidenceself)
1) Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai
sumber informasi dari klien.
2) Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut
timbul karena rendahnya penguasaan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi yang kurang memadai
serta sistem pelayanan Indonesia yang menempatkan
perawat sebagai warga negara kelas dua.
Stigma inilah yang membuat perawat dipandang tidak
cukup memiliki kemampuan yang memadai dan
kewenangan dalam pengambilan kepeutusan di bidang
pelayanan kesehatan
c. Kurangnya pemahaman dan sikap untuk
melaksanakan riset keperawatan
lebih dari 90% perawat tidak melaksanakan
perannya dalam melaksanakan riset:
1) pengetahuan/keterampilan riset yang sangat
kurang,
2) keterbatasan waktu,
3) Tidak adanya anggaran karena kebijakan yang
kurang mendukung pelaksanaan riset.
4) Baru pada tahun 2000-an, pusdiknakes memberikan
kesempatan kepada para perawat untuk
melaksanakan riset, namun hasilnya masih
dipertanyakan karena :
a) banyak hasil yang ada lebih lebih mengarah pada
riset kesehatan secara umum.
b) Riset tentang keperawatan hampir belum tersentuh.
c) tugas akhir yang diberikan kepada mahasiswa
keperawatan bukan langkah-langkah riset secara I

d) lmiah, tetapi lebih menekankan pada laporan


kasus per kasus.
d.Pendidikan keperawatan hanya difokuskan
pada pelayanan kesehatan yang sempit
1) Pembinaan keperawatan dirasakan kurang
memenuhi sasaran dalam memenuhi tuntutan
perkembangan zaman.
2) Pendidikan keperawatan dianggap sebagai
suatu objek untuk kepentingan tertentu dan
tidak dikelola secara profesional.
3) Kurikulum yang diterapkan lebih mengarahkan
perawat tentang how to work and apply,
bukan how to think and do criticall.
e.Rendahnya standar gaji bagi perawat
Gaji perawat, khususnya yang bekerja di instansi
pemerintah dirasakan sangat rendah bila
dibandingkan dengan negara lain, baik Asia
ataupun Amerika. Keadaan ini berdampak
terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan yang professional
f. Sangat minimnya perawat yang menduduki
pimpinan di institusi kesehatan
g.Masalah ini sangat krusial bagi pengembangan
profesi keperawatan, karena sistem sangat
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang
baik. Hal ini tentunya akan mempengaruhi
perkembangan keperawatan di Indonesia, karena
dampaknya semua kebijakan yang ada biasanya
kurang berpihak terhadap kebutuhan
keperawatan
3. Evidence based practice dalam keperawatan
medikal bedah

evidence based practice adalah starategi untuk


memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa
meningkatkan tingkah laku yang positif sehingga bisa
menerapakan EBP didalam praktik.
evidence based practice dalam keperawatan medical
bedah adalah starategi untuk memperolah
pengetahuan dan skill keperawatan medical bedah
untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang positif
sehingga bisa menerapakan EBP didalam praktik
keperawatan medical bedah
Keperawatan Medikal Bedah :
Pengertian, Peran dan Fungsi
Perawat
Keperawatan Medikal Bedah :
Pengertian, Peran dan Fungsi Perawat
 KMB pelayanan profesional yang didasarkan Ilmu dan teknik
Keperawatan Medikal Bedah berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-
spiritual yg komprehensif
 Ditujukan pada orang dewasa mengalami gangguan fisiologi dgn atau
tanpa gangguan struktur akibat trauma.
 KMB. merupakan bagian dari keperawatan.
 Keperawatan : Bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-
sosio-spiritual yang komprihensif ditujukan pada individu, keluarga dan
masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia.
 Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan dengan
alasan : kelemahan fisik, mental, masalah psikososial, keterbatasan
pengetahuan, dan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari secara mandiri akibat gangguan patofisiologis.
Pengertian keperawatan medikal
bedah mengandung empat hal
1. Pelayanan Profesional.
2. Berdasarkan Ilmu Pengetahuan.
3. Menggunakan Scientific Metode
4. Berlandaskan Etika Keperawatan.
Perawat dalam melaksanakan tugasnya, dituntut untuk dapat menerapkan asas etika
keperawatan yang ada, meliputi asas :
a. Autonomy (menghargai hak pasien / kebebasan pasien).
b. Beneficience (menguntungkan bagi pasien).
c. Veracity (kejujuran).
d. Justice (keadilan).
Peran Dan Fungsi Perawat Ada 7 Peran Perawat
1. Peran sebagai pemberi Asuhan Keperawatan

10. Faktor Asuhan dalam Keperawatan :

1. Menunjukkan system nilai kemanusian dan altruisme.


2. Memberi harapan dengan : mengembangkan sikap dalam membina hubungan dengan
klien, memfalitasi untuk optimis, percaya dan penuh harapan.
3. Menunjukkan sensivitas antara satu dengan yang lain.
4. Mengembangkan hubungan saling percaya : komunikasi efektif, empati, dan hangat.
5. Ekspresi perasaan positif dan negative melalui tukar pendapat tentang perasaan.
6. Menggunakan proses pemecahan mesalah yang kreatif.
7. Meningkatkan hubungan interpersonal dan proses belajar mengajar.
8. Memeberi support, perlindungan, koreksi mental, sosiokultural dan lingkungan spiritual.
9. Membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
10. Melibatkan eksistensi fenomena aspek spiritual.
2. Peran Sebagai Advokat
(Pembela) Klien
Perawat juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak -
hak pasien yang meliputi :
a. Hak atas pelayanan sebaik-baiknya.
b. Hak atas informasi tentang penyakitnya.
c. Hak atas privasi.
d. Hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
e. Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Peran Sebagai Edukator

Peran ini dilakukan untuk :


1. Meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan dan kemampuan klien
mengatasi kesehatanya.
2.Perawat memberi informasi dan meningkatkan perubahan perilaku klien.
4. Peran

Peran Sebagai Koordinator.
ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemeberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
Tujuan Perawat sebagi Koordinator adalah :
1. Untuk memenuhi asuhan kesehatan secara efektif, efisien dan
menguntungkan klien.
2. Pengaturan waktu dan seluruh aktifitas atau penanganan pada klien.
3. Menggunakan keterampilan perawat untuk : merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol
5. Peran Sebagai Kolaborator.

 Perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim


kesehatan yang terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi, dan lain - lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Peran Sebagai Konsultan.

 Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah


atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.
 Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi
tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan
7.Peran Sebagai Pembaharu.

 Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan


perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah
sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
 Peran perawat sebagai Pembaharu dipengaruhi oleh beberapa
factor diantaranya :
1. Kemajuan teknologi.
2. Perubahan Lisensi - Regulasi.
3. Meningkatnya peluang pendidikan lanjutan.
4. Meningkatnya berbagai tipe petugas asuhan kesehatan
lanjut

 Selain peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan, terdapat


pembagian peran perawat menurut hasil lokakarya keperawatan
tahun 1983 yang membagi menjadi 4 peran diantaranya :
1. Peran perawat sebagai pelaksana pelayanan keperawatan.
2. Peran perawat sebagai pengelola pelayanan dan institusi
keperawatan.
3. Peran perawat sebagai pendidik dalam keperawatan.
4. Peran perawat sebagai peneliti dan pengembang pelayanan
keperawatan.
b. Fungsi Perawat.

