Anda di halaman 1dari 35

Teori Medan Klasik

Muhammad Gaffar A.A., Byon N. Jayawiguna

Abstract. Teori Medan Klasik adalah bentuk perhitungan fenomena interaksi fisika melalui persamaan
medan. Persamaan medan akan memberikan bagaimana materi berinteraksi dengan medan fisis yang
dirasakannya. Dimulai dengan mengkonstruksi basis matematis dalam persamaan medan seperti tensor
pada dimensi ruangwaktu, kita akan mempelajari proses aljabar yang diperumum terdahulu. Selanjutnya,
kita akan mempelajari bahwa teori medan klasik memberikan sudut pandang yang lebih fundamental
dalam fisika dibanding formulasi mekanika newton, dimana kita akan dapat secara lebih melihat sifat
Lagrangian, simetri, hukum konservasi, dan beberapa transformasi yang dapat dilakukan pada persamaan
medan. Teori medan klasik pada dasarnya masih memiliki hukum klasik seperti judulnya, sedangkan
formulasi medan yang menggunakan fenomena kuantum didalamnya tidak akan dibahas dalam catatan
ini, dan akan dibahas lanjut pada materi persamaan medan kuantum.

Daftar Isi
1 Relativitas Khusus 1
1.1 Transfromasi Lorentz . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Vektor 3+1 D . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.3 Transformasi yang diperumum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.4 Tensor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

2 Tensor Medan Maxwell 3


2.1 Persamaan Relativistik Maxwell . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
2.2 Tensor Maxwell . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

3 Lagrangian 7
3.1 Medan Skalar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
3.2 Teorema Noether . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
3.3 Lagrangian Medan Maxwell . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
3.4 Invariansi medan skalar kompleks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

4 Teori Gauge non-Abelian 13

5 Medan Gravitasi 15
5.1 Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
5.2 Simbol Christoffel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
5.3 Covariant Derivative . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

6 Geodesik 19
6.1 Parallel Transport . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
7 Kelengkungan 20
7.1 Properti tensor kelengkungan Riemann . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
7.2 Tensor Ricci dan Tensor Einstein . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21

8 Persamaan Medan Einstein 22


8.1 Persamaan medan Einstein dengan Geodesik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
8.2 Formulasi Lagrangian: Aksi Hilbert-Einstein . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
8.3 Solusi Schwarzchild dan Lubang Hitam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26

Appendices 28

A Lampiran 1 28

B Lampiran 2 28

C Lampiran 3 29

D Lampiran 4 30

E Lampiran 5 30

F Lampiran 6 31

G Lampiran 7 31

H Lampiran 8 31

I Lampiran 9 32

J Lampiran 10 33

2
1 Relativitas Khusus
Jika terdapat kerangka inersial K 0 yang bergerak relatif dengan kecepatan v terhadap K,
maka dapat dibuktikkan bahwa

∆S = ∆S 0 dan ΣF 0 = ΣF (1.1)

dimana ∆S adalah jarak dua titik di kedua kerangka, dan ΣF adalah gaya yang bekerja
di kedua kerangka. Kedua kuantitas invarian. Sifat invarian ini berlaku jika hanya pada
batas fisika newton, dimana kecepatan realtif kerangka K 0 tidak masih jauh dibandingkan
kecepatan cahaya. Efek ini akan kita lihat di pembahasan dibawah.

1.1 Transfromasi Lorentz


Salah satu hasil pengamatan penting adalah kenyataan bahwa ’Kecepatan Cahaya Berlaku
di Semua Kerangka Acuan’. Hasil pengamatan ini memberikan fakta bahwa kita tidak bisa
semerta-merta dapat mengkonstruksi transformasi kerangka yang bergerak relatif terhadap
kerangka lain dengan bentuk K 0 = K − vt. Untuk memenuhi pernyataan ini dalam
logika matematis, maka diperlukan paramater tambahan untuk membantu mengkonstruksi
matematis yang tepat, yakni transformasi antar kerangka (yang bergerak relatif konstan)
dilihat sebagai

x0 = γ(x − vt) atau x = γ(x0 + vt0 ) (1.2)

Dimana γ adalah suku tambahan agar pernyataan akan kecepatan cahaya terpenuhi. Un-
tuk mencari nilai γ, dapat dilakukan proses aljabar, dimana dari (1.2) dapat dibentuk

x = γ(γ(x − vt) + vt0 ) = γ 2 x − γ 2 vt + γvt0 (1.3)

dan waktu pada kerangka K 0 , yakni t0 , dapat dibentuk pula dari (1.3),
x
t0 = γt + (1 − γ 2 ) (1.4)
γv
Selanjutnya, kita implementasikan pernyataan mengenai ’kecepatan cahaya’, dimana ini
memenuhi

x0 = c0 t0 = ct0 (1.5)

Maka dari (1.2) dan (1.4), didapat


 
x
γ(x − vt) = c γt + (1 − γ 2 ) (1.6)
γv

dengan mengimplementasikan pernyataan ’kecepatan cahaya’ di kerangka satu, yakni den-


gan subtitusi x = ct, maka akan didapat
1
γ=q (1.7)
v2
1− c2

dimana γ disebut sebagai faktor Loretnz. Subtitusi ini ke persamaan (1.4), maka disim-
pulkan transformasi yang memenuhi pernyataan ’kecepatan cahaya’ adalah
 v 
x0 = γ(x − vt) dan t0 = γ t − 2 x (1.8)
c
transformasi ini disebut sebagai transformasi Lorentz. Sekarang kita buktikkan secara jelas
pernyataan ’kecepatan cahaya’ berlaku pada transformasi ini. Pertama, jika kerangka K 0
bergerak dengan kecepatan v terhadap kerangka K, dan teradapat objek yang bergerak

1
dengan kecepatan u0 pada kerangka K 0 , maka pada kerangka K kecepatan objek akan
diukur,
dx d(γ(x0 + vt0 )) dx0 + vdt0 u0 + v
u= = v = 0 = (1.9)
dt d(γ(t0 + c2 x0 )) dt0 (1 + cv2 dx
dt0 )
1 + cv2 u0

Perhatikan bahwa jika u0 = c, maka didapat juga bahwa u = c, maka postulat fisis ke-
cepatan cahaya terbukti.

Transformasi Lorentz mengisyaratkan bahwa interval waktu merupakan kuantitas yang


tidak mutlak untuk kedua kerangka, bergantung dengan kecepatan relatif v. Salah satu
konsekuensi dari ini adalah bahwa elemen jarak menjadi tidak invarian, dimana

dx02 = γ 2 (dx − vdt)2 = γ 2 (dx2 + v 2 dt2 − 2vdxdt) 6= dx2

Dibuat kuantitas invarian yang baru untuk kedua kerangka dalam (3+1) dimensi, dimana

ds2 ≡ −(cdt)2 + dx2 + dy 2 + dz 2 (1.10)

Dapat dibuktikkan bahwa definisi (1.10) berlaku invarian untuk kedua kerangka, yakni
(misalkan bergerak relatif terhadap sumbu-x)1 . 1
Buktikkan dengan menggunakan
transformasi Lorentz.
1.2 Vektor 3+1 D
Vektor komponen (−ct, x, y, z) = (x0 , x1 , x2 , x3 ) dibentuk vektor, dan transformasi lorentz-
nya (yang bergerak relatif terhadap sumbu-x) dengan2 2
Einstein Summation: jika ter-
 00   dapat dua indeks yang sama,
γ(x0 − vc x1 )
    0
x γ −γv/c 0 0 x maka secara implisit menandakan
x10  γ(x1 − v x0 ) −γv/c γ 0 0 x1 
x0µ = c   2  = Λµν 0 xν (1.11) sumasih terhadap indeks tersebut.
x20  = 
  =
x2   0 0 1 0 x 
3
x 30 x 0 0 0 1 x3

Titik posisi xµ dengan index superscript disebut sebagai kontra-varian. Sedangkan terda-
pat satu jenis lagi, xµ disebut sebagai kovarian3 . Perhatikan bahwa, elemen jarak dapat 3
Vektor kovarian ditulis
dinyatakan dengan    
x0 ct
ds2 = dxµ dxµ (1.12) x1   x 
xµ = 
x2  =  y 
  
proses produk antara vektor kontravarian dan kovarian disebut sebagai kontraksi. Kontraksi x3 z
akan memberikan suatu besaran skalar. Hubungan kedua jenis ini dapat dinyatakan dengan
 
−1 0 0 0
 0 1 0 0 ν ν
xµ =  0 0 1 0 x = ηµν x
 (1.13)
0 0 0 1

dimana ηµν disebut sebagai tensor metrik, atau metrik4 . 4


Elemen jarak dapat dinyatakan
kembali dengan hubungan ini se-
1.3 Transformasi yang diperumum bagai ds2 = ηµν dxµ dxν
Secara umum transformasi x0 → x, dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi x0 = x0 (x).
Dengan menggunakan notasi indeks, transformasi dinyatakan dengan
∂x0µ ν 0
x0µ = x0µ (xν ); dan dx0µ = dx = Λµν dxν (1.14)
∂xν
derivatif pada domain yang sama, tentu menghasilkan
∂xµ
= δνµ (1.15)
∂xν

2
Lebih jauh lagi, kita konstruksi terlebih dahulu vektor kovarian dan kontra-varian dari jarak
dua titik
∂xν ∂x0µ ν
vektor kovarian Vµ0 = Vν vektor kontra-varian V 0µ = V (1.16)
∂x0µ ∂xν
Jika kedua jenis vektor dikontraksikan, didapat

∂x0µ ∂xα α ∂x0m u α 0


A0µ Bν0 = α 0ν
A Bα = 0ν
A Bα = δνµ0 Aµ Bα → A0µ Bµ0 = Aα Bα
∂x ∂x ∂x
Hal ini memberikan konfirmasi bahwa kuantitas skalar (hasil kontraksi) adalah kuantitas
yang tidak berubah pada transformasi.

1.4 Tensor
Tensor adalah besaran yang bertranformasi secara linear dan homogen. Vektor merupakan
tensor yakni tensor rank-1. Sedangkan transformasi tensor pada rank-2 ditulis

∂x0µ ∂x0ν αβ ∂xα ∂xβ ∂x0µ ∂xβ α


T 0µν = T 0
Tµν = Tαβ Tν0µ = T (1.17)
∂xα ∂xβ ∂x0µ ∂x0ν ∂xα ∂x0ν β

Dengan pola yang sama ini dapat diperumum ke tensor rank-n.

Perhatikan jika terdapat dua indeks yang sama dalam tensor rank-n, maka tensor tersebut
menjadi tensor rank-(n-2), yakni

∂x0α ∂x0β ∂xµ 0κλ ∂x0β ∂x0β 0µλ


Tα0αβ = Tµ = δκµ λ Tµ0κλ = T
κ λ
∂x ∂x ∂x α 0 ∂x ∂xλ µ

2 Tensor Medan Maxwell


2.1 Persamaan Relativistik Maxwell
Pertama-tama, Persamaan Maxwell ditulis

∇ · E = ρ/0 ∇ × E = −∂B/∂t
∇·B =0 ∇ × B = µ0 J + 0 µ0 ∂E/∂t

dikarenakan terdapat hubungan ∇ · (∇ × f ) = 0, maka persamaan kedua dapat dituli

B =∇×A (2.1)

subtitusi ini ke persamaan 3 Maxwell, didapat5 5


Gunakan hubungan
∂A ∇ × (∇f ) = 0
E = −∇φ − (2.2)
∂t
y
Sekarang misalkan terdapat kerangka S0 , S, S̄, seperti gambar 1. Jika terdapat kapa-
sitor plat sejajar dengan densitas muatan σ0 yang posisinya sejajar dengan bidang x-z di v (v relatif thdp s)
kerangka S0 . Lebar kapasitor W yang terukur oleh kerangka S adalah v0
s
W0 1 s
W = dengan γ0 = p (2.3) s0 x
γ0 1 − v02 /c2
z
dikarenakan relasi σ = q/A, maka medan listrik tegak lurus terhadap arah gerak E ⊥ yang
diukur dari kerangka S akibat kontraksi pada lebar kapasitor adalah Gambar 1

σ σ0
Ey = = γ0 = γ0 E0y (2.4)
0 0

3
Dari pengamat kerangka S, terdapat arus permukaan yang bernilai
K± = ∓σv0 (2.5)
dengan kaidah tangan kanan, kedua arus permukaan ini menghasilkan total medan magnet
bernilai
Bz = −µ0 σv0 (2.6)

Sekarang, pada kerangka S̄ yang bergerak v relatif terhadap S, maka total kecepatan v̄
kerangka S̄ relatif terhadap S0 adalah
v + v0
v̄ = (2.7)
1 + vv
c2
0

dengan
1
γ̄ = p ; σ̄ = γ̄σ0 (2.8)
1 − v̄ 2 /c2

Jika medan listrik dan magnet yang diukur di kerangka S̄ diekspresikan dengan σ, didapat
   
γ̄ σ γ̄
Ēy = ; B̄z = − µ0 σv̄ (2.9)
γ0 0 γ0
Maka rasio faktor lorentz untuk kedua kerangka, didapat (Lihat Lampiran 1)
p
γ̄ 1 − v02 /c2  vv0 
=p =γ 1+ 2 (2.10)
γ0 1 − v̄ 2 /c2 c

subtitusi persamaan (2.10) ke (2.9), didapat hubungan


 
 vv0  σ v
Ēy = γ 1 + 2 = γ Ey − 2 Bz = γ (Ey − vBz )
c 0 c µ0 0
dan
 
 vv0  v + v0  v 
B̄z = −γ 1 + 2 µ0 σ = γ(B z − µ0 σv) = γ Bz − Ey
c 1 + vv
c2
0
c2
Jika sekarang diposisikan kapasitor sejajar dengan bidang z-y, maka dapat dibuktikkan
bahwa6 6
Hanya jarak kedua kapasitor
yang mengalami kontraksi, ini
Ēx = Ex (2.11) tidak memberikan perubahan pada
Terakhir, diposisikan plat sejajar sebidang dengan bidang x-y, maka terjadi kontraksi pan- densitas muatan pada plat per-
jang plat L, maka didapatkan seperti halnya pada bidang x-z untuk medan listrik dan mukaan kapasitor.
medan magnet
Ez = γ0 E0z dan By = µ0 σv0 (2.12)
Perhatikan sekarang nilai medan magnet positif terhadap sumbu koordinat, dengan cara
yang sama, namun beda tanda untuk B, maka didapatkan
 v 
Ēz = γ (Ez + vBy ) dan B̄y = γ By + 2 Ez (2.13)
c
dengan menulis ulang kembali hasil dari (2.4), (2.12), (2.13), (2.16), dan (2.17), didapat
persamaan maxwell secara relativistik.
Ēx = Ex , B̄x = Bx
 v 
Ēy = γ (Ey − vBz ) , B̄y = γ By + 2 Ez (2.14)
c
 v 
Ēz = γ (Ez + vBy ) , B̄z = γ Bz − 2 Ey
c

4
2.2 Tensor Maxwell
Selanjutnya, agar persamaan Maxwell dapat direpresentasikan dalam tensor, pertama kita
bentuk vektor potensial untuk 3+1 dimensi,

Aµ = (A0 , A) = (φ/c, A); Aµ = (−φ/c, A) (2.15)

Sekarang dibentuk tensor dengan definisi

F µν ≡ ∂ µ Aν − ∂ ν Aµ (2.16)

dan derivatif pada 3+1 dimensi,


1 ∂ ~ 1 ∂ ~
∂ µ = (− , ∇); ∂µ = ( , ∇) (2.17)
c ∂t c ∂t
dapat dilihat dengan bahwa F µν = −F νµ .

Pertama, komponen pada baris pertama

1 ∂Ai
F 0i = ∂ 0 Ai − ∂ i A0 = − − ∇i φ = Ei /c (2.18)
c ∂t
Sehingga, komponen pada kolom pertama diberikan oleh hubungan Fi0 = −F0i . Untuk
komponen selanjutnya i, j = {1, 2, 3},

F ij = ∂ i Aj − ∂ j Ai = ijk Bk (2.19)

Disimpulkan, masing-masing komponen F µν adalah


 
0 Ex /c Ey /c Ez /c
µν
−Ex /c 0 Bz −By 
F = −Ey /c −Bz
 (2.20)
0 Bx 
−Ez /c By −Bx 0

Selanjutnya, transformasi tensor F µν diberikan dengan

∂x0µ ∂x0ν αβ
F 0µν = F (2.21)
∂xα ∂xβ
Dengan dilakukan transformasi lorentz, maka derivatif diatas dapat dibentuk dengan
0 0
F 0µν = Λµα Λνβ F αβ (2.22)

Setiap komponen hasil transformasi ini, terbukti sesuai dengan hasil medan Maxwell Rel-
ativistik dari pers.(2.14) (Lihat Lampiran 2).

Dari sini, kita dapat mengkonstruksi persamaan medan maxwell dalam bentuk tensor.
Mula-mula, dibentuk arus dengan

J µ = (J 0 , J i ) ≡ (cρ, J ), (2.23)

Persamaan ∇ · E = ρ/0 dapat dibentuk7 , 7


Perhatikan dari pers. (39) bahwa
1 1 0 ∇·E
∂i F 0i c = J → ∂i F 0i = µ0 J 0 (2.24) = ∂i F 0i
0 c c
Selanjutnya persamaan keempat, dengan

(∇ × B)i = ijk ∂j Bk = −∂j F ji (2.25)

5
dan dari persamaan maxwell keempat pula

0 µ0 E = 0 µ0 (c∂0 )(cF 0i ) = ∂0 F 0i (2.26)
∂t
Maka persamaan ∇ × B − µ0 0 ∂E
∂t = µ0 J dapat dibentuk

−∂j F ji − ∂0 F 0i = µ0 J i (2.27)

Sehingga hasil (2.24) dan (2.27) dapat digabungkan menjadi

∂ν F νµ = −µ0 J µ (2.28)

Sekarang untuk persamaan identitas Maxwell ∇ · B = 0 dan ∇ × E = −∂B/∂t. Dapat


kita gunakan definisi tensor dual, dimana
1 µναβ αβ
F̃ µν =  F (2.29)
2
Dari hal tersebut akan didapat komponennya bernilai (Lihat Lampiran 3),
 
0 Bx By Bz
−Bx 0 −Ez /c Ey /c 
F̃ µν = 
−By Ez /c
 (2.30)
0 −Ex /c
−Bz −Ey /c Ex /c 0

Maka untuk ∇ · B = 0 didapat

∂i F̃ 0i = −∂i F̃ i0 = 0 (2.31)

dan untuk ∇ × E = −∂B/∂t didapat

∂B
− = −c∂0 F̃ 0i (2.32)
∂t
sedangkan ∇ × E dapat dibentuk sama seperti (2.25), dimana

(∇ × E)i = c∂j F̃ ji (2.33)

Maka

∇ × E + ∂B/∂t = c∂j F̃ ji + c∂0 F̃ 0i = 0 (2.34)

Sehingga

∂µ F̃ µν = 0 (2.35)

disimpulkan dari (2.28) dan (2.35), persamaan Maxwell dalam tensor dapat ditulis

∂ν F νµ = −µ0 J µ dan ∂µ F̃ νµ = 0 (2.36)

Lebih dari itu, dapat pula dibentuk persamaan kontinuitas secara tensor, dimana per-
samaan kontinuitas ditulis
∂ρ
+ ∇ · J = ∂µ J µ = 0 (2.37)
∂t

6
3 Lagrangian
Lagrangian didefinisikan
L≡T −V (3.1)
dimana V (q; t) adalah potensial, dan T (q̇; t) adalah energi kinetik. Persamaan gerak fisika
mematuhi hukum ’least action principle’, dimana aksi didefinisikan sebagai
Z
S ≡ dtL(q, q̇; t) (3.2)

dikarenakan kita ingin batas awal dan akhir tetap sama (variasi hanya diantara keduanya),
maka kondisi batas harus memenuhi
δq(A) = δq(B) = 0 (3.3)
dengan prinsip aksi terkecil δS = 0, maka
Z    
∂L d ∂L
δS = dt − δq
∂q dt ∂ q̇
dengan di set δS = 0, didapat persamaan euler-lagrange
   
∂L d ∂L
− =0 (3.4)
∂q dt ∂ q̇
Sekarang misalkan pegas seperti pada gambar 2, memiliki energi kinetik dan potensial
Gambar 2: Pegas
1X 2 1X 2
T = mηi ; V = k(ηi+1 − ηi ) (3.5)
2 i 2 i

dengan ηi adalah simpangan massa pada posisi i. Lagrangian sistem adalah


 2
1X 2 1X 2 1 X m 2 1 X 2 ηi+1 − ηi
L= mηi − k(ηi+1 − ηi ) = x η − kx
2 i 2 i 2 i x i 2 i x
 2
1X 2 1X ηi+1 − ηi
=x µηi − Y
2 i 2 i x

dengan µ adalah rapat massa, dan Y adalah modulus Young. Sekarang jika pada kasus
ekstrim x → 0, dan N → ∞, maka
Z  2 ! Z
1X 2 1X ∂ηi
L = dx µηi − Y = dx L
2 i 2 i ∂x
∂η
dengan L(η, η̇, ∂x ) disebut rapat lagrangian. Rapat lagrangian selanjutnya akan digunakan
untuk medan.

3.1 Medan Skalar


Sekarang kita konstruksi eular-lagrange untuk medan skalar L(φ, ∂µ φ). Dengan aksi
Z
S = d4 x L(φ, ∂µ φ) (3.6)

Variasi aksi memberikan


Z  
∂L ∂L
δS = d4 x δφ + δ(∂µ φ)
∂φ ∂(∂µ φ)
Z      
∂L ∂L ∂L
= d4 x δφ + ∂µ δφ − ∂µ δφ
∂φ ∂(∂µ φ) ∂(∂µ φ)
Z   
∂L ∂L
= d4 x − ∂µ δφ
∂φ ∂(∂µ φ)

7
maka persamaan euler-lagrange untuk medan
 
∂L ∂L
− ∂µ =0 (3.7)
∂φ ∂(∂µ φ)
Lagrangian medan skalar yang paling sederhana adalah
1 1
L= (∂µ φ) (∂ µ φ) + m2 φ2 (3.8)
2 2
Lagrangian diatas memiliki sifat skalar, observable, suku kuadratnya merupakan derivatif
order pertama, dan terdapat suku kuadratik. Maka euler-lagrange untuk lagrangian diatas
adalah
∂L ∂ 1 αβ  1  
= η ∂α φ∂β φ = η αβ δαµ ∂β φ + δβµ ∂α φ
∂(∂µ φ) ∂(∂µ φ) 2 2
1 µβ 1
η ∂β φ + η αµ ∂α φ = (∂ µ φ + ∂ µ φ) = ∂ µ φ

=
2 2
maka
 
∂L
∂µ = ∂µ (∂ µ φ) = 2 φ (3.9)
∂(∂µ φ)
didapat persamaan euler-lagrange total adalah

2 φ − m2 φ = 0 pers. klein gordon (3.10)

Hal yang menarik adalah persamaan Schrodinger relativistik untuk partikel bebas meru-
pakan pers. klein gordon. Dimana hamiltonian relativistik partikel bebas ditulis
p p
H0 = p2 c2 + m2 c4 = p2 + m2 (3.11)

dengan di set c = ~ = 1, maka


∂ψ ∂
i = H0 ψ × i
∂t ∂t 
∂2ψ

∂ ∂ψ
− 2 = i (H0 ψ) = H0 i = H02 ψ = p2 ψ + m2 ψ = −∇2 ψ + m2 ψ
∂t ∂t ∂t
didapat

2 ψ − m2 ψ = 0 (3.12)

3.2 Teorema Noether


"Jika terdapat suatu sistem yang invarian terhadap suatu transformasi tertentu, maka ada
kuantitas yang kekal."