Ada 3 Fungsi Perawat, diantaranya :


1. Fungsi Independen.
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam
melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan
tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti :
a. Pemenuhan kebutuhan fisiologis : Pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan
cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas, dll.
b. Pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan.
c. Pemenuhan kebutuhan cinta mencintai.
d. Pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri
2. Fungsi Dependen.
 Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas
pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan
pelimpahan tugas yang diberikan.
 Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat
umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana
3. Fungsi Interdependen.

 Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling


ketergantungan di antara tim satu dengan lainnya.
 Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan
kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam
memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang
mempunyai penyakit kompleks.
 Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja
melainkan juga dari dokter ataupun lainya, seperti dokter dalam
memberikan tanda pengobatan bekerjasama dengan perawat
dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.
Lingkup Praktek Keperawatan
Medikal Bedah
 bentuk asuhan keperawatan pada klien dewasa yang mengalami
gangguan fisiologis baik yang sudah nyata atau terprediksi mengalami
gangguan, baik adanya penyakit, trauma atau kecacatan.
 Askep meliputi perlakuan terhadap individu untuk memperoleh
kenyamanan, membantu individu dalam meningkatkan dan
mempertahankan kondisi sehatnya, melakukan prevensi, deteksi dan
mengatasi kondisi berkaitan dengan penyakit, mengupayakan
pemulihan sampai klien dapat mencapai kapasitas produktif
tertingginya, serta membantu klien dalam menghadapi kematian
secara bermartabat.
 Praktek keperawatan medikal bedah menggunakan langkah-langkah
ilmiah pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi;
dengan memperhitungkan keterkaitan komponen-komponen, Biologis,
Psikologis, dan Sosial klien dalam merespon gangguan fisiologis sebagai
akibat penyakit, trauma atau kecacatan.
1. Lingkup Klien

 Klien yang ditangani dalam praktek kmb adalah orang dewasa,


dengan pendekatan one to one basis.
 Kategori dewasa berimplikasi pada pengembangan yang dijalani
sesuai tahapannya.
 Tugas-tugas perkembangan ini dapat berdampak pada
perubahan peran dan respon psikososial selama klien mengalami
masalah kesehatan, dan hal ini perlu menjadi pertimbangan
perawat dalam melakukan kajian dan intervensi keperawatan.
 Pendekatan keperawatan harus memperhitungkan level
kedewasaan klien yang ditangani, dengan demikian
pemberdayaan klien dalam proses asuhan merupakan hal penting
sesuai dengan kondisinya, ini berkenaan dengan self-caring
cacities
2. Lingkup Garapan Keperawatan
 lingkup garapan KMB perlu mengacu pada fokus telaahan lingkup garapan dan basis
intervensi keperawatan.
 respon manusia dalam menghadapi masalah, baik aktual maupun potensial.
 Dalam lingkup keperawatan medikal bedah, masalah kesehatan ini meliputi gangguan
fisiologis nyata atau potensial sebagai akibat adanya penyakit, terjadinya trauma
maupun kecacatan berikut respon klien yang unik dari aspek-aspek biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual.
 Mengingat basis telaahan respon klien bersumber dari gangguan fisiologis
 Pemahaman patofisiologis atau mekanisme terjadinya gangguan dan potensi
manifestasi klinis dari gangguan tersebut sangat mendasari lingkup garapan dan
intervensi keperawatan.
 Penyakit, trauma atau kecacatan sebagai masalah kesehatan yang dihadapi klien
dapat bersumber atau terjadi pada seluruh sistem tubuh meliputi sistem-sistem
persyarafan; endokrin; pernapasan; kardiovaskuler; pencernaan; perkemihan;
muskuloskeletal; integumen; kekebalan tubuh; pendengaran; penglihatan serta
permasalahan-permasalahan yang dapat secara umum menyertai seluruh gangguan
sistem yaitu issue-issue yang berkaitan dengan keganasan dan kondisi terminal
a. Lingkup garapan
 Lingkup garapan keperawatan adalah kebutuhan dasar manusia,
penyimpangan dan intervensinya.
segala hambatan pemenuhan kebutuhan dasar yang terjadi karena
perubahan fisiologis pada satu atau berbagai sistem tubuh; serta modalitas dan
berbagai upaya untuk mengatasinya.
 berpikir logis dan kritis dalam mengkaji secara tepat kebutuhan dasar apa yang
tidak terpenuhi, pada level serta kemungkinan penyebab apa (diagnosis
keperawatan).
 menentukan pada perlakuan (treatment) keperawatan, dan modalitas yang
sesuai.
Disini dibutuhkan keterampilan teknis dan telaah legal etis
b.Basis intervensi
Basis intervensi kmb
ketidakmampuan klien untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri (self-care
deficit).
 Ketidakmampuan ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara tuntutan
kebutuhan (self-care demand)
Kapasitas klien untuk memenuhinya (self-care ability) sebagai akibat
perubahan fisiologis pada satu atau berbagai sistem tubuh.
 Kondisi ini unik pada setiap individu, karena kebutuhan akan self-care (self-care
requirement) dapat berbeda-beda.
dibutuhkan integrasi keterampilan-keterampilan berpikir logis-kritis, teknis dan
telaah legal etis untuk menentukan bentuk intervensi keperawatan mana
yang sesuai, apakah bantuan total, parsial, atau suportif-edukatif yang dibutuhkan
klien
3. Konsekuensi Profesional
 Ada berbagai konsekuensi logis yang masih harus dipikirkan sebagai acuan bagi
praktisi keperawatan pada area kmb.
 Melihat kompleksitas fokus telaahan, lingkup garapan dan basis intervensi area
keperawatan medikal bedah dan konsekuensi profesionalnya perlu dirumuskan :
a. Standar performance untuk acuan kualitas asuhan.
b. Kategori kualifikasi perawat untuk menentukan kelayakannya sebagai praktisi.
c. Sertifikasi dan lisensi keahlian yang senantiasa diperbaharui untuk
memberi jaminankeamanan bagi pengguna jasa keperawatan
CAD (Coronary Artery Disease)
SUGIYARTO
PENGERTIAN CAD