Pembuktian: terdapat lagrangian

L = L[φ(xµ ), ∂µ φ(xµ ); xµ ] (3.13)

Jika kuantitas medan skalar di transformasi sedemikian rupa

φ → φ0 = φ0 (φ, ξ) (3.14)

dengan variabel kontinu ξ adalah parameter tuning pada suatu transformasi yang dimana
(φ0 (φ, 0) = φ). Ekspansi taylor lagrangian
∂L
L0 = L + ξ + ... (3.15)
∂ξ

8
Jika transformasi invarian, maka

∂L
ξ =0 (3.16)
∂ξ ξ=0

dapat ditulis

∂L ∂φ0 ∂L ∂(∂µ φ0 ) ∂L ∂φ0 ∂L ∂µ (∂φ0 )



+ = ∂µ +
∂φ0 ∂ξ ξ=0 ∂µ (∂µ φ0 ) ∂ξ ξ=0 ∂(∂µ φ0 ) ∂ξ ξ=0 ∂µ (∂µ φ0 ) ∂ξ ξ=0
∂L ∂φ0
 
∂µ =0
∂(∂µ φ0 ) ∂ξ ξ=0

Hal ini dapat dianalogikan dengan persamaan kontinuitas. Maka dari itu persamaan kon-
tinuitas ini mengisyaratkan terdapat kuantitas total sistem yang kekal. Arus yang mengalir
sistem lagrangian disebut sebagai arus noether8 8
arus noether
∂L ∂φ0
Sekarang jika terdapat transformasi-4, dimana Jnoether =
∂(∂µ φ0 ) ∂ξ
xµ → x0µ = xµ + ξδxµ (3.17)

transfromasi medan skalar memberikan

φ(xν ) →φ(x0ν ) = φ(xν + ξδxν ) = φ(xν ) + ξ(∂µ φ)δxν + ... (3.18)

dan lagrangian

L →L0 = L0 [φ(xν + ξδxν ), ∂µ φ(xν + ξδxν )] = L + ξ(∂µ L)δxν + ...

ekuivalen dengan (3.18), maka

∂L
= (∂µ L)δxν
∂ξ
suku ruas kiri dapat ditulis

∂L ∂φ0
 
∂µ = (∂µ L)δxν (3.19)
∂(∂µ φ0 ) ∂ξ
∂φ0
suku ∂ξ ekuivalen dengan ekspansi orde-1 pada (3.18), sehingga
 
∂L ν
∂µ ∂ν φδx = (∂µ L)δxν
∂(∂µ φ0 )
   
∂L ν ∂L
∂µ ∂ν φ δx + ∂ν φ ∂µ (δxν ) = (∂µ L)δxν
∂(∂µ φ0 ) ∂(∂µ φ0 )

dikarenakan ∂µ (δxν ) = δ(∂µ xν ) = δ(δµν ) = 0, didapat


 
∂L
∂µ ∂ν φ − ∂µ L δxν = 0 (3.20)
∂(∂µ φ)

Sehingga
 
∂L
∂µ ∂ν φ − L = ∂µ Tνµ = 0 (3.21)
∂(∂µ φ)

dengan Tνµ didefinisikan sebagai tensor energi-momentum.

9
3.3 Lagrangian Medan Maxwell
Persamaan Maxwell dan identitas Bianchi ditulis
∂µ F µν = −µ0 j ν dan ∂µ F̃ µν = 0
Lalu bagaimana lagrangiannya? Lagrangian sebelumnya harus memiliki sifat skalar, riil,
suku kinetik bersifat kuadratik dari derivatif orde pertama. Lagrangian dibutuhkan untuk
mengetahui properti lebih luas dari sebuah sistem, dibanding hanya mengetahui persamaan
Maxwell saja. Akan dibuktikkan bahwa lagrangian medan Maxwell adalah
1
L = − Fµν F µν + µ0 J µ Aµ (3.22)
4
dimana suku kinetik merupakan suku kuadratik dari turunan pertama vektor potensial Aµ .
Agar diatas memenuhi persamaan lagrangian medan maxwell, dilakukan reverse proof.
Pertama ditulis dahulu aksinya
Z
S = d4 x L(Aµ , ∂ν Aµ ) (3.23)

terdapat dua cara pembuktian, pertama dengan euler-lagrange, kedua dengan pembuktian
langsung dari aksi nya.

Euler-Lagrange Method Pertama dari euler lagrange, dapat dibentuk aksi


Z  
∂L ∂L
δS = d4 x δAµ + δ(∂ν Aµ ) (3.24)
∂Aµ ∂(∂ν Aµ )
suku kedua dapat dibentuk
   
∂L ∂L ∂L
∂ν (δAµ ) = ∂ν δAµ − ∂ν δAµ
∂(∂ν Aµ ) ∂(∂ν Aµ ) ∂(∂ν Aµ )
Suku pertama akan menghasilkan nilai integrasi nol, dikarenakan kondisi batas δAµ |batas =
0, sehingga
Z   
∂L ∂L
δS = d4 x − ∂ν δAµ (3.25)
∂Aµ ∂(∂ν Aµ )
didapat persamaan euler lagrange
∂L ∂L
− ∂ν =0 (3.26)
∂Aµ ∂(∂ν Aµ )
dengan lagrangian diberikan pada (3.22), didapat
∂L ∂L 1 ∂
= µ0 J µ Fαβ F αβ

dan =− (3.27)
∂Aµ ∂(∂ν Aµ ) 4 ∂(∂ν Aµ )
Dari euler-lagrange ini akan terkonfirmasi (Lihat Lampiran 4) persamaan maxwell.
∂ν F νµ = −µ0 J µ (3.28)
Evaluating Action Method cara kedua tanpa dari euler-lagrange, kita dapat membuk-
tikkannya langsung dari prinsip aksi terkecil δS = 0, dimana
Z Z
1
δS = d x δ (Fµν F ) + µ0 d4 x J µ δ(Aµ )
4 νµ
(3.29)
4
nilai δ (Fµν F νµ ) memberikan
δ (Fµν F νµ ) = (δFµν )F µν + Fµν (δF µν ) = (δFµν )F µν + ηαµ ηβν F αβ (δF µν )
= (δFµν )F µν + F αβ (δFαβ ) = 2δ(Fµν )F µν
Subtitusi ini ke dalam variasi aksi, akan terkonfirmasi (Lihat Lampiran 5) kembali persamaan
maxwell
∂ν F νµ = −µ0 J µ (3.30)

10
3.4 Invariansi medan skalar kompleks
Jika terdapat medan skalar yang bersifat kompleks, dengan
1 1
φ = √ (φ1 + iφ2 ) dan φ† = √ (φ1 − iφ2 ) (3.31)
2 2
Maka memiliki lagrangian

L = ∂µ φ† ∂ µ φ − m2 φ† φ (3.32)

memberikan persamaan euler-lagrange untuk masin-masing,


∂L ∂L ∂L ∂L
− ∂µ = 0 dan − ∂µ =0 (3.33)
∂φ† ∂(∂µ φ† ) ∂φ ∂(∂µ φ)

menghasilkan solusi pers. klein gordon untuk keduanya

2 φ − m2 φ = 0 dan 2 φ† − m2 φ† = 0 (3.34)

Jika dilakukan transformasi sedemikian rupa dengan φ → φ0 ≡ Uφ, dimana U adalah


parameter transformasi yang memenuhi sifat unitary U † U = 1. Dengan mengambil bentuk
sederhana U dengan

U = eiα dan U † = e−iα (3.35)

Jika α adalah sebuah angka, maka dapat dilihat sebagai matriks (1x1). Ini disebut sebagai
grup U (1). Transformasi ini ditulis

φ → φ0 = U φ = eiα φ dan φ† → φ0† = φ† U † = φ† e−iα (3.36)

Transformasi Global
Untuk transformasi global, maka α = konst. Sehingga mudah dilihat bahwa lagrangian
invariansi terhadap transformasi global. Arus noether dalam hal ini juga harus kekal9 . 9
Arus noether
Transformasi medan skalar dapat ditulis sebagai
∂L ∂L
Jµ = δφ + δφ†
0 †
φ → φ = φ + δφ dan φ → φ = φ + δφ 0† † † ∂(∂µ φ) ∂(∂µ φ† )
(3.37)
Jika α infinitesimal, eiα ∼
= 1 + iα, maka

δφ = iαφ; dan δφ† = −iαφ† (3.38)

Sehingga arus noether


∂L ∂L
Jµ = iαφ − iαφ† (3.39)
∂(∂µ φ) ∂(∂µ φ∗ )

subtitusi lagrangian, didapat

J µ = iα(∂ µ φ† φ − ∂ µ φφ† ) (3.40)

maka persamaan kontinuitas memberikan

∂µ J µ = iα (∂µ ∂ µ φ∗ )φ + (∂ µ φ∗ )(∂µ φ) − (∂µ ∂ µ φ)φ† − (∂ µ φ† )(∂µ φ)


 

dikarenakan (∂ µ φ† )(∂µ φ) = (∂ µ φ† )(∂µ φ), maka10 10


terbukti terdapat arus noether
kekal dalam transformasi global
∂µ J µ = iα (∂µ ∂ µ φ† )φ − (∂µ ∂ µ φ)φ† = iα m2 φ† φ − m2 φφ† = 0
   
(3.41)

11
Transformasi Lokal
Untuk U(1) gauge/lokal, kuantitas tidak lagi konstan, α = α(xµ ). Lagrangian dalam
transformasi ini

L0 = ∂µ φ0† ∂ µ φ0 − m2 φ0† φ0 (3.42)

Pada suku pertama11 11


suku kedua, jelas memberikan

∂µ φ0† ∂ µ φ0 = ∂µ (φ† e−iα )∂ µ (eiα φ) = [∂µ φ† − iφ† (∂µ α)]e−iα [∂ µ φ + i(∂ µ α)φ]eiα m2 φ0† φ0 = m2 (φ† e−iα )(eiα φ)
= ∂µ φ† ∂ µ φ + i(∂ µ α)(∂µ φ† )φ − i(∂µ α)φ† ∂ µ φ − (∂µ α)(∂ µ α)φ† φ = m2 φ† φ

Dilihat bahwa lagrangian tidak invarian terhadap transformasi lokal, hal ini dikarenakan
∂µ φ0 6= U∂µ φ. Kita menginginkan agar suku pertamanya dapat invarian terhadap trasnfor-
masi, dimana terdapat Dµ φ0 = Dµ (U φ) = U Dµ φ. Agar invarian, maka didefinisikan
bentuk derivasi lain sebagai

Dµ ≡ ∂µ + iqXµ (3.43)

dengan q = konstan. Hal ini dilakukan agar kita dapat menemukan sistem fisika (la-
grangian) yang invarian terhadap transformasi lokal. Xµ → Xµ0 bertransformasi jika
medan skalar ditransformasikan. Maka

∂µ φ0 + iqXµ0 φ0 = U (∂µ φ + iqXµ φ)


e−iα [∂µ φ − (∂µ α)φ + iqXµ0 φ] = e−iα [∂µ φ + iqXµ φ]

didapat
1
Xµ0 = Xµ + ∂µ α (3.44)
q
Dari hal ini, dikonstruksi lagrangian baru, dimana

L = (Dµ φ)† (Dµ φ) − m2 φ† φ = ∂µ φ† ∂ µ φ + iq[X µ (∂µ φ† )φ − Xµ φ† ∂ µ φ] + q 2 Xµ X µ φ† φ − m2 φ† φ

perhatikan lagrangian ini dapat kita lihat sebagai medan skalar berinteraksi dengan medan
lain, X µ . Maka medan ini seharusnya juga memiliki suku kinetiknya (yang tentu harus
juga invarian terhadap transformasi lokal), akan didapat bahwa suku kinetik medan ini
adalah

Lkin ∼ (∂µ Xν − ∂ν Xµ )(∂ µ X ν − ∂ ν X µ ) (3.45)

dimana transformasi terbukti invarian, yakni


   
0 0 1 1 1
∂µ Xν − ∂ν Xµ = ∂µ Xν + ∂ν α − ∂ν Xµ + ∂µ α = ∂µ Xν − ∂ν Xµ + (∂µ ∂ν α − ∂ν ∂µ α) = ∂µ Xν − ∂ν Xµ
q q q

Perhatikan bahwa (3.45) tidak lain tidak bukan adalah tensor medan maxwell. Sehingga
disimpulkan, lagrangian yang invarian terhadap transformasi lokal adalah medan skalar
yang berinteraksi dengan medan maxwell, yakni
1
L = (Dµ φ)† (Dµ φ) − m2 φ† φ − Fµν F µν (3.46)
4
sehingga Xν tidak lain tidak bukan adalah Aν .

12
4 Teori Gauge non-Abelian
Teori non-Abelian gauge adalah elemen transformasi lokalnya tidak memenuhi komutasi.
Misalkan transformasi rotasi pada tiga dimensi, rotasi terhadap sumbu x dahulu baru y
kemudian menghasilkan hasil yang berbeda terhadap sumbu y dahulu baru x kemudian,
dimana

Rx (π/2)Ry (π/2) 6= Ry (π/2)Rx (π/2) (4.1)

Hal ini berkaitan dengan proses operasi matriks. Matriks rotasi sendiri terhadap masing-
masing sumbu didapat
     
cos α sin α 0 1 0 0 cos α 0 − sin α
Rz (α) = − sin α cos α 0 ; Rx (α) = 0 cos α sin α  ; Ry (α) =  0 1 0 
0 0 1 0 − sin α cos α sin α 0 cos α

Jelas ketiga matriks tersebut tidak memenuhi komutasi. Sekarang, jika dilakukan rotasi
dengan sudut infinitesimal α, pada ekspansi orde terendah didapat
   
1 0 0 0 1 0
Rz (α) = 0 1 0 + α −1 0 0 = 1 + iJz α (4.2)
0 0 1 0 0 0

dimana Jz dapat dilihat sebagai matriks generator untuk rotasi pada sumbu-z, dengan
     
0 −i 0 0 0 0 0 0 i
Jz =  i 0 0 ; Jx = 0 0 −i ; Jy =  0 0 0 (4.3)
0 0 0 0 i 0 −i 0 0

matriks generator diatas juga tidak saling komutasi. Dapat ditunjukkan bahwa

[Jx , Jy ] = ixyz Jz (4.4)

Dari persamaan (4.2), rotasi dengan sudut berhingga, dapat digeneralisasi sebagai

Rz (α) = exp(iJz α) (4.5)

Namun, kita tidak ingin berbicara untuk grup transformasi rotasi SO(3). Kita lebih tertarik
pada representasi untuk SU(2). Pada SU(2), persamaan (107) di ekspresikan sebagai
  b 
σ b
U = exp −i a (4.6)
2

dimana σ b merupakan matriks pauli


     
1 0 1 2 0 −i 3 1 0
σ = ; σ = ; σ = ; (4.7)
1 0 i 0 0 −1

dimana matriks pauli, memenuhi relasi

(σ a )† = σ a ; [σ a , σ b ] = 2iabc σ c ; {σ a , σ b } = σ a σ b + σ b σ a = 2δ ab (4.8)

ini memberikan konsekuensi matematis berupa12 12


juga memberikan
1 a b a b
σa σb = [σ a , σ b ] + {σ a , σ b } = δ ab + iabc σ c (4.9) (σ · A)(σ · B) = σ σ A B

2
= A · B + iσ c (A × B)
maka dengan mengekspansi (4.6),
2
σb b 1 σb b

U =1−i a + i a − ... (4.10)
2 2 2

13
sehingga akan didapat13 13
dari (4.10), maka
i 1 i  a 3 a a (
U = 1 − a(σ · n̂) − a2 + (σ · n̂) + ... = cos − i(σ · n̂) sin b b n an untuk n genap
2 8 3! 2 2 2 (σ a ) =
an−1 (σa) untuk n ganjil
Perhatikan transformasi ini tetap memenuhi sifat unitary. Misalkan untuk Uz ,
a    a   −ia/2 
−i 0 e 0
U = cos + sin = (4.11)
2 0 i 2 0 eia/2

Transformasi SU(2) Global


Sekarang kita ingin melihat bagaimana lagrangian bertransformasi dengan transformasi
grup SU(2) diatas. Untuk global, maka a = konst. Dapat dibuktikkan bahwa

L0 = ∂µ φ0† ∂ µ φ0 − m2 φ0† φ0 = ∂µ φ† U † U∂ µ φ − m2 φ† U † Uφ = L (4.12)

Transformasi SU(2) Lokal


Untuk transformasi lokal dengan a0ν (aµ ). Dengan suku pertama mengambil bentuk
derivasi (3.43). Maka

(Dµ φ)0 = U(Dµ φ) → ∂µ (Uφ) + igA0µ Uφ = U(∂µ φ) + igU(Aµ φ)

akan didapat transformasi A0µ menjadi

i
A0µ = UAµ U † + (∂µ U)U † (4.13)
g
a
Pada SU(2) ini, Aµ = Aaµ σ2 . Maka transformasinya menjadi

σa σa i σa i
A0a
µ = UAaµ U † + (∂µ U)U † = Aaµ U U † + (∂µ U)U † (4.14)
2 2 g 2 g

Pada kasus infinitesimal14 ab . Maka transformasi diatas, pada suku pertama ruas kanan 14
U dengan ab infinitesimal
dapat ditulis (dengan hanya mempertimbangkan orde pertama a)
i
U∼= 1 − σ b ab
σb † i b b σc
   
i d d 2
U U = 1− σ a 1+ σ a
2 2 2 2 ∼ 1 + i σ b ab
U† =
1

i  d i bc
 2
c cd cde e bcd d
 b
= σ + δ + i σ a − δ + i σ a
2 2 2
dengan menggunakan trik penukaran indeks, akan didapat suku pertama menjadi
σc † σc 1
Acµ U U = Acµ − Acµ cde σ e ad (4.15)
2 2 2
Lalu, suku kedua menjadi
    
i † i i b b i c c i b
(∂µ U)U = ∂µ 1 − σ a 1+ σ a = σ ∂µ ab
g g 2 2 2g
sehingga pada kasus infinitesimal, pers.(4.14) dapat ditulis kembali menjadi
σc σc 1 i
A0c
µ = Acµ − Acµ cde σ e ad + σ c ∂µ ac (4.16)
2 2 2 2g
Sekarang, setelah mendapatkan nilai A0µ pada kasus non-abelian, kita juga harus dapat
membentuk medan tensor Fµν pada non-abelian. Ini didefinisikan sebagai
1
Fµν = [Dµ , Dν ] (4.17)
ig

14
dengan turunan aljabar (Lihat Lampiran 6), akan didapat

Fµν = ∂µ Aν − ∂ν Aµ + ig[Aµ , Aν ] (4.18)


c c
c σ c σ
dikarenakan SU(2), Fµν = Fµν 2 , dan Aµ = Aµ 2 , maka dengan bentuk ini, medan

tensor dapat ditulis
c
Fµν = ∂µ Acν − ∂µ Acµ − gabc Aaµ Abν (4.19)

Lagrangian yang invarian terhadap transformasi gauge SU(2) ini ditulis15 15


Lihat alasan penggunaan trace
pada buku Lewis Ryder bab 10
1
L = (Dµ φ)† (Dµ φ) − m2 φ† φ − tr(Fµν F µν ) (4.20)
2
disebut sebagai lagrangian Yang-Mills.

5 Medan Gravitasi
5.1 Pendahuluan
Sebelum menjelaskan lebih jauh mengenai medan gravitasi, perlu diketahui lebih dahulu
catatan penting mengenai gravitasi. Pertama adalah prinsip ekuivalensi, dan kedua geode-
sik cahaya dan kelengkungan ruangwaktu.

Prinsip Ekuivalensi menyatakan bahwa massa inersial dalam hukum newtonian dan massa
gravitasi sebagai penyebab munculnya gravitasi adalah sama. Misalkan pengamat N be-
rada pada kerangka yang bergerak non-relativistik dan berada dibawah pengaruh gaya
F (xN − xM ), dan medan gravitasi g. Maka persamaan gerak pengamat itu adalah

d2 xN X
mN 2
= mN g + F (xN − xM ) (5.1)
dt m

Sekarang misalkan terdapat pengamat lain pada kerangka non-galilean


1
x0 = x − gt2 ; t = t0 (5.2)
2
Maka persamaan gaya yang diukur pengamat lain adalah

d2 x0N X
mN 2
= F (x0N − x0M ) (5.3)
dt m

Pengamat dalam kerangka x dan kerangka x0 tidak menemukan adanya perbedaan pada
persamaan gerak, atau secara umum hukum mekanika, hanya saja kerangka pada x dia
merasakan gaya gravitasi. Prinsip ini memberikan pernyataan bahwa medan gravitasi
dapat di-cancel (ekuivalen) dengan gaya inersial, sehingga

M mg
mf a = G ; dengan mg = mf (5.4) ay = 0 ay = {big}
r2

Kelengkungan Ruang Waktu. Telah diketahui bahwa cahaya bergerak dengan mengikuti
lintasan geodesiknya, yakni lintasan dengan jarak terdekat. Pada ketiadaan medan grav-
itasi, pengamat melihat bahwa cahaya melintasi garis lurus antar dua titik, namun, pada
saat diberi medan gravitasi yang kuat, atau ekuivalen dengan roket yang diberi percepatan
yang sangat besar, lintasan cahaya teramati tidak lagi bergerak dengan lintasan garis lurus.
Jika cahaya benar mengikuti lintasan geodesik pada ruang, maka dengan tidak lurusnya
lintasan, ruang itu sendiri tidak lagi datar. Gambar 3: Lintasan cahaya pada
pengaruh percepatan (harus sangat
besar untuk dapat diamati dengan
mata telanjang) tidak lagi datar. Ini
mengindikasikan adanya kelengkungan
15 ruang waktu, dikarenakan cahaya
mengikuti geodesik ruang.
Ruang lengkung akan dilihat dari metriknya. Pertama, geodesik suatu ruang dinyatakan
sebagai
ds2 = ηµν dxµ dxν (5.5)
masing-masing pada koordinat kartesian, silinder dan bola adalah
ηµν = diag(−1, 1, 1, 1); ηµν = diag(−1, 1, ρ2 , 1); ηµν = diag(−1, 1, r2 , r2 sin2 θ);
Pada ruang datar terpenuhi bahwa ∂α ηµν = 0, namun pada ruang yang lengkung derivasi
metriknya tidak bernilai nol ∂α ηµν 6= 0. Sehingga notasi metrik ruang lengkung ini kita
tulis sebagai gµν dibanding ηµν . gµν disebut sebagai Tensor Metrik Riemannian, dimana
Riemannian adalah ruang yang lebih umum dari euclidean.

5.2 Simbol Christoffel


Simbol Christoffel merupakan notasi matematis yang penting dalam melakukan formulasi
medan gravitasi pada relativitas umum. Berikut akan dijabarkan lebih dalam karakteristik
matematis dari simbol christoffel.

Simbol Christoffel jenis pertama didefinisikan sebagai16 16


notasi derivatif
1 ∂gµν
Γαρσ ≡ (gαρ,σ + gασ,ρ − gρσ,α ) (5.6) gµν,τ = ∂τ gµν =
2 ∂xτ
simetri pada Γαρσ = Γασρ . Christoffel jenis kedua didefinisikan17 sebagai 17
Jenis kedua ini juga disebut
1 αβ sebagai affine connection pada
Γα
ρσ = g
αβ
Γβρσ = g (gβρ,σ + gβσ,ρ − gρσ,β ) (5.7) geometri Riemannian. Terlihat
2
bahwa jenis kedua tidak simetri
Dari sini pula dapat kita ambil relasi penting,
Γα α
ρσ 6= Γσρ
gαβ,ρ = Γαβρ + Γβαρ (5.8)
Lalu apakah Γαρσ dan Γαρσ adalah tensor rank-3? Untuk jenis pertama, dilakukan trans-
formasi
 0 0 0 
1 ∂gαρ ∂gασ ∂gρσ
Γ0αρσ = + −
2 ∂x0σ ∂x0ρ ∂x0α
 µ ν
 µ
∂x ∂xν
 µ
∂x ∂xν
   
1 ∂ ∂x ∂x ∂ ∂
= gµν + gµν − gµν
2 ∂x0σ ∂x0α x0ρ ∂x0ρ ∂x0α x0σ ∂x0α ∂x0ρ x0σ
 µ ν µ ν µ ν

1 ∂x ∂x ∂gµν ∂x ∂x ∂gµν ∂x ∂x ∂gµν
= + −
2 ∂x0α x0ρ ∂x0σ ∂x0α x0σ ∂x0ρ ∂x0ρ x0σ ∂x0α
 µ ν
∂x ∂xν
µ
 µ
∂x ∂xν
    
∂ ∂x ∂x ∂ ∂
+ + − gµν (5.9)
∂x0σ ∂x0α ∂x0ρ ∂x0ρ ∂x0α ∂x0σ ∂x0α ∂x0ρ ∂x0σ
Suku pertama ruas kanan dapat dibentuk
1 ∂xµ ∂xν ∂xκ ∂xµ ∂xν ∂xκ ∂xµ ∂xν ∂xκ ∂gµν
 
suku pertama = + −
2 ∂x0α x0ρ ∂x0σ ∂x0α x0σ ∂x0ρ ∂x0ρ x0σ ∂x0α ∂xκ
dengan melakukan trik penukaran indeks, dapat ditulis
1 ∂xκ ∂xµ ∂xν ∂gκµ ∂xκ ∂xµ ∂xν
 
∂gκν ∂gµν
suku pertama = + − = Γκµν
2 ∂x0α ∂x0ρ ∂x0σ ∂xν ∂xµ ∂xκ ∂x0α ∂x0ρ ∂x0σ
sedangkan suku kedua dijabarkan lebih jauh lagi, didapat
∂ 2 xµ ∂xν ∂xµ ∂ 2 xν ∂ 2 xµ ∂xν

suku kedua = 0σ 0α 0ρ
+ 0α 0σ 0ρ
+
∂x ∂x ∂x ∂x ∂x ∂x ∂x0ρ ∂x0α ∂x0σ
∂xµ ∂ 2 xν ∂ 2 xµ ∂xν ∂xµ ∂ 2 xν