 American heart Association (AHA) mendefinisikan Penyakit Jantng Koroner


(PJK) atau sering juga disebut Coronary Artery Disease (CAD) adalah istilah
umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan
serangan jantung. (AHA, 2018)
 Menurut National Heart Foundation of Australia (2013) CAD adalah ketika arteri
koroner (arteri yang memasok darah dan oksigen ke otot jantung) menjadi
tersumbat dengan bahan berlemak yang disebut ‘plak’ atau ‘atheroma’. Plak
perlahan terbentuk di dinding bagian dalam arteri koroner, sehingga
menyebabkan penyempitan. Proses ini disebut aterosklerosis.
 Coronary Artery Disease (CAD) atau lebih dikenal Penyakit Jantung
Koroner (PJK) merupakan suatu gangguan fungsi jantung yang
disebabkan karena adanya penyempitan dan tersumbatnya pembuluh
darah jantung. Kondisi ini dapat mengakibatkan perubahan pada
berbagai aspek, baik fisik, psikologis, maupun sosial yang berakibat pada
penurunan kapasitas fungsional jantung dan kenyamanan (Mutarobin
dkk, 2019).
ETIOLOGI

 Penyebab CAD secara umum dibagi atas dua, yakni


 Menurunnya asupan oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis,
tromboemboli, vasopasme, dan
 meningkatnya kebutuhan oksigen miokard.
Dengan kata lain, ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium
dengan masukannya yang dikenal menjadi 2, yaitu hipoksemia (iskemia)
yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri koronaria) dan hipoksia
(anoksia) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah.
 Penyakit jantung koroner adalah salah satu akibat utama aterosklerosis
(pengerasan pembuluh nadi) pada keadaan ini pembuluh darah nadi
menyempit (Naga, 2013).
GEJALA

1. Nyeri dada (Angina) Seseorang penderita CAD akan merasa tekanan


atau sesak di dada. Rasa sakit tersebut disebut sebagai angina, biasanya
dipicu oleh tekanan fisik atau emosional. Hal ini hilang dalam beberapa
menit setelah menghentikan aktivitas yang menyebabkan tekanan. Pada
beberapa orang, terutama perempuan, nyeri ini mungkin sekilas atau
tajam dan terasa di perut, punggung atau lengan.
2. Sesak Napas Jika jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan tubuh, maka seseorang akan mengalami sesak
napas atau kelelahan ekstrem tanpa tenaga.
3. Serangan Jantung Jika arteri koroner benar-benar diblokir, seseorang akan
mengalami serangan jantung.
PATHWAY
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Karakteristik jantung dengan


Pemeriksaan EKG
angiografi

Pemeriksaan Foto dada Echokardiografi

Pemeriksaan laboratorium
INTERVENSI
EVALUASI

Evaluasi terhadap pasien dengan penyakit CAD menurut diagnosa diatas dilakukan dengan
menilai kondisi pasien dengan metode :
S : Data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien setelah dilakukan tindakan
O : Data berdasarkan hasil pengukuran (observasi langsung kepada pasien dan yang
dirasakan pasien setelah melakukan tindakan)
A : Masalah keperawatan yangterjadi jika terjadi akibat perubahan status klien dalam data
subyektif dan objektif
P : Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan atau dimodifikasi
1. Evaluasi diharapkan sesuai tujuan antara lain :
2. Nyeri dada hilang atau terkontrol, pasien tampak rileks, skala nyeri 0.
3. Sesak nafas hilang, nafas cuping hidung menurun
4. Peningkatan toleransi aktivitas
5. Curah jantung dalam rentang normal sehingga perfusi jaringan adekuat
SINDROMA KORONER AKUT
• Penyakit arteri koroner atau penyakit
jantung koroner adalah terminasi umum
yang digunakan untuk menyatakan kelainan
jantung dan pembuluh darah koroner
akibat perkembangan dari
arteriosklerosis

(Black & Hawk, 2005; LeMone & Burke, 2008)


Penyakit jantung koroner merupakan istilah
yang umum untuk angina pectoris stabil dan
ACS (Acute Coronary Syndromes).
Sindrom klinik yang mempunyai dasar patofisiologi
yang sama yaitu adanya erosi, fisur, ataupun robeknya
plak atheroma

menyebabkan trombosis intravaskular yang


menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan
kebutuhan oksigen miokard
ACS terjadi akibat rupture dari plak aterosklerosis
dimana menghasilkan agregrasi trombosit,
pembentukan thrombus dan vasokonstriksi.

Jumlah rupture dari plak aterosklerosis


menentukan derajat obstruksi dari arteri
koroner dan proses penyakit secara
spesifik

(Ignatavicius &Workman, 2006)


Pemastian Diagnosis:
Kemungkinan Tinggi (High-Likelihood).

1. Anamnesis:
Nyeri dada kiri atau lengan kiri sebagai keluhan utama.
Riwayat CAD, pernah MCI
2. Pemeriksaan fisik:
Hipotensi, ronkhi basah basal, keringat dingin, edema paru,
Mitral Regurgitasi sesaat
3. EKG: Deviasi (depresi) segmen ST (>1mm), Inversi
gelombang T (>0,2mV) yg baru
4. Laboratorium Troponin T positif, CK-MB meningkat
Silent Myocardial Infarction
• Pada Pasien DM kadang-kadang tidak disertai
nyeri dada yang khas

• Diduga disebabkan :
– Gangguan sensitivitas sentral terhadap rasa nyeri
– Penurunan kadar b endorphin
– Neuropati perifer yg menyebabkan denervasi sensorik
Options for Transport of Patients With
STEMI and Initial Reperfusion Treatment
Hospital fibrinolysis:
Door-to-Needle
within 30 min.
Not PCI
capable

Onset of 9-1-1 EMS on-scene Inter-


symptoms of EMS • Encourage 12-lead ECGs. Hospital
STEMI Dispatch • Consider prehospital fibrinolytic if Transfer
capable and EMS-to-needle within PCI
30 min.
capable
GOALS
5 8
min. min. EMS Transport
Patient EMS Prehospital fibrinolysis EMS transport
EMS-to-needle EMS-to-balloon within 90 min.
within 30 min. Patient self-transport
Dispatch Hospital door-to-balloon
1 min. within 90 min.

Golden Hour = first 60 min. Total ischemic time: within 120 min.

Antman EM, et al. J Am Coll Cardiol 2008. Published ahead of print on December 10, 2007. Available at
http://content.onlinejacc.org/cgi/content/full/j.jacc.2007.10.001. Figure 1.
Acute Coronary
Syndrome

Angiography

PCI CABG Medical Rx


CABG adalah kependekan dari Coronary Artery Bypass Graft yang merupakan
prosedur operasi untuk mengobati penyakit jantung koroner. Prosedur ini
dilakukan khusus bagi mereka yang mengalami penyumbatan atau penyempitan
arteri serius.

PCI (Percutaneous Coronary Intervention), atau yang dikenal juga dengan


coronary angioplasty, merupakan prosedur terapi untuk membuka penyempitan
(stenotic) pembuluh darah arteri jantung pada kasus penyakit jantung koroner
yang disebabkan oleh terjadinya penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh
darah.
Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksanan di emergensi pada pasien dicurigai STEMI mencakup


1. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
2. Identifikasi cepat pada pasien kandidat terapi reperfusi segera
3. Triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS
(Idrus. A dalam Sudoyo A.W, 2006.