+ 0α 0ρ 0σ − − gµν
∂x ∂x ∂x ∂x0α ∂x0ρ ∂x0σ ∂x0ρ ∂x0α ∂x0σ

16
komponen satu dengan terakhir saling cancel, dan komponen tiga dan kelima juga saling
menghilangkan. Sehingga suku kedua ditulis

∂xµ ∂ 2 xν
suku kedua = gµν (5.10)
∂x0α ∂x0σ ∂x0ρ
sehingga simbol christoffel jenis pertama bukanlah sebuah tensor

∂xκ ∂xµ ∂xν ∂xµ ∂ 2 xν


Γ0αρσ = 0α 0ρ 0σ
Γκµν + gµν (5.11)
∂x ∂x ∂x ∂x0α ∂x0σ ∂x0ρ
dengan memanfaatkan hasil transformasi pada jenis pertama, dapat kita lihat hasil trans-
formasi pada jenis kedua

∂x0λ ∂x0α βγ ∂xκ ∂xµ ∂xν ∂xµ ∂ 2 xν


 
Γ0λ
ρσ = g 0λα 0
Γ αρσ = g Γκµν + gµν
∂xβ ∂xγ ∂x0α ∂x0ρ ∂x0σ ∂x0α ∂x0σ ∂x0ρ
∂x0λ κ βγ ∂xµ ∂xν ∂x0λ µ βγ ∂ 2 xν
= δ γ g Γκµν + δ g gµν (5.12)
∂xβ ∂x0ρ ∂x0σ ∂xβ γ ∂x0σ ∂x0ρ
didapat18 18
dengan memanfaatkan

∂x0λ ∂xµ ∂xν β ∂x0λ ∂ 2 xβ δγκ g βγ Γκµν = g βκ Γκµν = Γβµν


Γ0λ
ρσ = Γ + (5.13)
∂xβ ∂x0ρ ∂x0σ µν ∂xβ ∂x0σ ∂x0ρ
dan
Hasil (5.11) dan (5.13) menyatakan bahwa simbol Christoffel bukanlah tensor, dikarenakan
suku keduanya. δγµ g βγ gµν = g βµ gµν = δνβ

Beberapa properti matematis lainnya dapat dibentuk dari simbol Christoffel. Simbol
Christoffel jenis kedua dengan dua index yang dikontraksi dapat ditulis
 
1 ∂gµα 1 µα ∂gαρ ∂gρµ 1 ∂gµα
Γµρµ = g µα Γαρµ = g µα ρ
+ g µ
− α
= g µα (5.14)
2 ∂x 2 ∂x ∂x 2 ∂xρ

Persamaan diatas dapat dibentuk dengan determinan g dan tensor metrik gµν . Pertama-
tama19 adjoint dari gµν , 19
determinan dari matriks gµν ,

adj(gµν ) = ∆µν = gg µν (5.15) det(gµν ) = g

Dari sini dapat dibentuk20 . Dan invers dari matriks gµν

dg = gg µν dgµν (5.16) [gµν ]−1 = g µν

Kedua, dengan differensiasi kuantitas g µν gµν menghasilkan21 20


perhatikan bahwa
µν µν µν
d(g gµν ) = gµν d(g )+g d(gµν ) = 0 (5.17) g = ∆µν gµν
sehingga g µν dgµν = −gµν dg µν , maka pers. (5.16) dapat ditulis 21
dimana g µν gµν = δµµ = 4
µν
dg = −ggµν d(g ) (5.18)

Selanjutnya, subtitusi (5.16) ke (5.14) ditulis bentuk penulisan baru dengan22 22
nilai −g memberikan nilai
√ non-kompleks
µ 1 ∂g 1 ∂ −g
Γρµ = =√ (5.19)
2g ∂xρ −g ∂xρ

Salah satu properti lainnya adalah jika kita menghitung23 23


kalikan dahulu dengan ketiga
    komponen, maka intuisi per-
1 ρσ µσ ∂gαρ ∂gασ ∂gρσ ∂gαρ 1 ∂gρσ
ρσ µ
g Γρσ = g g + − ρσ µσ
=g g − (5.20) tukaran indeks akan terlihat
2 ∂xσ ∂xρ ∂xα ∂xσ 2 ∂xα

17
menggunakan hubungan (5.17), maka suku pertama menjadi
∂gαρ ∂g µσ ∂g µσ ∂g µσ
g ρσ g µσ σ
= −g ρσ gαρ σ
= −δασ σ
=− α (5.21)
∂x ∂x ∂x ∂x
dan suku kedua menggunakan hasil (5.16) dan (5.19), maka didapat

1 µσ ρσ ∂gρσ µσ ρ µσ 1 ∂ −g
g g = g Γαρ = g √ (5.22)
2 ∂xα −g ∂xα
disimpulkan (5.19) menjadi
√ √
ρσ ∂g µσ µσ 1 ∂ −g 1 ∂(g µσ −g)
g Γµρσ =− α −g √ = −√ (5.23)
∂x −g ∂xα −g ∂xα

5.3 Covariant Derivative


Pada bab 1.3 kita lihat bahwa derivatif dari fungsi skalar yang merupakan komponen dari
vektor kontravarian merupakan sebuah tensor (rank-1), yang ditunjukkan dari transfor-
masinya. Pada kasus derivatif dari tensor, kita lihat sebagai perbedaan tensor pada dua
titik ruangwaktu yang berbeda secara infinitesimal. Namun, setiap titik pada ruangwaktu
bertransformasi dengan cara yang berbeda, yang ditunjukkan oleh gradien transformasi
merupakan fungsi dari koordinat itu sendiri. Maka apakah derivatif dari tensor dapat
dilihat sebagai tensor? Dimana derivatif vektor kontravarian
∂V µ ∂x0ρ ∂ ∂xµ ∂x0ρ ∂V 0ν ∂ 2 xµ ∂x0ρ 0ν
 µ   µ 
∂ ∂x 0ν ∂x 0ν
= V = V = + V
∂xα ∂xα ∂x0ν ∂xα ∂x0ρ ∂x0ν ∂x0ν ∂xα ∂x0ρ ∂x0ρ ∂x0ν ∂xα
Terlihat bahwa suku kedua membuat derivatif dari vektor (tensor rank-1) tidak berperilaku
sebagai tensor. Dari hal ini, kita membutuhkan operasi derivatif yang tidak menghilangkan
sifat tensor. Ini dapat kita bentuk dari persamaan derivatif biasa diatas, dimana suku
keduanya dapat di subtitusi dengan suku kedua dari pers.(5.13) dimana

∂ 2 xµ 0λ ∂x
µ
∂xκ ∂xλ µ
= Γρν − Γ (5.24)
∂x0ν ∂x0ρ ∂x0λ ∂x0ρ ∂x0ν κλ
Hasil subtitusi ini memberikan24 24
Lakukan perturakan index ν ↔
µ µ 0ρ
 0λ
 λ pada suku pertama. Hasil subti-
∂V ∂x ∂x ∂V
+ Γµαλ V λ = + Γ0λ
ρν V

(5.25) tusi suku kedua (146) menjadi
∂x α ∂x0λ ∂xα ∂x0ρ
∂xκ ∂x0 ρ
Hasil (5.25) memberikan transformasi layaknya suatu tensor. Sehingga kita definisikan = δακ
bentuk derivatif baru yang disebut sebagai covariant derivative25 , yakni derivatif yang ∂x0ρ ∂α
menjaga nilai tensor. Dimana , dan reverse transformasi
∂V µ
∇α V µ = + Γµαλ V λ (5.26) ∂xλ 0ν
∂xα V =Vλ
∂x0ν
Untuk vektor kovarian, covariant derivative-nya diberikan dengan (Lihat Lampiran 7) 25
notasi covariant derivative dit-
∂Vβ ulis
∇α Vβ = − Γλαβ Vλ (5.27)
∂xα ∇α V µ = V µ ;α
dan untuk tensor rank-2, covariant derivativenya diberikan dengan (Lihat Lampiran 7)
∂T αβ
∇γ T αβ = + Γαγλ T
λβ
+ Γβ γλT αλ (5.28)
∂xγ
∂Tβα
∇γ Tβα = + Γα λ λ
γλ Tβ − Γγβ Tλ
α
(5.29)
∂xγ
∂Tαβ
∇γ Tαβ = − Γλγα Tλβ − Γλγβ Tαλ (5.30)
∂xγ
Beberapa sifat covariant derivative, antara lain

18
1. Covariant derivative dari kombinasi linear dengan koefisien konstan, sama dengan
kombinasi linear dari covariant derivative tiap tensor
2. Covariant derivative dari produk tensor mengikuti aturan rantai dari derivatif biasa,
dimana

∇α (Aβ Tγσ ) = ∇α (Aβ )Tγσ + Aβ ∇α (Tγσ ) (5.31)

3. Covariant derivative dari tensor metrik bernilai nol (Lihat Lampiran 8)

∇α gµν = 0; ∇α g µν = 0 (5.32)

4. Covariant derivative dari kronecker delta tensor bernilai nol

∇α δνµ = 0 (5.33)

terlihat

∇α δνµ = δνµ ,α +Γµαρ δνρ − Γραν δρµ = Γµαν − Γµαν = 0 (5.34)

5. Covariant derivative dari fungsi skalar bernilai derivatif parsial dari fungsi itu sendiri

∇α φ(x) = φ(x),α (5.35)

Dari sifat ke-3, terlihat proses menaikkan dan menurunkan operator dengan tensor metrik
tidak mempengaruhi covariant derivative, dimana

∇α V β = ∇α (g βγ Vγ ) = g βγ ∇α Vγ (5.36)

6 Geodesik
Geodesik adalah jarak terpendek antar dua titik, dimana jarak ditulis

ds2 = gµν dxµ dxν (6.1)

Kita menggunakan parameter khusus26 untuk mengevaluasi tiap kurva koordinat, yakni λ 26
disebut sebagai affine parameter
sebagai paramater bebas, dengan xµ (λ). Sehingga persamaan (6.1) ditulis

ds2 = gµν ẋµ ẋν dλ2 = 0 (6.2)

Dikarenakan tujuannya adalah meminimalisasi nilai ds2 , sehingga δ(ds2 ) = 0, maka bagian
kiri dapat kita lihat sebagai lagrangian untuk geodesik

L = L(xµ , ẋµ ) = gµν ẋµ ẋν (6.3)

Maka kita evaluasi persamaan euler-lagrange-nya,


∂L
= gαβ,µ ẋα ẋβ (6.4)
∂xµ
dan
∂ ẋα ∂ ẋβ
   
∂L
= gαβ ẋβ + gαβ ẋα = gµβ ẋβ + gαµ ẋα = 2gµβ ẋβ (6.5)
∂ ẋµ ∂ ẋµ ∂ ẋµ

lalu
d ∂L ∂gµβ β
µ
=2 ẋ + 2gµβ ẍβ = 2gµβ,α ẋα ẋβ + 2gµβ ẍβ (6.6)
dλ ∂ ẋ ∂λ

19
Maka total persamaan euler-lagrange didapat
1
gαβ,µ ẋα ẋβ − 2gµβ,α ẋα ẋβ − 2gµβ ẍβ = 0 × (− g ρµ )
2
1
δβρ ẍβ + g ρµ gµβ,α ẋα ẋβ − g ρµ gαβ,µ ẋα ẋβ = 0
2
1
ẍρ + g ρµ (gµα,β + gµβ,α − gαβ,µ )ẋα ẋβ = 0
2
sehingga didapat persamaan geodesik

ẍρ + Γραβ ẋα ẋβ = 0 (6.7)

Lihat Lampiran 9, untuk lintasan geodesik pada ruang datar menggunakan koordinat polar.