Manajemen di emergensi pada kasus diduga atau aktual STEMI antara lain
1. Aspirin 160 – 325 mg kunyah-kunyah
2. Monitoring atau rekam serial EKG
3. Oksigen per nasal canule 4-6 L/menit
4. Nitrogliserin sub lingual, kecuali bila sistolik tekanan darah dibawah 90 mmHg dan
denyut jantung 50 X/menit atau lebih dari 100 X/menit
5. Morphine sulfate IV 2-4 mg dan dapat diulang seiap 5 menit
(Morton, 2005 dalam Morton, P.G, et al, 2005; Arief,A, 2007;http:// www.medicastore.com ,2007).
Strategi Pencegahan Penyakit Kardiovaskuler
Pada Pasien DM
1. Tekanan Darah < 130/80 mmHg
2. LDL Kolesterol < 100 mg/dl
3. Akvitas fisik 3 – 4 x/minggu minimal 30 menit
4. Mempertahankan IMT 21 – 25 kg/m2, lingkar
pinggang < 102 untuk laki-laki dan < 88 cm untuk
wanita
5. Berhenti merokok
6. Terapi aspirin
7. A1C < 7%
NURSING DIAGNOSES

1. Acute Chest pain related to myocardial ischemia

2. Risk for decreased cardiac output related to


prolonged episodes of myocardial ischemia affecting
contractility

3. Fear related to reccurent anginal attacks, tread of


death

4. Deficient knowledge related to unfamiliarity with


disease process, treatment and recovery
COLLABORATIVE PROBLEMS/
POTENTIAL COMPLICATIONS

1. Acute pulmonary edema


2. Heart failure
3. Cardiogenic shock
4. Dysrhythmias and cardiac arrest
5. Pericardial effusion and cardiac tamponade
6. Myocardial rupture
Nursing Interventions
1. Relieving pain and other signs and symptoms of
ischemia
2. Improving respiratory function
3. Promoting adequate tissue perfusion
4. Reducing anxiety
5. Monitoring and managing potential
complications
6. Promoting home and community-based care
 Teaching Patients Self-Care
Tindakan Keperawatan Berdasar Tipe Infark
Tipe Lead Arteri yg terlibat Potensial Nursing
Komplikasi Consideration
Septal V1-V2 LCA, LAD Kerusakan di septum, Kaji adanya
kemungkinan terjadi gambaran QRS yg
bundle branch blocks lebar, ulangi EKG
bila gangguan
hemodinamik

Anterior V1-V4 LAD, LCx Kerusakan di bagian Kaji fungsi paru


dinding anterior ventrikel Hati-hati pemberian
kiri, disfungsi ventrikel cairan
kiri, edema paru, aritmia Monitoring ketat
ventrikel, bundle branch irama jantung
blocks Monitoring adanya
disritmia

Lateral V5-V6/I,aVL LCx Kerusakan di bagian Monitiring fungsi


dinding lateral LV paru
Disfungsi ventrikel kiri
Tindakan Keperawatan Berdasar Tipe Infark
Tipe Lead Arteri yg terlibat Potensial Nursing
Komplikasi Consideration

Inferior II, III, aVF RCA Kerusakan dinding Monitor gambaran


inferior ventrikel kiri, EKG, kaji adanya
dinding posterior blok jantung atau
Hear t Block irama bradikardia

Ventrikel II, III, aVF RCA Dinding ventrikel kanan, Hati-hati pemberian
Kanan V3R,V4R dinding inferior, posterior NTG atau morphin
LV
Hipotensi, Distensi vena Pemberian cairan
jugularis, hear t block

Posterior V8,V9 RCA, LCx Kerusakan dinding Monitoring EKG


posterior
EXPECTED PATIENT OUTCOMES

Expected patient outcomes may include the following:


1. Relief of angina
2. No signs of respiratory difficulties
3.Adequate tissue perfusion
4. Decreased anxiety
5.Adherence to a self-care program
6.Absence of complications
HIPERTENSI
Sugiyarto, SST., Ners., M.Kes
DEFINISI
Hipertensi merupakan tanda klinis ketidakseimbangan
hemodinamik suatu sistem kardiovaskular, di mana
penyebab terjadinya disebabkan oleh beberapa faktor/
multi faktor sehingga tidak bisa terdiagnosis dengan
hanya satu faktor tunggal (Setiati, 2015).
KLASIFIKASI
• Menurut The seventh report of the joint nationacommittee on prevention, Detection,
evaluation andtreatment of high blood pressure(JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada

orang dewasa terbagi menjadi :


KLASIFIKASI
Menurut World Health Organization
✓ Tekanan darah normal

✓ Tekanan darah perbatasan (border line)

✓ Tekanan darah tinggi (hipertensi)

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua :


1. Hipertensi Esensial atau Hipertensi primer (hipertensi yang etiologinya
tidak diketahui dan meliputi lebih kurang 90% kasus hipertensi)
2. Hipertensi Sekunder (hipertensi yang penyebabnya dan patofisiologinya
diketahui,sehingga dapat dikendalikan dengan obat - obatan atau
pembedahan)
Hipertensi Sekunder

Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya dan dapat dikelompokkan seperti :

Penyakit parekin ginjal (3%)

Penyakit renovaskuler(1%)

Endrokin(1%)

Sindrom cushing

Hiperplasia adrenal congenital

Feokromositoma

Koarktasio Aorta

Akibat obat
Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah M., 2012) :

1. Hipertensi Esensial atau Hipertensi primer

Hipertensi primer (esensial) adalah hipertensi yang 90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa
faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial :
• Genetik : Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi mendapatkan penyakit
hipertensi.
• Jenis kelamin dan usia : Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause berisiko
tinggi mengalami penyakit hipertensi.
• Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak : Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi
makanan dengan kandungan lemak yang tinggi secara langsung berkaitan dengan
berkembangnya penyakit hipertensi.
• Berat badan obesitas : Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi.
• Gaya hidup merokok dan konsumsi alcohol : Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang terkandung dalam
keduanya.
Etiologi Hipertensi

2. Hipertensi Sekunder atau hipertensi renal

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder
disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu :
• Coarctationaorta
• Penyakit parenkim dan vaskular ginjal.
• Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen).
• Gangguan endokrin.
• Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
• Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk sementara waktu.
• Kehamilan.
• Luka bakar.
• Peningkatan tekanan vaskuler.
• Merokok.
Faktor Risiko Hipertensi
Menurut Aulia, R. (2017), faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Faktor yang tidak dapat diubah


• Riwayat Keluarga
• Usia
• Jenis Kelamin
• Ras/etnik

2. Faktor yang dapat diubah


• Merokok
• Kurang Olahraga
• Konsumsi Alcohol
• Kebiasaan minum kopi
• Kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak
• Kebiasaan mengonsumsi makanan mangandung garam
Dimulai dengan arterosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan
kekakuan pembuluh darah.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh
angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon
steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
dan tekanan darah
ATHWAY
Manifestasi Klinis Hipertensi
Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016), tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

1. Tidak ada gejala 2. Gejala yang lazim

Tidak ada gejala yang spesifik Sering dikatakan bahwa gejala


yang dapat dihubungkan terlazim yang menyertai hipertensi
dengan peningkatan tekanan meliputi :
darah, selain penentuan • Mengeluh sakit kepala, pusing
tekanan arteri oleh dokter • Lemas, kelelahan
yang memeriksa. Hal ini • Sesak nafas
berarti hipertensi arterial tidak • Gelisah
akan pernah terdiagnosa jika • Mual
tekanan darah tidak teratur. • Muntah
• Epistaksis
• Kesadaran menurun
Diagnosa Keperawatan Hipertensi

A. Gangguan mobilitas fisik


berhubungan dengan nyeri

B. Risiko ketidakseimbangan
elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan

C. Nyeri kronis berhubungan


dengan penekanan saraf

D. Resiko jatuh berhubungan


dengan penurunan tingkat
kesadaran
Kesimpulan

• Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah


satu jenis penyakit yang mematikan di dunia.
• Penyebab penyakit hipertensi dibedakan menjadi 2 yaitu
hipertensi essensial dan sekunder.
• Hipertensi essensial merupakan hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder merupakan
hipertensi akibat penyakit tertentu.
• Diagnosa keperawatan penyakit hipertensi dapat dilakukan
berdasarkan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri, risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan
dengan ketidakseimbangan cairan, nyeri kronis berhubungan
dengan penekanan saraf, risiko jatuh berhubungan dengan
penurunan tingkat kesadaran.
TERIMA KASIH
CHF (CONGESTIVE HEART
FAILURE) GAGAL
JANTUNG KONGESTIF

SUGIYARTO, SST., Ners., M.Kes


DEFINISI
ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien.

Keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal.

Kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai


dengan kebutuhan tubuh

Keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat


pada penurunan fungsi pompa jantung
Pada CHF, jantung tidak mampu memompa
darah dalam jumlah cukup untuk menjaga lancarnya
sirkulasi. Akibatnya terjadi penumpukan darah dan
tekanan ekstra dapat menyebabkan akumulasi cairan
ke dalam paru-paru. Jika penyakit mempengaruhi
jantung sebelah kiri, darah akan kembali ke paru-patu.
ETIOLOGI Jika penyakit mempengaruhi jantung sebelah kanan,
sirkulasi sistemik dapat kelebihan beban.

Menurut Kasron (2012), gagal jantung kongestif


dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
2. Aterosklerosis koroner
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
5. Penyakit jantung lain
6. Faktor sistemik
KLASIFIKASI
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013), klasifikasi dari gagal jantung
kongestif yaitu sebagai berikut:

Stage A , merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi belum
ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda dan gejala dari
gagal jantung tersebut.

Stage B , Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya
kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala dari gagal
jantung tersebut.

Stage C, menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung bersamaan dengan
munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan.
LANJUTAN…
Stage D, Pasien dengan stage D adalah pasien yang
membutuhkan penanganan ataupun intervensi khusus dan gejala
dapat timbul bahkan pada saat keadaan istirahat, serta pasien
yang perlu dimonitoring secara ketat.
THE NE W YO R K HEA R T A SS O CIA TIO N ( YA NCY ET A L . , 2 0 1 3 ) MENGK LA S IF IK AS IK A N GA GA L JA NTUNG DA L A M EMP A T K EL AS , MEL IP UTI :

The New York Heart Association (Yancy et al., 2013) mengklasifikasikan


gagal jantung dalam empat kelas, meliputi :

Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild
CHF).
Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja
mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik
apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala
Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun
NYHA memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut
AHA berfokus pada faktor resiko dan abnormalitas struktural jantung,
sedangkan klasifikasi menurut NYHA berfokus pada pembatasan
aktivitas dan gejala yang ditimbulkan yang pada akhirnya kedua
macam klasifikasi ini menentukan seberapa berat gagal jantung yang
dialami oleh pasien.
Faktor Resiko
Beberapa orang semakin berpotensi mengalami penyakit ini. Faktor tersebut
antara lain:
a) Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada
LV, infark miokard, obesitas, diabetes.
b) Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal kronik,
albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.
c) Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas.
d) Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.
e) Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin,
siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab, tyrosine kinase
inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.
f) Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga. (Ford et al., 2015)
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari gagal jantung berdasarkan bagian jantung yang
mengalami kegagalan (failure) yaitu :

• Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)


Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik
sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung
sebelah kiri keseluruh tubuh.

• Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)


Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan
disfungsi ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan
yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya setelah terjadinya
infark miokard atau tertundanya komplikasi yang ditimbulkan akibat
adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri.
PATHWAY
MANIFESTASI KLINIS
1. Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
Dispnea, Batuk, Kegelisahan atau kecemasan, menghambat jaringan dan sirkulasi
normal dan oksigen menurun.

2. Gagal jantung Kanan :


a) Kongestif jaringan perifer dan visceral
b) Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting,
penambahan BB.
c) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena hepar
d) Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen
e) Nokturia
f) Kelemahan
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis
Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial
akut, dan guna mengkaji kompensaai sepperti hipertropi ventrikel
Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau
nekrotik pada penyakit jantung kotoner
Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan
pembesaran jantung
echo-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri
polmonal.utuk menyajikan data tentang fungsi jantung
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan
Objektif :
perubahan kontraktilitas miokard. 1.Perubahan irama jantung
Gejala dan Tanda Mayor 1)Bradikardia/takikardia
Subjektif : 2)Gambaran EKG aritmia atau gangguan konduks
1. Perubahan irama jantung
-Palpitasi 2. Perubahan preload
1) Edema
2. Perubahan preload 2) Distensi vena jugularis
-Lelah 3) Central Venous Pressure (CVP) meningkat/menu
3. Perubahan afterload 4)Hepatomegali
-Dispnea
3. Perubahan afterload
4. Perubahan kontraktilitas 1) Tekanan darah meningkat/menurun
-Proxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) 2) Nadi perifer teraba lemah
-Ortopnea 3) Capillary refill time >3 detik
-Batuk
Gejala dan Tanda Minor Objektif :
Subjektif : 1. Perubahan preload
1. Perubahan preload - Murmur jantung
(Tidak tersedia) - Berat badan bertambah
- Pulmonary Artery Wedge Pressure (PAWP) menurun
2. Perubahan afterload
(Tidak tersedia)
2. Perubahan afterload
3. Perubahan kontraktilitas - Pulmonary Vascular Resistance (PVR) meningkat/ menurun
(Tidak tersedia) - Systemic Vascular Resistance (SVR) meningkat/ menurun
3. Perubahan kontraktilitas
4. Perilaku/emosional - Cardiac Index (CI) menurun
-Cemas - Left Vestricular Stroke Work Index (LVSWI) menurun
-Gelisah
3. Stroke Volume
- Index (SVI) menurun
- Perilaku/emosional
Pengobatan bisa berbeda tergantung
pada kondisi kesehatan secara
keseluruhan dan seberapa jauh kondisi
PENGOBATAN DAN CHF telah berkembang. Gagal jantung
PENCEGAHAN kongestif (CHF) dapat diperbaiki dengan
obat atau operasi, seperti penjelasan di
atas.