6.1 Parallel Transport


Pada ruang datar, transport (perpindahan posisi) suatu vektor secara parallel, dimana kom-
ponen vektornya tidak mengalami perubahan, tidak bergantung dengan lintasan bagaimana
vektor tersebut dipindahkan, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 4. Namun pada ru-
ang lengkung, lintasan sangat mempengaruhi bagaimana hasil akhir vektor. Misalkan yang
ditunjukkan oleh gambar 5, vektor mula-mula berada di posisi a, namun kita pindahkan
vektor tersebut dengan lintasan yang berbeda, yakni pertama lintasan a-c, kedua lintasan
a-b-c. Kita lihat bahwa pada akhir lintasan (titik c), arah vektor berbeda dengan berbe-
Gambar 4: Perpindahan vektor secara
danya lintasan. Sehingga pada ruang lengkung ini, kita harus mencari lintasan unik yang paralel tidak bergantung dengan lintasan
tetap menjaga paralellitas vektor tersebut. pada ruang datar
c
Pertama-tama, agar vektor yang ditransport bersifat paralel, komponen vektornya tidak
boleh berubah, sehingga harus dipenuhi
dV µ
=0 (6.8)

Salah satu aspek penting dalam menjaga paralellitas dalam ruang lengkung adalah menjaga
vektor tangent pada setiap lintasan, maknannya, lintasan yang dipilih untuk parallel trans-
port adalah lintasan yang setiap titiknya memiliki vektor tangent yang paralel terhadap
a b
vektor yang ingin ditransport itu sendiri. Sehingga, pers.(6.8)

∂xα ∂xα
∇α V µ = (∂α V µ + Γµακ V κ ) = 0 (6.9)
∂λ ∂λ
Vektor V µ harus paralel dengan vektor tangent oleh lintasan parallel transportnya, sehingga Gambar 5: Perpindahan vektor se-
µ
cara paralel pada ruang lengkung sangat
dx bergantung dengan lintasan. Hasil akhir
Vµ = tangent vector (6.10) vektor di titik c berbeda pada lintasan

a-c dengan a-b-c.
Maka, didapat lintasan parallel transport adalah

∂xα ∂ dxµ α
µ ∂x dx
κ
∂ 2 xµ α
µ ∂x ∂x
κ
+ Γ ακ = + Γ ακ =0 (6.11)
∂λ ∂xα dλ ∂λ dλ ∂λ2 ∂λ ∂λ
Terlihat bahwa solusi parallel transport adalah lintasan geodesik dari sebuah ruang lengkung.

7 Kelengkungan
Bagaimana mendefinisikan suatu kelengkungan? Pada ruang lengkung bola, vektor dapat
ditransportkan pada lintasan tertutup, namun hasil akhir vektor tidak sama dengan hasil
awal vektor, seperti yang ditunjukkan oleh lintasan PNQRP pada gambar 6. Sehingga
ruang lengkung merupakan suatu ruang yang lintasan tertutupnya tidak memberikan hasil

20

Gambar 6: Lintasan tertutup PNQRP


tidak memberikan hasil paralel
paralell, kecuali lintasan geodesiknya. Dari hal ini, tentu ruang silinder tidak termasuk ru-
ang lengkung, karena silinder sini merupakan perluasan dari ruang datar. Dimana silinder
dapat membentuk ruang datar jika di potong, berbeda dengan bola yang tidak akan dapat
dibuat ruang datar walaupun dipotong atau dibelah.

Maka, jika vektor V α dipindahkan pada lintasa tertutup, maka


(
α α α 0 untuk ruang datar
∇µ (∇ν V ) − ∇ν (∇µ V ) = [∇µ , ∇ν ]V = (7.1)
6= 0 untuk ruang lengkung

Differensiasi dua kali tensor dengan derivatif kovariant didapat27 27


untuk suku kedua hanya pertu-
rakan indeks
∇µ ∇ν V α = ∂µ (∇ν V α ) + Γα λ λ α
µλ (∇ν V ) − Γµν (∇λ V )

= ∂µ (∂ν V α + Γα σ α λ λ σ λ α α σ
νσ V ) + Γµλ (∂ν V + Γνσ V ) − Γµν (∂λ V + Γλσ V )

maka, relasi komutatif ini didapat

[∇µ , ∇ν ]V α = ∂µ Γα α α λ α λ
 σ
νσ − ∂ν Γµσ + Γµλ Γνσ − Γνλ Γµσ V (7.2)

dari (7.2), didefinisikan tensor kelengkungan Riemann


α
Rσµν ≡ ∂µ Γα α α λ α λ
νσ − ∂ν Γµσ + Γµλ Γνσ − Γνλ Γµσ (7.3)
α
Dimana pada ruang lengkung Rσµν 6= 0

7.1 Properti tensor kelengkungan Riemann


Sifat pertama adalah tidak semua komponen independen, dapat dilihat dari (7.3),
α α
Rσµν = −Rσνµ (7.4)

Sifat simetri aljabar tensor Riemann lainnya dapat dilihat jika indeks-nya dapat di turunkan
dengan tensor metrik,
α
Rρσµν = gαρ Rσµν (7.5)

ini menghasilkan (Lihat Lampiran 10)

Rρσµν = ∂µ ∂σ gρν − ∂µ ∂ρ gνσ − ∂ν ∂σ gρµ + ∂ν ∂ρ gµσ + Γα λ α λ


µλ Γνσ − Γνλ Γµσ (7.6)

dari sini dapat kita lihat sifat simetri

Rρσµν = −Rσρµν dan Rρσµν = −Rρσνµ (7.7)

dan sumasih tiga permutasi indeks terakhir dapat dibuktikkan dengan mudah bahwa

Rρ[σµν] = Rρσµν + Rρµνσ + Rρνσµ = 0 (7.8)

7.2 Tensor Ricci dan Tensor Einstein


Dari tensor kelengkungan Riemann, kita dapat membentuk tensor Ricci, dengan mengkon-
straksi 2 suku pada tensor kelengkungan Riemann, dimana
α
Rµν = Rµαν = Γα α α σ α σ
µν,α − Γαµ,ν + Γασ Γµν − Γµσ Γαµ (7.9)

dan dengan mengkonstraksikan kedua indeks tensor ricci, maka didapat

R = g µν Rµν (7.10)

Tensor kelengkungan skalar. Selanjutnya, Tensor Einstein didefinisikan


1
Gµν ≡ Rµν − gµν R (7.11)
2

21
8 Persamaan Medan Einstein
8.1 Persamaan medan Einstein dengan Geodesik
Pada gravitasi klasik, kita ketahui bahwa
1. Distribusi materi pada ruang menghasilkan dan mempengaruhi medan gravitasi den-
gan ∇2 Φ = 4πGρ
2. Medan gravitasi mengatur interaksi antar materi dengan d2 r/dt2 = g = −∇Φ

Kita ingin melihat bagaimana medan gravitasi dilihat sebagai kelengkungan ruangwaktu,
dan kompatibel dengan relativitas khusus.

Pertama-tama, Geodesik ruang dengan affine paramaternya diambil adalah proper time
λ = τ , dimana
r
1p µ ν
d(x1 )2 d(x2 )2 d(x3 )2
dτ = ds/c = nµν dx dx = dt2 − − −
c c2 c2 c2
v " #
2 2 2
u      r
u 1 dx1 dx2 dx3  v 2 dt
= t1 − 2 + + dt = 1 − dt = (8.1)
c dt dt dt c γ

dan geodesiknya

d2 xµ α
µ dx dx
β
+ Γ αβ =0 (8.2)
dτ 2 dτ dτ
Selanjutnya, kita pertimbangkan batas newtonian, yakni:
1. kecepatan jauh lebih kecil dibanding kecepatan cahaya; v  c

2. Metrik statik terhadap waktu; gµν,0 = 0


3. Medan lemah (weak field); gµν ' ηµν + hµν dengan |hµν |  1, dianggap sebagai
pertubasi.
Dari kondisi (1), dilihat bahwa

dx0 dxi
τ ' t; ' c; ' vi  c (8.3)
dτ dτ
i
Maka, aproksimasi ini menghasilkan geodesik28 28
suku dx
dτ dapat diabaikan
karena v  c
d2 xµ
 0
µ dx
+ Γ00 =0 (8.4)
dτ 2 dτ

dengan29 29
terapkan kondisi (2) dan (3)
1 µν 1 1
Γµ00 = g (2gν0,0 − g00,ν ) = − g µν g00,ν = − (η µν − hµν ) ∂ν (η00 + h00 )
2 2 2
1 1
= − η µν h00,v + hµν h00,ν ≈ − η µν h00,ν
2 2
Maka untuk µ = 030 30
Turunan dua kali t terhadap τ
2 bernilai nol, karena hubungan lin-
d2 t

1 dt ear keduanya
2
= η 0ν h00,ν =0
dτ 2 dτ

sedangkan untuk µ = i31 31


Kaitkan dengan percepatan
gravitasi

22
 2  2
d2 xi 1 iν dt dτ
2
= η h00,ν ×
dτ 2 dτ dt
d2 xi 1 d2 r 1
= h00,ν → 2 = ∇h00 = −∇Φ (8.5)
dτ 2 2 dt 2
maka didapat
g00 = η00 + h00 = −(1 + 2Φ) (8.6)
2
Dari pernyataan pertama gravitasi klasik, dimana ∇ Φ = 4πGρ, maka seharusnya terdapat
hubungan
∇2 g00 ∝ T00 (8.7)
dimana Tµν adalah tensor energi-momentum. Namun, kita ketahui bahwa turunan per-
tama covariant derivative ∇α g00 = 0, sehingga hubungan ini kurang tepat. Hubungan
ini akan tepat jika menggunakan tensor Ricci, dimana dibentuk hubungan linear dengan
tensor energi-momentum, sehingga
.
Rµν = κTµν
Namun, kembali kita perhatikan dengan baik, bahwa dari teorema Noether mengenai
konservativitas, maka nilai ∇α Tµν = 0, namun ∇α Rµν 6= 0, sehingga agar suku ruas kiri
terpenuhi hubungan ini, kita menggunakan Tensor Einstein, sehingga
1
Rµν − gµν R = κTµν (8.8)
2
Sekarang kita akan mencari nilai konstanta κ. Pertama persamaan diatas dikontraksikan
dengan g µ ν. didapat
1
R− · 4 · R = κT → R = −κT (8.9)
2
sehingga persamaan (8.8) menjadi
1 1
Rµν + gµν κT = κTµν → Rµν = κ(Tµν − gµν T ) (8.10)
2 2
Pada kasus non-relativistik nilai T dapat digeneralisir menjadi32 32
Tensor energi-momentum
µν 00 sendiri adalah
T =g Tµν ≈ η T00 = −T00 = −ρ (8.11)
vx vy vz 
1

maka vx
c2 c
vx v y
c
 vx vx vz 
1 1 1 µν c c2 c22 c2 
R00 = κ(T00 − η00 T ) = κ(ρ − ρ) = κρ (8.12) T = ρ   vcy vxc2vy
vy vy vz 
2 2 2 c2 c2

vz vx vz vy vz vz2
dikarenakan c c2 c2 c2
α β α β
R00 = Γα α
00,α − Γ0α,0 + Γ00 Γαβ − Γ0β Γα0 (8.13)

Suku kedua33 bernilai nol dikarenakan metrik statik, suku ketiga dan keempat diaproksi- 33 Simbol Christoffel yang dikon-
masikan bernilai nol dikarenakan memiliki orde O(h2 ), sehingga tersisa34 traksikan
 
1 αβ 1 1 ∂gµα
R00 ≈ Γα 00,α = ∂α − g g00,β = − ∂α (g αi g00,i ) (8.14) Γµρµ = g µα
2 2 2 ∂xρ
1 ∂ 2 g00 1 1
≈− i 2
= − ∇2 g00 = κρ (8.15) 34 kembali gunakan pernyataan
2 ∂(x ) 2 2
metrik statik dan aproksimasi per-
dikarenakan g00 = −(1 + 2Φ), maka didapat tubasi
2 κ κ
∇ Φ = ρ → ρ = 4πGρ → κ = 8πG (8.16)
2 2
disimpulkan persamaan Medan Einstein adalah
1
Rµν − gµν R = 8πGTµν (8.17)
2

23
8.2 Formulasi Lagrangian: Aksi Hilbert-Einstein
Persamaan medan Einstein dapat diturunkan melalui prinsip aksi terkecil. Hilbert menu-
runkan persamaan ini, dengan menggunakan aksi yang disebut sebagai aksi Hilbert-Einstein.
Pertama, integral volume-435 yang diperumum ditulis 35
Sebagai pengingat kembali,
misal untuk koordinat bola,

Z
integral volume-4 ⇒ d4 x −g (8.18) Z
V = r2 sin2 θ dtdrdθdφ
Densitas lagrangian gravitasi haruslah lah skalar, dan terdapat komponen yang memiliki
derivatif kedua. Tensor Riemann merupakan konstruksi dari derivatif kedua metrik, maka , dikarenakan
agar skalar terdapat beberapa pilihan lagrangian gravitasi antara lain  
−1 0 0 0
µ
Lg = R, R2 , Rµν Rµν , Rµαβν Rαβν , .... gµν = 
0 1 0 0  
 0 0 r2 0 
diambil skalar Ricci Lg = R, sehingga 0 0 0 r2 sin2 θ
Z
√ √ 2
δSEH = δ d4 x −gR (8.19) maka −g = r sin θ, sehingga

Z
disebut sebagai aksi Hilbert-Einstein. Persamaan tersebut dapat dipecah menjadi V = −g dtdrdθdφ


Z
dx4 δ −gg ab Rab

δSEH =
√ √ √
Z Z Z
= d4 x −gg ab δRab + d4 x −gRab δg ab + d4 x Rδ −g (8.20)

Dievaluasi terlebih dahulu suku pertama, dicari nilai δRab , dikarenakan


c
Rab = Racb = ∂c Γcab − ∂b Γcac + Γccd Γdba − Γcbd Γdac (8.21)

maka variasinya

δRab = ∂c δΓcab − ∂b δΓcac + Γdba δΓccd + Γccd δΓdba − Γdac δΓcbd − Γcbd δΓdac
= ∂c δΓcab + Γccd δΓdba − Γdac δΓcbd − Γdbc δΓcad −


∂b δΓcac + Γcbd δΓdac − Γdba δΓccd − Γdbc δΓcad




= ∇c δΓcab − ∇c δΓcac (8.22)

Maka suku pertama variasi aksi



Z
δSEH(1) = d4 x −gg ab (∇c δΓcab − ∇c δΓcac )
√ 
Z
= d4 x −g ∇c g ab δΓcab − δΓcab ∇c g ab − ∇b g ab δΓcac + δΓcac ∇b g ab
  

√ 
Z
= d4 x −g ∇c g ab δΓcab − ∇b g ab δΓcac
 


Z
= d4 x −g∇c g ab δΓcab − g ac δΓbab
 
(8.23)

menggunakan teorema stokes, didapat



I
d3 x −hnc g ab δΓcab − g ac δΓbab
 
δSEH(1) = (8.24)
permukaan

dimana nc adalah vektor normal dari permukaan ruang-4, dan tensor hab adalah metrik
yang diasosiakan dengan permukaan ruang-4, dimana

ha b = gab + na nb (8.25)

24
integral permukaan pada ruang-4 ini bernilai nol, hal ini dikarenakan mengikuti teorema
divergensi, yang mengatakan bahwa variasi di permukaan (tak berhingga) hilang, atau
bernilai nol. Sehingga
δSEH(1) = 0 (8.26)

Sekarang untuk suku ketiga variasi aksi, dicari nilai δ −g. Variasi ini menghasilkan
√ 1 1
δ −g = − √ δg (8.27)
2 −g
telah diketahui sebelumnya dari persamaan (5.16), didapat
√ 1 1 1√
δ −g = − √ gg ab dgab = −gg ab dgab (8.28)
2 −g 2
dan dari hubungan (5.17), didapat
√ 1√
δ −g = − −ggab δg ab (8.29)
2
Maka variasi aksi Hilber-Einstein pada (8.20) menjadi
√ √
Z Z
δSEH = d4 x −gRab δg ab + d4 x Rδ −g (8.30)

4 √
Z  
1
= d x −g Rab − gab R δg ab (8.31)
2
Dengan prinsip aksi terkecil δS = 0, ini memberikan persamaan medan Einstein pada
ruang vakum,
1
Rµν − gµν R = 0 (8.32)
2
Agar memberikan persamaan medan einstein yang lengkap, maka diperlukan densitas
lagrangian yang berkenaan dengan distribusi materi LM [gµν , ∂α gµν ], yang akan meng-
hasilkan tensor energi-momentum. Dibentuk variasi aksi

Z
δS = δ d4 x −g (R − 2κLM ) (8.33)

dikarenakan suku pertama telah diselesaikan, maka variasi suku kedua memberikan

Z
δSM = −2κ d4 x δ( −gLM )
 √ √ 
∂( −gLM ) µν ∂( −gLM ) µν
Z
= −2κ d4 x δg + µν δg,a
∂g µν ∂g,a
( √  √   √  )
∂( −gLM ) µν ∂( −gLM ) µν ∂( −gLM )
Z
4 µν
= −2κ d x δg + µν δg − µν δg
∂g µν ∂g,a ,a ∂g,a ,a
( √  √  )
∂( −gLM ) ∂( −gLM )
Z
= −2κ d x 4
− µν δg µν (8.34)
∂g µν ∂g,a ,a

dengan lagi-lagi pada integral permukaan δg µν = 0. Suku dalam kurung, dilihat sebagai
persamaan euler-lagrange untuk tensor energi momentum, dimana
√  √
1√

∂( −gLM ) ∂( −gLM )
−gTµν ≡ − µν (8.35)
2 ∂g µν ∂g,a ,a

Sehingga

Z
δSM = d4 x −g (κTµν ) δg µν (8.36)

Maka prinsip aksi terkecil memberikan persamaan medan einstein


1
Rµν − gµν R = κTµν (8.37)
2

25
8.3 Solusi Schwarzchild dan Lubang Hitam
Walaupun persamaan medan Einstein ini adalah persamaan differensial parsial non-linier,
terdapat solusi eksak pada persamaan ini. Pada subbab ini akan di jelaskan solusi eksak
tersebut. Solusi Schwarzschild adalah solusi persamaan medan Einstein paling mudah
untuk di pelajari. Solusi ini mempunyai kondisi sederhana di antaranya adalah keadaan
vakum, medan yang diam dan simetri bola. Dari kondisi tersebut dapat kita bentuk ansatz
metrik,
ds2 = −e2α dt2 + e2β dr2 + r2 dΩ2 (8.38)
di mana α dan β adalah fungsi dari r dan dΩ2 = dθ2 +sin2 θdφ2 . Langkah pertama untuk
mencari solusi ini adalah menentukan komponen simbol Christoffel yang tidak nol, yaitu

Γttr = ∂r α, Γrtt = e2(α−β) ∂r α, Γrrr = ∂r β,


1
Γrθθ = −re2β , Γrφφ = −re−2β sin2 θ, Γθrθ = , (8.39)
r
1 cos θ
Γθφφ = − sin θ cos θ, Γφrφ = , φ
Γθφ = ,
r sin θ
Setelah menentukan simbol Christoffel, langkah berikutnya adalah mencari tensor Ricci
 
2(α−β) 2 2 2
Rtt = e ∂r α + (∂r α) − ∂r α∂r β + ∂α (8.40)
r

2 2
Rrr = −∂r2 α − (∂r α) + ∂r α∂r β + ∂r β (8.41)
r
Rθθ = e−2β [r (∂r β − ∂r α)] + 1 (8.42)
2
Rφφ = sin θRθθ (8.43)
Kita ingin Rµν = 0 karena keadaan vakum dan lakukan eliminasi pada persamaan (8.40)
dan (8.41) kita dapatkan
α = −β (8.44)
manfaatkan hubungan ini untuk evaluasi persamaan (8.42) menjadi

Rs
e2α = 1 − , (8.45)
r
sehingga solusi metrik ini adalah
   −1
2 Rs 2 Rs
ds − 1 − dt + 1 − dr2 + r2 dΩ2 (8.46)
r r

dengan Rs adalah konstanta.


salah satu cara yang kita lakukan adalah membuat Rs menjadi radius Schwarzchild. Metrik
Schwarzschild akan tereduksi menjadi medan lemah jika r  2GM , sehingga kita hanya
identifikasi
Rs = 2GM (8.47)
di mana M bisa didefinisikan sebagai massa dari objek tersebut.
Sehingga solusi metrik tersebut menjadi
   −1
2GM 2GM
ds2 = − 1 − dt2 + 1 − dr2 + r2 dΩ2 (8.48)
r r

Pada persamaan (8.48), terdapat dua wilayah yang membuat solusi dari koefisien metrik
tersebut tak berhingga, yaitu pada r = 0 dan r = 2GM . Kita dapat menguji apakah
kedua nilai tersebut menunjukkan adanya singularitas dengan besaran skalar. Ricci skalar
adalah salah satu besaran skalar yang paling mudah, R = Rµν Rµν atau bisa untuk orde

26
µν
yang lebih tinggi, misalnya Rµνσρ Rµνσρ , Rµνρσ Rρσλτ Rλτ dan seterusnya. Pada metrik
Schwarzchild, besaran skalar yang digunakan adalah skalar Kretschmann

48G2 M 2
Rµνρσ Rµνρσ = . (8.49)
r6
Hal ini bisa meyakinkan kita, ketika r = 0 merepresentasikan nilai yang tak berhingga,
hal ini dinamakan singularitas. Untuk r = 2GM pada solusi Schwarzschild bukanlah
singularitas yang nyata terjadi pada kelengkungan ruang dan waktu, melainkan singularitas
yang muncul karena pemilihan sistem koordinat yang tidak baik atau secara umum disebut
apparent singularity. Radius r = 2GM pada metrik ini, dikenal sebagai event horizon.
Event horizon adalah radius yang memisahkan antar ruang-waktu didalam r < rEH dan
luarnya r > rEH . pada r < rEH , tidak ada materi apapun yang dapat keluar daripadanya,
bahkan cahaya sekalipun. Bintang pada fase ini dinamakan lubang hitam.

27
Appendices
A Lampiran 1
Pertama-tama
p s
γ̄ 1 − v02 /c2 (1 + v0 /c)(1 − v0 /c)
=p =
γ0 2
1 − v̄ /c 2 (1 + v̄/c)(1 − v̄/c)
bagian penyebut dapat dibentuk
  
(v + v0 )/c (v + v0 )/c
(1 + v̄/c)(1 − v̄/c) = 1+ 1 −
1 + vv0 /c2 1 + vv0 /c2
  
−2 v + v0 v + v0
= 1 + vv0 /c2 (1 + vv0 /c2 ) + (1 + vv0 /c2 ) −
c c
−2
h v 0
 v i h v 0
 v i
= 1 + vv0 /c2

1+ 1+ 1− 1−
c c c c
dibagi dengan (1 + v0 /c)(1 − v0 /c)
v0 v
1 − vc0 1 − vc
   
(1 + v̄/c)(1 − v̄/c) 2 −2 1 + c 1+ c

= 1 + vv0 /c
(1 + v0 /c)(1 − v0 /c) (1 + v0 /c) (1 − v0 /c)
v2
 
−2
 v v 2 −2
= 1 + vv0 /c2
 
1+ 1− = 1 + vv0 /c 1− 2
c c c
sehingga persamaan awal menjadi

γ̄ 1 + vv0 /c2
= γ 1 + vv0 /c2

= p
γ0 2
1 − v /c 2

B Lampiran 2
Ditulis ulang matriks transformasi lorentz dan tensor maxwell
   
γ −γv/c 0 0 0 Ex /c Ey /c Ez /c
−γv/c γ 0 0 −E x /c 0 Bz −By 
 F µν = 

Λ= −Ey /c

 0 0 1 0 −Bz 0 Bx 
0 0 0 1 −Ez /c By −Bx 0
Transformasi lorentz pada tensor maxwell
0 0
F 0µν = Λµα Λνβ F αβ
pertama untuk Ex0 dan Bx0 dimana
Ex0
= F 001 = Λ0α Λ1β F αβ = Λ00 Λ11 F 01 + Λ01 Λ10 F 10
c
Ex v 2 Ex v 2 Ex Ex
= γ2 − γ2 2 = γ 2 (1 − 2 ) =
c c c c c c
dan
Bx0 = F 023 = Λ2α Λ3β F αβ = Λ22 Λ33 F 23 = Bx
kedua untuk Ey0 dan By0 dimana
Ey0
= F 002 = Λ0α Λ2β F αβ = Λ00 Λ22 F 02 + Λ01 Λ22 F 12
c
Ey v γ
=γ·1· − γ · 1 · Bz = (Ey − vBz )
c c c

28
dan

By0 = F 031 = Λ3α Λ1β F αβ = Λ33 Λ10 F 30 + Λ33 Λ11 F 31


 v  E   v 
z
= 1 · −γ · − + 1 · γBy = γ By + 2 Ez
c c c

kedua untuk Ez0 dan Bz0 dimana

Ez0
= F 003 = Λ0α Λ3β F αβ = Λ00 Λ33 F 03 + Λ01 Λ33 F 13
c
Ez v γ
=γ·1· − γ · 1 · (−By ) = (Ez + vBy )
c c c
dan