Pencegahan dapat dilakukan dengan


cara-cara berikut.
1. Mengonsumsi makanan sehat
Batasi asupan gula dan garam.
2. Batasi konsumsi minuman keras.
Jika memiliki tingkat tekanan darah
dan kolesterol yang tinggi, segera
lakukan penanganan.
“Typhus Abdominalis”
Sugiyarto
A. Pengertian
• Penyakit thypoid dikenal dengan nama lain typhus abdominalis, typhoid
fever atau enteric fever. Penularan penyakit ini biasanya terjadi karena
kontaminasi makanan dan minuman dengan rute fekal-oral (Marni, 2016).

• Penyakit Typhoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella typhosa dan hanya terdapat pada manusia
(Marni, 2016; h. 14).

Berdasarkan beberapa definisi dari typhoid maka dapat disimpulkan bahwa


Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang
terkontaminasi oleh Salmonela Thyphosa dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Penyebab
• Sanitasi yang buruk dan keterbatasan akses air bersih, diyakini
merupakan penyebab utama berkembangnya penyakit tipes. Selain
itu, anak-anak lebih sering terserang tifus karena belum sempurnanya
sistem kekebalan tubuh.
Gejala
• Demam yang meningkat secara bertahap tiap hari hingga
mencapai 39°C–40°C dan biasanya akan lebih tinggi pada
malam hari
• Nyeri otot
• Sakit Kepala
• Merasa tidak enak badan
• Sakit perut
• Berat badan menurun
B. Pathway
C. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Padila (2013; 76) Pemeriksaan penunjang dari demam tifoid adalah sebagai
berikut:
• Uji widal
Uji widal adalah satu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody (aglutinin). Aglutin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan tifoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasi. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang telah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang di
sangka menderita tifoid.

• Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic
Pyruvate Transaminase) pada demam tifoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya tifoid .
• Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menendakan tifoid, tetapi bila biakan darah negatif
tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam tifoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa factor.
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium.
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
2. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam tifoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
D. Intervensi

No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi


1. Hipertermi Setelah diberikan tindakan 3x24 jam 1. Observasi suhu tubuh, penyebab
berhubungan diharapkan hipertermia membaik hipertermia
dengan proses dengan kriteria hasil : 2. Sediakan lingkungan yang dingin
penyakit (infeksi • Hipoksia menurun (Hasil SpO2 95- 3. Beri oksigen bila perlu
Salmonella Typhi) 100% ) 4. Anjurkan tirah baring
• Tekanan darah membaik (120-90 5. Kolaborasi dengan dokter untuk
mmHg) pemberian cairan dan elektrolit
• Suhu tubuh membaik (36-37,5 ̊C) intravena
• Kulit merah menurun (Warna kulit
seperti aslinya)
No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi

2. Deficit nutrisi Setelah diberikan tindakan 3x24 jam 1. Observasi asupan makan, TTV, intake
berhubungan diharapkan deficit nutrisi membaik dan output
dengan dengan kriteria hasil : 2. Sajikan makanan secara menarik dan
ketidakmampuan • Nafsu makan membaik (makan 3x/ suhu yang sesuai
mengabsorbsi sehari) 3. Beri makan sedikit demi sedikit
nutrient • Nyeri abdomen menurun (Tidak 4. Anjurkan posisi duduk
sakit saat di palpasi ) 5. Anjurkan minum / makan sedikit demi
• Bising usus membaik (5-34x bunyi sedikit
/menit) 6. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian gizi
No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
berhubungan dengan 2. Indentifikasi skala nyeri
proses peradangan keperawatan 1 X 24 jam, status nyeri 3. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pasien berkurang dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri
hasil: 4. Kontrol lingkungan yang
• TTV dalam batas normal memperberat rasa nyeri
5. Fasillitasi istirahat dan tidur
• TD : 120/80 mmHg 6. Berikan teknik non farmakologis
• Suhu : 35-37,5 derajat celcius untuk mengurangi rasa nyeri
misalnya relaksasi nafas dalam
• Napas : (14-20x/menit) 7. anjurkan teknik nonfarmakologi
• Nadi : 60-100x/menit) untuk mengurangi rasa nyeri
8. Jelaskan penyebab, periode, dan
• Skala nyeri berkurang (0-3) pemicu nyeri
• Tidak terjadi ketegangan otot 9. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik jika perlu
• Tidak terlihat gelisah
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai.
Hasil evaluasi keperawatan dari diagnosis Typus Abdominalis yang dapat teratasi dilihat
dari :
• S : Data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien setelah dilakukan tindakan
• O : Data berdasarkan hasil pengukuran (observasi langsung kepada pasien dan yang
dirasakan pasien setelah melakukan tindakan)
• A : Masalah keperawatan yangterjadi jika terjadi akibat perubahan status klien dalam data
subyektif dan objektif
• P : Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan atau dimodifikasi.
Thank You
HEPATITIS
Sugiyarto, SST., Ners., M.Kes
Pengertian
Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi atau nekrosis
jaringan hati yang dapat disebabkan oleh infeksi, obat -
obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan
autoimun. Infeksi yang disebabkan virus, bakteri, maupun
parasit merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut (Arief,
2012).
Hepatitis merupakan suatu peradangan pada hati yang
disebabkan karena beberapa hal , diantaranya yaitu virus
hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C, virus
hepatitis D, dan virus hepatitis E. Selain virus tersebut
hepatitis juga dapat disebabkan karena infeksi dari virus
lain, misalnya infeksi dari sitomegalovirus. Hepatitis non
virus disebabkan karena alkohol dan obat-obatan
(Hasdianah dan Prima, 2014).
• Hepatitis adalah peradangan pada hati atau liver. Hepatitis bisa
disebabkan oleh infeksi virus, bisa juga disebabkan oleh kondisi
atau penyakit lain, seperti kebiasaan mengonsumsi alkohol,
penggunaan obat-obatan tertentu, atau penyakit autoimun. Jika
disebabkan oleh infeksi virus, hepatitis bisa menular.
• Hepatitis ditandai dengan munculnya gejala berupa demam,
nyeri sendi, nyeri perut kanan, dan penyakit kuning. Hepatitis
dapat bersifat akut (cepat dan tiba-tiba) maupun kronis
(perlahan dan bertahap). Jika tidak ditangani dengan baik,
hepatitis dapat menimbulkan komplikasi, seperti gagal hati,
sirosis, atau kanker hati (hepatocellular carcinoma).
Penyebab
• Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A (HAV). Hepatitis A
ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feses
penderita hepatitis A yang mengandung virus hepatitis A.
• Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). Hepatitis
B dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh
penderita hepatitis B. Cairan tubuh yang dapat menjadi sarana penularan
hepatitis B adalah darah, cairan vagina, dan air mani.
• Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C (HCV). Hepatitis C juga
ditularkan melalui cairan tubuh. Penularan bisa terjadi saat berhubungan
seksual tanpa kondom atau menggunakan jarum suntik bekas penderita
hepatitis C. Jika ibu hamil menderita hepatitis C, bayinya dapat tertular
penyakit ini saat melewati jalan lahir ketika persalinan.
• Hepatitis D
Hepatitis D disebabkan oleh infeksi virus hepatitis D (HDV).
Hepatitis D merupakan jenis hepatitis yang jarang terjadi, tetapi
bisa bersifat serius. Virus hepatitis D tidak bisa berkembang biak
di dalam tubuh manusia tanpa adanya hepatitis B. Hepatitis
D ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya.
• Hepatitis E
Hepatitis E disebabkan oleh infeksi virus hepatitis E (HEV).
Hepatitis E mudah menular pada lingkungan yang memiliki
sanitasi yang buruk. Salah satunya melalui kontaminasinya pada
sumber air.
Faktor Resiko
• Kurang menjaga kebersihan, seperti tidak mencuci tangan sebelum makan
• Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi virus hepatitis atau makanan
yang tidak dimasak hingga matang
• Berbagi penggunaan barang pribadi dan jarum suntik dengan orang lain
• Melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan penderita hepatitis
akibat infeksi virus
• Memiliki penyakit infeksi akut dan kronis
• Memiliki penyakit autoimun
• Memiliki riwayat hepatitis dalam keluarga
• Sering menerima transfusi darah, terutama bila darah yang didonorkan
tidak melalui pemeriksaan ketat atau alat yang digunakan tidak bersih
Gejala
• Mual
• Muntah
• Demam
• Kelelahan
• Feses berwarna pucat
• Urine berwarna gelap
• Nyeri perut
• Nyeri sendi
• Kehilangan nafsu makan
• Penurunan berat badan
• Mata dan kulit berubah menjadi kekuningan atau penyakit kuning
Pathway
Lanjutan Pathway
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hepatitis didapatkan distensi abdomen, nyeri tekan kuadran kanan atas,
asites, pruritus, ikterik (sclera, kulit), edema ekstremitas, dan anemia.

B. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Biokimia Hati
Tes biokimia hati dilakukan dengan cara memeriksa sejumlah parameter zat-zat kimia maupun
enzim yang dihasilkan atau diproses oleh jaringan hati. Diantaranya yaitu aminotransferase
(transaminase), alkaline fosfate (ALP), serum protein, dan billirubin.
2. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis.

C. Pemeriksaan Penunjang Lainnya


1. USG (Ultrasonografi)
USG (Ultrasonografi) fungsinya untuk mengetahui adanya kelainan pada organ dalam atau tidak.
Pemeriksaan USG dapat memberikan informasi mengenai pembesaran hati, gambaran jaringan
secara umum dan ada atau tidaknya batu saluran empedu (Sievert, et al, 2010).
Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
Enter your title here
1. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan - Identifikasi status nutrisi
faktor psikologis selama 3x24 jam - Monitor asupan makanan
(keengganan untuk diharapkan asupan nutrisi - Monitor berat badan
makan) membaik dengan kriteria Teraupetik
hasil: - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
- Porsi makan yang perlu
dihabiskan meningkat (1 - Sajikan makanan secara menarik dan suhu
porsi piring/3x) yang sesuai
- Nafsu makan membaik - Berikan makan sedikit demi sedikit
(3x/hari) Edukasi
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis, pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan , jika perlu
Lanjutan Intervensi
No Dx Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
2. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan Observasi
berhubungan tindakan keperawatan - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan kelemahan selama 3x24 jam mengakibatkan kelelahan
(fatique) diharapkan toleransi - Monitor kelelahan fisik dan emosional
aktivitas meningkat - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
dengan kriteria hasil: selama melakukan aktivitas
- Kemampuan melakukan Teraupetik
aktivitas rutin meningkat - Lakukan latihan rentang gerak pasif
- Perasaan lemah dan/atau aktif
berkurang - Fasilitasi aktivitas fisik rutin
- Saturasi oksigen Edukasi
membaik (95-100%) - Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
- Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Lanjutan Intervensi
No Dx Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis okupasi
dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makan
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan keperawatan selama 3x24 - Observasi TTV
dengan agen jam diharapkan nyeri dapat - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pencedera fisiologis berkurang dengan kriteria frekuensi, kualitas intensitas nyeri
hasil: - Identifikasi skala nyeri
- TTV dalam batas normal: Teraupetik
TD: 120/80 mmHg - Berikan teknik non farmakologis untuk
Suhu: 35-37,5℃ mengurangi rasa nyeri (mis. terapi
Nadi: 60-100x/mnt musik,teknik imajinasi terbimbing,
Nafas: 12-20 x/mnt kompres hangat/dingin,)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Lanjutan Intervensi
No Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
- Keluhan tidak nyaman Edukasi
menurun - Jelaskan penyebab, periode,
- Skala nyeri menurun (0-3) dan pemicu nyeri
- Tidak terlihat gelisah - Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
4. Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi
integritas kulit 3x24 jam diharapkan - Identifikasi penyebab pruritus
berhubungan dengan integritas kulit dapat - Periksa kondisi kulit (mis. Lesi,
pruritus terjaga dengan kriteria lecet, luka, infeksi)
hasil: Teraupetik
- Rasa gatal menurun - Pertahankan kelembaban kulit
- Tidak terjadi lecet (mis. minyak zaitun)
- Kompres dingin pada daerah
yang gatal
Lanjutan Intervensi

No Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Edukasi
- Jelaskan tentang pruritus
dan penyebabnya
- Anjurkan mandi dengan air
hangat
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter
pemberian antihistamin (mis.
topikal, oral, injeksi)
Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan
untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau
menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).

Evaluasi dengan metode SOAP, diharapkan sesuai tujuan antara lain:


1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat (1 porsi piring/3x), nafsu
makan membaik (3x/hari).
2. Kemampuan melakukan aktivitas rutin meningkat, perasaan lemah
berkurang, saturasi oksigen membaik (95-100%).
3. TTV dalam batas normal: TD: 120/80 mmHg, suhu: 35-37,5℃,
nadi: 60-100x/mnt, nafas: 12-20 x/mnt, keluhan tidak nyaman
menurun, skala nyeri menurun (0-3), pasien tidak terlihat gelisah.
4. Rasa gatal menurun, tidak terjadi lecet (SLKI, 2018).
THANK YOU
Sugiyarto
• Obstruksi intestinal (obstruksi usus) adalah penyumbatan yang
terjadi di dalam usus. Kondisi ini dapat menyebabkan
peredaran makanan atau cairan di dalam saluran pencernaan
menjadi terganggu. Obstruksi usus bisa terjadi di dalam usus
halus atau besar dan sifatnya bisa parsial (sebagian) atau
total. Pada kasus obstruksi usus parsial, sedikit makanan atau
cairan masih bisa melewati usus. Sedangkan pada kasus
obstruksi usus total, tidak ada apapun yang bisa melewati usus.
• Obstruksi usus adalah penyumbatan yang terjadi di dalam usus,
baik usus halus maupun usus besar. Kondisi ini dapat
menimbulkan gangguan penyerapan makanan atau cairan, di
dalam saluran pencernaan. Bila tidak segera ditangani, bagian
usus yang mengalami sumbatan bisa mati dan menyebabkan
komplikasi serius.
• Sumbatan di dalam usus menyebabkan penumpukan makanan,
cairan, asam lambung, serta gas. Kondisi tersebut akan
menimbulkan tekanan pada usus. Bila tekanan makin besar, usus
bisa robek, dan mengeluarkan isinya (termasuk bakteri), ke
rongga perut.
Obstruksi usus bisa dikenali dari sejumlah gejala berikut:

• Kram perut yang hilang timbul.