Bz0 = F 012 = Λ1α Λ2β F αβ = Λ10 Λ22 F 02 + Λ11 Λ22 F 12


v Ey  v 
= −γ · 1 · + γ · 1 · Bz = γ Bz − 2 Ey
c c c

C Lampiran 3
Ditulis ulang tensor maxwell
 
0 Ex /c Ey /c Ez /c
−Ex /c 0 Bz −By 
F µν =
−Ey /c −Bz

0 Bx 
−Ez /c By −Bx 0

Tensor dualnya dinyatakan


1 µναβ αβ
F̃ µν =  F
2
pertama,
 
0i 1 01αβ αβ 1 02αβ αβ 1 03αβ αβ
F̃ =  F ,  F ,  F
2 2 2
 
1 0123 23 0132 32
 1 0213 13 0231 31
 1 0312 12 0321 21

=  F + F ,  F + F ,  F + F
2 2 2
 
1 1 1
= (Bx + (−1)(−Bx )) , ((−1)(−By ) + By ) , (Bz + (−1)(−Bz ))
2 2 2
= {Bx , By , Bz } = −F̃ i0

lalu untuk komponen F̃ ij = −F̃ ji ,


1 1203 03 Ez
F̃ 12 = F + 1230 F 30 = −


2 c
1 3102 02 E y
F̃ 31 F + 3120 F 20 = −

= 
2 c
1 2301 01 Ex
F̃ 23 F + 2310 F 10 = −

= 
2 c
disimpulkan bahwa
 
0 Bx By Bz
−Bx 0 −Ez /c Ey /c 
F̃ µν =
−By

Ez /c 0 −Ex /c
−Bz −Ey /c Ex /c 0

29
D Lampiran 4
Dari persamaan (3.42) didapat
Fαβ F αβ =η ασ η βλ Fαβ Fσλ
= η ασ η βλ [(∂α Aβ − ∂β Aα )(∂σ Aλ − ∂λ Aσ )]
= η ασ η βλ (∂α Aβ ∂σ Aλ − ∂α Aβ ∂λ Aσ − ∂β Aα ∂σ Aλ + ∂β Aα ∂λ Aσ )
suku kedua dapat ditulis
η ασ η βλ ∂α Aβ ∂λ Aσ = η βλ η ασ ∂β Aα ∂σ Aλ
dan suku keempat ditulis
η ασ η βλ ∂β Aα ∂λ Aσ = η βλ η ασ ∂α Aβ ∂σ Aλ
sehingga
Fαβ F αβ = 2η ασ η βλ (∂α Aβ ∂σ Aλ − ∂β Aα ∂σ Aλ )
Maka
   
∂ ∂(∂α Aβ ) ∂(∂σ Aλ ) ∂(∂β Aα ) ∂(∂σ Aλ )
(Fαβ F αβ ) = 2η ασ η βλ ∂σ Aλ + ∂α Aβ − ∂σ Aλ + ∂β Aα
∂(∂ν Aµ ) ∂(∂ν Aµ ) ∂(∂ν Aµ ) ∂(∂ν Aµ ) ∂(∂ν Aµ )
ασ βλ
 α β σ λ
 β α σ λ

= 2η η δν δµ ∂σ Aλ + δν δµ ∂α Aβ − δν δµ ∂σ Aλ + δν δµ ∂β Aα
= 2 η η ∂σ Aλ + η αν η βµ ∂α Aβ − η µσ η νλ ∂σ Aλ + η αν η βµ ∂β Aα
 νσ µλ  

= 2 [(∂ ν Aµ + ∂ ν Aµ ) − (∂ µ Aν + ∂ µ Aν )] = 4 (∂ ν Aµ − ∂ µ Aν ) = 4F νµ
Sehingga
1 ∂
− (Fαβ F αβ ) = −F νµ
4 ∂(∂ν Aµ )
disimpulkan dari persamaan euler-lagrange (3.39) dan hasil (3.40) didapat
µ0 J µ + ∂ν F νµ = 0 dan ∂ν F νµ = −µ0 J µ

E Lampiran 5
persamaan (3.45) dapat dibentuk
2(δFµν )F µν = 2F µν [δ(∂µ Aν ) − δ(∂ν Aµ )] = 2F µν ∂µ (δAν ) − 2F µν ∂ν (δAµ )
subtitusi ini ke persamaan (3.44) didapat
Z
1
δS = − d4 x {F µν ∂µ (δAν ) − F µν ∂ν (δAµ )} + suku arus
2
suku pertama dan kedua dapat dibentuk
F µν ∂µ (δAν ) = ∂µ [F µν δAν ] − ∂µ [F µν ]δAν dan ∂ν [F µν δAµ ] − ∂ν [F µν ]δAµ
dengan kondisi batas, maka variasi aksi menjadi
Z
1
δS = d4 x {(∂µ F µν )δAν − (∂ν F µν )δAµ } + suku arus
2
untuk suku pertama, dapat dipertukarkan indeks µ ↔ ν, dimana
(∂µ F µν )δAν = (∂ν F νµ )δAµ = −(∂ν F µν )δAµ
sehingga
Z
δS = d4 x {−(∂ν F µν ) + µ0 J µ } δAµ

dengan prinsip aksi terkecil δs = 0, maka


∂ν F νµ = −µ0 J µ

30
F Lampiran 6
Ini dengan sedikit penjabaran, didapat
1
Fµν φ = [Dµ , Dν ]φ = [(∂µ + igAµ )(∂ν + igAν )φ − (∂ν + igAν )(∂µ + igAµ )φ]
ig
1
= [∂µ ∂ν φ + ig∂µ (Aν φ) + igAµ ∂ν φ − q 2 Aµ Aν φ − ∂ν ∂µ φ − iq∂ν (Aµ φ) − iqAν ∂µ φ + q 2 Aν Aµ φ]
ig
= (∂µ Aν )φ + Aν ∂µ φ + Aµ ∂ν φ − (∂ν Aµ )φ − Aµ ∂ν φ − Aν ∂µ φ + ig(Aµ Aν − Aν Aµ )φ
sehingga
Fµν = ∂µ Aν − ∂ν Aµ + ig[Aµ , Aν ]

G Lampiran 7
Transformasi vektor kovarian ditulis
∂xα
Vµ0 = Vα
∂x0µ
memiliki derivatif
∂Vµ0 ∂xα ∂xβ ∂Vα ∂ 2 xα

= 0µ 0ν
+ Vα
∂x ∂x ∂x ∂x β ∂x0ν ∂x0µ
dari (146), maka menjadi
∂Vµ0 ∂xα ∂xβ ∂Vα α
∂xκ ∂xλ α
 
0λ ∂x
= + Γ νµ − Γ Vα
∂x0ν ∂x0µ ∂x0ν ∂xβ ∂x0λ ∂x0µ ∂x0ν κλ
∂Vµ0 ∂xα ∂xβ ∂Vα
 
0λ 0 λ
− Γ V
νµ λ = − Γ V
αβ λ
∂x0ν ∂x0µ ∂x0ν ∂xβ
disimpulkan
∂Vα
∇β Vα = − Γλαβ Vλ
∂xβ
Sedangkan untuk tensor rank-2, dapat digunakan sifat ke-2 covariant derivative, dimana
 α   
α α α α ∂A α λ α ∂Bβ λ
∇µ Tβ = ∇µ (A Bβ ) = (∇µ A )Bβ + A ∇µ Bβ = + Γµλ A Bβ + A − Γµβ Bλ
∂xµ ∂xµ
∂(Aα Bβ ) α λ λ α
∂Tβα
= + Γ µλ A B β − Γµβ A B λ = + Γα λ λ α
µλ Tβ − Γµβ Tλ
∂xµ ∂xµ
ini dapat digeneralisir ke rank-n

H Lampiran 8
Covariant derivative untuk tensor metrik adalah
∇α gµν = gµν,α − Γλαµ gλν − Γλαν gµλ
menjabarkan simbol christoffel, didapat
1 1
∇α gµν = gµν,α − g λσ (gσα,µ + gσµ,α − gαµ,σ )gλν − g λσ (gσα,ν + gσν,α − gαν,σ )gµλ
2 2
1 1
= gµν,α − δνσ (gσα,µ + gσµ,α − gαµ,σ ) − δµσ (gσα,ν + gσν,α − gαν,σ )
2 2
1 1 1 1 1 1
= gµν,α − gνα,µ − gνµ,α + gαµ,ν − gµα,ν − gµν,α + gαν,µ
2 2 2 2 2 2
1 1
= gµν,α − gνµ,α − gµν,α = gµν,α − gµν,α = 0
2 2

31
I Lampiran 9
Geodesik pada ruang datar menggunakan koordinat polar. Telah diketahui bahwa solusi geodesik pada ruang
datar adalah garis lurus, namun kita akan memastikannya menggunakan persamaan geodesik yang telah dikonstruksikan
sebelumnya dengan koordinat polar. Pada koordinat polar
   
µ 1 0 µν 1 0
x = (0, r, θ, 0); gµν = ; g =
0 r2 0 r12
Maka komponen simbol christoffelnya
Γ111 = Γ112 = Γ121 = 0
dan
Γ122 = −r
komponen kedua
Γ211 = Γ222 = 0
dan
1
Γ212 = Γ221 = −
r
kita evaluasi geodesik untuk µ = 1,
ẍ1 + Γ1αβ ẋα ẋβ = ẍ1 + Γ111 ẋ1 ẋ1 + ẍ1 + 2Γ112 ẋ1 ẋ2 + ẍ1 + Γ122 ẋ2 ẋ2 = ẍ1 + Γ122 (ẋ2 )2
didapat
2
d2 r


−r =0
dλ2 dλ
sedangkan µ = 2
ẍ2 + 2Γ212 ẋ1 ẋ2 = 0
didapat
d2 θ
 
2 dr dθ 1 dθ̇ 2 dr
2
+ = + =0
dλ r dλ dλ θ̇ dλ r dλ
dievaluasi dahulu persaman diatas
d ln(θ̇) d ln(r)
+2 = 0 → ln(θ̇) + ln(r2 ) = C → θ̇r2 = ec = k
dλ dλ
p
dipilih affine paramater λ sebagai s, sehingga dλ = ds = gµν dxµ dxν , maka
1
ds2 = dr2 + r2 dθ2 × 2

 2  2  2 r
dr dθ dr k2 dr k2 1
1= + r = + 2 → = 1 − 2 = ± (r2 − k 2 )1/2
ds ds ds r ds r r
lalu
Z Z
dr dr/ds r k 2
= = ± (r2 − k 2 )1/2 → (r − k 2 )−1/2 dr = ± dθ
dθ dθ/ds k r
memiliki solusi
 
k
cos−1 = θ − θ0
r
yang dimana merupakan persamaan garis lurus pada koordinat polar
k
r=
cos(θ − θ0 )

32
J Lampiran 10
Tensor kelengkungan Riemann dengan semua indeks kovarian ditulis
α
= gαρ ∂µ Γα α α λ α λ

Rρσµν = gαρ Rσµν νσ − ∂ν Γµσ + Γµλ Γνσ − Γνλ Γµσ

= ∂µ (gαρ Γα α α α α λ α λ
   
νσ ) − ∂ν (gαρ Γµσ ) − Γνσ ∂µ gαρ − Γµσ ∂ν gαρ + gαρ Γµλ Γνσ − Γνλ Γµσ

dimana
1 1 1
gαρ Γα
νσ = gαρ g αβ (gβν,σ + gβσ,ν − gνσ,β ) = δρβ (gβν,σ + gβσ,ν − gνσ,β ) = (gρν,σ + gρσ,ν − gνσ,ρ )
2 2 2
α 1
∂µ (gαρ Γνσ ) = (∂µ ∂σ gρν + ∂µ ∂ν gρσ − ∂µ ∂ρ gνσ )
2
dan suku kedua hanya pertukaran indeks, didapat
1
∂ν (gαρ Γα
µσ ) = (∂ν ∂σ gρµ + ∂ν ∂µ gρσ − ∂ν ∂ρ gµσ )
2
didapat

∂µ (gαρ Γα α
 
νσ ) − ∂ν (gαρ Γµσ ) = ∂µ ∂σ gρν − ∂µ ∂ρ gνσ − ∂ν ∂σ gρµ + ∂ν ∂ρ gµσ

dimana suku tengah masing-masing saling menghilangkan. Suku ketiga dan suku keempat persamaan pertama saling
menghilangkan, sehingga disimpulkan tensor kelengkungan Riemann dengan semua indeks kovarian adalah

Rρσµν = ∂µ ∂σ gρν − ∂µ ∂ρ gνσ − ∂ν ∂σ gρµ + ∂ν ∂ρ gµσ + Γα λ α λ


µλ Γνσ − Γνλ Γµσ

33

Anda mungkin juga menyukai