• Perut kembung.
• Sembelit atau diare.
• Perut bengkak.
• Mual dan muntah.
• Hilang nafsu maka
• Sulit buang angin, karena pergerakan usus terganggu.
Pemeriksaan penunjang untuk Obstruksi Intestinal antara lain :
• Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan foto polos abdomen
• Pemeriksaan CT Scan
• Pemeriksaan radiologi dengan barium enema
• Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
• Pemeriksaan Magnetik Resonansi Imaging (MRI)
• Pemeriksaan angiografi
No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan - Observasi TTV
berhubungan dengan selama 3x24 jam Identifikasi lokasi,
agen pencedera fisik diharapkan nyeri pasien karakteristik, dan skala
dapat berkurang dengan nyeri
kriteria hasil : - Berikan teknik
- Tekanan darah normal nonfarmakologis untuk
- Nyeri terkontrol atau mengurangi rasa nyeri
menurun menjadi skala 2 - Kolaborasi dengan
- Klien mampu dokter untuk pemberian
menggunakan teknik obat analgesik
nonfarmakologis
2. Resiko ketidak Setelah diberikan - Identifikasi
seimbangan elektrolit tindakan 3x24 jam kemungkinan
berhubungan dengan diharapkan risiko ketidak penyebab
ketidakmampuan usus seimbangan elektrolit ketidakseimbangan
dalam reabsorbsi cairan membaik dengan kriteria elektrolit
elektrolit hasil : - Monitor kadar
- Intake dan output elektrolit serum
cairan seimbang - Monitor mual,
- Turgor kulit elastis muntah, dan diare
- Natrium serum, kalium - Atur interval waktu
serum, klorida serum, pemantauan sesuai
kalsium serum, dengan kondisi
magnesium serum, dan pasien
pH darah serum dalam
batas normal
3. Konstipasi berhubungan Setelah dilakukan - Periksa pergerakan
dengan motilitas tindakan 3x24 jam usus karakteristik
gastrointestinal diharapkan konstipasi feses (konsistensi,
dapat berkurang bentuk, volume, dan
dengan kriteria hasil : warna)
- Kontrol pengeluaran - Anjurkan diet tinggi
feses membaik dengan serat
skala 2 - Anjurkan asupan
- Keluhan defekasi lama cairan yang adekuat
dan sulit menurun sesuai kebutuhan
Mengejan saat defekasi - Kolaborasi dengan
menurun dokter untuk
- Konsistensi feses penggunaan obat
membaik (lunak dan pencahar
berbentuk)
• Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai.
• Evaluasi bertujuan untuk :
a) Melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan
b) Mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan
diantaranya :
- Mengakhiri rencana tindakan (klien telah
mencapai tujuan yang ditetapkan)
- Memodifikasi rencana tindakan (klien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan)
- Meneruskan rencana tindakan (klien memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan)
ASUHAN KEPERAWATAN Ca.KOLON
SUGIYARTO, SST., Ners., M.Kes
PENGERTIAN

Kanker kolorektal adalah keganasan yang


berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari
kolon (bagian terpanjang dari usus besar)
dan atau rektum (bagian kecil terakhir dari
usus besar sebelum anus) (Society AC, 20
14)
Kanker kolorektal adalah kanker yang tumbuh di usus
besar (kolon) atau di bagian paling bawah usus besar yan
g terhubung ke anus (rektum). Kanker kolorektal dapat di
namai kanker kolon atau kanker rektum, tergantung
pada lokasi tumbuhnya kanker.

Kanker kolorektal umumnya bermula dari polip usus atau


jaringan yang tumbuh secara tidak normal di dinding dal
am kolon atau rektum. Namun, tidak semua polip berke
mbang menjadi kanker. Kemungkinan polip berubah me
njadi kanker tergantung pada jenis polip itu sendiri.
Jenis
1. Polip adenoma, yaitu jenis polip yang terkadang
berubah menjadi kanker (kondisi prakanker)

2. Polip hiperplastik, yaitu jenis yang lebih sering ter


jadi namun umumnya tidak menjadi kanker

3. Sessile serrated polyps (SSP) dan traditional serr


ated adenomas (TSA), yaitu jenis polip yang dian
ggap sebagai polip adenoma, karena berisiko tin
ggi berubah menjadi kanker kolorektal
Terlepas dari jenis polipnya, ada beberapa faktor yang
dapat meningkatkan kemungkinan polip berubah
menjadi kanker kolorektal, yaitu:

Ukuran polip lebih besar dari 1 cm


Polip berjumlah lebih dari 2 di kolon atau rektum
Polip tumbuh di atas jaringan yang tidak normal
(displasia), biasanya terlihat setelah polip diangkat
Gejala
Diare
Sembelit
Buang air besar terasa tidak tuntas
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas
Perdarahan pada rektum (bagian ujung usus besar)
Buang air besar berdarah
Mual
Muntah
Perut terasa nyeri, kram, atau kembung
Tubuh mudah lelah
PATHWAY
Pemeriksaan penunjang

Endoskopi
01 Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan da
pat dilakukan dengan sigmoidoskopi(>35% tumor terletak
di rektosigmoid) atau dengan kolonoskopi total.

Enema barium dengan kontras ganda


02
Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan
kontras ganda.

CT Colonography ( Pneumcolon CT)


03 modalitas CT scan yang memiliki kemampuan rekons
truksi multiplanar dan 3D volume rendering.
INTERVENSI
DIAGNOSA
1. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
2. Nyeri kronis b.d gg fungsi metabolik

No Tujuan Intervensi

1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan sela O : identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informa
ma 3x24jam, pemberian edukasi dengan krit si
eria hasil : N : menyediakan materi dan media pendkes
1. Pasien mengetahui penyakitnya E : jelaskan proses patologis terjadinya penyakit
C : kolaborasi dengan perawat lain

2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan sela O : identifikasi skala nyeri


ma 3x24jam, nyeri pasien berkurang dengan N : memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi r
kriteria hasil : asa nyeri
1. Keluhan nyeri berkurang E : jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Skala nyeri menurun C : kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
EVALUASI

Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah se


mua tindakan yang telah dilakukan dapat memberikan perba
ikan status kesehatan terhadap klien sesuai dengan kriteria
hasil yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai